• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan TNI (Studi Pada Pengadilan Militer Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan TNI (Studi Pada Pengadilan Militer Medan)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

DI LINGKUNGAN TNI

(STUDI PADA PENGADILAN MILITER MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Hukum

O L E H

ICKE DINA PUTRI.K SITEPU

020 222 064

H U K U M P I D A N A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

DI LINGKUNGAN TNI

(STUDI PADA PENGADILAN MILITER MEDAN)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Hukum

O L E H

ICKE DINA PUTRI.K SITEPU 020 222 064

H U K U M P I D A N A

Disetujui oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

( Abul Khair, SH.M hum ) Nip. 131842854

Pembimbing I Pembimbing II

( Abul Khair, SH.M hum ) ( Rafiqah Lubis, SH.M hum )

Nip. 131842854 Nip. 132300076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk

meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut

merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan

perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “Proses Penyelesaian

Perkara Pidana dilingkungan TNI (Studi pada Pengadilan Militer I-02

Medan”. Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam

penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa di dalam penulisan

skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab

itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Runtung, S.H.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Abul Khair, S.H. M.Hum., selaku Ketua Bagian Pidana di Fakultas

(4)

telah banyak memberikan bantuan bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis

pada saat penulisan skripsi ini;

3. Ibu Rafiqah Lubis, SH. M Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan

arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

4. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh

pendidikan di Fakultas Universtas Sumatera Utara;

5. Teristimewa untuk orangtuaku, adik – adikku dan anakku tersayang, atas

perhatian, dukungan dan doa yang diberikan pada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini;

6. Kepada G’ Jandeku (Swary, Nancy, Ira, Dini, Almira, Nova, Agnes)

terima kasihku yang amat besar atas bantuan kalian selama kuliah, Yos Arnold

tarigan (bujur melala !!! :j ), seluruh teman – temanku stambuk 02 terutama grup

A, serta Pegawai Harian Kampus, terima kasih banyak atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2007

(5)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap proses penyelesaian perkara pidana di lingkungan Tentara Nasional Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung R.I., dan kendala-kendala yang dihadapi dalam peralihan organisasi, administrasi dan finansial Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung RI serta penulis juga mempermasalahkan tentang bagaimanakah proses penyelesaian perkara dalam Lingkungan TNI khususnya pada Pengadilan Militer I-02 Medan Berdasarkan judul skripsi ini maka penelitian berlokasi di Pengadilan Militer 1-02 Medan.

Pada dasarnya Pengadilan Militer memiliki karakteristik tersendiri, pada intinya ada 3 permasalahan yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini yaitu; Bagaimana pengalihan organisasi,administrasi, dan financial Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung R.I; Kendala-kendala yang dihadapi dalam peralihan Organisasi,administrasi dan finansian Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung R.I; dan bagaimana proses penyelesaian perkara dalam Lingkungan TNI khususnya pada Pengadilan Militer I-02 Medan.

Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, dimana penulis meneliti atau melihat penerapan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan Proses Hukum Penanganan Perkara Pidana Militer. Penelitian juga dilakukan dengan pengambilan data primer dengan melakukan wawancara dengan Hakim di Pengadilan Militer Medan, dimana hal ini bertujuan untuk mengetahui Proses Hukum Penanganan Perkara Tindak Pidana Militer di Pengadilan Militer Medan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa dengan diberlakukannya Undang–undang No. 4 Tahun 2004 Kekuasaan Kehakiman ini maka Undang–undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan–ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang No. 35 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku. atas dasar Undang–undang No. 4 Tahun 2004 tersebut Presiden mengeluarkan keputusan No. 56 tanggal 9 Juli 2004 mengenai pengalihan pembinaan organisasi, administrasi, dan financial pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Militer dari MABES TNI ke Mahkamah Agung R.I dan untuk menindak lanjuti keputusan Presiden No. 56 Tahun 2004 tanggal 9 Juli 2004 tersebut maka terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 Pengadilan Militer telah berada satu atap dengan Mahkamah Agung.

Selain itu kendala-kendala yang dihadapi dalam peralihan ini ialah mengenai struktur organisasi yang berbeda sehingga masih digunakan struktur organisasi yang lama . Kendala dalam hal administrasi dan jumlah personel yang sedikit juga menjadi kendala dalam peralihan Peradilan Militer kebawah naungan Mahkamah Agung.

(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR SKEMA... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Manfaat dan tujuan penelitian ... 8

D. Keaslian penulisan ... 9

E. Tinjauan kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian... 19

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PENGADILAN MILITER SETELAH SATU ATAP DENGAN MAHKAMAH AGUNG ... 23

A. Gambaran Struktur Kelembagaan Pengadilan Militer ... 23

B. Peralihan Pengadilan Militer ... 26

(7)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

BAB III PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

DI PENGADILAN MILITER ... 35

A. Pengertian – pengertian ketentuan umum yang - merupakan bagian dari proses penyelesaian perkara- militer ... 35

B. Proses Penyidikan Tindak Pidana TNI - khususnya dilingkungan Peradilan Militer I-02 Medan ... 40

C. Penyelesaian perkara pra persidangan ... 44

D. Tahap pemeriksaan di persidangan ... 48

E. Pelaksanaan Putusan / Eksekusi ... 54

BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS ... 56

A. Kasus ... 56

B. Analisa Kasus... 59

C. Hambatan penyelesaian kasus... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 66

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 . DATA PENYELESAIAN PERKARA PADA TAHUN 2005 ... 6

(9)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Skema bagian-bagian dari Hukum Pidana ... 17

(10)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Dalam menyelesaikan kasus Militer, militer memiliki hukum dan sistem

peradilan yang bersifat khusus dan berbeda dengan hukum dan sistem Peradilan

Umum. Hukum Militer terdiri dari hukum formil dan hukum materil yang

merupakan bagian integral dari sistem hukum Nasional. Hukum Militer adalah

landasan–landasan hukum khusus, tertulis maupun tidak tertulis yang pada

pokoknya berlaku dilingkungan angkatan bersenjata dan lingkungan yang lebih

luas dalam keadaan tertentu terutama dalam keadaan darurat atau perang.

Berdasarkan dari rumusan–rumusan pengertian Hukum Militer, pada

dasarnya Hukum Militer memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1

1. Merupakan hukum khusus yang bersifat mandiri di lingkungan militer.

Dikatakan bahwa karakteristik Hukum Militer merupakan hukum khusus yang

bersifat mandiri adalah karena militer mempunyai hukum yang berbeda dari

instansi manapun. Tujuan perbedaan peraturan ini adalah agar militer dalam

melakukan tugas dan kewajibannya dalam mempertahankan integritas

kedaulatan Bangsa dan Negara dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin.

2. Mengatur materi muatan yang berkaitan dengan soal-soal militer untuk

kepentingan Pertahanan Negara.

1

(11)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Materi muatan dalam Hukum Militer kesemuanya adalah semata –mata hanya

demi kepentingan Integritas Bangsa dan Negara, dimana militer selain

berpedoman kepada Hukum Militer yang tertulis, militer juga tidak

mengabaikan azas tata kehidupan militer.

3. Berlaku didaerah tertentu dan dalam keadaan darurat berlaku juga pada

lingkungan yang lebih luas.

Dalam hal ini, Hukum Militer yang dapat berlaku di daerah tertentu dan

dalam keadaan darurat berlaku juga pada lingkungan yang lebih luas adalah

Huku m Militer pada saat pertempuran dimana pada saat terjadi pertempuran

Pengadilan yang berlaku adalah Pengadilan Militer pertempuran yang bersifat

mobilitas mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan/berdaerah hukum di

daerah pertempuran. 2

4. Bersumber pada Hukum Nasional dan Hukum Internasional

Huku m Militer bersumber pada Hukum Nasional adalah merupakan suatu

keharusan , karena Hukum Militer adalah merupakan Sub Sistem pada Hukum

Nasional dimana Hukum Militer tersebut didasarkan pada norma–norma yang

ada pada negara kita dan merupakan cerminan dari pertahanan Negara kita.

Sedangkan Hukum Militer yang bersumber pada Hukum Internasional adalah

merupakan suatu bukti bahwa militer di Indonesia tidak berbeda dengan

militer di Negara lain yang memiliki satu tujuan yaitu menciptakan

perdamaian dunia.

2

(12)

5. Berlakunya Hukum Militer dalam keadaan darurat atau perang dapat

mengeleminisir untuk sementara waktu berlakunya peraturan–peratutan

hukum tertentu yang seharusnya mengikat pada saat Negara berada dalam

keadaan normal.

Karakteristik Hukum Militer tersebut menyebabkan sorotan tajam dari

berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat menilai dalam banyak kasus militer

seringkali tidak tersentuh oleh hukum dan Peradilan Militer dianggap sebagai

Lembaga Inpunitas (lembaga yang tertutup untuk umum).

Pandangan masyarakat ini sering kali tidak dilengkapi dengan data yang

akurat seperti kasus apa, dimana dan berapa kasus yang tidak tersentuh oleh

hukum, dengan tidak jelasnya data tersebut maka kasus tersebut hanya bersifat

praduga dan sudah tentu tidak akan tersentuh oleh hukum dan pasti tidak akan ada

penyelesaiannya.

Masih seputar pandangan masyarakat tentang kasus militer, banyak

masyarakat menganggap bahwa Peradilan Militer tidak dapat diliput oleh media

massa, hal ini tidak benar karena Peradilan Militer sama dengan Peradilan lain

yang menganut sistem terbuka untuk umum.

Mengenai intervensi kekuasaan militer dalam Peradilan Militer melalui

komandan selaku Papera (Perwira Penyerah Perkara) yang juga menjadi

pandangan masyarakat bukanlah tidak dapat dijelaskan. Keberadaan komandan

selaku Papera dalam sistim Peradilan mutlak diperlukan sebagai penerapan dari

azas Peradilan Militer yaitu azas kepentingan hukum dan azas kepentingan

(13)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

melimpahkan perkara ke Pengadilan atau menutup perkara demi kepentingan

hukum atau kepentingan Militer.

Dalam penjelasan Pasal 123 ayat 1 UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

Militer dirumuskan alasan perkara ditutup demi kepentingan hukum antara lain : 3

1) Karena tidak cukup bukti.

2) Bukan merupakan tindak pidana.

3) Perkara Kadaluarsa.

4) Tersangka/Terdakwa meninggal dunia.

5) Telah dibayar maximum denda yang ditentukan dalam undang–

undang, sepanjang ancaman pidananya berupa denda atau dalam

delik aduan, pengaduannya telah dicabut.

Sedangkan alasan perkara ditutup demi kepentingan umum/militer adalah

perkara tidak diserahkan ke pengadilan karena kepentingan Negara/kepentingan

militer lebih dirugikan daripada perkara itu diserahkan ke Pengadilan.

Pengadilan Militer di Indonesia dibawahi oleh Pengadilan Militer Tinggi.

Indonesia memiliki 3 Pengadilan Militer Tinggi yang membawahi Pengadilan–

pengadilan Militer di Indonesia. Berikut adalah daftar wilayah hukum Pengadilan

Militer Tinggi dan Pengadilan–pengadilan Militer yang dibawahinya :

Pengadilan Militer Tinggi I Medan membawahi :

1. Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh

2. Pengadilan Militer I-02 Medan (Tipe A)

3. Pengadilan Militer I-03 Padang

3

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan militer ,

(14)

4. Pengadilan Militer I-04 Palembang

5. Pengadilan Militer I-05 Pontianak

6. Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin

7. Pengadilan Militer I-07 Balikpapan

Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta membawahi :

1. Pengadilan Militer II-08 Jakarta

2. Pengadilan Militer II-09 Bandung

3. Pengadilan Militer II-10 Semarang

4. Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta

Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya membawahi :

1. Pengadilan Militer III-12 Surabaya

2. Pengadilan Militer III-13 Madiun

3. Pengadilan Militer III-14 Denpasar

4. Pengadilan Militer III-15 Kupang

5. Pengadilan Militer III-16 Makasar

6. Pengadilan Militer III-17 Manado

7. Pengadilan Militer III-18 Ambon

8. Pengadilan Militer III-19 Jayapura

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam hal penyelesaian

perkara, Pengadilan Militer sering dianggap sebagai lembaga Inpunitas yang tidak

tersentuh oleh hukum dan sering juga dianggap sebagai Pengadilan yang tertutup

untuk umum untuk menyangkal hal tersebut diperlukan data yang menegasan

(15)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

menyertakan Data Penyelesaian perkara pada Pengadilan Militer I-02 Medan di

Tahun 2005 dan Tahun 2006 .

(16)

Tabel 2

Seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa pada dasarnya

Pengadilan Militer memiliki karakteristik tersendiri dan karakteristik ini banyak

menimbulkan pandangan di masyarakat, maka perumusan masalah dalam skripsi

(17)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

1. Bagaimana pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial

Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung R.I.

2. Kendala–kendala yang dihadapi dalam peralihan Organisasi,

administrasi dan finansial Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung

R.I.

3. Bagaimana proses penyelesaian perkara dalam Lingkungan TNI

khususnya pada Pengadilan Militer I-02 Medan.

C. Tujuan dan manfaat penulisan

Sesuai dengan masalah yang akan dibahas, tujuan yang ingin di capai

dalam penulisan skripsi ini adalah :

a) Untuk mengetahui bagaimana pengalihan organisasi, administrasi,

dan finansial Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung R.I.

b) Mengetahui kendala–kendala apa saja yang dihadapi dalam

peralihan Organisasi, administrasi dan finansial Pengadilan Militer

ke Mahkamah Agung R.I.

c) Bagaimana proses penyelesaian perkara dalam Lingkungan TNI

khususnya pada Peradilan Militer.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis .

a. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu

(18)

penyelesaian perkara di lingkungan TNI dan dapat menjadi bahan kajian

atau menjadi gambaran bagaimana penyelesaian perkara pidana di

lingkungan TNI.

b. Secara praktis, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi konkrit

bagi usaha pembaharuan hukum pidana khususnya dalam Proses

penyelesaian perkara di lingkungan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini berjudul “Proses penyelesaian perkara di

lingkungan TNI”, yang pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat

dasar-dasar yang telah ada, baik melihat literatur yang penulis peroleh dari

perpustakaan, dan dari media masa baik cetak maupun elektronika.

Penulis tertarik terhadap berbagai permasalahan penyelesaian kasus

militer, dimana militer memiliki hukum dan sistem peradilan yang bersifat

khusus dan berbeda dengan hukum dan sistem Peradilan umum. Huku m Militer

terdiri dari hukum formil dan hukum materil yang merupakan bagian integral

dari sistem huku m Nasional. Hukum Militer adalah landasan–landasan hukum

khusus, tertulis maupun tidak tertulis yang pada pokoknya berlaku dilingkungan

angkatan bersenjata dan lingkungan yang lebih luas dalam keadaan tertentu

terutama dalam keadaan darurat atau perang.

Penulisan skripsi ini pada awalnya didasarkan pada ide, gagasan,

pemikiran dan yang utama adalah keterkaitan penulis terhadap Pengadilan Militer,

artinya keaslian ini bukanlah hasil ciptaan atau penggandaan dari karya tulis orang

(19)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Jika ada pendapat ataupun kutipan dari penulisan ini, semata–mata adalah

sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan

menyelesaikan skripsi.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Huku m Militer

Huku m Milite rdalam pengertiannya terbagi atas 2 suku kata yaitu

“Hukum” dan “Militer”, dimana pada tiap suku kata memiliki arti yang berbeda.

Pada Bukunya, P.A.F Lamintang menyimpulkan bahwa Pengertian Hukum itu ada

10, yaitu : 4

a. Sekumpulan peraturan untuk tindakan manusia yang diturunkan oleh Tuhan.

b. Sekumpulan aturan yang bersifat tradisional atau yang tercatat, dimana kebiasaan tersebut dipelihara dan dinyatakan.

c. Suatu peraturan yang tercatat mengenai orang–orang tua yang bijaksana yang telah mempelajari jalan yang aman atau secara ketuhanan disetujui oleh manusia.

d. Suatu sistem prinsip–prinsip yang ditemukan secara filosofis yang menyatakan sifat dasar benda–benda terhadapnya manusia seharusnya menyesuaikan perbuatannya.

e. Suatu kumpulan persetujuan–persetujuan orang dalam masyarakat yang terorganisir secara politik mengenai hubungan – hubungan mereka dengan satu sama lain.

f. Suatu refleksi mengenai alasan yang bersifat ketuhanan yang menentukan alam semesta.

g. sekumpulan perintah–perintah otoritas yang berkuasa didalam suatu masyarakat yang terorganisir secara politis yang berkenaan dengan bagaimana manusia seharusnya berprilaku.

h. Suatu sistem aturan yang ditemukan melalui pengalaman manusia dimana kehendak manusia secara individual boleh merealisir kebebasan yang paling lengkap secara konsisten memungkinkan dengan kebiasaan yang sama dari kehendak orang–orang lain.

4

(20)

i. Sesuatu sistem prinsip-prinsip yang ditemukan secara filosofi dan dikembangkan secara rinci oleh tulisan yuristis dan keputusan yudisial . j. Sekumpulan peraturan–peraturan yang dikenakan pada manusia didalam

masyarakat oleh golongan yang dominant untuk sementara waktu dalam memajukan keputusan–keputusannya baik secara sadar maupun tidak sadar.

Sedangkan istilah Militer berasal dari kata Yunani “Miles” yaitu orang

yang siap tempur. Seorang yang siap tempur terlebih dahulu harus dididik dan

diorganisasikan melalui satuan–satuan tertentu untuk melaksanakan tugas

pertahanan Negara guna menghadapi serangan musuh yang datang dari luar

maupun dari dalam Negara.

Menurut tim Penelitan Badan Pembinaan Hukum TNI bekerjasama dengan

BPHN, Pengertian Huku m Militer adalah Landasan–landasan hukum khusus,

tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku dilingkungan angkatan bersenjata dan

lingkungan yang lebih luas dalam keadaan tertentu terutama dalam keadaan

darurat atau perang. 5

Seorang ahli SR. Sianturi juga merumuskan tentang Hukum Militer,

dimana menurutnya Huku m Militer adalah sebagai rangkaian dari ketentuan–

ketentuan, dimana rangkaian dari ketentuan–ketentuan tersebut menyatakan

tentang penunjukan dan kedudukan dari orang–orang yang ditugaskan untuk

perang, tingkah laku dari militer, dan hal–hal yang menjadi kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan tugasnya. 6

Sedangkan ASS. Tambunan memberikan pengertian umum Hukum

Militer, dimana menurut ASS. Tambunan Hukum Militer merupakan bagian

5

Brigjen TNI H.A.Afandi, Opcit hal 6 6

(21)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

khusus dari berbagai bidang hukum Perdata, Pidana, Tata Negara dan Tata Usaha

Negara, Hukum Internsional yang objeknya kehidupan militer khusus karena

hanya berlaku bagi militer dan angkatan perang, sedangkan fungsi Hukum Militer

adalah agar militer dan TNI dapat melakukan tugas dan kewajibannya sesuai

dengan ketentuan Perundang-undangan.7 Dalam Pasal 64 UU 34 tahun 2004

tentang TNI dinyatakan pula tentang Hukum Militer yaitu “Hukum yang dibina

dan dikembangkan oleh Pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan

pertahanan Negara.” 8

Berikut Penulis menuturkan secara ringkas Riwayat Hukum Militer di

Indonesia yang dituangkan dalam KUHPM :

2. Sejarah Huku m Militer di Indonesia

9

a. Tahun 1799 Zaman Penjajahan Belanda

KUHPM (crimineel wetboek voor de militia van de staat) disamping

KUHP direncanakan dan selesai pada tahun 1799. Isinya terdiri dari 3

bagian. Bagian pertama tentang jurisdiksi Peradilan Militer, bagian Kedua

hanya memuat beberapa kejahatan militer saja dan tidak dinyatakan bahwa

KUHP berlaku (juga) bagi militer, sebagaimana yang kita lihat sekarang ini

pada Pasal 1,2, dan 3 KUHPM, serta bagian ketiga tentang hukum acaranya.

7

Ibid, hal 10 8

2004, Undang – undang Republik Indonesia No. 34 tahun 2004 tentang TNI, Babinkum ABRI, hal 103

9

(22)

b. Tahun 1807

Suatu panitia selesai membuat RUU WvMS dan Hukum Acara Pidana

Militer AD. Panitia ini juga yang merancang KUHPM bagi Angkatan Laut.

Jadi tidak dianut kesatuan hukum bagi AD dan AL.

Sementara itu AU belum dikenal, Undang–undang ini belum sempat

berlaku, Negeri Belanda diduduki oleh Prancis (pada zaman Nepoleon) pada

tahun 1810.

c. Tahun 1813

Negeri Belanda berdaulat kembali dan dinyatakan “KUHPM tahun

1799” berlaku. Sementara itu pada tahun 1813 suatu panitia dibentuk untuk

membuat RUU yang baru. Diselesaikan pada tahun 1814. RUU yang baru

ini terdiri dari “KUHPM dan KUHDM” yang akan berlaku bagi Angkatan

Darat dan Laut. Pada tahun 1814 juga RUU ini beserta Hukum Acara bagi

AD, Hukum Acara bagi AL dan Hukum Acara bagi HMG di setujui dan

berlaku sebagai Undang–undang.

d. Tahun 1886

Sehubungan dengan diberlakukannya KUHP baru di Nederland pada

tahun 1870 yang ciri khasnya adalah penghapusan pidana mati, maka pada

tahun 1886 kepada Prof. VAN DER HOEVEN, guru besar Universitas di

Leiden ditugaskan untuk membuat serta menyusun KUHPM sesuai dengan

sistematika KUHP baru tersebut. Beliau telah berhasil mensistematisirnya

dalam dua bagian dan yang berlaku baik bagi AD (Angkatan Darat) maupun

(23)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

diancamkan pada kejahatan – kejahatan tertentu. Beliau berhasil membuat

buku “Militair Straf en Tuchtrecht” (Terdiri dari 3 bagian) . Bagian ke-4

dilanjutkan oleh MR. P.A. KEMPEN, yang selanjutnya dikemudian hari

banyak di pedomani. Pada tahun 1894 Parlemen Belanda bubar sebelum ada

persetujuan tentang RUU ini, yang berakibat RUU tersebut harus diusulkan

lagi.

e. Tahun 1903

RUU KUHPM, KUHDM serta Susunan dan Kompetensi Peradilan

Militer tersebut yang dibuat oleh panitia Van Der HOEVEN diajukan

kembali ke Tweede Kamer pada tahun 1897 setelah disempurnakan pada

tahun 1895. Tahun 1902 setelah Tweede Kamer mempelajarinya lalu

menyetujuinya. Pada tahun 1903 diteruskan kepada Eerste Kamer yang pada

tahun itu juga dikembalikan kepada pemerintah setelah disetujuinya. Pada

tahun 1903 ini dapat disebut sebagai awal dari hukum Pidana Militer yang

modern . Dengan keputusan Raja pada tanggal 27–4–1903 dijadikan

Undang–undang, akan tetapi baru mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1923

di Negeri Belanda, sebagai akibat berkecambuknya Perang Dunia Pertama

(K.B. 2 September 1922, Stbl. Nr. 514,515).

f. Tahun 1934

Atas dasar politik konkordansi, maka pada tanggal 2 September 1933

Gubernur Jendral de JONGE menyampaikan rencana KUHPM dan

(24)

Nederland kepada VOLKSRAAD Ned. Indie lengkap dengan mvt (memorie

van toelichting)–nya.

Setelah mengalami beberapa amandemen maka terjadilah KUHPM dan

KUHDM yang di undangkan dengan Stbl. 1934 Nr. 167 dan 168 yang hari

mulai berlakunya ditetapkan tanggal 1 Oktober 1934 dengan Keputusan

Gubernur Jendral tanggal 25 Maret No. 35 Bbl. 1934 Nr. 337 yang pada

tahun ini juga berlaku suatu ordonansi baru tentang “Ketentuan–ketentuan

tentang Kekuasaan Kehakiman Militer di Hindia Belanda” LN. 1934 Nr.

173, ordonansi No.16 tanggal 28 Maret 1934.

g. Zaman Penjajahan Jepang

Pada jaman penjajahan Jepang selama 3 ¼ tahun (1942 – 1945)

KUHPM dan KUHDM tidak diberlakukan.

h. Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945

KUHPM dan KUHDM tersebut pada huruf “f” diatas berdasarkan

Pasal PERALIHAN diatas dari UUD 1945 dan Perpem No.2 Th. 1945

berlaku di Indonesia. Kemudian diadakan perubahan, pengurangan dan

penambahan terhadap kedua Undang–undang tersebut dengan UU Nomor.

39 dan 40 pada tahun 1947 yang hingga kini masih berlaku. Undang–undang

pelaksanaan dari KUHPM yang dibuat pada tahun 1946, diperbaharui pada

tahun 1950 dengan UU Drt. No. 16 Th. 1950 jo UU No. 5 Th. 1950 LN.

No. 52 Th. 1950 tentang susunan dan kekuasaan peradilan dan kejaksaan

(25)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

No. 6 Th. 1950 LN. No. 53 Th. 1950 tentang Hukum Acara Pidana Militer

yang kemudian diubah dan ditambah dengan UU No. 1 Drt. Th. 1958.

Untuk memudahkan mempelajari Hukum Pidana pada umumnya dikenal

suatu sistematika umum untuk membedakan dan menentukan bagian–bagian

hukum pidana. Salah satu cara pembagian dari Hukum Pidana dalam arti material

pada umumnya adalah Hukum Pidana umum dan Hukum Pidana Khusus,

kekhususan tersebut ada yang didasarkan kepada suatu materi tertentu misalnya :

tentang korupsi, narkotika, perdagangan/ekonomi dan ada yang didasarkan kepada

golongan justiabel tertentu misalnya : yang berlaku pada golongan militer yang

dipersamakan.

3. Kedudukan Huku m Militer

Untuk memudahkan mempelajari Hukum Pidana pada umumnya dikenal

suatu sistematika umum untuk membedakan dan menentukan bagian–bagian,

dimana pada skema yang akan diurai di bawah ini kita dapat melihat bahwa

kedudukan Hukum Pidana Militer adalah merupakan bagian dari Hukum Pidana

Materil, yang dalam hal ini KUHPM adalah merupakan “bagian” atau cakupan

dari Hukum Pidana Militer dalam arti Materil. Sedangkan Undang–Undang

Hukum Acara Pidana Militer dan perundang–undangan lainnya seperti Undang–

undang tentang pelaksanan mati, dan lain sebagainya adalah merupakan bagian

(26)

Pada bukunya, S.R Sianturi menentukan bagian–bagian dari Hukum

Pidana pada skema dibawah ini :10

Skema 1

Skema Bagian–bagian dari Hukum Pidana

Hukum Pidana Terbagi atas dua yaitu Hukum Pidana dalam arti Objektif

dan Hukum Pidana dalam arti Formil. Yang di maksud dengan Hukum Pidana

dalam arti Objektif adalah semua peraturan yang mengandung keharusan atau

larangan sedangkan yang dimaksud dengan Hukum Pidana dalam arti Subjektif

ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana

10

Ibid, hal 17

Hukum Pidana (HP)

HP dalam arti objektif HP dalam arti Subjektif

HP dalam arti Materil HP dalam arti Formal

- KUHAP

(27)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Objektif, namun Hukum Pidana Subjektif ini baru ada setelah ada peraturan –

peraturan dari Hukum Pidana Objektif terlebih dahulu. 11

a. Wajib Militer (Wamil) diluar dinas.

Hukum Pidana dalam arti Objektif terbagi pula menjadi dua bagian yaitu

dalam arti Materil dan dalam arti formal. Hukum Pidana Materil adalah

peraturan-peraturan yang mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran, contohnya

perbuatan apa saja yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, dan dengan

hukuman apa dihukum. Sedangkan Hukum Acara Formil adalah Hukum yang

mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana

(merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materil)

4. Subjek Hukum Militer

Militer merupakan subjek dari Hukum Militer, namun dalam rangka

penerapan Hukum Pidana Militer , ada beberapa orang yang dapat dipersamakan

dengan militer itu sendiri, yaitu :

b. Militer sukarela yang non aktif dari dinas Militer.

c. Bekas Militer.

d. Bekas Militer yang diberhentikan secara tidak hormat.

e. Anggota – anggota cadangan Nasional yang dipandang dalam dinas Militer.

f. Seseorang yang menurut kenyataannya bekerja pada Angkatan Perang.

g. Bekas / Pensiunan Militer yang dipekerjakan (Lagi) dalam dinas Militer.

h. Komisaris – komisaris wajib Militer.

11

(28)

i. Pensiunan perwira anggota peradilan militer yang berpakaian seragam,

setiap kali mereka melakukan dinas sedemikian itu . (Psl. 49 (1) KUHPM).

j. Seorang yang memakai pangkat titular.

k. Militer Asing.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang dituangkan dalam bukunya, Soerjano

Soekanto menyebutkan ada dua penggunaan metode pendekatan yaitu

Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Yuridis Sosiologis, kedua

penelitian itu disebut juga dengan penelitian hukum normatif empiris.12

Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara terlebih dahulu

meneliti bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan permasalahan

yang akan diteliti, dengan kata lain pendekatan yuridis normatif melihat

hukum dalam normatif (law in the book). Pendekatan yuridis sosiologis

adalah melihat hukum tampak dalam kenyataan di masyarakat (law in

society), dengan kata lain kenyataan yang terjadi di masyarakat.

Pada penulisan skripsi ini penulis memakai penelitian hukum

normative (Yuridis Normative) yang dilakukan dan ditujukan pada

ketentuan pidana dalam lingkungan Militer serta menganalisis putusan

pengadilan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

12

(29)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Pengadilan Militer I-02 Medan

dengan mengambil Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan yang sesuai

dengan permasalahan dalam skripsi ini kemudian dianalisis.

3. Jenis data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder

yang didukung data primer. Data sekunder yang dimaksud penulis

diperoleh dari :

1) Bahan Hukum Primer terdiri dari Perundang-Undangan yang berlaku.

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan berupa hasil-hasil

penelitian serta bahan bacaan yang berisi fakta-fakta, artikel, bahan-bahan

hasil seminar, lokakarya atau pertemuan ilmiah.

3) Bahan Hukum tertier, yakni bahan hukum penunjang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti kamus

umum, kamus hukum, majalah, dan jurnal ilmiah.13

Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan hakim

Pengadilan Militer I-02 Medan.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode library research

(Penelitian kepustakaan), yakni melakukan penelitian dengan berbagai

sumber bacaan seperti peraturan perundang–undangan, buku–buku, dan

bahan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini, disamping itu

13

(30)

dilakukan penelitian lapangan (Field Research) dengan melakukan

wawancara dengan Hakim.

5. Analisis Data

Data Sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis

secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, yaitu

dengan apa yang diperoleh dari penelitian di lapangan dipelajari secara

utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam

skripsi ini.

.

G. Sistimatika Penulisan

Sistematika Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan sistematika dalam

beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, dimana masing–masing Bab diuraian

secara tersendiri. Penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhan kedalam

Lima Bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, yang dimulai dengan Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan,

Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika

Penulisan.

BAB II : PENGADILAN MILITER SETELAH SATU ATAP DENGAN

MAHKAMAH AGUNG R.I

Bab ini menguraikan tentang Pengadilan Militer setelah peralihan

(31)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

ke Mahkamah Agung R.I serta kendala–kendala yang dihadapi

akibat dari perubahan tersebut.

BAB III : PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DI

PENGADILAN MILITER I-02 MEDAN

Bab ini menguraian tentang Proses Penyelesaian Tindak Pidana di

Lingkungan Militer yang pada khususnya adalah Pengadilan Militer

Tinggi I-02 Medan dimana Penulis melakuan penelitian, pada Bab

ini menguraikan beberapa hal, mulai dari laporan polisi,

pemanggilan/pemeriksaan Tersangka dan para Saksi, Penangkapan

dan penahanan sampai proses persidangan dan pelaksanaan

eksekusi.

BAB IV : KASUS DAN ANALISIS KASUS

Bab ini akan menguraikan sebuah kasus yang telah di putus oleh

Pengadilan Militer Medan beserta Analisisnya .

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dari penulis mengenai seluruh

pembahasan dalam skripsi ini dan saran–saran yang merupakan

(32)

BAB II

PENGADILAN MILITER SETELAH SATU ATAP DENGAN MAHKAMAH AGUNG R.I

A. Gambaran Struktur Organisasi Peradilan Mliter

Struktur Organisasi Pengadilan Militer berbeda dari struktur organisasi

dari Pengadilan–pengadilan lain, hal ini dikarenakan belum adanya peraturan

tertulis oleh Mahkamah Agung R.I mengenai struktur organisasi yang dapat

dijadikan pedoman bagi Pengadilan Militer dalam menata ulang struktur

organisasinya, oleh karenanya struktur Organisasi yang dipakai pada saat ini

masih berpedoman kepada struktur organisasi yang lama yaitu struktur organisasi

Mabes TNI.

Skema 2

Struktur Organisasi Pengadilan Militer

(33)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Keterangan :

a. KADILMIL : Kepala Pengadilan Militer.

Kepala yang membawahi seluruh anggotanya, biasanya

untuk Jabatan Kepala Pengadilan Militer Tipe A

dijabat oleh seorang Pamen (Perwira Menengah) yang

berpangkat Kolonel namun bagi Pengadilan Militer

yang ber Tipe B dijabat oleh Pamen (Perwira

Menengah) yang berpangkat Letkol (Telah dijelaskan

pada Bab I).

b. Majelis Hakim : Hakim Ketua dijabat oleh Kadilmil (Kepala Pengadilan

Militer) atau ditunjuk oleh Kadilmil dan Hakim

Anggota ditunjuk oleh Kadilmil berdasarkan Surat

Penetapan Hakim.

c. Pokkimil : Kelompok Hakim Militer.

Adalah Hakim–hakim yang merupakan hakim anggota

dimana dalam menjalankan tugas jabatannya

merupakan jabatan fungsional dan tidak dapat

dirangkap oleh jabatan structural.

d. Kataud : Kepala Tata Urusan Dalam.

Kepala yang membawahi Kaurtu dan Kaurdal, dimana

tugas Kataud adalah sebagai pengawas pelaksanaan

Tata Urusan Dalam, seluruh Urusan Administrasi

(34)

harus bertanggung jawab penuh dalam urusan

Administrasi.

e. Kaurdal : Kepala Urusan Dalam.

Bertanggung jawab atas tata letak benda–benda

inventaris kantor milik Negara.

f. Kaurtu : Kepala Urusan Tata Usaha.

Bertanggung jawab atas urusan keuangan yang

berkaitan dengan kantor.

g. Katera : Kepala Panitera.

Atasan yang membawahi Kaurminra, Kaurdokpus,

kaurminu, kaurminku . Tugas dari Katera adalah

menetapkan hari sidang dan sebagai pengawas

pengolahan berkas.

h. Kaurminra : Kepala Urusan Administrasi Perkara.

Bertanggung jawab atas keluar masuknya perkara dan

bertanggung jawab terhadap pengolahan perkara.

i. Kaurdokpus : Kepala Urusan Dokumentasi Pustaka.

Bertanggung jawab dalam hal mengawasi buku–buku /

Dokumentasi Pengadilan Militer milik Negara.

j. Kaurminu : Kepala Urusan Administrasi Umum.

Bertanggung jawab terhadap surat–surat/ berkas perkara

baik masuk maupun keluar yang berkaitan dengan

(35)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

k. Kaurminku : Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan.

Bertanggung jawab terhadap Administrasi keuangan

untuk persidangan (Tunjangan Hakim, uang pengetikan,

pengiriman berkas perkara,dll).

Sedangkan Bintara dan Tamtama berikut di bawah ini adalah merupakan

pelaksana atas tugas–tugas dari tiap tiap Jabatan Ka (Kepala) di atas :

l. Batimin : Bintara Tinggi Administrasi.

m. Bintara Pelaksana yang membantu Kataud.

n. Baurtu : Bintara Urusan Tata Usaha.

o. Baurdal : Bintara Urusan Dalam.

p. Baurminra : Bintara Urusan Administrasi Perkara.

q. Baurminu : Bintara Urusan Administrasi Umum.

r. Baurku : Bintara Urusan Keuangan.

s. Taban : Tamtama Bantuan.

t. Tamudi : Tamtama Pengemudi.

u. Juru Tik : Pengetik.

B. Peralihan Peradilan Militer

Undang–undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum . Sejalan dengan ketentuan

tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah jaminan

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh

(36)

Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka,

sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan

terhadap Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan–ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman dengan undang–undang nomor 35 Tahun 1999 tentang

Perubahan Undang–undang No. 14 Tahun 1970.

Melalui perubahan Undang–undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut, pada

Undang undang Nomor. 35 Tahun 1999 telah diletakkan kebijaksanaan bahwa

segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun

urusan organisasi, administrasi, dan financial berada dibawah satu atap dibawah

kekuasaan Mahkamah Agung R.I dan kebijaksanaan ini harus dilaksanakan paling

lambat 5 (lima) Tahun sejak diundangkannya Undang-undang No. 35 Tahun

1999.

Namun, mengingat sejak ditetapkannya perubahan mendasar yang

dilakukan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 , maka

Undang–undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman sebagaimana telah diubah dalam Undang–undang No. 35 Tahun 1999

perlu dilakukan lagi penyesuaian dengan membentuk Undang–undang tentang

Kekuasaan Kehakiman yang diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004,

dimana dalam Undang–undang ini diatur mengenai badan Peradilan

penyelenggara kekuasan kehakiman, asas–asas penyelenggara kekuasaan

kehakiman jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam

hukum dan dalam mencari keadilan. Selain itu dalam Undang–undang Nomor . 4

(37)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman serta panitera,

panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan

pengadilan, bantuan hukum dan badan–badan lain yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman . 14

Dengan diberlakukannya Undang–undang No. 4 Tahun 2004 ini maka

Undang–undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang No. 35

Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku. 15

1. Pembinaan organisasi, administrasi, dan financial Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Militer menjadi berada di Mahkamah Agung.

Atas dasar Undang–undang No. 4 Tahun 2004 tersebut Presiden

Mengeluarkan Keputusan No. 56 tanggal 9 Juli 2004 mengenai Pengalihan

Pembinaan Organisasi, Administrasi, dan Financial Pengadilan dalam Lingkungan

Pengadilan Militer dari MABES TNI ke Mahkamah Agung R.I dan untuk

menindak lanjuti keputusan Presiden No. 56 Tahun 2004 tanggal 9 Juli 2004

tersebut maka terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 Pengadilan Militer telah

berada satu atap dengan Mahkamah Agung.

Namun secara faktual serah terima pengadilan tersebut baru terlaksana

pada hari rabu, tanggal 1 September 2004, yang pada halnya Pokok-pokok

pengaturan dan Keputusan Presiden No. 56 tersebut adalah sebagai berikut :

Yang dimaksud dengan Organisasi adalah kedudukan, tugas, fungsi,

kewenangan, dan struktur organisasi Pengadilan .

14

Badan Pembinaan hukum TNI, 2004, “Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman” penjelasan tentang UU No.4 Tahun 2004, hal 3 15

(38)

Yang dimaksud Administrasi ialah kegiatan di bidang kepegawaian,

kekayaan Negara, keuangan, arsip, dan dokumen pada pengadilan .

Sedangkan yang dimaksud Financial ialah kegiatan anggaran .

2. Pegawai Negri Sipil pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer

beralih menjadi PNS pada Mahkamah Agung RI .

3. Sebelum sarana dan prasarana disediakan oleh Mahkamah Agung RI,

Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer masih tetap menggunakan

sarana dan prasarana Mabes TNI. Untuk itu maka biaya pemeliharaannya

dibebankan kepada Mahkamah Agung RI sebagai pemakai.

4. Biaya yang diperlukan dalam pembinaan organisasi, administrasi, dan

financial Tahun 2004 masih di bebankan pada Mabes TNI dan untuk Tahun

selanjutnya kepada Mahkamah Agung RI. 16

Kemudian atas dasar Keputusan Presiden tersebut Panglima TNI dan

Ketua Mahkamah Agung RI mengadakan serah terima wewenang pembinaan

organisasi, administrasi, dan financial Pengadilan dalam Lingkungan Pengadilan

Militer dan menyepakati kerja sama dalam pembinaan personel dan mengenai

penggunaan serta perawatan asset dan barang inventaris dalam 2 Keputusan

bersama yaitu :

1. Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 420 / IX / 2004

Tanggal 1 September 2004.

Tentang kerjasama dalam pembinaan personel Militer bagi Prajurit TNI

yang bertugas pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.

16

Sonson Basar, 2006, Perkembangan Peradilan Militer Setelah Berada Dibawah

(39)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

2. Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 421 / IX / 2004

Tanggal 1 September 2004.

Tentang penggunaan dan perawatan aset dan barang inventaris Mabes TNI

oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer.17

1. Dikbagum dan Dikbagspes keprajuritan dilaksanakan oleh Mabes TNI

setelah dikordinasikan dengan Mahkamah Agung.

Mengenai pokok–pokok kerjasama dalam pembinaan personel Militer bagi

prajurit TNI yang bertugas pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer

(Surat Keputusan bersama No: KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 420 /

IX / 2004 Tanggal 1 September 2004 dapat disimpulkan sebagai berikut :

2. Pendidikan profesi dan pembinaan kemampuan teknis yudisial Hakim dan

Panitera dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

3. Kebutuhan personel Militer untuk menduduki jabatan struktural maupun

fungsional disediakan oleh Mabes TNI atas permintaan Mahkamah Agung.

4. Prajurit yang menduduki jabatan struktural dan/atau fungsional pada

pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer adalah berstatus prajurit

aktif.

5. Pengangkatan dalam dan pemberhentian dari jabatan struktural bagi prajurit

yang bertugas pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer

ditetapkan dengan skep Panglima TNI atas usul ketua MA dan/atau atas

pertimbangan Mabes TNI. Pelaksanaan dari Skep Panglima tersebut

ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh Ketua MA.

17

(40)

6. Kenaikan Pangkat diproses dan/atau ditentukan oleh Mabes TNI atas usul

MA dan/atau atas pertimbangan Mabes TNI. Demikian pula mengenai

pemberentian dari dinas keprajuritan, baik dengan hormat maupun dengan

tidak hormat .

7. Perawatan kedinasan bagi prajurit dilaksanakan oleh Mabes TNI, kecuali

tunjangan jabatan dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

Telah diketahui bersama seperti yang telah dijabarkan diatas, pada intinya

personel TNI dalam hal kenaikan pangkat, pemberhentian dari jabatan,

penempatan personel masih tetap dilaksanakan oleh MABES TNI namun hal

tersebut juga atas usulan dari Mahkamah Agung R.I, sedangkan mengenai

Keputusan Bersama Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 421 / IX

/ 2004 Tanggal 1 September 2004 Tentang Penggunaan dan Perawatan Aset dan

Barang Inventaris Mabes TNI oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Militer telah jelas bahwa aset dan barang inventaris milik MABES TNI yang telah

ada untuk sementara dipinjamkan dan dipergunakan untuk keperluan dinas

menunggu tersedianya sarana dan prasarana yang disediakan Mahkamah Agung .

Untuk itu, maka perawatan aset milik MABES TNI tersebut seluruhnya

dibebankan kepada Mahkamah Agung.

C. Kendala – kendala yang dihadapi dalam Peralihan Peradilan Militer

Telah diketahui bersama bahwa peralihan Pengadilan Militer menjadi satu

atap dengan Mahkamah Agung R.I adalah didasarkan kepada Undang–undang

(41)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

(2) yang bunyinya “Badan Peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung

meliputi Badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara”.

Dalam setiap hal yang baru tentu akan memiliki kendala, dan demikian

pula dengan peralihan Pengadilan Militer menjadi satu organisasi dengan

Mahkamah Agung. Berikut beberapa hal yang dihadapi oleh Pengadilan Militer

dalam Peralihan ke Mahkamah Agung :

1. Kendala dalam Organisasi (dalam hal ini yang dimaksud Organisasi adalah

kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, dan struktur organisasi

Pengadilan). 18

Banyak kendala yang dihadapi perihal Organisasi, struktur

Organisasi adalah hal yang pasti sangat berbeda antara Pengadilan Militer

dan Mahkamah Agung. Seperti yang telah dijabarkan pada skema diatas

(hal 26), Seluruh struktur organisasi tersebut adalah sangat berbeda

dengan struktur Organisasi dari Mahkamah Agung, pada Mahkamah

Agung R.I dalam hal keuangan adalah merupakan suatu struktur tersendiri

dimana pejabat–pejabat yang berada dalam hal keuangan haruslah bebas

dari jabatan–jabatan lainnya dan mempunyai kewenangan mutlak dalam

pengelolaan keuangan namun kenyataannya karena personel dalam

lingkungan peradilan Militer belum mencukupi maka terjadilah timpa

tindih tugas dan jabatan.

18

(42)

Berbicara masalah kewenangan, hal ini juga menjadi kendala

dalam peralihan Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung. Dikatakan hal

ini menjadi kendala adalah karena Pengadilan Militer merupakan suatu

Organisasi dimana bawahan tunduk pada atasan, sedangkan untuk masalah

keuangan pada Mahkamah Agung R.I mempunyai kewenangan tersendiri

dimana KPA (Kuasa Penggunaan Anggaran ) adalah sebagai penanggung

jawab penuh terhadap masalah keuangan. Dan Komitmen adalah sebagai

penaggung jawab kegiatan.

2. Kendala dalam hal Administrasi (dalam hal ini ialah kegiatan dalam

bidang kepegawaian, kekayaan Negara, keuangan, arsip dan dokumen

pada pada Pengadilan).

Kendala Administrasi yang dihadapi oleh Pengadilan Militer saat

ini adalah mengenai kekayaan Negara. Kekayaan Negara dalam hal ini

adalah aset – aset yang dimiliki Pengadilan Militer, untuk kesempurnaan

perpindahan Pengadilan Militer ini masih diperlukan waktu. Dikatakan

masih belum sempurna adalah karena Pengadilan Militer yang merupakan

suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki sebuah wadah / tempat

untuk melakukan kewajibannya sebagai Pengadilan, hal inilah yang belum

dapat dilaksanakan dengan segera. Kini Pengadilan Militer seperti yang

telah di jabarkan diatas masih meminjam bangunan milik Mabes TNI,

bukan hanya bangunan saja namun segala aset yang telah ada adalah milik

(43)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Masalah keuangan juga menjadi kendala, seperti diketahui bahwa

keuangan Pengadilan Militer saat masih menjadi bagian dari Mabes TNI

sangat berbeda dengan saat Pengadilan berada di bawah naungan

Mahkamah Agung, dengan perbedaan tersebut mengharuskan

pembelajaran ulang terhadap masalah keuangan, hal tersebut bukanlah

mudah karena kurangnya pengetahuan personel adalah sangat

menghambat.

Namun hal yang paling utama dari kendala peralihan Pengadilan

Militer ini adalah karena jumlah personel yang amat terbatas sehingga

menyebabkan tumpang tindih jabatan sehingga hasil kerja dari para

personel tidak maksimal.

(44)

BAB III

PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

A. Pengertian – Pengertian Ketentuan Umum Yang Merupakan Bagian

Dari Proses Penyelesaian Perkara Militer

Dalam UUD 1945 telah ditetapkan bahwa Peradilan Militer sebagai

peradilan khusus yang berdiri terpisah dari peradilan umum, dikatakan khusus

karena memang ada kekhususan – kekhususan yang terdapat dalam kehidupan

Militer sebagai akibat dari adanya tugas pokok yang berat untuk melindungi,

membela, dan mempertahankan integritas Bangsa dan Negara dimana jika

diperlukan akan dilakukan dengan cara berperang. Dikatakan khusus juga karena

untuk mempertahankan integritas bangsa diperlukan suatu organisasi yang

istimewa dan pemeliharaan serta pendidikan khusus berkenaan dengan tugas

pokok yang penting dan berat, yang hal itu dilakukan agar dalam pelaksanaan

tugasnya dapat dilakukan dengan baik.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

Militer, azas Peradilan Militer disamping berpedoman pada azas yang tercantum

dalam Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman juga tidak mengabaikan azas

tata kehidupan Militer yaitu azas kesatuan komando yang bertanggung jawab

terhadap anak buahnya dan azas kepentingan Militer. 19

Yang dimaksud dengan Hukum Militer ialah serangkaian ketentuan

hukum yang terkait dan berpengaruh dengan kepentingan pertahanan Negara.

Huku m Militer terbagi atas 2 yaitu hukum yang tertulis dan hukum yang tidak

19

Kanter E.Y dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan

(45)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

tertulis. Hukum yang tidak tertulis yaitu berupa perintah dari atasan, sedangkan

hukum yang tertulis terdiri dari 2 yaitu:

1. Hukum Materil yang terdiri dari KUHPM dan KUHDM

2. Hukum Formil yang terdiri dari HAPMIL, Penyidikan, Penuntutan,

persidangan, Eksekusi Putusan .

Dalam hal ini perlu kita ketahui juga istilah–istilah/Ketentuan umum yang

merupakan bagian dari proses penyelesaian perkara Militer di Indonesia,

diantaranya: 20

1. Oditurat

Pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum ,

sebagai pelaksana putusan atau penetapan pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Militer

2. Pengadilan

Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Lingkungan Peradilan

Militer

3. Ankum

Atasan yang berhak menghukum atau atasan yang mempunyai wewenang

untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada prajurit yang berada dibawah

wewenang komandonya menurut ketentuan perundang-undangan yang

berlaku .

20

2006, Peraturan Panglima TNI tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara

(46)

4. Papera

Perwira TNI yang ditunjuk dan diberi wewenang menyerahkan perkara

Pidana anggotanya kepada Pengadilan Militer yang berwenang. Panglima

TNI merupakan Papera tertinggi , Kepala Staf adalah Papera bagi

Tersangka yang secara Organik bertugas di lingkungan angkatan. Papera

dijabat serendah-rendahnya Dan Rem/Dan Brigif (AD), Dan Lanal (AL),

Dan Lanud (AU)

5. Penyidik TNI

Atasan yang berhak menghukum / pejabat Polisi Militer .

6. Laporan

Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau

kewajibannya berdasarkan undang – undang kepada pejabat yang

berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa

pidana.

7. Pengaduan

Pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan

kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum

seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan

8. Penyitaan

Serangkaian tindakan penyidik Polisi Militer Angkatan untuk mengambil

alih dan / atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau

(47)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang

pengadilan

9. Penahanan

Adalah penempatan Tersangka atau Terdakwa di tempat tertentu oleh

penyidik TNI atas perintah atasan yang berhak menghukum, perwira

peyerah perkara, atau Hakim Ketua atau Kepala Pengadilan dengan

Keputusan / Penetapannya dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang

10.Penyerahan Perkara

Tindakan perwira penyerah perkara untuk menyerahkan perkara pidana

kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan

dalam lingkungan Peradilan umum yang berwenang, dengan menuntut

supaya diperiksa dan diadili dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang – undang .

11.Penutupan Perkara

Tindakan perwira penyerah perkara untuk tidak dapat menyerahkan

perkara pidana kepada Pengadian Militer

12.Tersangka

Seseorang yang termasuk yustisiabel di lingkungan Peradilan Militer, yang

karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut

(48)

13.Terdakwa

Seorang Tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Militer atau Pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Umum

14.Saksi

Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,

penuntutan, dan peradilan dalan suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan dia alami sendiri .

15.Keterangan Saksi

Sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan

dari Saksi mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

sendiri, dan ia alami sendiri, dengan menyebut alas an dari pengetahuan

itu.

16.Keterangan Ahli

Keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mememiliki keahlian

khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara

pidana guna kepentingan pemeriksaan

17.Penasehat Hukum

Seorang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang

berlaku, memenuhi persyaratan untuk memberikan bantuan hukum

menurut cara yang diatur dalam undang-undang .

(49)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

19.Upaya Hukum

Dalam Hukum Acara Pidana Militer, hak Terdakwa dan Oditur untuk tidak

menerima putusan pertama/pengadilan tingkat pertama dan terakhir atau

tingkat banding atau tingkat kasasi yang berupa perlawanan atau banding

atau kasasi atau terpidana atau ahli warisnya atau oditur untuk mengajukan

permohonan Peninjauan Kembali (PK) putusan pengadilan yang sudah

memperoleh kekuatan hukum tetap serta menurut cara yang diatur dalam

undang – undang .21

Laporan Polisi (POM) merupakan awal dari suatu penyelidikan dan

penyidikan . Dalam Laporan Polisi haruslah mencantumkan Keterangan yang

jelas tentang tempat dan waktu kejadian, Uraian Kejadian, akibat kejadian,

identitas pelapor, dan Pasal yang dilanggar .

B. Proses Penyidikan Perkara Tindak Pidana TNI

22

Laporan Polisi ini didasarkan atas adanya laporan dari pelapor perorangan

baik secara lisan atau tertulis, pemberitahuan dari kesatuan/dinas/jawatan/instansi/

lain baik dengan surat ataupun telepon, adanya perintah dari komando atas dengan

surat atau telepon, ataupun adanya pengetahuan dari penyidik sendiri . Pada hal

21

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit TNI

22

(50)

dimana seorang TNI melakukan Tindak Pidana dan tertangkap oleh oknum Polisi

(bukan POM) maka Polisi akan menyerahan perkara tindak pidana tersebut

kepada POM.

Tindakan penangkapan dan penahanan adalah kewenangan Ankum yang

bersangkutan, kecuali dalam hal tertangkap tangan (seperti yang diuraikan pada

alenia sebelumnya) dimana setiap orang berhak melakukan penangkapan namun

tersangka tetap harus diserahkan kepada Instansi TNI terdekat beserta barang

bukti (apabila ada), selanjutnya Instansi TNI tersebut menyerahkan kepada Polisi

Militer Angkatan, pada kesempatan pertama Polisi Angkatan memberitahukan

kepada Ankum yang bersangkutan

Tindakan penangkapan harus dilengkapi dengan surat perintah yang di

keluarkan oleh Ankum yang bersangkutan dan Surat perintah penangkapan

tersebut harus diserahkan kepada Tersangka yang kemudian dibuat Berita Acara

Penangkapan Sama halnya dengan tindakan penangkapan, tindakan penahanan

juga harus dilengkapi dengan surat perintah dari Ankum dan dibuat pula Berita

Acara Penahanan.

Seseorang menjadi Tersangka tentunya adalah karena adanya suatu dugaan

tindak pidana yang dilakukannya, demi memperoleh kejelasan mengenai dugaan –

dugaan tersebut maka diperlukanlah bukti-bukti yang lengkap. Bukti – bukti

tersebut juga bisa didapat melalui penggeledahan dan penyitaan . Dalam

penggeledahan, setiap petugas yang memasuki rumah harus di sertai surat perintah

(51)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Sedangkan dalam hal tindak pidana yang dilaporkan adalah merupakan

delik aduan maka disamping laporan Polisi, petugas wajib memberitahukan agar

dibuat pengaduan secara tertulis . Bagi Pengadu yang tidak dapat menulis, petugas

menuliskan pengaduan tersebut dan ditanda tangani petugas dan dibubuhi cap

jempol dari pengadu.

Dengan adanya laporan tersebut maka POM (Polisi Militer) akan

melakukan Pemanggilan Tersangka dan saksi. Pemanggilan Tersangka dilakukan

dengan surat panggilan yang dialamatkan kepada Ankumnya dengan permohonan

supaya diperintahkan kepada yang bersangkutan, panggilan tersebut dilampiri

relaas penerimaan surat panggilan sebanyak 2 (dua) lembar. Yang pertama untuk

Ankum dan yang ke dua untuk Tersangka . Sedangkan untuk pemanggilan Saksi

Ada dua cara untuk melakukannya :

1. Cara untuk pemanggilan Saksi Militer

Untuk pemanggilan yang dilakukan secara tertulis dengan

surat panggilan yang di tanda tangani oleh komandan atau pejabat

penyidik Polisi Militer Angkatan melalui Ankum dari Saksi TNI.

Sama halnya dengan pemanggilan Tersangka untuk

panggilan kepada Saksi TNI dilakukan dengan surat panggilan yang

dilamatkan kepada Ankumnya dengan permohonan supaya

diperintahkan kepada yang bersangkutan, panggilan tersebut

dilampiri relaas penerimaan surat panggilan sebanyak 2 (dua)

(52)

Saksi.Relas Penerimaan tersebut adalah sebagai suatu pernyaatan

kesanggupan untuk memenuhi panggilan dari Pengadilan.

Pemanggilan Saksi TNI diluar daerah hukum instansi yang

memanggil, dilakukan melalui Ankumnya dengan tembusan POM

Angkatan setempat, sedangkan apabila saksi berada dalam tahanan

maka disampaikan melalui instansi tempat Tersangka ditahan.

2. Cara untuk pemanggilan Saksi non Militer. 23

Setelah dilakukan pemanggilan maka diadakan pemeriksaan terhadap

Tersangka dan Saksi. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi dilakukan oleh Penyidik

(Polisi Angkatan/Oditur) yang bertujuan untuk memperoleh keterangan –

keterangan tentang suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana

dan untuk memperoleh alat bukti selengkap- lengkapnya yang dapat mendukug

pembuktian terhadap tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Tersangka. Panggilan dilakukan dengan surat panggilan dan disampaikan

langsung kepada yang bersangkutan di tempat tinggalnya dan di

lampirkan relas penerimaan, dalam relas penerimaan ini

menerangkan mengenai Berita Acara Pemeriksaan Tersangka.

Apabila alamat, tempat tinggal saksi kurang jelas, maka surat

panggilan dapat disampaikan melalui Kelurahan/Kepolisian, Koramil

setempat dimana Saksi bertempat tinggal, atau apabila Saksi adalah

karyawan maka disampaikan melalui perusahaan tempat Saksi

bekerja.

23

(53)

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Dalam hal seorang Tersangka melakukan tindak pidana sebagaimana

diuraikan diatas, sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib

memberitahukan kepada Tersangka tentang haknya mendapatkan bantuan hukum

atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib di dampingi oleh penasehat hukum, dan

untuk kelancaran pemeriksaan di persidangan, apabila dikhawatirkan diantara para

Saksi tidak dapat hadir dalam sidang karena suatu kepentingan yang tidak dapat

ditinggalkan, sakit, meningal dunia, atau pindah daerah, setelah pemeriksaan para

Saksi diambil sumpahnya untuk memperkuat keterangannya di lengkapi dengan

Berita Acara Pengambilan Sumpah.

Penyidikan perkara juga dapat dilakukan oleh Oditur apabila Panglima

TNI menilai suatu perkara perlu penyidikannya dilakukan oleh Oditur dan

Panglima memerintahkan kepada Orjen TNI, kemudian Orjen memerintahkan

Oditur.

C. Penyelesaian Perkara pra persidangan

Sebelum perkara pidana Tersangka disidangkan, diperlukan proses dalam

hal administrasi, antara lain Penerimaan berkas perkara, Pengolahan perkara, dan

Penyerahan perkara kepada Pengadilan .

1. Penerimaan berkas perkara 24

Polisi Militer angkatan pada saat menyerahkan berkas perkara disertai

dengan tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti kepada

Kaotmil/Kaotmilti . Apabila Tersangka dalam status ditahan, Kaotmil /

24

(54)

Kaotmilti menitipkan kembali penahanan Tersangka kepada Polisi Militer

Angkatan yang menyerahkan berkas perkara . Berkas perkara yang diterima

tersebut harus di register, kemudian Kaotmilti menunjuk Oditur pengolah

berkas, dan sedapat mungkin oditur pengolah berkas ini kelak adalah oditur

yang bertindak sebagai penuntut umum.

Apabila dalam penelitian suatu berkas perkara ditemukan adanya beberapa

tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa Tersangka hingga masing-masing

merupakan suatu tindak pidana

2. Pengolahan perkara

Oditur yang ditunjuk oleh Kaotmil/Kaotmilti akan melakukan kegiatan

pengolahan perkara dan dibuat dalam Berita Acara Pendapat. Berita Acara

Pendapat tersebut dibuat atas rumusan fakta yang dianggap cukup terbukti

serta memenuhi unsur–unsur delik yang didakwakan serta masalah yang

meliputinya berdasarkan keterangan para Saksi, keterangan Tersangka,

petunjuk – petunjuk dalam hubungannya satu dengan yang lain sebagai suatu

rangkaian .

Setelah Oditur membuat Berita Acara Pendapat maka Kataud

mengumpulkan segala surat–surat yang berkaitan dengan berkas, lalu

dikirimkan kepada Papera, namun apabila dalam suatu perkara pidana sedang

dalam masa proses penyelesaian perkara dan ternyata daluarsa atau

Terdakwanya meninggal dunia, maka Kaotmil/kaotmilti menerbitkan Surat

Pendapat Hukum diajukan kepada Papera untuk diterbitkan Surat Keputusan

Gambar

Tabel 2.  DATA PENYELESAIAN PERKARA PADA TAHUN 2005  ........
Tabel 1
Tabel 2
Gambaran Struktur Organisasi Peradilan Mliter

Referensi

Dokumen terkait

Proses Pemberian Bantuan Hukum Dalam Persidangan Perkara Pidana Bagi Seorang Anggota Militer di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta ... Pengaruh Kepangkatan Dalam Proses

Pengaruh kepangkatan antara penasihat hukum lebih tinggi dari pada pangkat hakim di dalam proses pemberian bantuan hukum di Pengadilan.. Militer

Penulis menyatakan bahwa penulisan dengan judul “ pertanggungjawaban pidana anggota militer yang melakukan tindak pidana desersi dalam masa damai di Pengadilan Militer

Kendala ekstern yaitu kurangnya koordinasi antara Oditurat Militer, Kejaksaan, Kepolisian, dan Polisi Militer (POM) serta aparat penegak hukum lainnya yang belum tertata dengan

sesuai dengan pasal 6 ayat 2 PERMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik yang berbunyi : Mahkamah Agung berhak untuk

Pengawasan Internal meliputi penyelenggaraan, pelaksanaan dan pengelolaan organisasi, administrasi dan finansial pengadilan. Setelah terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7

sesuai dengan pasal 6 ayat 2 PERMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik yang berbunyi : Mahkamah Agung berhak untuk

Itu semua sebagai wujud keseriusan Mahkamah Agung MA terhadap penerapan pelayanan publik yang efisien, Pengadilan Militer III-14 Denpasar memiliki tujuan dalam menyelenggarakan sisten