• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan kesimpulan dari penulis mengenai seluruh pembahasan dalam skripsi ini dan saran–saran yang merupakan masukan dari penulis.

BAB II

PENGADILAN MILITER SETELAH SATU ATAP DENGAN MAHKAMAH AGUNG R.I

A. Gambaran Struktur Organisasi Peradilan Mliter

Struktur Organisasi Pengadilan Militer berbeda dari struktur organisasi dari Pengadilan–pengadilan lain, hal ini dikarenakan belum adanya peraturan tertulis oleh Mahkamah Agung R.I mengenai struktur organisasi yang dapat dijadikan pedoman bagi Pengadilan Militer dalam menata ulang struktur organisasinya, oleh karenanya struktur Organisasi yang dipakai pada saat ini masih berpedoman kepada struktur organisasi yang lama yaitu struktur organisasi Mabes TNI.

Skema 2

Struktur Organisasi Pengadilan Militer

KADILMIL

KATAUD

MAJELIS HAKIM

KATERA

POK KIMILTI

KAURTU BATIMIN KAURDAL

BAURTU TABAN JURU TIK BATIMIN BAURDAL BAURDAL TABAN JURU TIK TAMUDI KA URMINKU KA URMINU KA URDOKPU KA URMINRA URMINRA TABAN JURU TIK URMINU TABAN JURU TIK BAURKU

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Keterangan :

a. KADILMIL : Kepala Pengadilan Militer.

Kepala yang membawahi seluruh anggotanya, biasanya untuk Jabatan Kepala Pengadilan Militer Tipe A dijabat oleh seorang Pamen (Perwira Menengah) yang berpangkat Kolonel namun bagi Pengadilan Militer yang ber Tipe B dijabat oleh Pamen (Perwira Menengah) yang berpangkat Letkol (Telah dijelaskan pada Bab I).

b. Majelis Hakim : Hakim Ketua dijabat oleh Kadilmil (Kepala Pengadilan Militer) atau ditunjuk oleh Kadilmil dan Hakim Anggota ditunjuk oleh Kadilmil berdasarkan Surat Penetapan Hakim.

c. Pokkimil : Kelompok Hakim Militer.

Adalah Hakim–hakim yang merupakan hakim anggota dimana dalam menjalankan tugas jabatannya merupakan jabatan fungsional dan tidak dapat dirangkap oleh jabatan structural.

d. Kataud : Kepala Tata Urusan Dalam.

Kepala yang membawahi Kaurtu dan Kaurdal, dimana tugas Kataud adalah sebagai pengawas pelaksanaan Tata Urusan Dalam, seluruh Urusan Administrasi sampai surat–surat harus melalui Kataud, sebab Kataud

harus bertanggung jawab penuh dalam urusan Administrasi.

e. Kaurdal : Kepala Urusan Dalam.

Bertanggung jawab atas tata letak benda–benda inventaris kantor milik Negara.

f. Kaurtu : Kepala Urusan Tata Usaha.

Bertanggung jawab atas urusan keuangan yang berkaitan dengan kantor.

g. Katera : Kepala Panitera.

Atasan yang membawahi Kaurminra, Kaurdokpus, kaurminu, kaurminku . Tugas dari Katera adalah menetapkan hari sidang dan sebagai pengawas pengolahan berkas.

h. Kaurminra : Kepala Urusan Administrasi Perkara.

Bertanggung jawab atas keluar masuknya perkara dan bertanggung jawab terhadap pengolahan perkara.

i. Kaurdokpus : Kepala Urusan Dokumentasi Pustaka.

Bertanggung jawab dalam hal mengawasi buku–buku / Dokumentasi Pengadilan Militer milik Negara.

j. Kaurminu : Kepala Urusan Administrasi Umum.

Bertanggung jawab terhadap surat–surat/ berkas perkara baik masuk maupun keluar yang berkaitan dengan perkara.

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

k. Kaurminku : Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan.

Bertanggung jawab terhadap Administrasi keuangan untuk persidangan (Tunjangan Hakim, uang pengetikan, pengiriman berkas perkara,dll).

Sedangkan Bintara dan Tamtama berikut di bawah ini adalah merupakan pelaksana atas tugas–tugas dari tiap tiap Jabatan Ka (Kepala) di atas :

l. Batimin : Bintara Tinggi Administrasi. m. Bintara Pelaksana yang membantu Kataud.

n. Baurtu : Bintara Urusan Tata Usaha.

o. Baurdal : Bintara Urusan Dalam.

p. Baurminra : Bintara Urusan Administrasi Perkara. q. Baurminu : Bintara Urusan Administrasi Umum.

r. Baurku : Bintara Urusan Keuangan.

s. Taban : Tamtama Bantuan.

t. Tamudi : Tamtama Pengemudi.

u. Juru Tik : Pengetik.

B. Peralihan Peradilan Militer

Undang–undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum . Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya.

Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan–ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dengan undang–undang nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang–undang No. 14 Tahun 1970.

Melalui perubahan Undang–undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut, pada Undang undang Nomor. 35 Tahun 1999 telah diletakkan kebijaksanaan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan financial berada dibawah satu atap dibawah kekuasaan Mahkamah Agung R.I dan kebijaksanaan ini harus dilaksanakan paling lambat 5 (lima) Tahun sejak diundangkannya Undang-undang No. 35 Tahun 1999.

Namun, mengingat sejak ditetapkannya perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 , maka Undang–undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dalam Undang–undang No. 35 Tahun 1999 perlu dilakukan lagi penyesuaian dengan membentuk Undang–undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004, dimana dalam Undang–undang ini diatur mengenai badan Peradilan penyelenggara kekuasan kehakiman, asas–asas penyelenggara kekuasaan kehakiman jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. Selain itu dalam Undang–undang Nomor . 4 Tahun 2004 ini diatur pula mengenai ketentuan yang menegaskan kedudukan

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan hukum dan badan–badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman . 14

Dengan diberlakukannya Undang–undang No. 4 Tahun 2004 ini maka Undang–undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang No. 35 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku. 15

1. Pembinaan organisasi, administrasi, dan financial Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer menjadi berada di Mahkamah Agung.

Atas dasar Undang–undang No. 4 Tahun 2004 tersebut Presiden Mengeluarkan Keputusan No. 56 tanggal 9 Juli 2004 mengenai Pengalihan Pembinaan Organisasi, Administrasi, dan Financial Pengadilan dalam Lingkungan Pengadilan Militer dari MABES TNI ke Mahkamah Agung R.I dan untuk menindak lanjuti keputusan Presiden No. 56 Tahun 2004 tanggal 9 Juli 2004 tersebut maka terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 Pengadilan Militer telah berada satu atap dengan Mahkamah Agung.

Namun secara faktual serah terima pengadilan tersebut baru terlaksana pada hari rabu, tanggal 1 September 2004, yang pada halnya Pokok-pokok pengaturan dan Keputusan Presiden No. 56 tersebut adalah sebagai berikut :

Yang dimaksud dengan Organisasi adalah kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, dan struktur organisasi Pengadilan .

14

Badan Pembinaan hukum TNI, 2004, “Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman” penjelasan tentang UU No.4 Tahun 2004, hal 3 15

Yang dimaksud Administrasi ialah kegiatan di bidang kepegawaian, kekayaan Negara, keuangan, arsip, dan dokumen pada pengadilan .

Sedangkan yang dimaksud Financial ialah kegiatan anggaran .

2. Pegawai Negri Sipil pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer beralih menjadi PNS pada Mahkamah Agung RI .

3. Sebelum sarana dan prasarana disediakan oleh Mahkamah Agung RI,

Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer masih tetap menggunakan sarana dan prasarana Mabes TNI. Untuk itu maka biaya pemeliharaannya dibebankan kepada Mahkamah Agung RI sebagai pemakai.

4. Biaya yang diperlukan dalam pembinaan organisasi, administrasi, dan financial Tahun 2004 masih di bebankan pada Mabes TNI dan untuk Tahun selanjutnya kepada Mahkamah Agung RI. 16

Kemudian atas dasar Keputusan Presiden tersebut Panglima TNI dan Ketua Mahkamah Agung RI mengadakan serah terima wewenang pembinaan organisasi, administrasi, dan financial Pengadilan dalam Lingkungan Pengadilan Militer dan menyepakati kerja sama dalam pembinaan personel dan mengenai penggunaan serta perawatan asset dan barang inventaris dalam 2 Keputusan bersama yaitu :

1. Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 420 / IX / 2004 Tanggal 1 September 2004.

Tentang kerjasama dalam pembinaan personel Militer bagi Prajurit TNI yang bertugas pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.

16

Sonson Basar, 2006, Perkembangan Peradilan Militer Setelah Berada Dibawah

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

2. Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 421 / IX / 2004 Tanggal 1 September 2004.

Tentang penggunaan dan perawatan aset dan barang inventaris Mabes TNI oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer.17

1. Dikbagum dan Dikbagspes keprajuritan dilaksanakan oleh Mabes TNI

setelah dikordinasikan dengan Mahkamah Agung.

Mengenai pokok–pokok kerjasama dalam pembinaan personel Militer bagi prajurit TNI yang bertugas pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer (Surat Keputusan bersama No: KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 420 / IX / 2004 Tanggal 1 September 2004 dapat disimpulkan sebagai berikut :

2. Pendidikan profesi dan pembinaan kemampuan teknis yudisial Hakim dan Panitera dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

3. Kebutuhan personel Militer untuk menduduki jabatan struktural maupun fungsional disediakan oleh Mabes TNI atas permintaan Mahkamah Agung. 4. Prajurit yang menduduki jabatan struktural dan/atau fungsional pada

pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer adalah berstatus prajurit aktif.

5. Pengangkatan dalam dan pemberhentian dari jabatan struktural bagi prajurit yang bertugas pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer ditetapkan dengan skep Panglima TNI atas usul ketua MA dan/atau atas pertimbangan Mabes TNI. Pelaksanaan dari Skep Panglima tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh Ketua MA.

17

6. Kenaikan Pangkat diproses dan/atau ditentukan oleh Mabes TNI atas usul MA dan/atau atas pertimbangan Mabes TNI. Demikian pula mengenai pemberentian dari dinas keprajuritan, baik dengan hormat maupun dengan tidak hormat .

7. Perawatan kedinasan bagi prajurit dilaksanakan oleh Mabes TNI, kecuali tunjangan jabatan dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

Telah diketahui bersama seperti yang telah dijabarkan diatas, pada intinya personel TNI dalam hal kenaikan pangkat, pemberhentian dari jabatan, penempatan personel masih tetap dilaksanakan oleh MABES TNI namun hal tersebut juga atas usulan dari Mahkamah Agung R.I, sedangkan mengenai Keputusan Bersama Nomor : KMA / 065 A / SKB / IX / 2004 dan Skep / 421 / IX / 2004 Tanggal 1 September 2004 Tentang Penggunaan dan Perawatan Aset dan Barang Inventaris Mabes TNI oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer telah jelas bahwa aset dan barang inventaris milik MABES TNI yang telah ada untuk sementara dipinjamkan dan dipergunakan untuk keperluan dinas menunggu tersedianya sarana dan prasarana yang disediakan Mahkamah Agung . Untuk itu, maka perawatan aset milik MABES TNI tersebut seluruhnya dibebankan kepada Mahkamah Agung.

C. Kendala – kendala yang dihadapi dalam Peralihan Peradilan Militer

Telah diketahui bersama bahwa peralihan Pengadilan Militer menjadi satu atap dengan Mahkamah Agung R.I adalah didasarkan kepada Undang–undang No.4 Tahun 2004. Dalam UU No. 4 Tahun yang dituangkan dalam Pasal 10 ayat

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

(2) yang bunyinya “Badan Peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung meliputi Badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara”.

Dalam setiap hal yang baru tentu akan memiliki kendala, dan demikian pula dengan peralihan Pengadilan Militer menjadi satu organisasi dengan Mahkamah Agung. Berikut beberapa hal yang dihadapi oleh Pengadilan Militer dalam Peralihan ke Mahkamah Agung :

1. Kendala dalam Organisasi (dalam hal ini yang dimaksud Organisasi adalah kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, dan struktur organisasi Pengadilan). 18

Banyak kendala yang dihadapi perihal Organisasi, struktur Organisasi adalah hal yang pasti sangat berbeda antara Pengadilan Militer dan Mahkamah Agung. Seperti yang telah dijabarkan pada skema diatas (hal 26), Seluruh struktur organisasi tersebut adalah sangat berbeda dengan struktur Organisasi dari Mahkamah Agung, pada Mahkamah Agung R.I dalam hal keuangan adalah merupakan suatu struktur tersendiri dimana pejabat–pejabat yang berada dalam hal keuangan haruslah bebas dari jabatan–jabatan lainnya dan mempunyai kewenangan mutlak dalam pengelolaan keuangan namun kenyataannya karena personel dalam lingkungan peradilan Militer belum mencukupi maka terjadilah timpa tindih tugas dan jabatan.

18

Berbicara masalah kewenangan, hal ini juga menjadi kendala dalam peralihan Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung. Dikatakan hal ini menjadi kendala adalah karena Pengadilan Militer merupakan suatu Organisasi dimana bawahan tunduk pada atasan, sedangkan untuk masalah keuangan pada Mahkamah Agung R.I mempunyai kewenangan tersendiri dimana KPA (Kuasa Penggunaan Anggaran ) adalah sebagai penanggung jawab penuh terhadap masalah keuangan. Dan Komitmen adalah sebagai penaggung jawab kegiatan.

2. Kendala dalam hal Administrasi (dalam hal ini ialah kegiatan dalam bidang kepegawaian, kekayaan Negara, keuangan, arsip dan dokumen pada pada Pengadilan).

Kendala Administrasi yang dihadapi oleh Pengadilan Militer saat ini adalah mengenai kekayaan Negara. Kekayaan Negara dalam hal ini adalah aset – aset yang dimiliki Pengadilan Militer, untuk kesempurnaan perpindahan Pengadilan Militer ini masih diperlukan waktu. Dikatakan masih belum sempurna adalah karena Pengadilan Militer yang merupakan suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki sebuah wadah / tempat untuk melakukan kewajibannya sebagai Pengadilan, hal inilah yang belum dapat dilaksanakan dengan segera. Kini Pengadilan Militer seperti yang telah di jabarkan diatas masih meminjam bangunan milik Mabes TNI, bukan hanya bangunan saja namun segala aset yang telah ada adalah milik Mabes TNI.

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Masalah keuangan juga menjadi kendala, seperti diketahui bahwa keuangan Pengadilan Militer saat masih menjadi bagian dari Mabes TNI sangat berbeda dengan saat Pengadilan berada di bawah naungan Mahkamah Agung, dengan perbedaan tersebut mengharuskan pembelajaran ulang terhadap masalah keuangan, hal tersebut bukanlah mudah karena kurangnya pengetahuan personel adalah sangat menghambat.

Namun hal yang paling utama dari kendala peralihan Pengadilan Militer ini adalah karena jumlah personel yang amat terbatas sehingga menyebabkan tumpang tindih jabatan sehingga hasil kerja dari para personel tidak maksimal.

BAB III

PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

A. Pengertian – Pengertian Ketentuan Umum Yang Merupakan Bagian Dari Proses Penyelesaian Perkara Militer

Dalam UUD 1945 telah ditetapkan bahwa Peradilan Militer sebagai peradilan khusus yang berdiri terpisah dari peradilan umum, dikatakan khusus karena memang ada kekhususan – kekhususan yang terdapat dalam kehidupan Militer sebagai akibat dari adanya tugas pokok yang berat untuk melindungi, membela, dan mempertahankan integritas Bangsa dan Negara dimana jika diperlukan akan dilakukan dengan cara berperang. Dikatakan khusus juga karena untuk mempertahankan integritas bangsa diperlukan suatu organisasi yang istimewa dan pemeliharaan serta pendidikan khusus berkenaan dengan tugas pokok yang penting dan berat, yang hal itu dilakukan agar dalam pelaksanaan tugasnya dapat dilakukan dengan baik.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, azas Peradilan Militer disamping berpedoman pada azas yang tercantum dalam Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman juga tidak mengabaikan azas tata kehidupan Militer yaitu azas kesatuan komando yang bertanggung jawab terhadap anak buahnya dan azas kepentingan Militer. 19

Yang dimaksud dengan Hukum Militer ialah serangkaian ketentuan hukum yang terkait dan berpengaruh dengan kepentingan pertahanan Negara. Huku m Militer terbagi atas 2 yaitu hukum yang tertulis dan hukum yang tidak

19

Kanter E.Y dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

tertulis. Hukum yang tidak tertulis yaitu berupa perintah dari atasan, sedangkan hukum yang tertulis terdiri dari 2 yaitu:

1. Hukum Materil yang terdiri dari KUHPM dan KUHDM

2. Hukum Formil yang terdiri dari HAPMIL, Penyidikan, Penuntutan, persidangan, Eksekusi Putusan .

Dalam hal ini perlu kita ketahui juga istilah–istilah/Ketentuan umum yang merupakan bagian dari proses penyelesaian perkara Militer di Indonesia, diantaranya: 20

1. Oditurat

Pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum , sebagai pelaksana putusan atau penetapan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer

2. Pengadilan

Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Lingkungan Peradilan Militer

3. Ankum

Atasan yang berhak menghukum atau atasan yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada prajurit yang berada dibawah wewenang komandonya menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku .

20

2006, Peraturan Panglima TNI tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara

4. Papera

Perwira TNI yang ditunjuk dan diberi wewenang menyerahkan perkara Pidana anggotanya kepada Pengadilan Militer yang berwenang. Panglima TNI merupakan Papera tertinggi , Kepala Staf adalah Papera bagi Tersangka yang secara Organik bertugas di lingkungan angkatan. Papera dijabat serendah-rendahnya Dan Rem/Dan Brigif (AD), Dan Lanal (AL), Dan Lanud (AU)

5. Penyidik TNI

Atasan yang berhak menghukum / pejabat Polisi Militer . 6. Laporan

Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang – undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

7. Pengaduan

Pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan 8. Penyitaan

Serangkaian tindakan penyidik Polisi Militer Angkatan untuk mengambil alih dan / atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud , untuk kepentingan

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang pengadilan

9. Penahanan

Adalah penempatan Tersangka atau Terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik TNI atas perintah atasan yang berhak menghukum, perwira peyerah perkara, atau Hakim Ketua atau Kepala Pengadilan dengan Keputusan / Penetapannya dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

10.Penyerahan Perkara

Tindakan perwira penyerah perkara untuk menyerahkan perkara pidana kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum yang berwenang, dengan menuntut supaya diperiksa dan diadili dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang .

11.Penutupan Perkara

Tindakan perwira penyerah perkara untuk tidak dapat menyerahkan perkara pidana kepada Pengadian Militer

12.Tersangka

Seseorang yang termasuk yustisiabel di lingkungan Peradilan Militer, yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

13.Terdakwa

Seorang Tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum

14.Saksi

Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan dalan suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan dia alami sendiri .

15.Keterangan Saksi

Sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari Saksi mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan menyebut alas an dari pengetahuan itu.

16.Keterangan Ahli

Keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mememiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan

17.Penasehat Hukum

Seorang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, memenuhi persyaratan untuk memberikan bantuan hukum menurut cara yang diatur dalam undang-undang .

Icke Dina Putri K. Sitepu : Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan Tni (Studi Pada Pengadilan

Seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

19.Upaya Hukum

Dalam Hukum Acara Pidana Militer, hak Terdakwa dan Oditur untuk tidak menerima putusan pertama/pengadilan tingkat pertama dan terakhir atau tingkat banding atau tingkat kasasi yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau terpidana atau ahli warisnya atau oditur untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang .21

Laporan Polisi (POM) merupakan awal dari suatu penyelidikan dan penyidikan . Dalam Laporan Polisi haruslah mencantumkan Keterangan yang jelas tentang tempat dan waktu kejadian, Uraian Kejadian, akibat kejadian, identitas pelapor, dan Pasal yang dilanggar .

B. Proses Penyidikan Perkara Tindak Pidana TNI

22

Laporan Polisi ini didasarkan atas adanya laporan dari pelapor perorangan baik secara lisan atau tertulis, pemberitahuan dari kesatuan/dinas/jawatan/instansi/ lain baik dengan surat ataupun telepon, adanya perintah dari komando atas dengan surat atau telepon, ataupun adanya pengetahuan dari penyidik sendiri . Pada hal

21

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit TNI

22

Peraturan Panglima TNI tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara Pidana di lingkungan Oditurat, Opcit hal 3.

dimana seorang TNI melakukan Tindak Pidana dan tertangkap oleh oknum Polisi (bukan POM) maka Polisi akan menyerahan perkara tindak pidana tersebut kepada POM.

Tindakan penangkapan dan penahanan adalah kewenangan Ankum yang bersangkutan, kecuali dalam hal tertangkap tangan (seperti yang diuraikan pada alenia sebelumnya) dimana setiap orang berhak melakukan penangkapan namun tersangka tetap harus diserahkan kepada Instansi TNI terdekat beserta barang bukti (apabila ada), selanjutnya Instansi TNI tersebut menyerahkan kepada Polisi Militer Angkatan, pada kesempatan pertama Polisi Angkatan memberitahukan kepada Ankum yang bersangkutan

Tindakan penangkapan harus dilengkapi dengan surat perintah yang di keluarkan oleh Ankum yang bersangkutan dan Surat perintah penangkapan tersebut harus diserahkan kepada Tersangka yang kemudian dibuat Berita Acara

Dokumen terkait