PENGGUNAAN COOPERATIVE FUEL RESEARCH (CFR)
ENGINE UNTUK ANALISA ANGKA OKTAN
PREMIUM TT (TANPA TIMBAL)
PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT-VI
BALONGAN - INDRAMAYU
JAWA BARAT
KARYA ILMIAH
RIANZA RIZQI
072409045
PROGRAM STUDI DIPLOMA – 3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGGUNAAN COOPERATIVE FUEL RESEARCH (CFR)
ENGINE UNTUK ANALISA ANGKA OKTAN
PREMIUM TT (TANPA TIMBAL)
PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT-VI
BALONGAN - INDRAMAYU
JAWA BARAT
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk mendapatkan ijazah Ahli Madya pada program Diploma-3 Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
RIANZA RIZQI
072409045
PROGRAM STUDI DIPLOMA – 3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGGUNAAN COOPERATIVE FUEL
RESEARCH (CFR) ENGINE UNTUK ANALISA ANGKA OKTAN PREMIUM TANPA TIMBAL (TT) PT. PERTAMINA (PERSERO) REVUNERY UNIT – VI
BALONGAN - INDRAMAYU JAWABARAT
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : RIANZA RIZQI
Nomor Induk Mahasiswa : 072409045
Program Studi : D-3 KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Mei 2010
Diketahui
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing
PERNYATAAN
PENGGUNAAN COOPERATIVE FUEL RESEARCH (CFR) ENGINE UNTUK ANALISA ANGKA OKTAN PREMIUM TANPA TIMBAL (TT)
PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT-VI BALONGAN - INDRAMAYU
JAWA BARAT
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2010
RIANZA RIZQI
PENGHARGAAN
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “PENGGUNAAN COOPERATIVE FUEL RESEARCH (CFR)
ENGINE UNTUK ANALISA ANGKA OKTAN PREMIUM TANPA TIMBAL (TT) PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT-VI BALONGAN
INDRAMAYU - JAWA BARAT”.
Karya ilmiah ini merupakan hasil kerja praktek di laboratorium analisa mutu PT.PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan Indramayu - Jawa Barat. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan akademik mahasiswa untuk memperoleh gelar Ahli Madya Diploma-3 untuk program studi Kimia Industri di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Saumatera Utara.
Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, penulis selalu mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan terselesaikannya Karya Ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Khusunya untuk Ayahanda Herman Sikumbang dan Ibunda Merlis yang telah memberikan motivasi, tenaga, fikiran , semangat serta do’a dengan penuh kasih sayang demi tercapainya cita-cita saya. Kakak-kakak dan Adik Saya yang sangat saya sayangi : Reni Erma Dewi,S.Sos , Fina Ernita,SE , Ervalina,S.Psi dan Ahmad Fauzi Yang telah memberikan dukungan serta semangat selama saya menyusun karya ilmia ini.
Penyusun juga ingin mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua jurusan departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU dan sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah ini.
2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.phill selaku ketua jurusan Kimia Industri
3. Seluruh Dosen dan staff pengajar di fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Irwan selaku manager Maintanance planning & support Pertamina RU-VI Balongan, beserta keluarga yang telah banyak membantu saya selama PKL secara khusus saya ucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya. . 5. Bapak Eko Priyono, selaku pembimbing lapangan di Pertamina RU-VI Balongan,
terima kasih atas bimbingannya. Dan seluruh staf dan karyawan di PT.PERTAMINA (Persero) RU-IV Balongan Indramayu Jawabarat.
6. Kepada teman-teman dekat saya Irdhan,Yudi, Hirzi, Okky, Dira, Alya, Dinno, Nabila, Milna, Nana, Ari dan Taufiq yang telah memberiakan dukungan, semangat sepenuhnya kepada saya .
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan perbaikan atas kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini.
Akhir kata, semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan berguna bagi semua pembaca. Wassalamualaikum Wr.Wb.
Medan, Mei 2010
ABSTRAK
Telah dilakukan uji angka oktan pada produk minyak bumi Premium Tanpa Timbal (TT) di Laboratorium Analisa Mutu PT.Pertamina (Persero) RU-VI Balongan Indramayu-Jawa Barat dengan menggunakan Cooperative Fuel Research (CFR) Engine.
USE OF COOPERATIVE FUEL RESERCH (CFR ENGINE) FOR ANALYSIS OCTANE NUMBER
PREMIUM TT (NO LEAD)
PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT- VI BALONGAN - INDRAMAYU
WEST JAVA
ABSTRACT
DAFTAR ISI
2.1.1 Pengertian Minyak Bumi 5
2.1.2 Komponen Minyak Bumi 6
2.1.3 Komponen Hidrokarbon 6
2.1.4 Komponen Non Hidrokarbon 7
2.2 Produk - Produk Minyak Bumi 8
2.2.1 Motor Gasoline (MOGAS) Bensin 9
2.3 Proses Pembuatan Motor Gasoline 11
2.4 Sifat – Sifat Umum Mogas atrau Bensin 13
2.4.1 Sifat Pengetukan (Knocking) 13
2.4.2 Sifat Penguapan 15
2.4.3 Sifat Kesetabilan 15
2.4.4 Sifat Korosi 16
2.5 Pencampuran Mogas (Blending Mogas) 16
2.5.1 Spesifikasi Mogas 17
2.5.2 Mogas Jenis Premium
2.6 Angka Oktan Riset ( Research Octane Number ) 17
2.7 Research Octane Number 18
BAB 4 Hasil Dan Pembahasan 24 4.1 Hasil
24
4.2 Perhitungan 25
4.3 Pembahasan 26
4.3.1 Untuk Premium TT No Tank ex.42T 301A/G 26 4.3.2 Untuk Premium TT No Tank ex.42T 301G 26
BAB 5 Kesimpulan dan Saran 27
5.1 Kesimpulan 27
5.2 Saran 27
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.2 : Komposisi Dasar Minyak Bumi 8
Tabel 2.2 : Fraksi yang dihasilkan dari destilasi minyak bumi dan
ABSTRAK
Telah dilakukan uji angka oktan pada produk minyak bumi Premium Tanpa Timbal (TT) di Laboratorium Analisa Mutu PT.Pertamina (Persero) RU-VI Balongan Indramayu-Jawa Barat dengan menggunakan Cooperative Fuel Research (CFR) Engine.
USE OF COOPERATIVE FUEL RESERCH (CFR ENGINE) FOR ANALYSIS OCTANE NUMBER
PREMIUM TT (NO LEAD)
PT.PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT- VI BALONGAN - INDRAMAYU
WEST JAVA
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, maka kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin banyak karena lebih ekonomis, tersedia dalam jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih . Untuk bahan bakar motor gasoline seperti premium, sangatlah besar kebutuhannya, padahal unit kilang sangatlah terbatas keberadaannya sehingga diperlukan suatu proses lanjutan yang disebut proses konversi, blending, dan proses lain yang dapat menunjang kebutuhan ini. Hasil dari primary proses maupun secondary proses, pada prinsipnya masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pada sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran.
Di sisi lain ada sebagian Negara di dunia yang bahan bakar mogasnya masih mengandung timbal. Timbal dalam mogas akan menyebabkan polusi yang berbahaya untuk lingkungan dan masyarakat, serta mengakibatkan mesin cepat rusak. Oleh karena itu perusahaan otomotif dan para pengguna kendaraan bermotor sepakat untuk menghilangkan timbal dari bahan bakar mogas.
Selain bahan bakar jenis mogas, LPG juga merupakan alternatif energi yang banyak dipergunakan dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam aplikasinya sebagai bahan bakar maupun bukan sebagai bahan bakar. Hal ini disebabkan karena LPG dinilai sebagai energi yang ramah lingkungan dan memiliki tingkat kenyamanan serta efisiensi tinggi dalam penggunaannya.
Untuk menjamin keamanan dan kepuasan konsumen, produk LPG yang siap dipasarkan, harus memenuhi spesifikasi atau batasan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu batasan mutu yang ditetapkan adalah komposisi komponen yang dapat menggambarkan komposisi dari komponen produk LPG tersebut.
Untuk mengukur nilai oktan Premium TT , digunakan CFR Engine
(Cooperative Fuel Reserch) sesuai dengan ASTM D-2699, yang digunakan untuk mengukur nilai oktan dari produk mogas. Metoda test laboratorium ini mencakup penentuan kuantitatif ‘knock rating liquid of spark ignition engine’ suatu bahan bakar dengan batasan ‘Research Octane Number’ dan metode ini bisa jadi tidak bisa dipergunakan untuk fuel dan komponen fuel yang merupakan ‘oxygenated primer’. Sampel fuel dianalisa dengan mempergunakan mesin standard bersilinder
tunggal, empat langkah dengan rasio kompresi bervariasi, CFR Engine yang dijalankan dengan kondisi operasi sesuai dengan set yang didifinisikan. Skala Octane Number (ON) didifinisikan dengan komposisi volumetrik campuran
‘Primary Reference Fuel’ (PRF). Intensitas ketukan (knock intensity) sample fuel
diperbandingkan denngan salah satu atau lebih dari campuran PRF.
ON sample dinyatakan dengan memperbandingkan dengan ON dari campuran PRF yang mempunyai ‘knock intensity’ (KI) yang sama dengan sampel fuel dan dinyatakan sebagai Research Octane Number (RON)
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain :
1. Apakah penggunaan CFR Engine dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui kualitas atau mutu dari Premium TT (Tanpa Timbal) berdasarkan standarisasi ASTM- 2699 (American Society for Testing and Material).
2. Apakah Premium TT (Tanpa Timbal) yang merupakan produk unggulan dari PT. PERTAMINA (Persero) Balongan memiliki angka oktan yang sesuai dengan ketentuan Direktorat Jendral Minyak dan Gas (DIRJEN MIGAS) Indonesia.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode kerja CFR engine dalam mengukur dan menganalisa nilai oktan dari mogas, dalam hal ini Premium TT (Tanpa Timbal) PT.PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan – Indramayu Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui apakah Premium TT (Tanpa Timbal) yang merupakan produk unggulan dari PT. PERTAMINA (Persero) Balongan memiliki nilai oktan yang sesuai dengan ketentuan Direktorat Jendral Minyak dan Gas (DIRJEN MIGAS) Indonesia.
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Bumi
Minyak bumi bukan merupakan bahan yang seragam, melainkan mempunyai kompisisi yang sangat bervariasi, bergantung pada lokasi lapangan minyak dan juga kedalaman sumur.
Minyak bumi merupakan senyawaan kimia yang terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, halogenida dan logam. Senyawa yang hanya terdiri dari unsur karbon dan hidrogen dikelompokan ke dalam senyawa hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon diklasifikasikan atas naftanik, parafinik dan aromatik sedangkan senyawa campuran antara unsur karbon, hidrogen, halogenida dan logam, dikelompokan dalam senyawa non hidrokarbon.
2.1.1 Pengertian Minyak Bumi
Minyak bumi mentah atau biasa disebut minyak mentah (Crude Oil) adalah suatu campuran kompleks dari hidrokarbon-hidrokarbon yang mengandung sedikit senyawa-senyawa oksigen, nitrogen, belerang dan sedikit senyawa logam serta unsur-unsur organik. Minyak bumi terjadi dengan sendirinya di dalam alam.
Batasan secara tepat untuk minyak bumi sangat sulit diberikan, secara fisik bahan tersebut kelihatan sebagai suatu cairan berwarna coklat kemerahan atau hitam tetapi sertingkali berwarna kehijauan atau fluoresensi kebiruan dan dalam sinar transmisi berwarna kekuning-kuningan, orange dan merah. Pada suhu biasa minyak bumi berbentuk cairan yang sangat kental, setengah padat dan padat. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kadar parafin yang terkandung didalamnya.
2.1.2 Komponen Minyak Bumi
Minyak bumi terdiri dari ribuan zat kimia, termasuk gas, cairan dan zat padat mulai dari metana sampai dengan asphalt. Komponen utama minyak bumi terutama hidrokarbon (83 – 87% C), (11 – 14% H), senyawa nitrogen (0 – 0,58%), S (0 – 6%) dan oksigen (0 – 3,5%).
2.1.3. Komponen Hidrokarbon
1. n-Parafin CnH2n+2
n-parafin merupakan fraksi utama dari minyak mentah, gasoline yang dihasilkan dari “straight run distillation” terutama terdiri dari n-parafin. Senyawa-senyawa ini mempunyai bilangan oktan rendah.
2. Isoparafin CnH2n+2
isoparafin terdapat dalam minyak mentah. Jumlah senyawa isoparafin dapat dinaikkan dengan proses perengkahan katalitik, alkilasi, isomerisasi dan polimerisasi.
3. Olefin CnH2n
Senyawa olefin hampir tidak terdapat dalam minyak mentah tetapi proses pada pengkilangan minyak bumi, misalnya proses perengkahan secara katalitik akan menghasilkan senyawa-senyawa ini. Sifatnya tidak stabil, merupakan bahan baku yang baik untuk zat petrokimia.
4. Aromatik CnH2n-6
Hanya sejumlah kecil senyawa-senyawa aromat yang ada dalam minyak mentah, tetapi senyawa-senyawa aromat diinginkan dalam gasolin karena mempunyai sifat anti knock yang tinggi. Sering dipisahkan dari minyak bumi untuk bahan baku petrokimia.
5. Napthena CnH2n ( siklo heksana)
Senyawa-senyawa napthena merupakan senyawa siklis yang jenuh dan tidak reaktif seperti alkana. Senyawa-senyawa napthena merupakan senyawa kedua yang terdapat dalam minyak mentah. Senyawa napthena dengan berat molekul rendah merupakan bahan bakar yang baik, sedangkan yang mempunyai berat molekul tainggi terdapat dalam fraksi gasoil dan minyak pelumas.
2.1.4. Komponen non hidrokarbon
unsur-unsur tersebut dalam bentuk senyawa organik yaitu organik sulfur, organik nitrogen, organik oksigen, organik halogen dan organik logam dan sebagian lagi dalam bentuk senyawa anorganik. Sebagai senyawa organik keberadaannya melarut dalam minyak bumi, sedang sebagai senyawa anorganik tidak melarut dalam minyak bumi melainkan larut dalam air sebagai emulsi yang didalamnya terdapat garam-garam anorganik
Walaupun minyak bumi memiliki komposisi kimia dan fisik yang sangat beragam, namun memiliki komposisi dasar yang sempit. Komposisi dasar minyak bumi dilihat pada tabel berikut. (Jasji, E. 1996)
Tabel 2.1.2 Komposisi Dasar Minyak Bumi.
Komposisi
Presentase (%)
Sumber : Jasji, E. 1996. Pengolahan Minyak Bumi. Lembaga Minyak dan Gas Jakarta
2.2 Produk-produk Minyak Bumi
Untuk mengahasilkan produk-produk minyak bumi digunakan bermacam-macam pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Proses ini terdiri dari beberapa proses pemisahan baik fisik, maupun kimia.
fraksi-fraksi juga untuk stabilitas pemisahan dan peningkatan kualitas produk yang dihasilkan.
Tabel 2.2 Fraksi yang dihasilkan dari destilasi minyak bumi dan
penggunaannya
Jangka Titik
Didih (°C)
Jumlah karbon
Nama
PenggunaanDibawah 30 1 – 4 Fraksi gas Bahan Bakar Pemanas
Sumber : Fessenden J Ralph, Fessenden S Joan, 1997, Dasar-Dasar Kimia Organik, Bina Rupa Aksara, Jakarta
Sisa Destilasi :
1. Minyak yang mudah menguap, minyak pelumas, lilin, dan vaselin. 2. Bahan yang tidak mudah menguap, aspal dan kokas dari minyak bumi
2.2.1 Motor Gasoline ( Mogas) atau Bensin
Bensin atau motor gasoline merupakan fraksi minyak bumi yang paling komersial, paling banyak diproduksi dan paling banyak digunakan sebab bensin berfungsi sebagai bahan bakar kerndaraan yang menjadi alat transportasi manusia sehari-hari.
energi yang kurang effisien, artinya energi banyak terbuang dalam bentuk panas bukan sebagai kerja untuk menggerakkan mesin.
Mogas atau bensin adalah cairan yang mudah disimpan, dipindahkan dan alirannya mudah dikontrol, selain itu juga bensin mempunyai sifat mudah menguap, mudah menyala dan terbakar. Di dalam pemakaiannya dalam motor pembakar, bensin cair ini terlebih dahulu harus diubah bentuk menjadi uap atau kabut agar mudah terbakar.
Bensin-bensin yang mengandung molekul-molekul hidrokarbon dengan titik didih rendah akan memudahkan motor dihidupkan pada suhu sekeliling yang rendah. Disamping itu kendaraan dapat dijalankan tanpa pemanasan yang sedikit lama pada beban yang rendah. Bila suhu disekeliling cukup tinggi akan mengakibatkan bensin dapat mendidih dalam pipa yang terletak antara tangki dan karburator. Sehingga pompa bahan bakar tidak akan berfungsi dengan baik karena bensin mengandung gelembung-gelembung (kantong uap).
Fraksi mogas atau bensin dari penyulingan minyak mentah terlalu sedikit bagi masyarakat-masyarakat haus bensin dan kualitasnya pun rendah. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bensin, dilakukan proses kertakan (cracking) dan reformasi terhadap fraksi-fraksi bertitik didih tinggi, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Kertakan katalitik berupa proses memanaskan bahan katalitik bertitik didih tinggi dibawah tekanan dan dengan kadar katalis ( tanah liat alumunium dicuci dengan asam dan dijadikan bubuk halus). Dibawah kondisi ini molekul besar akan patah-patah menjadi fragmen kecil.
alkena dan senyawa aromatik yang diperoleh dalam cara kertakan dan reformasi ini dijadikan bahan baku untuk membuat plastik dan senyawa organik sintetik lainnya.
2.3. Proses Pembuatan Motor Gasoline
Gasoline yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan belum dapat langsung digunakan, melainkan masih ditambahkan beberapa bahan kimia atau dicampur (Blending) dengan gasoline lainnya yang tujuannya untuk memperbaiki mutu gasoline itu sehingga sesuai dengan spesifikasinya sehingga aman dalam pemakaiannya dan tidak mencemari lingkungan. Bahan kimia yang ditambahkan itu disebut aditif, sedangkan gasoline yang dihasilkan dari suatu proses disebut komponen gasoline, umumnya komponen gasoline tersebut diperoleh dari beberapa macam proses antara lain proses :
1. Destilasi atmosferik
Destilasi atmosferik adalah pemisahan minyak bumi secara fisik menjadi fraksi-fraksinya dengan perbedaan titik didih pada kondisi tekanan atmosferik. Pada proses destilasi ini terjadi penguapan dan pengembunan.
2. Perengkahan (cracking)
Perengkahan adalah proses pengolahan minyak bumi dengan memutus iktanan tunggal C-C dan C-H dari hidokarbon dengan berat molekul besar menjadi molekul kecil, pemutusan ikatan hidrokarbon tersebut dilakukan dengan menggunakan panas. Umpan dari proses ini bukan minyak mentah melainkan residu yang berasal dari proses destilasi
3. Reformasi (reporming) 4. Alkilasi
Alkilasi adalah proses dalam industri perminyakan yang bertujuan untuk menghasilkan komponen gasoline oktan tinggi dengan cara penggabunagn antara olefin dan paraffin.
5. Polimerisasi
Polemerisasi adalah penggabungan olefin menjadi polyolefin dengan berat molekul besar dalam kisaran titik didih cair gasoline. Olefin yang digabung adalah propylene menghasilkan polipropylena, n-butulena atau isobutilena menghasilkan polimer butilena atau gabungan propylene dan butylena.
Polimer yang dihasilkan disebut polimer gasilone disingkat poligasoline. Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan produk gasoline dengan angka oktan yang tinggi.
6. Isomerisasi
n-heksana (ON 34,0) menjadi ison-heksana (2,3 dimetil butana ON 103,5). Atau mengubah butana menjadi isobutana.
Kemudian dilanjutkan dengan proses : 1. Pemurnian (treeting)
2. Pencampuran (Blending)
3. Penambahan bahan kimia (aditif) (Fessenden,1997)
2.4. Sifat-Sifat Umum Mogas atau Bensin
Sifat umum yang diinginkan dari bensin adalah pembakaran yang tepat dimana pembakaran dimulai dari busi merambat lancar ke seluruh ruang pembakaran. Bahan bakar ini terdiri dari bahan yang tidak mudah menimbulkan ketukan di dalam mesin. Sifat-sifat lain yang diperlukan adalah tidak berbau, tidak bersifat korosif terhadap logam yang dipakai bahan untuk membuat mesin dan perlengkapannya, tidak mudah menguap dan tidak terlalu sukar menguap. Semua sifat-sifat ini harus memnuhi persyaratan spesifikasi :
2.4.1 Sifat pengetukan (knocking)
Pengetukan pada mesin timbul karena terjadi pembakaran abnormal, dimana bahan bakar terbakar sendiri sebelum waktunya di dalam ruang pembakaran. Pengetesan itu sendiri adalah suatu yang timbul dari logam yang mengakibatkan kerugian tenaga dan getaran mesin yang akibatnya lebih lanjut seperti melubangi piston.
(nol). Sifat pengetukan ini diuji pada mesin CFR F-1 makin tinggi kualitas anti ketukan bensin maka semakin tinggi kemampuan bensin untuk menahan terjadinya ketukan dan semakin tinggi pada daya maksimum yang dihasilkan.
Penambahan TEL (Tetra Ethyl Lead) adalah bahan anti ketuk yang umum dipakai, tetapi akan mengakibatkan umur pemakaian besi yang lebih pendek dan menghasilkan deposit yang merugikan. Disamping itu menimbulkan gas buang yang sangat berbahaya karena merupakan racun bagi manusia. Penyebab terjadinya knocking adalah:
a. Pembanding komposisi yang terlalu tinggi sehingga suhu dan tekanan dan campuran udara bakar cukup tinggi untuk menyala dengan sendiri. b. Kualitas bahan bakar, angka oktan yang rendah cenderung akan
meningkatkan terjadinya knocking. Untuk auto mobil digunakan bahan bakar bensin dengan angka oktan 89 – 93.
c. Pembakaran tidak sempurna dan bentuk ruang bakar. Ruang bakar yang kompak lebih disukai, ruang bakar yang datar dan lebar pada motor pembakaran dan katup sisa penyulingan spontan cenderung meningkatkan terjadinya knocking karena penyebaran api memerlukan waktu.
d. Pada motor dengan motor pengingin udara cenderung terjadi knocking dibandingkan motor pendingin air, karena pendiginan udara kurang baik.
2.4.2 Sifat Penguapan
Sifat penguapan dari mogas atau bensin motor mempengaruhi proses kerja dari mesin. Sifat penguapan diukur dari pemeriksaan destilasi dan pemeriksaan tekanan uap reid (Reid Vapour Presure Test) sifat penguapan ini mengontrol sifat bensin dalam permukaan:
a. mudah dijalankan pada waktu dingin b. mudah mencapai panas operasi c. penghalang uap
d. pengendapan es dalam karburator e. distribusi campuran di dalam silinder
Bahan bakar harus mudah menguap agar mudah dimulai, cepat memanas, sebaliknya jangan terlalu cepat menguap untuk menghindari kehilangan karena penguapan, vapour lock terjadinya es di karburator. Pengenceran minyak pelumas biasanya diakibatkan oleh bagian yang sukar menguap. Bagian ini akan mencuci pelumas dari ruang bakar yang akibatnya lebih lanjut adalah proses pengausan menjadi lebih cepat.
2.4.3 Sifat Kestabilan
2.4.4 Sifat Korosi
Senyawa sulfur adalah senyawa yang tidak diinginkan yang terkandung dalam mogas. Sulfur bebas dan senyawa sulfur bila terbakar membentuk sulfur dioksida yang bereaksi dengan air yang dihasilkan dari pembakaran membentuk asam sulfit yang sedikit dengan sedikit oksida membentuk asam sulfat. Kedua asam tersebut bersifat korosi terhadap logam.
Total sulfur ditentukan dengan cara lampu ASTM D-1266 yaitu dengan membakar sejumlah tertentu mogas di dalam lampu khusus, oksida sulfur diubah menjadi asam sulfat, kemudian jumlah asam sulfat ditentukan dengan cara titrasi atau grafimetri.
Sifat korosi dari bahan korosif yang terkandung di dalam mogas dapat diuji dengan corrosion copper strip dimana sebuah lempeng tembaga yang sudah dibersihkan direndam di dalam mogas pada suhu dan waktu tertentu. Perubahan warna tembaga memberikan indikasi sifat korosi.
( Mudjirahardjo,1997)
2.5. Pencampuran Mogas (Blending Mogas)
2.5.1 Spesifikasi Mogas
Spesifikasi mogas adalah batas minimum dan atau maksimim dari sifat-sifat produk yang diperbolehklan bagi suatu produk untuk dapat dipakai sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan. Bagi mogas, spesifikasi ini dibuatu alat atau mesin, keselamatan pemakai serta ramah lingkungan. Mutu suatu gasoline ditunjukkan oleh terpenuhinya spesifikasi.
2.5.2 Mogas Jenis Premium
Premium merupakan bahan bakar minyak yang memiliki angka oktan 88, premium hasil produksi UP VI Balongan tidak mengandung timbal atau sering dikatakan premium tanpa timbal dan diproses dengan cara brended. Komponen penyusun premium ini adalah SR.Naptha dengan angka oktan 55, RCC Naptha dengan angka oktan 92 dan poligasoline dengan angka oktan 98. Masing-masing komponen tersebut diblending dengan komposisi tertentu sehingga mendapatkan premium dengan angka oktan 88.(Karjono,2000)
2.6 Angka Oktan Riset ( Research Octane Number )
Adanya pembakaran bahan bakar yang tepat, yaitu pembakaran dari busi akan merambat secara cepat keseluruh ruang pembakaran, bahan bakar tersebut tidak mudah menimbulkan ketukan dalam mesin. Ketukan dalam mesin timbul karena terjadi pembakaran abnormal. Secara umum mutu bahan bakar ini ditentukan oleh kebutuhan angka oktan. Angka oktan riset bahan bakar bensin menunjukan mutu anti ketuk yang dimiliki oleh bahan bakar tersebut. Terjadinya ketukan pada motor bensin tergantung pada angka oktan dari bahan bakar yang digunakan. Bila bahan bakar yang digunakan memenuhi kebutuhan angka oktan dari motor bensin, maka tidak akan terjadi ketukan.
Untuk membuat produk premium dari SR Naphta dan RCC Naphta masing-masing oktan number nya harus diketahui dahulu. Setelah diketahui baru kita dapat menentukan komposisi % volume SR Naphta dan RCC Naphta tersebut.Berdasarkan hasil analisis menggunakan ASTM D2699 didapat angka oktan untuk SR Naphta sebesar 56.0 dan untuk RCC Naphta angka oktan sebesar 93.0 berdasarkan data ini, menurut perhitungan rumus blending didapatkan komposisi 83 % volume untuk RCC Naphta dan 17 % volume untuk SR Naphta. Didapatkan premium dengan angka oktan 88.3. padahal menurut perhitungan rumus blending seharusnya oktan yang didapatkan 86.6 hal ini dikarenakan adanya faktor blending yang dapat mempengaruhi hasil oktan blending sehingga hasil yang didapat tidak linier sama seperti perhitungan tetapi lebih besar sedikit.
2.7 Research Octane Number
ditetapkan dengan mempergunakan test mesin dan kondisi operasi standard untuk diperbandingkan tendensi ketukannya (knock characteristic) dengan campuran ‘primary reference fuel’ (bahan bakar reference primer) yang diketahui octane number-nya. Rasio kompresi dan rasio udara/bahan bakar diatur untuk memperoleh ‘standard knock intensity’ terhadap sample fuel yang diukur dengan mempergunakan system instrument detonationmeter electronic. Tabel standard menunjukkan ‘knock intensity’ berhubungan dengan level ‘compression ratio’ mesin ke octane number untuk metode yang spesifik ini. Rasio udara bahan bakar dan untuk sample fuel dan setiap campuran ‘primary reference fuel’ diatur untuk memaksimumkan ‘knock intensity’ setiap fuel
Rasio udara bahan bakar untuk maksimum ‘knock intensity’ bisa diperoleh dengan membuat penambahan langkah perubahan didalam kekuatan campuran, memperoleh kesetimbangan harga ‘knock intensity’ untuk setiap langkah dan dengan memilih ‘knock intensity’ maksimum sebagai kekuatan campuran adalah perubahan dari kaya-ke-miskin atau miskin-ke-kaya pada suatu kecepatan (rate) yang konstant
2.8 Bracketing Procedures (prosedur apit)
lunak (‘knock intensit’ lebih rendah) dibanding sample fuel. Pengukuran kedua dari ‘knock intensity’ sampel fuel diperlukan ‘primary reference fuel’ dan octane number sample dihitung dengan interpolasi dengan perbandingan
terhadap perbendaan pembacaan rata rata ‘knock intensity’. Kondisi akhir yang diperlukan, ketinggian silinder yang dipergunakan harus berada pada batas yang diterangkan disekeliling harga table petunjuk untuk perhitungan Octane Number. Bracketing prsoedur rating bisa ditentukan mempergunakan
kesetimbangan level fuel leinnya atau level rasio dinamika udara bahan bakar yang bisa diterima
2.9 Compression Ratio Procedure (prosedur perbandingan kompresi)
kalibrasi ditampakkan untuk mematapkan standard knock intensity
mempergunakan ketinggian silinder yang spesifik dengan petunjuk Tabel untuk octane number dari primary reference fuel yang dipilih. Rasio udara dan bahan
bakar sampel diatur untuk memaksimumkan knock intensity dibawah kondisi yang setimbang, ketinggian silinder diatur sehingga standard knock intensity diperoleh. Kalibrasi dikonfir masikan ulang dan sample fuel diulangi untuk memantapkan kondisi sebenarnya pada waktu yang kedua. Rata rata pembacaan ketinggian silinder untuk sample fuel dikompensasikan terhadap tekanan barometer, dikonversikan secara langsung menjadi octane number mempergunakan Tabel petunjuk. Kondisi akhir dari rating diperlukan bahwa sampel fuel octane number berada pada batas yang diterangkan disekeliling octane number dari blend primery reference fuel tunggal yang dipergunakan untuk mengkalibrasi mesin terhadap
BAB 3
METODE , DATA , DAN PEMBAHASAN
31. Metode
3.1.1. Alat – alat
- Antiknock Testing Unit terdiri dari mesin dengan silinder tunggal yang setiap saat perbandingan kompresinya dapat divariasikan, dengan mempergunakan peralatan serta instrument yang melengkapinya dan dipasang pada landasan yang tidak bergerak.
- Gelas silinder kapasitas 500 ml - Botol transparan kapasitas 500 ml - Kompresor
3.2. Bahan-bahan
- Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 A/G - Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex. 42T 301G - ASTM 87 Octan Number
3.3. Prosedur
3.3.1 Prosedur Apit – Bracketing Procedure
Untuk sampel Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 A/G - Dihubungkan CFR Engine dengan arus listrik
- Dinyalakan tombol kearah “ON” dan pastikan mesin menyala
- Dibersihkan silinder sample ‘fuel system’ dengan hembusan udara kering bertekanaan yang berasal dari kompresor.
- Dimasukkan 250 ml sampel - Diputar panel kearah silinder IV
- Ditunggu hingga suhu silinder IV mencapai 210° C
- Diputar Compration Ratio sampai didapat ketukan standart - Diamati Knock Meter hingga mencapai angka 50
- Dilihat dan dicatat angka yang ditunjukkan oleh Compration Ratio - Dicocokkan pada tabel ASTM-2699 (terlampir)
- Diperoleh angka oktan sementara
- Dimasukkan pengapit yang mendekati angka oktan sementara yaitu ASTM 89 Octan Number kedalam silinder II
- Diputar panel ke silinder II
- Diputar panel Knock Meter sampai menunjukkan angka 50, apabila tidak mencapai angka 50 atau melebihi , maka diputar Meter Reading sampai mencapai angka 50
- Diputar panel ke silinder IV
- Diperoleh angka oktan sementara
- Dimasukkan pengapit yang mendekati angka oktan sementara yaitu ASTM 87 Octan Number kedalam silinder I
- Dibaca Knock Meter yang diarahkan ke silinder I
- Dicatat angka maksimal yang ditunjukkan oleh Knock Meter - Dibaca Knock Meter yang diarahkan ke silinder II
- Dicatat angka stabil yang ditunjukkan oleh Knock Meter
Untuk sampel Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 G
Karena sampel yang digunakan berjenis sama yaitu Premium, dan memiliki “ring” nilai oktan yang tidak jauh berbeda maka langsung masuk ketahap pembacaan Knock Meter.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Hasil analisis penentuan angka oktan dengan menggunakan metode ASTM D-2699 sebagai berikut :
Tabel Reseach Octane Number (RON ) Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 A/G
Sampel
Knockmeter
Reseach Octane Number(RON )
I II III
RFB 87 63 63 63
88.3
Sampel 50 50 50
RFB 89 43 43 43
Tabel Reseach Octane Number (RON ) Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 G
Sampel
Knockmeter
Reseach Octane Number(RON )
I II III
RFB 87 63 63 63
88.1
Sampel 52 52 52
4.2. Perhitungan
(KI. LB – KI Sampel ) x 2 RON = ON.LB +
(KI. LB – KI. HB)
RON : Research Octane Number
ON. LB : Octane Number Low Blending (Angka oktan Rendah) ON. HB : Octane Number High Blending (Angka oktan tinggi ) KI. HB : Knockmeter Low Blending
KI. LB : Knockmeter High Blending KI. Sampel : Knockmeter Sampel
RFB : Reference fuel Blending
1. Untuk Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 A/G (63 – 50) x 2
RON = 87 +
(63 – 43) = 88,3
2. Untuk Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 G (63 – 52) x 2
RON = 87 +
4.3 Pembahasan
4.3.1 Untuk Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301 A/G
Dari hasil penelitian diperoleh: - Angka oktan 88,3
- Berdasarkan peraturan DIRGEN MIGAS Indonesia yang menentukan Angka Oktan untuk bahan bakar Premium yaitu minimum 88,0
Maka Premium tersebut mendapat sertifikasi dan dinyatakan layak untuk di pasarkan kepada konsumen Indonesia.
4.3.2 Untuk Premium TT (Tanpa Timbal) No.Tank ex.42T 301G
Dari hasil penelitian diperoleh: - Angka oktan 88,1
- Berdasarkan peraturan DIRGEN MIGAS Indonesia yang menentukan Angka Oktan untuk bahan bakar Premium yaitu minimum 88,0
Maka Premium tersebut mendapat sertifikasi dan dinyatakan layak untuk di pasarkan kepada konsumen Indonesia.
Perlu di perhatikan :
Dalam pengamatan Knock Meter dan pada saat penentuan Angka Oktan harus menggunakan Tabel ASTM-2996 (Terlampir).
Dalam membaca angka yang ditunjukkan oleh Knock meter dan Compration Ratio pastikan bahwa jarum skala benar-benar
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa :
1. Metode kerja CFR engine dalam mengukur dan menganalisa nilai oktan dari mogas, dalam hal ini Premium TT (Tanpa Timbal) PT.PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan – Indramayu Jawa Barat adalah suatu metode yang tepat untuk menguji dan menghitung nilai oktan dari Premium yang di produksi oleh Revinery Unit PERTAMINA.
2. Premium TT (Tanpa Timbal) yang merupakan produk unggu lan dari PT. PERTAMINA (Persero) Balongan – Indramayu Jawa Barat , memiliki nilai oktan yang sesuai dengan ketentuan Direktorat Jendral Minyak dan Gas (DIRJEN MIGAS) Indonesia.
5.2 Saran
Dalam pembacaan skala yang ditunjukkan oleh Knock Meter dan Compration Ratio diperlukan ketelitian dan pada saat menentukan nilai oktan yang diperoleh dari
DAFTAR PUSTAKA
American society for Testing and Materials. 1992. annual book of ASTM standards. Volume ke-5. Philadelphia : Petroleum Products and Lubricants.
Fessenden J Ralph, Fessenden S. Joan. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Harjono A. 2001. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
Jasji E. 1966. Pengolahan Minyak Bumi.Jakarta:Lemigas.
Karjono SA. 2000. Proses Pengolahan Migas. Cepu: Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi.