• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Komunitas MakroFauna Tanah Untuk Memantau Kualitas Tanah Secara Biologis Pada Areal Perkebunan PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komposisi Komunitas MakroFauna Tanah Untuk Memantau Kualitas Tanah Secara Biologis Pada Areal Perkebunan PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN

II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

SKRIPSI

DESI ARIANI 040805040

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN

II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DESI ARIANI 040805040

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA

TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua

(4)

PERNYATAAN

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH UNTUK MEMANTAU KUALITAS TANAH SECARA BIOLOGIS PADA AREAL PERKEBUNAN PTPN

II SAMPALI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juni 2009

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang berjudul ”Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah untuk Memantau Kualitas Tanah secara Biologis pada Areal Perkebunan PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Arlen Hanel John M. Si selaku pembimbing I dan Drs. Nursal M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, serta dukungan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti M.Si dan Mayang Sari Yeanny M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga sangat berterima kasih pada Bpk. Drs. Arlen Hanel John M. Si yang juga selaku Pembimbing juga merupakan sosok ayah bagi penulis karena selalu memberikan bimbingan dan juga nasehat yang sangat berarti bagi penulis selama ini.

Kepada bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc dan ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Biologi, serta bapak dan ibu para staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting, Bang Erwin, Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto selaku pegawai dan analis serta laboran di laboratorium Dept. Biologi FMIPA USU yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tuti dan bapak Ir sebagai staf di PTPN II yang telah banyak membantu Penulis serta kepada staf-staf di PTPN II yang begitu baik dan ramah serta telah banyak memberi bantuan kepada Penulis selama dalam Penelitian ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada Ayahandaku (Khairul) dan Ibundaku tercinta (Tuti Herawaty) yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan baik materil maupun moral serta cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar kepada penulis, serta Adik-adikku tersayang (M. Kodri, Rahwani Ulfa, dan Fachrul Rizal), dan tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih untuk Alm. Atok dan juga Nenekku tersayang (H. M. Helmi dan Hj. Syamsiah) yang telah menyayangi dan selalu memberikan dukungan kepada penulis serta seluruh keluarga besarku (wak Welly, wak Pendi, om Ucok, wak Serik, buk Ijon, buk Riny, sepupuku Yahdin, Pika, Bedi) atas doa dan dukungannya selama ini.

(6)

2005 (Putri ajay, Diana, Vivi, Dahin, Juned) dan lainnya, serta kakak dan abang stambuk 2003 (kak Maini, kak Yuni, bang Edu) dan adik-adik stambuk 2006 (Rivo, Umri, Yanti) dan lainnya yang telah memberikan dukungannya kepada penulis. Serta dukungannya semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.

(7)

ABSTRAK

Penelitian Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah untuk Memantau Kualitas Tanah secara Biologis Pada Areal PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2009.

Pengambilan Sampel dilakukan pada 3 lokasi yaitu Lokasi 1 tanaman tembakau, lokasi 2 tanaman tebu dan lokasi 3 semak. Setiap lokasi ditentukan sebanyak 15 kali Ulangan (plot sampling) dengan metode Purposive Random Sampling. Pada masing-masing Lokasi digunakan 2 metode yaitu metode Pit Fall Trap dan metode Kuadrat. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Sistematika Hewan FMIPA USU.

Dari hasil penelitian didapatkan 5 Kelas, 12 Ordo, 15 Famili dan 18 Genus.

Kepadatan populasi dan kepadatan relatif tertinggi dari genus Irydomyrmex dengan jumlah individu 126,80 ind/m2 dan 50,96% dan nilai frekuensi kehadiran tertinggi yaitu dari genus Gryllus 1 dengan nilai 93,33% didapatkan pada lokasi II (tanaman Tebu).

(8)

ABSTRACT

The research of Community Composition of Soil Macrofauna To Observe Of Soil Quality Biological In PTPN II Sampali Area In District Percut Sei Tuan has been done on February until March 2009.

The Research location was did in three location, the first location was tobacco area, second location was sugarcane area, and third location was underbrush. Each location used fifteen sampling plots or repeat plots by purposive random sampling method, In each location used two methods by settled up Pit fall Trap and Quadratic methods. Sample was identified in Laboratory of Animal Systematic Faculty Mathematics and Science, University of North Sumatera.

Based on the research has been done get 5 classes, 12 ordos, 15 families, and 18 generas. The highest density of soil macrofauna and the highest relative density of soil macrofauna was from genera Irydomyrmex that 126,80 individu/m2 and 50,96% and the highest present frequency was 93,33% from genera Gryllus 1 that found in second location (sugarcane area).

(9)

DAFTAR ISI

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Klasifikasi 4

A. Tanaman Tembakau 4

a.1 Klasifikasi 4

a.2 Morfologi Tanaman Tembakau 4

a.3 Ekologi Tanaman Tembakau 5

a.4 Manfaat/Kegunaan Tanaman Tembakau 6

B. Tanaman Tebu 6

b.1 Klasifikasi 6

b.2 Morfologi Tanaman Tebu 6

b.3 Ekologi Tanaman Tebu 7

2.2 Fauna Tanah 7

2.3 Perananan Fauna Tanah 9

2.4 Ekologi Fauna Tanah 11

Bab 3 Bahan dan Metoda 14

3.1 Deskripsi Area 14

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 14

3.2.1 Vegetasi 15

3.2.2 Fauna 16

3.3 Alat dan Bahan 16

3.4 Metoda Penelitian 16

3.5 Cara Kerja 16

(10)

3.5.1.3 Identifikasi Spesies Makrofauna Tanah 17 3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah 18

3.7 Analisa data 19

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 21

4.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian 21 4.2 Kepadatan (individu/m2) Makrofauna Tanah 22

4.3 Faktor Fisik Kimia Pada Masing-masing Lokasi PTPN

II Sampali

23

4.4 Frekuensi Kehadiran Masing-Masing Genus Makrofauna Tanah

pada Lokasi Penelitian 24

4.5 Komposisi Genus Makrofauna Tanah pada Masing-masing

Lokasi Penelitian 26

4.6 Kepadatan Relatif (KR%)>10% dan Frekuensi Kehadiran (FK%)>25% yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitan 28

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 30

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

(11)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 4.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Tiga Lokasi

Penelitian 21

Tabel 4.2 Nilai Kepadatan (individu/m2

22 ) dan Kepadatan Relatif (%)

Makrofauna Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

Tabel 4.3 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah pada Masing-masing Lokasi

PTPN II Tembakau Deli Sampali 24

Tabel 4.4 Frekuensi Kehadiran Masing-masing Genus Makrofauna Tanah

pada Petak Penelitian 25

Tabel 4.5 Urutan Komposisi Masing-Masing Makrofauna Tanah pada

Setiap Lokasi Penelitian 26

Tabel 4.6 Nilai KR(%) ≥10% dan FK(%) ≥25 % Makrofauna Tanah yang

(12)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar a.2 Morfologi Tanaman Tembakau 5

Gambar b.2 Morfologi Tanaman Tembakau 7

Gambar 3.1 Foto Lokasi Areal Tembakau 14

Gambar 3.2 Foto Lokasi Areal Tebu 15

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran A. Peta Lokasi Penelitian 35

Lampiran B. Pengambilan Sampel Hewan Tanah dengan Metode Pit Fall

Trap dan Kuadrat dalam Garis Transek 36 Lampiran C. Foto Pengambilan Sampel Hewan Tanah dan Foto Alat -

alat yang Digunakan 37

Lampiran D. Foto-foto Sampel yang Didapatkan pada Lokasi Penelitian 38 Lampiran E. Perhitungan Jumlah Individu yang Didapatkan pada

Masing-masing Lokasi Penelitian dan Metoda Penelitian 41 Lampiran F. Contoh Perhitungan Sampel Makrofauna Tanah yang Telah

(14)

ABSTRAK

Penelitian Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah untuk Memantau Kualitas Tanah secara Biologis Pada Areal PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2009.

Pengambilan Sampel dilakukan pada 3 lokasi yaitu Lokasi 1 tanaman tembakau, lokasi 2 tanaman tebu dan lokasi 3 semak. Setiap lokasi ditentukan sebanyak 15 kali Ulangan (plot sampling) dengan metode Purposive Random Sampling. Pada masing-masing Lokasi digunakan 2 metode yaitu metode Pit Fall Trap dan metode Kuadrat. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Sistematika Hewan FMIPA USU.

Dari hasil penelitian didapatkan 5 Kelas, 12 Ordo, 15 Famili dan 18 Genus.

Kepadatan populasi dan kepadatan relatif tertinggi dari genus Irydomyrmex dengan jumlah individu 126,80 ind/m2 dan 50,96% dan nilai frekuensi kehadiran tertinggi yaitu dari genus Gryllus 1 dengan nilai 93,33% didapatkan pada lokasi II (tanaman Tebu).

(15)

ABSTRACT

The research of Community Composition of Soil Macrofauna To Observe Of Soil Quality Biological In PTPN II Sampali Area In District Percut Sei Tuan has been done on February until March 2009.

The Research location was did in three location, the first location was tobacco area, second location was sugarcane area, and third location was underbrush. Each location used fifteen sampling plots or repeat plots by purposive random sampling method, In each location used two methods by settled up Pit fall Trap and Quadratic methods. Sample was identified in Laboratory of Animal Systematic Faculty Mathematics and Science, University of North Sumatera.

Based on the research has been done get 5 classes, 12 ordos, 15 families, and 18 generas. The highest density of soil macrofauna and the highest relative density of soil macrofauna was from genera Irydomyrmex that 126,80 individu/m2 and 50,96% and the highest present frequency was 93,33% from genera Gryllus 1 that found in second location (sugarcane area).

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman tembakau yang ditanam PTPN II Sampali terkenal dengan nama tembakau Deli yang memiliki kualitas, rasa dan aroma khas yang sudah terkenal dan bahkan terbaik di dunia. Tembakau jenis ini ditanam dan dihasilkan dari areal perkebunan PTPN II yang terletak di wilayah Kabupaten Deli Serdang, yaitu Kebun Kwala Bingei, Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Klambir Lima, Helvetia, Sampali, Bandar Klippa, Saentis, dan Batang Kwis (http://www.bpk.go.id/doc/pdf).

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II Sampali dalam menjalankan usahanya lebih memfokuskan menanam 2 jenis tanaman perkebunan secara bergiliran dengan sistem rotasi, yaitu tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum L.) dan tebu (Saccharum officinarum L.) ditanam pada areal seluas ± 2500 ha yang terdiri atas 2 afdeling, masing-masing afdeling terdiri dari 2 kongsi, dimana dalam 1 kongsi terdiri dari 25-30 ladang dengan luas satu ladang sekitar 0,8 ha (PTPN II, 2008).

(17)

Menurut (Wallwork, 1970) fauna tanah dalam melakukan aktivitas hidupnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, baik faktor abiotik maupun biotik dimana dia berada (hidup), seperti kondisi-kondisi fisik, kimia, biotis, dan ketersediaan makanannya, serta cara pengelolaan tanah yang secara umum dapat mempengaruhi populasi fauna tanah, baik kahadiran, penyebaran, kelimpahan maupun keanekaragaman spesiesnya. Perbedaan pengelolaan dan penggunaan lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah (Crossley et al., 1992; Paoletti et al., 1992; Pankhurst, 1994) dalam (Maftu’ah et al 2005). Selanjutnya dijelaskan bahwa keberadaan fauna tanah pada suatu areal dapat digunakan sebagai bioindikator tentang kualitas tanah secara biologi.

Fauna tanah memegang peranan penting dalam ekosistem tanah, karena proses dekomposisi material organik dalam tanah ikut ditentukan oleh adanya makrofauna tanah di habitat tersebut sehingga bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman & Brady, 1982). Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994).

(18)

1.2Permasalahan

Adanya pengelolaan lahan perkebunan tembakau dan tebu PTPN II dengan sistem penanaman secara bergilir atau rotasi akan memberi pengaruh terhadap keberadaan dan komposisi komunitas makrofauna tanah serta kualitas tanahnya secara biologis.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan jenis dan komposisi komunitas makrofauna tanah untuk memantau kualitas tanah secara biologis pada areal perkebunan tembakau deli dan tebu PTPN II Sampali.

1.4Hipotesis

Terdapat perbedaan jenis komposisi komunitas makrofauna tanah pada areal tanaman tembakau dan tebu yang dapat digunakan untuk memantau kualitas tanah secara biologis pada areal perkebunan tembakau deli dan tebu PTPN II Sampali.

1.5Manfaat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

A. Tanaman Tembakau a.1. Klasifikasi

Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi menurut Steenis (2005) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana tabacum L.

a.2. Morfologi Tanaman Tembakau

(20)

Gambar a.2 Morfologi tanaman tembakau

a.3. Ekologi Tanaman Tembakau

Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika. Asal mula tembakau liar tidak diketahui dengan pasti karena tanaman ini sangat tua dan telah dibudidayakan berabad-abad lamanya. Penggunaan tembakau berasal dari bangsa Indian, berkaitan dengan upacara-upacara keagamaan mereka. Tanaman tembakau telah menyebar ke seluruh Amerika Utara sebelum masa kedatangan orang kulit putih. Columbus yang pertama kali mengetahui penggunaan tembakau ini dari orang-orang Indian (Matnawi, 1997)

Tembakau merupakan salah satu komuditas pertanian andalan yang dapat memberikan kesempatan kerja, memberikan penghasilan bagi masyarakat serta menunjang pembangunan nasional berupa pajak dan devisa negara (Cahyono, 1998).

(21)

a.4. Manfaat / Kegunaan Tanaman Tembakau

Dalam dunia pertanian tanaman tembakau tergolong tanaman perkebunan, tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan (Cahyono, 1998). Selanjutya dijelaskan bahwa tembakau dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pembuatan rokok. Selain digunakan untuk bahan baku rokok, tembakau juga dimanfaatkan orang sebagai kunyahan, terutama untuk kalangan ibu-ibu di pedesaan. Untuk tembakau cerutu, tembakau yang digunakan dari jenis tembakau cerutu, seperti tembakau deli, tembakau besuki dan tembakau vorstenland. Beberapa macam alkoloida dalam daun tembakau yang memberikan rasa nikmat pemakainya adalah nikotin, nikotirin, anabasin dan myosmin.

B. Tanaman Tebu b.1. Klasifikasi

Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi menurut Steenis (2005) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum Officanarum L.

b.2. Morfologi Tanaman Tebu

(22)

Gambar b.2 Morfologi tanaman tebu b.3. Ekologi Tanaman Tebu

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan ba jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pula mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air

Tebu cocok pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon) hitam, tebu kasur, POJ 100, POJ 2364, EK 28, POJ 2878. (http://www.IPTEKnet.com).

2.2 Fauna Tanah

(23)

dalam tanah, serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan lingkungan tanah (Wallwork, 1970). Selanjutnya Suin (1997) mengatakan bahwa kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beraneka ragam jenisnya, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, Hingga Vertebrata kecil.

Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack, 1998). Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta, moluska dan annelida (Wood, 1989).

Biomasa cacing tanah telah diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH, keberadaan horison organik, kelembaban tanah dan kualitas humus. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi bahan organik (Anderson, 1994).

Selanjutnya dijelaskan bahwa fauna tanah pada habitatnya dari waktu ke waktu senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya. Wallwork (1970) mengelompokkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuh sebagai berikut:

1) Mikrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 20-200 mikron

2) Mesofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 200 mikron sampai 1 sentimeter

3) Makrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh lebih dari 1 sentimeter.

(24)

makannya. Berdasarkan kehadirannya hewan tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik, dan permanen. Berdasarkan habitatnya hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon (hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan dipermukaan tanah), hemiedafon (hidup pada lapisan organik tanah) dan euedafon (hidup pada tanah lapisan mineral). Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora, dan predator (Suin, 1997).

2.3 Peranan Fauna Tanah

Peranan fauna tanah adalah untuk mengubah bahan organik, baik yang masih segar maupun setengah segar atau sedang melapuk, sehingga menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman dan Brady, 1982). Selanjutnya Suin (1997) mengatakan bahwa fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos tanah sedemikian rupa sehingga pengudaraan tanah menjadi lebih baik, disamping itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati.

Menurut (Arief, 2001 dalam Rahmawaty, 2004) beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah.

(25)

Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan fauna tanah sebesar 20%-50%. Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :

1) Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktivitas bakteri dan jamur,

2) Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa, dan sejenis lignin,

3) Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,

4) Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,

5) Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah (Barness, 1997).

Meskipun fauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari fauna tanah sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, fauna tanah sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu, daun dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Fauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk di dekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2001), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan tropika diperkirakan dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, cacing dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.

(26)

Serangga pemakan bahan organik yang membusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk yang menjadi zat-zat-zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan sering kali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil eksresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror et al., 1992). Wallwork (1970), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.

2.4 Ekologi Fauna Tanah

Menurut hasil penelitian (Suhardjono dkk, 1997 dalam Rahmawaty, 2004) keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk. (1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh (Mercianto dkk, 1997 dalam Rahmawaty, 2004) diketahui bahwa pada keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae).

Adianto (1993) menjelaskan bahwa tingginya kepadatan dan frekuensi kehadiran fauna tanah, diantaranya makrofauna tanah pada suatu biotop menunjukkan bahwa tanah tersebut boleh dikatakan subur dan baik digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Selanjutnya Arlen (1997) menyatakan bahwa apabila didapatkan cacing tanah yang bersifat karakteristik, yaitu yang memiliki nilai KR>10% dan FK>15% pada suatu areal dapat digunakan sebagai petunjuk secara biologis bahwa tingkat kesuburan tanahnya baik.

(27)

jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.

Populasi hewan tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana hewan itu berada. Hewan tanah bereaksi cepat terhadap perubahan lingkungan, baik yang datang dari tanah, faktor iklim dan pengelolaan tanah sesuai kemampuan mempertahankan dirinya. Lingkungan yang disebut disini adalah totalitas dari kondisi-kondisi fisik-kimia-biotis dan makanan yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi populasi hewan tanah (Adianto, 1993, dan Satchell, 1955 dalam Arlen 1984). Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap populasi hewan tanah adalah: kelembaban, suhu (temperatur), pH tanah, bahan oraganik tanah, vegetasi dan fauna yang hidup di sana sebagai berikut:

1) Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah sangat erat hubungannya dengan populasi hewan tanah, karena tubuh hewan tanah mengandung air, oleh karena itu kondisi tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh hewan tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar bagi kelulusan hidupnya (Lee, 1985).

2) Suhu (temperatur) tanah

Kehidupan hewan tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan hewan tanah. Disamping itu suhu tanah pada umumnya juga mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme hewan tanah. Tiap spesies hewan tanah memiliki kisaran suhu optimum (Odum, 1996).

(28)

atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997), Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari ang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.

3) pH tanah

Keasaman (pH) tanah sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan hewan tanah, karena hewan tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, sehingga pH tanah merupakan salah satu faktor pembatas. Namun demikian toleransi hewan tanah terhadap pH umumnya bervariasi untuk setiap spesies (Edward & Lofty, 1977). Selanjutnya Suin (1997), menyatakan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis fauna tanah yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut golongan indifferen atau netrofil.

4) Kadar Organik

(29)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Deskripsi Area

Secara administratif PTPN II Tembakau Deli terletak di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, memiliki luas ± 2500 Ha yang terdiri dari beberapa tanaman perkebunan yaitu tembakau dan tebu serta kawasan perumahan penduduk.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lokasi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II Sampali, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, yaitu pada areal tembakau dan tebu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009.

A.Lokasi 1 (Ladang 25)

(30)

B. Lokasi 2 (Ladang 2)

Merupakan lahan penanamam tebu yang berumur ± 20 hari, terletak pada titik koordinat 03º 38’ 05,45” LU, 98º 43’ 56,01” BT (Gambar 3.2)

Gambar 3.2 Foto lokasi areal tebu

C.Lokasi 3 (Ladang 23)

Merupakan lahan tembakau yang terdapat banyak semak (kontrol) terletak pada titik koordinat 03º 38’ 13,72” LU, 98º 43’ 59,12” BT (Gambar 3.3)

Gambar 3.3 Foto lokasi areal semak

3.2.1 Vegetasi

(31)

3.2.2 Fauna

Di PTPN II Tembakau Deli terdapat populasi fauna diantaranya Bos sp, Ardea cinerea, Passer montanus, Egreta sp, Picnunotus sp, Nectar sp, Ichinura sp, ordo Lepidoptera dan ordo Odonata.

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kamera digital, kompas, sekop, cangkul, parang, soil tester, soil termometer, GPS (Global Position System), ember plastik (volume 2,5 liter), kantong plastik, terpal transparan, pinset, spidol permanent, buku catatan, buku identifikasi, pensil, meteran. Sedangkan bahan yang digunakan adalah : formalin 4 %, alkohol 70 %, dan deterjen.

3.4 Metoda Penelitian

Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metoda ”Purposive Random Sampling” di areal Perkebunan tembakau Deli, yaitu secara acak pada 3 lokasi yang berbeda yaitu tanaman tembakau berumur ± 2 bulan (lokasi 1), tanaman tebu berumur ± 20 hari (lokasi 2), dan tanaman tembakau yang terdapat banyak semak sebagai kontrol (lokasi 3). Sedangkan pengambilan sampel makrofauna tanah dilakukan dengan metoda Kuadarat dan metoda Hand Sorting serta metoda Pit Fall Trap, tiap-tiap lokasi diambil 15 titik sebagai ulangan.

3.5 Cara Kerja

(32)

yang telah ditentukan ditempatkan dan ditanam ember plastik berdiameter permukaan ± 16 cm, dimana bagian permukaan ember tersebut sejajar dengan permukaan tanah, dengan jarak antara Pit Fall Trap yang satu dengan lainnya paling dekat 10 m. Kemudian masing-masing ember diisi dengan larutan formalin 4% sebanyak ± 400 ml dan ditambah sedikit larutan detergen sebagai perangkap jebak. Perangkap jebak ini dibiarkan selama 24 jam, yaitu dipasang jam 06.00 WIB dan diambil besok jam 06.00 pagi, kemudian makrofauna tanah yang terperangkap dimasukkan kedalam botol sampel. Selanjutnya semua sampel makrofauna tanah yang didapatkan di bawa ke Laboratorium Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA USU untuk diidentifikasi.

3.5.1.2. Metode Kuadrat dan Hand Sorting

Sampel makrofauna tanah pada masing-masing titik sampling diambil sebanyak 15 plot yang berukuran 30 x 30 cm2 dengan jarak antara setiap kuadrat paling dekat 10 m. Tanah dari tiap kuadrat diambil dengan kedalaman 30 cm dan tanahnya dimasukkan ke dalam karung (goni plastik). Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00 Wib. Selanjutnya makrofauna tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. makrofauna tanah yang didapat dikumpulkan dan dibersihkan dengan air serta dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan formalin 4% dan alkohol 70% selanjutnya dibawa ke Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi FMIPA USU Medan untuk diidentifikasi.

3.5.1.3 Identifikasi Spesies Makrofauna Tanah

(33)

3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Tanah pada masing-masing plot kuadrat diukur kelembaban relatif, suhu, kadar air, dan kadar organik tanah. Pengukuran kelembaban relatif, pH dan suhu tanah dilakukan sebelum tanah diambil dari kuadrat tersebut. Kelembaban relatif dan pH tanah diukur dengan menggunakan “Soil Tester” dan suhu tanah diukur pada kedalaman 10 cm dengan menggunakan “Soil Thermometer”.

Pengukuran kadar air dan kadar organik tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU. Tanah yang telah disortir makrofauna tanah dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan tanah lainnya yang masih ada, kemudian diaduk-aduk sampai rata dan diambil 20 gram tanah untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam sehingga beratnya konstan dan ditentukan kadar air tanahnya dengan rumus sebagai berikut :

A - B

Kadar air tanah (%) = x 100% A

Keterangan: A = Berat basah tanah

B = Berat konstan tanah (Wilde, 1972 dalam Adianto, 1993)

Selanjutnya diambil sebanyak 0,5 gram tanah kering udara di masukkann kedalam erlenmeyer 500cc, lalu ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 0,1 N, lalu diguncang

dengan tangan setelah itu ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian guncang 3-4

menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit. Tambahkan 100ml air suling dan 5 ml H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian tambahkan 5 tetes diphenilamine, guncang,

larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Titrasikan dengan Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N

dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Lakukan kembali prosedur diatas dari No 2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk Blanko. Dengan menggunakan rumus dibawah ini:

(34)

Dimana : T = Volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 S = Volume titrasi Fe(NH

0,5 N dengan tanah

mampu mengoksidasi 0,003 gram C. Organik

BCT = Berat Contoh Tanah.

(Muklis, 2007)

3.7 Analisis Data

Jenis makrofauna tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan dihitung nilai: Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran (konstansi), Distribusi dengan tujuan agar diketahui keberadaan jenis dan komposisi komunitas makrofauna tanah dengan menggunakan rumus menurut Wallwork (1976) dan Krebs (1985) sebagai berikut :

a. Kepadatan populasi

Jml. individu suatu jenis

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

Jml. plot sampel yang ditempati suatu jenis

= X 100 %

Jml. total unit sampel

(35)

0-25% = frekuensi kehadiran sangat jarang 25-50% = frekuensi kehadiran jarang 50%-75% = frekuensi kehadiran sering

>75% = frekuensi kehadiran sangat sering (Suin,1998)

d. Komposisi Komunitas

Komposisi komunitas ditentukan dengan cara mengurutkan nilai kepadatan relatif tertinggi hingga yang terendah.

e. Indikator Biotik

(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada areal PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan di dapatkan 18 genus makrofauna tanah yang termasuk ke dalam 5 kelas, 12 ordo, dan 15 famili, seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Tiga Lokasi Penelitian

Kelas Ordo Family Genus Nama Daerah

Scolopendromorpha Scolopenridae Scolopendra Lipan - - +

3. Diplopoda Julida Julidae Julus Kaki seribu - - +

4. Gastropoda Pulmonata Helicidae Helix Keong tanah + - +

Neotaenioglossa Pomatiopsidae Pomatiopsis Keong tanah + - -

Stylommatophora Helicodiscidae Helicodiscus Keong tanah - - +

5. Insekta Blattaria Blattellidae Parcoblatta Kecuak kayu + + +

Keterangan: Lokasi I = lahan ditanam tembakau; lokasi II = lahan ditanam tebu; lokasi III = lahan semak; + = ditemukan; - = tidak ditemukan.

(37)

ditemukan pada Lokasi III disebabkan karena pada lokasi ini memiliki lebih beragamnya jenis vegetasi dasar sebagai habitat dalam melangsungkan dan memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan (John et al., 2001) bahwa jenis makrofauna tanah pada umumnya lebih banyak didapatkan pada arel semak, bila dibandingkan areal perladangan dan perkebunan yang terdapat disekitarnya. Selanjutnya (Suin, 1982) menyatakan bahwa pada tanah yang vegetasi dasarnya rapat, fauna tanah akan banyak ditemukan, karena fisik tanah lebih baik dan sumber makanan yang banyak.

4.2 Kepadatan (individu/m2) Makrofauna Tanah

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan terhadap jumlah individu makrofauna tanah pada areal PTPN II Sampali didapatkan nilai kepadatan antar lokasi yang cukup bervariasi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2. Nilai Kepadatan (individu/m2) dan Kepadatan Relatif (%) Makrofauna Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

(38)

Dari Tabel 4.2 terlihat nilai kepadatan total jenis tertinggi didapatkan pada lokasi II dengan nilai 248,84 individu/m2, kemudian diikuti kepadatan total jenis pada lokasi I yaitu 123,54 individu/m2 dan selanjutnya diikuti kepadatan total jenis pada lokasi III dengan nilai 122,24 individu/m2. Tingginya nilai total kepadatan individu makrofaua tanah yang terdapat pada lokasi II, walaupun dengan jumlah jenis paling sedikit (10 genus) disebabkan adanya jenis (genus) makrofauna yang mendominasi, yaitu yang memiliki jumlah individu lebih banyak bila dibandingkan dengan yang terdapat pada lokasi I dan 3, seperti dari genus Irydomyrmex (126,80 individu/m2), Parcoblatta (26,54 individu/m2), dan Gryllus 1 (72,98 individu/m2

). Adanya jenis yang mendominasi disebabkan kondisi lingkungan, baik faktor fisik-kimia lingkungan (Tabel 4.3), maupun ketersediaan bahan makanan berupa sisa-sisa bongkol-bongko l tebu yang mengandung glukosa dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakannya dengan baik.

Jumar (2000, hlm: 92) menyatakan bahwa faktor fisik seperti (suhu, kelembaban, pH, dan kadar air) yang sesuai dapat mendukung keberadaan dan populasi serangga pada suatu areal. Selanjutnya (Adianto, 1993) menyatakan bahwa Irydomyrmex termasuk serangga tanah yang bersifat omnivora yaitu pemakan daging hewan-hewan lain yang telah mati, makan jamur, makan tanam-tanaman yang mati atau hidup, dan makan cairan tumbuh-tumbuhan yang mengandung glukosa. Menurut Borror et al. (1992, Hlm: 914) serangga dari famili Formicidae sebagian besar bersifat karnivora, yaitu makan daging hewan-hewan lain, baik yang masih hidup atau yang telah mati, dan beberapa jenis diantaranya ada yang memakan tanaman, jamur dan cairan tumbuh-tumbuhan, bakal madu, embun madu dan zat-zat yang mengandung glukosa.

4.3 Faktor Fisik-Kimia Tanah pada Masing-masing Lokasi PTPN II Sampali

(39)

Tabel 4.3 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah pada Masing-masing Lokasi PTPN II

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa faktor fisik-kimia tanah cukup bervariasi antar lokasi, namun perbedaan yang sangat mencolok didapatkan pada kadar organik tanah. Dimana kadar organik tanah yang paling tinggi didapatkan pada lokasi II dari pada lokasi I dan 3. Hal ini disebabkan lokasi II merupakan areal tanaman tebu, dimana areal ini merupakan areal bekas penghutanan lahan (semak), dimana tentunya areal ini banyak mengandung bahan-bahan organik dari sisa-sisa tumbuhan dan organisme yang telah mati dan membusuk membentuk materi organik bagi tanah.

Dari Tabel 4.3 juga terlihat kondisi kelembaban tanah antar ketiga lokasi memiliki nilai kisaran yang cukup berbeda, kisaran yang paling tinggi didapatkan pada lokasi III (56-68), hal ini disebabkan lokasi ini ditutupi dengan rapat oleh vegetasi (semak), sehingga areal ini lebih terlindung dari sinar matahari langsung, disamping itu juga menyebabkan areal ini dapat meresap air dengan baik karena adanya vegetasi yang dapat menyimpan air tanah, keadaan ini sejalan dan terlihat pada kondisi kadar air tanah yang cukup tinggi, suhu tanah relatif rendah, dan pH tanahnyajuga relatif rendah. Kondisi kelembaban yang paling rendah didapatkan pada lokasi II (56-62), hal ini disebabkan lokasi ini lebih terbuka dari tutupan vegetasi (tebu), sehingga meyebabkan intensitas cahaya matahari dapat langsung sampai kepermukaan tanah, keadaan ini sejalan dengan kondisi kadar air yang relatif rendah, dan suhu relatif tinggi.

(40)

aksidental (sangat jarang) bila konstansinya 0-25%, jenis assesoris (jarang) bila konstansinya 25-50%, jenis konstan (sering) bila konstansinya 50-75% dan jenis absolut (sangat sering) bila konstansinya lebih dari 75% (Suin, 1997).

Frekuensi kehadiran masing-masing genus makrofauna tanah pada lokasi penelitian didapatkan cukup bervariasi, seperti terlihat pada Tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4 Frekuensi Kehadiran Masing-Masing Genus Makrofauna Tanah pada

Petak Penelitian

Ket : Fk = Frekuensi kehadiran; Ko = Konstansi; aksi = aksidental (0-25%); asse = assesoris (25-50%); kons = kostan (50-75%); abs = absolut ( ≥ 75%)

(41)

seringnya genus tersebut ditemukan pada lokasi ini menunjukkan bahwa daerah ini memiliki daya dukung yang baik bagi kehidupan dan keberadaannya, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh (Suin, 1997) dan (John, 1998) bahwa kondisi fisik dan ketersediaan makanan yang memiliki daya dukung bagi jenis fauna tanah, maka fauna tanah tersebut akan sering hingga sangat sering ditemukan di daerah tersebut.

4.5 Komposisi Genus Makrofauna Tanah pada Masing-masing Lokasi Penelitian

Komposisi genus makrofauna tanah pada masing-masing lokasi penelitian yang diperoleh berdasarkan pengurutan nilai kepadatan relatif dari nilai tertinggi sampai yang terendah didapatkan komposisi genus yang bervariasi (lihat Tabel 4.2), Keadaaan ini mungkin disebabkan adanya perbedaan kisaran toleransi masing-masing genus makrofauna tanah terhadap perbedaan kondisi fisik dan kimia tanah, serta keberadaan biotik di masing-masing lokasi penelitian. Komposisi fauna tanah pada setiap petak penelitian terlihat pada Tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.5 Urutan Komposisi Masing-Masing Makrofauna Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

(42)

sebagai hewan invertebrata dan bersifat poikiloterm pada umumnya memiliki kisaran toleransi yang sempit (eury) terhadap kondisi fisik-kimia lingkungan, sehingga daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda juga komposisi fauna tanahnya akan berbeda pula. Selanjutnya (Suin, 1988) dalam (John et al., 2001) menyatakan bahwa pada kondisi biotop yang berbeda, juga didapatkan komposisi fauna tanah yang berbeda pula, dan fauna tanah dalam tanah memegang peranan penting dalam proses siklus materi organik tanah.

(Borror et al., 1992) menyatakan bahwa serangga tanah berfungsi memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya. Selanjutnya (Wallwork, 1970), menegaskan bahwa fauna tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.

Dari Tabel 4.5 dapat juga dilihat bahwa komposisi dari cacing tanah menempati urutan paling rendah dimana cacing tanah berfungsi sebagai indikator biologis kesuburan tanah. Rendahnya komposisi cacing tanah pada masing-masing lokasi disebabkan rendahnya kadar organik pada areal perkebunan, yaitu di bawah rata-rata untuk kehidupan cacing tanah (dapat dilihat pada Tabel 4.5), sedangkan jumlah kadar organik yang dibutuhkan cacing tanah untuk berkembang biak dengan baik berkisar antara 8-12,5 % (John, 1998), sehingga cacing tanah sangat jarang terlihat pada lokasi penelitian ini (dapat dilihat pada Tabel 4.5). Hal ini juga disebabkan pengolahan tanah yang dilakukan secara rotasi pada areal, keadaan ini juga akan memberikan pengaruh baik secara langsung, maupun tidak langsung pada tanah, sehingga lapisan tanah menjadi padat yang menyebabkan jarangnya cacing tanah hidup pada areal kebun.

(43)

Dalam hal ini dapat dilihat secara biologis, areal PTPN II belum bisa dikatakan subur karena kehadiran dari cacing tanah yang sangat jarang sedangkan fungsi dari hewan ini begitu positif terhadap kesuburan tanah. Sesuai pernyataan (John, 1998) apabila ditemukan banyak populasi dan kepadatan cacing tanah di suatu areal maka dikatakan areal tersebut bisa dikatakan subur. Selanjutnya menurut (Edwards & Lofty, 1972) kepadatan populasi cacing tanah pada suatu habitat dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kesuburan tanah, sedangkan keanekaan spesiesnya yang hidup pada suatu habitat dapat digunakan sebagai indikator pH dari tanah tersebut.

4.6 Kepadatan Relatif (KR%)>10% dan Frekuensi Kehadiran (FK%)>25% yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan genus makrofauna tanah yang cukup bervariasi memiliki nilai KR(%) ≥10% dan FK(%) ≥25 % pada stiap lokasi penelitian, seperti yang terlihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6 Nilai KR(%) ≥10% dan FK(%) ≥25 % Makrofauna Tanah yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitan

No Genus Lokasi I Lokasi II Lokasi III

(44)

berkembang biak dengan baik. Dari ke 4 genus makrofaunan tanah yang bersifat karakteristik tersebut, semuanya termasuk ke dalam kelompok insekta.

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitiaan yang dilakukan terhadap “Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah untuk Memantau Kualitas Tanah Secara Biologis pada Areal Perkebunan PTPN II Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a) Didapatkan makrofauna tanah yang terdiri dari 5 kelas, 12 Ordo, 15 Famili dan 18 Genus.

b) Nilai kepadatan individu dan kepadatan relatif tertinggi yaitu dari genus Irydomyrmex didapatkan dengan nilai 126,80 individu/m2

c) Berdasarkan kepadatan, frekuensi kehadiran dan komposisi makrofauna tanah terutama dari jenis cacing tanah yang rendah, menunjukkan bahwa daerah ini ditinjau secara biologis termasuk kurang subur.

; dan 50,96% dan nilai frekuensi kehadiran tertinggi yaitu dari genus Gryllus 1 (kehadiran sangat sering) dengan nilai 93,33% didapatkan pada lokasi II (Tebu).

d) Ditemukan makrofauna tanah yang bersifat karakteristik pada areal PTPN II Sampali yaitu lokasi I didapatkan genus Gryllus 1., Gryllus 2., Gryllus 3., adalah karakteristik pada lokasi tanaman tembakau. Pada lokasi II didapatkan genus Irydomyrmex, Gryllus 1. adalah karakteristik pada lokasi tanaman tebu. Dan pada lokasi III didapatkan genus Irydomyrmex, Gryllus 1., Gryllus 3. adalah karakteristik pada lokasi semak.

5.2Saran

(46)

b) Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pengolahan lahan yang dikonversi terhadap hewan tanah.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adianto, 1993. Biologi Pertanian (Pupuk kandang, pupuk organik nabati, dan insektisida). Edisi ke-2. Bandung: Alumni-Anggota IKAPI.

Anderson J.M. 1994. Functional Attributes of Biodiversity in Landuse System: In D.J. Greenland and I. Szabolcs (eds). Oxon: Soil Resiliense and Sustainable Land Use, CAB International.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta: Kanisius. hal. 179

Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R.D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4 th. Edition. New York: John Wiley and Sons Inc. pp. 349-558

Borror, D.J., Triplehorn C.A., and Johnson N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan dari An Intoduction To The Study of Insect.

(Diterjemahkan oleh S. Partossoedjono). Edisi ke-6. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hal. 914

Buckman, H.O. and N.C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. (Diterjemahkan oleh Soegiman). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Cahyono, B. 1998. Tembakau, Budidaya & Analisis Usaha Tani. Jakarta: Kanisius.. hal. 5-14

Chung, A.Y.C., 1995. Common Lowland Rainforest Ants of Sabah, Sabah: Forestry Department

Dindall, D.L., 1990. Soil Biology Guide. New York, Chichester, Brisbane: John Willey and Sons

Edwards, C.H., and J.R. Lofty. 1977. Biology of Earthworm. London: Chapman and Hall. pp. 77-89

Hegner, R.W., and Engemann, J.G. 1968. Invertebrate Zoology. Second edition. United States of Amrica: Macmillan Publishing Co., Inc. Toronto. pp. 437-441 John, A.H. 1984. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Populasi Cacing

Tanah. Paper Sarjana Muda (Tidak Dipublikasikan). Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas Padang. hal. 3-8

(48)

Tanah Secara Biologis. Tesis Pasca Sarjana (S2

John, A.H, danBudimulya, M. 2001. “Kajian Keanekaragaman Makrofauna Tanah Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Yang Diberi Percobaan Pemupukan Dengan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”. (Laporan PenelitianNo. Urut 49, Tidak dipublikasikan). hal. 2-9, 22-33

) USU. Medan (Tidak Dipublikasikan). hal. 20-24.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. hal. 92

Lee, K.E. 1985. Earthworms, Their Acology and Relationship with Soil and Land Use. Australia: Academic Press. pp. 38-59

Maftu’ah E., Alwi M., dan Wilis M. 2005. Potensi Makrofauna Tanah Sebagai Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Vol 2 (1). hal. 3

Matnawi, H. 1997. Budidaya Tembakau Bawah Naungan. Yogyakarta. Kanisius. hal. 9

Michael, E.P. 1995. Ecology Methods for Field and Laboratory Investigations. New Delhi. Tata Mc Graw Hill Publishing Company Limited. pp. 136-139 Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Medan: USU Press. hal.109-111.

Rahmawaty. 2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit. e-USU Repository. Hlm. 3

Ruppert, E.E., and Barnes R.D. 1994. Invertebrate Zoology. Sixth Edition. United States of America: Saunders College Publishing. pp. 802,809-811,816

Russel, E.W. 1988. Soil Conditions and Plant Growth. Eleventh Edition. Edited by A. Wild. Longman Scientific & Technical, United States. New York: John Willey Sons.

Singh, S.P. 1980. An Introduction to Animal Ecology. India: Published by Rakesh K. Rastogi for Rastogi Publications, Meerut.

Steenis, C.G.G.J.Van. 2005. Flora. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. hal. 114-364. Subowo. 2008. Pemanfaatan Pupuk Hayati Cacing Tanah Untuk Meningkatkan

Efisiensi Pengelolaan Tanah Pertanian Lahan Kering. Peneliti BPTP SUMSEL (Jurnal Pembangunan Manusia). hal. 2-3

Suin, N.M. 1982. Cacing Tanah dari Biotop Hutan, Belukar dan Kebun di Kawasan Gambung – Jawa Barat. Tesis Pasca Sarjana (S2). ITB, Bandung (Tidak

(49)

...1988. Populasi Hewan Tanah Disekitar Pabrik Semen Serta Kemungkinannnya Bagi Pemantauan Kualitas Tanah. Disertasi (S3

...1997. Ekologi Hewan Tanah. Cetakan pertama. Jakarta: Bumi Aksara.. hal. 24-26

) ITB-Bandung (tidak dipublikasikan). hal. 131-134.

...2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas Padang Press. hal. 174-176

...2003. Ekologi Populasi. Cet.1. Padang: Universitas Andalas Padang Press. hal. 3

Sutedjo, M.M. A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroadmodjo. 1996. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: PT. Rineka Cipta. hal. 447

Tarumingkeng, R.C. 2001. Serangga dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Artikel Online. Sumber: www.tumoutow.net/Serangga_Lingk.htm diunduh tanggal 20 Maret 2008. hal. 1-5

Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-13. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal. 125.

Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animal. London: Mc.Graw Hill Book Company. pp. 58-74

(50)
(51)

Lampiran B. Pengambilan Sampel Hewan Tanah dengan Metode Pit Fall Trap dan Kuadrat dalam Garis Transek

Keterangan:

(52)

Lampiran C. Foto Pengambilan Sampel Hewan Tanah dan Foto Alat-alat yang Digunakan

1. Metode Pit Fall Trap 2. Metode Kuadrat

3. Alat Yang Digunakan Untuk Pengukuran Faktor Fisik Kimia

(53)

Lampiran D. Foto-foto Sampel yang Didapatkan pada Lokasi Penelitian

Drawida grandis Forficula auricularia

Geophilus sp Gryllotalpa gryllotalpa

(54)

Helix sp Irydomyrmex sp

Julus sp Megascolex cempii

Parcoblatta sp Pheretima posthuma

(55)
(56)

Lampiran E. Perhitungan Jumlah Individu yang didapatkan pada masing-masing lokasi penelitian dan Metoda Penelitian

1. Lokasi I (Tanaman Tembakau)

Metoda (Pit Fall Trap)

No Jenis Ulangan (Plot Sampling) Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Ulangan (Plot Sampling) ke

(57)

Lokasi II (Tanaman Tebu) Metoda Pit Fall Trap

No

Jenis

Ulangan (Plot Sampling)

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Gryllus bimaculatus 1 1 2

2 Irydomyrmex sp 4 1 5 4 4 4 9 6 6 2 4 8 11 7 1 76

3 Parcoblatta sp 2 1 1 1 2 1 3 1 1 1 2 16

4 Gryllus sp 4 2 2 4 4 2 5 2 4 2 3 4 4 2 44

5 Gryllus sp 3 1 1 1 1 1 5

6 Geophilus sp 1 1

Jumlah 144

Metoda Kuadrat

No Jenis Ulangan (Plot Sampling) Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Irydomyrmex sp 1 1 2

2 Geophilus sp 1 1 2

3 Pontoscolex corethrurus 3 2 7 1 1 14

4 Megascolex cempii 1 1 1 1 1 5

5 Pheretima posthuma 1 1

6 Drawida grandis 1 2 3

(58)

Lokasi III (Semak)

Metoda Pit Fall Trap

No Jenis

Ulangan (Plot Sampling)

(59)

Lampiran F. Contoh Perhitungan Sampel Makrofauna Tanah yang Telah

- Menghitung K spesies

K

= Jlh Spesies Pada Plot/Ulangan : Plot/Ulangan x Luas Areal

- Menghitung FK = Jlh plot yang ditempati suatu spesies : total plot x 100% = 12 : 30 x 100%

= 80%

Gambar

Gambar a.2  Morfologi tanaman tembakau
Gambar b.2  Morfologi tanaman tebu
Gambar 3.1 Foto lokasi areal tembakau
Gambar 3.2 Foto lokasi areal tebu
+6

Referensi

Dokumen terkait