PENGOMPOSAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI UPAYA
MENGATASI PENCURIAN HUMUS DI TAMAN HUTAN
RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Oleh:
MALRIZKY FACHMY 111201006/BUDIDAYA HUTAN
PRORGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGOMPOSAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI UPAYA
MENGATASI PENCURIAN HUMUS DI TAMAN HUTAN
RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Oleh:
MALRIZKY FACHMY 111201006/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
PRORGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pengomposan Limbah Pertanian Sebagai Upaya Mengatasi
Pencurian Humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Kabupaten Karo
Nama : Malrizky Fachmy
NIM : 111201006
Program Studi : Kehutanan
Minat : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo, SP. MP
Ketua Anggota
Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc
Mengetahui,
Ketua Program Studi Siti Latifah, S.Hut. M.Si. Ph.D
ABSTRACK
MALRIZKY FACHMY: Composting on agricultural waste as an effort to overcome theft humus in the Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Guided by BUDI UTOMO and NURZAINAH GINTING.
Taman Hutan Raya avoid the problem of where humus stolen by farmers in a jungle that was a native Kabupaten Karo. The purpose of this research was to reduce and overcome theft humus in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. The study was done in September-December 2014 in the village Dolat Rayat Kabupaten Karo using several treatment. This research using three treatment and three remedial. The treatment was 1) the rumen treatment, 2) tempe, tape with kefir treatment, 3) mole fruit with vegetables, with the parameters that could be tested in temperature, the ratio of pH and C/N.
The result of research showed that the provisions of treatment of all parameters temperature and pH getting results did not affect real (Fhit 3.5<Ftabel 5.143) and (Fhit 0.05<Ftabel 5.143) while the treatment in all the provision of real results on parameters of ratio C/N (Fhit 47.89>Ftabel 5.143). the conclusions from the results of this research is treatment tempe, tape with kefir and treatment mole fruit with vegetable getting good results which is in form of temperature, pH and the ratio C/N.
ABSTRAK
MALRIZKY FACHMY: Pengomposan Limbah Pertanian Sebagai Upaya Mengatasi Pencurian Humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan NURZAINAH GINTING.
Taman Hutan Raya mengalami masalah dimana humus di dalam hutan di curi oleh petani yang merupakan penduduk asli Kabupaten Karo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengurangi dan mengatasi pencurian humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2014 di Desa Dolat Rayat Kabupaten Karo dengan menggunakan beberapa perlakuan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan 3 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan 1 yaitu rumen, perlakuan 2 tempe tape dengan kefir dan perlakuan 3 adalah mol buah dengan sayur, dengan parameter yang bisa di uji adalah temperature, pH dan C/N rasio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian semua perlakuan dari parameter temperature dan pH mendapatkan hasil tidak berpengaruh nyata (Fhit 3.5 < Ftabel 5.143) dan (Fhit 0.05 < Ftabel 5.143) sedangkan pada pemberian semua perlakuan pada parameter C/N rasio memberikan hasil Ftabel 5.143) dan (Fhit 0.05 < Ftabel 5.143) sedangkan pada pemberian semua perlakuan pada parameter C/N rasio memberikan hasil yang nyata (Fhit 47.89 > Ftabel 5.143). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan tempe tape dengan kefir dan perlakuan mol buah dengan sayur mendapatkan hasil yang baik yaitu berupa temperature, pH dan C/N rasio.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Pengomposan Limbah Pertanian Sebagai Upaya Mengatasi Pencurian Humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo”.
Sewaktu menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Budi Utomo, S.P., M.P dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku komisi pembimbing penulis yang telah banyak memberikan saran dan nasehat.
2. Bapak Luthfi Hakim, S.Hut., M.Si dan Bapak Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si selaku komisi penguji sidang meja hijau yang telah memberikan saran serta nasehat dalam penulisan skripsi ini.
3. Ayahanda tercinta Mirsal Aziz, S.Pd dan Alm. Ibunda Sri Maini tersayang yang telah memberikan segenap cinta dan kasih saying kepada penulis 4. Saudara-saudari penulis Rizky Azizy, Nanda Rizka Amk, Fashira Diny
dan Fikri Alif Aulia yang selalu memberikan semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Adinda Rizqi Putri Winanti, Sahabat-sahabat penulis Chaerul P Ginting, M. Zarkasyi Habiby, Jonny L Hutabarat yang telah membantu penulis dalam pelaksanaa penelitian hingga sampai penulisan skripsi ini.
6. Taman Hutan Raya Bukit Barisan dan Desa Dolat Rayat yang telah memberikan izin buat penulis untuk melakukan penelitian terutama bapak Kepala Desa Dolat Rayat beserta penduduk sekitar.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2015
DAFTAR ISI
Mikroorganisme decomposer ... 10
Rumen ... 12
Parameter Pengamatan ... 26
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Ciri utama pupuk organik ... 7
2. Unsur Anorganik ... 7
3. Pengaruh pemberian decomposer ... 29
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Limbah Pertanian ... 9
2. Rumen / Perut Sapi ... 15
3. Fermentasi Kefir... 16
4. Humus yang telah ditumpukkan... 22
ABSTRACK
MALRIZKY FACHMY: Composting on agricultural waste as an effort to overcome theft humus in the Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Guided by BUDI UTOMO and NURZAINAH GINTING.
Taman Hutan Raya avoid the problem of where humus stolen by farmers in a jungle that was a native Kabupaten Karo. The purpose of this research was to reduce and overcome theft humus in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. The study was done in September-December 2014 in the village Dolat Rayat Kabupaten Karo using several treatment. This research using three treatment and three remedial. The treatment was 1) the rumen treatment, 2) tempe, tape with kefir treatment, 3) mole fruit with vegetables, with the parameters that could be tested in temperature, the ratio of pH and C/N.
The result of research showed that the provisions of treatment of all parameters temperature and pH getting results did not affect real (Fhit 3.5<Ftabel 5.143) and (Fhit 0.05<Ftabel 5.143) while the treatment in all the provision of real results on parameters of ratio C/N (Fhit 47.89>Ftabel 5.143). the conclusions from the results of this research is treatment tempe, tape with kefir and treatment mole fruit with vegetable getting good results which is in form of temperature, pH and the ratio C/N.
ABSTRAK
MALRIZKY FACHMY: Pengomposan Limbah Pertanian Sebagai Upaya Mengatasi Pencurian Humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan NURZAINAH GINTING.
Taman Hutan Raya mengalami masalah dimana humus di dalam hutan di curi oleh petani yang merupakan penduduk asli Kabupaten Karo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengurangi dan mengatasi pencurian humus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2014 di Desa Dolat Rayat Kabupaten Karo dengan menggunakan beberapa perlakuan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan 3 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan 1 yaitu rumen, perlakuan 2 tempe tape dengan kefir dan perlakuan 3 adalah mol buah dengan sayur, dengan parameter yang bisa di uji adalah temperature, pH dan C/N rasio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian semua perlakuan dari parameter temperature dan pH mendapatkan hasil tidak berpengaruh nyata (Fhit 3.5 < Ftabel 5.143) dan (Fhit 0.05 < Ftabel 5.143) sedangkan pada pemberian semua perlakuan pada parameter C/N rasio memberikan hasil Ftabel 5.143) dan (Fhit 0.05 < Ftabel 5.143) sedangkan pada pemberian semua perlakuan pada parameter C/N rasio memberikan hasil yang nyata (Fhit 47.89 > Ftabel 5.143). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan tempe tape dengan kefir dan perlakuan mol buah dengan sayur mendapatkan hasil yang baik yaitu berupa temperature, pH dan C/N rasio.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang
ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun
1988 tanggal 19 Nopember 1988. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya
konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan
fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang
berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi denga luas seluruhnya
51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam
pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung
Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan
Lindung Sinabung.
Tahura memiliki beberapa permasalahan dengan masyarakat sekitar hutan.
Masyarakat sekitar hutan belakangan ini sering mengambil humus yang berada di
dalam kawasan hutan, karena masyarakat sekitar hutan yang kebanyakan adalah
petani pertanian mereka kekurangan pupuk kompos untuk tanaman pertanian
mereka, sehingga kebanyakan dari petani tersebut mengambil humus di sekitar
hutan. Petani mengambil humus di dalam hutan karena mereka tidak mampu
membeli pupuk kompos yang ada dipasaran dengan harga yang cukup tinggi dan
mereka tidak punya pilihan lain selain mengambil humus yang berada di dalam
hutan daerah kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan.
Petani yang merupakan penduduk sekitar kawasan Taman Hutan Raya
tidak tau mau mereka buang kemana sehingga limbah tersebut dibuang di dalam
ataupun di pinggiran jurang hutan. Jadi, limbah yang dibuang di dalam hutan tadi
akan coba dibuat pupuk kompos dengan menggunakan berbagai jenis decomposer
yang berisikan organisme local seperti rumen, tempe, tahu dengan kefir dan mol
buah dengan sayur.
Gambar 1. Limbah pertanian yang dibuang di pinggir jalan dan d jurang hutan
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk
daun). Pupuk terbagi atas pupuk anorganik dan organik. Pupuk organik antara lain
adalah kompos (Lingga dan Marsono, 2008).
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang
rendah (telah melapuk). Beberapa alasan pengomposan bahan organik antara lain
adalah sebagai berikut: (1) Ketidaktersedian pupuk kandang atau pupuk organik
lain pada saat diperlukan. Sementara bahan baku organik rutin dihasilkan dari
panen pertanian. Jadi pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan
organik sebelum dipergunakan sebagai pupuk, (2) Struktur bahan organik sangat
dalam tanah akan terjadi persaingan unsur N antara bakteri pengurai N dan
tanaman yang tumbuh diatasnya (immobilitasi N), selain itu tanah akan
terdispersi. Hal ini mungkin baik pada tanah-tanah yang mengandung liat tinggi,
tapi tidak demikian pada tanah-tanah berpasir, (3) Bila tanah cukup mengandung
udara dan air, peruraian bahan organik akan berlangsung cepat. Akibatnya jumlah
CO2 di dalam tanah akan meningkat dengan cepat, dan hal ini akan mengganggu
pertumbuhan tanaman, (4) Pada pembuatan kompos biji-biji gulma, benih, hama
dan penyakit bisa mati karena panas (Damanik, et al., 2010).
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam
padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut
kelapa (Nugroho, 2012). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) Pengomposan
pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu
mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri,
fungi, dan jasad renik lainnya.
Hasil dari pengomposan adalah pupuk yaitu pupuk organik dimana
fungsinya yang penting yaitu untuk menggemburkan lapisan tanah permukaan
(top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya
simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah
(Sutedjo, 2002). Menurut Sumekno (2006) Pupuk organik tidak meninggalkan
sisa asam anorganik di dalam tanah dan mempunyai kadar persenyawaan
C-organik yang tinggi. Pupuk C-organik kebanyakan tersedia di alam (terjadi secara
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis aktivator yang paling baik
dalam proses pembuatan kompos di Kabupaten Karo.
Hipotesis Penelitian
Pemberian perlakuan pada mol buah dengan sayur memberikan hasil yang
nyata pada pengomposan limbah pertanian di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Kabupaten Karo.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara dan diharapkan pula untuk mengurangi
pencurian humus di hutan (Taman Hutan Raya) dari masyarakat lokal Kabupaten
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk Tanaman
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun
non-organik (mineral). Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik maupun
anorganik, apabila ditambahkan ke dalam tanah atau tanaman maka dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Pemupukan adalah cara-cara atau metode serta
usaha-usaha yang dilakukan dalam pemberian pupuk atau unsur hara ke tanah atau
tanaman yang sesuai dan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang
normal (Madjid, et al., 2011).
Pemupukan
Pupuk adalah semua bahan yang mengandung unsur-unsur yang berfungsi
sebagai hara tanaman serta tidak mengandung unsur-unsur toksik yang dapat
memperburuk keadaan tanaman. Pengaruh kesuburan tanah berkaitan erat dengan
pemberian pupuk pada tanah tersebut, baik pupuk organik maupun pupuk
anorganik (Permana dan Hirasmawan, 2009).
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang telah habis terihap tanaman. Memupuk
tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan
tanah (Pitojo, 1995).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk
memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupu organik (seperti pupuk kandang pupuk kompos). Terdapat dua
kelompok pupuk anorganik berdsarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu
pupuk tunggal dan pupuk mejemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat
tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang
berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K)
(Lingga dan Marsono, 2008)
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan (dari senyawa anorganik) adalah
pupuk yang sengaja dibuat oleh manusia dalam pabrik dan mengandung unsur
hara tertentu dalam kadar tinggi. Pupuk anorganik digunakan untuk mengatasi
kekurangan mineral murni dari alam yang diperlukan tumbuhan untuk hidup
secara wajar pupuk anorganik dapat mengahasilkan bulir hijau dan yang
dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Mandasari, 2010).
Menurut Madjid, et al., (2011) pupuk anorganik mempunyai perbedaan
dibandingkan dengan pupuk organik baik ditinjau dari respon terhadap tanaman.
Keuntungan yang diperoleh dari pemakaian pupuk anorganik adalah respon
terhadap tanaman cepat namun mudah tercuci dan hanyut oleh hujan, menguap
memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Penyediaan hara maupun
dampak terhadap lingkungan seperti Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Ciri-ciri utama pupuk organik dan pupuk anorganik
Uraian Pupuk Organik Pupuk Anorganik
Respon tanaman
Berdasarkan kandungan unsur-unsurnya, unsur anorganik digolongkan
sebagai berikut :
Tabel 2. Unsur anorganik dan contohnya
Unsur Contohnya
Tunggal N, P, K
Nitrogen Urea, ZA, ammonium klorida, ASN, dan Natrium nitrat Forforus Superfospat, FMP, alumunium fospat dan besi
Kalium Kalium klorida dan ZK Sumber : Susetya (2011)
Pupuk Organik
Pupuk organik buatan manusia lazim juga disebut sebagai kompos dibuat
dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun
hewan) yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Oleh sebab itu
secara keseluruhan, proses tersebut disebut dekomposisi (Parnata, 2004).
Sisa-sisa buangan manusia sering ditemuka menumpuk dan memerlukan
penanganan agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau tak
sedap atau menjadi sarang lalat. Jalan pintas yang sering dijumpai adalah dengan
manfaat, juga akan menimbulkan polusi udara karena dihasilkan CO2 yang
merupakan gas rumah kaca (Musnamar, 2008).
Pupuk Oganik dapat berbentu padat atau cair yang digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung
banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat
berupa:
1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan
yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan
yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi,
domba, dan ayam. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan
mikro. Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu pupuk dingin yang
berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan panas, dan pupuk panas
yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara
cepat sehingga menimbulkan panas.
2. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa
sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau
setalah dikomposkan. Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau
adalah tanaman legume, jerami, sekam padi, dan azolla.
3. Pupuk Daun
Pupuk daun akan menjadikan tanaman lebih baik dan sehat. Pemberian
diserap melalui akar. Pupuk daun dapat dibuat dari tanaman-tanaman lokal
yang ada disekitar kita yang mengandung unsur-unsur besi, belerang,
nitrogen dan kalium.
4. Kompos
Beberapa sifat menguntungkan kompos adalah: (a) memperbaiki struktur
tanah berlempung sehingga menjadi ringan, (b) memperbesar daya ikat
tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai, (c) menambah daya ikat air
pada tanah, (d) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,
(e) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, (f) mengandung hara
yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit, (g) membantu proses
pelapukan bahan mineral, (h) member ketersediaan bahan makanan bagi
mikroba, (i) menurunkan aktifitas mikroorganisma yang merugikan
(Susetya, 2010).
Pupuk organik mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Akan tetapi, Nitrogen dan unsur hara yang lain yang dikandung pupuk organik
dilepaskan perlahan-lahan sehingga penggunaannya harus berkesinambungan.
Nilai pupuk yang dikandung dalam pupuk organik juga rendah dan sangat
bervariasi, penyediaan hara terjadi secara lambat dan menyediakan hara dalam
jumlah terbatas. Pemberian pupuk kandang maupun kompos akan sangat
bermanfaat bagi kondisi fisik tanah, karena akan memperbaiki struktur tanah
Pengomposan
Pengomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang
mengandung bahan organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme).
Selain menjadi pupuk organik maka kompos juga dapat memperbaiki struktur
tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta
zat-zat hara lain. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama,
yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengomposan dapat berlangsung
dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikroorganisme
(Pertmana dan Hirasmawan, 2009). DEPETA (Dekomposer Pembenah Tanah)
merupakan salah satu aktivator yang dapat membantu mempercepat proses
pengomposan dan bermanfaat meningkatkan unsur hara kompos.
Proses pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik maupun
anerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan terdapat oksigen,
sedangkan pengomposan anerobik dalam kondisi tanpa oksigen. Proses aerobik
akan menghasilkan CO2, air dan panas. Proses anerobik menghasilkan metana
,alkohol, CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Proses anerobik
seringkali menimbulkan bau tajam sehingga proses pengomposan banyak
dilakukan dengan cara aerobik (Sutinah, 2013).
Mikroorganisme Fermentasi
Rhizopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai cri khas yaitu memiliki hifa yang
coenositik, sehingga tidak berspta atau bersekat. Miselium dan rhizopus sp yang
juga disebut stolon menyebar diatas substatna karena aktivitas dari hifa vegetatif.
Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini dipisahkan dari hifa lainnya oleh
sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus
stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).
Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses
pembuatan fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan
enzim β-glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe, isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim
β-glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Enzim ini selain terdapat di dalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi
berlangsung dan mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan
gugus gula (Ewan, et al., 1992).
Fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan
kandungan protein kasar bunngkil kedelai dari 41% menjadi 55%. Dan
menigkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk
alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan tanaman (Handajani, 2007).
Saccharomyces sp
Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting
dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan
makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal
untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Sacchoromyces sp yang
hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.
Ragi mampu menghasikan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi
bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape
merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama
secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus
Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp, Candida
sp, dan Hansenula sp yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan
bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acerobacter sp) yang
menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).
Rumen
Rumen adalah struktur sistem pencernaan seperti lambung hewan-hewan
tertentu yang ditandai sebagai ruang pra-pencernaan bagi simbiosis
mikroorganisme hidup kritis untuk memulai pemecahan makanan khususnya
hewan. Biasanya hewan yang memiliki anatomi perut seperti ini disebut
ruminansia, dan sebagian besar adalah herbivora yang membutuhkan pasokan makanan karbohidrat dari tanaman yang sulit dicerna. Rumen juga banyak
diketahui tentang berbagai organisme yang berada dalam rumen dan peran kimia
dalam proses pencernaan, sebagian karena banyak hewan ruminansia, seperti sapi
dan domba, adalah ternak komersial yang penting di banyak bagian dunia.
“Retikulorumen” adalah istilah yang diberikan kepada organ pertama
sapi mungkin lebih dari 25 galon (94,6 liter) dalam kapasitas) dan ruang
berdekatan dengan retikulum adalah sekitar sepersepuluh lebih besar. Meskipun
lapisan dalam keduanya berbeda, mereka memiliki fungsi tunggal – untuk
menyimpan materi tanaman yang dikunyah sementara triliunan bakteri, protozoa
bersel tunggal dan mikroba lainnya memecah itu, baik untuk konsumsi sendiri
maupun untuk inang.
Gambar 2. Rumen/Perut Sapi
Fungsi rumen dengan cara yang sangat analog dengan kompos sampah
tukang kebun. Di dalamnya adalah wadah potongan tanaman berserat terdiri dari
jumlah besar selulosa, rantai panjang molekul gula yang rusak terpisah oleh enzim
yang disebut selulase, yang disekresikan oleh bakteri. Beberapa di antaranya dikonsumsi oleh bakteri, dan bakteri tambahan menggunakan gula sederhana
untuk memulai fermentasi, memecah protein nabati menjadi asam lemak, seperti
asam laktat amino yang diperlukan untuk produksi susu hewan inang. Beberapa
nutrisi penting yang diserap oleh lapisan kapiler dari retikulorumen langsung ke
dalam aliran darah.
Beberapa spesies bakteri yang terlibat, dikategorikan sebagai fibrolitik,
amilolitik dan proteolitik, berdasarkan pencernaan mereka karbohidrat kompleks,
masing-masing, gula sederhana dan protein. Protozoa bersel tunggal mencerna
penting untuk memecah ikatan kimia antara selulosa dan substrat non-karbohidrat
tanaman. Sekitar 3 persen dari massa mikroba arkaea, jenis bakteri anaerob yang
memetabolisme hidrogen dan limbah karbon dioksida dari organisme lain menjadi
metana. Seiring dengan bahan tanaman akhirnya cair, banyak mikroorganisme ini
juga pasti dicerna oleh inang ruminansia untuk vitamin mereka, mineral dan
nutrisi lainnya.
Metabolisme rumen adalah cara yang efisien untuk mengekstrak energi
gula dalam karbohidrat dari makanan selulosa. Hewan ruminansia memendam
simbiosis mikroba lambung yang menghasilkan enzim yang dibutuhkan dan
disediakan dengan nutrisi dan lingkungan yang diperlukan bagi mereka untuk
tumbuh dan berkembang biak. Respirasi mikroba anaerob dan fermentasi
makanan, bagaimanapun, memiliki produk sampingan yang tidak diinginkan
(Purbowati, et al., 2014)
Tempe, Tape dengan Kefir Fermentasi Tempe
Tempe merupakan hasil fermentasi dari kedelai menggunakan jamur
Rhizopus oryzae. Tempe selain dibuat dari kedelai dapat juga dibuat dari berbagai
bahan nabati berprotein. Pada substrat kedelai jamur selain berfungsi
mengikat/menyatukan biji kedelai sehingga menjadi satu kesatuan produk yang
kompak juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna
Gambar 3. Fermentasi Tempe
Fermentasi Tape
Tape dibuat dari ubi kayu ataupun beras ketan dan merupakan makanan
yang populer di Indonesia. Dalam pembuatan tape setidaknya terlibat tiga
kelompok mikroorganisme yaitu mikrobia perombak pati menjadi gula yang
menjadikan tape pada awal fermentasi berasa manis. Mikrobia yang banyak
dianggap penting dalam proses ini adalah Endomycopsis fibuliger sertaeberapa
jamur dalam jumlah kecil. Adanya gula menyebabkan mikrobia yang mengunakan
sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Yang masuk
dalam kelompok ini adalah Saccharomyces dan Cabdida yang menyebabkan tape
berubah menjadi alkoholik. Adanya alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri
pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi
asam asetat dan menyebakan rasa masam pada tape yang dihasilkan
(Mirwan dan Rosariawati, 2012).
Fermentasi Kefir
Kultur starter kefir disebut butiran kefir, mengandung mikrobia yang
terdiri dari bakteri dan khamir yang masing-masing berperan dalam pembentukan
cita rasa dan struktur kefir. Bakteri menyebabkan terjadinya asam sedangkan
khamir menyebabkan terjadinya pembentukan alkohol dan CO2 pada proses
fermentasi. Hal inilah yang membedakan rasa yoghurt dan kefir. Komposisi
mikrobia dalam butiran kefir dapat bervariasi sehingga hasil akhir kefir kadang
mempunyai aroma yang bervariasi. Spesies mikrobia dalam bibit kefir diantaranya
Lactocococcus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus kefir,
Lactobacillus kefirgranum, Lactobacillus parakefir. Semua mikrobia yang
tersebut tadi mempunyai fungsi dalam pembentukan asam laktat dari laktosa.
Lactobacillus kefiranofaciens sebagai pembentuk lender (matriks butiran kefir),
Leuconostoc sp. Membentuk diasetil dari sitrat dan Candida kefir pembentuk
etanol dan karbondioksida dari laktosa. Selain itu juga ditemukan Lactobacillus
brevis dan khamir (Torulopsis holmii dan Saccharomyces delbrueckii) ( Haryadi,
et al., 2013).
Mol Buah dengan Sayur
Gambar 6. Fermentasi Mol Buah dengan Sayur
Pembuatan aktivator dalam mikroorganisme lokal adalah bahan pengurai
atau dekomposer pembuat pupuk kompos organik, fungsinya tak jauh beda seperti
dari limbah sayuran. Bahan yang digunakan adalah Pepaya yang sudah busuk dan
kulitnya ½ kg, Pisang yang hampir busuk dan kulitnya ½ kg, Nenas busuk dan
kulitnya ½ kg, Kacang panjang segar ¼ kg, Kangkung atau bayam segar ¼ kg,
Gula pasir 1 kg, Ragi tape 5 buah.
Cara kerjanya yaitu semua bahan diblender, di ember tambahkan 1 liter
air, gula pasir dan ragi tape, aduk perlahan hingga merata, tutup ember dan tunggu
selama 2 hari, saring cairan yang berwarna coklat gelap, kemas dalam botol, bisa
dipakai sampai 6 bulan.
Parameter yang bisa digunakan pada Uji Pengomposan Temperatur
Temperatur adalah satu indikator penting kunci di dalam pembuatan
oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan
untuk mengukur seberapa baik system pengomposan ini bekerja, disamping itu
juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi,
jika kompos naik sampai Temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan
bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan
Carbon dan cukup mengandung air (kelembaban cukup) untuk menunjang
pertumbuhan mikroorganisme (Susetya, 2010).
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 40°C - 50°C selama 3
minggu karena pada tingkatan suhu tersebut bakteri akan bekerja secara optimal
sehingga penurunan C/N rasio berjalan sempurna dan mampu memberantas
bakteri pathogen maupun biji gulma. Pada proses composting yang baik, maka
Temperatur 40°C - 50°C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari. Kemudian dalam
beberapa hari berikutnya Temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang
didekomposisi oleh mikrorganisme habis. Dari situ barulah Temperatur akan
turun (Parnata, 2004).
pH
Kisaran pH kompos yang baik adalah 6,5 – 7,5 (netral) karena akan
mempengaruhi aktifitas mikroorganisme. Tambahkan kapur jika ingan menaikkan
pH (Sutedjo, 2002). Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses
dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral
sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5,5 sampai 8. Selama tahap awal
proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan
pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam
organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya
mencapai pH antar 6 – 8 (Susetya, 2010).
Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos,
asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos
akan mengurangi kemasaman ini. Penambahan kapur dalam proses pembuatan
kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan
menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas Amoniak.
Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan
kerugian karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting,
yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan dalam kompos
untuk kemudian nanti digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya
(Susetya, 2010).
C/N Rasio
Dari sekian banyak unsur yang diperlukan oleh mikroorganisme yang
mendekomposisi bahan organik, Karbon dan Nitrogen adalah unsur yang paling
penting dan menjadi faktor pembatas (di samping phospat). Karbon adalah sumber
energi dan merupakan 50 persen dari bagian massa sel mikroba. Nitrogen
merupakan komponen paling penting sebagai penyusun protein dan bakteri
disusun oleh tidak kurang dari 50% dari biomasanya adalah protein. Jadi bakteri
sangat memerlukan Nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya
jumlah Nitrogen terlalu sedikit, maka populasi bakteri tidak akan optimal dan
terlalu banyak, akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini
akan menyebabkan masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan
anaerobik. Dalam keadaan seperti ini sebagian dari Nitrogen akan berubah
menjadi amoniak yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena
menyebabkan Nitrogen yang akan kita perlukan hilang (Susetya, 2010).
Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman
yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan
bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Fungsi (N) bagi
tanaman antara lain: meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan
pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman,
menigkatkan kualitas tanaman pengasil daun-daunan, meningkatkan
mikroorganisme di dalam tanah (Sutedjo, 2002).
Prinsip Pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik
menjadi sama dengan C/N rasio tanah. C/N rasio adalah hasil perbandingan antara
karbohidrat dan nitrogen. Nilai C/N rasio tanah sekitar 10-12. Bahan organik yang
mempunyai C/N rasio sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut bisa
diserap oleh tanaman. Padahal di alam, beberapa jenis bahan organik mempunyai
C/N rasio yang tinggi seperti jerami padi (50-70), dedaunan (>50), cabang
tanaman (15-60), dan bahkan kayu tua (400) (Susetya, 2010).
Kondisi Umum Lokasi Pembuatan Kompos Taman Hutan Raya
Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang
1988 tanggal 19 Nopember 1988. Pembangunan Taman Hutan Raya ini sebagai
upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui
peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan memiliki luas
keseluruhannya 51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa
hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda.
Kawasan Tahura Bukit Barisan ini merupakan daerah hulu sungai (DHS)
yang utama bermuara ke pantai timur Sumatera Utara seperti Sungai Ular, Sungai
Belumai, dan Sungai Tuntungan di Kabupaten Deli Serdang, serta Sungai Denai,
Sungai Babura, Sungai Deli, dan Sungai Belawan (sumber air bersih perusahaan
Daerah Air Minum/PDAM Tirtanadi Medan) di Kota Madya Medan. Sebagian
besar kawasan Tahura Bukit Barisan telah dihubungkan dengan jalan lintas
Sumatera, Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan yang sadah di aspal, yang sebagai
penghubung Tanah Karo ke Deli Serdang, Bahorok, Prapat, dan Kotacane, dan
Sidikalang.
Berlokasi kira-kira 6 km sebelum kota Brastagi dari kota medan didapati
sebuah desa yang bernama Tongkoh, didesa ini didapati kawasan hutan yang
diberi nama Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Taman itu punya koleksi
binatang, jalan setapak menuju hutan juga tersedia, untuk pengunjung yang ingin
meneliti ataupun sekedar melihat tumbuhan hutan, anggrek-anggrek liar,
pakis-pakis besar, berbagai tumbuhan kayu liar berselimut lumut dan jamur, beragam
jenis kupu-kupu, burung-burung, kera, dan lainnya.
Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan, yang terletak diempat
Kabupaten Sumatera Utara, yaitu Deliserdang, Karo, Langkat, dan Simalungun
laut (dpl) dengan curah hujan 3.000 - 4.000 per tahun. Kawasan hutan ini juga
merupakan salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi, baik wisatawan lokal
maupun mancanegara.
Tahura Bukit Barisan, salah satu kekayaan alam milik Sumatera Utara
(Sumut) yang menjadi sumber penghidupan masyarakat yang bernaung di
sekitarnya. Sayang, kondisinya kini cukup memprihatinkan. Pencurian humus
yang sudah menjadi rahasia umum penyebab kehancuran tersebut. Sebuah hasil
investigasi lembaga swadaya masyarakat setempat telah membuktikan adanya
pencurian humus besar-besaran.
Gambar 7. Kondisi tanah yang humusnya telah diambil
Gambar 9. Humus yang sudah dimasukkan ke dalam karung dan siap angkat
Gambar 10. Petani yang memanfaatkan humus secara langsung
Petani yang merupakan masyarakat karo belakangan ini sering sekali
terlihat oleh masyarakat sekitar hutan mengambil kompos kedalam hutan untuk
menggantikan kompos yang tidak bisa mereka beli. Masyarakat karo mengambil
humus bukan hanya sekali namun berkali-kali sampai pada akhirnya pohon yang
humusnya diambil tidak tumbuh subur karena unsur hara pada humus tidak lagi
bsa diserap oleh pohon sekitar akibat habisnya humus didalam hutan yang sudah
(a)
(b) (c)
Gambar 11. (a) Petani dengan mobil angkutan untuk membawa humus (b) Pohon hutan yang hidup tanpa humus
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Dolat Rayat, Kabupaten Karo. Penelitian
dilaksanakan mulai dari September 2014 – Desember 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Limbah sayuran (kol),
dekomposer1 (rumen), dekomposer2 (tape, tempe dan kefir), dekomposer3 (mol
buah+sayur) dan gula. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kamera
digital, cangkul, parang, meteran, ember, kertas lakmus, thermometer dan bak
tanah berukuran 2x2x2 m dan alat tulis lainnya yang diperlukan.
Metode Penelitian
Penelitian di desain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
menggunakan 3 perlakuan 3 ulangan yaitu :
1. d1 (rumen)
2. d2 (tape, tempe dan kafir)
3. d3 (mol buah + sayur)
Semua perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 9 jumlah unit percobaan.
Dimana :
i = 1, 2,……t
j = 1, 2,……r
= nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan ke-i
= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Parameter Penelitian
Parameter yang dapat digunakan dalam uji pengomposan ini adalah :
1. Temperatur
2. pH
3. C/N rasio
Pelaksanaan Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam pelaksaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pemilahan Limbah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan limbah organik dari limbah anorganik
barang lapak dan barang berbahaya. Pemilahan harus dilakukan dengan
teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang
2. Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah,
sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
3. Penyusunan Tumpukan
Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan
ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan. Desain penumpukan yang
digunakan adalah dengan dimensi : panjang x lebar x tinggi = 2mx2mx2m.
Pada tiap tumpukan dapat diberi pipa yang dilubangi berfungsi
mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Penyiraman
Bahan organik yang telah disusun mendapatkan penyiraman dekomposer
yang telah disediakan. Penyiraman dilakukan dengan merata agar mikroba
yang berada didalam dekomposer tersebut mendapat makanan.
5. Pembalikan
Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan,
memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses
pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta
membantu pengahancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
6. Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30-40 hari, suhu tumpukan akan semakin
menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah
lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap
7. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai
dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan diawal proses.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang telah disaring dikemas dalam dalam kantung sesuai dengan
kebutuhan pemasaran. Kompos yang telah dikemas disimpan dalam
gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur
dan terancami oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih yang lain yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan di Desa Dolak Rayat mendapatkan hasil berupa
data. Hasil penelitian didapat dari pengukuran temperatur, pH meter dan C/N ratio
yang diperoleh dari hari pertama sampai dengan kompos yang siap pakai.
Kompos yang siap pakai tersebut akan diberikan langsung kepada petani
agar mereka memakai kompos yang telah jadi untuk mengurangi mereka
mengambil humus didalam hutan. Jadi, untuk berikutnya mereka bisa membuat
kompos dengan bahan limbah dari lahan pertanian mereka sendiri.
Temperatur Kompos di dalam Bak
Dari hasil analisis rataan temperatur diperoleh data bahwa pemberian
dekomposer menunjukkan respon perbedaan tidak berbeda nyata terhadap rataan
temperatur yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 12.
Tabel 3 . Pengaruh pemberian dekomposer yang berisi organisme lokal terhadap rata-rata Temperatur kompos dari hari 1 sampai 40
Jenis Dekomposer Rataan
d1 (Rumen) 23
Berdasarkan Tabel 2, rata-rata temperatur dari masing-masing perlakuan
dengan beberapa ulangan, yaitu rumen sebesar 23oC, perlakuan tempe, tape
dengan kefir sebesar 22oC, dan perlakuan mol buah dengan sayur sebesar 23oC.
Dari rataan diatas dapat dilihat bahwa rataan yang paling rendah terdapat pada
Rumen
Tempe, Tape + Kefir Mol Buah + Sayur Keterangan Grafik :
Gambar 12. Temperatur didalam bak kompos dari hari 1 - 40
Berdasarkan Gambar 12, temperatur pada rumen tertinggi diperlihatkan
pada hari ke 2 yaitu 35oC dan kemudian menurun terus sampai didapat suhu
terendah pada hari ke 27 yaitu 20oC. Sedangkan pada perlakuan tempe, tape
dengan kefir temperatur tertinggi didapat pada hari ke 2 dengan suhu 35oC dan
menurun sampai suhu terendah yang didapat yaitu 20oC. Kemudian pada
perlakuan mol buah dengan sayur, temperatur tertinggi didapat pada hari ke 2
dengan suhu 38oC yang merupakan emperatur tertinggi dari 3 perlakuan yang
dilakukan, temperatur yang terendah pada perlakuan 3 ini adalah 20oC.
Tinggi rendahnya temperatur yang didapat pada semua perlakuan
dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dan temperatur lingkungan dari lokasi
pembuatan kompos. Menurut Yuwono (2008) Starter yang mengandung lebih
baik dari pada starter yang mengandung lebih sedikit jenis-jenis mikroorganisme.
Pada perlakuan tiga terdapat berbagai jenis mikroorganisme yang bersinergi yaitu
Azotobacter sp, Azosprilium sp, Rhizobium sp, Aspergillus sp, Aeromonas sp,
Metarhizium sp, Trichoderma sp, Beauveria sp, Gliocladium sp, Trichoderma sp,
Pseudomonas sp, Azosprilium sp. Pada perlakuan dua terdapat beberapa jenis
mikroorganisme yaitu saccharomyces sp, Rhizopus sp, Lactobacilus sp. Pada
perlakuan satu terdapat berbagai jenis mikroorganisme yang manfaatnya untuk
mengurai makanan ternak yaitu sapi seperti rumput, mikroorganise itu adalah
Ruminococcus sp, Bacteriodes sp, Cillobacterium sp.
Temperatur yang paling tinggi terdapat pada perlakuan tiga
mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang terdapat pada perlakuan tersebut
lebih efektif dalam mengurai limbah. Mikroorganisme tersebut hidup dalam
kondisi aerob seperti yang dilakukan pada penelitian. Sementara mikroorganisme
pada perlakuan satu yang berasal dari rumen biasanya hidup dalam kondisi
anaerob meskipun sebagaian dari mikroorganisme tersebut bersifat fakultatif.
Mikroorganisme pada perlakuan dua merupakan kombinasi dari mikroorganisme
aerob maupun anaerob.
Parnata (2004) menyatakan selama proses dekomposisi, suhu dijaga
sekitar 40°C - 50°C selama 3 minggu karena pada tingkatan suhu tersebut bakteri
akan bekerja secara optimal sehingga penurunan C/N ratio berjalan sempurna dan
mampu memberantas bakteri patogen maupun biji gulma. Pada proses composting
yang baik, maka temperatur 40°C - 50°C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari.
Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat sampai
temperatur akan turun. Pada penelitian ini suhu tidak sampai meningkat pada
temperatur 40oC – 50oC, kemungkinan hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan
didaerah desa Dolat Rakyat dimana suhu harian didesa tersebut sekitar 19oC -
23oC.
Temperatur merupakan faktor penting yang menentukan baik buruknya
tingkat keberhasilan dari pembuatan kompos tersebut, jika bisa menyeimbangkan
temperatur yang berada di dalam bak kompos, kita juga akan bisa mengatur cepat
atau lambatnya proses pembuatan kompos. Namun jika tidak bisa
menyeimbangkan temperatur yang berada didalam bak kompos maka untuk
tercapainya hasil yang baik juga akan sangat tidak memungkinkan dan akan
memperlama proses pembusukan kompos tersebut.
Nilai pH Kompos
Dari hasil analisis rataan pH diperoleh data bahwa perbedaan perlakuan
dekomposer menunjukkan respon tidak berpengaruh nyata terhadap pH. Rataan
pH dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh pemberian dekomposer yang berisi organisme lokal terhadap rata-rata pH kompos
Jenis Dekomposer Rataan
d1 (Rumen) 7.66
d2 (Tempe, Tape + Kefir) 7.86
d3 (Mol Buah + Sayur) 7.93
Berdasarkan Tabel 3, pH dari masing-masing perlakuan dari beberapa
ulangan, seperti rumen sebesar 7.66, perlakuan tempe, tape dengan kefir sebesar
Tinggi rendahnya pH pada kompos dipengaruhi oleh asam-basa nya bahan
baku pembuatan kompos tersebut. Dari hasil yang diperoleh rata-rata pH pada
rumen adalah 7.66 dimana konsidi pH tersebut sudah masuk kedalam keadaan
basa, tempe, tape dengan kefir adalah 7.86 dimana kondisi ini juga sudah dalam
keadaan basa, pada mol buah dengan sayur hasil yang diperoleh adalah 7.96 yang
juga sudah masuk kedalam keadaan basa. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
Sutedjo (2002), yang mengatakan bahwa kisaran pH kompos yang baik adalah
6,5 – 7,5 (netral) karena akan mempengaruhi aktifitas mikroorganisme. Namun
menurut Susetya (2010), bahwa pengamatan pH kompos berfungsi sebagai
indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada
keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5,5 sampai 8.
Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik.
Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi
lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos
berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos
menjadi matang biasanya mencapai pH antar 6 – 8.
C/N Rasio
Dari hasil analisis C/N ratio diperoleh data bahwa pemberian perbedaan
perlakuan dekomposer menunjukkan respon perbedaan berpengaruh nyata
terhadap C/N ratio. Rataan C/N Ratio dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh pemberian dekomposer yang berisi organisme lokal terhadap rata-rata C/N Rasio kompos
Perlakuan Satuan Parameter
Berdasarkan Tabel 5, C/N ratio dari masing-masing perlakuan dari
beberapa ulangan, seperti rumen sebesar 21.45%, perlakuan tempe, tape dengan
kefir sebesar 10.5% perlakuan mol buah dengan sayur sebesar 11.51%.
Pada perlakuan rumen hasil yang didapat untuk C-organik adalah 2.36%
sedangkan N-total adalah 0.11%. Untuk perlakuan tempe, tape dengan kefir hasil
yang didapat C-organik adalah 1.28% dan N-total adalah 0.12%, sedangkan
perlakuan mol buah dengan sayur hasil untuk C-oganik 3.57% dan untuk N-total
adalah 0.31%. Pada semua perlakuan, hasil C-organik dan N-total sangatlah sesuai
dengan pernyatan Susetya (2010) yang menyatakan bahwa dari sekian banyak
unsur yang diperlukan oleh mikroorganisme yang mendekomposisi bahan
organik, Karbon dan Nitrogen adalah unsur yang paling penting dan menjadi
faktor pembatas (di samping phospat). Karbon adalah sumber energi dan
merupakan 50 persen dari bagian massa sel mikroba. Nitrogen merupakan
komponen paling penting sebagai penyusun protein dan bakteri disusun oleh tidak
kurang dari 50% dari biomasanya adalah protein. Jadi bakteri sangat memerlukan
Nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah Nitrogen
terlalu sedikit, maka populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi
kompos akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan
mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan menyebabkan
masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan anaerobik. Dalam
keadaan seperti ini sebagian dari Nitrogen akan berubah menjadi amoniak yang
menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena menyebabkan Nitrogen
C/N ratio adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen. Hasil
C/N dari pelakuan tempe, tape dengan kefir yaitu 10.5% dan perlakuan mol buah
dengan sayur sebesar 11.51% merupakan hasil yang baik karena bahan organik
menjadi sama dengan C/N ratio tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susetya
(2010) yang mengatakan bahwa pinsip pengomposan adalah menurunkan C/N
ratio bahan organik menjadi sama dengan C/N ratio tanah (<20). Nilai C/N ratio
tanah sekitar 10-12. Bahan organik yang mempunyai C/N ratio sama dengan tanah
memungkinkan bahan tersebut bisa diserap oleh tanaman.
Tabel 6. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) C/N rasio
Perlakuan Nilai Notasi
d1 (Rumen) 11.08a
d2 (Tempe, Tape + Kefir) 11.52a
d3 (Mol Buah + Sayur) 22.33b
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa C/N dari setiap perlakuan
menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0.0002). Perlakuan d3 yang berisikan mol
buah dengan sayur, perlakuan d2 yaitu Tempe, Tape dengan Kefir menunjukkan
pengaruh yang berbeda sangat nyata pada perlakuan d1 yaitu rumen. Hal ini
menunjukkan bahwa pada perlakuan d2 dan d3 memberikan pengaruh yang baik
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan berupa decomposer asal tempe, tape dengan kefir dan
decomposer mol buah dengan sayur memberikan hasi yang baik yaitu
berupa temperature, pH dan C/N rasio.
2. Decomposer asal mol buah dengan sayur merupakan decomposer terbaik
dengan hasil yang didapat dari uji parameter temperatur, pH, dan C/N
rasio.
Saran
Disarankan untuk mencoba melakukan penelitian lanjutan dengan
memanfaatkan limbah pertanian yang lain agar kita mengetahui perbandingan
limbah (kol) dengan limbah pertanian yang lain dengan menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, M. Madjid, B [et al]. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Ewan, C, V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food Science, 57, 577-682.
Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi.
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Haryadi., [et al]. 2013. Nilai pH dan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kefir Susu Kambing Setelah Difermentasi dengan Penambahan Gula dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. Jurnal Medika Veterinaria Vol. 7, Nomor 1.
Lingga, Pinus dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Madjid, M. D., Bachtiar, E. H., Fauzi H., Hamidah, H. 2011. Dasar Pupuk dan Pemupukan Kesuburan Tanah. USU Press. Medan.
Mandasari, E. 2010. Percetakan Kompos Berbagai Bentuk dengan menggunakan Jenis Kompos yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Mirwan, M. dan F. Rosariawari. 2012. Optimasi Pematangan Kompos Dengan Penambahan Campuran Lindi Dan Bioaktivator Stardec. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 4, No. 2.
Murbandono, H. L. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Musnamar, I. F. 2008. Pupuk Organik Padat : Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pitojo, S. 1995. Penggunaan Urea Tablet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purbowati, E., [et al]. 2014. Karakteristik Cairan Rumen, Jenis, Dan Jumlah Mikrobia Dalam Rumen Sapi Jawa dan Peranakan Ongole. Jurnal Buletin Peternakan. Vol. 38(1)
Rosmarkam, Afandio dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kansius. Yogyakarta.
Surtinah. 2013. Pengujian Kandungan Unsur Hara Dalam Kompos Yang Berasal Dari Serasah Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol. 11, No. 1.
Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. RINEKA CIPTA. Jakarta.
Sumekto, Riyo. 2006. Pupuk – Pupuk Organik. PT Intan Sejati. Klaten.
Susetya, Darma. 2010. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik untuk Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2006. Pertanian Organik. Cetakan Keenam. Kansius. Yogyakarta.
Parnata, Ayub. S. 2004. Pupuk Organik Cair. T Agromedia Pustaka. Jakarta.
Permana, A. H. dan R. S. Hirasmawan. 2009. Pembuatan Kompos dari Limbah Padat Organik yang tidak Terpakai (Limbah Sayuran Kangkung, Kol dan Kulit Pisang). Jurnal Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Postlethwait and Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas
LAMPIRAN
Tabel
Lampiran 1. Data harian Temperatur Ulangan 1
Lampiran 4. Rataan temperatur
Jenis Dekomposer Rata – rata Temperatur
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Rumen 23oC 23oC 24oC Tempe, Tape + Kefir 22oC 23oC 22oC Mol Buah + Sayur 23oC 23oC 23oC
Lampiran 5. Tabel Anova temperatur
Sumber Keragaman JK Db KT F-Hit F-Tabel
Perlakuan 1.555 2 0.777 3.25 5.143 Galat 1.333 6 0.222
Total 2.889 8
Lampiran 6. Rataan pH kompos
Jenis Dekomposer Rata-rata setiap Ulangan pH Rata-rata
1 2 3
Rumen 7.7 7.7 7.6 7.66
Tempe, Tape + Kefir 7.9 7.8 7.9 7.86 Mol Buah dan Sayur 7.9 8.0 7.9 7.93
Lampian 7. Tabel Anova pH kompos
Sumber Keragaman JK Db KT F-Hit F-Tabel
Perlakuan 0.002 2 0.001 0.05 5.143 Galat 0.013 6 0.022
Total 0.135 8
Lampiran 8. Rataan C/N rasio kompos
Parameter Satuan
Lampiran 9. Tabel Anova C/N rasio kompos
Sumber Keragaman JK Db KT F-Hit F-Tabel
Perlakuan 243.387 2 121.693 47.891 5.143 Galat 15.246 6 2.541