Descriptive Statistics
a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y
ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 23811154.281 3 7937051.427 33.156 .000(a)
Residual 1675680.362 7 239382.909
Total 25486834.644 10
a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y
Regression Standardized Residual
Regression Studentized Residual
Normal Parameters(a,b) Mean 7650.92
Std. Deviation 1543.09
Most Extreme Differences Absolute .222
Positive .150
Negative -.222
Kolmogorov-Smirnov Z .735
Asymp. Sig. (2-tailed) .652
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Thamrin dan Tantri, Francis. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Asmanto, Priadi dan Suryandari, Sekar. 2008. Cadangan Devisa, Financial
Deepening dan Stabilisasi Nilai Tukar Riil Rupiah Akibat Gejolak Nilai Tukar Perdagangan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Volume
11 No.2, Oktober 2008.
Carbaugh , Robert . J . 2004. International Economics. 9th Ed . USA . Thomson.
Erlina, Sri Mulyani. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan
Manajemen. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.
Feriyanto, Andri. 2015. Perdagangan Internasional: Kupas Tuntas Prosedur
Ekspor Impor, Jakarta: Mediatera.
Gandhi, Dyah Virgoana, 2006. Pengelolaan Cadangan Devisa Di Bank
Indonesia. Seri Kebanksentralan. No.17. Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Maret 2006.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS, Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Manurung, Jonni dan Manurung Adler Haymans. 2009. Ekonomi Keuangan dan
Kebijakan Moneter, Jakarta: Salemba Empat.
Nopirin. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Republik Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011 Tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri.
Ruslan, Dede. 2011. Analisis Financial Deepening Di Indonesia. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol. 5 No. 2 Oktober 2011.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Keduabelas. Bandung: CV. Alfabeta.
Supriana, Tavi. 2008. Ekonomi Makro, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Medan: USU Press.
Suryandari, Sekar. 2008. Pengaruh International Reserves dan Financial
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Erlina (2007:62) menyatakan “desain penelitian merupakan suatu
rancangan dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar memperoleh
jawaban atas pertanyaan penelitian”. Penelitian ini termasuk penelitian asosiatif
atau hubungan yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara dua variabel
atau lebih (Siregar, 2013:7). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar
perdagangan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan, dapat ditentukan apakah variabel-variabel tersebut
berpengaruh atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang
menghasilkan data riil berupa angka dan dapat diukur dengan pasti.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Indonesia dan waktu penelitian tahun
2005-2015.
Batasan operasional merupakan batasan variabel-variabel yang akan diteliti
sesuai perumusan masalah. Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas adalah cadangan devisa (X1), pendalaman sektor keuangan
(X2) dan gejolak nilai tukar perdagangan (X3).
2. Variabel terikat (Y) adalah nilai tukar riil Rupiah.
3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan variabel yang akan diteliti atau
diamti. Penjelasan dari variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas terdiri dari:
a. Cadangan devisa (X1) yaitu seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh
otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai
ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas
moneter.
b. Pendalaman sektor keuangan (X2) yaitu perkembangan sektor keuangan
suatu negara. Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) dapat
diukur dengan menggunakan rasio antara aset keuangan dalam negeri
terhadap GDP yaitu:
Keterangan: M2 dalam penelitian ini meliputi uang kartal, uang giral, uang
kuasai dan surat berharga selain saham; dan GDP (Gross Domestic
Product) merupakan nilai dari output dalam negeri. Hasil rasio ini
menunjukkan rasio penggunaan M2 untuk menghasilkan setiap GDP.
keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan
semakin dalam sektor keuangan suatu negara.
c. Gejolak nilai tukar perdagangan (X3), yaitu perbandingan antara indeks
harga ekspor dengan indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan
perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah
tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan
melalui hubungan harga. Formulasinya dapat dituliskan dengan rumus
sebagai berikut:
2. Variabel terikat adalah nilai tukar riil Rupiah (Real Exchange Rate) adalah
harga relatif suatu mata uang negara Republik Indonesia dibandingkan dengan
mata uang negara lain. Nilai tukar yang digunakan adalah kurs akhir tahun
nilai tukar Rupiah terhadap US$. Nilai ini diperoleh dengan mengalikan antara
nilai tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar
negeri dibagi dengan CPI dalam negeri, atau dengan rumus:
DN
Dimana: RER = nilai tukar riil Rupiah, CPILN = Indeks harga konsumen luar
negeri dan CPIDN = Indeks harga konsumen dalam negeri
Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala rasio. Menurut
Nazir (2006:132), skala rasio memberikan keterangan tentang nilai absolut dari
objek yang diukur.
3.6. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:115), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi penelitian adalah cadangan devisa, broad money, gross domestic product
(GDP), nilai ekspor, nilai impor dan nilai tukar riil Rupiah mulai tahun
1945-2015.
Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang dipandang dapat
mewakili populasi. Sampel penelitian cadangan devisa, broad money, gross
domestic product (GDP), indeks harga ekspor, indeks harga impor, nilai tukar
nominal, indeks harga konsumen luar negeri, dan indeks harga konsumen dalam
negeri tahun 2005-2015. Teknik pengambilan sampel adalah convinience
sampling, yaitu pengambilan sampel dipermudah.
3.7. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sugiyono (2008:225),
menyatakan data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya berupa dokumen.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Hal
ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang sudah diolah sebelumnya
dari objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari situs www.bi.go.id berupa cadangan devisa, broad
money, gross domestic product (GDP), indeks harga ekspor, indeks harga impor,
nilai tukar nominal, indeks harga konsumen luar negeri, dan indeks harga
konsumen dalam negeri.
3.9. Teknik Analisis Data 3.9.1. Uji Asumsi Klasik
Asumsi yang mendasari model regresi adalah asumsi klasik, yaitu:
1. Uji normalitas
Uji normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model
penelitian. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam
variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal.
Sujarweni (2014:52), menyatakan normalitas data dapat dilihat dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengambilan keputusan:
- Jika signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal
- Jika signifikansi < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal
Uji normalitas juga dapat dilakukan melalui analisis grafik dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal p-p plot of
regression standardized residual. Jika data menyebar disekitar garis diagonal
dan mengikuti arah garis diagonal grafik histogramnya menunjukkan pola
2. Uji multikolinieritas
Sujarweni (2014:185), menyatakan ”uji multikolinieritas diperlukan untuk
mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan antara
variabel independen dalam satu model”. Kemiripan antar variabel independen
akan mengkibatkan korelasi yang sangat kuat. Uji multikolinieritas diukur dari
Variance Inflating Factor (VIF). Jika VIF > 10, maka terjadi multikolinieritas,
sebaliknya jika VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.
3. Uji autokorelasi
Sujarweni (2014:186), menyatakan uji autokorelasi bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode
tertentu dengan variabel sebelumnya. Mendeteksi autokorelasi dengan
menggunakan nilai Durbin Watson dibandingkan dengan tabel Durbin Watson
(dl dan du). Kriteria: jika du < dw < 4 – du, maka tidak terjadi autokorelasi.
4. Heteroskedastisitas.
Sujarweni (2014:186), menyatakan heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke
periode pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada tidaknya
heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dengan pola gambar
scatterplot, regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas jika:
a. Titik-titik menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0.
b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang
d. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.
3.9.2. Analisis Persamaan Regresi Linear
Teknik analisis yang digunakan adalah persamaan regresi linear berganda
yang berguna untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa, pendalaman sektor
keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan terhadap stabilisasi nilai tukar riil
Rupiah (Sugiyono, 2008:277), dengan rumus:
Y = a = b1X1 + b2X2 + b3X3 + εi
Keterangan : X1 = Cadangan devisa (Juta US$)
X2 = Pendalaman sektor keuangan (%)
X3 = Gejolak nilai tukar perdagangan (%)
Y = Stabilisasi nilai tukar riil Rupiah (Rp/US$)
b = Koefisien regresi
εi = Kesalahan estimasi
a = Nilai konstanta
3.9.2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Ghozali (2006:83), menyatakan koefisien determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen terhadap variabel independen. Besarnya koefisien determinasi ini adalah
0 sampai dengan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
(Ghozali, 2006:83).
3.9.3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan:
1. Uji F (digunakan untuk menguji hipotesis secara simultan).
H0 : bi = 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak
nilai tukar perdagangan tidak berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
Ha : bi ≠ 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak
nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika Fhitung < Ftabelpada α = 5 %
Ha diterima jika Fhitung > Ftabelpada α = 5 %,
2. Uji t (digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial).
H0 : bi = 0, artinya cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak
nilai tukar perdagangan tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
Ha : b1 ≠ 0, artinya cadangan devisa berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
Ha : b2 ≠ 0, artinya pendalaman sektor keuangan berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di
Ha : b3 ≠ 0, artinya gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di
Indonesia.
Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika thitung < Ftabelpada α = 5 %
Ha diterima jika thitung > Ftabelpada α = 5 %,
Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan Software SPSS (Statistical
Package for Social Sciences) versi 20.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Cadangan Devisa
Cadangan devisa menunjukkan aktiva luar negeri yang dikuasai oleh
otoritas moneter yang digunakan untuk membiayai ketidakseimbangan neraca
pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter. Untuk lebih jelasnya, disajikan
cadangan devisa Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2005-2015 (Juta US$)
Tahun Cadangan devisa (jutaan US$) Naik/turun (Persen)
2005 32.774,19 -
2006 40.697,00 24,17%
2007 54.556,00 34,05%
2008 49.164,00 -9,88%
2009 80.369,00 63,47%
2010 89.751,00 11,67%
2011 103.380,00 15,19%
2012 105.343,00 1,90%
2014 105.504,00 13,60%
2015 125.931,00 19,36%
Sumber: Hasil Olahan penulis dari www.bi.go.id
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa cadangan devisa Indonesia tahun
2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2014 dan tahun 2015 mengalami kenaikan.
Akan tetapi, cadangan devisa Indonesia tahun 2008 dan tahun 2013 mengalami
penurunan. Dengan demikian, cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas
moneter untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran dan
menstabilkan moneter berfluktuasi dari tahun 2005-2015.
4.1.2. Pendalaman Sektor Keuangan
Pendalaman sektor keuangan menggambarkan perkembangan sektor
keuangan negara Republik Indonesia. Pendalaman sektor keuangan diukur dengan
menggunakan rasio antara M2 (uang kartal, uang giral, uang kuasi dan surat
berharga selain saham) dengan produk domestik bruto (gross domestic product).
Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) Indonesia tahun 2005-2015
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Pendalaman Sektor Keuangan di Indonesia
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari www.bps.go.id
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa financial deepening Indonesia
tahun 2007, 2008, 2010, 2012 dan tahun 2014 mengalami peningkatan. Akan
tetapi pendalaman sektor keuangan tahun 2006, 2009, 2011, 2013 dan tahun 2015
mengalami penurunan. Dari data tersebut, terlihat bahwa financial deepening
Indonesia mulai tahun 2005 sampai tahun 2015 berfluktuasi. Tinggi rendahnya
pendalaman sektor keuangan (financial deepening) dipengaruhi oleh M2 (uang
kartal, uang giral, uang kuasai dan surat berharga selain saham), serta produk
domestik bruto yang dihasilkan oleh suatu negara.
4.1.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan
Gejolak nilai tukar perdagangan merupakan perbandingan antara indeks
harga ekspor dengan indeks harga impor. Gejolak nilai tukar perdagangan
Indonesia tahun 2005-2015 disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Indonesia Tahun 2005-2015
Tahun Ekspor
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa gejolak nilai tukar perdagangan
Indonesia tahun 2006, 2009, 2014 dan tahun 2015 mengalami peningkatan. Akan
tetapi, gejolak nilai tukar perdagangan Indonesia tahun 2007, 2008, 2010, 2011,
2012 dan 2013 mengalami penurunan. Tinggi rendahnya gejolak nilai tukar
perdagangan Indonesia dipengaruhi oleh ekspor impor.
4.1.4. Nilai Tukar Riil Rupiah
Nilai tukar mata uang suatu negara berfluktuasi karena berbagai faktor,
baik secara internal dan eksternal, dimana penguatan atau pelemahan sebuah mata
uang dapat juga diartikan perkembangan ekonomi suatu negara. Faktor-faktor
lainnya yang menyebabkan nilai tukar Rupiah terus mengalami penurunan yaitu
impor barang masuk terlalu tinggi, yang menyebabkan nilai impor lebih tinggi
dibandingkan nilai ekspor Indonesia ke negara-negara lain, dan hal ini juga berarti
bahwa perekonomian Indonesia masih bergantung kepada impor dan bukan
produksi dalam negeri. Selain itu juga disebabkan oleh faktor inflasi yang tinggi,
mendukung, serta kebijakan fiskal yang kurang ketat dan kurangnya intervensi
oleh Bank Indonesia. Nilai tukar riil Rupiah diukur dengan mengalikan antara
nilai tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar negeri
dibagi dengan CPI dalam negeri. Nilai tukar riil Rupiah di Indonesia tahun
2005-2015 disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Nilai Tukar Riil Rupiah di Indonesia Tahun 2005-2015
Tahun Nilai kurs
(Rp/US$) CPILN CPIDN
Nilai tukar riil Rp (Rp/US$)
2005 6.912,25 104,50 136,86 5.277,88 -
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari www.bps.go.id
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai tukar riil Rupiah di
Indonesia tahun 2007, 2008, 2009, 2011, 2012, 2013 dan tahun 2014 meningkat.
Akan tetapi, nilai tukar riil Rupiah tahun 2006, 2010 dan tahun 2015 menurun.
4.1.5. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif untuk mengetahui nilai maximum, minimum, mean
(rata-rata) dan standard deviation variabel penelitian. Statistik deskriptif disajikan
pada tabel berikut:
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Berdasarkan tabel di atas, diketahui time series sebanyak 11 tahun dengan
1. Cadangan devisa Indonesia terendah sebesar US$ 32.774,19 milyar, tertinggi
sebesar US$ 125.931,00 milyar, rata-rata (mean) sebesar US$ 80.031,02
milyar dengan standar deviasi US$ 30.956,68 milyar.
2. Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) terendah sebesar 38,79%,
tertinggi sebesar 48,85%, rata-rata (mean) sebesar 43,67% dengan standar
deviasi 3,06%.
3. Gejolak nilai tukar perdagangan terendah sebesar 97,82%, tertinggi sebesar
165,07%, rata-rata (mean) sebesar 121,35% dengan standar deviasi 23,59%.
4. Nilai tukar riil Rupiah (real exchange rate) terendah Rp 5.254,74/US$,
tertinggi sebesar Rp 9.943,64/US$, rata-rata (mean) sebesar Rp 7.650,92/US$
dengan standar deviasi Rp 1.596,46/US$.
4.1.6. Hasil Uji Asumsi Klasik 4.1.6.1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan grafik histogram, normal
probability plot dan uji Kolmogorov-Smirnov. Dasar pengambilan keputusan
normalitas dengan menggunakan grafit probability plot adalah:
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
menunjukkan pola berditribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, tidak menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model
Pada uji Kolmogorov-Smirnov, apabila nilai signifikansi lebih besar dari
0,05, maka data residual berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05, maka data residual tidak berdistribusi normal. Berdasarkan
print output SPSS, diperoleh hasil uji normalitas, seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized
Predicted Value
N 11
Normal Parameters(a,b) Mean 7.650,92
Std. Deviation 1.543,09
Most Extreme Differences Absolute 0,222
Positive 0,150
Negative -0,222
Kolmogorov-Smirnov Z 0,735
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,652
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Dari Tabel 4.6, diketahui nilai Kolmogorov-Sminorv (K-S) sebesar 0,735
dengan tingkat signifikan 0,652 lebih besar dari 0,05. Artinya, variabel penelitian
terdistribusi normal, karena tingkat signifikan 0,652 > 0,05.
Normalitas dapat dideteksi melalui pengamatan histogram seperti yang
Regression Standardized Residual
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Dari gambar di atas (setelah moderating) terlihat bahwa grafik histogram
memberikan pola distribusi yang normal. Dilihat dari gambar 4.2, terlihat bahwa
data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
menunjukkan pola distribusi normal. Dengan demikian, model regresi memenuhi
Observed Cum Prob
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y
Gambar 4.4. Normal P-P Plot of Regression Standartized Residual
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
4.1.6.2. Hasil Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi terdapat korelasi antar variabel independen (cadangan devisa, pendalaman
sektor keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan). Pengujian multikolinearitas
dilakukan dengan melihat VIF antar variabel independen. Nilai cut-off yang
umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikoloniearitas adalah Tolerance <
1 sedangkan Variance Inflation Factor (VIF) < 10. Jika VIF menunjukkan angka
> 10 dan nilai tolerance > 1, hal ini berarti terdapat gejala multikolinearitas.
Sebaliknya, jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance < 1, berarti tidak terdapat
multikolinieritas. Berdasarkan print output SPSS, diperoleh hasil uji
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
X1 0,475 2,103
X2 0,906 1,104
X3 0,446 2,244
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai tolerance untuk variabel cadangan
devisa (X1) sebesar 0,475 dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) sebesar
2,103. Nilai tolerance untuk variabel pendalaman sektor keuangan (X2) sebesar
0,906 dengan nilai VIF sebesar 1,104. Nilai tolerance untuk variabel gejolak nilai
tukar perdagangan (X3) sebesar 0,446 dengan nilai VIF sebesar 2,244. Hasil uji
multikolinieritas menunjukkan bahwa rata-rata nilai VIF < 10 dan nilai tolerance
< 1. Artinya, variabel independen tidak mengalami multikolinieritas.
4.1.6.3. Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara
kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan kesalahan pengganggu periode
sebelumnya dalam model regresi. Dari print output SPSS, diperoleh hasil uji
autokorelasi seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
1 2,133
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Dari tabel di atas, diketahui nilai Durbin Watson Test sebesar 2,133.
4.1.6.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (dependend) yaitu Zpred dengan residualnya Sresid. Jika ada pola
tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar dan menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Berdasarkan print output SPSS, diperoleh hasil uji heteroskedastisitas seperti pada
gambar berikut:
Dari gambar tersebut di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar di atas dan
bergelombang melembar kemudian menyempit dan melebar kembali. Artinya,
tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda berguna untuk mengetahui besar pengaruh
variabel bebas (cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai
tukar perdagangan) terhadap variabel terikat (nilai tukar riil Rupiah). Berdasarkan
print output SPSS, diperoleh persamaan regresi linear berganda dan uji t, sebagai
berikut:
Tabel 4.9
Persamaan Regresi Linear Berganda
Model
a Dependent Variable: Y
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Dari tabel di atas, diperoleh persamaan regresi linear berganda adalah:
Y = 2.056,679 + 0,030X1 + 139,290X2 – 23,782X3
Dari persamaan regresi linear berganda tersebut, masing-masing variabel
independen dapat diinterpretasikan pengaruhnya terhadap nilai tukar riil Rupiah,
sebagai berikut:
1. Nilai konstanta (a) sebesar 2.056,679 menyatakan bahwa jika variabel
independen konstan atau bernilai nol, maka nilai tukar riil Rupiah akan naik
2. Nilai koefisien cadangan devisa (X1) sebesar 0,030. Hal ini menunjukkan
bahwa jika variabel cadangan devisa bertambah US$ 1 juta, maka nilai tukar
riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 0,030/US$.
3. Nilai koefisien pendalaman sektor keuangan (X2) sebesar 139,290. Hal ini
menunjukkan bahwa jika variabel pendalaman sektor keuangan bertambah
1%, maka nilai tukar riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 139,290/US$.
4. Nilai koefisien gejolak nilai tukar perdagangan (X3) sebesar 23,782. Hal ini
menunjukkan bahwa jika variabel gejolak nilai tukar perdagangan turun 1%,
maka nilai tukar riil rupiah akan meningkat sebesar Rp 23,782/US$.
4.3. Pengujian Hipotesis
4.3.1. Uji Signifikansi Parsial (t-test)
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara
parsial terhadap variabel variabel dependen. Variabel independen dikatakan
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen apabila variabel
dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05. Hasil uji t,
disajikan sebagai berikut:
a Dependent Variable: Y
Dari tabel 4.10, dapat diinterpretasikan hasil uji t, sebagai berikut:
1. Untuk variabel cadangan devisa nilai thitung (4,132) > ttabel (2,262) dengan
tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,004 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
2. Untuk variabel pendalaman sektor keuangan nilai thitung (2,618) > ttabel (2,262)
dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,034 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan
Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pendalaman sektor keuangan
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil
Rupiah di Indonesia.
3. Untuk variabel gejolak nilai tukar perdagangan nilai thitung (-2,420) > ttabel
(2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,046 < 0,05, sehingga H0
ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar
perdagangan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai
tukar riil Rupiah di Indonesia.
4.3.2. Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara
simultan atau bersama-sama terhadap variabel variabel dependen. Variabel
independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen
apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05.
Berdasarkan print output SPSS versi 20, diperoleh hasil uji signifikansi simultan
Tabel 4.11
Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 23.811.154,281 3 7.937.051.427 33,156 0,000(a)
Residual 1.675.680,362 7 239.382.909
Total 25.486.834,644 10
a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti 2016
Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai Fhitung (33,156) > Ftabel (4,35)
dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha
diterima. Artinya, cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai
tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stabilisasi
nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Dengan demikian, hipotesis diterima.
4.3.3. Uji Koefisien Determinan (R Square)
Nilai koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara variabel
independent terhadap variabel dependent. Nilai koefisien determinan (R Square)
menunjukkan sejauh mana variabel dependent dapat dijelaskan oleh variabel
independent. Dari print output SPSS, diperoleh hasil uji koefisien korelasi dan
koefisien determinan (R Square), sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil Uji Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinan (R Square)
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 0,967(a) 0,934 0,906 489,26773
a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable: Y
Dari tabel 4.12, diketahui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,967. Hal
ini menunjukkan bahwa cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan
gejolak nilai tukar perdagangan mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap
nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Nilai koefisien determinan (R Square) sebesar
0,934. Artinya, variabel nilai tukar riil Rupiah dapat dijelaskan oleh variasi
variabel cadangan devisa, pendalaman sektor keuangan dan gejolak nilai tukar
perdagangan sebesar 93,4%, sedangkan 6,6% lagi dijelaskan oleh faktor lainnya
yang tidak dimasukkan dalam dalam model penelitian. Standard error of estimate
sebesar 489,26773. Semakin kecil angka ini, semakin tepat model regresi dalam
memprediksi nilai tukar riil Rupiah.
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian
4.4.1. Pengaruh Cadangan Devisa Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah
Untuk variabel cadangan devisa nilai thitung (4,132) > ttabel (2,262) dengan
tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,004 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari (2008) yang
menyimpulkan bahwa cadangan devisa berpengaruh signifikan terhadap stabilisasi
nilai tukar riil rupiah di Indonesia. Selain itu, juga mendukung penelitian
Suryandari (2009), yang menyimpulkan bahwa international reserves
berpengaruh signifikan terhadap stabilitas nilai tukar riil akibat terms of trade
pelaksana kebijakan moneter. Cadangan devisa berguna untuk membiayai
transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses
pembangunan dan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Cadangan devisa digunakan untuk menghadapi ketidakpastian keadaan di masa
mendatang, sehingga bila terjadi penurunan nilai tukar riil rupiah, maka cadangan
devisa dapat digunakan untuk menstabilkan nilai tukar riil Rupiah. Perbaikan term
of trade dapat meningkatkan aliran modal masuk ke dalam negeri, sehingga nilai
tukar riil rupiah meningkat. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam
negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang
dilakukan oleh negara Indonesia melalui ekspor ke negara-negara lain.
Negara-negara tujuan ekspor Indonesia adalah:
1. Asean meliputi: Singapura, Malaysia, Thailand dan negara-negara Asean
lainnya.
2. Uni Eropa: Jerman, Italia, Belanda dan Uni Eropa lainnya.
3. Negara utama lainnya adalah Cina, Jepang, Amerika Serikat, India,
Australia, Korea Selatan, dan Taiwan.
Barang yang diekspor oleh Indonesia adalah migas dan non migas. Migas
berupa minyak mentah, hasil minyak dan gas; sedangkan non migas berupa hasil
pertanian, hasil pengolahan dan pertambangan lainnya. Kenaikan ekspor akan
meningkatkan cadangan devisa karena mata uang asing semakin banyak yang
masuk ke dalam negeri. Selain itu, permintaan negara-negara yang menjadi tujuan
ekspor terhadap mata uang rupiah semakin meningkat, sehingga nilai tukar riil
stabilitas nilai tukar rupiah dan optimisme terhadap perekonomian nasional
melalui penetapan kebijakan bahwa para eksportir harus menggunakan perbankan
dalam negeri di dalam aktivitas ekspornya. Namun eksportir tidak menggunakan
perbankan dalam negeri karena bank dalam negeri tidak mampu memberikan
fasilitas yang memadai dalam bertransaksi ekspor-impor sebagaimana yang
dilakukan oleh bank di luar negeri. Dalam hal ini, bank korespondensi yang
dimiliki di dalam negeri terbatas dan insentif yang tidak kompetitif jika
dibandingkan dengan bank di luar negeri. Kondisi ini mengakibatkan devisa yang
bersumber dari ekspor barang tidak sepenuhnya dinikmati oleh Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut dan meningkatkan cadangan devisa, pemerintah
Indonesia melalui Bank Indonesia menetapkan Peraturan Bank Indonesia No
13/20/PBI/2011, yang mewajibkan transaksi atas devisa yang diterima dari hasil
ekspor dan utang luar negeri harus melalui bank devisa di dalam negeri.
3.4.2. Pengaruh Pendalaman Sektor Keuangan Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah
Untuk variabel pendalaman sektor keuangan nilai thitung (2,618) > ttabel
(2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,034 < 0,05, sehingga H0 ditolak
dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pendalaman sektor keuangan
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di
Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari
(2008) yang menyimpulkan bahwa financial deepening berpengaruh signifikan
mendukung penelitian Ruslan (2011), yang menyimpulkan bahwa financial
deepening berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar mata uang. Pendalaman
sektor keuangan dapat meningkatkan perekonomian dalam negeri, hal ini tercapai
bilaman diikuti dengan intermediasi perbankan dan invesasi yang sesuai dengan
kinerja perekonomian nasional. Jika kondisi perekonomian nasional membaik,
maka pendalaman sektor keuangan meningkat, sehingga nilai tukar riil rupiah
meningkat.
3.4.3. Pengaruh Gejolak Nilai Tukar Perdagangan Terhadap Nilai Tukar Riil
Rupiah
Untuk variabel gejolak nilai tukar perdagangan nilai thitung (-2,420) > ttabel
(2,262) dengan tingkat signifikansi (sig) sebesar 0,046 < 0,05, sehingga H0 ditolak
dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar perdagangan
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di
Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Asmanto dan Suryandari
(2008) yang menyimpulkan bahwa gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh
signifikan terhadap stabilisasi nilai tukar riil rupiah di Indonesia.
Perbaikan nilai tukar perdagangan dalam artian ekspor meningkat, dapat
meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang
selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil. Gejolak nilai tukar perdagangan
dipengaruhi oleh nilai perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu
negara ke negara lain. Gejolak nilai tukar perdagangan diukur dari perbandingan
negara Indonesia berusaha meningkatkan ekspor ke negara lain. Dalam hal ini,
pemerintah perlu meningkatkan penerimaan ekspor Indonesia dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan ekspor Indonesia meningkat secara
terus menerus dan stabil. Perlunya menjaga harga komoditas ekspor Indonesia
agar tetap kompetitif di pasar internasional. Peningkatan ekspor dapat
memperbaiki nilai tukar perdagangan, sehingga permintaan terhadap mata uang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh adalah Y = 2.056,679 +
0,030X1 + 139,290X2 – 23,782X3. Hal ini berarti bahwa jika cadangan devisa
dan pendalaman sektor keuangan meningkat, maka nilai tukar riil rupiah naik.
Akan tetapi, jika gejolak nilai tukar perdagangan meningkat, maka nilai tukar
rupiah turun.
2. Hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel cadangan devisa, pendalaman sektor
keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
3. Hasil uji F, menunjukkan bahwa variabel cadangan devisa, pendalaman sektor
keuangan dan gejolak nilai tukar perdagangan berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap stabilisasi nilai tukar riil Rupiah di Indonesia.
5.2. Saran
Adapun saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan kepada Bank
Indonesia dan pemerintah negara Republik Indonesia adalah:
1. Hendaknya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter mampu
menjaga cadangan devisa yang cukup dan stabil, sehingga bank sentral
2. Sebaiknya Bank Indonesia menetapkan kebijakan yang mendorong fungsi
intermediasi bank-bank di Indonesia untuk menjaga jumlah uang beredar,
sehingga pendalaman sektor keuangan semakin baik, dan hal ini dapat
meningkatkan nilai tukar riil rupiah.
3. Untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar perdagangan, sebaiknya pemerintah
menciptakan iklim yang memungkinkan ekspor Indonesia meningkat terus
menerus, sehingga pendapatan dan cadangan devisa meningkat, dan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cadangan Devisa
Kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan
manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu. Motif kepemilikan
international reserves dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang
uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif
transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga
berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih
memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan
investasi dengan international reserves (Gandhi dalam Asmanto dan Suryadari,
2008:124).
Abdullah dan Tantri (2014:88), “cadangan devisa adalah cadangan devisa
negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca
Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan
lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan
sebagai alat pembayaran luar negeri”.
Cadangan devisa mencakup pula hak atas devisa yang setiap waktu dapat
ditarik dari suatu badan keuangan internasional. Bank Indonesia mengupayakan
dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter. Pengelolaan cadangan
devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi
devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan
surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman.
Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip
keamanan dan kesiagaan memenuhi kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip
untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Tujuan pengelolaan dan
pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya menjaga nilai tukar (Abdullah dan Tantri, 2014:88).
Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia adalah pinjaman luar
negeri yang atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan
hukum. Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan
devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran sebagian dari pelaksanaan
kebijakan moneter. Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak
termasuk dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Jumlah pinjaman
tersebut disesuaikan dengan kemampuan Bank Indonesia untuk membayar
kembali pelaksanaan pinjaman harus dapat dipantau oleh Dewan Perwakilan
Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
Jhingan dalam Asmanto dan Suryadari (2008:124) menyatakan bahwa
“International liquidity (generally used as a synonym for international reserves)
is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the
devisa merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi
ketidakseimbangan neraca pembayaran.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cadangan devisa
sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat
digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran
atau dalam rangka stabilitas moneter.
Kecukupan cadangan devisa ditentukan oleh besarnya kebutuhan impor
dan sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam sistem nilai tukar yang
mengambang bebas, fungsi cadangan devisa adalah untuk menjaga stabilitas nilai
tukar hanya terbatas pada tindakan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar yang
terlalu tajam. Oleh karena itu, cadangan devisa yang dibutuhkan tidak perlu
sebesar cadangan devisa yang dibutuhkan apabila negara tersebut mengadopsi
sistem nilai tukar tetap. Wujud utama dari cadangan devisa adalah emas, hard
currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang
dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan
Yen serta surat-surat berharga terbitan IMF yang biasa disebut sebagai Special
Drawing Rights (SDRs). Penjelasan lebih rinci mengenai komponen international
reserves sebagaimana dijelaskan oleh Gandhi (2006: 4).
Berkaitan dengan sifat dari rezim nilai tukar (sistem nilai tukar tetap,
mengambang dan mengambang terkendali) di negara yang menganut sistem nilai
tukar tetap pada umumnya memerlukan cadangan devisa yang besar untuk
mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan oleh
bebas yang diterapkannya. Dengan demikian, cadangan devisa sebagai upaya
untuk berjaga-jaga dalam menghadapi fluktuasi nilai tukarnya otoritas moneter
negara tersebut membutuhkan cadangan devisa dalam jumlah yang dianggap
memadai guna stabilisasi nilai tukar.
Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar
dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah cadangan devisa
yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem
nilai tukar tetap yang rigid.
Carbaugh (2004:516), menyatakan bahwa “tujuan utama dari cadangan
devisa adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar
sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar”. Suatu negara dengan aktivitas
stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah cadangan devisa yang besar pula.
Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin
besarnya transaksi perdagangan dan aliran modal antar negara. Semakin terbuka
perekonomian suatu negara kebutuhan cadangan devisanya cenderung semakin
besar guna membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk
mengukur kecukupan cadangan devisa sehubungan dengan transaksi perdagangan
antar negara adalah marginal propensity to import. Semakin besar angka
propensity tersebut menunjukkan semakin besarnya kebutuhan cadangan devisa
yang harus dimiliki dan semakin kecil angka propensity tersebut menunjukkan
semakin kecilnya kebutuhan cadangan devisa yang harus dimiliki (Gandhi,
2006:11). Dengan tersedianya cadangan devisa yang mencukupi, maka apabila
berpengaruh pada nilai tukar riilnya, maka cadangan devisa dapat berperan
sebagai absorber.
2.2. Pendalaman Sektor Keuangan
Keberadaan sektor keuangan dapat dilihat dari beberapa indikator dalam
perkembangannya. Dalam hal ini terdapat beberapa pandangan mengenai
indikator untuk mengetahui perkembangan sektor keuangan di suatu negara.
Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Lynch dalam Ruslan (2011:185),
yang menyatakan terdapat 5 indikator untuk mengetahui perkembangan sektor
keuangan suatu negara, yakni:
1. Ukuran kuantitatif (quantity measures)
Indikator kuantitatif bersifat moneter dan kredit, seperti rasio uang dalam arti
sempit terhadap PDB, rasio uang dalam arti luas terhadap PDB dan rasio
kredit sektor swasta terhadap PDB. Indikator kuantitatif ini untuk mengukur
pembangunan dan kedalaman sektor keuangan.
2. Ukuran struktural (structural measures)
Indikator struktural menganalisa struktur sistem keuangan dan menentukan
pentingnya elemen-elemen yang berbeda-beda pada sistem keuangan.
Rasio-rasio yang digunakan sebagai indikator adalah : Rasio-rasio uang dalam arti luas
terhadap PDB, rasio pengeluaran pasar sekuritas terhadap uang dalam arti
luas.
3. Harga sektor keuangan (financial prices)
Indikator ini dilihat dari tingkat bungan kredit dan pinjaman sektor riil.
Indikator ini dilihat dari berbagai jenis-jenis instrumen keuangan yang
terdapat di pasar keuangan, seperti produk keuangan dan bisnis (commercial
paper,corporate bond, listed equity), produk investasi, produk pengelolaan
risiko dan nilai tukar luar negeri.
5. Biaya Transaksi (transaction cost)
Indikator ini dilihat dari spread suku bunga.
Berkaitan dengan indikator kuantitatif untuk melihat perkembangan sektor
keuangan dalam pembangunan dengan menggunakan rasio antara aset keuangan
dalam negeri terhadap PDB (seperti: rasio M1/GDP, M2/GDP, M3/GDP,
M4/GDP), maka perkembangan dalam rasio aset keuangan terhadap PDB
menunjukkan pendalaman keuangan. Perkembangan yang semakin besar dalam
rasio tersebut menunjukkan semakin dalam sektor keuangan suatu negara.
Sebaliknya semakin kecil rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor
keuangan suatu negara.
Shaw dalam Ruslan (2011:185), “pendalaman keuangan (financial
deepening) merupakan akumulasi dari aktiva-aktiva keuangan yang lebih cepat
dari pada akumulasi kekayaan yang bukan keuangan”. Pendalaman keuangan
ditunjukkan oleh semakin besarnya rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan
PDB. Sebaliknya semakin kecil rasio antara jumlah uang beredar (M2) dengan
PDB menunjukkan semakin dangkal sektor kuangan suatu negara. Ukuran
pendalaman keuangan suatu negara ditunjukkan oleh rasio antara jumlah
kekayaan yang dinyatakan dengan uang (financial asset) dengan pendapatan
perekonomian suatu negara semakin dalam. Semakin tinggi pendalaman keuangan
semakin besar penggunaan uang dalam perekonomian dan semakin besar serta
semakin meluas kegiatan lembaga keuangan maupun pasar uang dalam
perekonomian (Wardhana dalam Ruslan (2011:185).
Menurut King dan Levine dalam Asmanto dan Suryadari (2008),
merancang 4 ukuran dalam perhitungan perkembangan sektor keuangan. Pertama,
ukuran dari kedalaman sektor keuangan adalah rasio dari kewajiban lancar (liquid
liabilities) dari sistem keuangan terhadap GDP. Kewajiban lancar dalam hal ini
adalah M3, namun apabila M3 tidak bisa didapatkan, maka digunakan M2. Hal ini
sejalan dengan IMF dalam database International Financial Statistic. Kedua,
adalah rasio dari deposit money bank domestic asset dibagi dengan deposit money
bank domestic asset ditambah dengan central bank domestic asset yang
menggambarkan institusi keuangan yang lebih spesifik. Ketiga, rasio kredit dari
sektor swasta non keuangan dibagi dengan total kredit domestik. Keempat, adalah
rasio kredit sektor swasta non-keuangan dibagi dengan GDP. Dua yang terakhir
ini menggambarkan ukuran kuangan sektor dan tingkat pinjaman publik.
Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening
juga dibenarkan oleh King dan Levine dalam Asmanto dan Suryandari (2008).
Semakin kecil rasio tersebut, semakin dangkal sektor keuangan suatu negara.
Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20%
dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP (Aizenman dan Crichton,
terms of trade shock, maka negara dengan sektor keuangan yang dalam akan
mampu menstabilkan nilai tukarnya secara otomatis melalui mekanisme pasar.
2.3. Gejolak Nilai Tukar Perdagangan
Perdagangan internasional memberikan gambaran tentang hubungan
ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain. Perdagangan
internasional membahas tentang keseimbangan neraca perdagangan internasional,
blok perdagangan dan kebijakan pemerintah suatu negara dalam mengatur
perdagangan internasionalnya. Perdagangan internasional membahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan ekonomi antara satu negara dengan
negara lain, kegiatan pertukaran hasil output satu negara dengan yang lain,
pertukaran saran dan faktor produksi, serta hubungan kredit (konsekuensi
utang-piutang).
Feriyanto (2015:10), menyatakan “perdagangan internasional adalah
kegiatan perekonomian dan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama”.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan, antar individu
dengan pemerintah suatu negara dan pemerintah suatu negara dengan pemerintah
negara lain. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pembeli dan penjual terpisah oleh
batas-batas negara, barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara
lain melalui bermacam peraturan, serta antara satu negara dengan negara lain
dalam perdagangan dan sebagainya. Setiap negara yang melakukan perdagangan
dengan negara lain tentunya akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut.
Feriyanto (2015:11), menyatakan manfaat melakukan perdagangan
internasional adalah:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan.
4. Transfer teknologi modern.
Setiap negara dalam kehidupan di dunia ini pasti akan melakukan interaksi
dengan negara-negara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerja sama atau
interaksi itu berbentuk perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan
istilah perdagangan internasional.
Terdapat beberapa konsep tentang nilai tukar perdagangan (terms of trade,
TOT). Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu
net barter terms of trade atau juga dapat disebut commodity terms of trade. Net
barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan
indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar
perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah
impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin dalam
Asmanto dan Suryadari, 2008:126). Formulasinya sebagai berikut:
%
Di mana, Px adalah indeks harga ekspor; Pm adalah indeks harga impor; dan 100
trade, berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif karena
dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar.
Konsep kedua adalah gross barter terms of trade merupakan perbandingan
antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi
tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga.
Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa
maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade.
Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan
rumus sebagai berikut :
Qx Pm
Px Qx N
I = × = ×
Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah indeks harga ekspor; Pm
adalah indeks harga impor; dan Qx adalah indeks kuantitas ekspor. Berdasarkan
konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa suatu negara
dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar kenaikan nilai
ekspornya.
Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain variabel harga juga
sangat penting untuk menilai terms of trade ini dengan mempertimbangkan
volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi mungkin diimbangi
dengan turunnya volume ekspor.
Asmanto dan Suryadari (2008:126) menyatakan bahwa perbaikan TOT
dapat timbul sebagai akibat:
1. Harga ekspor naik sedang harga impor tetap;
3. Harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya
harga impor;
4. Harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya
harga impor.
Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil adalah
dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan
meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang
selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya
TOT akan mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat, sehingga akan
mendepresiasi nilai tukar riil. Terkait dengan jenis produksi yang diperdagangkan,
maka secara umum nilai tukar perdagangan komoditi (commodity terms of trade
atau net barter terms of trade) negara-negara berkembang cenderung mengalami
kemerosotan dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah sebagian
besar atau bahkan semua kenaikan produktivitas yang terjadi di negara-negara
maju dialirkan ke para pekerjanya dalam bentuk upah dan pendapatan yang lebih
tinggi, sedangkan sebagian besar atau seluruh kenaikan produktivitas yang
berlangsung di negara-negara berkembang diwujudkan sebagai harga-harga
produk yang lebih murah.
2.4. Nilai Tukar Riil
Perubahan kecil dalam nilai mata uang akibat kekuatan pasar tidak
mengharuskan bank sentral melakukan intervensi pasar mata uang luar negeri.
Masyarakat atau lembaga keuangan dapat menjual atau membeli mata uang luar
panjang. Suatu negara yang mengalami surplus neraca pembayaran tidak
menginginkan nilai tukar mata uang negara tersebut apresiasi karena harga produk
ekspor menjadi relatif lebih mahal. Apresiasi nilai tukar mata uang akan
mengurangi penjualan perusahaan dan surplus neraca pembayaran internasional,
jumlah pengangguran naik dan diikuti oleh penjualan mata uang domestik pada
pasar uang luar negeri untuk meningkatkan cadangan internasional. Sebaliknya,
negara yang mengalami defisit neraca pembayaran internasional tidak
menginginkan nilai tukar mata uang negara tersebut depresiasi karena harga relatif
produk impor menjadi lebih mahal dan menciptakan stimulus inflasi. Manurung
2009:274), menyatakan bahwa “suatu negara sering kali membeli mata uang
domestik pada pasar uang luar negeri dan melepas cadangan internasional untuk
menjaga nilai tukar suatu mata uang tetap tinggi atau kuat”.
Sistem keuangan internasional sekarang adalah sistem nilai tukar tetap dan
fleksibel. Fluktuasi nilai tukar merupakan respon kekuatan pasar, bukan
ditentukan oleh aksi jual beli mata uang. IMF sebagai pemberi pinjaman
internasional tidak pernah menganjurkan agar nilai mata uang suatu negara tetap.
IMF secara langsung menyediakan pinjaman kepada negara yang mengalami
defisit necara pembayaran internasional. Sisi lain yang penting dari sistem
keuangan internasional sekarang ini adalah keberlanjutan sistem transaksi
keuangan internasional dengan konversi dalam bentuk emas. Sejak tahun 1970,
IMF telah menerbitkan suatu kertas emas sebagai subsitusi emas yang dikenal
sebagai hak penarikan khusus (Special Drawing Right-SDR). Mirip seperti emas,
diputuskan untuk meningkatkan cadangan internasional, perdagangan dunia dan
pertumbuhan ekonomi. Penggunaan emas dalam transaksi internasional masih
dilakukan oleh IMF dengan cara menghilangkan harga resmi emas sejak tahun
1975 dan penjualan emnas. Sekarang ini harga emas ditentukan oleh kekuatan
pasar, spekulator dapat membeli atau menjual emas sesuai dengan kekuatan pasar.
Manurung (2009:277), menyebutkan bahwa pertimbangan nilai tukar mata
uang penting dalam sistem nilai tukar fleksibel karena nilai tukar mata uang
memainkan peranan penting terhadap kebijakan moneter. Jika bank sentral tidak
menginginkan nilai tukar mata uang depresiasi maka kontraksi moneter perlu
dilakukan untuk mengurangi jumlah penawaran uang dan meningkatkan tingkat
suku bunga domestik. Apresiasi nilai tukar mata uang domestik akan mengurangi
persaingan industri domestik, tetapi arus modal masuk akan naik sehingga
ekspansi moneter dari bank sentral perlu untuk mendorong depresiasi nilai tukar
mata uang domestik. Sebaliknya, depresiasi nilai tukar mata uang domestik akan
meningkatkan persaingan industri domestik tetapi arus modal masuk turun,
sehingga kontraksi moneter dari bank sentral perlu untuk mendorong apresiasi
nilai tukar mata uang domestik. Dengan demikian, salah satu tujuan kebijakan
moneter dari bank sentral adalah menjaga stabilitas nilai tukar mata uang dalam
jangka panjang.
Supriana (2008:201), menyatakan bahwa “nilai tukar atau kurs valuta
asing menunjukkan harga atau nilai mata uang sesuatu negara dinyatakan dalam
nilai mata uang negara lain”. Nilai tukar valuta asing dapat juga didefinisikan
dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Nilai tukar antar dua
negara akan berubah seiring dengan berubahnya waktu.
Supriana (2008:202), menyatakan nilai tukar valuta asing dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate).
Dalam sistem ini nilai tukar ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah
melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing.
Tujuannya adalah untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak
memberikan pengaruh yang buruk terhadap perekonomian.
2. Sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate).
Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya jumlah
permintaan dan jumlah penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran uang asing menjadi faktor-faktor yang
menentukan besarnya nilai tukar uang asing. Sistem ini tidak
membutuhkan cadangan devisa dan bank sentral juga tidakperlu
mengintervensi pasar karena kurs mata uang ditetapkan oleh interaksi
antara permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan.
Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan harga-harga
barang dan jasa. Nilai tukar diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap
mata uang negara lain. Nilai tukar nominal biasa disebut nilai tukar (Pugel dalam
Asmanto dan Suryandari, 2008:128). Nilai tukar nominal merupakan harga relatif
dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata
tukar nominal dalam negeri dengan Consumer Price Index (CPI) luar negeri
dibagi dengan CPI dalam negeri, atau dengan rumus:
DN
Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan
perubahan dalam nilai tukar valuta asing. Supriana (2008:202) menyatakan faktor
yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing adalah:
1. Perubahan preferensi masyarakat
Cita rasa masyarakat mempengaruhi pola konsumsi mereka atas
barang-barang yang diproduksi, di dalam negeri atau barang-barang impor. Perbaikan kualitas
barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor
bertambah besar. Pertumbuhan impor membutuhkan valuta asing dalam
jumlah yang lebih besar. Hal ini menyebabkan permintaan valuta asing
bertambah, sehingga harga valuta asing meningkat. Perubahan-perubahan ini
akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.
2. Perubahan harga barang ekspor dan impor
Harga sesuatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Sesuai dengan teori
permintaan dan penawaran barang dalam negeri yang dijual dengan harga
relatif murah akan menaikkan jumlah ekspor dan bila harganya naik, maka
jumlah ekspor berkurang. Naik turunnya harga barang ekspor dan impor akan
mempengaruhi penawaran dan permintaan atas mata uang negara tersebut.
Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada nilai tukar. Inflasi cenderung untuk
menurunkan nilai tukar. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri
relatif lebih mahal dari harga-harga di luar negeri oleh karena itu inflasi
cenderung meningkatkan impor. Inflasi juga menyebabkan harga-harga barang
ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi
ekspor. Hal ini menyebabkan permintaan atas valuta asing meningkat.
Peningkatan permintaan akan menyebabkan harga juga meningkat.
4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
Naik turunnya suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting
perannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat
pengembalian yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri
mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian
investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara
itu. Apabila lebih banyak modal mengalir ke dalam suatu negara, permintaan
ke atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang negara tersebut akan
meningkat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot, apabila lebih banyak
modal negara dialirkan ke luar negeri dari pada ke dalam negeri, karena suku
bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi di negara lain jika
dibandingkan dengan dalam negeri.
5. Pertumbuhan ekonomi
Pengaruh pertumbuhan ekonomi kepada nilai tukar mata uang tergantung
kepada penyebab pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila pertumbuhan
ekonomi disebabkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan ke atas
impor yang berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara
lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang
negara tersebut akan merosot.
2.5. Peneliti Terdahulu
Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Hasil penelitian
1. Asmanto, tukar riil rupiah akibat gejolak nilai tukar perdagangan
Secara simultan variabel-variabel yang digunakan dalam estimasi keseluruhan maupun estimasi spesifik memiliki pengaruh yang signifikan
Secara parsial menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas yang signifikan terhadap variabel nilai tukar riil (variabel dependen) pada estimasi secara keseluruhan.
Variabel tingkat bunga dan pendapatan nasional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial
deepening Indonesia selama tahun
1980-2007. Sedangkan variabel kurs nilai tukar Rp/US$ tidak memiliki pengaruh terhadap financial deepening Indonesia.
Diantara variabel-variabel yang ada, variabel pendapatan nasional memiliki penaruh terbesar terhadap perkembangan financial deepening di Indonesia selama tahun 1980-2007 penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade
shock
Variabel international reserves mitigation term berperan sebagai
penstabil nilai tukar riil akibat terms of
trade shock secara keseluruhan negara,
sedangkan secara spesifik untuk negara Indonesia tidak diperoleh hasil bahwa international reserves berperan sebagai penstabil nilai tukar riil. Variabel financial deepening mitigation term menunjukkan bahwa
Indonesia financial deepening
mitigation term berfungsi sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of
trade shock melalui mekanisme
penyesuaian otomatis yang telah berjalan dengan baik.
2.6. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Feriyanto (2015:13), menyatakan bahwa “perdagangan internasional juga
dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan devisa suatu negara”. Dalam memenuhi
segala kebutuhannya setiap negara harus memiliki cadangan devisa yang
digunakan dalam melakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah
pemasukan dari perdagangan internasional.
Kecukupan cadangan devisa mampu mengikuti perkembangan indikator
moneter terutama nilai tukar rupiah dan perkembangan pasar valuta asing,
dikarenakan bahwa devisa merupakan salah satu alat dan sumber pembiayaan
yang penting bagi perekonomian suatu bangsa dan negara. Pemilikan dan
penggunaan devisa serta sistem nilai tukar harus diatur sebaik-baiknya untuk
memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran dengan luar
negeri.
Cadangan devisa (X1)
Pendalaman Sektor Keuangan (X2)
Gejolak Nilai Tukar Perdagangan (X3)