• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parasitisasi pada cecidochares connexa di beberapa tempat di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Parasitisasi pada cecidochares connexa di beberapa tempat di Jawa Barat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

ISNAWAN SAFI’I

G34101034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PARASITISASI PADA

Cecidochares connexa

DI BEBERAPA TEMPAT DI JAWA BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ISNAWAN SAFI’I

G34101034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dibimbing oleh SOEKISMAN TJITROSEMITO dan KASNO.

Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson merupakan gulma yang penting di hutan, padang rumput, dan perkebunan. Salah satu pengendalian secara biologi C.odorata adalah menggunakan Cecidochares connexa (Macquart), salah satu serangga musuh alaminya. Pada tahun 1995, C.connexa dilepaskan di Jawa Barat. Dalam perjalanannya diketahui adanya parasitoid yang memparasit C.connexa. Adanya parasitoid tersebut dikuatirkan akan mengurangi efektivitas

C.connexa dalam mengendalikan C.odorata. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk mengetahui daerah sebaran parasitoid pada C.connexa di beberapa tempat di Jawa Barat, dan dikerjakan di Laboratorium Pest and Diseases Management, SEAMEO BIOTROP Bogor. Pengambilan contoh puru dilakukan di sembilan lokasi. Enam lokasi menunjukkan adanya

C.connexa pada C.odorata, sedangkan tiga lokasi lainnya belum menunjukkan adanya C.connexa

pada C.odorata. Dari enam lokasi yang terdapat C.connexa pada C.odorata, ternyata ditemukan parasitoid pada C.connexa. Dalam penelitian lain yang terpisah dikemukakan bahwa parasitoid yang ditemukan ada dua jenis yaitu Ormyrus dan Eupelmus. Berdasarkan penelitian ini, hanya

Ormyrus yang sudah terdapat di keenam lokasi tersebut. Kedua parasitoid tersebut merupakan parasitoid pupa. Tingkat parasitisasi pada C.connexa di Jawa Barat rata-rata 4.09%. Tingkat parasitasi tertinggi dari keenam lokasi sebesar 8.89% di Haurbentes. Nilai tersebut dianggap masih rendah sehingga tidak akan mengganggu populasi C.connexa. Tingkat parasitasi pada C.connexa

pada tempat yang alami lebih tinggi dari pada tempat yang sering diganggu ekologinya.

ABSTRACT

ISNAWAN SAFI’I. Parasitism of Cecidochares connexa in several locations in West Java. Supervised by SOEKISMAN TJITROSEMITO and KASNO.

Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson is an important weed in forests, pastures, and plantations. One of the biocontrol agent for C.odorata is Cecidochares connexa (Macquart), a natural enemy of this weed. In 1995, C.connexa was released in West Java. In its progress it was found a parasitoid parasitized on C.connexa. This parasitoid was thought to decrease the effectiveness of C.connexa control on C.odorata. In this experiment purposive sampling method was used to investigate parasitism of C. connexa in some locations in West Java, and was carried out in Pest and Diseases Management Laboratory, SEAMEO BIOTROP Bogor. Galls were taken from nine locations. Six locations showed the existence of C.connexa parasitism on C.odorata, not in the three other locations. From six locations which C.odorata were attacked by C.connexa, parasitoids of C.connexa were found as well. In another research, two genus of parasitoid were found, i.e Ormyrus and Eupelmus. Based on this research, only Ormyrus was found in six locations. Both the parasitoids are pupal parasitoid. Parasitism of C.connexa in West Java was estimated to be 4.09%. The highest parasitism of C.connexa from six locations was 8.89% in Haurbentes. In West Java the parasitism was still low so that it will not harm population of

(4)

Judul : PARASITISASI PADA

Cecidochares connexa

DI BEBERAPA

TEMPAT DI JAWA BARAT

Nama : Isnawan Safi’i

NRP :

G34101034

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Soekisman Tjitrosemito Ir. Kasno, M.Sc.

NIP. 130873226 NIP. 130891379

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP. 131473999

(5)

dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2005 adalah Parasitisasi Pada Cecidochares connexa Di Beberapa Tempat Di Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Soekisman Tjitrosemito dan Ir. Kasno, MSc sebagai Pembimbing atas bimbingannya pada karya ilmiah ini. Kepada Ibu Dr. Rika Raffiudin sebagai penguji penulis ucapkan terima kasih. Selanjutnya kepada Ibu Sri Sudarmiyati, Pak Wardi, Pak Imam, Pak Budi, Pak Ujang, Pak Muktar, Ibu Wiwit, serta para staf karyawan PT Perkebunan Nusantara VIII yang telah berperan membantu penulis di lapang dan di laboratorium SEAMEO BIOTROP.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda serta Adikku Fajar Bagus DP yang senantiasa memberikan do’a dan dorongan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat, Vina atas bantuan dan dukungannya, Dewi, Laili, dan Ruly Pahlevi sebagai partner penelitian penulis, Sarifah, Reffina, Lulu, Nana, Irwandi, Deris, Hijrah, Angga, Kanu, Rully Fathoni, Ambar, Henry, Rika, Fitri, Anne N, Rusdi atas semangatnya, Bahrelfi, Made, Bekti, Mas Andi atas semua masukan dan bantuan dalam pengolahan data, serta seluruh teman Biologi angkatan ’38 dan Bafak 46. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, Pak Joni, Pak Agus, Pak Edy dan Mbak Yenny yang selalu direpotkan

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran guna kesempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini memberi manfaat bagi pembaca umumnya.

Bogor, April 2006

Isnawan Safi’i

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 27 Nopember 1983 dari Ayah Sukadi dan Ibu Satinah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Karanganom, Klaten dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kewirausahaan BioWorld, Biologi IPB, PAMABI. Penulis pernah melakukan Praktik Lapang di PT Perkebunan Nusantara X Klaten, Jawa Tengah dengan Judul Perlindungan Tanaman Tembakau Di PT Perkebunan Nusantara X Klaten. Pada tahun 2005/2006 penulis mengikuti proyek data entri PT Lingkaran Survei Indonesia.

(7)

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Waktu dan Tempat ... 1

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 2

Metode ... 2

Pemilihan wilayah ... 2

Penentuan lokasi pembuatan petak contoh ... 2

Pembuatan petak contoh ... 2

Pengambilan Puru... 2

Penanganan Puru ... 2

Analisis data ... 2

HASIL ... 3

PEMBAHASAN ... 5

SIMPULAN ... 6

SARAN ... 7

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Wilayah-wilayah yang dieksplorasi ... 2

2 Wilayah-wilayah yang dijumpai puru ... 3

3 Wilayah-wilayah yang tidak dijumpai puru ... 3

4 Data puru di setiap petak contoh ... 3

5 Frekuensi isi puru di setiap lokasi... 3

6 Matriks nilai p (peluang) adanya perbedaan rataan isi puru setiap lokasi jika dibanding- kan satu sama lain ... 4

7 Jumlah parasitoid dan C.connexa yang muncul, serta pupa dan larva mati ... 4

8 Persentase parasitoid pada C.connexa... 4

9 Hubungan parasitoid dengan ketinggian, curah hujan, dan hari hujan ... 4

10 Perbandingan C.connexa jantan dan betina... 5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data pengamatan daerah Haurbentes ... 8

2 Data pengamatan daerah Cikupa... 11

3 Data pengamatan daerah Pangandaran... 14

4 Data Pengamatan daerah Cimulang ... 17

5 Data pengamatan daerah Batulawang ... 21

6 Data pengamatan daerah Parungpanjang... 23

7 Gambar parasitoid genus Ormyrusbetina (Pahlevi 2006)... 25

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson merupakan tumbuhan asli daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Nama sinonimnya adalah Eupatorium odoratum L. (Tjitrosoedirdjo 1990). Di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, C.odorata tumbuh di hutan sekunder dengan ketinggian dibawah 1000 m dpl dengan curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun (McFayden 1991).

C.odorata termasuk suku Asteraceae, merupakan tumbuhan berbentuk semak dengan ketinggian mencapai 1.5 m - 2 m.

C.odorata dapat tumbuh hingga 7 m jika ada tumbuhan yang menopangnya. Ketika dipangkas, batangnya akan segera tumbuh kembali. Pangkasan batangnya dapat tumbuh akar dan apabila keadaan memungkinkan dapat tumbuh menjadi tumbuhan baru.

C.odorata menghasilkan banyak biji yang disebarkan oleh angin sehingga dapat mendominasi daerah sekitarnya dengan cepat. Selain itu, C.odorata mampu tumbuh dengan baik di tanah yang subur maupun yang miskin unsur hara (Tjitrosoedirdjo 1990).

C.odorata di Indonesia merupakan gulma penting di padang rumput, hutan dan perkebunan karet. Kehadiran C.odorata

menyebabkan berkurangnya daerah padang rumput bagi Banteng (Bos javanicus) di padang penggembalaan Cikamal, badeto dan nanggorak di Cagar Alam Pangandaran (Widayanti et al. 2001). Pada tahun 1922, Beumee menginventarisasi spesies tumbuhan rendah di hutan jati di Pulau Jawa, ia belum menjumpai adanya C.odorata. Ahli kehutanan di Jawa Tengah dan Jawa Timur menemukan dominasi C.odorata besar-besaran setelah sekitar lima puluh tahun kemudian (Tjitrosoedirdjo et al. 1991). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa dominasi

Eupatorium odoratum atau yang sekarang dikenal sebagai C.odorata, dapat menghambat pertumbuhan bibit jati (Daryono & Hamzah 1979)

Keberadaan C.odorata yang menimbulkan kerugian tersebut memerlukan tindakan pengendalian untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Salah satu cara yang dilakukan untuk pengendalian C.odorata

adalah dengan menggunakan serangga musuh alaminya. Salah satu serangga musuh alami

C.odorata adalah Cecidochares connexa

(Macquart) yang termasuk ordo Diptera, famili Tephritidae (Borror et al. 1982).

C.connexa sebelumnya dikenal dengan nama

Procecidochares connexa. Imago P.connexa

mempunyai ciri-ciri berwarna hitam, sayap transparan dengan gambaran pita hitam berpola berselang-seling dengan bagian yang transparan, matanya berwarna merah, bagian thoraks dan abdomennya terdapat pola pita berselang-seling antara hitam dan putih (Widayanti et al. 1999).

Pada tahun 1995, P.connexa dilepaskan pertama kali di Parungpanjang, Jawa Barat sebagai agen pengendali C.odorata.

P.connexa juga dilepaskan di Sukabumi pada tahun 1996 (Tjitrosemito 1998). Pelepasan

P.connexa di wilayah Jawa Barat lainnya yaitu di padang penggembalaan Cikamal, Cagar Alam Pangandaran (Widayanti et al.

2001).

Agen pengendali hayati tersebut mengoviposisi bagian pucuk C.odorata yang belum membuka. Larva P.connexa menggerek jaringan pucuk sehingga membentuk puru dan hidup di dalamnya (Widayanti et al. 1999). Terbentuknya puru tersebut diharapkan dapat mengendalikan pertumbuhan gulma

C.odorata. Dalam perjalanannya diketahui adanya parasitoid yang menyerang C.connexa. Parasitoid adalah serangga yang larvanya berkembang dalam tubuh organisme lain sebagai inang dan pada akhirnya selalu menyebabkan kematian inang (Gullan & Cranston 2000). Adanya parasitoid tersebut dapat mengurangi efektivitas C.connexa

dalam mengendalikan C.odorata.

Parasitoid pada C.connexa yang telah ditemukan di Meksiko merupakan anggota famili Torymidae, Eupelmidae, dan Pteromalidae. Di Brasil utara, parasitoid yang ditemukan merupakan anggota famili Braconidae, Eupelmidae, Torymidae, dan Eulophidae. Di Sumatera dan Jawa, parasitoid yang ditemukan merupakan anggota famili Eulophidae dan superfamili Chalcidoidea (McFadyen et al. 2003). Parasitisasi pada

C.connexa di Jawa Barat sejauh ini belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah sebaran parasitoid pada C.connexa di beberapa tempat di Jawa Barat.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Oktober 2005 di Parungpanjang, beberapa perkebunan tanaman tahunan milik PT Perkebunan Nusantara VIII (Cimulang, Panglejar, Batulawang, Cikupa, Gedeh, Cikumpay), Cagar Alam Pangandaran, Hutan Penelitian dan Percobaan Haurbentes, serta Laboratorium Pest and Diseases Management

(10)

2

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Batang tanaman C.odorata yang sudah berpuru sebagai bahan pengamatan munculnya C.connexa dan parasitoidnya. Gunting stek dan pisau untuk pengambilan contoh puru di lapangan. Kantung plastik untuk membawa contoh puru. Meteran untuk membatasi jarak pengambilan contoh puru di tempat yang ditentukan. Global Positioning System (GPS) sebagai alat untuk mendapatkan informasi posisi, arah, ketinggian tempat dimana contoh puru diambil. Cawan petri dan tissue untuk tempat menumbuhkan pupa C connexa. Label untuk menandai cawan petri.

Metode

Pemilihan wilayah

Metode untuk mengetahui distribusi suatu spesies yang umum digunakan yaitu dengan mengacu pada jurnal ilmiah, catatan lapang, dan herbarium (Booth et al. 2003). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling

dengan mengacu pada jurnal ilmiah, catatan lapang, dan herbarium yang ada. Wilayah yang dipilih sebagai tempat pengambilan contoh puru adalah wilayah yang cukup dikenal terdapat populasi C.odorata atau wilayah yang pernah dilaporkan terdapat

C.odorata. Wilayah-wilayah tersebut yaitu: Parungpanjang, beberapa perkebunan tanaman tahunan milik PT Perkebunan Nusantara VIII (Cimulang, Panglejar, Batulawang, Cikupa, Gedeh, dan Cikumpay), Cagar Alam Pangandaran, serta Hutan Penelitian dan Percobaan Haurbentes. Masing-masing wilayah yang akan dieksplorasi di atas diberi tanda (Tabel 1).

Tabel 1 Wilayah-wilayah yang dieksplorasi

Tanda Wilayah

Penentuan lokasi pembuatan petak contoh

Wilayah yang sudah dipilih tersebut dicari lokasi untuk pembuatan petak contoh. Lokasi tersebut adalah lokasi yang terdapat populasi

C.odorata dan mudah dijangkau. Lokasi yang terpilih dicatat posisinya dengan GPS.

Pembuatan petak contoh

Petak contoh dibuat di lokasi yang terdapat populasi C.odorata yang telah ditentukan. Petak contoh yang dibuat berukuran ±200 x 200 m2. Di dalam petak contoh tersebut dilakukan pengambilan contoh puru.

Pengambilan puru

Pengambilan contoh puru dilakukan secara acak di dalam petak contoh. Contoh puru yang diambil yaitu batang C.odorata yang terdapat puru berjendela (windowed gall). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan C.connexa yang sudah mencapai stadium pupa pada saat contoh puru dibelah karena penanganan pupa lebih mudah daripada larva. Selain itu, larva lebih rentan terhadap kematian jika diletakkan pada cawan petri. Jumlah contoh puru yang diambil yaitu sesuai dengan jumlah puru berjendela. Contoh puru dipotong dengan gunting stek atau pisau kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik. Contoh puru tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium.

Penanganan puru

Contoh puru dari lapangan tersebut dibelah dengan pisau. Sebelum pembelahan puru, disiapkan dahulu cawan petri yang sudah diletakkan tissue basah dengan tujuan untuk menjaga kelembaban dalam cawan petri agar pupa tidak kering. Setiap puru, isinya diletakkan pada cawan petri yang berbeda. Larva dan atau pupa dari puru yang sama diletakkan ke dalam cawan petri yang sama. Pada setiap cawan petri tersebut diberi label berisi nomer, tanggal, dan lokasi pengambilan sampel puru. Pengamatan perkembangan isi puru dilakukan selama ±1 bulan.

Data yang dikumpulkan berupa jumlah puru berjendela di setiap petak contoh. Dari jumlah puru berjendela tersebut diperoleh data jumlah larva dan pupa di setiap petak contoh. Pengamatan terhadap perkembangan larva dan pupa diperoleh data berupa munculnya parasitoid, C.connexa, larva mati, dan pupa yang mati karena kering. Data tambahan dari lapangan berupa data ketinggian, curah hujan, dan hari hujan.

Analisis data

(11)

dilakukan dengan uji T test menggunakan program SPSS versi 13.0. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata isi puru antara lokasi satu dengan yang lainnya

C.connexa yang muncul dihitung jumlah jantan dan betinanya. Jumlah jantan dan betina dibandingkan proporsinya. Proporsi antara jantan dengan betina adalah 1:1 (Tjitrosemito 1998). Pengujian perbandingan

C.connexa jantan dengan betina dilakukan dengan uji Chi Square (X2) menggunakan program SPSS versi 13.0. Larva dan pupa yang mati karena kering selama pengamatan dihitung persentasenya. Parasitoid yang muncul dihitung tingkat parasitisasinya di setiap lokasi. Tingkat parasitisasi diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

%

Data sekunder berupa ketinggian, curah hujan, dan hari hujan dilihat pengaruhnya terhadap populasi parasitoid dengan uji linier regresi menggunakan program Minitab versi 13.

HASIL

Dari sembilan wilayah yang dieksplorasi untuk pengambilan contoh puru, ternyata hanya enam wilayah yang menunjukkan adanya C.connexa pada C.odorata. Wilayah-wilayah tersebut yaitu: Haurbentes, Cikupa, Pangandaran, Cimulang, Batulawang, dan Parungpanjang. Letak geografis wilayah-wilayah yang dijumpai puru disajikan dalam Tabel 2. Tiga wilayah yang lainnya tidak dijumpai adanya puru. Wilayah-wilayah tersebut yaitu: Gedeh, Panglejar, dan Cikumpay. Wilayah-wilayah yang tidak dijumpai puru disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 2 Wilayah-wilayah yang dijumpai puru

Wilayah Letak Geografis

I 06º32’47.6”LS; 106º26’01.1”BT II 07º31’45.9”LS; 108º28’46.9”BT III 07º42’34.4”LS; 108º39’23”BT IV 06º31’07.7”LS; 106º43’28.2”BT

V 07º25’40.9”LS; 108º34’32.7”BT VI 06º27’33.3”LS; 106º30’30.1”BT Keterangan: I-VI: lihat Tabel 1.

Tabel 3 Wilayah-wilayah yang tidak dijumpai puru

Wilayah Letak Geografis

VII 06º43’57.3”LS; 107º10’00”BT VIII 06º42’54.4”LS; 107º26’57.6”BT

IX 06º28’07.7”LS; 107º30’13.2”BT Keterangan: VII-IX: lihat Tabel 1.

Berdasarkan pembelahan puru diketahui bahwa di dalam puru berjendela yang diharapkan hanya dijumpai pupa C. connexa, juga dijumpai larva (Tabel 4). Jumlah sampel puru untuk setiap plot tidak sama karena hanya diambil sesuai jumlah puru berjendela yang ada.

Tabel 4 Data puru di setiap petak contoh

Wilayah puru Σ Pupa Larva Σpuru isi

Keterangan: I-IX: lihat Tabel 1.

Pada pembelahan puru diketahui bahwa isi di dalam puru jumlahnya bervariasi antara 1-9 (Tabel 5). Di Haurbentes jumlah isi purunya antara 1-6 (Lampiran 1). Di Cikupa jumlah isi purunya antara 1-8 (Lampiran 2). Di Pangandaran jumlah isi purunya antara 1-9 (Lampiran 3). Di Cimulang jumlah isi purunya antara 1-6 (Lampiran 4). Di Batulawang jumlah isi purunya antara 1-7 (Lampiran 5). Di Parungpanjang jumlah isi purunya antara 1-7 (Lampiran 6). Rata-rata isi puru di setiap lokasi bervariasi, dari 2.33 hingga 3.25 individu (Tabel 5).

Tabel 5 Frekuensi isi puru di setiap lokasi

Frekuensi Keterangan: I-VI: lihat Tabel 1.

(12)

4

menunjukkan bahwa nilai rataan tidak berbeda. Dari uji t tersebut terbukti bahwa hanya nilai rataan isi puru dari Pangandaran berbeda dengan yang lain (p<0.01).

Tabel 6 Matriks nilai p (peluang) adanya perbedaan rataan isi puru setiap lokasi jika dibandingkan satu sama lain

Lokasi I II III IV V VI Keterangan: I-VI: lihat Tabel 1.

Berdasarkan pengamatan pupa dan larva di dalam cawan petri, jumlah parasitoid dan lalat yang muncul, serta pupa dan larva mati disajikan dalam Tabel 7. Parasitoid ditemukan di semua lokasi. Kematian pupa selama pengamatan bervariasi dari 6.70-17.36%. Kematian larva juga bervariasi dari 12.03-91.56%.

Tabel 7 Jumlah parasitoid dan C.connexa

yang muncul, serta pupa dan larva mati

Lokasi Σ

Keterangan: I-VI: lihat Tabel 1.

Hasil pengamatan terhadap dugaan adanya parasitoid pada C.connexa menunjukkan bahwa parasitoid muncul dari pupa

C.connexa. Parasitoid tersebut muncul dari

C.connexa yang telah mencapai stadium pupa pada saat puru dibelah. Parasitoid yang keluar dari pupa C.connexa terparasitisasi berjumlah satu ekor.

Parasitoid yang ditemukan ada 2 jenis (Pahlevi 2006):

1. Genus Ormyrus, famili Ormyridae, superfamili Chalcidoidea, ordo Hymenoptera yang ditemukan di semua daerah.

2. Genus Eupelmus, famili Eupelmidae, superfamili Chalcidoidea, ordo

Hymenoptera yang hanya ditemukan di Pangandaran.

Persentase parasitoid pada C.connexa

disajikan pada Tabel 8. Pupa C.connexa yang terparasitisasi dari beberapa daerah di Jawa Barat secara umum sebesar 4.09%. Puru yang ada parasitoidnya secara umum sebesar 6.75%. Persentase larva C.connexa yang terparasitisasi secara umum sebesar 0%.

Di Haurbentes pupa C.connexa yang terparasitisasi menunjukkan persentase tertinggi dibandingkan daerah-daerah yang lain yaitu 8.89%. Persentase puru yang ada parasitoidnya di Haurbentes dan Pangandaran lebih tinggi dari pada lokasi yang lain yaitu 13.33 dan 10.62% (Tabel 8).

Tabel 8 Persentase parasitoid pada C. connexa

Lokasi

Keterangan: I-VI: lihat Tabel 1.

Berdasarkan data sekunder, hubungan antara parasitoid dengan kondisi wilayah studi disajikan dalam Tabel 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketinggian tidak mempengaruhi populasi parasitoid ditunjukkan dengan R Square sebesar 0.1 %. Curah hujan dan hari hujan juga tidak mempengaruhi populasi dari parasitoid ditunjukkan dengan R Square 0.1 % dan 8.9 %.

Tabel 9 Hubungan parasitoid dengan ketinggian, curah hujan, dan hari hujan

Wilayah Σ parasitoid H

(13)

Pupa yang tidak mati dan tidak terserang parasitoid berkembang menjadi C.connexa

dewasa. Perbandingan C.connexa jantan dan betina disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan uji Chi Square (X2), proporsi C.connexa

jantan dan betina di Haurbentes; Pangandaran; dan Cimulang relatif sama yaitu 1:1. Di Cikupa dan Batulawang, proporsi C.connexa

jantan lebih kecil dari pada C.connexa betina (p<0.01).

Tabel 10 Perbandingan C.connexa jantan dan betina

Keterangan: I-V: lihat Tabel 1.

PEMBAHASAN

Puru ditemukan di Parungpanjang karena pada tahun 1995 pernah dilakukan pelepasan pertama C.connexa (Tjitrosemito 1998). Selain di Parungpanjang, pada tahun 1999 pernah dilakukan pelepasan C.connexa di Cagar Alam Pangandaran sehingga puru ditemukan di tempat tersebut (Widayanti et al.

2001).

Asumsi penyebaran C.connexa adalah mengikuti pola ekponensial. Ketika dikalkulasikan dari waktu pelepasan bulan Desember 1995 dan titik awal dari 25 m2, rata-rata penyebarannya ±0.69 m2/m2/bulan. Pada rataan tersebut, daerah penyebaran akan berukuran dua kali lipat setiap bulan. Pada bulan Oktober 1997, puru sudah ditemukan pada jarak 5.5 km dari titik awal (Tjitrosemito 1999).

Di Haurbentes, C.connexa berasal dari Parungpanjang karena wilayah tersebut jaraknya ±17.32 km dari Parungpanjang. Berdasarkan data Tjitrosemito (1999) dapat dipastikan bahwa setelah 5 tahun pelepasan,

C.connexa sudah berada di Haurbentes.

C.connexa yang berada di Cimulang diduga berasal dari SEAMEO BIOTROP karena jarak SEAMEO BIOTROP ke Cimulang ±14.14 km. C.connexa di Cikupa dan Batulawang merupakan penyebaran

C.connexa dari Cagar Alam Pangandaran

sebab daerah tersebut berjarak dekat dengan Cagar Alam Pangandaran. Jarak Pangandaran ke Cikupa ±28.63 km. Jarak Pangandaran ke Batulawang ±32.37 km. Penyebaran

C.connexa ini diduga dipengaruhi oleh aliran angin yang dapat membantu arah penyebaran, tetapi faktor utamanya adalah keberadaan tanaman inang (C.odorata).

Di perkebunan wilayah Gedeh-Cianjur, Panglejar-Bandung, serta Cikumpay-Purwakarta tidak ditemukan puru. Jarak Bogor ke Gedeh ±31.44 km, Bogor ke Panglejar ±74.39 km, Bogor ke Cikumpay ±76.97 km. Berdasarkan jarak, seharusnya

C.connexa sudah berada di wilayah-wilayah tersebut. Penyebab tidak ditemukan puru tersebut kemungkinan karena adanya hambatan alami seperti Gunung Gede-Pangrango.

Rata-rata isi puru di setiap lokasi bervariasi, dari 2.33 hingga 3.25 individu. Setelah dibandingkan rataan isi puru antara lokasi satu dengan yang lain menunjukkan adanya kesamaan rata-rata isi puru setiap lokasi yaitu ±2 individu, hanya di Cagar Alam Pangandaran yang rata-ratanya berbeda dengan yang lain yaitu ±3 individu. Ketika pembelahan puru terlihat adanya keragaman tahap perkembangan indivudu C.connexa. Di Pangandaran tahap perkembangan individu

C.connexa lebih beragam dari pada daerah yang lainnya. Hal ini menunjukkan adanya gejala multiple oviposition atau oviposisi pada pucuk C.odorata lebih dari satu kali oleh

C.connexa. Multiple oviposition ini diduga karena lokasi Cagar Alam Pangandaran yang dikelilingi oleh laut menyebabkan populasi

C.connexa terkonsentrasi di lokasi tersebut (Widayanti et al. 2001).

Di Cimulang merupakan perkebunan karet yang terdapat pengendalian gulmanya. Pada saat contoh puru diambil, di lokasi tersebut pernah dilakukan pemangkasan gulma yang belum begitu lama. Pada saat pemangkasan gulma, puru yang terdapat pada batang

C.odorata juga ikut terbuang. C.connexa yang masih ada segera mengoviposisi tunas baru

C.odorata yang muncul sehingga C.connexa

yang ditemukan merupakan generasi baru. Berdasarkan pengamatan dijumpai adanya parasitoid yang keluar dari pupa C.connexa

yang telah mencapai stadium pupa pada saat puru dibelah. Parasitoid ditemukan di semua lokasi yang dijumpai puru. Parasitoid yang muncul berjumlah satu ekor setiap pupa

(14)

6

berjumlah satu ekor setiap pupa C.connexa. Semua parasitoid muncul dari dalam pupa

C.connexa oleh karena itu merupakan endoparasitoid (Godfray 1994).

Parasitoid yang ditemukan ada dua jenis (Lampiran 7 dan 8), yaitu Ormyrus dan

Eupelmus. Ormyrus ditemukan di semua daerah dimana contoh puru diambil. Hal ini berarti bahwa penyebaran Ormyrus sudah merata di daerah sebaran C.connexa.

Eupelmus hanya ditemukan di Pangandaran. Kedua parasitoid tersebut berdasarkan Natural History Museum: Chalcidoidea Database

telah tersebar di seluruh benua (Pitkin 2003). Parasitoid dapat menemukan C.connexa di dalam puru karena adanya sistem komunikasi yang berupa hormon yang dikeluarkan oleh

C.connexa. Hormon tersebut yaitu kairomone. Selain itu, parasitoid menemukan C.connexa

juga dibantu oleh C.odorata dengan mengeluarkan suatu senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut yaitu synomone. Synomone adalah suatu senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tumbuhan akibat luka yang disebabkan oleh suatu organisme sehingga dapat ditangkap serangga (Gullan & Cranston 2000).

Kematian pupa selama pengamatan bervariasi dari 6.70% hingga 17.36%. Kematian larva juga bervariasi dari 12.03% hingga 91.56%. Kematian larva lebih tinggi dari pada kematian pupa. Hal ini karena larva berada di dalam cawan petri sehingga larva tidak makan dan pada akhirnya mati.

Persentase pupa C. connexa yang terserang parasitoid dari beberapa daerah di Jawa Barat rata-rata sebesar 4.09%. Persentase larva

C.connexa yang terparasitisasi rata-rata sebesar 0%. Puru yang memiliki parasitoid rata-rata sebesar 6.75%

Ada kecenderungan tingkat parasitisasi di Haurbentes dan Pangandaran lebih tinggi dari pada daerah lainnya. Hal ini dikarenakan kondisi C.odorata di kedua lokasi tersebut tidak banyak terganggu. Di Haurbentes berbatasan langsung dengan hutan, sedangkan di Pangandaran merupakan Cagar Alam.

Tingkat parasitisasi di areal perkebunan karet cenderung lebih rendah yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini karena C.odorata

sering dikendalikan. Di areal perkebunan karet C.odorata disiangi dan masih ada pula penggunaan pestisida yang dapat menyebabkan terganggunya sistem ekologi dari serangga C.connexa maupun parasitoidnya.

Menurut McFayden et al. (2003) persentase parasitisasi di bawah 15 % dinilai

rendah dan tidak akan mengganggu populasi

C.connexa. Dari hasil penelitian ini, tingkat parasitisasi pada C.connexa di Jawa Barat dianggap masih rendah karena persentase parasitisasinya masih di bawah 15 %.

Kelimpahan dan kelangkaan serangga akan berbeda menurut tempat, waktu, iklim dan musim yang berbeda (Amir & Kahono 2003). Curah hujan dapat mempengaruhi kelimpahan populasi serangga. Beberapa spesies serangga melimpah pada musim kering, sebaliknya yang lainnya berkembang biak pada musim hujan.

Berdasarkan pengujian hubungan antara parasitoid dengan ketinggian, curah hujan, dan hari hujan menunjukkan bahwa ketinggian, curah hujan, dan hari hujan tidak ada pengaruhnya terhadap populasi parasitoid. Data sekunder yang lain seperti iklim, suhu, dan kelembaban tidak didapatkan sehingga tidak dapat dilihat pengaruhnya terhadap populasi parasitoid.

Pengujian perbandingan antara C.connexa

jantan dan betina dilakukan untuk mengetahui populasi C. connexa. Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa di Haurbentes, Pangandaran, dan Cimulang perbandingan

C.connexa jantan dan betina adalah 1:1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjitrosemito (1998) yang mengatakan bahwa perbandingan antara C.connexa jantan dan betina adalah 1:1. Di Cikupa dan Batulawang C.connexa betina lebih banyak daripada C.connexa jantan. Ada faktor-faktor yang belum diketahui penyebab perbedaan jenis kelamin ini. Kondisi ini sebetulnya justru menguntungkan karena dengan banyaknya C.connexa betina diharapkan lebih banyak oviposisi pada pucuk

C.odorata.

SIMPULAN

Persentase parasitoid tertinggi ditemukan di Haurbentes sebesar 8,89%. Tingkat parasitisasi pada C.connexa di Jawa Barat rata-rata sebesar 4.09%. Tingkat parasitisasi pada C.connexa pada tempat yang alami lebih tinggi daripada tempat yang sering diganggu ekologinya.

Parasitoid yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan endoparasitoid tunggal pada tahap pupa. Penyebaran parasitoid sudah merata di daerah sebaran

(15)

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dugaan adanya predator, penyakit, dan parasitoid larva pada C. connexa. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan iklim perlu diambil untuk mengetahui pengaruhnya terhadap populasi parasitoid.

DAFTAR PUSTAKA

Amir M, Kahono S. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Bagian Barat. LIPI: Pusat Penelitian Biologi.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1982. An Introduction to The Insects, Sixth Edition. Ohio: Saunders College Publishing.

Booth, Murphy SD, Swanton CJ. 2003. Weed Ecology in Natural and Agricultural System. Bristol: CABI Publishing. Chenon RD, Sipayung A, Sudharto. 2000.

Observation on Chromolaena odorata (L) R.M.King and Robinson In Indonesia. Pematang Siantar: Sumatra Utara.

Daryono H & Hamzah Z. 1979. Studi Mengenai Gulma Eupatorium odoratum yang Terdapat di Hutan Jati (Tectona grandis). Bogor: Lembaga Penelitian Hutan.

Godfray HCJ. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey: Princeton University Press. Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects:

AN Outline of Entomolog. London: Chapman & Hall.

McFayden REC, Chenon RD, Sipayung A. 2003. Biology and Host Specifity of The Chromolaena Stem Gall Fly, Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae). Aus J Entomol

42: 294-297.

McFayden REC. 1991. The Ecology of

Chromolaena odorata in Neotropics. Di dalam: Muniappan & Ferrar p, editor. Ecology and management of Chromolaena odorata. Bogor: ORSTOM&SEAMEO BIOTROP.hlm. 43-50.

Pahlevi R. 2006. Identifikasi dan pengamatan status parasitoid pada Cecidochares connexa (Diptera: Tephritidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pitkin BR. 2003. Universal Chalcidoidea Database.http://internt.nhm.ac.uk/jdsml /perth/chalcidoids/indexValidName.ds ml.[16 Mar 2006].

Tjitrosoedirdjo S, Tjitrosoedirjo SS, Umaly RC. 1991. The Status of Chromolaena odorata (L.) R.M. King and H. Robinson in Indonesia. Di dalam: Muniappan & Ferrar P, editor. Ecology and Management of Chromolaena odorata. Bogor: ORSTOM&SEAMEO BIOTROP. hlm. 57-66.

Tjitrosoedirdjo SS. 1990. Beberapa Catatan Tentang Chromolaena odorata. Di dalam: Prosiding Konferensi HIGI X; Malang, 13-15 Maret 1990. Bogor: SEAMEO BIOTROP.

Tjitrosemito S. 1999. The establishment of

Procecidochares connexa in West Java, Indonesia: A biological control agent of Chromolaena odorata. Biotropia 12: 19-24

Tjitrosemito S. 1998. Integrated management of Chromolaena odorata emphasizing the classical biological control. Biotropia 11: 9-21

Widayanti S, Tjitrosemito S, Amad M. Pengendalian Hayati Chromolaena odorata Dengan Menggunakan Lalat Puru Procecidochares connexa Di Cagar Alam Pangandaran. Di dalam: Prosiding Konferensi HIGI XV; Surakarta, 17-19 Juli 2001. Bogor: SEAMEO BIOTROP.

Widayanti S, Tjitrosemito S, Kasno. Biologi Dan Neraca Kehidupan Lalat Argentina Procecidochares connexa

(16)
(17)

Lampiran 1 Data pengamatan daerah Haurbentes

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 1 2 0 0 0 3 3

2. 1 0 0 1 0 0 1

3. 1 0 1 0 0 0 1

4. 4 0 2 1 0 1 4

5. 2 0 1 1 0 0 2

6. 2 0 2 0 0 0 2

7. 3 2 2 3 0 0 5

8. 2 1 1 2 0 0 3

9. 2 1 3 0 0 0 3

10. 1 1 0 1 0 1 2

11. 1 0 0 0 0 1 1

12. 2 0 1 1 0 0 2

13. 2 0 0 1 0 1 2

14. 1 0 1 0 0 0 1

15. 2 1 2 1 0 0 3

16. 1 1 1 1 0 0 2

17. 1 2 1 0 0 2 3

18. 1 2 1 2 0 0 3

19. 2 0 0 2 0 0 2

20. 2 0 0 1 0 1 2

21. 2 0 1 1 0 0 2

22. 2 2 2 1 0 1 4

23. 2 0 1 1 0 0 2

24. 3 0 0 0 1 2 3

25. 1 1 0 0 0 2 2

26. 1 1 0 1 1 0 2

27. 1 2 2 0 1 0 3

28. 3 0 0 0 0 3 3

29. 3 0 2 0 0 1 3

30. 0 1 0 1 0 0 1

31. 2 0 0 2 0 0 2

32. 3 1 2 2 0 0 4

33. 3 0 1 0 0 2 3

34. 2 1 1 0 1 1 3

35. 2 0 1 1 0 0 2

36. 1 1 0 0 0 2 2

37. 2 0 0 0 2 0 2

38. 2 0 1 1 0 0 2

39. 1 0 0 1 0 0 1

40. 1 0 0 0 0 1 1

41. 0 1 0 1 0 0 1

(18)

9

Lampiran 1 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 2 0 0 1 1 0 2

44. 1 0 0 1 0 0 1

45. 1 1 0 1 0 1 2

46. 2 1 0 2 0 1 3

47. 1 0 0 1 0 0 1

48. 1 0 0 1 0 0 1

49. 1 0 1 0 0 0 1

50. 2 1 0 0 0 3 3

51. 1 2 2 1 0 0 3

52. 1 0 1 0 0 0 1

53. 5 0 2 0 1 2 5

54. 4 0 0 2 1 1 4

55. 1 2 1 2 0 0 3

56. 1 1 1 1 0 0 2

57. 2 1 1 2 0 0 3

58. 1 0 0 1 0 0 1

59. 3 0 0 1 0 2 3

60. 2 0 0 2 0 0 2

61. 3 0 1 1 0 1 3

62. 2 0 1 1 0 0 2

63. 1 1 2 0 0 0 2

64. 2 0 1 1 0 0 2

65. 3 0 0 0 3 0 3

66. 3 0 1 2 0 0 3

67. 1 0 0 1 0 0 1

68. 2 0 1 0 0 1 2

69. 2 0 1 1 0 0 2

70. 3 0 2 0 1 0 3

71. 2 1 2 1 0 0 3

72. 1 0 0 1 0 0 1

73. 1 0 1 0 0 0 1

74. 1 0 1 0 0 0 1

75. 4 0 1 1 0 2 4

76. 1 1 0 1 0 1 2

77. 2 0 1 1 0 0 2

78. 3 0 1 2 0 0 3

79. 1 0 0 1 0 0 1

80. 1 1 2 0 0 0 2

81. 1 0 0 1 0 0 1

82. 1 1 1 0 1 0 2

83. 2 1 1 1 0 1 3

(19)

Lampiran 1 Lanjutan

Jml C.connexa

No. Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

85. 1 4 2 3 0 0 5

86. 5 0 1 2 1 1 5

87. 2 1 0 2 1 0 3

88. 2 0 1 1 0 0 2

89. 2 1 0 3 0 0 3

90. 2 1 1 2 0 0 3

91. 3 0 0 1 0 2 3

92. 3 0 3 0 0 0 3

93. 2 0 1 1 0 0 2

94. 2 0 1 1 0 0 2

95. 1 0 1 0 0 0 1

96. 2 0 0 2 0 0 2

97. 2 1 1 1 0 1 3

98. 1 2 1 1 0 1 3

99. 1 1 0 1 0 1 2

100. 1 2 3 0 0 0 3

101. 3 1 1 1 0 2 4

102. 2 0 1 1 0 0 2

103. 2 1 2 1 0 0 3

104. 2 0 1 0 0 1 2

105. 2 2 1 0 0 3 4

106. 1 1 0 1 0 1 2

107. 6 0 2 2 2 0 6

108. 1 1 1 0 0 1 2

109. 1 1 0 1 0 1 2

110. 3 0 1 2 0 0 3

111. 3 1 0 4 0 0 4

112. 3 0 3 0 0 0 3

113. 2 0 1 1 0 0 2

114. 4 0 2 2 0 0 4

115. 2 2 0 3 0 1 4

116. 4 1 4 1 0 0 5

117. 1 1 1 1 0 0 2

118. 3 0 1 1 0 1 3

119. 3 0 2 1 0 0 3

120. 2 0 0 0 1 1 2

(20)

11

Lampiran 2 Data pengamatan daerah Cikupa

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 2 0 0 0 1 1 2

2. 4 1 3 1 0 1 5

3. 4 1 3 2 0 0 5

4. 4 2 2 1 1 2 6

5. 1 1 2 0 0 0 2

6. 3 0 0 1 1 1 3

7. 2 2 2 2 0 0 4

8. 2 4 5 1 0 0 6

9. 1 0 0 1 0 0 1

10. 3 0 0 2 0 1 3

11. 2 0 1 1 0 0 2

12. 1 0 0 1 0 0 1

13. 2 2 3 0 0 1 4

14. 4 0 1 3 0 0 4

15. 1 1 0 2 0 0 2

16. 2 0 0 2 0 0 2

17. 5 0 4 0 0 1 5

18. 1 2 0 3 0 0 3

19. 2 0 1 1 0 0 2

20. 2 0 0 1 0 1 2

21. 2 2 2 2 0 0 4

22. 2 1 1 2 0 0 3

23. 5 0 2 3 0 0 5

24. 2 2 2 2 0 0 4

25. 2 3 2 3 0 0 5

26. 4 4 4 4 0 0 8

27. 1 0 1 0 0 0 1

28. 1 1 1 1 0 0 2

29. 4 2 2 2 0 2 6

30. 2 0 1 1 0 0 2

31. 0 1 0 1 0 0 1

32. 0 1 0 1 0 0 1

33. 0 2 2 0 0 0 2

34. 0 1 0 0 0 1 1

35. 0 1 0 1 0 0 1

36. 3 1 2 2 0 0 4

37. 0 1 1 0 0 0 1

38. 1 0 0 1 0 0 1

39. 0 2 0 2 0 0 2

40. 3 3 0 4 2 0 6

41. 0 1 0 1 0 0 1

(21)

Lampiran 2 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 2 0 0 0 0 2 2

44. 1 1 0 1 1 0 2

45. 0 1 0 1 0 0 1

46. 0 2 0 2 0 0 2

47. 2 1 0 1 0 2 3

48. 0 1 0 1 0 0 1

49. 2 2 0 4 0 0 4

50. 0 2 0 2 0 0 2

51. 0 1 0 1 0 0 1

52. 1 1 0 2 0 0 2

53. 1 0 0 0 0 1 1

54. 0 1 0 1 0 0 1

55. 2 0 0 2 0 0 2

56. 1 0 0 1 0 0 1

57. 0 1 0 1 0 0 1

58. 0 1 0 0 0 1 1

59. 0 3 1 2 0 0 3

60. 0 1 0 0 0 1 1

61. 0 1 0 1 0 0 1

62. 0 1 0 0 0 1 1

63. 2 2 2 2 0 0 4

64. 0 2 0 2 0 0 2

65. 0 1 0 1 0 0 1

66. 2 1 0 3 0 0 3

67. 0 3 0 3 0 0 3

68. 0 1 0 1 0 0 1

69. 0 1 0 1 0 0 1

70. 2 3 2 3 0 0 5

71. 0 2 0 2 0 0 2

72. 1 1 0 2 0 0 2

73. 1 1 0 2 0 0 2

74. 0 4 0 4 0 0 4

75. 1 1 1 1 0 0 2

76. 1 1 0 2 0 0 2

77. 1 1 0 2 0 0 2

78. 0 3 1 1 0 1 3

79. 0 4 0 3 0 1 4

80. 0 1 0 1 0 0 1

81. 1 2 0 3 0 0 3

82. 1 3 1 3 0 0 4

83. 0 1 0 0 0 1 1

(22)

13

Lampiran 2 Lanjutan

Jml C.connexa

No. Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

85. 2 0 0 2 0 0 2

86. 0 4 3 0 0 1 4

87. 1 0 0 1 0 0 1

88. 0 2 0 2 0 0 2

89. 1 1 0 2 0 0 2

90. 0 1 1 0 0 0 1

91. 2 0 0 2 0 0 2

92. 1 1 0 2 0 0 2

93. 2 3 3 1 0 1 5

94. 2 0 0 2 0 0 2

95. 1 0 0 1 0 0 1

96. 0 1 0 1 0 0 1

97. 1 0 0 1 0 0 1

98. 0 1 1 0 0 0 1

99. 3 0 0 3 0 0 3

100. 1 0 0 1 0 0 1

101. 0 2 1 1 0 0 2

102. 1 0 0 1 0 0 1

103. 1 1 0 2 0 0 2

104. 0 3 1 2 0 0 3

105. 1 0 0 1 0 0 1

106. 1 1 0 2 0 0 2

107. 3 0 0 1 0 2 3

108. 0 2 0 2 0 0 2

(23)

Lampiran 3 Data pengamatan daerah Pangandaran

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 6 3 4 2 0 3 9

2. 1 2 1 2 0 0 3

3. 2 0 1 1 0 0 2

4. 6 0 2 1 0 3 6

5. 0 3 0 3 0 0 3

6. 1 2 1 2 0 0 3

7. 1 0 0 0 1 0 1

8. 2 0 0 1 0 1 2

9. 5 1 3 2 0 1 6

10. 2 2 1 0 2 1 4

11. 2 0 0 1 0 1 2

12. 2 4 2 1 0 3 6

13. 1 2 1 2 0 0 3

14. 0 3 1 2 0 0 3

15. 4 0 2 0 1 1 4

16. 1 2 1 0 0 2 3

17. 4 1 4 0 0 1 5

18. 2 0 0 0 0 2 2

19. 0 2 0 2 0 0 2

20. 1 2 0 0 0 3 3

21. 2 1 1 2 0 0 3

22. 1 5 3 2 0 1 6

23. 2 0 0 1 0 1 2

24. 0 1 1 0 0 0 1

25. 0 2 1 1 0 0 2

26. 1 0 0 1 0 0 1

27. 1 2 0 2 0 1 3

28. 1 2 0 2 1 0 3

29. 2 3 3 1 0 1 5

30. 1 1 0 1 0 1 2

31. 2 3 2 2 0 1 5

32. 2 0 1 1 0 0 2

33. 2 1 1 1 1 0 3

34. 0 1 0 0 0 1 1

35. 1 1 1 1 0 0 2

36. 1 1 1 1 0 0 2

37. 1 0 0 0 0 1 1

38. 3 3 0 2 0 4 6

39. 3 3 2 1 0 3 6

40. 2 0 0 0 2 0 2

41. 1 1 1 0 0 1 2

(24)

15

Lampiran 3 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 5 1 1 2 0 3 6

44. 1 6 1 2 0 4 7

45. 3 1 2 1 0 1 4

46. 1 1 0 2 0 0 2

47. 1 2 1 1 0 1 3

48. 2 1 2 1 0 0 3

49. 2 0 1 1 0 0 2

50. 2 0 1 1 0 0 2

51. 3 3 0 3 0 3 6

52. 3 2 2 2 0 1 5

53. 1 1 0 1 0 1 2

54. 1 0 0 1 0 0 1

55. 1 1 2 0 0 0 2

56. 2 0 1 1 0 0 2

57. 3 2 1 3 0 1 5

58. 1 4 1 3 0 1 5

59. 1 7 2 5 0 1 8

60. 3 5 3 2 0 3 8

61. 3 4 1 3 1 2 7

62. 1 2 0 3 0 0 3

63. 4 0 1 1 0 2 4

64. 2 0 1 1 0 0 2

65. 0 1 0 1 0 0 1

66. 2 2 1 3 0 0 4

67. 1 2 2 1 0 0 3

68. 1 0 0 0 1 0 1

69. 1 0 1 0 0 0 1

70. 2 3 0 0 0 5 5

71. 2 1 1 2 0 0 3

72. 1 2 2 0 0 1 3

73. 1 3 0 1 0 3 4

74. 1 0 0 0 0 1 1

75. 1 1 1 0 0 1 2

76. 2 3 2 2 0 1 5

77. 0 2 1 1 0 0 2

78. 1 1 0 2 0 0 2

79. 1 0 0 0 1 0 1

80. 0 1 0 0 0 1 1

81. 1 1 1 0 0 1 2

82. 2 0 0 0 0 2 2

83. 1 0 0 0 0 1 1

(25)

Lampiran 3 Lanjutan

Jml C.connexa

No. Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

85. 1 1 0 0 0 2 2

86. 1 0 0 0 0 1 1

87. 0 1 0 1 0 0 1

88. 0 4 0 4 0 0 4

89. 0 3 0 3 0 0 3

90. 1 1 1 1 0 0 2

91. 2 0 1 1 0 0 2

92. 4 2 3 2 1 0 6

93. 0 7 2 3 0 2 7

94. 1 2 1 0 0 2 3

95. 0 2 0 0 0 2 2

96. 3 0 0 0 0 3 3

97. 1 1 0 0 0 2 2

98. 2 0 2 0 0 0 2

99. 1 0 0 0 0 1 1

100. 0 3 2 1 0 0 3

101. 1 1 2 0 0 0 2

102. 3 0 1 0 0 2 3

103. 2 3 1 1 0 3 5

104. 2 3 3 2 0 0 5

105. 3 0 2 0 0 1 3

106. 3 4 2 1 0 4 7

107. 2 0 1 1 0 0 2

108. 3 5 0 3 0 5 8

109. 1 7 1 5 0 2 8

110. 3 1 0 1 2 1 4

111. 2 1 1 2 0 0 3

112. 1 0 0 1 0 0 1

113. 1 0 0 1 0 0 1

(26)

17

Lampiran 4 Data pengamatan daerah Cimulang

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 0 2 1 1 0 0 2

2. 0 1 0 1 0 0 1

3. 1 0 0 0 0 1 1

4. 2 0 1 0 1 0 2

5. 3 1 1 2 0 1 4

6. 1 3 3 1 0 0 4

7. 4 0 0 2 1 1 4

8. 1 0 1 0 0 0 1

9. 0 1 1 0 0 0 1

10. 3 2 2 2 0 1 5

11. 0 1 1 0 0 0 1

12. 2 0 1 1 0 0 2

13. 2 1 2 1 0 0 3

14. 1 0 1 0 0 0 1

15. 3 1 2 1 0 1 4

16. 5 0 2 2 0 1 5

17. 0 1 0 1 0 0 1

18. 0 1 1 0 0 0 1

19. 0 2 1 0 0 1 2

20. 1 0 0 1 0 0 1

21. 1 0 0 1 0 0 1

22. 0 2 0 0 0 2 2

23. 0 3 0 0 0 3 3

24. 0 3 1 1 0 1 3

25. 0 3 0 0 0 3 3

26. 0 3 1 2 0 0 3

27. 1 2 3 0 0 0 3

28. 0 3 1 1 0 1 3

29. 0 3 0 1 0 2 3

30. 2 1 1 1 0 1 3

31. 0 2 0 0 0 2 2

32. 1 1 1 1 0 0 2

33. 2 0 0 2 0 0 2

34. 1 2 1 0 0 2 3

35. 1 2 1 1 0 1 3

36. 1 1 1 1 0 0 2

37. 2 0 1 1 0 0 2

38. 0 6 1 4 0 1 6

39. 2 0 1 1 0 0 2

40. 1 2 1 0 0 2 3

41. 1 0 1 0 0 0 1

(27)

Lampiran 4 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 2 0 1 0 0 1 2

44. 1 2 0 1 0 2 3

45. 1 1 2 0 0 0 2

46. 3 0 0 3 0 0 3

47. 1 1 1 1 0 0 2

48. 3 0 1 2 0 0 3

49. 2 0 1 0 0 1 2

50. 2 0 0 1 0 1 2

51. 2 0 2 0 0 0 2

52. 0 1 1 0 0 0 1

53. 1 2 1 1 0 1 3

54. 3 0 1 2 0 0 3

55. 3 0 2 1 0 0 3

56. 1 2 1 0 0 2 3

57. 1 2 0 2 0 1 3

58. 1 2 2 0 0 1 3

59. 1 0 0 1 0 0 1

60. 0 1 0 1 0 0 1

61. 1 0 1 0 0 0 1

62. 2 2 2 0 0 2 4

63. 1 0 0 1 0 0 1

64. 1 0 0 1 0 0 1

65. 0 4 0 1 0 3 4

66. 1 0 1 0 0 0 1

67. 1 0 1 0 0 0 1

68. 1 2 0 1 0 2 3

69. 0 3 1 1 0 1 3

70. 0 4 0 0 0 4 4

71. 6 0 3 3 0 0 6

72. 1 0 1 0 0 0 1

73. 1 0 0 1 0 0 1

74. 2 0 1 0 0 1 2

75. 3 0 1 2 0 0 3

76. 2 0 0 2 0 0 2

77. 3 0 1 2 0 0 3

78. 4 0 2 2 0 0 4

79. 1 1 0 2 0 0 2

80. 1 0 0 1 0 0 1

81. 2 0 1 1 0 0 2

82. 1 0 0 1 0 0 1

83. 2 2 2 2 0 0 4

(28)

19

Lampiran 4 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

85. 2 0 1 1 0 0 2

86. 1 1 1 0 1 0 2

87. 1 1 1 1 0 0 2

88. 1 0 0 1 0 0 1

89. 2 0 1 0 0 1 2

90. 1 2 1 2 0 0 3

91. 3 0 2 1 0 0 3

92. 2 1 1 0 0 2 3

93. 1 1 1 1 0 0 2

94. 2 0 1 1 0 0 2

95. 2 0 1 1 0 0 2

96. 0 2 0 2 0 0 2

97. 1 1 1 1 0 0 2

98. 0 3 0 0 0 3 3

99. 2 1 0 0 0 3 3

100. 1 1 1 1 0 0 2

101. 1 2 0 1 1 1 3

102. 2 1 2 0 0 1 3

103. 0 2 0 2 0 0 2

104. 0 1 0 1 0 0 1

105. 0 2 0 0 0 2 2

106. 3 0 1 2 0 0 3

107. 3 2 0 2 0 3 5

108. 0 1 0 1 0 0 1

109. 1 1 0 1 0 1 2

110. 3 0 1 2 0 0 3

111. 3 0 1 2 0 0 3

112. 3 0 2 1 0 0 3

113. 3 0 1 2 0 0 3

114. 2 1 1 2 0 0 3

115. 2 0 1 1 0 0 2

116. 1 1 1 0 0 1 2

117. 3 1 2 2 0 0 4

118. 3 0 1 2 0 0 3

119. 1 0 1 0 0 0 1

120. 3 0 1 2 0 0 3

121. 1 0 1 0 0 0 1

122. 1 0 1 0 0 0 1

123. 1 1 1 0 0 1 2

124. 0 2 0 1 0 1 2

125. 0 1 0 1 0 0 1

(29)

Lampiran 4 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

127. 2 0 1 1 0 0 2

128. 0 1 1 0 0 0 1

129. 1 2 1 1 0 1 3

130. 0 1 0 1 0 0 1

(30)

21

Lampiran 5 Data pengamatan daerah Batulawang

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 1 1 1 1 0 0 2

2. 1 0 0 1 0 0 1

3. 3 1 1 3 0 0 4

4. 2 0 0 2 0 0 2

5. 1 0 0 1 0 0 1

6. 2 0 1 1 0 0 2

7. 2 0 0 2 0 0 2

8. 1 3 0 4 0 0 4

9. 1 1 1 1 0 0 2

10. 2 0 0 2 0 0 2

11. 3 2 1 3 0 1 5

12. 1 2 0 2 0 1 3

13. 1 0 0 1 0 0 1

14. 3 0 1 2 0 0 3

15. 1 1 1 1 0 0 2

16. 2 0 0 1 0 1 2

17. 4 0 1 2 1 0 4

18. 2 1 1 2 0 0 3

19. 3 0 1 0 0 2 3

20. 2 0 0 1 1 0 2

21. 1 0 0 0 1 0 1

22. 1 0 0 1 0 0 1

23. 1 0 1 0 0 0 1

24. 3 0 1 2 0 0 3

25. 4 0 2 2 0 0 4

26. 2 0 0 1 0 1 2

27. 2 2 2 0 0 2 4

28. 1 0 1 0 0 0 1

29. 2 0 0 1 0 1 2

30. 3 0 1 2 0 0 3

31. 2 0 1 1 0 0 2

32. 1 0 0 0 0 1 1

33. 2 0 1 1 0 0 2

34. 1 0 0 0 0 1 1

35. 2 0 1 0 0 1 2

36. 2 0 0 1 0 1 2

37. 1 0 0 1 0 0 1

38. 2 0 1 1 0 0 2

39. 2 0 0 1 0 1 2

40. 0 1 0 1 0 0 1

41. 1 0 1 0 0 0 1

(31)

Lampiran 5 Lanjutan

Jml C.connexa

No.

Puru Jml Pupa

Jml

Larva Jantan Betina

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 0 1 0 0 0 1 1

44. 3 1 1 3 0 0 4

45. 2 0 1 1 0 0 2

46. 2 1 1 2 0 0 3

47. 1 0 0 1 0 0 1

48. 0 1 0 1 0 0 1

49. 1 0 1 0 0 0 1

50. 0 3 1 2 0 0 3

51. 2 0 1 1 0 0 2

52. 4 0 2 2 0 0 4

53. 2 0 0 2 0 0 2

54. 0 1 0 1 0 0 1

55. 2 0 1 1 0 0 2

56. 4 1 2 3 0 0 5

57. 3 0 1 2 0 0 3

58. 1 0 0 1 0 0 1

59. 3 0 1 2 0 0 3

60. 1 0 0 0 0 1 1

61. 3 0 1 1 0 1 3

62. 2 0 1 1 0 0 2

63. 3 1 2 2 0 0 4

64. 2 0 0 2 0 0 2

65. 2 0 1 0 0 1 2

66. 2 2 3 1 0 0 4

67. 7 0 3 4 0 0 7

68. 2 0 1 1 0 0 2

69. 2 0 1 1 0 0 2

(32)

23

Lampiran 6 Data pengamatan daerah Parungpanjang

No. Puru Jml Pupa Jml Larva Jml

C.connexa

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

1. 0 3 1 0 2 3

2. 0 2 1 0 1 2

3. 2 1 0 0 3 3

4. 1 0 1 0 0 1

5. 4 1 5 0 0 5

6. 1 0 1 0 0 1

7. 2 0 0 0 2 2

8. 2 0 2 0 0 2

9. 0 1 0 0 1 1

10. 0 4 1 0 3 4

11. 2 0 2 0 0 2

12. 2 3 2 0 3 5

13. 2 0 2 0 0 2

14. 2 0 1 1 0 2

15. 3 1 3 0 1 4

16. 2 0 2 0 0 2

17. 3 0 3 0 0 3

18. 3 0 3 0 0 3

19. 2 0 2 0 0 2

20. 3 0 2 0 1 3

21. 2 0 2 0 0 2

22. 3 0 2 0 1 3

23. 0 4 1 0 3 4

24. 1 1 2 0 0 2

25. 3 0 1 0 2 3

26. 2 0 1 0 1 2

27. 2 0 1 0 1 2

28. 3 0 3 0 0 3

29. 2 0 1 0 1 2

30. 2 0 2 0 0 2

31. 1 0 1 0 0 1

32. 2 0 2 0 0 2

33. 5 2 6 0 1 7

34. 2 0 2 0 0 2

35. 3 0 3 0 0 3

36. 1 0 0 0 1 1

37. 1 0 1 0 0 1

38. 2 0 1 0 1 2

39. 1 0 1 0 0 1

40. 6 0 6 0 0 6

41. 1 0 1 0 0 1

(33)

Lampiran 6 Lanjutan

No. Puru Jml Pupa Jml Larva Jml

C.connexa

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

43. 2 0 2 0 0 2

44. 2 0 2 0 0 2

45. 2 0 2 0 0 2

46. 1 0 1 0 0 1

47. 4 0 4 0 0 4

48. 2 0 2 0 0 2

49. 2 0 1 0 1 2

50. 2 0 2 0 0 2

51. 2 0 1 0 1 2

52. 1 0 1 0 0 1

53. 0 3 0 0 3 3

54. 1 0 0 0 1 1

55. 0 3 0 0 3 3

56. 1 0 1 0 0 1

57. 0 2 0 0 2 2

58. 1 1 0 0 2 2

59. 0 2 0 0 2 2

60. 0 2 0 0 2 2

61. 1 0 1 0 0 1

62. 1 1 1 0 1 2

63. 0 1 0 0 1 1

64. 2 0 1 1 0 2

65. 0 4 0 0 4 4

66. 1 0 1 0 0 1

67. 0 2 0 0 2 2

68. 1 0 1 0 0 1

69. 2 0 2 0 0 2

70. 3 0 1 1 1 3

71. 1 0 1 0 0 1

72. 0 1 0 0 1 1

73. 2 0 1 0 1 2

74. 0 2 0 0 2 2

75. 0 5 0 0 5 5

76. 3 0 3 0 0 3

77. 0 4 0 0 4 4

78. 0 3 0 0 3 3

79. 0 1 0 0 1 1

80. 1 1 1 0 1 2

81. 0 2 0 0 2 2

82. 0 2 0 0 2 2

83. 0 5 0 0 5 5

(34)

25

Lampiran 6 Lanjutan

No. Puru Jml Pupa Jml Larva Jml

C.connexa

Jml Parasitoid

Pupa/larva gagal

Jumlah isi puru

85. 1 0 0 0 1 1

86. 1 0 0 0 1 1

87. 0 2 0 0 2 2

88. 0 2 0 0 2 2

89. 0 2 0 0 2 2

90. 1 0 1 0 0 1

91. 0 3 0 0 3 3

92. 2 0 2 0 0 2

93. 3 0 1 0 2 3

94. 2 0 1 0 1 2

95. 3 0 2 0 1 3

96. 2 0 2 0 0 2

97. 3 0 3 0 0 3

Total 144 83 123 3 101 227

Lampiran 7 Gambar parasitoid betina genus Ormyrus (Pahlevi 2006)

Gambar

Tabel 3 Wilayah-wilayah yang tidak dijumpai
Tabel 8 Persentase parasitoid pada C. connexa
Tabel 10 Perbandingan C.connexa jantan dan betina

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Menggali informasi dari teks laporan informatif hasil observasi tentang perubahan wujud benda, sumber energi, perubahan energi, energi alternatif, perubahan iklim dan cuaca,

Bagian yang diterapkan dari konsep adalah pengaturan sirkulasi dan bentuk elemen interior yang dinamis tetapi terarah dengan ruang publik yang bersifat terbuka atau minim dinding

[r]

Penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui tentang penerapan, perkembangan serta kendala dan permasalahan yang ada dalam sistem agribisnis perikananyang meliputi

Biotipe 3 memiliki aktivitas makan yang tidak berbeda nyata dengan IR26, IR42 dan IR64, sedangkan pada Inpari13, PTB33, IR74, aktivitas makan biotipe ini lebih tinggi (Tabel 2)..

Sedangkan, pendek berarti kisahnya pendek (kurang dari pada 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memutuskan diri pada satu tokoh dalam satu

Hasil penelitihan ini tidak sama dengan penelitihan Hamzah dkk (2012) yang mendapatkan hasil bahwa pengeluaran sektor pendidkan berpengaruh negatif dan signifikan

Nama Paket Pekerjaan : Peningkatan Jalan Dusun II Desa Beji Mulyo Dengan Aspal