• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengasuhan (Makan, Hidup Sehat, dan Bermain) Konsumsi dan Status Gizi Penderita Autism Spectrum Disorder (ASD).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengasuhan (Makan, Hidup Sehat, dan Bermain) Konsumsi dan Status Gizi Penderita Autism Spectrum Disorder (ASD)."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

INDRIA LENNY SYAFITRI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Konsumsi dan Status Gizi Penderita Autism Spectrum Disorder (ASD). Di bawah Bimbingan EDDY S. MUDJAJANTO dan CLARA M. KUSHARTO.

Autisme adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kelainan saraf berat yang ditandai dengan kondisi berupa gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan gangguan perilaku stereotipik. Prevalensi ASD kurang lebih 2-5 kasus per 10.000 anak di bawah usia 12 tahun, yaitu satu dari 150 kelahiran, didiagnosis menderita ASD, setiap harinya (Edi 2003). Peningkatan jumlah penderita ASD yang sedemikian cepat diduga dikarenakan pengaruh lingkungan, yaitu terinfeksi logam berat ataupun virus.

Makanan adalah hal yang penting diperhatikan bagi anak penderita ASD. Anak ASD tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Pola bermain pada anak ASD adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk penyembuhan dari keterbatasan perkembangan spektrum ASD anak (Yusuf 2003).

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis pengasuhan makan dan hidup sehat, serta bermain pada anak penderita autisme. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik umum anak ASD beserta keluarganya; 2) menganalisis pengasuhan makan, pola konsumsi, serta status gizi pada anak ASD; 3) menganalisis pengasuhan hidup sehat dan jenis penyakit yang pernah diderita anak ASD 4) menganalisis pengasuhan bermain pada anak ASD; 5) mengamati perbandingan pengasuhan makan, hidup sehat, dan bermain, antar jenis kelamin pada anak ASD.

Desain penelitian yang digunakan adalah crossectional study karena penelitian dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Al-Ihsan Cilegon dan Sekolah Khusus Al-Ihsan Tangerang. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2008. Jumlah dari kedua tempat tersebut adalah 59 anak ASD. Jumlah keseluruhan contoh adalah 31 anak. Jumlah tersebut dikarenakan beberapa Ibu tidak bersedia diwawancara karena tidak ingin kondisi anaknya dipublikasikan atau kesibukan dari Ibu yang bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk wawancara.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan orang tua anak ASD dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder adalah data mengenai jumlah anak ASD yang berada pada tempat terapi tersebut dan profil sekolah.

Contoh dalam penelitian ini umumnya berusia antara 73 sampai 123 bulan yaitu sebanyak 48.4%, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (80.6%) dan terlahir sebagai anak sulung, yaitu sebesar 38.7%. Karakteristik keluarga contoh pada penelitian ini umumnya merupakan keluarga sedang (5-7 orang) sebanyak 48.4% dengan tipe keluarga inti yang berjumlah 61.3%.

(3)

19-36 bulan, yaitu sebanyak 61.3% dengan gejala awal, diam ketika dipanggil. Contoh dalam penelitian ini umumnya diterapi sejak usia 27-47 bulan yaitu sebesar 48.4%.

Kualitas pengasuhan makan pada anak ASD umumnya dengan kualitas sedang yaitu sebesar 71.0%. Status gizi anak ASD umumnya adalah normal dengan indeks BB/U (74.2%), indeks TB/U (90.3%), dan indeks BB/TB (64.5%), serta indeks gabungan (61.3%). Tingkat kecukupan energi umumnya dengan kategori lebih (41.9%), dan baik 16.1%. Kecukupan protein dengan kategori baik (96.8%), kecukupan zat besi dengan kategori cukup (77.4%), kecukupan kalsium dengan kategori kurang (54.8%), kecukupan vitamin C dengan kategori kurang (61.3%), dan kecukupan vitamin A dengan kategori cukup (64.5%).

Anak ASD umumnya mendapat kualitas pengasuhan hidup sehat dengan kualitas sedang yaitu sebesar 64.5%. Jenis penyakit yang banyak diderita contoh dalam penelitian ini umumnya selama tiga bulan terakhir adalah batuk (51.6%), 45.2% contoh mengalami 1-2 kali sakit, 29% contoh mengalami sakit selama 4-11 hari, dan 35.5% contoh tidak mengalami sakit. Anak ASD dalam penelitian ini umumnya menerapkan tipe permainan puzzle it out play yaitu sebanyak 45.2% dan 74.2% contoh bermain dengan pola permainan solitary independent. Anak dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak memainkan permainan imaginative, sedangkan laki-laki memainkan permainan exploratory, energetic, skillful, dan puzzle it out dengan presentasi yang sama besar.

Makanan yang biasa dimakan anak secara keseluruhan mengalami perubahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan konsumsi susu sapi sebelum dan setelah terdeteksi ASD. Jenis sayuran dan buah yang biasa dikonsumsi anak setelah terdeteksi ASD mengalami penambahan jumlah. Konsumsi makanan camilan mengalami penurunan setelah anak terdeteksi ASD.

(4)

AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

INDRIA LENNY SYAFITRI A54104070

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

PENDERITA AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD). NAMA MAHASISWA : Indria Lenny Syafitri

NOMOR POKOK : A54104070

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ir. Eddy S. Mudjadjanto Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc NIP. 131 760 849 NIP.131 414 958

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Asrizal dan Ibu Zuriyati. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama Fikri dan Indah.

Pendidikan SD ditempuh di SD Negeri Grogol Selatan 03 pagi pada tahun 1992 sampai 1998. Sekolah Menengah Pertama dilalui di SLTP Negeri 48 Jakarta pada tahun 1998 sampai 2001, dan dilanjutkan di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun 2001 hingga 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(7)

dan kemudahan dari-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini:

1. Kedua orang tua yang penulis cintai (papa dan mama) atas dukungan dan doa yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. Terima kasih atas segala nasihat, kasih sayang, dan cinta kasih yang selalu diberikan kepada penulis selama 22 tahun ini, sehingga penulis dapat sampai pada titik ini, dan semoga dapat membuat papa dan mama bangga. Love you mom and dad.

2. Ir. Eddy S. Mudjajanto dan Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas segala curahan waktu, tenaga, fikiran, dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti MSc sebagai dosen penguji atas segala masukannya sejak pembuatan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Megawati Simanjutak, SP atas bantuan, ajaran, serta masukan kepada penulis dalam pengolahan data.

5. Ir. Retnaningsih, MSi sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas segala perhatian yang diberikan selama masa studi penulis di GMSK.

6. Sekolah Khusus Al-Ihsan Cilegon dan Tangerang khususnya Ibu Ngatini atas segala bantuan yang telah diberikan beserta para terapis dan staf. 7. Klinik terapi Mentari khususnya Ibu Hindraningsih atas izin yang diberikan

kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut beserta para terapi dan staf.

8. Ibu-ibu yang telah bersedia menjadi responden untuk diwawancarai dan anaknya untuk dijadikan contoh dalam penelitian ini.

9. Mba Melinda. Terima kasih telah mengenalkan lebih dalam dan memberikan informasi tentang dunia anak istimewa ini kepada penulis. 10. Fikri dan Indah, kedua adik tersayang yang selalu menjadi motivasi bagi

(8)

kesetiaan dalam mendengarkan seluruh keluh kesah dari penulis, dan terima kasih atas canda tawa yang selalu diberikan dalam menghibur penulis dalam berbagai keadaan. My four years life won’t be nice without you. Thank you!

12. Keluarga besar yang selalu mendukung penulis secara moril dan materi; Tante Da dan keluarga (untuk tumpangan rumahnya), my uncle (untuk motivasi dan dukungannya), Mama Kapit, Kapit, Rina (untuk semua curhatnya), Nenek (yang tak pernah bosan memberikan jajan setiap penulis pulang ke Bogor).

13. Lia Milyawati dan Wieke Oktaviani atas semua kebersamaan dan kerjasama kita terutama saat pengambilan data. Terima kasih atas susah-senang yang telah kita lalui bersama. Hope we’ll always be a good partner.

14. Keluarga Bapak Prastito Wagiman dan Mas Bambang, atas tumpangan tempat tinggal, berikut konsumsi sehari-hari yang diberikan kepada penulis selama pengambilan data.

15. Sahabat-sahabat yang selalu menemani penulis; Suci (untuk 3 tahun yang indah bersamamu, dan kesabaranmu), Vika “Huey” (untuk curhat-curhatnya), dHe (untuk semua cerita-cerita mu), LiaR, Tu”yulia”.

16. Semua teman-teman GMSK 41 untuk motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Empat tahun ini berlalu dengan indah dengan adanya kalian.

17. Teman-teman GMSK 39, 40, dan Gizi 42. 18. Seluruh dosen, staf dan karyawan GMSK. 19. All of Queen Castle member.

20. Teman-teman di A2-162 (Anggy, Tities, Frita), untuk semua pelajaran berharga dari kalian.

21. Teman-teman KKP Kecamatan Jalancagak, Subang. Success for you all. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semua bantuan yang selalu diberikan kepada penulis. Thanks God, You give them to me.

Bogor, Mei 2008

(9)

Halaman

Pendidikan bagi penyandang ASD ... 10

Terapi ASD ... 11

Pengasuhan Anak ... 12

Pengasuhan makan ... 12

Pengasuhan hidup sehat ... 14

Pengasuhan bermain ... 15

Konsumsi Pangan ... 18

Pemberian ASI ... 19

Diet pada Penderita ASD ... 20

Diet GFCF (Gluten Free Casein Free) ... 20

Diet rendah gula sederhana ... 21

Status Gizi ... 21

Status Kesehatan ... 23

KERANGKA PEMIKIRAN... 25

METODE ... 27

Desain, Waktu, dan Tempat ... 27

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh ... 27

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 27

Pengolahan dan Analisis Data ... 28

Definisi Operasional ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Keadaan Umum Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Sejarah berdiri Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Tujuan Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Program Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Karakteristik Anak ... 35

Usia contoh ... 35

Jenis kelamin ... 35

Urutan kelahiran ... 36

(10)

Tipe dan besar keluarga ... 37

Karakteristik orang tua ... 38

Pendapatan keluarga ... 40

Pengasuhan Anak ... 41

Pengasuhan makan ... 41

Pengasuhan hidup sehat ... 43

Pengasuhan bermain ... 44

Konsumsi Zat Gizi ... 46

Tingkat kecukupan gizi ... 47

Riwayat makan anak sebelum terdeteksi ASD ... 49

Riwayat makan anak setelah terdeteksi ASD ... 50

Perubahan pola makan anak anak ASD secara individual ... 51

Perubahan pola konsumsi makan ... 60

Status Gizi Contoh ... 51

Status Kesehatan Contoh ... 53

Riwayat Pemberian ASI ... 66

Riwayat ASD ... 67

Usia awal ASD ... 67

Usia awal terapi ... 68

Gejala awal ASD ... 69

Perkembangan spektrum ASD setelah mengikuti terapi ... 70

Perbedaan Pengasuhan (Makan dan Hidup Sehat) Antar Jenis Kelamin 71 Pengasuhan makan ... 71

Pengasuhan hidup sehat ... 72

Perbedaan Pengasuhan Bermain Antar Jenis Kelamin ... 72

Tipe permainan ... 72

Pola permainan ... 73

Hubungan Antar Variabel ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

Kesimpulan ... 81

Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(11)

AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

INDRIA LENNY SYAFITRI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Konsumsi dan Status Gizi Penderita Autism Spectrum Disorder (ASD). Di bawah Bimbingan EDDY S. MUDJAJANTO dan CLARA M. KUSHARTO.

Autisme adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kelainan saraf berat yang ditandai dengan kondisi berupa gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan gangguan perilaku stereotipik. Prevalensi ASD kurang lebih 2-5 kasus per 10.000 anak di bawah usia 12 tahun, yaitu satu dari 150 kelahiran, didiagnosis menderita ASD, setiap harinya (Edi 2003). Peningkatan jumlah penderita ASD yang sedemikian cepat diduga dikarenakan pengaruh lingkungan, yaitu terinfeksi logam berat ataupun virus.

Makanan adalah hal yang penting diperhatikan bagi anak penderita ASD. Anak ASD tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Pola bermain pada anak ASD adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk penyembuhan dari keterbatasan perkembangan spektrum ASD anak (Yusuf 2003).

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis pengasuhan makan dan hidup sehat, serta bermain pada anak penderita autisme. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik umum anak ASD beserta keluarganya; 2) menganalisis pengasuhan makan, pola konsumsi, serta status gizi pada anak ASD; 3) menganalisis pengasuhan hidup sehat dan jenis penyakit yang pernah diderita anak ASD 4) menganalisis pengasuhan bermain pada anak ASD; 5) mengamati perbandingan pengasuhan makan, hidup sehat, dan bermain, antar jenis kelamin pada anak ASD.

Desain penelitian yang digunakan adalah crossectional study karena penelitian dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Al-Ihsan Cilegon dan Sekolah Khusus Al-Ihsan Tangerang. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2008. Jumlah dari kedua tempat tersebut adalah 59 anak ASD. Jumlah keseluruhan contoh adalah 31 anak. Jumlah tersebut dikarenakan beberapa Ibu tidak bersedia diwawancara karena tidak ingin kondisi anaknya dipublikasikan atau kesibukan dari Ibu yang bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk wawancara.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan orang tua anak ASD dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder adalah data mengenai jumlah anak ASD yang berada pada tempat terapi tersebut dan profil sekolah.

Contoh dalam penelitian ini umumnya berusia antara 73 sampai 123 bulan yaitu sebanyak 48.4%, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (80.6%) dan terlahir sebagai anak sulung, yaitu sebesar 38.7%. Karakteristik keluarga contoh pada penelitian ini umumnya merupakan keluarga sedang (5-7 orang) sebanyak 48.4% dengan tipe keluarga inti yang berjumlah 61.3%.

(13)

19-36 bulan, yaitu sebanyak 61.3% dengan gejala awal, diam ketika dipanggil. Contoh dalam penelitian ini umumnya diterapi sejak usia 27-47 bulan yaitu sebesar 48.4%.

Kualitas pengasuhan makan pada anak ASD umumnya dengan kualitas sedang yaitu sebesar 71.0%. Status gizi anak ASD umumnya adalah normal dengan indeks BB/U (74.2%), indeks TB/U (90.3%), dan indeks BB/TB (64.5%), serta indeks gabungan (61.3%). Tingkat kecukupan energi umumnya dengan kategori lebih (41.9%), dan baik 16.1%. Kecukupan protein dengan kategori baik (96.8%), kecukupan zat besi dengan kategori cukup (77.4%), kecukupan kalsium dengan kategori kurang (54.8%), kecukupan vitamin C dengan kategori kurang (61.3%), dan kecukupan vitamin A dengan kategori cukup (64.5%).

Anak ASD umumnya mendapat kualitas pengasuhan hidup sehat dengan kualitas sedang yaitu sebesar 64.5%. Jenis penyakit yang banyak diderita contoh dalam penelitian ini umumnya selama tiga bulan terakhir adalah batuk (51.6%), 45.2% contoh mengalami 1-2 kali sakit, 29% contoh mengalami sakit selama 4-11 hari, dan 35.5% contoh tidak mengalami sakit. Anak ASD dalam penelitian ini umumnya menerapkan tipe permainan puzzle it out play yaitu sebanyak 45.2% dan 74.2% contoh bermain dengan pola permainan solitary independent. Anak dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak memainkan permainan imaginative, sedangkan laki-laki memainkan permainan exploratory, energetic, skillful, dan puzzle it out dengan presentasi yang sama besar.

Makanan yang biasa dimakan anak secara keseluruhan mengalami perubahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan konsumsi susu sapi sebelum dan setelah terdeteksi ASD. Jenis sayuran dan buah yang biasa dikonsumsi anak setelah terdeteksi ASD mengalami penambahan jumlah. Konsumsi makanan camilan mengalami penurunan setelah anak terdeteksi ASD.

(14)

AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

INDRIA LENNY SYAFITRI A54104070

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

PENDERITA AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD). NAMA MAHASISWA : Indria Lenny Syafitri

NOMOR POKOK : A54104070

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ir. Eddy S. Mudjadjanto Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc NIP. 131 760 849 NIP.131 414 958

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(16)

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Asrizal dan Ibu Zuriyati. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama Fikri dan Indah.

Pendidikan SD ditempuh di SD Negeri Grogol Selatan 03 pagi pada tahun 1992 sampai 1998. Sekolah Menengah Pertama dilalui di SLTP Negeri 48 Jakarta pada tahun 1998 sampai 2001, dan dilanjutkan di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun 2001 hingga 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(17)

dan kemudahan dari-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini:

1. Kedua orang tua yang penulis cintai (papa dan mama) atas dukungan dan doa yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. Terima kasih atas segala nasihat, kasih sayang, dan cinta kasih yang selalu diberikan kepada penulis selama 22 tahun ini, sehingga penulis dapat sampai pada titik ini, dan semoga dapat membuat papa dan mama bangga. Love you mom and dad.

2. Ir. Eddy S. Mudjajanto dan Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas segala curahan waktu, tenaga, fikiran, dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti MSc sebagai dosen penguji atas segala masukannya sejak pembuatan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Megawati Simanjutak, SP atas bantuan, ajaran, serta masukan kepada penulis dalam pengolahan data.

5. Ir. Retnaningsih, MSi sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas segala perhatian yang diberikan selama masa studi penulis di GMSK.

6. Sekolah Khusus Al-Ihsan Cilegon dan Tangerang khususnya Ibu Ngatini atas segala bantuan yang telah diberikan beserta para terapis dan staf. 7. Klinik terapi Mentari khususnya Ibu Hindraningsih atas izin yang diberikan

kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut beserta para terapi dan staf.

8. Ibu-ibu yang telah bersedia menjadi responden untuk diwawancarai dan anaknya untuk dijadikan contoh dalam penelitian ini.

9. Mba Melinda. Terima kasih telah mengenalkan lebih dalam dan memberikan informasi tentang dunia anak istimewa ini kepada penulis. 10. Fikri dan Indah, kedua adik tersayang yang selalu menjadi motivasi bagi

(18)

kesetiaan dalam mendengarkan seluruh keluh kesah dari penulis, dan terima kasih atas canda tawa yang selalu diberikan dalam menghibur penulis dalam berbagai keadaan. My four years life won’t be nice without you. Thank you!

12. Keluarga besar yang selalu mendukung penulis secara moril dan materi; Tante Da dan keluarga (untuk tumpangan rumahnya), my uncle (untuk motivasi dan dukungannya), Mama Kapit, Kapit, Rina (untuk semua curhatnya), Nenek (yang tak pernah bosan memberikan jajan setiap penulis pulang ke Bogor).

13. Lia Milyawati dan Wieke Oktaviani atas semua kebersamaan dan kerjasama kita terutama saat pengambilan data. Terima kasih atas susah-senang yang telah kita lalui bersama. Hope we’ll always be a good partner.

14. Keluarga Bapak Prastito Wagiman dan Mas Bambang, atas tumpangan tempat tinggal, berikut konsumsi sehari-hari yang diberikan kepada penulis selama pengambilan data.

15. Sahabat-sahabat yang selalu menemani penulis; Suci (untuk 3 tahun yang indah bersamamu, dan kesabaranmu), Vika “Huey” (untuk curhat-curhatnya), dHe (untuk semua cerita-cerita mu), LiaR, Tu”yulia”.

16. Semua teman-teman GMSK 41 untuk motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Empat tahun ini berlalu dengan indah dengan adanya kalian.

17. Teman-teman GMSK 39, 40, dan Gizi 42. 18. Seluruh dosen, staf dan karyawan GMSK. 19. All of Queen Castle member.

20. Teman-teman di A2-162 (Anggy, Tities, Frita), untuk semua pelajaran berharga dari kalian.

21. Teman-teman KKP Kecamatan Jalancagak, Subang. Success for you all. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semua bantuan yang selalu diberikan kepada penulis. Thanks God, You give them to me.

Bogor, Mei 2008

(19)

Halaman

Pendidikan bagi penyandang ASD ... 10

Terapi ASD ... 11

Pengasuhan Anak ... 12

Pengasuhan makan ... 12

Pengasuhan hidup sehat ... 14

Pengasuhan bermain ... 15

Konsumsi Pangan ... 18

Pemberian ASI ... 19

Diet pada Penderita ASD ... 20

Diet GFCF (Gluten Free Casein Free) ... 20

Diet rendah gula sederhana ... 21

Status Gizi ... 21

Status Kesehatan ... 23

KERANGKA PEMIKIRAN... 25

METODE ... 27

Desain, Waktu, dan Tempat ... 27

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh ... 27

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 27

Pengolahan dan Analisis Data ... 28

Definisi Operasional ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Keadaan Umum Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Sejarah berdiri Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Tujuan Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Program Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 34

Karakteristik Anak ... 35

Usia contoh ... 35

Jenis kelamin ... 35

Urutan kelahiran ... 36

(20)

Tipe dan besar keluarga ... 37

Karakteristik orang tua ... 38

Pendapatan keluarga ... 40

Pengasuhan Anak ... 41

Pengasuhan makan ... 41

Pengasuhan hidup sehat ... 43

Pengasuhan bermain ... 44

Konsumsi Zat Gizi ... 46

Tingkat kecukupan gizi ... 47

Riwayat makan anak sebelum terdeteksi ASD ... 49

Riwayat makan anak setelah terdeteksi ASD ... 50

Perubahan pola makan anak anak ASD secara individual ... 51

Perubahan pola konsumsi makan ... 60

Status Gizi Contoh ... 51

Status Kesehatan Contoh ... 53

Riwayat Pemberian ASI ... 66

Riwayat ASD ... 67

Usia awal ASD ... 67

Usia awal terapi ... 68

Gejala awal ASD ... 69

Perkembangan spektrum ASD setelah mengikuti terapi ... 70

Perbedaan Pengasuhan (Makan dan Hidup Sehat) Antar Jenis Kelamin 71 Pengasuhan makan ... 71

Pengasuhan hidup sehat ... 72

Perbedaan Pengasuhan Bermain Antar Jenis Kelamin ... 72

Tipe permainan ... 72

Pola permainan ... 73

Hubungan Antar Variabel ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

Kesimpulan ... 81

Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(21)

1 Data dan cara pengumpulan data ... 28

2 Kategori status gizi indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB ... 29

3 Interpretasi status gizi dalam indikator gabungan ... 29

4 Penyesuaian interpretasi status gizi dalam indikator gabungan ... 30

5 Tingkat kecukupan Energi, Protein, Vitamin, dan Mineral ... 30

6 Sebaran contoh berdasarkan usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran ... 36

7 Sebaran contoh berdasarkan tipe dan besar keluarga ... 38

8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik orang tua ... 40

9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ... 41

10 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan makan ... 42

11 Sebaran contoh berdasarkan cara pengasuhan makan ... 43

12 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan hidup sehat ... 44

13 Sebaran contoh berdasarkan jenis permainan ... 44

14 Sebaran contoh berdasarkan tipe dan pola permainan ... 46

15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi zat gizi ... 46

16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi ... 47

17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kecukupan zat gizi ... 48

18 Sebaran contoh berdasarkan makanan sebelum terdeteksi ASD ... 50

19 Sebaran contoh berdasarkan makanan setelah terdeteksi ASD ... 51

20 Jenis makanan yang biasa dikonsumsi ... 61

21 Sebaran contoh berdasarkan status gizi contoh ... 63

22 Sebaran contoh berdasarkan interpretasi status gizi gabungan ... 64

23 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit ... 65

24 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi dan lama sakit ... 65

25 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI ... 67

26 Sebaran contoh berdasarkan usia awal anak terdeteksi ASD ... 68

27 Sebaran contoh berdasarkan usia anak diterapi ... 69

28 Sebaran contoh berdasarkan gejala awal terdeteksi ASD ... 70

29 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan spektrum ASD anak ... 71

(22)

31 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan hidup sehat antar jenis kelamin ... 72 32 Sebaran contoh berdasarkan tipe permainan antar jenis kelamin ... 73 33 Sebaran contoh berdasarkan pola permainan antar jenis kelamin ... 73 34 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan spektrum ASD dan usia

anak ... 74 35 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan spektrum ASD dan jenis

kelamin ... 75 36 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan usia awal

terdeteksi ASD ... 75 37 Sebaran contoh berdasarkan usia anak disapih dengan usia awal

terdeteksi ASD ... 76 38 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan makan dengan

status gizi ... 77 39 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan hidup sehat dan

status kesehatan ... 78 40 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB dan usia anak ... 79 41 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit dan lama pemberian

ASI eksklusif ... 79 42 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan makan dan pendapatan

(23)

Halaman

(24)

Sumberdaya manusia harus ditingkatkan kualitasnya sejak dini secara sistematis dan berkesinambungan. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal pembangunan nasional. Anak adalah salah satu sumberdaya yang perlu dijaga. Anak yang identik dengan masa bermain adalah masa yang rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak pada masa ini dipengaruhi oleh kualitas kesehatan, gizi, dan psikologis.

Anak usia pra sekolah (2-5 tahun) dan anak usia sekolah (6-12 tahun) memiliki perkembangan yang tidak sepesat ketika masih bayi. Anak usia pra sekolah dan sekolah memiliki aktivitas yang tinggi, sehingga pada usia ini seorang anak sangat rentan terkena gangguan kesehatan dan psikologis (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo&Persatuan Ahli Gizi Indonesia 1994).

Autisme adalah gangguan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kelainan syaraf berat yang ditandai dengan kondisi berupa gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan gangguan perilaku stereotipik. ASD disebabkan oleh multifaktor, antara lain faktor immunologis, faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus. Gangguan komunikasi adalah salah satu akibat dari ASD, bahkan ada yang tidak memiliki bahasa dan kalaupun memiliki bahasa hanya bersifat echolalia/membeo (Edi 2003).

(25)

Makanan adalah hal yang penting diperhatikan bagi anak penderita ASD. Makanan anak penderita ASD secara umum sama dengan makanan yang dikonsumsi anak normal seusianya, yaitu harus memenuhi gizi seimbang dan baik untuk dikonsumsi. Bahan makanan tertentu perlu diperhatikan konsumsinya untuk anak penderita ASD. Anak ASD tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein, hal ini dikarenakan akan menimbulkan keluhan diare dan meningkatkan hiperaktivitas, yang tidak hanya berupa gerakan tetapi juga emosinya seperti mudah marah, mengamuk, atau mengalami gangguan tidur (Suryana 2004 diacu dalam Suiraoka&Nursanyoto 2005).

Anak ASD mengalami gangguan sistem imun yang menyebabkan seorang anak ASD mudah tertular penyakit. Gangguan sistem imun yang terjadi menyebabkan adanya ketidakseimbangan mikroorganisme yang hidup dalam saluran cerna serta dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Gangguan pada saluran cerna akan mengakibatkan ketidakmampuan organ pencernaan dalam mencerna beberapa zat makanan, yang kemudian dapat menyebabkan alergi (Sjambali 2003).

Seorang anak memerlukan perlindungan dari berbagai bahaya penyakit yang mengancam mereka. Anak ASD memiliki banyak keterbatasan dalam berperilaku, hal ini menyebabkan pemberian makan kepada anak ASD harus mendapat perhatian lebih. Pemberian makan kepada seorang anak ASD sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan, dan status gizi anak tersebut. Orang yang paling berperan dalam pemberian makan seorang anak adalah ibu. Aktivitas yang berhubungan untuk menjaga kesehatan seorang anak ASD juga perlu diajarkan sejak dini. Anak ASD memiliki beberapa keterbatasan yang dapat menyulitkan mereka untuk melindungi diri dari berbagai penyakit yang mengancam. Cara keluarga dalam menerapkan pola hidup sehat sangat menentukan tingkat morbiditas seorang anak, hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan makan dan hidup sehat sangat penting dalam proses tumbuh kembang seorang anak ASD.

(26)

perkembangan spektrum ASD anak. Penelitian mengenai ASD yang ada saat ini lebih mengarah kepada makanan dan terapi-terapi yang diperlukan anak, namun belum ada mengenai gambaran pengasuhan makan, hidup sehat, dan bermain yang diterima anak. Pengasuhan yang diberikan orang tua sangat penting dalam membantu perkembangan seorang anak ASD, agar anak-anak ini mampu mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengasuhan makan, hidup sehat serta bermain anak ASD.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengasuhan (makan, hidup sehat, dan bermain), konsumsi dan status gizi penderita Autism Spectrum Disorder (ASD).

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik umum anak ASD beserta keluarganya. 2. Menganalisis pengasuhan makan, pola konsumsi, serta status gizi pada

anak ASD.

3. Menganalisis pengasuhan hidup sehat dan jenis penyakit yang pernah diderita anak ASD.

4. Menganalisis pengasuhan bermain pada anak ASD.

5. Mengamati perbandingan pengasuhan makan, hidup sehat, dan bermain antar jenis kelamin pada anak ASD.

Manfaat Penelitian

(27)

ASD merupakan suatu sindrom yang kompleks berdasarkan gangguan-gangguan fisiologis dan biokimia yang memiliki suatu titik nyata tentang adanya ketidakseimbangan emosi dan sensor-sensor intelektual. ASD berhubungan dengan hal-hal yang bersifat medis bukan sebagai gangguan mental. Ketidakseimbangan emosi dan sensor-sensor intelektual dapat ditangani secara medis, setelah dilakukan diagnosa, dilakukan penanganan yang sesuai dengan kondisi anak (McCandless 2003).

ASD ditandai dengan gejala anak yang sulit berkomunikasi, sulit bersosialisasi, berperilaku yang berulang-ulang serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya. Seorang anak ASD dapat mengalami kelainan emosi, intelektual dan kemauan. ASD merupakan suatu keadaan dimana anak bertingkah laku hanya sesuai dengan keinginannya (Hidayat 2004).

ASD adalah suatu cacat yang kekal dan secara khas tampak pada tiga tahun awal usia seorang anak. Anak ASD memiliki keadaan otak yang tidak sama dengan anak normal. Keadaan ini membuat seorang anak ASD memiliki ketidaknormalan dalam bertingkah laku, belajar, dan perkembangannya (Wolfberg 2003).

Judawarto (2007) menyatakan bahwa seorang anak ASD akan mengalami gangguan perkembangan secara menyeluruh yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, berbahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris. ASD ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki dari pada perempuan sebanyak tiga sampai lima kali (Edi 2003).

(28)

Penyebab ASD

Penyebab ASD dapat dijelaskan dari beberapa teori berikut: 1. Teori kelebihan Opioid

Opioid adalah salah satu zat dalam tubuh yang memiliki fungsi dalam beberapa regulasi hormon. Opioid memiliki fungsi dalam menghambat pelepasan oksitosin dan vasopresin. Enzim dipeptidyl peptidase IV (DPP IV) adalah satu-satunya enzim yang memiliki fungsi dalam memotong-motong casomorphine beserta turunannya, yang ternyata tidak dimiliki oleh anak ASD (Sutadi 2003). Efek dari kelebihan opioid dalam tubuh seseorang adalah membuatnya kehilangan kontrol terhadap dirinya, seperti kontak mata, ataupun hiperaktifnya (McCandless 2003).

2. Teori gluten-kasein

Gluten dan kasein adalah bahan makanan yang mampu memicu bertambahnya opioid dalam tubuh, sehingga bahan makanan yang berasal dari gluten dan kasein sebaiknya dihindari oleh anak ASD. Diet bebas gluten dan kasein mampu menurunkan kadar peptida-peptida opioid dan memperbaiki keadaan ASD (Sutadi 2003).

3. Teori cholecystokinin

Oxytocin diproduksi melalui pengaruh pada reseptor cholecystokinin-A (CCKA) dengan bahan dasar cholecystokinin yang disulfurasi. Anak ASD mengalami insufisiensi kemampuan mensulfurasi, reseptor tidak bekerja dengan baik, dan banyak fungsi yang dipengaruhi CCK akan terpengaruh. Beberapa pendapat mengatakan bahwa pitocin (oxytocin eksogen) mungkin dapat menyebabkan ASD, karena banyak ibu dari anak-anak ASD mendapat pitocin untuk menginduksi persalinan. Pendapat lain mengatakan bahwa hubungan tersebut karena masalah sulfurasi ibu dan anak sehingga diperlukan pitocin untuk merangsang persalinan dari anak (Sutadi 2003).

4. Teori methylation

(29)

5. Teori autoimmune

Penelitian terhadap anak ASD membuktikan pada anak ASD adanya antibodi-antibodi terhadap antigen-antigen jaringan otak, misalnya anti terhadap MBP (myelin basic protein), anti terhadap NAFP (neuron-axon filament protein), dan anti terhadap reseptor serotonin. Penelitian Singh dkk (1998) menemukan bahwa 58% anak ASD memiliki antibodi terhadap MBP dibandingkan dengan kontrol yang terdiri dari anak dengan retardasi mental dan down sindrom, hanya 7% yang memiliki antibodi terhadap MBP (Sutadi 2003).

6. Teori viral infection

Teori virus pada ASD berdasarkan adanya infeksi virus yang diduga terdapat pada traktus intestinalis dan infeksi virus yang menghasilkan simptom sistem saraf sentral pada ASD. Anak ASD mengalami defisiensi secretory immunoglobulin A (Sig A) yang merupakan pertahanan penting pada usus terhadap infeksi virus. Virus yang dapat menginfeksi traktus intestinalis adalah herpes simplex (HSV), yang terdapat pada sistem saraf enterik manusia, yang kemudian dapat berimigrasi ke sistem saraf pusat (Sutadi 2003).

7. Teori vaksinasi

Penelitian menunjukkan bahwa adanya kemungkinan hubungan antara ASD dan infeksi virus yang dihubungkan dengan vaksinasi MMR. ASD terjadi diduga dikarenakan adanya reaksi tipe alergi yang dimulai oleh reaksi tubuh terhadap vaksin. Respon ini dapat mengganggu DPP IV, sehingga kadarnya berkurang, hal ini merupakan penghubung antara teori vaksinasi dan teori opioid. Peran vaksin terhadap terjadinya ASD adalah terganggunya proses mielinisasi sehingga perkembangan otak anak tidak sempurna (Sutadi 2003).

Aspek genetika pada ASD

(30)

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa ASD berkaitan dengan pewarisan sifat yang kompleks. Gen yang berkaitan dengan terjadinya ASD berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan berjumlah 15 buah. Mutasi banyak gen akan menyebabkan ASD (Wargasetia 2003). Peneliti genetika telah berhasil menemukan unsur-unsur ”gen pembawa” pada kebanyakan anak ASD tetapi tidak pada setiap anak ASD. Gen C4B adalah salah satu gen yang mengontrol fungsi dan pengaturan sistem imun tubuh. Gen C4B mampu menyingkirkan patogen seperti virus-virus dan bakteri dari tubuh. Bentuk gen C4B yang kurang sempurna menunjukkan peningkatan frekuensi ASD (McCandless 2003).

Penderita ASD yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, hal ini diduga terdapat gen atau beberapa gen pada kromosom X yang terlibat dengan ASD. Penelitian-penelitian telah menyimpulkan bahwa gen pada kromosom X bukanlah penyebab utama ASD, tetapi suatu gen pada kromosom X yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil pada perilaku yang berkaitan dengan ASD (Wargasetia 2003). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan ASD yang muncul pada anak kembar. Prevalensi ASD yang lebih banyak pada anak laki-laki juga menunjukkan terdapat faktor genetik yang berperan dalam kejadian ASD. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara ASD dengan faktor genetik, tetapi bukan berarti setiap kasus ASD pasti dikarenakan peranan faktor genetik (McCandless 2003).

Pengaruh logam berat pada ASD

Logam berat yang sering disebut sebagai penyebab terbesar dari ASD adalah air raksa (Hg). Penelitian yang telah dilakukan terhadap anak ASD, menunjukkan bahwa adanya disfungsi dari metallothionein. Metallothionein merupakan suatu rantai polipeptida pendek, linear, terdiri dari 61-68 asam amino, kaya akan sistein (pada manusia terdapat 20 residu sistein), berbentuk huruf S dan memiliki kemampuan untuk mengikat logam. Metallothionein memiliki empat bentuk dan masing-masingnya memiliki fungsi yang spesifik. Metallothionein secara umum memiliki peranan dalam berbagai proses, yaitu:

1. Regulasi kadar zinc (Zn)dan tembaga (Cu) dalam darah 2. Detoksifikasi air raksa dan logam lain

3. Perkembangan sistem imun 4. Perkembangan sel otak

(31)

6. Produksi enzim pemecah kasein dan gluten 7. Mengendalikan inflamasi pada saluran cerna 8. Produksi asam lambung;

9. Perkembangan indera perasa pada epitel lidah; 10. Regulasi fungsi sel otak dalam hal tingkah laku; dan 11. Perkembagan emosi dan sosialisasi (Santosa 2003).

Santosa (2003) mengungkapkan bahwa metallothionein merupakan sistem utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa (Hg), timbal (Pb), dan logam berat lain. Logam berat memiliki afinitas yang berbeda-beda terhadap metallothionein, dan air raksa memiliki afinitas yang paling kuat. Afinitas yaitu daya kemampuan metallothionein mendetoksifikasi logam. Gangguan akibat keracunan logam berat tidak akan terjadi jika metallothionein dapat berfungsi dengan baik atau jumlah logam berat yang masuk ke dalam tubuh tidak melebihi kemampuan metallothionein untuk mengikat logam berat tersebut. Penelitian yang telah dilakukan, ternyata disfungsi metallothionein pada anak ASD dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Gangguan generatif, antara lain pada pembentukan metallothionein; 2. Jumlah logam berat (air raksa, tembaga, dll) yang berlebihan; 3. Defisiensi zinc yang berat;

4. Defisiensi sistein.

Teori Walsh menyimpulkan bahwa disregulasi metallothionein dapat menjadi penyebab utama ASD. Walsh berteori bahwa ASD merupakan hasil dari kombinasi ketidaksempurnaan genetik yaitu ketidaksempurnaan fungsi metallothionein dan pengaruh lingkungan selama awal perkembangan yang akhirnya melumpuhkan fungsi metallothionein. Walsh (2001) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan selama kehamilan, ketika bayi atau balita dapat melumpuhkan sitem metallothionein, berdampak pada terhambatnya perkembangan sistem saraf dan memicu terjadinya ASD. Pengaruh lingkungan antara lain berasal dari makanan yang dimakan ibu ketika hamil yang tercemar logam berat ataupun lingkungan sekitar yang banyak tercemar polusi udara (McCandless 2003).

Patogenesis ASD

(32)

entorhinal mengalami penurunan densitas (Bauman&Kemper 1987 diacu dalam Purba 2003). Landffild et al (1973) diacu dalam Purba (2003) menemukan irama berupa spektrum hipokampus yang disebut dengan hipocampal rhythm (HR) di electroencephalographic (EEG). Yokota&Fujimori (1964) diacu dalam Purba (2003) mengatakan bahwa adanya HG di EEG menunjukkan bahwa adanya kelainan struktur di area CA4 hipokampus berupa aktivasi dari sistem somatonomik dan otonomik. Hipocampal rhythm berperan aktif dalam proses serta penyimpanan informasi (Adey 1966 diacu dalam Purba 2003).

Minshew et al (1997) diacu dalam Purba (2003) menemukan adanya reduksi volume amigdala dan hipokampus pada anak ASD, ini diperkirakan akibat menurunnya jumlah neuropil di samping proses pertumbuhan neuron yang terhalang (under development) dari struktur limbik. Cabang dendrit pada anak ASD berjumlah sedikit. Jumlah tersebut merupakan penyebab ketidakseimbangan sistem komunikasi dari neuron sebagai penyebab gangguan bersosial demikian juga afektif pada penderita ASD. Gangguan komunikasi antara korteks dan subkortek diperkirakan sebagai gangguan perilaku dalam bersosial (Asano et al 2001 diacu dalam Purba 2003).

Gejala ASD

Gejala ASD yang menyerang anak-anak biasanya dimulai sebelum usia 30 bulan dan menginfeksi 3-4 orang setiap 1000 anak. Seorang anak dengan ASD menunjukkan tanda-tanda bahwa ia memiliki kekurangan dalam menanggapi respon atau sikap tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Kelemahan yang dimilki anak ASD berakibat pada kelemahan dalam perkembangan berbahasa, ketertarikan terhadap objek yang tidak biasa, seperti air, fans, atau objek berputar lainnya; adanya gejala ASD menyebabkan respon yang diberikan menjadi berubah; dan sangat menyenangi hal yang sama. Anak ASD gagal untuk mengembangkan kemampuan sosialnya dengan orang lain, termasuk orang tuanya. Anak ASD saat melakukan kontak dengan orang lain, mereka tidak akan melakukan kontak mata.

(33)

memiliki sifat rapuh mudah terpengaruh oleh dunia luar. ASD yang timbul kemudian, jenis ini diketahui setelah anak agak besar. Anak dengan gejala ini akan mengalami kesulitan dalam mengubah perilakunya karena sudah melekat dalam dirinya.

Pendidikan bagi penyandang ASD

Penyandang ASD memerlukan perhatian dan pelayanan khusus yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kemampuannya. Program pengajaran terstrukutur dinyatakan sebagai cara untuk memperoleh kemajuan yang cukup besar bagi perkembangan anak ASD. Model layanan pendidikan bagi anak ASD adalah sebagai berikut:

1. Layanan pendidikan awal, yang terdiri dari program terapi intervensi dini dan program terapi penunjang.

Intervensi dini ditujukan untuk menggali potensi dasar anak ASD. Jenis terapi penunjang antara lain; terapi wicara, terapi okupasi, terapi bermain, terapi obat-obatan, terapi melalui makanan, sensory integration therapy (untuk melatih sensori anak), auditory integration therapy (agar pendengaran anak menjadi lebih sempurna), biomedical therapy (penanganan biomedis yang paling mutakhir).

2. Layanan pendidikan lanjutan, yang terdiri dari beberapa jenis yaitu:

a. kelas transisi, penyelenggaraan kelas transisi sedapat mungkin dilakukan di bawah naungan sekolah reguler. Tujuan diadakannya kelas ini adalah mempersiapkan anak ASD untuk transisi ke sekolah reguler

b. program pendidikan inklusi, program ini dilaksanakan pada sekolah reguler yang menerima anak dengan kebutuhan khusus

c. program pendidikan terpadu, program ini diperuntukkan bagi anak ASD yang tidak mampu mengikuti sekolah reguler. Program ini diadakan untuk membantu anak mengejar ketertinggalannya

d. sekolah khusus autis. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak ASD yang tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah reguler. Ketidakmampuan ini dikarenakan kesulitan anak untuk berkonsentrasi

(34)

f. panti (griya) rehabilitasi ASD. Panti ini diperuntukkan bagi anak ASD yang sangat memiliki banyak keterbatasan, sehingga tidak mampu mengikuti sekolah khusus dan memerlukan perawatan yang intensif (Djamaluddin 2003).

Terapi ASD

Jenis terapi banyak diperuntukkan bagi anak ASD. Tujuan dari terapi adalah memampukan anak untuk berintegrasi dan berinteraktif dalam berbagai lingkungan dalam kehidupannya. Terapi yang biasa diberikan di klinik terapi antara lain terapi wicara, okupasi, sensori integrasi, tingkah laku, auditory, vision dan senam otak (Alis 2003). Tujuan akhir dari sebuah terapi adalah menormalkan kembali anak, dari keterlambatan perkembangannya. Keberhasilan suatu terapi yang diberikan kepada anak ASD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu;

1. Usia awal terapi

Usia dimulai terapi yang ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak paling pesat. Usia awal terapi sebaiknya tidak lebih dari lima tahun, karena setelah usia tersebut perkembangan otak anak melambat secara cepat.

2. Intensitas terapi

Intensitas terapi minimal delapan jam per hari, atau 40 jam per minggu, agar diperoleh hasil yang optimal.

3. Berat ringannya ASD anak

Ringan tidaknya ASD anak menentukan keberhasilan dari terapi, semakin ringan ASD anak, semakin baik hasil yang akan dicapai, hal ini juga dapat mempengaruhi lamanya waktu terapi yang dibutuhkan.

4. Intelligent Quotient (IQ) anak

(35)

5. Pusat bicara anak

Kerusakan pada pusat bicara anak dapat mengakibatkan anak tidak mampu berbicara, sehingga perlu diusahakan cara komunikasi yang lain, misalnya bahasa isyarat, bahasa gambar, atau bahasa tulisan (Handojo 2003).

Pengasuhan Anak

Pengasuhan anak merupakan keterampilan yang dimiliki seorang ibu dalam memberikan pelayanan kepada anak dan berfokus pada keluarga, pencegahan terhadap trauma, dan manajemen kasus. Keluarga adalah bagian yang sangat penting dalam proses pengasuhan anak, hal ini dikarenakan keluarga adalah tempat tinggal pertama bagi kehidupan seorang anak. Kekuatan dan kelemahan keluarga menentukan kualitas pemberian perawatan kepada anak. Kekuatan dan kelemahan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, serta peran atau bentuk keluarga (Hidayat 2004).

Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar dari setiap anak. Kebutuhan dasar ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan akan gizi, kebutuhan pemberian tindakan perawatan dalam meningkatkan dan mencegah terhadap penyakit, kebutuhan perawatan dan pengobatan apabila sakit, kebutuhan akan tempat atau perlindungan yang layak, kebutuhan higiene perseorangan dan sanitasi lingkungan yang sehat, kebutuhan akan pakaian, kebutuhan kesehatan jasmani dan rekreasi (Hidayat 2004).

Pengasuhan gizi adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Aspek kunci dalam pengasuhan gizi, yaitu;

a. perawatan dan perlindungan bagi ibu b. praktek menyusui dan pemberian MP-ASI c. pengasuhan psikososial

d. penyiapan makanan

e. kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

f. praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2000).

Pengasuhan makan

(36)

satu komponen yang cukup penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Cara pemberian makan yang diberikan keluarga sangat mendukung pola konsumsi anak, agar menjadi lebih baik. Beberapa cara yang diperlukan untuk mendukung pemberian makan bagi anak-anak antara lain:

1. membangun hubungan yang baik dengan anak

2. orang tua mencontohkan bagaimana cara makan yang sehat

3. mengembangkan cara makan yang benar, mengenalkan cara makan, dan menggunakan peralatan makan dengan benar

4. mengajarkan makan kepada anak yang dihubungkan dengan perkembangan sosial dan budaya masing-masing keluarga

5. merencanakan menu yang sesuai dengan usia anak 6. menyiapkan makanan di rumah dan acara-acara tertentu 7. menyesuaikan dengan kebutuhan gizi anak

8. mengatur kebersihan makanan yang akan disajikan

9. disesuaikan dengan status gizi anak apakah overweight atau underweight 10. menyediakan kebutuhan vitamin atau kebutuhan suplemen lain yang

dibutuhkan

11. jika ada penyakit, makanan disesuaikan dengan penyakit yang diderita 12. menyesuaikan dengan alergi makanan serta diet khusus yang sedang

dilakukan

13. jika diperlukan, makanan yang akan disajikan perlu dikonsultasikan dengan ahli gizi (Aronson 1991).

Hubungan pemberian makan terdiri dari cara pemberian dan interaksi dengan seorang anak mengenai memilih dan mengkonsumsi makanan. Anak-anak sejak lahir mengindikasikan keinginan mereka untuk makan, dengan pergerakkan dan suara-suara. Orangtua dan pengasuh harus belajar mengenali signal-signal yang diberikan anak mengenai makan dan mampu merespon dengan semestinya. Anak dapat merasa dan merespon mengenai kelaparan secara jelas, namun yang lainnya tidak. Tugas utama para orang tua adalah mengenali signal yang diberikan mengenai kelaparan dan kekenyangan. Orangtua yang kurang sensitif mengenali signal yang diberikan anak-anak, hal ini membuat anak-anak menjadi kurang cukup makan, makan terlalu banyak, atau makan makanan yang tidak sehat (Aronson 1991).

(37)

kesehatan. Penerapan pengasuhan makan kepada anak perlu diperhatikan perkembangan bahasa, kognitif, sensorimotor serta perkembangan sosial dan emosional anak. Anak-anak perlu diajarkan mengenai nama-nama makanan, penggunaaan alat-alat makan, dan bagaimana menempatkan diri ketika mereka harus makan bersama dengan orang lain (Marotz et al 2004).

Pemberian pengasuhan makan bertujuan untuk mengarahkan kepada pembiasaan dan cara makan yang lebih baik, atau sebagai sarana mempengaruhi perilaku anak sehingga mereka dapat menerapkan pengetahuan gizi dalam kehidupan sehari-hari (Santoso dan Ranti 1995 dalam Luwina 2006). Anak ASD menderita gangguan kesehatan saluran cerna. Anak ASD biasanya hanya menyukai makanan yang sangat terbatas jenis dan nilai gizinya. Anak yang menyukai sayuran dan makanan bergizi lainnya pun mungkin juga tidak mendapatkan gizi yang cukup untuk kebutuhan otaknya karena ketidakmampuan anak untuk mencerna, menyerap, dan atau memfungsikan zat gizi yang masuk ke dalam tubuhnya dengan baik (McCandless 2003). Penderita ASD memiliki gangguan dalam sistem pencernaannya. Rotasi makanan pada anak ASD perlu diberikan agar anak tidak terlalu cepat atau peka terhadap makanan terentu (Sjambali 2003).

Pengasuhan hidup sehat

Anak-anak membutuhkan perlindungan dari berbagai bahaya dan infeksi, kedua masalah ini dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan, kecacatan, atau bahkan kematian, untuk itu anak-anak membutuhkan perlindungan dari hal-hal tersebut, yang sebenarnya sangat mudah untuk dilakukan. Mereka membutuhkan tindakan-tindakan yang dapat mendukung perkembangan kesehatan mereka dan mencegah masalah dalam pertumbuhan, fungsi dari sistem tubuh, sekolah, serta kemampuan dalam sosial-emosionalnya. Dukungan kesehatan yang dapat dilakukan antara lain: melakukan chek up dalam periode tertentu, memberikan imunisasi, tes kesehatan untuk beberapa jenis penyakit, serta perawatan-perawatan lain terhadap penyakit. Kesehatan yang baik membutuhkan gizi yang baik, kesehatan dan kebersihan gigi, latihan untuk kebiasaan berolah raga, serta kemampuan dalam mengelola kesehatan mental (Aronson 1991).

(38)

1. mengenalkan mengenai seberapa pentingnya menghindarkan diri dari bersin dan batuk, karena dalam bersin dan batuk banyak tersebar kuman-kuman penyakit, dengan menggunakan sprayer yang biasa digunakan untuk tanaman

2. membiasakan cuci tangan setelah dari kamar mandi, sebelum makan, ataupun setelah bersentuhan dengan cairan yang keluar dari dalam tubuh juga sangat baik dilakukan

3. menjaga kuku jari tetap pendek juga dapat mengefektifkan dan memudahkan dalam mencuci tangan

4. mencuci rambut dan kulit membantu dalam memelihara kesehatan, tetapi selama musim tertentu terlalu membiasakan anak-anak untuk membasuh diri mereka dengan kertas tissue setelah dari toilet, juga sangat baik untuk dilakukan

5. membiasakan untuk menyikat gigi setelah makan sebaiknya diajarkan sejak dini (Aronson 1991).

Pengasuhan hidup sehat adalah kecakapan atau keterampilan untuk mengurus dan menolong diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung pada orang lain. Pengasuhan hidup sehat kepada anak ASD perlu dilakukan dalam beberapa tahapan dan memerlukan bimbingan orang lain. Anak ASD dengan karakteristik yang beragam mengalami kesulitan dalam mempelajari kecakapan merawat diri dalam rangka mewujudkan hidup sehat. Tujuan pengasuhan hidup sehat antara lain:

1. agar anak mampu melakukan sendiri keperluannya

2. menumbuhkan rasa percaya diri dan meminimalkan bantuan yang diberikan 3. memiliki kebiasaan tertib dan teratur

4. dapat menjaga kebersihan dan kesehatan badan

5. dapat beradaptasi dengan lingkungannya pada kondisi dimanapun berada. (Hayati 2003).

Pengasuhan bermain

(39)

anak merupakan masa bermain yang diharapkan menumbuhkan kematangan dalam pertumbuhan dan perkembangan karena masa tersebut tidak digunakan sebaik mungkin maka tentu akhirnya menganggu tumbuh kembang anak (Hidayat 2004).

Hurlock (1999) mengungkapkan bahwa pola sosialisasi awal pada masa kanak-kanak yang dilakukan melalui kegiatan bermain antara lain bermain sejajar (pararel), yaitu bermain sendiri-sendiri dan tidak bermain dengan anak-anak lain. Jika terjadi kontak, maka kontak ini cenderung bersifat perkelahian bukan kerja sama. Permainan sejajar ini merupakan bentuk kegiatan sosial pertama yang dilakukan dengan teman-teman sebaya. Perkembangan selanjutnya ialah bermain asosiatif dimana anak terlibat dalam menyerupai kegiatan anak-anak lain kemudian berlanjut pada permainan kooperatif dengan meningkatnya kontak sosial, dimana anak menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi, sekalipun anak sudah mulai bermain dengan anak lain, ia masih sering berperan sebagai penonton atau bermain sendiri.

Rogers (1995) dalam Maulani (2002) menyebutkan bahwa selain bermain pararel, asosiatif, dan kooperatif terdapat tiga jenis bermain yang lain yaitu: 1) unoccupied yaitu anak hanya menonton anak lain bermain tanpa masuk ke dalam permainan tersebut; 2) onlooker yaitu anak menonton anak lain bermain tetapi anak ikut serta dalam berbicara atau bertanya dan 3) solitary independent play, yaitu anak bermain sendiri dengan objek (mainan). Jefree, McConkey dan Hewson (1977) dalam Rosita (1998) membagi permainan menjadi enam tipe berdasarkan perkembangan keterampilan bermain secara umum beserta fungsinya yaitu exploratory play, energetic play, skilfull play, social play, imaginative play, dan puzzle it out play.

Exploratory play atau bermain menjelajah, misalnya bermain balon, meniup gelembung sabun, meniup terompet, membunyikan kerincingan, mendengarkan musik, cilukba, dan sebagainya. Exploratory play berguna untuk membantu anak untuk menemukan sesuatu yang baru, merangsang anak menggunakan dan melatih tangannya.

(40)

Skilfull play atau bermain dengan menggunakan serta mengendalikan keterampilan tangan dan mata, misalnya menyusun tiga balok menjadi menara, mencoret dengan membentuk lingkaran dan garis lurus, membuka tutup botol, dan sebagainya. Tipe ini dapat membantu anak untuk menghilangkan rasa frustasi, mendorong anak untuk melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain, menumbuhkan rasa percaya diri, dan kemandirian di kemudian hari, membantu memahami konsep warna, bentuk, ukuran, panjang, berat, nomor, dan suara.

Social play atau bermain dengan anak lain, dimana anak dapat berinteraksi dengan teman bermainnya, misalnya main bola, petak umpet, bertepuk tangan, dan sebagainya. Tipe ini membantu anak untuk memahami orang lain, membangun kemampuan berkomunikasi, melatih anak untuk dapat berjiwa sosial serta membantu anak untuk berteman.

Imaginative play atau bermain pura-pura, disini anak membayangkan sesuatu yang tidak nyata, anak menggunakan suatu benda atau sesuatu yang dapat mewakili benda dalam imajinasinya, misalnya berpura-pura memberi makanan kepada boneka, menggunakan kotak sebagai mobil, meniru kegiatan menyapu, memainkan peranan dengan urutan waktu seperti boneka dimandikan, diberi makan lalu ditidurkan dan sebagainya. Tipe permainan ini membantu anak dalam membangun kemampuan berpikir dan bicara, membantu anak memahami orang lain, serta membangun kreativitas.

Puzzle it out play atau mencari jalan keluar dari suatu permainan. Anak diajak berpikir dan mengerti tentang hal-hal disekitarnya. Permainan ini membuat anak memerlukan suatu permainan dan kemampuan untuk menemukan jalan keluar tergantung dari kemampuan yang perkirakan dibangun dari kegiatan dalam exploratory play dan skilfull play, misalnya mengambil benda kecil seperti kancing yang diletakkan berjajar, menysusun balok dengan berbagai bentuk, membuat warna baru dengan mencampur berbagai warna dasar dan sebagainya. Tipe ini membantu anak meningkatkan rasa keingintahuan, mengajak berpikir tentang suatu keterampilan yang dapat digunakan sebelum melakukan sesuatu, serta melatih kemandirian.

(41)

kali per minggu, dengan waktu 90 menit sampai 120 menit. Perbaikan pada umumnya dicapai setelah tiga bulan. Terapi bermain yang digunakan dapat menggunakan alat permainan fantasi, alat permainan keterampilan, dan alat permainan edukatif (Yusuf 2003).

Anak ASD lebih menyukai kegiatan yang berulang-ulang dan hanya menyukai permainan yang itu-itu saja. Anak ASD cenderung untuk menyenangi jenis permainan konvensional (mainan yang menggunakan objek/simbol). Manipulation play adalah jenis permainan yang juga suka dimainkan oleh anak ASD, tetapi dengan bentuk yang berbeda dari anak normal seusianya. Mereka menggunakan apapun yang ada disekitarnya, untuk melakukan sesuatu yang ada di pikirannya. Permainan functional play juga sering dilakukan oleh anak ASD. Functional play adalah jenis permainan dimana anak menggunakan benda-benda yang ia ketahui fungsinya, namun bukan untuk keadaan yang sebenarnya, seperti menggunakan buku untuk bermain rumah-rumahan. Symbolic-pretend play adalah jenis permainan lain yang terkadang dimainkan oleh anak ASD. Symbolic-pretend play adalah permainan yang mengikuti gerakan-gerakan yang ia ketahui dan senangi, seperti meniru cara sales promotion girl dalam menawarkan barang (Wolfberg 2003).

Konsumsi Pangan

Makanan sangat penting untuk kelangsungan kehidupan, setiap makanan yang dikonsumsi akan memberikan pengaruh pada status gizi dan kesehatan. Makanan mengandung berbagai zat gizi yang penting yang dibutuhkan tubuh untuk kecukupan energi, pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku normal, terhindar dari berbagai macam penyakit, dan untuk perbaikan jaringan tubuh. Konsumsi harian zat gizi yang penting dipengaruhi oleh variasi makanan yang dikonsumsi dan jumlahnya (Marotz et al 2004).

Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Keadaan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu (Hardinsyah&Martianto 1992).

(42)

seseorang. Metode penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan baik pada tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Survei konsumsi tingkat individu dapat menggunakan metode berikut, yaitu: penimbangan (weighed methode), metode mengingat-ingat (recall methode), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency), dan metode kombinasi (Kusharto&Saddiyah 2006).

Setiap anak membutuhkan asupan zat gizi yang baik untuk menunjang pertumbuhan dan energinya. Zat gizi yang cukup diperlukan untuk keberlangsungan fungsi tubuh. Gizi yang baik bergantung pada kombinasi dari makanan yang dikonsumsi. Makanan perlu dikonsumsi secara bervariasi, agar berbagai zat gizi dapat masuk ke dalam tubuh (Marotz et al 2004).

Anak ASD biasanya hanya menyukai makanan yang sangat terbatas jenis dan nilai gizinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa casein yang ditemukan pada susu sapi dan gluten yang ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari tepung-tepungan perlu dihindari oleh anak ASD (McCandless 2003). Salah satu penyebab ASD adalah gangguan metabolisme, maka pengaturan konsumsi pangan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Makanan juga berguna untuk menghindari timbulnya penyimpangan metabolisme selain untuk proses tumbuh kembang (Wirakusumah 2003 diacu dalam Latifah 2004).

Pemberian ASI

Jumlah sel otak bayi pada saat dilahirkan sudah mencapai 66% dan beratnya 25% dari ukuran otak orang dewasa. Periode pertumbuhan otak yang paling kritis dimulai sejak janin sampai anak berusia dua tahun. Anak yang menderita kurang gizi pada saat tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah dan ukuran sel otaknya, yaitu mengalami penyusutan. Otak merupakan organ penting yang berfungsi sebagai pusat kontrol, berpikir, emosi, dan perilaku, maka terjadinya penyusutan jumlah dan ukuran sel akan berakibat langsung terhadap kualitas sumberdaya manusia yang bersangkutan. Seorang Ibu mampu menghasilkan air susu ibu (ASI) segera setelah melahirkan. ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia yang berasal dari susu hewan, seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing (Krisnatuti&Yenrina 2000).

(43)

kecerdasan anak. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan merupakan pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas terbaik bagi anak, karena pada masa ini otak berkembang sangat cepat (Roesli 2008). Pemberian ASI pada anak ASD hingga usia yang tepat dapat membantu seorang anak ASD untuk tidak rentan terhadap infeksi pada saluran pencernaannya (McCandless 2003).

Diet pada Penderita ASD

Anak ASD mayoritas menderita gangguan kesehatan saluran cerna. Penelitian menunjukkan bahwa 60-70% dari keseluruhan sistem imun manusia terletak di saluran usus dan organ-organ pencernaan. Kenyataan ini membuat saluran cerna sebagai organ sistem imun terbesar dalam tubuh manusia. (Mc.Candless 2003). Pemberian diet kepada anak ASD dapat membantu menyehatkan keadaan kesehatan saluran cerna. Berikut diet yang diterapkan kepada anak ASD:

Diet GFCF (Gluten Free Casein Free)

Makanan yang diberikan kepada anak ASD agak berbeda dengan anak normal, ketika bayi, makanan yang diberikan tidak terlalu sulit, tetapi ketika anak beranjak besar, makanan yang diberikan harus makanan tertentu yang disesuaikan dengan dietnya (yaitu diet bahan makanan yang mengandung gluten dan casein) (Spreen et al 1984 diacu dalam Kanarek&Kaufman 1991).

Gluten adalah sejenis protein yang didapatkan pada wheat (gandum), oats, barley, rye, dan derivatnya. Casein adalah protein yang terdapat pada air susu hewani dan mempunyai struktur mirip gluten. Seseorang yang berada dalam keadaan normal, yang mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten dan casein akan dicerna secara sempurna oleh proses kimia dan fisik menjadi asam amino tunggal dan diserap oleh usus. Bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan mengandung gluten dan casein antara lain mie, roti, makaroni, susu sapi, dan keju (Sjambali 2003).

Penderita ASD memiliki gangguan enzim pencernaan dan leaky gut, peptida jenis ini tidak dapat dicerna dengan baik, peptida akan beredar dalam darah bentuk gluteo dan casomorphin dan terikat pada reseptor opioid di otak yang menimbulkan gejala kelainan perilaku. Penderita ASD yang diet bebas gluten dan casein terjadi kemajuan yang menakjubkan (Sjambali 2003).

(44)

inflamasi T-cells terhadap makanan-makanan ini. Penelitian menunjukkan bahwa 75% dari anak ASD memiliki reaktivitas T-cells pada makanan (McCandless 2003).

Diet rendah gula sederhana

Gula sederhana adalah makanan utama dari jamur yang ada dalam usus penderita ASD, hasil metabolit dari jamur ini sering menimbulkan kelainan perilaku, sehingga diet rendah gula sederhana akan mengurangi gejala ASD. Dianjurkan untuk mengkonsumsi hidrat arang kompleks sebagai pengganti gula sederhana (Sjambali 2003). Gula dapat meningkatka pertumbuhan jamur pada saluran pencernaan anak ASD, untuk itu sebaiknya konsumsi gula sederhana dibatasi penggunaannya. Jenis gula yang perlu dihindari anak ASD adalah sukrosa, fruktosa, galaktosa, madu, gula merah, sirup, dan makanan lain yang mengandung gula yang tinggi, seperti coklat. Gula yang terbaik dan masih banyak direkomendasikan adalah stevia dan xylitol (McCandless 2003).

Status Gizi

Gizi merupakan ilmu yang mempelajari zat-zat makanan oleh organisme hidup serta segala proses yang dialami oleh zat-zat tersebut untuk memelihara kehidupan dan mempertahankan aktivitas organisme. Zat gizi berfungsi untuk menjamin terlaksananya segala proses yang dialami oleh bahan makanan untuk memenuhi semua kebutuhan tubuh, yaitu membangun sel-sel baru baik untuk pertumbuhan maupun untuk penggantian, dan memelihara seluruh aktivitas kebutuhan tubuh. Status gizi merupakan faktor yang penting untuk menilai keadaan kesehatan seseorang baik fisik maupun mental (Poedjiadi 1994).

Penilaian gizi didefinisikan sebagai interpretasi informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran konsumsi makanan, biokimia, antropometri, dan klinis pada seseorang atau sekelompok orang. Penilaian gizi terdapat dua kegiatan yang dilakukan, yaitu pengukuran atau pengumpulan data dan interpretasi data. Informasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menentukan status kesehatan seseorang atau kelompok penduduk tertentu, hal ini dikarenakan status kesehatan sesorang atau kelompok penduduk tertentu dipengaruhi oleh intake dan penggunaan zat gizi (Riyadi 2001).

(45)

Cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi antara lain adalah konsumsi makanan dan antropometri, biokimia, dan klinis (Riyadi 2001). Winarno (1987) menyebutkan bahwa pengukuran status gizi anak memiliki beberapa kelemahan, namun saat ini antropometri dianggap merupakan cara yang paling mudah dan praktis untuk dilakukan.

Status gizi seorang anak ditentukan oleh penentu langsung, tidak langsung, dan penentu dasar. Penentu langsung yaitu intake makanan (energi, protein, lemak, dan mikronutrient) dan status kesehatan. Penentu ini saling tergantung satu sama lain. Status gizi yang baik dapat diraih jika jumlah dan mutu intake makanan cukup, selain itu zat gizi yang dikonsumsi harus memenuhi kombinasi yang tepat. Penentu tidak langsung dari status gizi adalah ketahanan pangan, perawatan ibu dan anak, serta keadaan lingkungan dan pelayanan kesehatan (Riyadi 2001).

Penilaian status gizi pada anak menggunakan tiga indeks antropometri yang paling umum digunakan dengan membandingkan pengukuran berat badan dan tinggi (panjang) badan adalah tinggi (panjang) badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut umur (BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks ini saling berhubungan, namun masing-masing indeks ini mempunyai arti khusus dalam peristilahan tentang proses atau outcome gangguan pertumbuhan. Defisit pada satu atau lebih indeks antropometri sering dianggap sebagai adanya kurang gizi. Defisit tersebut tidak hanya menunjukkan kekurangan intake pangan. Defisit yang sangat nyata dalam pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks TB/U menunjukkan adanya kurang gizi masa lampau dan menggunakan indeks BB/U menunjukkan adanya kekurangan gizi masa kini pada level seluler, dapat disebabkan oleh rendahnya intake pangan, laju peningkatan utilitas zat gizi, dan gangguan penyerapan atau interaksi zat gizi (Riyadi 2001).

(46)

Status gizi mempengaruhi perilaku dari seorang anak. Anak-anak yang memiliki status gizi yang baik akan mempunyai sikap yang siaga, penuh perhatian dan lebih baik dalam melakukan aktivitas fisik serta mudah dalam belajar. Anak yang memiliki status gizi kurang, cenderung memiliki sifat yang pendiam dan menarik diri dari lingkungan, atau hiperaktif dan kecenderungan mengganggu orang lain (Brown&Pollitt 1996 diacu dalam Marotz, Cross, & Rush 2004). Anak yang memiliki status gizi lebih memiliki masalah dalam kehidupan sosialnya, emosional, dalam memiliki masalah pada keadaan fisiknya. Anak-anak dengan status gizi overweight dan obesitas sering lebih lamban dan kurang partisipasinya dalam aktivitas yang berhubungan dengan fisik. Mereka juga sering mendapatkan ejekan, memiliki stress dalam bergabung dengan teman sepermainannya (Davidson&Birch 2001 diacu dalam Marotz et al 2004).

Status Kesehatan

Sehat adalah suatu keadaan dimana tubuh berada dalam keadaan baik. Sehat juga berarti keadaan fisik, mental, sosial yang sempurna. Sehat pada masa lalu memiliki arti yang tertuju pada keadaan fisik seseorang, dan ditekankan pada perawatan medis atas gangguan yang terjadi dalam tubuh. Konsep sehat pada masa sekarang tidak lagi hanya pada tidak sakitnya seseorang. World Health Organization memperkenalkan konsep sehat yang meliputi kualitas fisik, mental, dan sosial yang baik. Konsep sehat tersebut menunjukkan bahwa sehat tidak hanya diakibatkan karena kondisi fisik yang tidak baik, melainkan dapat disebabkan karena kondisi mental ataupun sosial yang kurang baik (Marotz et al 2004).

(47)

Penilaian status kesehatan seorang anak dapat diukur dari; 1. pemeriksaan kesehatan sehari-hari

2. penilaian kesehatan secara umum

3. pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak 4. penilaian kesehatan mental

5. penilaian status gizi (Robertson 1998).

Kesehatan seseorang dapat ditentukan berdasarkan genetik, dimana riwayat kesehatan orang tua turut menentukan kesehatan seorang anak. Faktor keturunan menentukan pertumbuhan, perkembangan, serta penyakit yang potensial diderita. Lingkungan seorang anak juga menentukan keadaan kesehatannya. Lingkungan yang dimaksud terdiri dari fisik, sosial, ekonomi, dan budaya (Marotz et al 2004).

Penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak adalah diare yang disertai muntah dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Diare dan muntah yang terjadi pada anak umumnya akan berdampak lebih buruk pada anak yang berstatus gizi kurang hingga buruk. Diare disertai muntah saja tanpa adanya gangguan terhadap cairan dan elektrolit tidak akan menimbuIkan kematian, tetapi diare disertai muntah yang berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada usus. Kerusakan pada usus ini dapat menimbulkan gangguan pencernaan dan pengambilan zat makanan dari dalam usus yang akan mengakibatkan gangguan dalam kebutuhan yang berlanjut dengan gangguan pertumbuhan. ISPA yang terjadi pada anak-anak dapat berupa pilek biasa hingga adanya infeksi pada saluran pernafasan bawah, yaitu infeksi yang mengenai paru-paru. ISPA dapat menjadi penyakit yang serius dan akan berakibat fatal. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri ataupun gabungan dari keduanya (Lubis 2004).

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 1  Data dan cara pengumpulan data
Tabel 3 Interpretasi status gizi dalam indikator gabungan
Tabel 5 Tingkat kecukupan Energi, Protein, Vitamin, dan Mineral
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari aktivitas ekonomi. Tiada hari yang dilalui manusia tanpa berurusan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ekonomi,tujuan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sain pada Fakultas Biologi. Universitas Jenderal

NAB per saham/unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu Reksa Dana setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah saham/unit penyertaan yang telah

Demikian juga sebagai pemicu ledakan dari kedua jenis bahan peledak ini berbeda yaitu untuk senyawa organik ledakan terjadi dengan adanya shock wave sedangkan untuk

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kesadaran merek, sikap dan nilai yang dirasa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap niat pembe- lian ulang produk mie instan

Dari penelitian yang pernah dilakukan di Puskesmas Mandala Tahun 2009 diperoleh gambaran hasil pemberian PMT selama 90 hari dari program Jaring Pengaman Sosial Bidang

boleh menggunakan aair panas. Selain itu menganjurkan ibu untuk mengganti pembalut minimal 2 x sehari atau jika terasa penuh. Menganjurkan ibu untuk ambulasi dini yaitu

Peserta didik dalam setiap kelompok melakukan eksperimen sesuai dengan langkah kerja yang telah dijelaskan oleh guru dengan menggunakan gelas benda, gelas penutup,