• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Bentuk Dan Luas Plot Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pada Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus Di TN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Bentuk Dan Luas Plot Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pada Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus Di TN"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH

OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN

SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN

HUJAN DATARAN RENDAH :

STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Bentuk dan Luas Plot

Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Tama n Nasional Kutai adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

Sandi Kusuma

(3)

Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(4)

ABSTRACT

SANDI KUSUMA. Determining of Shape and Size Optimal Sampling Plot for

Measuring of Plant Biodiversity in Low Land Tropical Rain Forest: Case Study in Kutai National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and AGUS HIKMAT.

The problem for measuring of plant biodiversity was how difficult to determine shape and size optimal sampling, also which indices had high sensitivity.

This research was carried out in Kutai National Park (KNP) by using sixteen

samples rectangular and square plot the sampling size was 50 m2 to 25600 m2

which covered species richness.

The result indicated that increasing of number species which unproportional caused decreasing index. Margalef index indicated high sensitivity. Square plot covered more species number than rectangular. It caused by the geographic position of KNP where probability found species linier with latitude. Spatial distribution pattern of species were clumped in the study sites . Thus, it was also correlated to latitude position. Optimal sampling sizes for measuring of plant biodiversity were 1 600 m2 for sapling and 12 800 m2 for tree.

Keywords : shape and size sampling, low land tropical rain forest, Kutai

(5)

RINGKASAN

SANDI KUSUMA. Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal

Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Hutan Hujan Dataran Renda h : Studi Kasus di TN. Kutai. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan AGUS HIKMAT.

Pengukuran keanekaragaman spesies dibutuhkan untuk menjaga keberadaan spesies di dalam habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai pemahaman kondisi saat ini dan kemungkinan kondisinya di masa datang, memantau dampak pengelolaan kawasan dan perubahan lingkungan, dan menentukan areal yang diberikan prioritas dalam konservasi keanekaragaman hayati. Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan bentuk dan luas yang optimal dalam pengukuran keanekaragaman spesies.

Hutan hujan dataran rendah dipilih karena merupakan daerah yang paling tinggi mengalami penurunan keanekaragaman hayati dalam bentuk kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi lahan. Salah satu contoh kawasan konservasi yang mewakilinya adalah Taman Nasional Kutai (TN. Kutai).

Data yang dikumpulkan adalah jumlah individu dari spesies-spesies tumbuhan pada tingkat pancang dan pohon dari 16 plot contoh berbentuk persegi

panjang dan bujur sangkar yang masing-masing luasnya dari 50 m2 – 25 600 m2.

Data spesies pohon dianalisis dengan menghitung jumlah spesies tiap bentuk, luas dan sebaran spasial spesies. Untuk melihat kesensitifan indeks digunakan Indeks Margalef, Menhinick, Simpson dan Shannon-Wiener Sedangkan sebaran spasial spesies digunakan indeks Morisita. Untuk menentukan

bentuk dan luas plot contoh digunakan t-student.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penambahan jumlah spesies tidak selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah spesies yang diikuti dengan penambahan jumlah individu yang tidak proporsional justru akan menurunkan nilai indeks yang dihasilkan. Indeks Margalef paling responsif terhadap perubahan jumlah spesies dan jumlah individu.

Spesies –spesies yang saat ini ditemukan jika dibandingkan dengan spesies yang ditemukan pada 2 dekade sebelumnya terlihat jauh berkurang. Demikian juga bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian di tempat lain. Diduga hal ini terjadi akibat kebakaran hutan besar di TN. Kutai tahun 1982-83 yang

mengakibatkan 100 000 ha (>50% luas saat ini) terbakar.

Jumlah spesies lebih tinggi ditemukan pada bentuk plot contoh bujur sangkar dibandingkan persegi panjang untuk tingkat pancang dan pohon. Hasil uji beda nyata untuk setiap luas plot contoh tingkat pancang menunjukkan bahwa

pada luas 50 m2 bentuk bujur sangkar dan persegi panjang tidak berbeda nyata

(thitung = 1.42), demikian halnya untuk luas plot contoh 1 600 m2 dan 3 200 m2

(thitung = 0.36 dan 0.37). Sedangkan untuk luas plot lainnya menunjukkan

keduanya berbeda nyata. Hasil uji beda tingkat pohon menunjukkan bahwa jumlah

spesies kedua bentuk ini berbeda nyata mulai dari 50 m2 hingga 6 400 m2, dan

(6)

Pola sebaran spesies di TN. Kutai menyebar kelompok ke arah garis lintang yang memungkinkan dijangkau oleh bentuk bujur sangkar. Sehingga penelitian ini mengungkapkan bahwa plot contoh bujur sangkar yang mencatat jumlah spesies lebih tinggi (2.06% untuk tingkat pancang, 15.11% untuk tingkat pohon) dibandingkan persegi panjang.

Alasan inilah yang menyebabkan komposisi spesies plot contoh yang berasal

dari blok Sangkima (berada sekitar 0° 25’40”) berbeda dengan blok Prevab

(berada sekitar 0° 30’45”). Spesies seperti Dendrocide elliptica, Koompassia

excelsa dan Palaquium beccarianum tidak ditemukan di Sangkima tetapi

ditemukan di Prevab, sedangkan spesies seperti Dryobalanops lanceolata, Hopea

dryobalanoides dan Vatica umbonata berada sebaliknya. Perbedaan komposisi

vegetasi inilah yang menyebabkan keduanya saling melengkapi sehingga TN. Kutai demikian luas sebagai implikasi dari teori biogeografi

Dalam konteknya dengan TN. Kutai, akhirnya hubungan jumlah spesies dan

luas areal sebagaimana persamaan S = CAz, luas areal (A) dipahami meluas

dengan menjangkau garis lintang. Hal sesuai usulan pertama kali Wildreservaat

Koetai oleh Ir. H. Witkamp tahun 1932 seluas 2 000 000 ha sebagai melintang

mulai dari bawah hingga ke atas garis khatulistiwa.

Pengolahan data sebaran spasial yang teridentifikasi di dalam plot contoh menunjukkan bahwa 92.5% spesies tingkat pancang mengelompok, 6.5% acak dan 1% merata. Pada tingkat pohon menunjukkan bahwa 87.4% mengelompok, acak 10.1% dan merata 2.5%. Hasil ini memperlihatka n bahwa spesies-spesies di TN. Kutai menyebar secara kelompok ke arah garis lintang yang tidak bisa dijangkau oleh bentuk persegi panjang dan menuntut luas plot contoh yang cukup luas.

Hasil uji beda nyata jumlah spesies tiap luas plot contoh tingkat pancang

menunjukkan bahwa luas plot contoh 800 m2, 1 600 m2 dan 3 200 m2 tidak

berbeda nyata. Luas plot contoh 1 600 m2 merupakan luas plot contoh optimal

karena ditemukan selisih jumlah spesies paling kecil (0.13) sehingga dimungkinkan tidak menambah jumlah spesies. Luas plot contoh paling banyak

ditemukan selisih spesies adalah pada penambahan luas plot contoh 400 m2 ke

800 m2 (21.37).

Hasil uji beda nyata luas plot contoh tingkat pohon menunjukkan bahwa luas

plot contoh 6 400 m2, 12 800 m2 dan 25 600 m2 tidak berbeda nyata. Luas plot

contoh 12 800 m2 merupakan luas plot contoh optimal karena ditemukan selisih

jumlah spesies paling kecil (0.06). Sedangkan plot contoh antara 6 400 m2 (15.94)

merupakan luas plot contoh yang ditemukan selisih jumlah spesies paling banyak dari seluruh plot contoh yang dibuat.

Kata kunci : bentuk dan luas plot contoh, hutan hujan dataran rendah, Taman

(7)

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH

OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN

SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN

HUJAN DATARAN RENDAH :

STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Konservasi Biodiversitas pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Penelitian : PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT

CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN

KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN

PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

Nama : Sandi Kusuma

Nomor Pokok : E051054115

Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF

Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan,

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

KATA PENGANTAR

Penelitian yang berjudul Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh

Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional Kutai

dibimbing oleh komisi : Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. sebagai ketua komisi dan Dr.

Ir. Agus Hikmat, MScF. sebagai anggota. Sedangkan penguji luar komisi adalah

Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS.

Penelitian ini merupakan bagian akhir dari pelaksanaan studi tugas belajar

Departemen Kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.

3213/Menhut-II/Peg/2006 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

kekhususan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor.

Akhirnya, penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat dan menjadi

iuran dalam pengelolaan TN. Kutai. Amin.

Bogor, Desember 2007.

(11)

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH

OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN

SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN

HUJAN DATARAN RENDAH :

STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Bentuk dan Luas Plot

Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Tama n Nasional Kutai adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

Sandi Kusuma

(13)

Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(14)

ABSTRACT

SANDI KUSUMA. Determining of Shape and Size Optimal Sampling Plot for

Measuring of Plant Biodiversity in Low Land Tropical Rain Forest: Case Study in Kutai National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and AGUS HIKMAT.

The problem for measuring of plant biodiversity was how difficult to determine shape and size optimal sampling, also which indices had high sensitivity.

This research was carried out in Kutai National Park (KNP) by using sixteen

samples rectangular and square plot the sampling size was 50 m2 to 25600 m2

which covered species richness.

The result indicated that increasing of number species which unproportional caused decreasing index. Margalef index indicated high sensitivity. Square plot covered more species number than rectangular. It caused by the geographic position of KNP where probability found species linier with latitude. Spatial distribution pattern of species were clumped in the study sites . Thus, it was also correlated to latitude position. Optimal sampling sizes for measuring of plant biodiversity were 1 600 m2 for sapling and 12 800 m2 for tree.

Keywords : shape and size sampling, low land tropical rain forest, Kutai

(15)

RINGKASAN

SANDI KUSUMA. Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal

Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Hutan Hujan Dataran Renda h : Studi Kasus di TN. Kutai. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan AGUS HIKMAT.

Pengukuran keanekaragaman spesies dibutuhkan untuk menjaga keberadaan spesies di dalam habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai pemahaman kondisi saat ini dan kemungkinan kondisinya di masa datang, memantau dampak pengelolaan kawasan dan perubahan lingkungan, dan menentukan areal yang diberikan prioritas dalam konservasi keanekaragaman hayati. Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan bentuk dan luas yang optimal dalam pengukuran keanekaragaman spesies.

Hutan hujan dataran rendah dipilih karena merupakan daerah yang paling tinggi mengalami penurunan keanekaragaman hayati dalam bentuk kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi lahan. Salah satu contoh kawasan konservasi yang mewakilinya adalah Taman Nasional Kutai (TN. Kutai).

Data yang dikumpulkan adalah jumlah individu dari spesies-spesies tumbuhan pada tingkat pancang dan pohon dari 16 plot contoh berbentuk persegi

panjang dan bujur sangkar yang masing-masing luasnya dari 50 m2 – 25 600 m2.

Data spesies pohon dianalisis dengan menghitung jumlah spesies tiap bentuk, luas dan sebaran spasial spesies. Untuk melihat kesensitifan indeks digunakan Indeks Margalef, Menhinick, Simpson dan Shannon-Wiener Sedangkan sebaran spasial spesies digunakan indeks Morisita. Untuk menentukan

bentuk dan luas plot contoh digunakan t-student.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penambahan jumlah spesies tidak selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah spesies yang diikuti dengan penambahan jumlah individu yang tidak proporsional justru akan menurunkan nilai indeks yang dihasilkan. Indeks Margalef paling responsif terhadap perubahan jumlah spesies dan jumlah individu.

Spesies –spesies yang saat ini ditemukan jika dibandingkan dengan spesies yang ditemukan pada 2 dekade sebelumnya terlihat jauh berkurang. Demikian juga bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian di tempat lain. Diduga hal ini terjadi akibat kebakaran hutan besar di TN. Kutai tahun 1982-83 yang

mengakibatkan 100 000 ha (>50% luas saat ini) terbakar.

Jumlah spesies lebih tinggi ditemukan pada bentuk plot contoh bujur sangkar dibandingkan persegi panjang untuk tingkat pancang dan pohon. Hasil uji beda nyata untuk setiap luas plot contoh tingkat pancang menunjukkan bahwa

pada luas 50 m2 bentuk bujur sangkar dan persegi panjang tidak berbeda nyata

(thitung = 1.42), demikian halnya untuk luas plot contoh 1 600 m2 dan 3 200 m2

(thitung = 0.36 dan 0.37). Sedangkan untuk luas plot lainnya menunjukkan

keduanya berbeda nyata. Hasil uji beda tingkat pohon menunjukkan bahwa jumlah

spesies kedua bentuk ini berbeda nyata mulai dari 50 m2 hingga 6 400 m2, dan

(16)

Pola sebaran spesies di TN. Kutai menyebar kelompok ke arah garis lintang yang memungkinkan dijangkau oleh bentuk bujur sangkar. Sehingga penelitian ini mengungkapkan bahwa plot contoh bujur sangkar yang mencatat jumlah spesies lebih tinggi (2.06% untuk tingkat pancang, 15.11% untuk tingkat pohon) dibandingkan persegi panjang.

Alasan inilah yang menyebabkan komposisi spesies plot contoh yang berasal

dari blok Sangkima (berada sekitar 0° 25’40”) berbeda dengan blok Prevab

(berada sekitar 0° 30’45”). Spesies seperti Dendrocide elliptica, Koompassia

excelsa dan Palaquium beccarianum tidak ditemukan di Sangkima tetapi

ditemukan di Prevab, sedangkan spesies seperti Dryobalanops lanceolata, Hopea

dryobalanoides dan Vatica umbonata berada sebaliknya. Perbedaan komposisi

vegetasi inilah yang menyebabkan keduanya saling melengkapi sehingga TN. Kutai demikian luas sebagai implikasi dari teori biogeografi

Dalam konteknya dengan TN. Kutai, akhirnya hubungan jumlah spesies dan

luas areal sebagaimana persamaan S = CAz, luas areal (A) dipahami meluas

dengan menjangkau garis lintang. Hal sesuai usulan pertama kali Wildreservaat

Koetai oleh Ir. H. Witkamp tahun 1932 seluas 2 000 000 ha sebagai melintang

mulai dari bawah hingga ke atas garis khatulistiwa.

Pengolahan data sebaran spasial yang teridentifikasi di dalam plot contoh menunjukkan bahwa 92.5% spesies tingkat pancang mengelompok, 6.5% acak dan 1% merata. Pada tingkat pohon menunjukkan bahwa 87.4% mengelompok, acak 10.1% dan merata 2.5%. Hasil ini memperlihatka n bahwa spesies-spesies di TN. Kutai menyebar secara kelompok ke arah garis lintang yang tidak bisa dijangkau oleh bentuk persegi panjang dan menuntut luas plot contoh yang cukup luas.

Hasil uji beda nyata jumlah spesies tiap luas plot contoh tingkat pancang

menunjukkan bahwa luas plot contoh 800 m2, 1 600 m2 dan 3 200 m2 tidak

berbeda nyata. Luas plot contoh 1 600 m2 merupakan luas plot contoh optimal

karena ditemukan selisih jumlah spesies paling kecil (0.13) sehingga dimungkinkan tidak menambah jumlah spesies. Luas plot contoh paling banyak

ditemukan selisih spesies adalah pada penambahan luas plot contoh 400 m2 ke

800 m2 (21.37).

Hasil uji beda nyata luas plot contoh tingkat pohon menunjukkan bahwa luas

plot contoh 6 400 m2, 12 800 m2 dan 25 600 m2 tidak berbeda nyata. Luas plot

contoh 12 800 m2 merupakan luas plot contoh optimal karena ditemukan selisih

jumlah spesies paling kecil (0.06). Sedangkan plot contoh antara 6 400 m2 (15.94)

merupakan luas plot contoh yang ditemukan selisih jumlah spesies paling banyak dari seluruh plot contoh yang dibuat.

Kata kunci : bentuk dan luas plot contoh, hutan hujan dataran rendah, Taman

(17)

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH

OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN

SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN

HUJAN DATARAN RENDAH :

STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Konservasi Biodiversitas pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)
(19)

Judul Penelitian : PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT

CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN

KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN

PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

Nama : Sandi Kusuma

Nomor Pokok : E051054115

Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF

Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan,

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(20)

KATA PENGANTAR

Penelitian yang berjudul Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh

Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional Kutai

dibimbing oleh komisi : Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. sebagai ketua komisi dan Dr.

Ir. Agus Hikmat, MScF. sebagai anggota. Sedangkan penguji luar komisi adalah

Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS.

Penelitian ini merupakan bagian akhir dari pelaksanaan studi tugas belajar

Departemen Kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.

3213/Menhut-II/Peg/2006 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

kekhususan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor.

Akhirnya, penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat dan menjadi

iuran dalam pengelolaan TN. Kutai. Amin.

Bogor, Desember 2007.

(21)

UCAPAN TERIMA KASIH

Sujud syukur kepadaMu ya Allah, dalam setiap tarikan nafas yang ada

adalah kebesaranMu. DariMu semua bermula, hingga setiap proses akhirnya

menjadi indah. Menyibak rahasia hutan adalah pengakuan akan kebesaranMu

yang berakhir pada keindahanMu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Kehutanan melalui

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang telah

memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Pascacarjana di IPB. Semoga

orang-orang yang berada di balik pemberian kesempatan itu mendapatkan hal-hal

terbaik dalam hidupnya, diterangkan jalannya dan dimudahkan segala urusannya.

Penghargaan yang tulus diberikan kepada Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.

dalam kapasitasnya sebagai ketua sub program studi dan ketua komisi

pembimbing, yang dengan jiwa besarnya mempercayai penulis untuk melakukan

penelitian ini, membantu menegakkan karakter tentang bagaimana pengelolaan

sebuah kawasan konservasi. Dr. Ir. Agus Hikmat, M. ScF. yang dengan penuh

kesabaran memberikan warna dalam penulisan sebuah karya ilmiah. Keduanya

mencermati angka-angka dan mentransformasikannya ke dalam huruf-huruf yang

akhirnya penuh arti. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS. melengkapinya dengan

tinjauan yang menjadikannya sempurna.

Penulis bersyukur telah diberikan bantuan yang luar biasa dalam

melaksanakan penelitian oleh Slamet Rohmadi dan Sugiannur untuk pengenalan

jenis pohon; Alimuddin, Sarju, Sunarso, Andi dan Rokhim untuk pembuatan plot

contoh; dan Abdul Syukur yang telah merelakan dirinya untuk menjadi tukang

masak selama penelitian berlangsung.

Penulis berhutang budi kepada Ir. Agus Budiono, M. Sc., Ir. Jhodi

Mohtar, MM. dan Juwadi. Masing-masing bersama keluarga yang telah membuka

ruang kekeluargaan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan, membantu

menguatkan hingga penyelesaian studi pascasarjana. Andai kesempatan untuk

membalasnya selalu ada.

Sahabat-sahabat di Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati,

yang pengalamannya dari Sumatera-Papua senantiasa menjadi diskusi yang

(22)

mencari simbol dan memberinya nilai. Saat kita terserak, satu yang menjadi

simpul : Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Doa yang senantisa mengalir dari ibu dan bapak, menjadi inspirasi dan

kekaguman tentang kekuasaan yang kadang anugerahNya tak pernah bisa untuk

disangka-sangka. Pun keberadaan Nirmala Basuki dan Jendera Purusha

Hayuningrat, untuk kerelaan terhadap seorang kakak yang waktunya tersita

hingga tak pernah bisa mencermati perkembangan adik-adik.

Satu persatu tak mungkin nama-nama disebut karena tentu akan menjadi

(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Grobogan, Jawa Tengah, pada tanggal 30 Mei 1975

dari ayah Kresno Dipojono dan ibu Sri Budi Harumi. Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1993 penulis tamat dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA)

Kadipaten dan mendapatkan tugas di Taman Nasional Kutai (sekarang bernama

Balai Taman Nasional Kutai). Tahun 1997 penulis mendapatkan beasiswa dari

Departemen Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan di Program Diploma IV

Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan di Fakultas Kehutanan IPB

dan menamatkannya tahun 2001. Tahun 2006 penulis kembali mendapatkan

beasiswa dari Departemen Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah

Pascasarjana IPB di Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati,

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.

Sebelum melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, sehari-hari

penulis bertugas sebagai Kepala Urusan Perencanaan dan Konservasi Balai

(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Manfaat ... 4 Kerangka Pemikiran ... 4 Hipotesa... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Hayati ... 6

Pengukuran Keanekaragaman Hayati ... 7

Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal ... 8

Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan... 8

Pola Sebaran Spasial Individu ... 9

KEADAAN UMUM LOKASI KAJIAN

Letak dan Luas ... 11 Sejarah TN. Kutai... 11 Topografi, Tanah dan Iklim ... 11 Flora dan Fauna ... 12 Penutupan Kawasan ... 13

Kondisi Masyarakat di Dalam TN. Kutai... 14

METODOLOGI

Waktu dan Tempat ... 16 Alat dan Bahan ... 16 Metode

Jenis data ... 16 Pengumpulan data ... 16 Analisis data ... 18 Pengujian Hipotesa... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran Keanekaragaman Spesies ... 22 Bentuk plot contoh ... 28 Luas plot contoh ... 32

KESIMPULAN

Kesimpulan ... 38 Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis tanah di TN. Kutai ... 12

2 Data pemukim di dalam TN. Kutai ... 15

3 Bentuk dan luas plot contoh ... 17

4 Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang ... 22

5 Regresi nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang ... 23

6 Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pohon ... 25

7 Regresi nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pohon ... 26

8 Perhitungan uji beda bentuk plot contoh tingkat pancang ... 29

9 Perhitungan uji beda bentuk plot contoh tingkat pohon... 30

10 Uji beda luas plot contoh tingkat pancang ... 33

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perkembangan TN. Kutai berdasarkan analisis citra ... 14

2 Sketsa pembuatan petak contoh ... 17

3 Peta ketinggian TN. Kutai ... 18

4 Hubungan luas plot contoh tiap bentuk dengan delta

jumlah spesies ... 20

5 Kesensitifan indeks keanekaragaman spesies ti ngkat

pancang ... 24

6 Kesensitifan indeks keanekaragaman spesies tingkat

pohon ... 26

7 Kecenderungan penambahan jumlah spesies tingkat

pancang ... 28

8 Kecenderungan penambahan jumlah spesies tingkat

pohon ... 29

9 Usulan Wildreservaat Koetai oleh Witkamp (1932) ... 32

10 Jumlah spesies tiap luas plot contoh bujur sangkar

tingkat pancang ... 33

11 Hubungan luas plot contoh bujur sangkar dengan

selisih jumlah spesies tingkat pancang ... 34

12 Jumlah spesies tiap luas plot contoh bujur sangkar

tingkat pohon... 35

13 Hubungan luas plot contoh bujur sangkar dengan

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pancang

plot contoh bujur sangkar ... 44

2 Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pohon plot

contoh bujur sangkar ... 65

3 Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pancang

plot contoh persegi panjang ... 81

4 Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pohon plot

contoh persegi panjang ... 99

5 Peta kontur TN. Kutai dan posisi TN. Kutai dalam

Propinsi Kalimantan Timur ... 115

6 Spesies yang saling berbeda antara blok Sangkima dan

Prevab, TN. Kutai ... 116

7 Sebaran spasial spesies tingkat pancang ... 117

8 Sebaran spasial spesies tingkat pohon... 121

9 Penyebaran spesies tingkat pancang terhadap luas plot

contoh ... 125

10 Penyebaran spesies tingkat pohon terhadap luas plot

contoh ... 126

11 Rekapitulasi nama spesies plot contoh bujur sangkar

tingkat pancang ... 127

12 Rekapitulasi nama spesies plot contoh bujur sangkar

tingkat pohon... 131

13 Rekapitulasi nama spesies plot contoh persegi panjang

tingkat pancang ... 135

14 Rekapitulasi nama spesies plot contoh persegi panjang

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah keanekaragaman hayati nomor 2 paling banyak

di dunia setelah Brasil (Noerdjito et al. 2005), yang mencakup 10% tumbuhan

berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan ampibi, 17% spesies

burung, dan lebih dari 25% spesies ikan (BAPPENAS 1993).

Keanekaragaman hayati Indonesia penting karena banyak sektor

pembangunan bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada

keanekaragaman hayati dan fungsi-fungsi alami yang terlindungi (BAPPENAS

1993). Bahkan semua mahluk hidup di bumi bergantung pada keanekaragaman

tumbuhan dalam siklus materi dan aliran energi (Given 1994) yang senantiasa

hijau sepanjang tahun, karena itu hutan hujan Indonesia dikenal sebagai paru-paru

dunia.

Kondisi keanekaragaman hayati menurun saat ini dengan semakin

terbatasnya kemampuan untuk regenerasi, fragmentasi habitat, perubahan iklim,

polusi, introduksi spesies pendatang dan penggunaan bahan material secara luas

(McNeely et al. 1991 dalam Salleh & Manokaran 1995; Burley 1994 dalam

Burley & Gauld 1995; Smitinand 1995).

Hutan hujan dataran rendah merupakan daerah yang paling tinggi

mengalami penurunan keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan daerah inilah

yang paling sering menerima gangguan seperti kebakaran, pencurian kayu,

pemukiman dan konversi untuk perkebunan. (MacKinnon et al. 1986; Yusuf

1994). Klasifikasi hutan hujan dataran rendah adalah hutan di daerah tropis yang

memiliki ketinggian 2 m – 1000 m dpl (Soerianegara & Indrawan 2005).

Indonesia terkait dengan 5 (lima) konvensi yang sudah ditandatangani yang

berhubungan dengan keanekaragaman hayati, yaitu : Konvensi Ramsar 1975,

Konvensi CITES 1975, Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992 dan Konvensi

Perubahan Iklim 1992 (diperbaharui menjadi Protokol Kyoto 1997) dan Konvensi

Bio-Safety (Cartagena Protocol) 2004 (Noerdjito et al. 2005). Tahapan paling

penting dari pelaksanaan konvensi-konvensi itu adalah mengukur dan memantau

(29)

berbagai simposium internasional (terakhir di Bangkok, 27 Agustus – 2

September 1994 tentang Measuring and Monitoring Biodiversity in Tropical and

Temperate Forests) pembahasan tentang pengukuran keanekaragaman hayati

menjadi agenda penting.

Pengelolaan keanekaragaman hayati mensyaratkan pengukuran

keanekaragaman hayati (WCMC 1992), untuk menjaga keanekaragaman hayati

di habitatnya melalui upaya untuk menjaga keberadaan spesies di dalam

habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai pemahaman kondisi saat ini

dan kemungkinan kondisinya di masa datang, memantau dampak pengelolaan

kawasan dan perubahan lingkungan, dan menentukan areal yang diberikan

prioritas dalam konservasi keanekaragaman hayati (Pielou 1995; Namkoong

1995; Burley & Gauld 1995).

Pengukuran dan indeks keanekaragaman hayati didasarkan atas jumlah

spesies atau kelimpahan relatif (Burley & Gauld 1995) dalam plot-plot contoh

(Pielou 1995). Jumlah spesies ini yang ditransformasikan ke dalam indek-indeks

keanekaragaman, yang diambil dari 2 (dua) hal, yaitu : kekayaan spesies, yaitu

jumlah spesies; dan kemerataan, yaitu sejauhmana kesamaan dari kelimpahan

spesies (Magurran 1988). Semakin tinggi nilai indeks mencerminkan sema kin

tinggi keanekaragaman spesies (Boontawee et al. 1995).

Keanekaragaman bervariasi dalam ruang dan waktu, yang merupakan fungsi

dari spatial dan temporal dari perubahan ekosistem yang terjadi padanya (WCMC

1992; Turner 1995). Hal ini tentu saja tidak selalu menjamin bahwa seluruh

ukuran plot contoh selalu sama dan jumlah spesies meningkat seiring plot contoh

yang dibuat (Magurran 1988). Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan

jumlah spesies, karena jumlah spesies berhubungan dengan luas plot conto h (Kreb

1978; Darlington 1957 dalam Van Dyke 2003), demikian halnya dengan besarnya

gangguan dari masing-masing spesies di dalam habitatnya (Lloyd 1967 dalam

Kumar 1977) sehingga ukuran dan bentuk plot contoh lebih menjadi hal penting

dalam pengukuran keanekaragaman (Myers et al. 1995). Dari sini para ahli belum

sepakat tentang bentuk dan luas plot contoh yang dapat digunakan dalam

(30)

Taman Nasional Kutai (TN. Kutai) yang mewakili ekosistem hutan hujan

dataran rendah, memiliki fungsi melestarikan keanekaragaman spesies tumbuhan

dan satwa (BAPPENAS 2003). Pengelolaan yang dilakukan adalah mengukur dan

memantau keanekaragaman spesies yang diwakilinya sebagai upaya

mempertahankan ekosistem hutan hujan dataran rendah. Pertanyaan penting yang

diajukan adalah bentuk dan luas plot contoh seperti apa yang optimal (Burley &

Gauld 1995) dalam pengukuran keanekaragaman spesies tumbuhan di TN. Kutai?

Karena menurut Myers (1984) untuk melestarikan spesies membutuhkan

pengetahuan berapa juml ah spesies yang ada, dimana mereka berada dan seberapa

besar ancaman yang terjadi.

Pengukuran keanekaragaman tumbuhan di TN. Kutai akan dilakukan pada

tumbuhan berkayu (pohon), karena hutan merupakan sekelompok tumbuhan yang

didominasi pohon yang berinteraksi dengan lingkungannya (Soerianegara &

Indrawan 2005). Spesies tumbuhan berkayu (pohon) inilah yang digunakan

sebagai penanda keberadaan sebuah hutan (Moon & Brown 1914; De Laubenfels

1970; Myers 1984; Anwar et al. 1984).

Berbagai penelitian menunjukka n bahwa bentuk dan luas plot contoh

dilakukan pada tingkat pohon (Laurance et al. 1998; Stochlgren et al. 1995 dalam

Keely & Fotheringham 2005). Sedangkan penelitian ini ditambahkan tingkat

pancang, sehingga dapat digunakan untuk tingkat semai dan tingkat tiang dapat

digunakan luas plot contoh tingkat pohon.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui indeks keanekaragaman yang paling responsif

2. Bentuk dan luas plot contoh yang optimal untuk mengukur keanekaragaman

spesies tumbuhan tingkat pancang dan pohon di Taman Nasional Kutai (TN.

(31)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan metode baku dalam

pengukuran dan pemantauan keanekaragaman spesies tumbuhan tingkat pancang

dan pohon di TN. Kutai.

Kerangka Pemikiran

Pengukuran keanekaragaman hayati yang paling sederhana adalah dengan

menghitung jumlah spesies (Poole 1974; Krebs 1978). Hal ini mengingat

tingkatan spesies merupakan pemeran utama dalam konservasi yang secara

konseptual, biologis dan legal dapat diterima (Meffe & Carrol 1992 dalam

Haryanto 1995). Pemahaman tingkatan spesies merupakan dasar dalam

memahami keanekaragaman hayati karena tingkatan spesies hampir secara

universal digunakan sebagai unit dimana keanekaragaman hayati diukur (WCMC

1992). Mengingat peran sentralnya dalam konservasi keanekaragaman hayati,

keanekaragaman spesies merupakan unit pengukuran yang dapat dijadikan

indikator keanekaragaman hayati dari suatu wilayah (Haryanto 1995).

Keanekaragaman bervariasi menurut ruang dan waktu (WCMC 1992;

Turner 1995), secara sistematik dan dapat diduga mengikuti garis lintang (Pianka

1983 dalam Magurran 1988; Kreb 1985 dalam Magurran 1986; Begon et al. 1986

dalam Magurran 1988) dan berhubungan dengan areal (MacArthur & Wilson

1967 dalam Magurran 1988; Wiliamson 1981 dalam Magurran 1988), dari sinilah

pemahaman bahwa peningkatan spesies berkaitan dengan perluasan plot contoh

yang dipelajari (Myers et al. 1995).

Sebaran spesies di dalam ekosistem dijelaskan Ludwig dan Reynolds (1988)

mengikuti pola acak, kelompok dan teratur. Pola sebaran ini merupakan posisi

individu di dalam lingkungannya, yang merupakan hasil dari sejarah keberadaan,

kematian dan pergerakan (Poole 1974), dan respon dari keterbatasan, kebakaran

dan hempasan angin yang secara kontinu menggangu keberhasilan suksesi

(Couhgley 1977).

Bentuk plot contoh dengan luasan yang sama memiliki panjang bentuk

(keliling) yang berbeda-beda, demikian halnya dengan daerah yang terwakili

dalam sebaran garis lintang dan ketinggian dari atas laut di TN. Kutai.

(32)

menjangkau ketinggian dari muka laut lebih luas dan bujur sangkar menjangkau

garis lintang lebih luas.

Bentuk dan luas plot contoh akhirnya menjadi perhatian dalam penelitian ini

yang akan diuji, untuk menjawab bentuk dan luas yang optimal dalam pengukuran

keanekaragaman spesies tumbuhan tingkat pancang dan pohon di TN. Kutai.

Bentuk dan luas plot contoh ini diuji dengan mentransformasikannya ke dalam

kurva minimum spesies area hingga mencapai delta kurang dari 10% (Kusmana

1995; Soerianegara & Indrawan 2005) untuk mengetahui metode yang optimal

dalam pengukuran keanekaraman spesies tumbuhan di TN. Kutai.

Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Besarnya ukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat pancang

dan pohon yang diperoleh di TN. Kutai bervariasi menurut bentuk plot

contoh.

2. Besarnya ukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat pancang

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman merupakan sebuah konsep yang merujuk pada variasi dan

perbedaan dari berbagai individu dalam sebuah komunitas (WCMC 1992),

dimana mereka berinteraksi (Woodruff & Gall 1992 dalam Szmidt 1995). Dari

sini Wilcox (1984) dalam MacKinnon et al. (1986) mengungkapkan bahwa

keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan

ekologi yang dimilikinya dan keanekaragama n plasma nutfah yang terkandung di

dalamnya. Hal senada disampaikan Boontawee et al. (1995) yang mendefinisikan

keanekaragaman hayati sebagai variasi dari organisme dan sistem ekologi yang

terjadi.

Semakin tinggi keanekaragaman hayati dipercaya ekosistem semakin stabil

(Elton 1958 dalam Kumar 1977), karena keanekaragaman hayati menyangkut

keragaman dan kelimpahan relatif dari spesies (Magurran 1988). Keduanya

menentukan kekuatan adaptasi dari populasi yang akan menjadi bagian dari

interaksi spesies (Gregorius 1995).

Smitinand (1995) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati

menyediakan manfaat ekonomi secara langsung dalam pangan, obat dan industri

bahan baku, menjaga kelangsungan sistem alami yang memberikan peran penting

bagi kehidupan seperti fotosintesis, pengaturan tata air dan iklim dan penyerapan

polutan-olutan. Haryanto (1995) mengungkapkan bahwa 30 000 spesies tumbuhan

memiliki bagian yang dapat dimakan, dan sepanjang sejarah kehidupan umat

manusia hanya 7 000 spesies yang telah dibudidayakan atau dikoleksi sebagai

bahan pangan. Dari seluruh tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut, 20

spesies memberikan sumbagan 90% pangan dunia, dan hanya 3 spesies (gandum,

jagung dan beras) yang mensuplai kebutuhan pangan dunia lebih dari 50%.

Banyak spesies buah-buahan yang dapat dikembangkan sebagai komoditi

ekonomi. Paling sedikit 3 000 spesies buah-buahan tropis (200 spesies secara

aktual telah dimanfaatkan).

Keanekaragaman hayati terbagi ke dalam 3 tingkatan yaitu :

(34)

1998). Suatu lengkang spesies dari keanekaragaman genetik berada pada 3 (tiga)

tingkatan, yaitu : variasi genetik di dalam individu (heterosigositas), perbedaan

antar individu di dalam suatu populasi dan perbedaan genetik antar populasi

(Thohari 1995). Keanekaragaman spesies mencakup seluruh organisme di bumi

(Primack et al. 1988), dengan menghitung jumlah spesies (Krebs 1978).

Sedangkan keanekaragaman komunitas (ekosistem) mewakili tanggapan spesies

secara kolektif pada kondisi lingkungan yang berbeda (Primack et al. 1988).

Pengukuran Keanekaragaman Hayati

Magurran (1988) menjelaskan pentingnya keanekaragaman dan

pengukurannya, yaitu : (1) keanekaragaman hayati merupakan topik sentral dalam

ekologi, dimana upaya untuk melihat pola-pola keragaman spasial dan temporal

menggugah mi nat peneliti dan mendorongnya untuk memahami ekologi; (2)

pengukuran keanekaragaman hayati seringkali untuk melihat kestabilan sistem

ekologi; dan, (3) keanekaragaman hayati terlihat sebagai sebuah konsep yang jelas

dan secara cepat dapat diukur.

Primack et al. (1988) menyebutkan bahwa pada tingkat yang paling

sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang

ditemukan pada suatu komunitas, ukuran yang disebut dengan kekayaan spesies.

Krebs (1978) mengungkapkan bahwa jumlah spesies merupakan konsep pertama

dan tertua dalam keanekaragaman spesies yang biasa disebut species richness.

Pengukuran keanekaragaman hayati terbagi atas 3 kategori, yaitu : (1)

indeks kekayaan spesies, indeks-indeks ini intinya mengukur jumlah spesies yang

ditemukan dalam plot contoh; (2) model kelimpahan spesies, yang

mendiskripsikan distribusi kelimpahan spesies. Model kelimpahan spesies

memberikan kemerataan dan ciri untuk spesies yang tidak seimbang; dan (3)

indeks yang berdasarkan atas proporsi kelimpahan spesies (Magurran 1988).

Hal paling sering yang dilakukan untuk mengukur keanekaragaman hayati di

hutan adalah meletakkan plot-plot contoh pada sejumlah tempat (Boontawee et al.

1995). Kusmana (1995) menjelaskan bentuk plot contoh yaitu : bujur sangkar,

lingkaran dan persegi panjang. Lebih lanjut Kusmana (1995) mengungkapkan

(35)

dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu

yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.

Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal

Poole (1974) mengungkapkan bahwa jumlah spesies di Prancis meningkat

dengan semakin besarnya areal dalam logaritma. Bentuk kurva digambarkan

secara kasar mengikuti eksponensial. Contoh dari hubungan ini diberikan oleh

Preston (1962) dalam Poole (1974) melalui persamaan S = CAz, dimana S adalah

jumlah spesies, A adalah luas areal, dan C dan z adalah konstanta. Transformasi

persamaan dalam logaritma menjadi log S = log C + z log A. Dalam konteks

pengukuran keanekaragaman hayati, Magurran (1988) mengungkapkan bahwa

tidak selalu menjamin bahwa semakin besar ukuran plot contoh akan

meningkatkan jumlah spesies.

Secara umum dijelaskan WCMC (1992) bahwa keanekaragaman spesies di

habitat alaminya meningkat pada areal hangat dan turun pada areal yang semakin

tinggi garis lintang dan ketinggian dari permukaan laut. Areal paling kaya tidak

terbantahkan adalah hutan hujan. Pemahaman yang belum pasti tentang hutan

hujan berkaitan dengan kondisi asli keanekaragaman dan pemeliharaan

keanekaragaman, menyangkut hal-hal antara lain kondisi saat ini dan kondisi di

masa lalu (dalam geologi dan evolusi) yang berlaku, antara lain iklim, tanah dan

topografi. Iklim yang terbangun dengan kondisi hangat, kelembaban dan musim

yang relatif selama waktu lama lebih merupakan hal penting.

Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan

Satu hal yang menyolok untuk diamati fenomenanya secara konsisten di

dalam ekologi adalah variasi dari kelimpahan spesies. Variasi ini telah mendorong

para ahli ekologi untuk menggambarkan dan menyinggung pertanyaan dalam

komunitas alami. Misalnya berapa jumlah spesies yang ada dan bagaimana

kelimpahan relatifnya? Berapa spesies yang jarang? Berapa spesies yang

melimpah? (Ludwig & Reynolds 1988). Kelimpahan spesies biasanya didasarkan

atas jumlah individu tiap spesies, namun biomasa dan persentase penutupan biasa

(36)

Poole (1974) mengungkapkan 3 bentuk sebaran sebagaimana spesies di

dalam komunitasnya ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu :

rangkaian logaritma (The logaritmic series) (oleh Ludwig & Reynolds 1988

disebut juga sebagai lognormal distribution), the broken stick model dan the

niche preemption model (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai

geometric distribution).

May (1981) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menjelaskan bahwa

lognormal distribution memberikan susunan spesies dimana kelimpahannya

dipengaruhi beberapa faktor tidak terkait lingkungan (independent). May (1975)

dalam Ludwig dan Reynolds (1988) mengungkapkan bahwa lognormal

distribution telah digunakan untuk mendeskripsikan pola kelimpahan dalam

jumlah besar dari komunitas.

Giller (1984) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan the

broken stick model sebagai kelimpahan yang secara acak yang garisnya

dipatahkan, biasanya dalam bentuk pemanfaatan spesies. Model ini memberikan

asumsi bahwa spesies di dalam komunitas dipisahkan atau memanfaatkan

sumberdaya tidak saling tumpang tindih.

Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan geometric distribution

sebagai kondisi dimana sumberdaya tunggal dimanfaatkan penuh oleh spesies dan

dapat bertahan dalam berbagai tingkatan cara, yaitu sendiri, menjadi spesies

yang dominan karena menempati lebih dahulu, berikutnya spesies ini menempati

bagian kecil dari komunitas dan seterusnya.

Pola Sebaran Spasial Individu

Poole (1974) mengemukakan bahwa jumlah individu di dalam populasi

secara kontinu berubah seiring waktu dan jarak. Pola sebaran dari populasi,

misalnya posisi individu di dalam lingkungannya, merupakan hasil dari sejarah,

keberadaan dan pergerakan. Di lapangan, populasi sulit ditemukan interaksi

populasi secara menyolok, tetapi kadang-kadang melalui pengamatan pola sebaran

individu beberapa pengetahuan terhadap karakter biologi dari spesies dan alasan

(37)

hal ini sebagai penyebaran populasi, yaitu suatu gambaran proses

individu-individu dalam ruang (dispersal) dan waktu (temporal).

Ludwig dan Reynolds (1988) membagi pola sebaran individu menjadi 3

(tiga), yaitu : acak, kelompok (oleh Poole 1974 disebut sebagai agregat) dan

teratur ( oleh Poole 1974 disebut sebagai reguler). Secara ringkas, hubungan

antara nilai rata-rata jumlah individu yang ditemukan dalam plot contoh dan

ragamnya dipengaruhi oleh pola sebaran dari populasi, yaitu untuk acak adalah σ2

(38)

KEADAAN UMUM LOKASI KAJIAN

Letak dan Luas

TN. Kutai terletak di antara 0°7’54” - 0°33’53” Lintang Utara dan

116°58’48” - 117°35’29” Bujur Timur dengan luas kawasan 198.629 ha. Secara

administratif pemerintahan termasuk dalam Kota Bontang, Kabupaten Kutai

Timur dan Kabupaten Kutai Kertanegara.

TN. Kutai membentang di sepanjang garis khatulistiwa mulai dari pantai

Selat Makasar di sebelah timur, menuju daratan sebelah barat sepanjang ± 65 Km

(berbatasan dengan HPH Surya Hutani Jaya dan PT. Kiani Lestari). Disebelah

utara dibatasi Sungai Sangatta, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bontang

dan Hutan Lindung Bontang.

Sejarah TN. Kutai

Ide awal untuk melestarikan TN. Kutai pertama kali oleh Pemerintah Hindia

Belanda dengan menetapkan kawasan ini seluas 2 000 000 ha tahun 1932 sebagai

hutan persediaan. Sultan Kutai menetapkan kawasan ini dengan mengurangi luas

kawasan ini menjadi 306 000 ha sebagai Suaka Margasatwa Kutai tahun 1936 dan

pada konggres taman nasional sedunia ketiga di Bali, kawasan ini diusulkan

menjadi calon taman nasional dengan luas 200 000 ha. Menteri Kehutanan

menunjuk kawasan ini sebagai TN.Kutai tahun 1995 dengan luas 198 629 ha.

Topografi, Tanah dan Iklim

TN. Kutai memiliki ketinggian 0 – 400 m diatas permukaan laut dan

merupakan kawasan konservasi yang termasuk dalam kawasan dataran rendah di

Kalimantan Timur. Secara umum TN. Kutai memiliki topografi berbukit,

bergelombang ringan sampai berat.

Formasi geologi sebagian besar meliputi 3 bagian, yaitu : (1) di bagian

pantai terdiri dari batuan sedimen alluvial induk dan terumbu karang; (2) di

bagian tengah terdiri dari batuan miosen atas; dan, (3) di bagian barat terdiri dari

batuan sedimen bawah. Jenis tanah yang terdapat di TN. Kutai tertera pada Tabel

(39)

Tabel 1 Jenis tanah di TN. Kutai

No. Jenis Tanah Bahan Induk Fisiografi

1. Alluvial Batuan alluvial Daratan

2. Podsolik merah kuning Batuan beku dan endapan Bukit dan pegunungan lipatan

3. Podsolik, latosol dan litosol Batuan beku endapan dan metamorf

Pegunungan patahan

4. Organosol gleihumus Batuan alluvial Daratan

Sumber : Peta tanah Kalimantan Timur skala 1 : 500.000 tahun 1986 dalam Purwanto et al. (2005)

Berdasarkan klasifikasi Schimdt dan Ferguson, TN. Kutai memiliki tipe

iklim B dengan nilai Q berkisar antara 14.3% - 33.3%. Dari data di stasiun

pengamatan di wilayah Bontang, curah hujan rata-rata per tahun adalah 1 543.6

mm atau rata-rata bulanan sebesar 128.6 mm dengan rata-rata hari hujan setahun

adalah 66.4 hari atau rata-rata bulanan adalah 5.5 hari. Suhu rata-rata adalah 26° C

(berkisar pada 21 - 34° C) dengan kelembaban relatif 67 - 98% dan kecepatan

angin normal rata-rata 2 – 4 knot/jam.

Flora dan Fauna

Wirawan (1985) mengungkapkan 6 tipe vegetasi utama TN. Kutai, yaitu :

(1) vegetasi hutan pantai, terdapat di sepanjang pantai Selat Makasar. Jenis yang

mendominasi adalah bakau (Rhizophora spp) dan tancang (Bruguera spp), di

daerah berpasir sepanjang garis pantai terdapat cemara laut (Casuarina

eqesetifolia) dan waru (Hibiscus tiliaceus); (2) vegetasi hutan rawa air tawar,

terdapat di sepanjang kantung-kantung hutan sepanjang sungai yang mengandung

endapan lumpur banjir. Jenis pohon yang biasa terdapat antara lain

jambu-jamb uan (Eugenia spp), pulai (Alstonia spp), ara (Ficus spp) dan simpur (Dillenia

spp); (3) vegetasi hutan kerangas, biasanya vegetasi tumbuh kurang baik dengan

pohon-pohon kecil akibat kekeringan dan kebakaran. Jenis yang biasa terdapat

antara lain terap (Artocarpus spp), mangga hutan (Mangifera spp) dan

jambu-jambuan (Eugenia spp); (4) vegetasi hutan tergenang bila banjir, umumnya

terdapat di daerah sepanjang sungai yang drainasenya kurang baik sampai sedang.

Jenis yang biasa ditemukan antara lain binuang (Octomeles sp), bayur

(Pterospermum javanicum) dan ketapang (Terminalia spp); (5) vegetasi hutan

campuran ulin-meranti-kapur, merupakan vegetasi utama yang mencakup lebh

(40)

zwageri), kapur (Dryobalanops aromatica), meranti (Shorea spp), merbau (Intsia

sp) dan nyatoh (Palaquium spp); dan, (6) vegetasi hutan Dipterocarpaceae

campuran, terdapat di daerah yang drainasenya baik. Jenis yang biasa ditemukan

antara lain meranti (Shorea spp), keruing (Dipterocarpus spp), banggeris

(Koompasia exelsa), pulai (Alstonia spp) dan kayu arang (Diospyros spp).

Fauna yang biasa ditemukan di TN. Kutai dikelompokkan kedalam

(Wirawan 1985) : (1) primata, antara lain orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan

(Nasalis larvatus), owa (Hillobates muelleri), klossi (Presbytis rubicunda),

monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan bangkui (Macaca nemestrina);

(2) ungulata, antara lain banteng (Bos javanicus), rusa sambar (Cervus unicolor),

kijang (Muntiacus muntjak) dan kancil (Tragulus javanicus); (3) carnivora, antara

lain beruang (Helarctos malayanus) dan kucing hutan (Neofelis nebulosa); (4)

reptilia, antara lain buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya senyulong

(Tomistoma schlegellii); dan, (5) aves, yang berdasarka n hasil inventarisasi

tercatat 300 spesies burung yang termasuk kedalam 47 famili dan mewakili 80%

dari semua jenis burung yang hidup di Kalimantan. Antara lain enggang (Buceros

rhinoceros), raja udang (Halcyon spp), tiung (Gracula religiosa), bangau

tongtong (Leptoptilos javanicus), pecuk ular (Anhinga sp) dan ayam hutan (Gallus

sp).

Penutupan Kawasan

Berdasarkan hasil analisis citra landsat tahun 2005, klasifikasi penutupan

kawasan di TN. Kutai terbagi atas : hutan primer 29.78%; hutan sekunder 43.22%;

hutan mangrove 2.58%; rawa dan belukar rawa 3.88%; konversi mangrove, tanah

terbuka, tambak,lahan terbangun, pertanian campuran 4.64%; alang-alang dan

tubuh air 0.39%; dan belukar dan semak 15.79%.

Perkembangan penutupan lahan berdasarkan hasil analisis citra landsat tahun

2000 dan tahun 2005 khusus untuk hutan primer dan sekunder cenderung turun

(Gambar 1), hal ini diduga dengan semakin berkembangnya pembukaan kawasan

(41)

Kondisi Masyarakat di Dalam TN. Kutai

Masyarakat suku Bugis mulai bermukim di TN. Kutai pada awal tahun 1930

an yang menghuni di Sangkima, daerah pesisir Selat Makasar di sebelah timur

TN. Kutai. Mereka berasimilasi dengan suku Kutai dan membangun keluarga di

Sangkima. hingga akhirnya suku Kutai menyingkir.

Pada tahun 1960-70 terdapat gejolak sosial di Sulawesi Selatan akibat

pemberontakan DI/TII oleh Kahar Muzakar, yang menyebabkan beberapa

kelompok suku Bugis menyeberang ke TN. Kutai dan menghuni kantung-kantung

pesisir TN. Kutai. Semakin lama semakin banya k hingga akhirnya dengan adanya

pembukaan jalan Bontang-Sangatta, keberadaan masyarakat di pesisir bergeser ke

arah daratan.

Oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten

Kutai Timur, keberadaan masyarakat dilegalisasi dengan menetapka n 4 desa

(Desa Teluk Pandan, Singa Geweh, Sangkima dan Sangatta Selatan) di dalam TN.

Kutai sebagai desa difinitif. Saat ini desa-desa di dalam TN. Kutai semakin

berkembang dengan adanya politisasi dalam pemilihan Bupati Kutai Timur

selama 2 periode.

Jumlah penduduk di dalam TN. Kutai semakin lama semakin berkembang,

demikian halnya dengan aktifitas pembukaan lahan oleh masyarakat. Tabel 4 29.78

30

43.22 45

13

20.35

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2000 2005

%

d

a

ri

l

u

a

s

T

N

K

Hutan Primer Hutan sekunder Estimasi dibuka oleh masyarakat

(42)

berikut ini memberikan gambar jumlah penduduk pada tahun 2005 di 4 desa

tersebut.

Tabel 2 Data pemukim di dalam TN. Kutai

No. Nama Desa Jumlah Penduduk (jiwa)

1. Sangatta Selatan 5 941

2. Singa Geweh 4 734

3. Sangkima 5 472

4. Teluk Pandan 6 152

(43)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2007 di TN. Kutai, Kalimantan

Timur (Lampiran 5).

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : (1) alat dan

bahan pembuatan plot contoh, yaitu tali rafia, pita meter, altime ter, kompas, peta,

Geographic Positioning System (GPS), pensil, kamera dan tallysheet; (2) alat dan

bahan pembuatan herbarium untuk membantu identifikasi spesies tumbuhan, yaitu

kertas koran, bambu, alkohol dan gunting; dan (3) alat dan bahan untuk

pengolahan dan analisis data, yaitu komputer dan flashdish untuk menyimpan

data.

Metode Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah : (1) data primer, yaitu jumlah

spesies dan individu tumbuhan di TN. Kutai; dan (2) data sekunder, yaitu data

kawasan berupa sejarah, topografi dan perkembangan pengelolaan TN. Kutai.

Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan adalah jumlah individu dari spesies-spesies

tumbuhan pada tingkat pancang dan pohon sesuai kriteria yang diberikan

Kusmana (1995), yaitu :

- Pancang : permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter

kurang dari 10 cm.

- Pohon : pohon dewasa berdiamater 20 cm dan lebih

Data jumlah individu spesies-spesies tumbuhan dihimpun dari 16 plot

contoh berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang dengan luas masing-masing

(44)

individu tingkat pancang diidentifikasi mulai luas 50 m2 hingga 3 200 m2,

sedangkan tingkat pohon mulai luas 50 m2 hingga 25 600 m2.

Tabel 3 Bentuk dan luas plot contoh

No. Bentuk plot Luas (m2) Ukuran (m) Luas faktual (m2)

1. Bujur sangkar 50 7.1 x 7.1 50.00

Persegi panjang 50 5 x 10 50.00

2. Bujur sangkar 100 10 x 10 100.00

Persegi panjang 100 5 x 20 100.00

3. Bujur sangkar 200 14.14 x 14.14 199.94

Persegi panjang 200 10 x 20 200.00

4. Bujur sangkar 400 20 x 20 400.00

Persegi panjang 400 10 x 40 400.00

5. Bujur sangkar 800 28.29 x 28.29 800.32

Persegi panjang 800 10 x 80 800.00

6. Bujur sangkar 1 600 40 x 40 1 600.00

Persegi panjang 1 600 20 x 80 1 600.00

7 Bujur sangkar 3 200 56.57 x 56.57 3 200.16

Persegi panjang 3 200 20 x 160 3 200.00

8 Bujur sangkar 6 400 80 x 80 6 400.00

Persegi panjang 6 400 20 x 320 6 400.00

9. Bujur sangkar 12 800 113.14 x 113.14 12 800.66

Persegi panjang 12 800 20 x 640 12 800.00

10. Bujur sangkar 25 600 160 x 160 25 600.00

Persegi panjang 25 600 20 x 1280 25 600.00

Plot-plot contoh (Gambar 2) diletakkan sedemikian rupa sehingga mewakili

ketinggian dan garis lintang. Terbagi atas 2 blok, yaitu blok Sangkima plot 1-8

(A) disekitar 0° 25’40” dan Prevab plot 9-16 (B) yang berada disekitar 0° 30’45”.

[image:44.595.114.483.153.481.2]

Ketinggian keduanya adalah 50-250 dpl (Gambar 3).

(45)

Data yang dicatat adalah jumlah spesies dan jumlah individu dari tingkat

pancang dan pohon dari plot-plot contoh yang dibuat.

Analisis data

Untuk mengetahui ukuran keanekaragaman yang sesuai digunakan : (1)

responsifitas, dengan merumuskan hubungan indeks (Y) dengan peubah-peubah

jumlah spesies (X1) dan jumlah individu (X2); dan (2) sensitifitas, dengan melihat

hubungan delta indeks yang dihasilkan terhadap delta spesies. Ukuran

keanekaragaman spesies yang dibandingkan adalah kekayaan spesies (spesies

richness) dan kelimpahan spesies (spesies abundance), yaitu :

Kekayaan spesies

- Indeks Margalef (Clifford & Stephenson 1975 dalam Magurran 1988),

dengan persamaan :

N S DMg

ln 1

= , dimana

DMg : Indeks Margalef

S : Jumlah spesies

N : Jumlah individu

ln : Logaritma natural

- Indeks Menhinick (Whittaker 1977 dalam Magurran 1988), dengan

[image:45.595.149.479.88.289.2]

persamaan :

Gambar 3 Peta ketinggian TN. Kutai.

(46)

N S

DMn = , dimana

DMg : Indeks Menhinick

S : Jumlah spesies

N : Jumlah individu

Kelimpahan spesies

- Simpson (1949) dalam Magurran (1988), dengan persamaan :

1-D =

( )

= − s i i P 1 2

1 , dimana

1-D : Indeks Simpson

Pi : Proporsi jumlah individu spesies kei

- Indeks Shannon-Wiener, yang dihitung dengan persamaan (Magurran

1988) :

( )(

pi pi

)

H s i ln 1 '

= −

= , dimana :

S : jumlah spesies

pi : proporsi individu pada spesies ke i

ln : Logaritma natural

Sebaran spasial spesies

Sebaran spasial spesies digunakan indeks Morisita (Krebs 1989), yaitu :

(

)

( )

− = x x x x n Id 2 2

, dimana :

Id : derajat penyebaran Morisita

n : jumlah plot contoh

? x2 : jumlah dari kuadrat total individu suatu spesies

? x : jumlah dari total individu suatu spesies

Untuk menentukan pola sebaran, dilakukan uji Chi-square, dengan persamaan :

+ − = 1 975 . 0 2 x x n

Mu χ , dimana :

Mu : indeks Morisita untuk pola sebaran merata

χ2

0,975 : nilai Chi-square pada db (n-1), selang

kepercayaan 97.5%

Untuk menentukan pola sebaran kelompok, dihitung dengan persamaan :

+ − = 1 025 . 0 2 x x n
(47)

Mc : indeks Morisita untuk pola sebaran kelompok

χ2

0,025 : nilai Chi-square pada db (n-1), selang

kepercayaan 2.5%

Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan persamaan-persamaan :

a. Bila Id = Mc > 1, maka dihitung dengan persamaan :

      − − + = Mc n Mc Id Ip 0.5 0.5

b. Bila Mc > Id = 1, maka dihitung dengan persamaan :

      − − = 1 1 5 . 0 Mc Id Ip

c. Bila 1 > Id > Mu, maka dihitung dengan persamaan :

      − − − = 1 1 5 . 0 Mu Id Ip

d. Bila 1 > Mu > Id, maka dihitung dengan persamaan :

      − + − = Mu Mu Id

Ip 0.5 0.5

Dan kaidah keputusan adalah : bila Ip = 0 pola sebaran acak; bila Ip > 0 pola

sebaran kelompok; dan bila Ip < 0 pola sebaran merata.

Pengujian Hipotesa

Untuk menentukan bentuk dan luas plot contoh digunakan grafik luas plot

[image:47.595.113.479.470.714.2]

(sumbu X) contoh dengan delta spesies (sumbu Y) masing-masing bentuk

(Gambar 4). 0 10 20 30 40 50 60 70

50 100 200 400 800 1600 3200 6400

Luas plot D e lt a s p e s ie s Bujur sangkar Persegi panjang

(48)

Uji beda keanekaragaman untuk bentuk dan luas plot contoh dilakukan

dengan membandingkan rata-rata jumlah spesies kedua bentuk plot contoh dan

masing-masing luas plot contoh dari bentuk yang terpilih, dengan persamaan

(Walpole 1982; Jhonson & Bhattacharyya 1987) :

2 2 2 1 2 1 2 1 n s n s x x thitung + − =

derajat bebas ditentukan dengan (Walpole 1982) :

df = 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 −    + −        + n n s n n s n s n s

Hipotesis diformulasikan dengan :

1. H0 = 0, Besarnya ukuran keanekaragaman sama pada

berbagai bentuk plot contoh dengan taraf uji α 5% (tα/2 =

0.025)

H1 ≠ 0, Besarnya ukuran keanekaragaman tidak sama pada berbagai

bentuk plot contoh dengan taraf uji α 5% (tα/2 = 0.025)

2. H0 = 0, Besarnya ukuran keanekaragaman sama pada

berbagai luas plot contoh dengan taraf uji α 5% (tα/2 = 0.025)

H1 ≠ 0, Besarnya ukuran keanekaragaman tidak sama pada berbagai

luas plot contoh dengan taraf uji α 5% (tα/2 = 0.025)

Kaidah keputusan ditentukan dengan menolak H0 jika t hitung ≥ t tabel pada

taraf uji α 5 % (Walpole 1982; Jhonson & Bhattacharyya 1987), yang berarti

bahwa kedua bentuk plot contoh, dan kedua luas plot contoh yang dibandingkan

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran-ukuran keanekaragaman spesies

Hasil pengukuran keanekaragaman spesies yang disajikan dalam bentuk

indeks, perlu dilihat untuk memastikan bahwa indeks yang dihasilkan

memberikan respon yang baik terhadap perubahan jumlah spesies. Berbagai

pendapat mengemukakan bahwa indeks hasil pengukuran masih belum sempurna

dan secara inheren memiliki kelemahan (Ludwig & Reynolds 1988; Van Dyke

2003). Dengan demikian, pemilihan indeks keanekaragaman menjadi penting

dalam pengukuran dan pengamatan keanekaragaman spesies.

Tingkat pancang

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tingkat pancang (Tabel 4)

menunjukkan bahwa indeks Margalef selalu memiliki nilai paling tinggi

dibandingkan dengan nilai indeks-indeks yang lain. Penambahan jumlah spesies

direspon dengan penambahan nilai indeks pada seluruh ukuran plot contoh kecuali

luas plot contoh 3 200 m2 oleh indek Margalef dan Menhinick untuk bentuk bujur

sangkar. Sedangkan untuk persegi panjang, Margalef, Menhinick dan

Shannon-Wiener turun pada luas plot contoh 3 200 m2. Nilai dari ketiga indeks turun

[image:49.595.115.515.525.742.2]

padahal jumlah spesies meningkat.

Tabel 4 Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang

Bentuk plot contoh

Luas (m2)

Rata-rata jumlah spesies

Rata-rata jumlah individu

Rata-rata indeks keanekaragaman Margalef Menhinick Simpson

Shannon-wiener

Bujur sangkar

50 9.13 15.94 3.00 2.31 0.80 1.93

100 19.19 35.00 5.12 3.40 0.89 2.63

200 30.44 66.88 6.97 3.69 0.92 3.02

400 42.94 112.63 8.82 4.15 0.94 3.35

800 64.31 197.38 11.92 4.55 0.96 3.70

1 600 66.56 316.63 11.39 3.74 0.96 3.72

3 200 66.69 444.31 10.77 3.16 0.96 3.72

Persegi panjang

50 7.50 10.13 2.98 2.38 0.82 1.90

100 13.07 18.19 4.15 3.05 0.88 2.39

200 22.75 39.81 5.91 3.62 0.91 2.81

400 31.00 62.06 7.76 3.92 0.93 3.11

800 47.56 122.06 10.28 4.57 0.95 3.50

1 600 64.25 195.00 12.06 4.65 0.96 3.74

3 200 64.31 354.50 10.82 3.43 0.96 3.72

(50)

Informasi diatas menunjukkan bahwa jumlah individu merupakan peubah

penting dalam transformasi nilai indeks keanekaragaman spesies. Penambahan

jumlah spesies yang diikuti dengan penambahan jumlah individu yang melebihi

proporsinya justru akan menurunkan nilai indeks yang dihasilkan.

Hubungan jumlah spesies dan jumlah individu bagi nilai indeks yang

dihasilkan (Tabel 5) menunjukkan bahwa indeks Margalef dan Menhinick nyata

(Pvalue = 0.00), sedangkan Simpson dan Shannon-Wiener tidak nyata untuk jumlah

individu (Pvalue = 0.199 dan Pvalue = 0.085). Koefisien variasi (R2) tertinggi untuk 2

peubah ini ditunjukkan oleh indeks Margalef (99.2%) dan indeks Simpson

menunjukkan nilai R2 paling rendah (82.2%).

Jumlah spesies terhadap nilai indeks nyata untuk indeks Margalef, Simpson

dan Shannon-Wiener (Pvalue = 0.00) dan tidak nyata untuk indeks Menhinick (Pvalue

= 0.015). Nilai R2 paling tinggi ditunjukkan oleh indeks Margalef (96.1%) dan

terendah oleh indeks Menhinick (40.2%). Sedangkan hubungan lain yang

dibangun yaitu nilai indeks yang dihasilkan dengan jumlah individu menunjukkan

bahwa jumlah individu tidak nyata (Pvalue > 0.00) untuk semua indeks, demikian

halnya dengan nilai R2≤ 75% menunjukkan bahwa persamaan matematis ini tidak

bisa digunakan, karena kurang dari 75% keragaman total nilai indeks dalam

contoh yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan jumlah individu

(Walpole 1982; Jhonson & Bhattacharyya 1987).

Tabel 5 Regresi nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang

Indeks keanekaragaman Regresi Pvalue

X1

Pvalue

X2 R

2

Margalef Y = 1.82 + 0.190x1 – 0.00886x2 0.00 0.00 0.992

Menhinick Y = 2.25 + 0.0640x1 – 0.00807x2 0.00 0.00 0.913

Simpson Y = 0.826 + 0.00283x1 – 0.000142x2 0.01 0.199 0.822

Shannon-Wiener Y = 1.90 + 0.0353x1 – 0.00139x2 0.00 0.085 0.943

Margalef Y = 2.44 + 0.142x1 0.00 0.961

Menhinick Y = 2.82 + 0.0203x1 0.015 0.402

Simpson Y = 0.836 + 0.00206x1 0.00 0.792

Shannon-Wiener Y = 2.00 + 0.0278x1 0.00 0.924

Margalef Y = 5.35 + 0.0186x2 0.001 0.619

Menhinick Y = 3.44 + 0.00120x2 0.432 0.052

Simpson Y = 0.879 + 0.000268x2 0.005 0.500

Shannon-Wiener Y = 2.56 + 0.00373x2 0.001 0.620

(51)

Pendekatan dengan menggunakan 2 peubah dan 1 peubah (jumlah spesies)

memberikan

Gambar

Gambar 2 Sketsa pembuatan plot contoh.
Gambar 3  Peta ketinggian TN. Kutai.
Gambar 4 Hubungan luas plot contoh tiap bentuk dengan delta spesies.
Tabel 4 Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang
+7

Referensi

Dokumen terkait