• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ARFAH ALAM GUNAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii

RINGKASAN

ARFAH ALAM GUNAWAN. D24101077. 2005. Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D.

Defisiensi atau ketidakcukupan energi merupakan defisiensi nutrisi yang sering terjadi dalam peternakan domba, begitu pula suplai energi yang berlebihan yang merupakan suatu pemborosan. Energi metabolis dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sehingga kebutuhan energi metabolis perlu diperhatikan dalam pakan yang diberikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kecukupan energi metabolis pakan domba Garut jantan pada fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor.

Penelitian ini mengamati domba Garut jantan fase pertumbuhan sebanyak 6 ekor milik peternakan Lesan Putra. Ransum yang diberikan selama penelitian adalah ransum yang diberikan di peternakan tersebut, yaitu rumput lapang dan ampas tahu. Kolekting data dilakukan setiap hari selama 21 hari. Data yang diperoleh dihitung dan data energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) akan dilihat hubungannya dengan pertambahan bobot badan (PBB) dengan menggunakan metode analisis regresi. Pertambahan bobot badan (PBB) hasil penelitian akan dibandingkan dengan PBB berdasarkan Eg yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS dan COSAC (1985) dan dengan standar PBB domba Garut fase pertumbuhan dengan menggunakan uji-t. Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, kecernaan pakan, pertambahan bobot badan (PBB), energi metabolis total dan PBB berdasarkan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg).

Konsumsi bahan kering rata-rata adalah sebesar 920,51±140,01 g/e/h dengan koefisien cerna dari bahan kering (KCBK) adalah rata-rata 65,98±3,15 % dan bahan organik (KCBO) adalah rata-rata sebesar 68,70±3,63 %. Energi metabolis yang dihasilkan selama penelitian adalah rata-rata 8,45±1,58 MJ/h. PBB hasil penelitian adalah rata-rata 73,73±17,40 g/e/h dan PBB menurut rekomendasi UKASTA, ADAS, COSAC (1985) dengan nilai Eg rata-rata 2,22±0,21 MJ adalah sebesar 146,06±12,24 g/e/h. PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan berdasarkan Oktaviani (1999) adalah 75,72 g/e/h; hasil uji-t menunjukkan bahwa PBB domba 2, 3, 4 dan 6 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan PBB standar, namun berbeda nyata dengan PBB domba 1 (P<0,05) dan domba 5 (P<0,01).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi metabolis dalam pakan domba Garut jantan fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra telah mencukupi kebutuhannya namun pemanfaatan energi metabolis tersebut tidak efisien, hal ini dapat dilihat dari PBB ternak domba selama penelitian dengan energi tersimpan yang ada belum memenuhi standar PBB yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS, COSAC (1985). Namun PBB ternak domba selama penelitian telah sesuai dengan PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan.

(3)

ABSTRACT

The Metabolizable Energy Sufficiency for Growth of Garut Finisher Ram Lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor

A. A. Gunawan and R. G. Pratas

The content of metabolizable energy (ME) of feed that fed to Garut finisher ram lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor were measured to study the energy sufficiency of the lambs. Six growth lambs were used in this experiment. The feed are natural grass and soybean meal curd. The trial on feed was 21 days. The faeces were collected everyday using the faeces collection bags that placed under the metabolism cages. The live weight gain (LWG) of the lamb were compared with the LWG that recommendated by UKASTA, ADAS, COSAC (1985) and also with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb using t-test. The parameters measured were feed intake, digestibility, metabolizable energy (ME), LWG and energy for gain (Eg). The result showed that the LWG standard for growth Garut lambs was 75.72 gram/day and was not significantly different (P>0.05) with the LWG of Garut lamb 2, 3, 4 and 6; but was significantly different with Garut lamb 1 (P<0.05) and 5 (P<0.01). The LWG rate of the experiment were 73.73±17.40 gram/day, while the LWG based on Eg 2.22±0.21 MJ were 146.06±12.24 gram/day. This result indicated that the lambs ME needs was sufficient, but the use of ME was not efficient. The lamb LWG of the experiment has appropriate with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb.

(4)

iv

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

ARFAH ALAM GUNAWAN

D24101077

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

Oleh

ARFAH ALAM GUNAWAN

D24101077

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005

Pembimbing Utama

Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D.

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc

Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

(7)

KATA PENGANTAR

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Masalah yang dapat timbul dalam peternakan domba adalah ketidakefisienan penggunaan energi oleh ternak dalam pakan yang diberikan baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi sehingga apabila berlebihan akan menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan sedangkan sebaliknya, jika kekurangan akan menyebabkan ternak tidak berproduksi optimal.

Skripsi yang berjudul “Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor” ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu solusi masalah di atas. Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan domba fase pertumbuhan untuk hidup pokok dan produksinya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sehingga pertambahan berat badannya optimum.

Proses pembuatan skripsi ini berlangsung melalui berbagai tahapan yang diuraikan pada bagian isi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi sebagai sumber referensi dan juga untuk kalangan peternak domba yang ingin memperoleh informasi tentang pemberian pakan yang cukup dan efisien dalam pemanfaatan kandungan nutrisinya, khususnya energi dalam pakan yang diberikan, oleh ternak domba khususnya domba Garut yang di pelihara di daerah Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2005

(8)
(9)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

UCAPAN TERIMAKASIH ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(10)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Rata-rata Bahan Makanan Penyusun Ransum ... 14

2. Komposisi Kimia Bahan Makanan ... 15

3. Konsumsi Rata-rata Zat Makanan ... 16

4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan ... 18

(11)

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ARFAH ALAM GUNAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

ii

RINGKASAN

ARFAH ALAM GUNAWAN. D24101077. 2005. Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D.

Defisiensi atau ketidakcukupan energi merupakan defisiensi nutrisi yang sering terjadi dalam peternakan domba, begitu pula suplai energi yang berlebihan yang merupakan suatu pemborosan. Energi metabolis dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sehingga kebutuhan energi metabolis perlu diperhatikan dalam pakan yang diberikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kecukupan energi metabolis pakan domba Garut jantan pada fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor.

Penelitian ini mengamati domba Garut jantan fase pertumbuhan sebanyak 6 ekor milik peternakan Lesan Putra. Ransum yang diberikan selama penelitian adalah ransum yang diberikan di peternakan tersebut, yaitu rumput lapang dan ampas tahu. Kolekting data dilakukan setiap hari selama 21 hari. Data yang diperoleh dihitung dan data energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) akan dilihat hubungannya dengan pertambahan bobot badan (PBB) dengan menggunakan metode analisis regresi. Pertambahan bobot badan (PBB) hasil penelitian akan dibandingkan dengan PBB berdasarkan Eg yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS dan COSAC (1985) dan dengan standar PBB domba Garut fase pertumbuhan dengan menggunakan uji-t. Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, kecernaan pakan, pertambahan bobot badan (PBB), energi metabolis total dan PBB berdasarkan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg).

Konsumsi bahan kering rata-rata adalah sebesar 920,51±140,01 g/e/h dengan koefisien cerna dari bahan kering (KCBK) adalah rata-rata 65,98±3,15 % dan bahan organik (KCBO) adalah rata-rata sebesar 68,70±3,63 %. Energi metabolis yang dihasilkan selama penelitian adalah rata-rata 8,45±1,58 MJ/h. PBB hasil penelitian adalah rata-rata 73,73±17,40 g/e/h dan PBB menurut rekomendasi UKASTA, ADAS, COSAC (1985) dengan nilai Eg rata-rata 2,22±0,21 MJ adalah sebesar 146,06±12,24 g/e/h. PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan berdasarkan Oktaviani (1999) adalah 75,72 g/e/h; hasil uji-t menunjukkan bahwa PBB domba 2, 3, 4 dan 6 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan PBB standar, namun berbeda nyata dengan PBB domba 1 (P<0,05) dan domba 5 (P<0,01).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi metabolis dalam pakan domba Garut jantan fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra telah mencukupi kebutuhannya namun pemanfaatan energi metabolis tersebut tidak efisien, hal ini dapat dilihat dari PBB ternak domba selama penelitian dengan energi tersimpan yang ada belum memenuhi standar PBB yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS, COSAC (1985). Namun PBB ternak domba selama penelitian telah sesuai dengan PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan.

(13)

ABSTRACT

The Metabolizable Energy Sufficiency for Growth of Garut Finisher Ram Lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor

A. A. Gunawan and R. G. Pratas

The content of metabolizable energy (ME) of feed that fed to Garut finisher ram lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor were measured to study the energy sufficiency of the lambs. Six growth lambs were used in this experiment. The feed are natural grass and soybean meal curd. The trial on feed was 21 days. The faeces were collected everyday using the faeces collection bags that placed under the metabolism cages. The live weight gain (LWG) of the lamb were compared with the LWG that recommendated by UKASTA, ADAS, COSAC (1985) and also with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb using t-test. The parameters measured were feed intake, digestibility, metabolizable energy (ME), LWG and energy for gain (Eg). The result showed that the LWG standard for growth Garut lambs was 75.72 gram/day and was not significantly different (P>0.05) with the LWG of Garut lamb 2, 3, 4 and 6; but was significantly different with Garut lamb 1 (P<0.05) and 5 (P<0.01). The LWG rate of the experiment were 73.73±17.40 gram/day, while the LWG based on Eg 2.22±0.21 MJ were 146.06±12.24 gram/day. This result indicated that the lambs ME needs was sufficient, but the use of ME was not efficient. The lamb LWG of the experiment has appropriate with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb.

(14)

iv

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

ARFAH ALAM GUNAWAN

D24101077

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT

JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN

LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS

KABUPATEN BOGOR

Oleh

ARFAH ALAM GUNAWAN

D24101077

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005

Pembimbing Utama

Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D.

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc

Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(16)

vi

RIWAYAT HIDUP

(17)

KATA PENGANTAR

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Masalah yang dapat timbul dalam peternakan domba adalah ketidakefisienan penggunaan energi oleh ternak dalam pakan yang diberikan baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi sehingga apabila berlebihan akan menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan sedangkan sebaliknya, jika kekurangan akan menyebabkan ternak tidak berproduksi optimal.

Skripsi yang berjudul “Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor” ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu solusi masalah di atas. Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan domba fase pertumbuhan untuk hidup pokok dan produksinya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sehingga pertambahan berat badannya optimum.

Proses pembuatan skripsi ini berlangsung melalui berbagai tahapan yang diuraikan pada bagian isi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi sebagai sumber referensi dan juga untuk kalangan peternak domba yang ingin memperoleh informasi tentang pemberian pakan yang cukup dan efisien dalam pemanfaatan kandungan nutrisinya, khususnya energi dalam pakan yang diberikan, oleh ternak domba khususnya domba Garut yang di pelihara di daerah Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2005

(18)
(19)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

UCAPAN TERIMAKASIH ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(20)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Rata-rata Bahan Makanan Penyusun Ransum ... 14

2. Komposisi Kimia Bahan Makanan ... 15

3. Konsumsi Rata-rata Zat Makanan ... 16

4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan ... 18

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak

Secara Umum ... 6 2. Kurva Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan

Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil

Penelitian ... 21 3. Kurva Protein Dapat Dicerna (Digestible amount of

Crude Protein/ DCP) dengan Pertambahan Bobot Badan

(22)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Analisis Sidik Ragam Hubungan Energi Tersimpan untuk

Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Berdasarkan Hasil Penelitian... 29 2. Uji-t Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan

Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut ... 29 3. Jumlah Zat Makanan dalam Feses ... 30 4. Jumlah Zat Makanan yang Dapat Dicerna ... 30 5. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil

Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang

Direkomendasikan UKASTA, ADAS, COSAC (1985) ... 31 6. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil

Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan akan hasil-hasil ternak seiring dengan peningkatan populasi penduduk, menuntut peternakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Populasi domba di Jawa Barat pada tahun 2003 adalah sebesar 3,438 juta ekor dengan peningkatan 0,63% per tahun selama lima tahun terakhir (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003).

Domba Garut merupakan salah satu jenis domba lokal yang terdapat di Indonesia. Domba Garut memiliki keunggulan dibandingkan dengan domba lokal lainnya, yaitu ukuran rangka yang cukup besar sehingga bobot badan yang dimiliki oleh domba Garut tersebut lebih besar. Selain itu jumlah anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran berkisar antara 2-3 ekor.

Peternakan Lesan Putra di kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor, merupakan salah satu peternakan yang memelihara domba Garut. Populasi domba Garut di peternakan tersebut sekitar 220 ekor. Tujuan utama pemeliharaan domba Garut di peternakan Lesan Putra selain sebagai domba aduan, yaitu adalah sebagai penghasil daging. Keberadaan domba Garut di kabupaten Bogor, khususnya di peternakan Lesan Putra, perlu dikembangkan agar dapat dihasilkan suatu produksi yang berkualitas tinggi, baik sebagai penghasil daging maupun sebagai domba aduan. Dalam upaya melestarikan keberadaan domba Garut tersebut, maka perlu diketahui informasi mengenai faktor-faktor terkait dalam usaha pemeliharaan domba Garut tersebut.

(24)

2 berkembang. Energi metabolis dalam pakan dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sehingga kebutuhan energi metabolis perlu diperhatikan dalam pakan yang diberikan.

Perumusan Masalah

Pencapaian produksi ternak yang optimum akan tercapai apabila ternak diberi pakan dalam jumlah yang cukup kandungan nutrisinya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kekurangan energi dalam pakan dapat memperlambat pertumbuhan dan membatasi produksi, dibandingkan bila kekurangan nutrisi selain energi seperti protein, mineral dan vitamin. Pemberian pakan dengan jumlah energi yang berlebihan dari yang dibutuhkan oleh ternak tidaklah efisien. Energi yang terdapat dalam pakan haruslah sesuai dengan kebutuhan domba khususnya di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor. Energi metabolis dalam pakan yang diberikan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor pada domba Garut jantan fase pertumbuhan harus dapat mencukupi kebutuhannya, baik untuk hidup pokok maupun produksi.

Tujuan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Garut

Menurut Devendra dan McLerory (1982), domba termasuk subfamili Caprinae dan famili Bovidae. Genus Ovis mencakup semua jenis domba, sedangkan

domba domestikasi termasuk ke dalam spesies Ovis aries. Menurut Mason (1980), ada tiga bangsa domba asli yang terdapat di pulau Jawa yaitu domba lokal Ekor tipis, domba Priangan dan domba Ekor Gemuk. Domba Priangan berasal dari Jawa Barat, yaitu kabupaten Garut dan sekitarnya, sehingga disebut juga domba Garut (Mulyono, 1999).

Domba Garut berasal dari Garut, Jawa Barat, dan merupakan persilangan dari domba Cape (Afrika) dengan domba lokal (Hardjosubroto dan Astuti, 1980). Namun Mason (1980) menyatakan bahwa domba Garut merupakan peranakan domba ekor gemuk. Menurut Mulyono (1999), berat domba Garut jantan dapat mencapai 60-80 kg dan berat domba Garut betina sekitar 30-40 kg. Selain itu domba Garut memiliki ciri-ciri daun telinga relatif kecil dan kokoh, bulunya cukup banyak, domba betina tidak bertanduk sedangkan domba jantan mempunyai tanduk yang besar, kokoh, kuat dan melingkar. Tujuan khusus pemeliharaan domba Garut yang sudah dikenal selain sebagai domba pedaging yaitu untuk memperoleh domba aduan.

Kebutuhan Pakan Ternak Domba

Pakan merupakan faktor esensial yang menentukan apakah kondisi maksimum didalam pertumbuhan dapat dicapai atau tidak, dan pakan yang optimal merupakan bagian yang memungkinkan dalam mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuan genetik ternak (Maynard et al.,1969). Ransum merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Keberhasilan dan kegagalan pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh ransum yang diberikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak peternak yang memberikan ransum pada ternak-ternaknya tanpa memperhatikan persyaratan kualitas, kuantitas dan teknik pemberian pakan, akibatnya pertumbuhan ataupun produktivitas ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya (Siregar, 1994).

(26)

4 mendukung pertumbuhan mereka di segala musim, karena kandungan nilai nutrisi pada pastura cenderung tidak tetap pada setiap musim (Ensminger, 1991). Bakrie (1996) mengemukakan bahwa hampir semua pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia di Indonesia berbentuk hijauan, terdiri dari rumput-rumputan, sisa-sisa hasil pertanian dan daun-daunan dari pohon. Selain itu jenis makanan ternak lain yang juga dikonsumsi termasuk semak belukar, rumput liar dan rempah-rempahan, juga batang dan daun pisang, dan daun bambu.

Hijauan pakan adalah bahan makanan yang dapat berupa rumput lapang, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan dan beberapa jenis leguminosa (kacang-kacangan), sedangkan konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein, seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak umumnya disebut makanan penguat atau bahan baku makanan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) kurang dari 18% dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993).

Djadjuli (1982) , menyatakan apabila kebutuhan ternak akan zat-zat makanan diperoleh dari hijauan, maka sebaiknya hijauan yang diberikan merupakan hijauan yang berkualitas tinggi, karena hijauan berkualitas tinggi umumnya palatabel, tidak bersifat bulky bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan mempunyai daya cerna tinggi serta memberikan energi yang lebih tinggi untuk setiap konsumsinya. Menurut Ensminger (1991), kualitas hijauan berpengaruh besar terhadap konsumsinya. Hijauan berkualitas tinggi lebih mudah dicerna dan melewati saluran pencernaan lebih cepat daripada hijauan berkualitas rendah; oleh karena itu, domba akan mengkonsumsinya lebih banyak.

(27)

dengan makanan yang berkualitas rendah. Menurut McDonald et al. (2002) faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah karakteristik pakan, faktor hewan dan lingkungan.

Kebutuhan Energi Ternak Domba

Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi dan termal) dan dapat diubah-ubah. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan- jaringan baru (Tillman et al., 1991). Menurut McDonald (2002), hewan memperoleh energi dari pakannya. Kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak (Anggorodi, 1990). Ensminger (1991) menyatakan bahwa kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena pengkonsumsian pakan dengan kualitas rendah.

Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Sumber utama energi adalah dari pastura (hijauan makanan ternak, hutan dan rumput atau tunas-tunas), hay, silase, pakan dari produk sampingan (byproduct) dan biji-bijian. Pastura, hay, silase atau pakan dari produk sampingan (byproduct) yang berkualitas bagus dapat digunakan sebagai makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi ternak secara ekonomis. Ensminger (1991) juga menyatakan bahwa kebutuhan energi domba sebagian besar dipenuhi oleh konsumsi dan pencernaan dari hijauan pastura, hay dan silase. Sumber energi menurut Parakkasi (1999) adalah karbohidrat, protein dan lemak.

Menurut Anggorodi (1990), penentuan kriteria energi yang umum adalah dalam bentuk energi bruto (Gross Energy/ GE), energi dapat dicerna (Digestible Energy/ DE), energi metabolis (Metabolizable Energy/ ME), energi netto (Net Energy/ NE) dan jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna (Total Digestible Nutrients/ TDN). Gambar 1. memperlihatkan hubungan antara berbagai nilai energi tersebut dan dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa energi yang dikonsumsi seekor ternak tidak semuanya dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh ternak tersebut.

(28)

6 untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara kelestarian hidup dan mempertahankan keutuhan alat-alat tubuh. Kebutuhan untuk produksi adalah energi diatas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi yang antara lain meliputi pertumbuhan.

Energi Total (Gross Energy/ GE)

Energi Feses Energi Tercerna (Faeces Energy/ FE) (Digestible Energy/ DE)

Energi Metabolisme Energi Urin, dan CH4 (Metabolizable Energy/ ME)

Energi Panas Energi Netto (Heat Increament) (Net Energy/ NE)

Energi Netto Energi Netto untuk Hidup Pokok untuk Produksi Gambar 1. Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak

Secara Umum

Sumber: Tillman et al., 1991

Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase petumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (NRC, 1985).

(29)

kering dan energi metabolis pada domba jantan yang diberi pakan hijauan lebih tinggi daripada domba jantan yang diberi pakan konsentrat.

Kebutuhan Protein Ternak Domba

Menurut Winarno (1992), protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga befungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia yaitu dalam bentuk protein kasar dan protein dapat dicerna. Protein dalam bahan makanan termasuk dalam zat-zat yang mengandung nitrogen. Untuk mengetahui kadar protein dari bahan makanan tersebut perlu ditentukan kadar nitrogennya secara kimiawi (Anggorodi, 1990). Siregar (1994) menyatakan bahwa kebutuhan protein ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan sebagian lagi dari protein pakan atau ransum yang lolos dari fermentasi didalam rumen (protein bypass).

Fungsi rumen telah berkembang pada umur 6-8 minggu menjadi suatu sistem kultur dari bakteri anaerob, protozoa dan fungi. Mikroorganisme rumen dapat menggunakan baik protein maupun nonprotein nitrogen untuk mensintesa protein mikrobial. Protein mikroba, bersama dengan protein pakan yang tidak tercerna, lewat dari rumen-retikulum melalui omasum ke abomasum dan usus halus dimana protein tersebut masuk kedalam proses pencernaan (NRC, 1985). Kuantitas protein dalam pakan lebih penting daripada kualitasnya bagi ruminansia, karena ruminansia bergantung pada populasi mikroba dalam rumen untuk menghasilkan asam amino dan vitamin yang dibutuhkan untuk produksi yang diinginkan. Mikroba rumen menggunakan nitrogen dari protein pakan dan nitrogen dari sumber nonprotein nitrogen untuk menyusun asam amino (Pond et al., 1995).

(30)

8 pokok, dan dipengaruhi oleh jenis kelamin, spesies dan genetik ternak. Persentase protein yang dibutuhkan dalam pakan merupakan yang tertinggi untuk ternak muda yang sedang tumbuh dan akan menurun secara berangsur-angsur sampai dewasa. Ketidakcukupan protein (Nitrogen atau asam amino) kemungkinan merupakan defisiensi zat makanan yang umum terjadi karena kebanyakan sumber energi yang digunakan dalam ransum rendah dalam kandungan proteinnya dan suplemen protein biasanya mahal (Pond et al., 1995), namun begitu menurut NRC (1985) kelebihan protein merupakan suatu sumber energi yang mahal dan tidak efisien. Pada saat pertumbuhan, seekor ternak membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh.

Kecernaan Zat Makanan

Kecernaan makanan didefinisikan sebagai proporsi atau jumlah makanan yang tidak diekskresikan kedalam feses dengan asumsi bahwa makanan tersebut diserap oleh hewan (McDonald, 2002). Selisih antara banyaknya zat makanan yang terkandung dalam feses dengan makanan yang dikonsumsi, menunjukkan jumlah zat makanan yang tinggal dalam saluran pencernaan dan diserap oleh saluran pencernaan ternak yang bersangkutan. Pada ternak ruminansia, proses pencernaan tidak saja dilakukan oleh aktivitas enzim yang diekskresikan saluran pencernaan, tetapi juga oleh aktivitas mikroorganisme rumen yang mampu merombak substansi pokok zat makanan yang tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan oleh dinding saluran pencernaan (Anggorodi, 1990).

(31)

merupakan proporsi konsumsi pakan yang diserap dari saluran pencernaan selain yang berasal dari sumber endogenous (Pond et al., 1995).

Tillman et al. (1991) mendefinisikan daya cerna sebagai bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses dan dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut dengan koefisien cerna. Menurut Maynard et al. (1969), ada dua metoda untuk menentukan koefisien cerna, yaitu metode koleksi total dan metode indikator, sedangkan pengukurannya dapat dilakukan secara in vitro, in vivo dan perhitungan berdasarkan analisa.

Pertumbuhan

Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan merupakan pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni.

(32)

10

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Bahan pakan yang digunakan dan feses dianalisis di Laboratorium Analisis Kimia, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut jantan fase pertumbuhan sebanyak 6 ekor milik peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Domba yang digunakan berumur 4-7 bulan dan mempunyai rataan bobot badan 15,17±1,99 kg.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu berbentuk panggung dan terbuat dari kayu dengan ukuran panjang kandang 120 cm, lebar 60 cm dan tinggi 140 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makan dan penampung feses yang terbuat dari kain kassa yang diletakkan di bawah alas kandang. Peralatan lain yang digunakan adalah alat timbang domba dan rumput merek Presica, alat timbang feses merek Tanita, kertas label, kantong plastik dan lain- lain.

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang biasa diberikan oleh peternakan Lesan Putra yaitu rumput lapang dan ampas tahu. Pada saat penelitian tidak dilakukan pra penelitian dimana ternak dibiasakan dengan ransum penelitian karena dalam penelitian ini ransum yang digunakan adalah dari jenis ransum yang sama dengan ransum sebelum penelitian dilakukan.

(33)

Metode

Prosedur

Penimbangan pakan dilakukan setiap hari pada pagi hari dan konsumsi ransum dapat diketahui dengan menimbang pakan sisa yang dilaksanakan pada pagi hari berikutnya selama 21 hari.

Penimbangan bobot badan dilakukan setiap hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan selama 21 hari.

Pengukuran kecernaan zat makanan dilakukan secara in vivo dengan metode koleksi total selama 21 hari.

Penimbangan feses dilakukan setiap hari, feses yang telah ditampung kemudian ditimbang, setelah itu dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditimbang kembali. Setelah ditimbang feses diambil sebanyak 10% dari berat kering matahari lalu dimasukkan ke dalam plastik, kemudian diikat. Plastik berisi feses dimasukkan ke dalam kaleng yang ditutup rapat dan disimpan didalam kulkas. Hal ini dilakukan setiap hari selama 21 hari. Setelah 21 hari, contoh feses tersebut dikomposit, kemudian diambil sampel untuk dianalisa proximat.

Parameter yang Diukur

1. Pertambahan Bobot Badan (g/h)

Pertambahan bobot badan ternak domba dapat diketahui dengan cara menimbang ternak tersebut setiap hari selama 21 hari pada masa penelitian.

2. Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan (%BK)

Kandungan zat makanan bahan pakan dapat diketahui melalui Uji Proksimat tiap jenis bahan pakan.

3. Jumlah Zat Makanan yang Dikonsumsi per Hari (g/h)

Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi per hari dikalikan dengan kadar zat makanan yang terkandung dalam makanan tersebut.

4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan

Koefisien cerna dapat dihitung berdasarkan rumus, D = I – F x 100

I Keterangan:

(34)

12 I = Jumlah Konsumsi Zat Makanan

F = Jumlah Zat Makanan Dalam Feses

Parameter yang Dihitung

1. Energi Metabolis (ME)

ME dapat dilihat dari zat makanan yang dapat dicerna.

ME (MJ) = 0,015 DCP + 0,034 DEE + 0,013 DCF + 0,016 DNFE (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985)

Keterangan:

DCP : Digestible amount of crude protein (Protein Kasar) (gram) DEE : Digestible amount of ether- ekstrak (Lemak Kasar) (gram) DCF : Digestible amount of crude fiber (Serat Kasar) (gram) DNFE : Digestible nitrogen free- ekstrak (Beta- N) (gram) 2. Konsentrasi Energi dalam Ransum (M/D)

Besarnya konsentrasi energi dalam ransum dapat diketahui dengan cara: M/D (MJ) = ME/BK

Keterangan:

ME : Energi metabolis (MJ) BK : Bahan kering ransum (kg)

3. Kebutuhan Energi Metabolis untuk Hidup Pokok

Kebutuhan energi metabolis untuk hidup pokok dapat diketahui dengan rumus: MEHP (MJ/hari) = 1,2 + 0,13W (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985) Keterangan:

MEHP : Kebutuhan energi untuk hidup pokok (MJ/hari) W : Bobot badan (kg)

4. Energi Metabolis Tersedia untuk Produksi (MEP)

Energi metabolis tersedia untuk produksi adalah energi yang digunakan untuk produksi, dapat diketahui dengan cara:

MEP = M/D - MEHP Keterangan:

M/D : Konsentrasi energi dalam ransum (MJ)

(35)

5. Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan

Energi tersimpan untuk pertumbuhan dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Eg = MEP x 0,0414 x M/D (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985) Keterangan:

Eg : Energi yang disimpan untuk pertambahan bobot badan (MJ/hari) MEP : Energi Metabolis Tersedia untuk Produksi (MJ)

M/D : Konsentrasi energi dalam ransum (MJ)

6. Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan Nilai Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan

Pertambahan bobot badan berdasarkan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan, dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Log10LWG = 0,9 x Log10Eg - 0,0036W + 1,91 Keterangan:

LWG : Pertambahan bobot badan (gram/hari) Eg : Energi tersimpan untuk pertumbuhan (MJ) W : Bobot badan (kg)

Analisis Data

(36)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Peternakan Lesan Putra

Peternakan Lesan Putra berlokasi di belakang perumahan Taman Pagelaran Ciomas, Desa Padasuka, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Peternakan ini mempunyai luas lahan sekitar lima hektar, dimana sekitar 1,5 hektar luas lahannya digunakan untuk peternakan dan rumah karyawan, sedangkan selebihnya digunakan sebagai lahan pertanian (bibit tanaman). Peternakan Lesan Putra terletak 250 km diatas permukaan laut dan keadaan topografi tergolong dataran rendah dengan suhu lingkungan berkisar antara 25-30 oC dan kelembaban (RH) 80-85 % serta curah hujan rata-rata 2200 mm per tahun.

Ransum yang biasa diberikan di peternakan ini adalah berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa campuran dari rumput lapang, rumput gajah, semak belukar dan lain-lain dengan rasio berturut-turut adalah 75%; 5%; 9,5% dan 10,5%; sedangkan konsentrat yang diberikan hanya satu jenis yaitu ampas tahu. Peternakan Lesan Putra memiliki kebun rumput yang sempit sehingga tidak dapat mencukupi suplai rumput untuk kebutuhan domba tiap harinya, maka untuk mengatasi hal tersebut, peternakan ini mengambil rumput dari lingkungan di sekitar peternakan. Hijauan dan konsentrat diberikan begitu saja tanpa perlakuan khusus.

Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian ampas tahu dilakukan pada pagi hari, sedangkan hijauan baru diberikan pada siang hari dan sore hari. Komposisi rata-rata hijauan dan konsentrat penyusun ransum yang diberikan di peternakan Lesan Putra dapat dilihat pada Tabel 1.

(37)

Konsumsi Zat Makanan

Ransum yang diberikan di peternakan Lesan Putra didominasi oleh hijauan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1, dengan hijauan sebagian besar berupa rumput lapang (75%). Wiradarya (1989) mengemukakan bahwa bahan makanan pokok yang paling banyak diberikan pada ternak domba dan kambing di Bogor adalah rumput lapang. Hal ini sangat tepat karena menurut Sumoprastowo (1980), rumput memegang peranan penting dalam pakan ternak dan dapat diberikan dalam jumlah besar. Namun Sumoprastowo (1980) juga mengemukakan bahwa kualitas rumput lapang di Indonesia pada umumnya rendah, karena rumput tersebut tumbuh tanpa perawatan dan pemupukan.

Pemberian pakan konsentrat dilakukan untuk mendapatkan komposisi ransum yang baik sehingga domba yang dipelihara mengalami pertumbuhan yang baik. Menurut Ensminger (1991), konsentrat mempunyai nilai nutrisi yang tinggi. Pemberian konsentrat berupa ampas tahu diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan yang diberikan.

Kualitas pakan yang diberikan pada ternak dapat dilihat dari komposisi kimia pakan tersebut. Komposisi kimia ransum yang diberikan pada domba di peternakan Lesan Putra diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Bahan Makanan

Zat Makanan Bahan Makanan Bahan

Kering Sumber: Hasil Analisa di Laboratorium Analisis Kimia, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian

Bogor, 2005

(38)

16 kasar rendah yaitu 10,53% dari BK. Hal ini menyebabkan angka manfaat protein dari hijauan tersebut rendah.

Konsentrat berupa ampas tahu yang diberikan memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi yaitu 33,68% BK (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 1, konsumsi ampas tahu rata-rata adalah 160,16 g BK/e/h dengan jumlah pemberian segar setiap harinya adalah sebesar 1,5 kg/e/h. Ampas tahu yang diberikan setiap harinya selalu dihabiskan oleh ternak domba. Morrison (1948) mengemukakan bahwa apabila suatu ransum memiliki komposisi kimia yang baik, maka semakin banyak pula ternak mengkonsumsi ransum tersebut.

Tabel 3. Konsumsi Rata- Rata Zat Makanan Zat Makanan NRC (1985) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi bahan kering ransum untuk domba adalah 5 % dari bobot badan. Tabel 3 menunjukkan tingkat konsumsi BK yang tinggi untuk domba dengan bobot badan rata 15,17±1,99 kg, yaitu rata-rata 920,51±140,01 g/e/h atau sekitar 6% dari bobot badan. Rataan konsumsi bahan kering penelitian ini lebih tinggi dari kisaran yang direkomendasikan oleh standar yang berlaku. Menurut Pond et al. (1995), konsumsi BK untuk semua ternak muda biasanya lebih besar per unit bobot badan selama masa awal kehidupannya dibandingkan dengan periode-periode selanjutnya.

(39)

konsumsi pakan adalah rasa, bau, tekstur fisik dan komposisi kimia pakan yang diberikan. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa konsumsi bahan kering (BK) ransum cukup tinggi yaitu sekitar 920,51±140,01 g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang diberikan palatabel bagi ternak domba. Tingginya serat kasar (SK) hijauan yang diberikan (Tabel 2) bukanlah suatu permasalahan karena domba mampu mencerna serat kasar. Arora (1989) mengemukakan bahwa ternak ruminansia mampu mengkonsumsi bahan makanan yang kaya serat kasar dan mampu memecahnya menjadi produk yang dapat diasimilasi didalam rumen. Selain itu pemberian konsentrat berupa ampas tahu juga dapat meningkatkan konsumsi. Ampas tahu mempunyai bau yang harum, tekstur fisik yang lembut karena kadar airnya yang tinggi dan komposisi kimia yang baik (Tabel 2). Ampas tahu yang diberikan di peternakan Lesan Putra adalah dalam bentuk segar, hal ini sangat baik karena semakin lama ampas tahu disimpan maka kandungan asamnya akan semakin tinggi sehingga tidak baik bagi ternak. Duljaman (2004) melaporkan bahwa pemberian ampas tahu kepada domba sapihan yang pakan utamanya rumput dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, TDN, keefisienan penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup.

(40)

18 dalam rumen dan pergerakan makanan dalam saluran pencernaan serta status fisiologi hewan.

Koefisien Cerna Semu Zat Makanan

Pond et al. (1995) mengemukakan bahwa kecernaan semu zat makanan menunjukkan perbedaan antara jumlah yang diserap dan jumlah yang terdapat dalam feses. Tabel 4 menunjukkan nilai koefisien cerna yang berbeda-beda untuk setiap domba walaupun berasal dari jenis yang sama, menurut Ensminger (1991) hal ini disebabkan karena variasi antar individu ternak, cara pengolahan pakan dan frekuensi pemberian pakan.

(41)

bahwa bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai koefisien cerna zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi.

Nilai-nilai koefisien cerna seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4, memperlihatkan nilai-nilai koefisien cerna yang relatif tinggi walaupun kandungan serat kasar hijauan dalam ransum cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena selain hijauan, peternakan Lesan Putra juga memberikan konsentrat pada ternaknya yang berupa ampas tahu. Pakan konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang tinggi sehingga akan mengakibatkan gerakan laju makanan dalam saluran pencernaan menjadi cepat sehingga dapat meningkatkan konsumsi. Menurut Anggorodi (1990), jika dalam suatu bahan makanan terkandung protein kasar dan lemak kasar yang tinggi sedangkan serat kasar rendah maka koefisien cerna dari bahan makanan tersebut akan semakin tinggi. Chandramoni et al. (2001) dalam penelitiannya menunjukkan KCBK dan KCBO yang tinggi pada domba yang diberi pakan 70% konsentrat dan 30% hijauan, yaitu sekitar 58,6-68,3 untuk KCBK dan 61,8-72,2% untuk KCBO.

Kecukupan Energi Metabolis

Energi metabolis (Metabolizable Energy/ ME) adalah bagian energi makanan yang digunakan untuk berbagai proses metabolis didalam tubuh, yaitu pembentukan jaringan tubuh atau produk ternak dan produksi panas. Energi metabolis yang dihasilkan memiliki nilai yang bervariasi karena nilai energi metabolis tergantung pada ternak itu sendiri.

Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata energi metabolis yang dihasilkan, yaitu sebesar 8,45±1,58 MJ/h dengan rata-rata bobot badan (BB) ternak domba sebesar 15,92±2,03 kg., sedangkan menurut NRC (1985) kebutuhan energi termetabolisasi seekor domba dengan bobot badan antara 10-20 kg adalah 1,4-2,9 Mkal/h atau 5,86-12,14 MJ/h. Hal ini berarti energi metabolis yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut telah memenuhi kebutuhan energi metabolis menurut standar NRC (1985).

(42)

20 sebesar 3,27±0,26 MJ/h, jadi nilai tersebut masih berada pada kisaran nilai kebutuhan energi metabolis untuk hidup pokok menurut Gough (1975). Nilai rata-rata konsentrasi energi dalam bahan kering ransum (M/D) dalam ransum penelitian adalah 9,13±0,43 MJ, sehingga energi metabolis yang masih tersedia untuk produksi (MEP) adalah 5,87±0,33 MJ. Energi yang tersisa untuk produksi tersebut sebagian digunakan untuk pertumbuhan. Nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) adalah sebesar 2,22±0,21 MJ.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Energi Metabolis (ME), Konsentrasi Energi dalam Ransum (M/D), Energi Metabolis untuk Hidup Pokok (MEHP), Energi Metabolis Tersedia untuk Pertumbuhan (MEP), Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Keterangan : 1. Berdasarkan Hasil Penelitian

2. Berdasarkan Rekomendasi dari UKASTA, ADAS, COSAC (1985)

(43)

y = 78,276x - 100,22

Hasil Penelitian Linear (Hasil Penelitian)

Gambar 2. Kurva Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian Hubungan antara energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) dengan pertambahan bobot badan (PBB) mengikuti persamaan regresi y = 78,276x – 100,22 (Gambar 2). Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa PBB hasil penelitian cenderung meningkat dengan adanya pertambahan nilai Eg. Hubungan antara Eg dan PBB bernilai positif dengan Eg minimum sebesar 1,3 MJ (x • 1,3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Eg berpengaruh sangat nyata (r = 96,09%; P<0,01) terhadap PBB.

Perbedaan nilai pertambahan bobot badan hasil penelitian dengan rekomendasi UKASTA, ADAS, COSAC (1985) diduga disebabkan karena faktor genetik. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain makanan, breeding dan jenis kelamin. Mcleod dan Baldwin (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi makan 75% konsentrat tumbuh lebih cepat dan lebih efisien daripada domba yang diberi makan 75% hijauan. Selain itu lingkungan juga berpengaruh terhadap kebutuhan energi domba, yang nantinya berpengaruh terhadap laju pertumbuhan domba tersebut (NRC, 1985).

Pertambahan bobot badan (PBB) ternak domba penelitian rata-rata adalah 73,73±17,40 g/e/h. Dengan menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa pertambahan bobot badan domba 2, 3, 4 dan 6 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan pertambahan

(44)

22 bobot badan domba Garut fase pertumbuhan yang dilaporkan oleh Oktaviani (1999), yaitu 75,72 g/e/h, kecuali untuk domba 1 (P<0,05) dan domba 5 (P<0,01). Pertambahan bobot badan domba 1 adalah 94,76 g/e/h, lebih tinggi dibandingkan PBB standar, sedangkan PBB domba 5 lebih rendah dibandingkan PBB standar, yaitu 44,29 g/e/h. Perbedaan pertambahan bobot badan domba 1 dan 5 dengan pertambahan bobot badan standar dapat disebabkan oleh faktor individu ternak tersebut.

Menurut Morrison (1948), protein yang dapat dicerna adalah protein yang dikandung dalam bahan makanan dikurangi protein yang terdapat dalam feses. Protein dapat dicerna selanjutnya akan menentukan besarnya energi metabolis yang akan digunakan untuk pertumbuhan (Lampiran 4).

y = 0,0564x3 - 13,548x2 + 1078x - 28353

Hasil Penelitian Polinomial (Hasil Penelitian)

Gambar 3. Kurva Protein Dapat Dicerna (Digestible amount of Crude Protein/ DCP) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian

(45)
(46)

24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Energi metabolis dalam pakan domba Garut jantan fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra telah mencukupi, namun pemanfaatan energi metabolis tersebut tidak efisien sehingga 99,99 % domba penelitian mempunyai pertambahan bobot badan (PBB) dibawah PBB yang direkomendasikan UKASTA, ADAS, dan COSAC (1985). Namun 45,62 % domba penelitian telah mempunyai PBB sesuai dengan PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan.

Saran

1. Manajemen pemberian pakan dan pemeliharaan ternak domba Garut di peternakan Lesan Putra perlu ditingkatkan sehingga dapat diperoleh produksi yang optimal.

(47)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan selaku Dosen Pembimbing Utama atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi, Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MS. MSc sebagai Pembimbing Akademik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Peternakan IPB, Ir. Lilis Khotijah, Msi. selaku panitia dan penguji seminar, Dr. Despal, Spt., M.Sc.Agr dan Dr. Ir. Tantan R. Wiradarya selaku komisi penguji sidang. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada keluarga: Papah, Mamah, Tante Cici, Musa, Indah serta adik- adikku atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada pihak Lesan Putra (Bapak Ateng, Mang Yanto, Wawan, Mamat, Abah dan Ema) atas bantuan, dukungan dan kerjasama yang baik selama penelitian; kepada Fadj’ri Muhammad atas segala bantuan, semangat dan doa yang diberikan; kepada teman-teman yang telah membantu penelitian ini : Audy, Wanda, Meta, Nila dan para sahabat (Nola, Tie, Heppy, Ito, Pram, Lanie, Rival, Dani, Depok) yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penelitian; kepada Mahda, Yayuk, Funny, Citra dan Reo atas perhatian dan persahabatannya; kepada Ida atas kebersamaannya selama sidang; dan kepada semua rekan seperjuangan di Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak angkatan 38, kost Joglo, dan teman-teman Fakultas Peternakan yang lainnya atas persahabatan dan kebersamaannya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak yang telah memberikan bantuan namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2005

(48)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. P.T. Gramedia, Jakarta.

Arora, S. R. 1989. Pencernaan mikroba pada ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bakrie, B. 1996. Feeding Management of Ruminant Livestock in Indonesia. In: B. Bakrie, J. Hogan, J. B. Liang, A. M. M. Tareque and R. C. Upadhyay (Editor). Ruminant Nutrition and Production in The Tropics and Subtropics. Australian Center for International Agricultural Research, Canberra.

Chandramoni, S. B. Jadhao, C. M. Tiwari, N. Haque, Murarilal and M. Y. Khan. 2001. Energy metabolism and methane production in faunated and defaunated sheep fed diets with same concentrate to roughage ratio (70:30) but varying in composition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (9): 1238-1244. Chikagwa, S. K., M. Blummel, J. P. Mtimuni and J. Banda. 1999. Voluntary intake

of maize stover supplemented by urea lick in Dorper and local Malawi sheep. UNISWA J. Agric. 8: 44-49.

Church, D. C. 1991. Livestock Feeds and Feeding. 3rd Edition. Prentice Hall Inc., New Jersey.

Cole, H. H. and M. Ronning. 1970. Animal Agriculture. W. H. Freeman and Co., San Francisco.

Devendra, C. and G.B. McLeroy. 1982. Goats and Sheep Production in The Tropics. 1st Edition. Longman Group Ltd., London.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan Tahun 2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.

Djadjuli, M. 1982. Perbandingan nilai gizi untuk empat macam hijauan pada ternak domba. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.

Duldjaman, M. 2004. Penggunaan ampas tahu untuk meningkatkan gizi pakan domba lokal. Media Peternakan. 27 (3): 107-110.

Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Edition. Interstate Publishers Inc., Danville, Illinois.

Finegan, E. J., J. G. Buchanan-Smith and B. W. McBride. 2001. The role of gut tissue in the energy metabolism of growing lambs fed forage or concentrate diets. British J. Nutrition. 86: 257-264.

Gough, H.C. 1975. Energy Allowences and Feeding System For Ruminants. Technical Bulletin 35. Ministry of Agriculture, Fishering and Food Department of Agriculture For Northern Ireland, Ireland.

(49)

Mason, I. L. 1980. Profilic Tropical Sheep. In: FAO of The United Nations (Editor). Southeast Asia The Profilic Sheep of Java. Food Agricultural Organization (FAO) Animal Production and Health Paper, Rome. 17: 65-76.

Maynard, L. A., J. K. Loosli, H. F. Hintz and R. E. Warner. 1969. Animal Nutrition. 7th Edition. Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd., New Delhi.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Prentice Hall, London.

McLeod, K. R. and R. L. Baldwin. 2000. Effects of diet forage: concentrate ratio and metabolizable energy intake on visceral organ growth and in vitro oxidative capacity of gut tissues in sheep. J. Anim. Sci. 78 (3): 760-770.

Morrison, F. B. 1948. Feeds and Feeding. 21th Edition. The Morrison Publishing Company, New York.

Mulyono, S. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C.

Oktaviani, I. 1999. Kecukupan energi metabolis pakan domba Garut jantan pada fase pertumbuhan di desa Sukawargi kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumoprastowo, R. M. 1980. Beternak Kambing yang Berhasil. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. UKASTA, ADAS, COSAC. 1985. Prediction of The Energy Value of Compound

Feeds. Report of UKASTA, ADAS, COSAC. Working Party. United Kingdom Agricultural Suppliers and Traders Association, London.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wiradarya, T. R. 1989. Respon ternak domba dan kambing terhadap peningkatan

(50)

28

(51)

Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Hubungan Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian

ANOVA REGRESI

Sumber keragaman db JK KT F F0.05 F0.01

Regresi 1 1398,30 1398,30 48,14 7,71 21,2

Error 4 116,18 29,04

Total 5 1514,47

Lampiran 2. Uji-t Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut

Domba Pbb (g/e/h)

1 94,76*

2 77,14tn

3 85,71tn

4 66,67tn

5 44,29**

6 73,81tn

S1) 75,72tn

Keterangan: * = Berbeda nyata ** = Berbeda sangat nyata tn = Tidak berbeda nyata

S = Pbb standar domba Garut Jantan Fase Pertumbuhan 1)

Sumber: Oktaviani (1999)

SD = 5,96 BNT 5% = 16,57 BNT 1% = 27,46

(52)

30 Lampiran 3. Jumlah Zat Makanan Dalam Feses

Zat Makanan Sumber: Hasil Analisa di Laboratorium Analisis Kimia, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut

Pertanian Bogor, 2005

Lampiran 4. Jumlah Zat Makanan yang Dapat Dicerna

Domba DCP DEE DCF DNFE Keterangan: DCP : Digestible amount of crude protein (Protein Kasar) (gram)

(53)

Lampiran 5. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang Direkomendasikan UKASTA, ADAS, COSAC (1985)

µ= 73,73 S= 146,06

Keterangan: S = Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang Direkomendasikan UKASTA, ADAS, COSAC (1985)

µ = Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian

S – SD = 133,82 S + SD = 158,3

S – SD - µ = 60,09 SD = 12,24 Unit SD = 4,91

Area Sebaran Normal = 0,4999 Area dibawah kurva = 49,99 %

Area < S = 99,99 % Area Masuk S = 0,01 %

Lampiran 6. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut

µ= 73,73 S1= 75,72

Keterangan: S = Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut µ = Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian 1)

Sumber: Oktaviani (1999)

S - µ = 1,99 SD = 17,40 Unit SD = 0,11

Area Sebaran Normal = 0,0438 Area dibawah kurva = 4,38 %

Gambar

Gambar 1.  Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak Secara Umum                         Sumber: Tillman et al., 1991
Tabel 1.  Komposisi Rata-rata Bahan Makanan Penyusun Ransum
Tabel 2.  Komposisi Kimia Bahan Makanan
Tabel 3.  Konsumsi Rata- Rata Zat Makanan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bila dibandingkan berdasarkan konversi clan selcktivitas secara keseluruhan dari kedua katalis tersebut maka katalis Cu-Zn-Al2/y-Al 2 0 3 katalis dengan kandungan Cu

dengan posisi tangan terbuka telapaknya kemudian baru menggerakkan jari secara acak, membuat membuat bentuk gerakan tangan menggenggam, memperagakan tangan mengambil

Berdasarkan kepada model kajian di atas, kajian ini melihat perhubungan antara pembolehubah tidak bersandar iaitu yang pertama adalah faktor organisasi iaitu struktur

Ancaman yang harus diatasi serta diminimalisasikan oleh pihak PT. Samekarindo Indah agar paradigma masyarakat dapat berubah sehingga masyarakat percaya akan kualitas

“Studi Deskriptif Tentang Keterampilan Belajar Penyetelan Karburator Bagi Siswa Tuna Rungu di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Kota Bandung Departemen Pendidikan

yang semula direncanakan pada tanggal 13 Nopember 2009 ditunda. paling lambat sampai tanggal30

LANGUAGE AND ARTS EDUCATION OF THE INDONESIA UNIVERSITY OF EDUCATION AS PARTIAL FULFILLMENT OF THE REQUIREMENTS FOR SARJ ANA SASTRA DEGREE Univeristas Pendidikan Indonesia

[r]