• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR P106-P107

(Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25)

JALAN BEBAS HAMBATAN TANJUNG PRIOK

SEKSI E2-A TERHADAP BEBAN GEMPA

YESY RATNA SARI

F44090005

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Yesy Ratna Sari

(4)

YESY RATNA SARI. Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa. Dibimbing oleh ERIZAL dan MUHAMMAD FAUZAN.

Mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang sangat aktif, ketahanan struktur termasuk juga struktur jalan tol, terhadap gempa menjadi sebuah hal yang perlu diperhitungkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok seksi E2-A terhadap beban gempa, dengan mengacu pada Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 menggunakan metode respon spektrum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas nominal struktur baik pada slab, girder, pierhead, dan pier aman terhadap pembebanan ultimit yang telah memasukkan faktor gempa. Jumlah kebutuhan tendon pada girder diperoleh sebanyak 125 tendon ( 98.7 mm2) dan pier head sebanyak 558 tendon ( 138.7 mm2). Pada

slab digunakan tulangan lentur D19-150. Tulangan geser girder digunakan D22-132.5 pada area tumpuan dan D13-150 pada area lapangan. Pada pier head

digunakan tulangan lentur D32 dan tulangan geser D16. Hasil analisis pier

menggunakan program PCA Col menunjukkan kapasitas pier mampu menahan kombinasi beban yang terjadi, sehingga struktur pier aman terhadap beban gempa. Kata kunci: : infrastruktur, jembatan, tendon, gempa, momen

ABSTRACT

research is to analyze the structure of fly over P106-P107 (Sta. 7 +388.50 ~ Sta. 7 +424.25) at Tanjung Priok Access Road section E2-A under earthquake loads based on Peta Hazard Gempa Indonesia 2010, using response spectrum method. Based on the result of this research, is obtained that for slab, girder, pier head, and pier structure are safed under earthquake loads. The amount of tendon needs for the girder is 125 tendons ( 98.7 mm2) and for the pier head is 558 tendons ( 138.7 mm2). For slab, is used flexural reinforcement D19-150. The shear reinforcement for girder is used D22-132.5 at pedestal area and D13-150 at field area. For pier head is used flexural reinforcement D32 and shear reinforcement D16. The result analysis of pier using software PCA Col showed that the pier capacity is strong enough to endure loading combinations, so the pier structure is safed under earthquake loads.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS STRUKTUR P106-P107

(Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25)

JALAN BEBAS HAMBATAN TANJUNG PRIOK

SEKSI E2-A TERHADAP BEBAN GEMPA

YESY RATNA SARI

F44090005

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A

terhadap Beban Gempa Nama : Yesy Ratna Sari

NIM : F44090005

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Erizal, M.Agr

Muhammad Fauzan, S.T, M.T

Diketahui oleh

Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Yudi Chadirin, STP, M.Agr

(8)
(9)

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

Dengan telah selesainya penelitian dan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing pertama yang telah senantiasa memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi serta dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Muhammad Fauzan, S.T, M.T sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan ilmu dalam bidang struktur jembatan serta memberikan kesempatan dan pengalaman bekerja sebagai tim di MFA.

3. Sutoyo, STP, MSI, sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat bermanfaat.

4. Staf laboratorium dan tata usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan yang telah banyak membantu dalam bidang administrasi dan perkuliahan. 5. Kedua orang tua beserta keluarga yang selalu mendukung dan memberikan

semangat kepada penulis.

6. Teman-teman satu bimbingan dan satu tim : Sisca, Fahril, Hafiz, Qori, Rafdi, dan Anti, serta seluruh SIL 46 yang senantiasa menyemangati dan menginspirasi satu sama lain.

7. Teman-teman SIL 45 yang telah banyak memberi masukan, serta teman-teman SIL 47 atas kerja sama dan kebersamaannya.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, Februari 2014

(10)

DAFTAR TABEL i

Beton Prategang (PrestressedConcrete) 3

Standar Perencanaan Jembatan 5

Pembebanan Pada Jembatan 5

Desain dan Perhitungan Balok dan Kolom 12

Software CSI Bridge dan PCA Col 14

Hasil Gaya Dalam (InternalForce) 30

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Berat Jenis untuk Beban Mati (kN/m3) 6 Tabel 2. Faktor Beban Akibat Beban Angin 8

Tabel 3. Koefisien Seret 8

Tabel 4. Penentuan Kelas Situs Tanah 9

Tabel 5. Nilai Koefisien Fa 10

Tabel 6. Nilai Koefisien Fv 10

Tabel 7. Kombinasi Pembebanan 23

Tabel 8. Kombinasi Beban “D” Arah Longitudinal Jembatan 26

Tabel 9. Perhitungan Nilai 28

Tabel 10. Akselerasi Spektrum Gempa Wilayah Jakarta 30

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan Sekitarnya untuk

Magnituda M ≥ 5 yang Dikumpulkan dari Berbagai Sumber dalam

Rentang Waktu 1900-2009 1

Gambar 2. Contoh Struktur Sebuah Jembatan 3

Gambar 3. Konsep Perbedaan Beton Bertulang (Reinforced Concrete) dan

Beton Prategang (Prestressed Concrete) 4

Gambar 4. Desain Respon Spektrum 16

Gambar 5. Peta Respon Spektra Percepatan 0.2 Detik (SS) di Batuan Dasar

(SB) untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun 11

Gambar 6. Peta Respon Spektra Percepatan 1.0 Detik (S1) di Batuan Dasar

(SB) untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun 11

Gambar 7. Areal Aoh 13

Gambar 8. Denah Lokasi Proyek yang Ditinjau 15

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian 17

Gambar 10. Layout Line Struktur FlyOver 18

Gambar 11. Input Material dan Penampang PCU Girder 19

Gambar 12. Penampang Superstruktur Jembatan 19

Gambar 13. Jenis Perletakan 20

Gambar 14. Input Kombinasi Pembebanan 20

Gambar 15. Input Respon Spektrum Wilayah Jakarta 21

Gambar 16 Akibat Kombinasi Pembebanan 21

Gambar 17. Pemodelan Struktur FlyOver 22

Gambar 18. Tampak Depan Struktur Fly Over 22

Gambar 19. Tampak Samping Struktur Fly Over 22

Gambar 20. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kiri 25 Gambar 21. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kanan 25

Gambar 22. Input Beban Truk “T” 26

Gambar 23. Input Pengaruh Temperatur 27

Gambar 24. Proyeksi Tumbukan pada Pier Terhadap Sumbu X dan Sumbu Y 27

Gambar 25. Peta Gempa untuk wilayah Jakarta; 29

Gambar 26. Grafik Respon Spektrum Wilayah Jakarta Berdasarkan Peta Hazard

(12)

Gambar 28. Hasil Gaya Dalam Akibat Kombinasi Pembebanan ULS-5I 31

Gambar 29. Deformasi yang Terjadi pada Struktur Akibat Beban Hidup 32

Gambar 30. Pemodelan Pier 41 Gambar 31. Input Data pada Program PCA Col untuk Pier Segmen 1 42

Gambar 32. Diagram Interaksi Pier Segmen 1 untuk Kombinasi 1 42 Gambar 33. Diagram Interaksi Pier Segmen 1 untuk Kombinasi 2 43

Gambar 34. Input Data pada Program PCA Col untuk Pier Segmen 2 43 Gambar 35. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 1 44 Gambar 36. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 2 44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Proyek yang Ditinjau Lampiran 2. Grafik BoreLog

Lampiran 3. Potongan Melintang FlyOver dan Dimensi Pier Lampiran 4. Layout Tendon U Girder Tipe F

Lampiran 5. Layout Tendon PierHead

Lampiran 6. Tulangan Deck Slab U Girder Lampiran 7. Tulangan Girder Tipe F Lampiran 8. Tulangan PierHead

Lampiran 9. Tulangan Pier

DAFTAR NOTASI

a = tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beton dalam analisis kekuatan batas penampang beton bertulang akibat lentur

A = luas penampang, m2

Ag = luas brutto penampang, mm2

Aps = luas tulangan prategang dalam daerah tarik, mm2

As = luas tulangan tarik non-prategang, mm2

Av = luas tulangan geser dalam daerah sejarak s, atau luas tulangan geser yang

tegak lurus terhadap tulangan lentur tarik dalam suatu daerah sejarak s pada komponen struktur lentur tinggi, mm2

b = lebar dari muka tekan komponen struktur, mm

bw = lebar badan balok, atau diameter dari penampang bulat, mm

d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm

d’ = tebal selimut beton, mm e = eksentrisitas (mm)

Ec = modulus elastisitas beton, MPa

Es = modulus elastisitas tulangan, MPa

f c’ = kuat tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, MPa fpu = kuat tarik baja prategang, MPa

fpe = tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif saja (setelah

memperhitungkan semua kehilangan prategang) pada serat terluar dari penampang dimana tegangan tarik terjadi akibat beban luar, MPa fs = tegangan dalam tulangan yang dihitung pada beban kerja,

MPa

(13)

h = tinggi total komponen struktur, mm

dibatasi garis median dinding dari lubang tunggal (mm2) L = panjang bentang jembatan, m

Mcr = momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada penampang

akibat beban luar

Mn = kekuatan momen nominal penampang, Nmm

Mu = momen terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar

pada penampang, Nmm

Nn = kekuatan aksial tekan penampang, N

Nu = beban aksial terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang

terbesar yang tegak lurus pada penampang, diambil positif untuk tekan, negatif untuk tarik, dan memperhitungkan pengaruh dari tarik akibat rangkak dan susut

Rn = besaran ketahanan atau kekuatan nominal dari penampang komponen

struktur

s = spasi dari tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan longitudinal, mm

Tc = kuat puntir nominal yang disumbangkan oleh beton

Tn = kuat puntir nominal dari penampang komponen struktur

Ts = kuat puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan puntir

Tu = momen puntir terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang

terbesar pada penampang

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

Vn = kuat geser nominal dari penampang komponen struktur

Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Vu = gaya geser terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar

pada penampang

wc = berat jenis beton (kN/m3)

W = berat komponen (kN)

x = dimensi terpendek bagian segiempat dari suatu penampang y = dimensi terpanjang bagian segiempat dari suatu penampang y* = jarak tendon terhadap dimensi terluar dari beton

β1 = faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban

ρ = rasio tulangan tarik non-prategang

ρ’ = rasio tulangan tekan non-prategang

ρmin = rasio tulangan minimum terhadap luas penampang beton

ρb = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang

wc = berat jenis beton (kN/m3)

 = faktor reduksi kekuatan

σ = tegangan tendon prategang (MPa)

ω = indeks tulangan tarik non-prategang yang adalah = ρfy/fc’

ω’ = indeks tulangan tekan yang adalah = ρ’fy/fc’

(14)

PENDAHULUAN

Dewasa ini, peningkatan aktivitas perekonomian secara tidak langsung semakin menuntut dibutuhkannya jaringan transportasi yang baik guna memperlancar arus barang dan jasa. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menjadi salah satu faktor pendorong kemajuan di bidang infrastruktur. Dalam jaringan transportasi, fungsi jalan dan jembatan sebagai penghubung sebuah sistem memegang peranan yang sangat penting.

Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok merupakan salah satu contoh pentingnya jaringan jalan dalam sebuah sistem transportasi. Struktur jalan tol yang dibangun memerlukan perencanaan yang matang dari berbagai aspek agar dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas. Sebuah jalan tol direncanakan berdasarkan kebutuhan volume kendaraan yang melintas, faktor daya dukung tanah, serta koneksi antar ruas jalan tol lainnya.

Perencanaan struktur bangunan saat ini secara umum telah memasukkan faktor gempa untuk menciptakan suatu struktur yang aman dan terhindar dari kerusakan-kerusakan fatal akibat gempa. Mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang sangat aktif, ketahanan struktur bangunan terhadap gempa menjadi sebuah hal yang perlu diperhitungkan. Seperti halnya Jepang dan California, Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng tersebut menempatkan Indonesia sebagai wilayah rawan gempa. Dalam 6 tahun terakhir, diantaranya tercatat beberapa bencana gempa besar yang terjadi di wilayah Aceh, Nias, Yogya, dan Padang yang menyebabkan keruntuhan infrastruktur dan korban jiwa.

Gambar 1. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan Sekitarnya untuk

Magnituda M ≥ 5 yang Dikumpulkan dari Berbagai Sumber dalam Rentang

(15)

Latar Belakang

Suatu struktur yang dibangun perlu didesain sesuai dengan kriteria standar perencanaan serta tahan terhadap beban gempa mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang aktif. Perencanaan struktur tahan gempa sangat penting untuk menciptakan struktur yang aman dan terhindar dari kerusakan-kerusakan fatal akibat gempa.

Perumusan Masalah

Berdasarkan kriteria standar perencanaan dan peta gempa terbaru, perlu dilakukan analisis terhadap struktur yang ditinjau dengan mengacu pada Peta

Hazard Gempa 2010. Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A. Analisis dilakukan dengan membandingkan gaya dalam yang terjadi akibat pembebanan terhadap kapasitas nominal dari struktur tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur fly over P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok seksi E2-A terhadap beban gempa. Hasil analisis yang berupa perhitungan jumlah tendon dan tulangan kemudian dibandingkan dengan kondisi eksisting.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil dan lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa ruang lingkup sebagai berikut :

1. Analisis dilakukan pada struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25). Jenis pembebanan yang termasuk ke dalam analisis adalah : berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, prategang, suhu, gaya rem, tumbukan, beban angin, dan beban gempa.

2. Struktur flyover yang ditinjau adalah slab, girder, pierhead, dan pier.

3. Analisis ketahanan gempa dilakukan dengan mengacu pada Peta Hazard

Gempa Indonesia 2010 menggunakan metode analisis gempa dinamis.

4. Pemodelan struktur dan analisis gaya dalam dilakukan menggunakan program

CSI Bridge Versi 15.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Jembatan

Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Jembatan juga menjadi elemen kunci dalam sebuah sistem transportasi karena merupakan pengontrol kapasitas daripada sistem tersebut, baik dari segi berat maupun volume lalu lintas. Berdasarkan bahan konstruksinya jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain jembatan kayu, jembatan beton bertulang, jembatan beton prategang, jembatan baja, dan jembatan komposit. Penggunaan bahan penyusun jembatan tergantung daripada kebutuhan desain konstruksi (Supriyadi dan Muntohar. 2007)

Secara umum struktur suatu jembatan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu struktur atas dan struktur bawah. Struktur atas (superstructure) merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas, dan beban lingkungan. Struktur atas jembatan umumnya meliputi slab lantai kendaraan, girder, balok diafragma, dan tumpuan (bearing). Struktur bawah (substructure) jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditimbulkan oleh lingkungan untuk disalurkan ke dalam tanah. Struktur bawah terdiri dari kolom (pier), pile cap, dan pondasi (Barker and Pucket. 2007)

Gambar 2. Contoh Struktur Sebuah Jembatan Sumber : http://en.blog.unikom.ac.id/bridge-structure.694.

Beton Prategang (PrestressedConcrete)

(17)

atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Gaya longitudinal tersebut merupakan gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien (Nawy. 2001).

Beton prategang adalah beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja. Pada beton bertulang, tulangan di dalam komponen struktur tidak memberikan gaya dari dirinya pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja prategang. Baja tendon yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang di dalam komponen struktur prategang secara aktif memberikan beban awal pada komponen struktur, sehingga memungkinkan terjadinya pemulihan retak dan defleksi. Apabila kuat tarik lentur beton terlampaui, komponen struktur prategang mulai beraksi seperti elemen beton bertulang (Nawy. 2001).

Gambar 3. Konsep Perbedaan Beton Bertulang (ReinforcedConcrete) dan Beton Prategang (PrestressedConcrete)

Sumber : http://ptsindia.net/design_criteria.html.

Pada beton prategang, tegangan permanen diberikan di komponen struktur sebelum seluruh beban mati dan beban hidup bekerja agar tegangan tarik netto

yang ditimbulkan oleh beban-beban tersebut dapat dieliminasi atau sangat dikurangi. Komponen struktur prategang mempunyai tinggi lebih kecil dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama, akibat eliminasi tegangan tarik netto yang ditimbulkan oleh beban dengan adanya struktur prategang (Nawy. 2001).

(18)

konstruksi jembatan bentang pendek yang menggunakan balok jembatan standar. Teknik post-tensioning merupakan pemberian tegangan yang dilakukan setelah beton dicor.

Standar Perencanaan Jembatan

Terdapat dua pendekatan dalam perencanaan sebuah struktur jembatan, yaitu rencana tegangan kerja dan rencana keadaan batas (ultimit).

1. Rencana Tegangan Kerja

Pendekatan ini merupakan pendekatan elastis yang digunakan untuk memperkirakan kekuatan atau stabilitas dengan membatasi tegangan dalam struktur sampai tegangan izin. Tegangan izin tersebut dibuat dengan membuat beberapa toleransi untuk stabilitas tidak linear dan pengaruh bahan pada kekuatan struktur terisolasi, dengan membagi kekuatan ultimate dengan faktor keamanan (SF).

Pendekatan menggunakan tegangan kerja memiliki kelemahan, yaitu kurangnya efisiensi dalam mencapai tingkat keamanan yang konsisten bila faktor keamanan digunakan pada bahan saja.

2. Rencana Keadaan Batas (Ultimate)

Pada rencana keadaan batas, margin keamanan digunakan lebih merata pada seluruh struktur melalui penggunaan faktor keamanan parsial. Tidak seperti cara tegangan kerja yang mana faktor keamanan digunakan hanya untuk bahan, dalam rencana keadaan batas faktor keamanan terbagi antara beban dan bahan.

faktor reduksi kekuatan x kapasitas nominal ≥ faktor beban x beban nominal

Rencana keadaan batas lebih rasional dibandingkan pendekatan tegangan kerja. Perencanaan yang dihasilkan oleh penggunaan prinsip keadaan batas akan lebih ekonomis dan akan menghasilkan jembatan dengan kemampuan kapasitas dan kekuatan yang merata.

Pembebanan Pada Jembatan

Jenis-jenis beban yang perlu diperhitungkan dalam merancang suatu jembatan menurut RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan adalah sebagai berikut :

1. Beban Mati (DeadLoad)

Berat sendiri dan beban mati tambahan termasuk ke dalam kategori beban mati. A. Berat Sendiri

(19)

elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Perhitungan berat sendiri dapat dilakukan menggunakan rumus :

(1)

Keterangan :

: berat komponen persatuan volume (kN/m3) : bentang jembatan (m)

: luas penampang (m2)

(20)

B. Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan dapat berupa utilitas pada saat pengerjaan jembatan, berat pelapisan kembali permukaan jembatan, parapet, trotoar, lampu jembatan, pipa air serta sarana lainnya yang dipikul langsung oleh jembatan.

2. Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup terdiri dari semua beban bergerak yang bekerja pada deck

jembatan. Beban hidup terdiri dari beban kendaraan, kereta, maupun beban pejalan kaki. Beban hidup dapat tersebar merata sepanjang deck seperti beban padatnya lalu lintas dan beban kereta api yang panjang, ataupun dapat berupa beban terpusat seperti beban truk berat tunggal, poros, dan lokomotif. Beban lalu

lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D” dan beban truk “T”.

A. Beban Lajur “D”

Beban Lajur “D” bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan rangkaian

kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung

pada lebar lajur kendaraan jembatan. Beban lajur D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT).

Beban Terbagi Rata (BTR)

Beban terbagi rata mempunyai intensitas q (KPa), dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut :

L ≤ 30 m : q = 9.0 kPa (2)

L > 30 m : q = 9.0 0.5 15

L kPa (3)

Dengan pengertian :

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

Beban Garis Terpusat (BGT)

Beban garis dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49.0 kN/m.

B. Beban Truk “T”

Pembebanan truk “T” merupakan kendaraan berat dengan jumlah 3 as. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat. Terlepas dari panjang jembatan

atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk “T” harus ditempatkan

(21)

3. Beban Angin

Faktor beban tersebut tidak berlaku untuk jembatan besar atau penting, seperti yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respons dinamis jembatan. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat pengaruh angin TEW tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :

TE =0.0006 Cw w 2Ab [kN] (4)

Keterangan :

w : kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

: koefisien seret

: luas koefisien bagian samping jembatan (m2) Tabel 3. Koefisien Seret

b : lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d : tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif *Harga antara dari b/d bias diinterpolasi linier

Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap superelevasinya, dengan kenaikan maksimum 2.5 %.

4. Beban Gempa

(22)

tergantung pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan.

Perencanaan suatu struktur tahan gempa perlu mempertimbangkan faktor percepatan puncak (PGA), respon spektra percepatan di batuan dasar untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk perioda 1.0 detik (S1). Ketiga nilai

tersebut dapat diperoleh menggunakan peta Hazard gempa Indonesia 2010. Penentuan kelas situs tanah (klasifikasi site) merupakan tahapan awal dalam perencanaan beban gempa, dengan terlebih dahulu mencari nilai N.

N = ΣΣi=1 tim

i=1 ti Ni⁄

m (5)

Kelas situs tanah dapat ditentukan berdasarkan Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 menggunakan tabel berikut.

Tabel 4. Penentuan Kelas Situs Tanah

Kelas Situs ̅ (m/detik) ̅ S̅u(kPa) Setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan karakteristik

sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas PI > 20 2. Kadar air w ≥ 40 % dan 3. Kadar geser niralir Su < 25 kPa

SF (Tanah Khusus) Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :

1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersegmentasi rendah

2. Lempung sangat organik atau gambut (ketebalan H > 3 m)

3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan PI > 7.5) 4. Lapisan lempung lunak/medium kaku (ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 kPa Keterangan : N/A = tidak dapat dipakai

Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010

Selanjutnya akselerasi respons spektra puncak dapat dihitung dengan persamaan :

SMS=Fa . Ss (6)

SM1=Fv . S1 (7)

Keterangan :

SMS = akselerasi respons spektra puncak pada periode pendek

SM1 = akselerasi respons spektra puncak pada periode 1 detik

Ss = nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan dasar

S1 = nilai spektra percepatan untuk periode 1.0 detik di batuan dasar

Fa = koefisien periode pendek

Fv = koefisien periode 1 detik

Nilai koefisien dan dapat ditentukan menggunakan Tabel 4 dan 5. Nilai

(23)

Tabel 5. Nilai Koefisien Fa

Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010.

Desain parameter akselerasi spektra dihitung menggunakan persamaan :

SDS= SMS (8)

SD1= SM1 (9)

*Faktor diperoleh dari hasil konversi dari gempa 2500 tahun ke gempa 100 tahun

Pembuatan respon spektrum menggunakan persamaan berikut :

Sa= SDS 0.4 0.6 TT

o) ; untuk (10)

Sa= SDS ; untuk (11)

Sa= STD1 ; untuk (12)

Sa= SD1T2TL ; untuk (13)

Nilai dan dihitung menggunakan persamaan :

T0=0.2 SSD1

DS (14)

TS= SD1SDS (15)

dimana , TL = waktu transisi periode panjang

Sa = akselerasi spektra

SDS = desain parameter akselerasi respon spektra periode pendek

SD1 = desain parameter akselerasi respon spektra periode 1 detik

SMS = akselerasi respon spektra puncak periode pendek

SM1 = akselerasi respon spektra puncak periode 1 detik

(24)

Gambar 4. Desain Respon Spektrum Sumber : ASCE 07-2010

Gambar 5. Peta Respon Spektra Percepatan 0.2 Detik (SS) di Batuan Dasar (SB)

untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun

Gambar 6. Peta Respon Spektra Percepatan 1.0 Detik (S1) di Batuan Dasar (SB)

(25)

Desain dan Perhitungan Balok

Rumus-rumus yang digunakan pada analisis struktur balok mengacu pada RSNI T-02-2005 dan RSNI T-12-2004.

1. Tulangan lentur balok

Tegangan analitis batas baja prategang fps (untuk perhitungan kekuatan

batas nominal penampang beton prategang) harus diambil tidak melebihi fpy. Jika tidak tersedia perhitungan yang lebih tepat, dan tegangan efektif pada tendon fpe tidakkurang dari 0,5 fpu, tegangan analitis batas baja prategang fps dalam tendon yang terlekat penuh, dapat diambil sebesar:

fps= fpu (1-βp

Jika pengaruh tulangan tekan diperhitungkan pada saat menghitung fpsdengan persamaan (16) maka nilai [ρpfpu

p = faktor yang memperhitungkan jenis tendon prategang , dengan nilai ;

0.55 untuk fpy

β1 = faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekuivalen beban, dimana β1 = 0.85 untuk fc ≤ 30 MPa

β1 = 0.85 – 0.008 (fc - 30) untuk fc ≥ 30 MPa (17) Perencanaan momen lentur harus didasarkan pada :

Mu ≤  Mn (18)

Nilai  Mn dihitung dengan persamaan :

 Mn = 0.8 Apsfps d-2a As fy d-a2 (19)

Jarak antar tulangan dihitung menggunakan persamaan :

Apsfps As fy =0.85 fcab (20)

2. Tulangan Geser Balok

Perencanaan tulangan geser harus didasarkan pada :

u ≤  n (21)

Dimana nilai adalah kuat geser nominal yang dihitung menggunakan persamaan :

n= c s (22)

(26)

c= (√6f c) bwd (23)

Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser untuk tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur dapat dihitung menggunakan persamaan :

s= Av fsy d (24)

Kekuatan lentur dari balok beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan harus direncanakan dengan menggunakan cara ultimit atau cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT).

3. Kekuatan Puntir Balok

Kekuatan puntir balok harus didasarkan pada :

Tu ≤ Tn (25)

Dimana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir nominal

yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan Tsdengan rumus :

Tn= Tc Ts (26)

Dimana :

Tc= Jt 0.3 √fc √1 10 ff pe

c (27)

Ts= fy Assw 2 Actcot t (28)

Persamaan tersebut digunakan dalam menghitung nilai kekuatan puntir nominal tulangan, dengan nilai t=45o untuk beton non prategang dan t=37.5o untuk beton prategang.

Untuk sengkang tertutup dapat dihitung :

(27)

Tulangan longitudinal tambahan yang diperlukan untuk menahan puntir dapat dihitung menggunakan persamaan

Al= Ats ρhfyvfyt cot2 (31)

Desain dan Perhitungan Kolom

Pengaruh kelangsingan kolom dapat diabaikan untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi :

klu

r ≤34- 12 M1

M2 (32)

Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat diabaikan apabila

klu

r ≤ 22 (33)

Beberapa persyaratan tulangan memanjang untuk kolom antara lain : memiliki luas tidak kurang dari 0.01 Ag dan tidak melebihi 0.08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan persilangan dari bagian-bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan perlu dikurangi.

Rasio tulangan spiral ρs tidak boleh kurang dari :

ρs=0.45 Ag Ac-1

f c

fy (34)

Software CSI Bridge

Computers and Structures, Inc (CSI) Bridge merupakan salah satu software

yang dikembangkan oleh pihak CSI yang merupakan pelopor dalam pengembangan software untuk analisis struktur dan gempa. Tahap pemodelan, analisis, dan desain dari struktur sebuah jembatan telah diintegrasikan dalam software CSI Bridge untuk menciptakan perangkat komputer engineering yang mendasar. Dengan menggunakan CSI Bridge, dapat didesain jembatan beton maupan baja dengan cepat dan mudah. Fitur parametricmodeller memungkinkan pengguna untuk membuat model jembatan sederhana hingga kompleks dan membuat perubahan secara efisien dalam melakukan kontrol pada desain. (http://www.csiamerica.com/csibridge).

Software PCA Col

(28)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Juni 2013 yang diawali dengan pengumpulan data. Data penelitian diperoleh dari Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A. Struktur yang ditinjau adalah flyover

P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25).

Gambar 8. Denah Lokasi Proyek yang Ditinjau

Proyek pembangunan jalan bebas hambatan Tanjung Priok merupakan program strategis pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas jaringan transportasi kota Jakarta, khususnya Jakarta Utara. Proyek ini menjadi salah satu upaya pengembangan Kawasan Strategis Nasional Tanjung Priok sebagai pusat kegiatan ekspor-impor yang saat ini telah menempati peringkat ke-24 dunia untuk arus peti kemas. Jalan bebas hambatan yang dibangun berfungsi sebagai jalan pintas untuk meningkatkan akses terhadap pelabuhan dan dalam jangka panjang juga berfungsi sebagai penghubung ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) dengan JakartaInterUrbanToll (JIUT).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Komputer Intel CoreTM Duo Processor T6600

2. Program CSI Bridge Versi 15 dan PCACol

3. Program MicrosoftOfficeExcel 2010 4. Program Autocad 2010

(29)

Penggunaan shopdrawing dikarenakan belum tersedianya data asbuiltdrawing. Data-data yang diperoleh meliputi :

1. Denah dan gambar detail struktur fly over P106-P107, yang meliputi layout flyover, dimensi struktur jembatan, serta gambar detail tendon dan tulangan. Struktur yang ditinjau memiliki kriteria desain sebagai berikut :

a) Slab 2. Standar dan peraturan perencanaan sebagai berikut :

RSNI T-02-2005 “Pembebanan untuk Jembatan”

SNI 2833 : 2008 “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan” RSNI T-12-2004 “Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan”

SNI 03-3847-2002 “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan

(30)

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tersaji dalam diagram alir sebagai berikut.

Keterangan :

1. Data sekunder merupakan shop drawing kontraktor PT. Obayashi-Jaya Konstruksi JO yang digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemodelan jembatan.

2. Peraturan dan standar perencanaan terkait dengan penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia. Peraturan pembebanan jembatan terdapat dalam RSNI T-02-2005. Perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan terdapat dalam SNI 2833 : 2008. Perencanaan struktur beton untuk jembatan terdapat dalam RSNI T-12-2004.

Mulai

Pengumpulan Data Penelitian dan Bahan Rujukan

(31)

3. Program CSI Bridge digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis gaya dalam (internal force) yang bekerja akibat pembebanan. Setelah dilakukan pemodelan struktur, input pembebanan dan respon spektrum, dapat diperoleh nilai gaya dalam ultimit. Analisis gaya dalam dilakukan dengan membandingkan gaya dalam ultimit yang terjadi akibat pembebanan dengan kapasitas nominal struktur fly over yang ditinjau.

Pemodelan Struktur a) Layoutflyover

Struktur flyover P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) terdiri dari 2 ruas jembatan kiri dan kanan, dimana panjang 1 bentang (span) sebesar 35.75 m dengan jumlah bentang yang dianalisis sebanyak 3 span. Pendefinisian layout fly over pada program CSI Bridge dapat menggunakan bridgewizard di menu Home.

Gambar 10. Layout Line Struktur Fly Over b) Material konstruksi dan penampang

Beton dengan = 30 MPa untuk slab dan pier

Beton dengan = 35 MPa untuk pier head

Beton dengan = 40 MPa untuk PCU Girder

Baja tulangan U39 dengan = 390 MPa

(32)

Input material dilakukan pada menu Home-Bridge Wizard-Materials seperti pada Gambar 12 berikut. Sedangkan pemodelan penampang dilakukan pada menu

Components-Properties-Frame Properties-New-Frame Section Property Type : concrete-Precast U.

Gambar 11. Input Material dan Penampang PCU Girder

Pendefinisian jumlah girder, jarak antar girder, dan tebal slab dilakukan pada menu Components-Superstructure Deck Sections-New-Precast U Girder.

(33)

c) Jenis perletakan adalah tipe sendi-rol yang didefinisikan pada menu Home-Bridge Wizards-Bearings.

Gambar 13. Jenis Perletakan d) Input pembebanan

Kombinasi pembebanan mengacu pada RSNI T-02-2005. Input kombinasi pembebanan dilakukan pada menu Design/Rating – Load Combination – Add New Load Combination –Masukkan Load Case Name – Load Case Type – Scale Factor – OK. Contoh kombinasi pembebanan yang telah diinputkan pada CSIBridge terlihat pada gambar berikut.

Gambar 14. Input Kombinasi Pembebanan e) Input Respon Spektrum

(34)

CSIBridge. Respon spektrum diinputkan pada menu Loads – Functions – Respon Spectrum – Add New Function – Pilih User – Masukkan Damping Ratio 0.05 – Masukkan nilai Period dan Acceleration (Diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010) – OK. Pembuatan respon spektrum gempa secara lebih rinci dijelaskan pada bab pembahasan.

Gambar 15. Input Respon Spektrum Wilayah Jakarta f) Hasil Gaya Dalam

Setelah pemodelan struktur, input pembebanan dan respon spektrum, struktur dapat dianalisis pada menu AnalysisRun Analysis – Pilih Load Case

yang ingin dianalisis – Run Analysis. Hasil gaya dalam dapat ditampilkan pada menu HomeDisplayShowBridgeSuperstructureForces.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Struktur Jembatan

Struktur fly over P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) terdiri dari 2 ruas jembatan kiri dan kanan, dengan panjang total 107.25 m. Struktur terdiri dari 3 span, dimana panjang satu span 35.75 m. Superstruktur jembatan ruas kiri terdiri dari 4 girder dan ruas kanan terdiri dari 5 girder dengan tipe PCU dan memiliki superelevasi sebesar 2 %. Struktur flyover tersebut ditopang oleh dua kolom cast in site tipe Y-Pierdengan tinggi 22 m.

Gambar 17. Pemodelan Struktur FlyOver

Gambar 19. Tampak Samping Struktur FlyOver

14.5 m 18 m

L total = 107.25 m

(36)

Input Pembebanan

Pembebanan yang diinputkan pada program CSI Bridge mengacu pada RSNI T-02-2005 (Tabel 40) mengenai Peraturan Pembebanan untuk Jembatan dengan ragam kombinasi pada kondisi ultimit (Ultimate Limit States) sebagai berikut.

Tabel 7. Kombinasi Pembebanan Nama

Kombinasi

Aksi

(37)

Besarnya nilai beban-beban yang terjadi dapat dijabarkan dalam contoh Panjang pier segmen 2 = 17.147 m

Berat piersegmen 1 = A pier x panjang pier x wc pier

Perhitungan beban mati tambahan dengan menggunakan persamaan (1) dapat dijabarkan sebagai berikut:

Total beban mati tambahan = berat aspal + parapet

(38)

3. Beban Lajur D

 Beban Terbagi Rata (BTR)

 Terdiri dari 7 kombinasi arah longitudinal dengan jumlah lajur : jembatan ruas kiri = 4 lajur dan jembatan ruas kanan = 5 lajur.

Total kombinasi arah longitudinal :

Nilai q dihitung menggunakan persamaan (3) untuk panjang 1 bentang > 30 m, dimana panjang 1 span flyover = 35.75 m.

Contoh perhitungan nilai q sebagai berikut : q = 9.0 0.5 15

35.75 = 8.28 kPa

Gambar 20. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kiri

Gambar 21. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kanan

(39)

Tabel 8. Kombinasi Beban “D” Arah Longitudinal Jembatan Nama Span yang Dibebani Total Panjang

q (kN/m2) lebar lajur yang dibebani (m).

 Beban Garis Terpusat (BGT)

BGT diinputkan dalam bentuk beban titik pada program CSIBridge sehingga nilai intensitas p dikalikan dengan lebar lajur yang dibebani (m).

 Beban garis = intensitas p x lebar lajur

Kendaraan truk yang digunakan adalah truk dengan berat 50 ton.

Gambar 22. Input Beban Truk “T” 5. Gaya Rem

Gaya rem diinputkan sebagai beban titik dengan nilai sebagai berikut :  Jembatan Kiri

(40)

= 9

Gambar 24. Proyeksi Tumbukan pada Pier Terhadap Sumbu X dan Sumbu Y Fx

(41)

Tumbukan pada pier diinputkan sebagai beban titik dengan perhitungan sebagai berikut :

 Fx = 100 kN x sin 100 = 17.365 kN  Fy = 100 kN x cos 100 = 98.481 kN

9. Beban Gempa

Pada penelitian ini, analisis gempa dinamis dilakukan menggunakan grafik respon spektrum. Dalam pembuatan respon spektrum, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi site (jenis tanah) lokasi yang ditinjau berdasarkan hasil penyelidikan tanah (bore log). Dari data bore log dapat dihitung nilai rata-rata ̅ hasil uji penetrasi standar (SPT) menggunakan persamaan (5) dengan hasil yang tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Perhitungan Nilai ̅ Lapisan Kedalaman NSPT Tebal

(42)

Gambar 25. (a) Peta Percepatan Puncak (PGA) wilayah Jakarta;

(b) Peta Respon Spektra 0.2 detik (Ss) wilayah Jakarta untuk

Probabilitas Terlampaui 2 % dalam 50 Tahun;

(c) Peta Respon Spektra 1 detik (S1) wilayah Jakarta untuk

Probabilitas Terlampaui 2 % dalam 50 Tahun

PGA (Peak Ground Acceleration) merupakan percepatan maksimum yang menunjukkan intensitas daripada pergerakan lapisan tanah. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa wilayah yang ditinjau (Tanjung Priok, Jakarta Utara) memiliki nilai PGA 0.3 – 0.4 g. Pendekatan angka menggunakan skala batas atas dari nilai yang diketahui, sehingga diambil nilai 0.4 g. Wilayah Jakarta terdapat pada zona dengan nilai respon spektra 0.2 detik probabilitas terlampaui 2 % dalam 50 tahun (Ss) = 0.7 g dan nilai respon spektra 1 detik probabilitas terlampaui 2 % dalam 50 tahun (S1) = 0.3 g. Kemudian dengan interpolasi nilai Ss dan S1 menggunakan Tabel 5 & 6, untuk tanah kelas E diperoleh nilai Fa dan Fv

berturut-turut sebesar 1.3 dan 2.8.

Akselerasi respons spektra puncak periode pendek (SMS) dapat dihitung

dengan persamaan (6), sehingga SMS = 1.3 x 0.7 = 0.91. Akselerasi respons

spektra puncak periode 1 detik (SM1) dapat dihitung dengan persamaan (7),

sehingga SM1 = 2.8 x 0.3 = 0.84. Selanjutnya, desain parameter akselerasi respon

spektra periode pendek dapat dihitung dengan persamaan (8), sehingga SDS = .

0.91 = 0.7963 dan nilai desain parameter respon spektra periode 1 detik dapat dihitung dengan persamaan (9), sehingga SD1 = . 0.84 = 0.7350. Faktor

diperoleh dari konversi penggunaan peta gempa 2500 tahun ke gempa 100 tahun karena struktur yang ditinjau merupakan jembatan khusus dengan umur rencana 100 tahun. Nilai Sa dihitung menggunakan persamaan 10-13 yang hasilnya disajikan pada Tabel 10. Nilai T dan Sa diplot membentuk grafik respon spektrum untuk analisis beban gempa dinamis yang kemudian diinputkan ke dalam program

(43)

Tabel 10. Akselerasi Spektrum Gempa Wilayah Jakarta

Gambar 26. Grafik Respon Spektrum Wilayah Jakarta Berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010 Hasil Gaya Dalam (InternalForce)

(44)

Perhitungan momen secara manual dibandingkan dengan hasil yang ditampilkan pada program CSIBridge.

Gambar 27. Hasil Momen Akibat Berat Sendiri pada Jembatan  Jembatan kiri terdapat 4 girder, sehingga

M total pada superstruktur = 7838.47 kN-m x 4 = 31353.88 kN-m

M pada program CSIBridge = M min+M max = 28019.386 kN-m + 794.9228 kN-m

= 28814.308 kN-m M girder (manual) M girder (program)

 Jembatan kanan terdapat 5 girder, sehingga

M total pada superstruktur = 7838.47 kN-m x 5 = 39192.35 kN-m

M pada program CSIBridge = M min + M max = 34948.93 kN-m + 991.5171 kN-m

= 35940.447 kN-m M girder (manual) M girder (program)

b) Ultimate Limit States (ULS)

Kombinasi pembebanan yang menghasilkan gaya dalam maksimum sepanjang jembatan adalah kombinasi ULS-5I (Tabel 7).

(45)

c) Kontrol Lendutan

Lendutan maksimum yang diizinkan adalah 800L = 35750 mm800 = 44.69 mm, sedangkan lendutan yang terjadi pada fly over dari program CSI Bridge

adalah 21.3 mm sehingga struktur dikatakan aman.

Perhitungan Tendon

Dalam perhitungan tendon dan tulangan, digunakan momen maksimal yang terjadi pada penampang yang ditinjau.

 Tendon pada girder

M beban mati tambahan(aspal + parapet) = 1881.56 kN-m

M beban hidup = 5109.83 kN-m

(46)

P1=Ast x  x f u

=0.0000987 m2 x 0.6 x 1860000 kN m⁄ 2 = 110.149 kN

Jumlah tendon yang diperlukan= PP2

1=

13840.18 kN

110.149 kN =125 tendon

Jumlah tendon eksisting = 110 tendon

Jumlah tendon hasil perhitungan yang melebihi tendon eksisting dapat disebabkan

karena perbedaan penggunaan jumlah kombinasi beban “D”. Perhitungan yang

dilakukan menggunakan semua kemungkinan kombinasi baik dalam arah longitudinal maupun transversal jembatan (sub bab input pembebanan). Selain itu dapat juga dikarenakan perbedaan dalam pemodelan panjang girder yang menyebabkan terjadinya kelebihan momen.

 Tendon pada pierhead

-Menghitung P menggunakan Momen Pada Penampang Kritis (Mcr)

M berat sendiri = 41612.388 kN-m

M beban mati tambahan (aspal + parapet) = 7073.499kN-m

(47)

Berdasarkan jumlah tendon eksisting yang melebihi tendon yang diperlukan, dapat diasumsikan bahwa pier head tersebut tidak didesain menggunakan momen pada penampang kritis (Mcr). Pada saat dibebani, retak terjadi pada perubahan

geometri atau pada penampang kritis, sehingga pada umumnya desain cukup menggunakan Mcr, yang nilainya lebih kecil daripada momen maksimal.

-Menghitung P menggunakan Momen Maksimal (Mmax)

M berat sendiri = 57265.256 kN-m

Jumlah tendon yang diperlukan = PP2

1=

86320.521 kN

154.789 kN =558 tendon

Jumlah tendon eksisting = 570 tendon

Dengan menggunakan momen maksimum yang terjadi pada pierhead, hasil perhitungan jumlah tendon yang diperlukan mendekati jumlah tendon eksisting, sehingga dapat diasumsikan struktur tersebut didesain menggunakan momen maksimum. Penggunaan momen maksimum yang terjadi menyebabkan penambahan jumlah tendon dalam desain.

Jumlah tendon eksisting Jumlah tendon yang diperlukan OK

Perhitungan Tulangan Slab

-Tulangan Lentur Positif

 Momen di lapangan Mupada slab = 103.33 kN-m

 Faktor bentuk distribusi tegangan beton  = 0.85

 Rmax=0.75 x ρb fy x 1- 12.0.75 ρbfy/0.85f’c = 7.949

 Tebal efektif slab beton d= – d’=250–40=210 mm Ditinjau slab beton selebar 1 m (1000 mm) = b

(48)

Rn Rmax OK

 Faktor bentuk distribusi tegangan beton  = 0.85

 Rmax=0.75 x ρb fy x 1- 12.0.75 ρbfy/0.85f’c = 7.949

 Tebal efektif slab betond – d’=250–40=210 mm Ditinjau slab beton selebar 1 m (1000 mm) = b

(49)

 Jarak antar tulangan s = 1

 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh slab

c=

Diameter tulangan lentur adalah 13 mm dengan jumlah 8 buah, sehingga

 As= 14 D2 x 8= 14 3.14 132 x 8=1061.32 mm2

 Tegangan baja prategang pada kekuatan nominal menggunakan persamaan (16) :

 Menghitung lebar efektif Be Diketahui tebal slab ho = 25 cm

Lebar efektif diambil nilai terkecil dari :

(50)

h = h girder + h slab = 250 + 1850 = 2100 mm tebal selimut beton d’ = 50 mm

d = h –d’

= 2100 mm – 50 mm = 2050 mm

 Jarak garis sejajar sumbu netral pada kondisi batas akibat beban yang diperhitungkan a menggunakan persamaan (20).

Aps fps As fy=0.85 fc’ab

10857 mm2 x 1859.9 MPa+1061.32 mm2 x 390 MPa = 0.85 x 40 MPa x a x 2610 mm

a = 232.23 mm

 Perhitungan momen nominal lentur menggunakan persamaan (16) dengan nilai  = 0.8 adalah sebagai berikut :

Cara yang telah dijabarkan diatas merupakan cara mendesain kekuatan lentur balok prategang dengan pendekatan trial and error diameter tulangan dan jumlah tulangan dalam Nawy (2001). Dengan menggunakan pendekatan tersebut, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap tulangan eksisting menggunakan data sekunder. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kapasitas momen nominal yang disumbangkan oleh tendon  Mn tendon lebih besar daripada momen ultimit yang terjadi Mu akibat pembebanan sehingga momen cukup ditahan oleh tendon (tidak dibutuhkan tulangan lentur). Tulangan eksisting yang digunakan merupakan tulangan susut yang berfungsi mencegah terjadinya retak pada beton.

tulangan susut = 0.0018 x luas penampang girder Ag = 0.0018 x 1.1915 m2

Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, jumlah tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima kali tebal plat atau 450 mm. Jarak maksimum antara tulangan susut eksisting = 330 mm (< 450 mm) sehingga tulangan tersebut dari segi jumlah dan jarak antar tulangan memenuhi syarat.

(51)

 Gaya geser di tumpuan = 3002.56 kN dan gaya aksial = 4200.53 kN

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang terjadi, sehingga diperlukan tulangan geser.

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan :

s = ( u- c) 

= (3002.56 kN – (0.6 x 2109.587 kN))/0.6

= 2894.674 kN

s= Av fy ds

Luas tulangan geser yang diperlukan Av= s

fy x ds Jumlah tulangan geser eksisting = 7 OK

 Girder di lapangan

 Ag = 1191500 mm2

 h= 1850 mm

 tulangan utama dan tulangan geser = D 13

 d = h - d’- 13 - 0.5 x 13 = 1780.5 mm

 = 1850 – 50 – 13 – (0.5 x 13) = 1780.5 mm

 bw = 600 mm

 Gaya geser di lapangan =1930.44 kN dan gaya aksial = 2741.13 kN

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang

(52)

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan :

s = ( u- c)/

= (1930.44 kN – (0.6 x 1311.133 kN))/0.6 = 1906.273 kN

s= Av fy ds

Luas tulangan geser yang diperlukan Av= s

fy x ds Jumlah tulangan geser eksisting = 4 OK

-Tulangan Torsi

 gaya torsi = 5215.433 kN-m

 Nilai diasumsikan = 1034 MPa

 Girder dianggap sebagai penampang berongga dinding tipis, sehingga besar modulus puntir = 2 Ambw, dimana adalah girder

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai  lebih besar dari , sehingga beton cukup kaku untuk menahan torsi (tidak diperlukan tulangan torsi).

Pier Head -Tulangan Lentur

 Mu= 93134.113 kN-m

 Diameter tulangan lentur adalah 19 mm dengan jumlah 32 buah, sehingga

 As= 14 D2 x 25= 14 3.14 x192 x 32= 9068.32 mm2

 Tegangan baja prategang pada kekuatan nominal menggunakan persamaan (16) : fps = fpu (1- p

(53)

Aps fps As fy=0.85 fcab

79059 mm2 x 588.537MPa+ 9068.32mm2 x 390 MPa = 0.85 x 35 MPa x a x 4500 mm

a = 373.974 mm

 Perhitungan momen nominal lentur menggunakan persamaan (16) dengan nilai

 = 0.8 dapat dijabarkan sebagai berikut :

 Mn = 0.8 Aps fps d-a2 As fy d-2a

= 0.8 x 79059 mm2 x 588.537MPa 2520 mm-373.9742 mm +

9068.32 mm2 x 390 MPa 2520 mm-373.974mm

2

= 86842.499 kN-m + 6600.8303 kN-m = 108290.509 kN-m

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang terjadi, sehingga diperlukan tulangan geser.

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan

(54)

Selisih jumlah tulangan D-16 antara hasil perhitungan dengan eksisting sebanyak 3 tulangan telah ditutupi dengan penggunaan 2 tulangan D-25 pada eksisting, sehingga tulangan tersebut dikatakan memenuhi syarat.

-Tulangan Torsi sehingga beton cukup kaku untuk menahan torsi (tidak diperlukan tulangan torsi).

Pemeriksaan Kolom

Struktur kolom tidak hanya menerima beban aksial vertikal tetapi juga momen lentur, sehingga analisis kolom diperhitungkan untuk menyangga beban aksial desak dengan eksentrisitas tertentu (Nasution, 2009). Pada penelitian ini, analisis kolom dilakukan menggunakan program PCA Col untuk memeriksa kapasitas tulangan eksisting terhadap beban yang bekerja pada struktur. Beban aksial dan momen yang diinputkan diperoleh dari program CSI Bridge. Analisis kolom dilakukan pada pier segmen 1 dan pier segmen 2 yang masing-masing memiliki dimensi dan susunan tulangan yang berbeda.

Gambar 30. Pemodelan Pier

Pier Segmen 1

(55)

 Pier Segmen 1

Beban yang diinputkan terdiri dari 2 kombinasi, dengan kombinasi 1 dimana aksial (P) maksimum 41817.49 kN yang menghasilkan M33 sebesar 9208.63 kN-m dan M22 sebesar 7963.80 kN-m. Sedangkan kombinasi 2 yaitu M33 maksimum sebesar 18628.05 kN-m yang menghasilkan M22 sebesar 2181.02 kN- m dan aksial (P) sebesar 43267.89 kN.

Gambar 31. Input Data pada Program PCACol untuk Pier Segmen 1 Dari data yang telah diinputkan, diperoleh diagram interaksi seperti pada Gambar 30. Terlihat baik pada kombinasi 1 dan 2, beban masih berada di area tekan (sisi dalam kurva), yang menunjukkan bahwa kombinasi pembebanan mampu ditahan oleh pier, sehingga pier dikatakan aman terhadap beban yang bekerja.

(56)

Gambar 33. Diagram Interaksi Pier Segmen 1 untuk Kombinasi 2  Pier Segmen 2

Beban yang diinputkan terdiri dari 2 kombinasi, dengan kombinasi 1 dimana aksial (P) maksimum 62951.3 kN yang menghasilkan M33 sebesar 38634 kN-m dan M22 sebesar 7426.5 kN-m. Sedangkan kombinasi 2 yaitu M33 maksimum sebesar 24838.7 kN-m yang menghasilkan M22 sebesar 7361.7 kN-m dan aksial (P) sebesar 72137.7 kN.

Berdasarkan data yang inputkan, diperoleh diagram interaksi pier untuk pier segmen 2 sebagai berikut.

(57)

Gambar 35. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 1

Gambar 36. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 2

(58)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap struktur fly over P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A, dapat disimpulkan bahwa :

1. Kapasitas nominal struktur baik pada slab, girder, pier head, dan pier aman terhadap pembebanan ultimit yang telah memasukkan faktor gempa berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010. Pada slab digunakan tulangan lentur D19-150. Pada struktur girder, tidak diperlukan tulangan lentur karena momen nominal kontribusi tendon cukup menahan momen ultimit yang terjadi. Tulangan yang ada pada eksisting merupakan tulangan susut yang dipasang untuk mencegah terjadinya retak pada beton.

2. Jumlah tendon hasil perhitungan pada girder yang cukup menahan lentur adalah 125 tendon (Ast = 98.7 mm2). Perbedaan dengan tendon eksisting yang

berjumlah 110 tendon dapat disebabkan karena adanya perbedaan dalam pemodelan panjang girder serta perbedaan penggunaan asumsi kombinasi

beban “D”. Tulangan geser girder D22-132.5 pada area tumpuan dan D13-150 pada area lapangan cukup menahan gaya geser. Baik pada girder dan pier head, gaya torsi yang terjadi cukup kecil dibandingkan dengan kapasitas torsional penampang sehingga dapat diabaikan. Pada struktur pier head, dengan menggunakan momen penampang kritis (Mcr) diperoleh kebutuhan

tendon sebanyak 264 tendon (Ast = 138.7 mm2) dan menggunakan momen

maksimum diperoleh sebanyak 558 tendon, sedangkan tendon eksisting berjumlah 570 tendon sehingga dapat dikatakan struktur tidak didesain menggunakan Mcr (menggunakan momen maksimum). Tulangan lentur yang

dibutuhkan adalah D32 dan tulangan geser D16.

3. Hasil analisis pier (kolom) mengunakan program PCA Col menunjukkan gaya akibat kombinasi pembebanan masih berada di area tekan diagram interaksi, sehingga kapasitas pier mampu menahan kombinasi beban yang telah memasukkan faktor gempa.

4. Secara keseluruhan, struktur fly over P106-P107 Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A aman terhadap beban gempa berdasarkan Peta

Hazard Gempa Indonesia 2010.

Saran

(59)

DAFTAR PUSTAKA

[ASCE]. American Society of Civil Engineers. 2010. Minimum Design Loads for Building and Others Structures (ASCE 07-2010). Virginia.

[BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2004. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (RSNI T-12-2004). Jakarta.

[BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2005. Standar Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005). Jakarta.

[BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (SNI 2833:2008). Jakarta.

[BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-3847-2002). Jakarta.

Barker RM, Puckett JA. 2007. Design of Highway Bridges. New Jersey : John Wiley & Sons.Inc.

Benaim R. 2008. The Design of Prestressed Concrete Bridges. New York : Taylor & Francis.

Supriyadi B, Muntohar AS. 2007. Jembatan. Yogyakarta : Beta Offset.

Vis WC, Kusuma GH. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta : Erlangga.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Peta Hazard Gempa Indonesia. Jakarta. Nasution A. 2009. Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang. Bandung : ITB. Nawy EG. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar Ed ke-3. Jakarta :

(60)

47

(61)
(62)

49

LAMPIRAN 1.

(63)
(64)
(65)
(66)

53

LAMPIRAN 2.

(67)
(68)

N-value

L = 22.0 m

L = 22.0 m

L = 22.0 m

L = 22.0 m

H = 3.5 m

H = 3.5 m

H = 3.5 m

H = 3.5 m

(69)
(70)

57

LAMPIRAN 3.

(71)
(72)
(73)
(74)

61

LAMPIRAN 4.

(75)
(76)
(77)
(78)

65

LAMPIRAN 5.

(79)
(80)
(81)
(82)

69

LAMPIRAN 6.

(83)
(84)
(85)
(86)

73

LAMPIRAN 7.

(87)
(88)
(89)
(90)

77

LAMPIRAN 8.

(91)
(92)
(93)
(94)

81

LAMPIRAN 9.

(95)
(96)
(97)
(98)
(99)

Gambar

Gambar 1. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan Sekitarnya untuk Magnituda M ≥ 5 yang Dikumpulkan dari Berbagai Sumber dalam Rentang Waktu 1900-2009
Gambar 2. Contoh Struktur Sebuah Jembatan
Gambar 3. Konsep Perbedaan Beton Bertulang (Reinforced Concrete) dan Beton
Tabel 3. Koefisien Seret
+7

Referensi

Dokumen terkait