• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kombinasi Anastetikum Xylazin- Medetomidin Pada Kucing Lokal (Felis domestica).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Kombinasi Anastetikum Xylazin- Medetomidin Pada Kucing Lokal (Felis domestica)."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KOMBINASI ANESTETIKUM XYLAZIN-

MEDETOMIDIN PADA KUCING LOKAL

(Felis domestica)

GUSTI HABIBY SURYA NATA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Kombinasi Anastetikum Xylazin-Medetomidin Pada Kucing Lokal (Felis domestica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

GUSTI HABIBY SURYA NATA.

Potensi Kombinasi Anastetikum

Xylazin-Medetomidin Pada Kucing Lokal (Felis domestica). Dibimbing oleh DRH ANDRIYANTO, MSI dan DRH AULIA ANDI MUSTIKA, MSI.

Sediaan xylazin dan medetomidin merupakan sediaan yang banyak digunakan sebagai sediaan anestesi. Sediaan tunggal xylazin dan medetomidin memiliki keunggulan dan kekurangan dalam pengaplikasiannya, sehingga dilakukan penelitian untuk melihat efek yang ditimbulkan dari kombinasi sediaan xylazin dengan medetomidin. Sebanyak 24 ekor kucing jantan dengan kisaran bobot badan antara 3.5-5 kg dengan kisaran umur 2-3 tahun dibagi menjadi empat perlakuan dan enam ulangan. Kelompok tersebut ialah kelompok yang tidak diberi sediaan anestesi (kontrol), kelompok sediaan anestesi xylazin 0.1 mg/kg BB (kelompok I), kelompok sediaan anestesi medetomidin 0.05 mg/kg BB (kelompok II), dan kelompok sediaan anestesi xylazin 0.1 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan medetomidin 0.05 mg/kg BB (kelompok III). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kucing yang disuntik xylazin-medetomidin memiliki onset yang lebih cepat jika dibandingkan dengan sediaan tunggal xylazin dan medetomidin. Durasi sediaan pada kucing kelompok kombinasi xylazin-medetomidin lebih panjang dibandingkan sediaan xylazin dan medetomidin. Frekuensi respirasi dan frekuensi jantung menunjukkan pola penurunan yang sama dan tidak signifikan. Kelompok perlakuan xylazin-medetomidin dapat menjaga suhu tubuh kucing tetap stabil selama proses anestesi. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kombinasi xylazin dan medetomidin efektif untuk digunakan sebagai alternatif sediaan anestesi pada kucing lokal.

(6)

ABSTRACT

GUSTI HABIBY SURYA NATA. Potential Combination of Anastetikum Xylazine Medetomidine in Domestic Cat (Felis domestica). Supervised by DRH

ANDRIYANTO, MSI and DRH AULIA ANDI MUSTIKA, MSI.

Xylazine and medetomidine preparations most used as anesthetic. Both single dose xylazine and medetomidine has advantages and disadvantages in application, so some research was done to find out the effect combination xylazine-medetomidine. Twenty four adult cats with body weight between 3.5-5 kg in age of 2-3 years old are divided into four groups treatment and six repeatation. The groups are the ones not receive anesthesia treatment (controls), a group of xylazine at a dose 0.1 mg/kg weight (group I), a group of medetomidine at a dose 0.05 mg/kg weight (group II), and a group of xylazine 0.1 mg/kg weight combination with medetomidine 0.05 mg/kg weight (group III). The results shows cats injected with xylazine-medetomidine has a rapid onset compared to single dose of xylazine and medetomidine. The duration of preparations in a cats injected with combination of xylazine-medetomidine is longer than xylazine and medetomidine preparations. The respiration frequency of heart shows same decrease pattern and not significant. The group xylazine-medetomidine can keep cats body temperature stable during the process of anesthesia, Conclusion in this study is the combination of xylazine and medetomidine effectively used as an alternative anesthesia in local cats.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

POTENSI KOMBINASI ANESTETIKUM

XYLAZIN-MEDETOMIDIN PADA KUCING LOKAL

(Felis domestica)

GUSTI HABIBY SURYA NATA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga kritikan serta saran sangat membantu dalam penyelesaiannya. Penulisan skripsi ini dapat terlaksana dan terselesaikan berkat bimbingan, dorongan, dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1) Mama Nasiatul Laili, Papa Moch. Samsun, Papa Supriyadi, Ibu Siti Maryam selaku orang tua saya yang selalu memberikan kasih sayang, dan dukungannya demi menyelesaikan pendidikan sarjana saya, serta adik-adik terkasih, Ayu Raudlatul Jannah, dan Fadlir Rohman, serta kakek nenek atas segala dukungan dan kasih sayang yang berlimpah kepada penulis.

2) Drh Andriyanto MSi dan Drh Aulia Andi Mustika MSi selaku dosen pembimbing Skripsi I dan II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

3) Dosen pembimbing akademik Prof Dr drh I Wayan Teguh Wibawan MSi dan dosen-dosen Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor atas bimibingan, motivasi, dan ilmunya yang sangat bermanfaat.

4) Tim penelitian terkeren, Dedi Nur Aripin dan Pramesti Nugraheni atas segala waktu, dan kerjasamanya untuk selalu bersama-sama dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

5) Bapak Dikdik, Bapak Angga, Drh Krido dan Drh Ridi Arif atas segala bantuannya dalam penyelesaian penelitian ini.

6) Lukman, Jati, Pipit, Khalida, Ica, fuad dan bojester yang lainnya yang selama ini menjadi keluarga saya di bogor dan memberikan dukungan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

7) Teman-teman di Fakultas Kedokteran Hewan khususnya GANGLION, BEM FKH kabinet PACEMAKER, Himpro Ornithologi dan unggas, dan Diklat UPHL atas segala kebersamaannya.

8) Semua pihak yang telah mendukung selama ini, baik secara langsung dan tidak langsung yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Saya berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik bagi saya sendiri maupun bagi semua pihak, serta dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran hewan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Metode Penelitian 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rataan onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks, pupil mata, dan onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan (menit ke-) 6 2 rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks, pupil mata, dan

onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan (menit) 6

DAFTAR GAMBAR

1 Frekuensi respirasi per menit 7

2 Frekuensi denyut jantung per menit 8

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anestesi berasal dari bahasa Yunani anaisthēsia yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran, sedangkan anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit secara menyeluruh disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum terdiri dari tiga komponen yaitu ketidaksadaran, hilangnya rasa nyeri, dan relaksasi otot (Pawson dan Forsyth 2008). Anestesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak sadarkan diri sedangkan otot-otot mengalami relaksasi dan penekanan refleks yang tidak dikehendaki (Mycek 2001). Anestesi umum dapat berjalan baik dengan mempertimbangan pemilihan anestesi yang ideal.

Anestesi yang ideal memiliki sifat mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital (paru-paru, jantung), tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, dan tanpa efek yang tidak diinginkan (Gan 1987). Sediaan yang banyak digunakan sebagai agen sedatif dan analgesik adalah sediaan-sediaan yang mememiliki efek mengaktivasi pusat α2-adrenoreseptor. Xylazin, medetomidin,

dan romifidin merupakan contoh sediaan agonis α2-adrenoreseptor yang sudah umum digunakan pada kucing (Granholm et al. 2006).

Xylazin merupakan salah satu obat anestesia yang cukup baik, karena dengan penggunaan dosis yang rendah dapat memberikan efek sedatif, anestesi, analgesia, dan relaksasi otot. Xylazin memiliki beberapa kelemahan, yaitu efek analgesia yang tidak dapat diukur, bradikardi, hipotensi, hipoventilasi, disrithmia, menghasilkan efek seperti tertidur, khusus pada anjing dan kucing disertai muntah (Dart 1999). Efek negatif xylazin yang telah diuraikan sebelumnya sangat merugikan dan menyiksa hewan sehingga diperlukan alternatif obat lain atau kombinasi yang sesuai. Salah satu sediaan yang dapat dikombinasikan dengan xylazin adalah medetomidin yang menghasilkan efek sedasi, analgesia, dan relaksasi otot yang terjadi akibat penghambatan refleks dalam susunan saraf pusat (SSP) (Boothe 2001). Keunggulan medetomidin ialah memiliki antidota atipamezole yang dapat mengembalikan kondisi fiologis normal dengan sangat cepat pasca penyuntikan medetomidin (Hall 1996).

Perumusan Masalah

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek yang ditimbulkan dari kombinasi xylazin dengan medetomidin. Kombinasi tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan alternatif obat anestesi yang efektif.

Manfaat Penelitian

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi baru mengenai kombinasi xylazin dan medetomidin yang digunakan sebagai obat anestesi, sehingga memberikan alternatif baru bagi petugas medis yang akan menggunakan obat anestesi yang efektif.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing

Kucing merupakan hewan peliharaan yang populer di Indonesia, selain hewan lainnya seperti anjing, burung, dan hewan eksotik (Purwantoro 2010). Kucing lokal adalah satu dari sekian banyak hewan yang dijadikan hewan kesayangan untuk pemenuhan kesenangan ataupun hobi. Selain karena mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita, kepemilikan kucing lokal yang banyak di Indonesia dipengaruhi oleh perawatannya yang tidak telalu mahal dan jinak, daya adaptasi serta kemampuan reproduksi dan mempertahankan diri yang baik dalam lingkungan hidupnya (Noviana et al. 2009).

Anestesia

Anestesi adalah hilangnya seluruh rasa dari bagian tubuh (anestesi lokal) atau seluruh tubuh (anestesi umum) sebagai akibat dari kerja obat yang mendepres aktivitas sebagian atau seluruh sistem saraf (Cornick 1994). Anestesi pada hewan umumnya digunakan untuk alasan menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (rasa sakit), melakukan pengendalian hewan (restraint), membantu melakukan diagnosis atau proses pembedahan, keperluan penelitian biomedis, mencegah kekejangan otot, dan untuk melakukan euthanasia (Adams 2001). Tahapan anestesi terdiri atas tahap sedasi, anestesi ringan, anestesi dalam, dan tahap kematian (Coyle et al. 2004).

Xylazin

(15)

3 menyebabkan efek hipnotik pada hewan domestik (Egwu et al. 2011). Penggunaan xylazin secara tunggal dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular mengakibatkan penurunan signifikan denyut jantung, cardiac output, aliran aorta, peningkatan awal tekanan darah dan resistensi perifer (Baumgartner et al. 2010). Selain itu xylazin juga dapat menyebabkan penurunan signifikan sistem pernapasan (Li et al. 2012), sehingga di butuhkan obat yang dapat di kombinasikan untuk mengurangi dampak negatif xylazin.

Medetomidin

Medetomidin merupakan obat premedikasi (kilic et al. 2004). Termasuk dalam golongan thiazin yang di klasifikasikan sebagai agonis α2-adrenoreseptor yang merangsang reseptor α2-adrenoreseptor yang menyebabkan penurunan tingkatan transmisi neuro norepnephrin dalam otak yang menghasilkan efek sedasi dan analgesia, relaksasi otot terjadi karena penghambatan refleks dalam susunan syaraf pusat (SSP) (Boothe 2001). Medetomidin banyak digunakan sebagai obat penenang dengan efek yang ditimbulkan berupa analgesik, relaksasi otot, dan efek anxiolytic (Rioja 2013). Kandungan atipammezole dalam medetomidin dapat mengembalikan kondisi fiologis nomal dengan sangat cepat (Hall 1996).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2015. Penelitian ini dilaksanakan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

(16)

4

Tahap Persiapan

Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe kandang individu. Proses persiapan kandang dilakukan dengan membersihkan kandang terlebih dahulu dan melakukan desinfeksi satu minggu sebelum kegiatan penelitian dilakukan.

Kucing

Kucing yang digunakan dalam penelitian ini adalah kucing jantan yang telah dewasa kelamin, berumur sekitar 2 sampai dengan 3 tahun, dengan bobot badan berkisar 3.5 sampai dengan 5 kg. Kucing yang telah disiapkan diperiksa kondisi kesehatannya (kucing yang digunakan dalam penelitian adalah kucing yang sehat), selanjutnya dilakukan aklimatisasi selama dua minggu, sehingga kucing dapat menyesuaikan dengan lingkungan kandang. Pada tahap aklimatisasi kucing diberikan obat cacing, sehingga terbebas dari cacing selama digunakan untuk penelitian.

Pakan dan Minum

Pakan kucing yang digunakan dalam penelitian ini ialah pakan dengan standar gizi yang baik (whiskas®). Komposisi nutrisi pakan terdiri atas protein kasar (min. 31.5%), lemak kasar (min 9.5%, max 11.5%), serat kasar (max 6%), kelembapan (max 12%), asam linoleat (min 1.4%), magnesium (min. 0.1%), zinc (min. 150 mg/kg), vitamin A (min. 11,000 IU/kg), vitamin E (min. 150 IU/kg), dan taurin (min 0.1%). Pemberian minum diberikan secara ad libitum dengan penggantian sehari dua kali pada pagi dan sore hari dengan menggunakan air mineral (Aqua®, Danone).

Tahap Perlakuan

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan dengan enam ulangan. Perlakuan tersebut ialah kelompok kucing yang tidak diberi sediaan anestesi (kontrol), kelompok kucing yang disuntik sediaan anestesi xylazin 0.1 mg/kg BB secara IM (perlakuan I), kelompok kucing yang disuntik sediaan anestesi medetomidin 0.05 mg/kg BB secara IM (perlakuan II), dan kelompok kucing yang disuntik sediaan anestesi xylazin 0.1 mg/kg BB secara IM dan sesaat setelahnya disuntik dengan medetomidin 0.05 mg/kg BB secara IM (perlakuan III).

Pemberian Sediaan Anestetikum

(17)

5 Pengambilan Data

Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan terhadap rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, refleks pupil, frekuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu tubuh. Pengamatan terhadap rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan refleks pupil dilakukan untuk mengetahui onset dan durasi sediaan anestesi. Pengamatan dilakukan setiap tiga menit mulai sebelum obat disuntikkan hingga kucing sadar kembali (recovery). Pengamatan frekuensi respirasi, frekuensi jantung, dan suhu tubuh dilakukan sepuluh menit sekali mulai sebelum obat disuntikkan hingga kucing sadar kembali (recovery).

Pengamatan rasa nyeri dilakukan dengan mencubit telinga kucing dengan pinset syrurgis, pengamatan tonus otot dengan mengamati kemampuan kucing dalam menopang tubuhnya, pengamatan kesadaran dengan melihat efek sedatif dan hilangnya kesadaran pada kucing percobaan, pengamatan refleks pedal dengan mencubit ujung jari kucing percobaan dengan pinset syrurgis, dan pengamatan refleks pupil dengan melihat refleks pupil terhadap rangsangan cahaya.

Frekuensi respirasi diukur secara visual dengan melihat gerakan inspirasi dan ekspirasi di bagian abdominal selama satu menit. Pengukuran frekuensi jantung dilakukan secara auskultasi menggunakan stetoskop yang diletakkan pada apeks jantung di rongga dada sebelah kiri atau merasakan pulsus arteri pada arteri femoralis. Suhu rektal diamati dengan memasukkan ujung termometer pada bagian rektal kucing hingga termometer berbunyi.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati terdiri atas onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan refleks pupil), durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan refleks pupil), dan kondisi fisiologis hewan (frekuensi napas, frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal).

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS Statistics 19 dengan analisa sidik ragam (Analyse of Variant atau ANOVA)dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(18)

6

Data yang di sajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok kucing yang disuntik xylazin mendapatkan onset sempurna pada menit 14.50 ± 8.361. Hal ini sesuai dengan pernyataan Booth (1995) daya kerja xylazin jika diaplikasikan secara intramuscular (IM) memberikan efek sedasi 10-15 menit setelah penyuntikan. Pada kelompok kucing yang disuntik medetomidin mendapatkan onset sempurna pada menit 21.50±6.124 sedangkan kelompok kucing yang disuntik kombinasi xylazin dan medetomidin menunjukkan onset sempurna yang lebih baik dengan kisaran waktu 5.50±1.225 menit. Selain pengamatan onset, penelitian ini juga menghitung durasi anestesi. Penghitungan rataan durasi anestesi pada berbagai waktu pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran,refleks, pupil mata, dan onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan (menit)

Kontrol Xylazin Medetomidin Xylazin +

Medetomidin

Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada P<0,05

Hasil pengukuran durasi yang diperoleh menunjukkan bahwa kelompok kucing yang disuntik xylazin memiliki durasi sempurna selama 74.50 ± 20.821 menit. Sesuai dengan pernyataan Booth (1995) xylazin yang diberikan secara intramuskuler memiliki efek sedasi berakhir satu sampai dua jam, efek analgesia berakhir dalam 30-40 menit. Pada kelompok kucing yang disuntik medetomidin memiliki durasi sempurna selama 54.50 ± 17.120 menit. Kelompok kucing yang disuntik kombinasi xylazin dan medetomidin memiliki durasi yang lebih lama yaitu 136.00 ± 37.406 menit. Hal ini diduga disebabkan xylazin dan medetomidin merupakan sediaan yang memiliki kerja yang sama, yaitu agonis α2-adrenoreseptor Tabel 1 Rataan onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks, pupil mata, dan

onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan (menit ke-)

Kontrol Xylazin Medetomidin Xylazin +

Medetomidin

Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda

(19)

7 (Granholm et al. 2006). Onset lebih cepat dan durasi lebih panjang pada kelompok kucing yang disuntik kombinasi xylazin-medetomidin diduga disebabkan adanya efek potensiasi diantara kedua senyawa tersebut.

Frekuensi respirasi, frekuensi jantung, dan suhu tubuh merupakan faktor utama yang diamati dalam penelitian ini. Pengukuran dilakukan dalam interval waktu 10 menit sekali. Hasil yang diperoleh selama penelitian disajikan dalam Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.

Gambar 1 Frekuensi respirasi per menit, kucing kontrol, kucing yang disuntik xylazin, kucing yang disuntik medetomdin, kucing yang disuntik kombinasi xylazin dan medetomidin

(20)

8

Gambar 2 Frekuensi denyut jantung per menit, kucing kontrol, kucing yang disuntik xylazin, kucing yang disuntik medetomdin, kucing yang disuntik kombinasi xylazin dan medetomidin

Gambar 2 menggambarkan hubungan antara frekuensi jantung per menit pada kelompok kucing yang disuntik xylazin, medetomidin, dan kombinasi xylazin-medetomidin. Kelompok kucing yang disuntik xylazin mengalami penurunan frekuensi jantung yang disebabkan oleh pengurangan aktivitas simpatetik oleh xylazin yang berakibat pada kontriksi pembuluh darah perifer sehingga frekuensi jantung, curah jantung, dan tekanan darah perifer akan menurun (Cullen 1999). Pemberian medetomidin menyebabkan penurunan denyut jantung hingga 20-63% pada kucing (Stenberg et al. 1987, Savola 1989). Hal ini disebabkan oleh stimulasi medetomidin pada reseptor pusat dan perifer yang memiliki fungsi kardiovaskular (Hayashi dan Maze 1993), sehingga berakibat pada meningkatnya tonus vagus dan menurunnya aktivitas simpatik yang menyebabkan bradikardia dan hipotensi.

(21)

9

Gambar 3 Suhu tubuh, kucing kontrol, kucing yang disuntik xylazin, kucing yang disuntik medetomdin, kucing yang disuntik kombinasi xylazin dan medetomidin

Perubahan suhu yang terlihat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kelompok kucing kontrol tidak mengalami penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi pada kelompok kucing yang disuntik xylazin dan kelompok kucing yang disuntik medetomidin. Efek dari penyuntikan xylazin dan medetomidin menyebabkan penurunan suhu tubuh yang diakibatkan oleh penurunan pembentukan panas tubuh oleh otot skelet, dan penurunan rata-rata metabolisme basal tubuh karena tidak ada aktivitas tubuh selama anestesi (Lumb dan Jones 1996, Muir et al. 2000). Pada medetomidin, tingkat dosis yang diberikan berpengaruh terhadap kerja α2-agonis yang menekan reseptor noradrenergik di hipotalamus sehingga terjadi hipotermia (MacDonalt et al. 1988). Penurunan suhu tubuh dilaporkan terjadi pascapemberian medetomidin yang dilakukan pada anjing (Cullen dan Reynoldson 1993).

(22)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kombinasi xylazin dan medetomidin efektif untuk digunakan sebagai alternatif sediaan anestesi pada kucing lokal. Kombinasi xylazin dan medetomidin memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih panjang.

Saran

Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui dosis optimum medetomidin yang dapat digunakan untuk menjaga frekuensi jantung tetap stabil, serta dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengetahui sediaan yang dapat di kombinasikan dengan xylazin-medetomidin, sehingga dapat menjaga frekuensi jantung tetap stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Adams HR. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Iowa (US): Iowa State Press.

Akbar H, Khan MA, Khan MS, Aslam S, Nasir A, Anjum AA. 2014. Effects of Different Doses of Medetomidine on Clinical and Hematological Parameters in Dogs. JAP. 24(3):730-737.

Baumgartner C, Bollerhey M, Ebner J, Laacke-Singer L, Schuster T, Erhardt W. 2010. Effects of Ketamine-xylazine intravenous bolus injection on cardiovaskular function in rabbits. Can J Vet Res. 74:200-208.

Booth NH. 1995. Drugs Acting ON The Central Nervous System. Di dalam: Booth NH, Keith RB, editor. Veterinary Pharmacology ang Therapeutics. Ed ke-5. Iowa (US): The Iowa State University Press.

Boothe, Dawn M. 2001. Small Animal Clinical Pharmacology and Therapeutics. Philadelphia (US): WB Sauders Company.

Cornick JL. 1994. Veterinary Anesthesia. Di dalam: Dennis MM, editor. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. Ed ke-3. Philadelphia (US): WB Saunders Company.

Coyle SD, Robert MD, James HT. 2004. Anaesthetic in Aquaculture. Aberdeen (UK): SRAS Publishing.

Cullen LK, and Reynoldson JA. 1993. Xylazine or medetomidine premedication before propofol anaesthesia. Vet Rec. 132:378-383.

(23)

11 Dart CM. 1999. Advantages and disadvantages of using alpha-2 agonists in

veterinary practice. AVJ. 177(11):720-722.

Egwu GO, Gideon DM, Saka S, Patrick AO, Gladys TA. 2011. The effect of vitamin C at varying times on physiological parameters in rabbits after xylazine anaesthesia. Vet Ital. 47(1):97-104.

Gan S. 1987. Farmakologi dan Terapi, Edisi 3. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta (ID)

Granholm M, McKusick BC, Westerhol FC, Aspergen JC. 2006. Evaluation of the clinical efficacy and safety of dexmedetomidine or medetomidine ini cats and their reversal with atipamezole. Vet. Anaesth. Analg. 33:214-223.

Hall LW. 1996. Medeteomidine, alpha2 adrenoreceptors and small animal practice. Br.vet.J. 152 (5):493-495.

Hayazhi Y, and Maze M. 1993. Alpha2 adrenoreceptor agonists and anaesthesia. BJA. 71:108-118.

Kilic N, Henke J. 2004. Comparative studies on the effect of S(+)-ketamin-medetomidine ang racemic-ketamin-S(+)-ketamin-medetomidine in mouse. YYU Vet Fak Derg. 15(1-2):15-17.

Kolahin S, Jarolmasjed SH. 2012. Antiemetic afficacy of promethazine on xylazine-induced emesis in cats. Can Vet J. 53:193-195.

Li P, Han H, Zhai X, He W, Sun L, Hou J. 2012. Simultaneous HPLC-UV determination of ketamine, xylazine, and midazolam in canine plasma. J Chro Sci. 108-113.

Lumb WV, and Jones EW. 1996. Veterinary Anaesthesia. Ed ke-3. Pennsylvania (US): Lea and Febtger.

MacDonald E, Scheinin H, and Scheinin M. 1988. Behavioural and neurochemical effects of medetomidine, a novel veterinary sedative. EJP. 158:119-127. Muir WW, Hubbell JAE, Skarda RT, and Bednarski RM. 2000. Handbook of

Veterinary Anaesthesia. Ed-3. Missouri (US): Mosby Inc.

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi 2. Penerjemah: Agus A. Jakarta (ID): Widya Medika. (Buku asli diterbitkan 1995).

Noviana D, Esrawati M, Soedjono G. 2009. Pengaruh anestesi terhadap saturasi oksigen (spo2) selama enterotomi pada kucing lokal (Felis domestica). Hemera Zoa. 1(1):1-5.

Pawson P & Forsyth S. 2008. Anesthetic agents. Di dalam : Maddison J. Farmacologia Animalelor Mici. Ed ke-2. Philadelphia : Electrocardiograph evaluation of the cardiovascular effects of medetomidine, acepromazine, and their combination in healthy dogs. Res Vet Sci : 95(2):687-699.

Purwantoro A. 2010. Breeding Aneka Kucing Ras. Gramedia: Jakarta(ID).

Rioja E, Giacomo G, Alexander V. 2013. Clinical Use of a Low-Dose Medetomidine Infusion in Healthy Dogs Undergoing Ovariohysterectomy. CVJ. 54:864-868.

Savola JM. 1989. Cardiovascular actiond of medetomidine ang their reversal by atipamezole. AVS. 85:39-47.

(24)

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Mei 1992 di kabupaten Jember, Jawa Timur. Penulis terlahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Moch. Samsun dan Ibu Nasiatul Laili. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di MI AT-TAQWA Bondowoso pada tahun 2006. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2009 di SMPN 1 Bondowoso dan pendidikan menegah atas pada tahun 2011 di SMAN 1 Jember. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif sebagai pengurus maupun anggota Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas, dan Badan Eksekutif Mahasiswa TPB dan FKH. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB pada tahun kepengurusan 2013-2014.

Gambar

Gambar 2 Frekuensi denyut jantung per menit,
Gambar 3 Suhu tubuh,

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tulisan ini membahas tentang peranan visum et repertum sebagai salah satu alat bukti dalam perkara persetubuhan anak dibawah umur dan faktor-faktor yang menjadi penghambat

5.1.3 penentuan hasil produksi pada batik tulis sistem Activity Based Costing l ebih murah atau efektif daripada konvensional, Sedangkan untuk batik cap sistem

Setiap mahasiswa memiliki faktor determinan yang berbedadi tiap individunya.Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk perilaku belajar

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengrajin berpendidikan rendah, pengrajin memiliki jumlah anak sedikit, pengrajin memiliki jumlah tanggungan tergolong kecil, seluruh

Dalam penelitian ini, yang menjadi peubah bebas adalah iringan musik dalam penyelesaian soal matematika (X), sedangkan yang menjadi peubah ter- ikatnya

Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lapangan pada tanaman cabai di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian ditemukan adanya penyakit bercak daun yang diduga disebabkan

Gambar A menunjukkan bronkus normal, dengan silia yang masih utuh, tampak seperti bulu sikat pada puncak sel epitel torak (panah biru). Sedangkan gambar B, pada puncak sel-sel

Berdasarkan latar belakang dan tema mengenai sistem pengambilan keputusan maka dilakukan penelitian skripsi dengan judul “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Prioritas Untuk