• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BISKUIT LELE (

Clarias gariepinus

)

DENGAN KRIM PROBIOTIK

Enterococcus faecium

IS-27526

TERHADAP PROFIL LIPID DAN BERAT BADAN

WANITA LANSIA

HARDYANTI PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium

IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Hardyanti Pratiwi

(4)

RINGKASAN

HARDYANTI PRATIWI. Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia. Dibimbing oleh CLARA M KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, dan INGRID S SURONO.

Persentase populasi lanjut usia semakin meningkat di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk lansia berdampak pada munculnya masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah kesehatan pada lansia adalah penyakit jantung koroner yang ditandai dengan kadar profil lipid yang tidak normal seperti kolesterol dalam darah. Masalah gizi lainnya yang kerap terjadi pada lansia adalah perubahan berat badan. Oleh karena itu, lansia membutuhkan asupan zat gizi yang cukup, tidak hanya dari makanan utama tetapi juga dari makanan selingan untuk mencegah terjadinya permasalahan gizi tersebut. Salah satu makanan selingan yang telah disesuaikan dengan kecukupan gizi lansia dan telah teruji manfaatnya adalah biskuit dari tepung ikan lele dengan krim mengandung probiotik. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) dan berat badan wanita lansia.

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hibah Kompetensi IPB-DIKTI 2012-2014 berjudul "Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By-Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food

untuk Lansia". Penelitian ini mendapatkan bantuan dana dari PT Kreasi Inovasi Prosana. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Januari 2015 di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dan Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan krim probiotik dan persiapan biskuit intervensi. Intervensi dilakukan di Pos Lansia Dahlia Senja Kelurahan Limo Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial (RCT) single blind study dan mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subjek penelitian ini adalah 34 wanita berusia 45-75 tahun dengan hasil tahapan skrining awal, salah satu kadar profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL atau trigliserida) yang cenderung tidak normal. Subjek dialokasikan menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (P00) diberikan biskuit tanpa tepung lele dengan krim tanpa probiotik, (P10) biskuit lele dengan krim tanpa probiotik, (P01) biskuit tanpa tepung lele dengan krim probiotik, dan (P11) biskut lele dengan krim probiotik. Intervensi dilakukan selama 60 hari. Bahan utama yang diberikan ke subjek adalah 50 g biskuit yang terbuat dari subtitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ikan lele, dan krim yang mengandung probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dengan dosis 108 cfu/hari.

(5)

Untuk menganalisis pengaruh perlakuan terhadap berat badan dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) antar kelompok perlakuan menggunakan sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Untuk melihat perbedaan parameter dalam kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi dianalisis dengan uji-tberpasangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi perubahan kadar kolesterol yang signifikan pada kelompok P00 dan P10 (p<0.05), namun tidak terjadi perubahan yang signifikan (p>0.05) pada kelompok P01 dan P11. Dengan selisih kadar kolesterol cenderung lebih rendah pada kelompok P11 (biskuit lele+krim probiotik) dibanding kelompok lain. Tidak ada pengaruh dari perlakuan yang signifikan terhadap kadar LDL dan HDL (p>0.05). Terjadi penurunan kadar TG pada kelompok (P11) dan peningkatan pada kelompok lainnya, namun tidak signifikan (p>0.05). Rata-rata selisih berat badan sebelum dan selama intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Kata kunci: berat badan, biskuit lele, probiotic E. faecium IS-27526, profil

(6)

SUMMARY

HARDYANTI PRATIWI. Effect of Catfish Biscuit (Clarias gariepinus) with Probiotic Enterococcus faecium IS-27526 Cream on Lipid Profile and Body Weight of Elderly Women. Guided by CLARA M KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, and INGRID S SURONO.

Indonesia has experienced an increase in the number of elderly. A Higher population of elderly will be resulted in nutrition and health problems. One of the problems is coronary heart disease which is characterized by abnormal cholesterol levels in the blood. Other nutritional problems in the elderly are weight loss and weight gain. Therefore, the elderly require sufficient nutritional intake not only from the main meal but also from the snack to prevent this problem. One of snacks has been adapted to the nutritional adequacy of elderly was biscuits from catfish flour with cream containing probiotics. The purposes of this study was to assess the effect of catfish biscuit with probiotic E. faecium IS-27526 cream on the lipid profile and body weight of elderly women.

The study was part of the Competitive Research Grant of IPB-DIKTI, 2012-2014 entitled “Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By -Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia”, and funded by PT Kreasi Inovasi Prosana. This study was conducted from November 2014 until January 2015. Biscuit and cream preparation was made in Food Processing and Experiment Laboratory, Department of Community Nutrition, Faculty of Human Ecology, and Laboratory of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University. Intervention was conducted in Service Post of Elderly (Pos lansia) Dahlia Senja, Depok City. The study design was randomized, single-blind, controlled trial and was approved by the Health Research Ethics Committee Faculty of Medicine University of Indonesia. The subjects were 34 women aged 45-75 years with inclusion criteria having abnormality in either one of lipid profile levels (total cholesterol, LDL, HDL, or triglyceride). Subjects were divided into one control group (P00) and three intervention groups, namely: catfish biscuit plus cream without probiotic (P10), biscuit without catfish flour plus probiotic cream (P01), and catfish biscuit plus probiotic cream (P11). The intervention lasted for sixty days. Subjects were supplemented 50 g biscuit made from partial substitution of flour with catfish flour, and a cream containing probiotic Enterococcus faecium

IS-27526 at a dose of 108 cfu/day.

(7)

The results showed that total cholesterol levels significantly increased in control (P00) and catfish biscuit plus cream without probiotic group (P10) (p<0.05), and no significant changes were observed in others intervention group (p>0.05). The difference in cholesterol level before and after study tend to be lower in the group of catfish biscuits plus probiotics cream (P11) than other groups. There was no significant change of treatment on LDL and HDL levels (p>0.05). Triglyceride levels tend to decrease in the group (P11) and an increase in other groups, but not significant (p>0.05). There was no significant change on difference of body weight before and after intervention (p>0.05).

Keywords: body weight, catfish biscuit, elderly women, lipid profiles, probiotic

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENGARUH PEMBERIAN BISKUIT LELE (

Clarias gariepinus

)

DENGAN KRIM PROBIOTIK

Enterococcus faecium

IS-27526

TERHADAP PROFIL LIPID DAN BERAT BADAN

WANITA LANSIA

HARDYANTI PRATIWI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium

IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof Dr Clara M Kusharto, MSc; Bapak Dr Ir Budi Setiawan, MS; dan Ibu Dr Ir Ingrid S Surono, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan serta saran yang sangat membangun kepada penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan berbagai saran dalam penyempurnaan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri selama penulis menjalankan studi dan kepada Ketua Program Studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen, dan seluruh staf yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh studi sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.

Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Tim Peneliti Hibah Kompetensi IPB- DIKTI 2012-2014 berjudul "Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By-Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia" yang telah mengizinkan penulis dalam menggunakan sebagian data penelitian tersebut. Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur PT Kreasi Inovasi Prosana beserta staf yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis untuk penelitian ini. Terima kasih kepada PT Carmelitha Lestari Bogor, Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, dan Sefast Center IPB atas bantuan dalam sarana dan prasana penelitian, serta kepada Ibu Hj Ratna selaku ketua Pos Lansia Dahlia Senja Limo Kota Depok, kader, dan anggota pos lansia yang telah bersedia berpartisipasi aktif dan bekerjasama dengan baik dalam penelitian.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada kedua orang tua, Bapak Drs Bandi (alm) dan Ibu Arwiah, SPd, kedua adik (Muhammad Arfan, SPd dan Muhammad Dirga Luthfi), dan Firmansyah Ibrahim, MKom beserta keluarga yang selalu mendoakan dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan Pascasarjana Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat 2013, teman-teman Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Selatan (Ika Wirya Wirawanti, SGz; Astri Ayunovaria, SGz, dan Alfia Ansarullah, SGz), teman-teman asisten praktikum PSG tahun 2014/2015, dan tim penelitian (Nunung Cipta Dainy, SP Msi; Mia Srimiati, SGz, Rahmadini Emil, dan Kiranannisa) atas semangat kebersamaan, persahabatan, dan dukungannya selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan bermanfaat.

Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 3

Hipotesis 3

Manfaat 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Masalah Gizi Lansia 4

Biskuit sebagai Pangan Fungsional 5

Manfaat Probiotik bagi Kesehatan 6

3 KERANGKA PEMIKIRAN 10

4 METODOLOGI 12

Desain Penelitian 12

Waktu dan Tempat 12

Bahan dan Alat 12

Subjek Penelitian 13

Tahapan Penelitian 14

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Pengolahan dan Analisis Data 18

Definisi Operasional 19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Karakteristik Subjek 20

Kepatuhan Konsumsi Biskuit 23

Konsumsi Pangan 26

Profil Lipid 40

Berat Badan 46

6 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 55

(14)

DAFTAR TABEL

1 Angka kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat untuk

wanita usia 45-80 tahun 5

2 Beberapa hasil penelitian terkait pengembangan biskuit Clarias dan krim

probiotik E. faecium IS-27526 9

3 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek 13 4 Kandungan zat gizi dan energi per 50 g biskuit intervensi 14

5 Komposisi dasar krim per 100 g 15

6 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 17

7 Jenis dan kategori variabel pengolahan data 18

8 Definisi operasional 19

9 Karakteristik subjek berdasarkan usia, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, dan suku 20

10 Karakteristik subjek berdasarkan IMT dan riwayat penyakit jantung dan

stroke keluarga 22

11 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi 23 12 Rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian selama intervensi 24 13 Rata-rata kontribusi energi dan protein harian biskuit intervensi terhadap

kecukupan gizi 25

14 Rata-rata asupan zat gizi sebelum dan selama intervensi 27 15 Frekuensi konsumsi pangan sumber energi tertinggi satu bulan terakhir

sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) 33 16 Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pembangun satu bulan terakhir

sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) 35 17 Frekuensi konsumsi minyak goreng satu bulan terakhir sebelum dan

selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali / bulan) 37 18 Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pengatur satu bulan terakhir

sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) 38 19 Kadar kolesterol total (mg/dl) sebelum dan setelah intervensi 41

20 Kadar LDL sebelum dan setelah intervensi 43

21 Kadar HDL sebelum dan setelah intervensi 44

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Mekanisme perananan probiotik dalam penurunan kadar kolesterol

(Surono 2004) 7

2 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526terhadap profil lipid dan berat

badan subjek 11

3 Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian 16 4 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional per dua minggu selama

intervensi 23

5 Tingkat kecukupan energi (TKE) sebelum dan selama intervensi 28 6 Tingkat kecukupan protein (TKP) sebelum dan selama intervensi 29 7 Tingkat kecukupan lemak (TKL) sebelum dan selama intervensi 30 8 Tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) sebelum dan selama intervensi 31 9 Tingkat kecukupan serat (TKS) sebelum dan selama intervensi 32 10 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber energi sebelum dan

selama intervensi (kali/perbulan) 34

11 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pembangun sebelum

dan selama intervensi (kali/perbulan) 36

12 Total frekuensi konsumsi minyak goreng dan gorengan sebelum dan

selama intervensi (kali/perbulan) 37

13 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pengatur sebelum

dan selama intervensi (kali/perbulan) 39

14 Total frekuensi konsumsi teh tawar dan biskuit lainnya sebelum dan

selama intervensi (kali/perbulan) 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persetujuan Etik 55

2 Prosedur persiapan penelitian 56

3 Prosedur penelitian 58

4 Hasil Analisis Stastistik 59

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lanjut usia merupakan fase akhir dalam daur kehidupan manusia, disertai adanya proses penuaan. Proses tersebut terjadi secara alamiah dan berkesinambungan meliputi perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2010). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996). Berdasarkan data Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) persentase penduduk Indonesia berusia diatas 60 tahun pada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta orang (7.18%). Pada tahun 2012 jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan menjadi 7.56%, berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan (8.2%) dibandingkan dengan laki-laki (6.9%) (Kemenkes RI 2013; WHO 2014). Menurut WHO (2014), persentase populasi lansia di Indonesia semakin meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 8.1% dari total penduduk di Indonesia.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka meningkat pula tantangan dalam pembangunan yang selanjutnya meningkatkan kebutuhan kesehatan agar dapat tetap sehat pada proses penuaan. Menurut Fatmah (2010) menua sehat dapat dicapai melalui usaha-usaha preventif terhadap faktor risiko sejak dini seperti pemeriksaan laboratorium secara lengkap, mempertahankan berat badan normal, memperhatikan konsumsi pangan, mengonsumsi suplemen, dan berolahraga ringan. Mengonsumsi suplemen penting untuk memperbaiki atau mempertahankan metabolisme dan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Salah satu bentuk suplemen pangan yang dapat ditemukan adalah zat prebiotik serta probiotik, karena sudah banyak dikembangkan dan diproduksi seiring dengan pengetahuan dalam bidang gizi (Hartono 2006). Probiotik merupakan salah satu golongan dari komponen pangan fungsional, yaitu mikroorganisme hidup yang saat dikonsumsi dengan jumlah yang memadai, tetap hidup sampai mencapai saluran gastrointenstinal serta memberikan manfaat kesehatan (FAO 2001). Manfaat probiotik untuk kesehatan adalah sebagai anti hipertensi, meningkatkan ketersediaan biologis mineral, meningkatkan kandungan vitamin B, penurunan serum kolesterol (Surono 2004), anti kanker, mengobati intoleransi laktosa, berperan dalam reaksi alergi, mengurangi konstipasi, masalah jantung seperti aterosklerosis dan arteriosklerosis (Suvarna dan Boby 2005).

(18)

efektivitas probiotik terhadap metabolisme lipid. Penelitian oleh Rifqi (2014) yaitu pemberian pakan formulasi biskuit lele dengan probiotik E. faecium IS-27526 pada hewan coba monyet ekor panjang betina usia tua mampu menekan peningkatan kolesterol total dan LDL kolesterol. Penelitian Rajkumar et al. (2014) menyebutkan bahwa suplementasi dengan probiotik pada orang dewasa secara signifikan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida, LDL, dan very low-density lipoprotein (VLDL) serta meningkatkan high-density lipoprotein (HDL).

Masalah gizi lainnya pada lansia adalah berat badan. Berdasarkan pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI (2013), prevalensi obesitas sentral kelompok usia 55 sampai 64 tahun adalah 23.1% lebih tinggi dari prevalensi tingkat nasional (18.8%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada wanita lansia (83.7%) dibandingkan dengan laki-laki lansia (38.5%) (Patriasih et al. 2013). Masalah gizi kurang, juga kerap terjadi pada lansia dan jauh lebih serius daripada kelebihan berat badan. Status gizi kurang telah berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit, meskipun menurut Brown (2011) kejadian gizi kurang tidak diketahui pasti apakah gizi kurang mendahului atau mengikuti kejadian penyakit. Secara keseluruhan, efek dari gizi kurang berdampak negatif pada respon imun, fungsi otot dan pernapasan, dan penyembuhan luka pada lansia yang bukan disebabkan oleh proses penuaan. Oleh karena itu, kelompok lansia membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mencegah terjadinya permasalahan gizi tidak hanya dari makanan utama tetapi juga dari makanan selingan.

Salah satu bentuk pemberian makanan selingan yang baik adalah produk pangan fungsional. Pangan fungsional dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur (kecuali bayi) dari balita sampai lanjut usia. Salah satu pangan fungsional yang telah dikembangkan adalah biskuit dari tepung ikan lele dengan penambahan krim probiotik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, biskuit lele mempunyai kandungan zat gizi cukup tinggi dibandingkan dengan syarat SNI yaitu karbohidrat 55.94%, protein 19.55% dan lemak 21.99%, dan merupakan bahan pangan berprotein tinggi karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) balita (Mervina et al. 2012). Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai dampak pemberian biskuit konsentrat protein ikan plus probiotik, diantaranya oleh Kusharto et al. (2005) menunjukkan adanya peningkatan status gizi berdasarkan berat badan terhadap umur pada balita. Didukung penelitian Adi (2010) yaitu biskuit lele mampu meningkatkan status gizi, menanggulangi wasting, dan aman untuk balita sehingga memungkinkan untuk dapat dikonsumsi oleh kelompok usia lain seperti orang lanjut usia. Berdasarkan hasil uji organoleptik, formulasi biskuit tepung ikan lele dapat diterima oleh panelis lansia (Lestari 2013). Pada hewan coba monyet ekor panjang betina usia tua, formula biskuit lele dengan probiotik E. faecium IS-27526 terbukti menstabilkan lipatan kulit perut dan berat badan (Jayanti 2014). Susu suplementasi probiotik E. faecium IS-27526 telah diteliti mampu meningkatkan respon humoral dan berat badan anak usia pra sekolah (Surono et al. 2011) dan meningkatkan respon imun IgA pada lansia (Rusilanti 2006). Oleh karena itu, dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik

(19)

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan wanita lansia.

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 27526 108 cfu/hari terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida), dan berat badan wanita lansia.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengevaluasi kontribusi biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probitoik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap asupan wanita lansia. 2. Menganalisis tingkat kecukupan konsumsi pangan wanita lansia.

3. Menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) wanita lansia.

4. Menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap berat badan wanita lansia.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari dan biskuit kontrol terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) wanita lansia.

2. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari dan biskuit kontrol terhadap berat badan wanita lansia.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Gizi Lansia

Pengertian lansia, dikategorikan menjadi dua yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis berdasarkan tanggal kelahiran sehingga mudah diketahui, sedangkan lansia biologis berdasarkan pada keadaaan jaringan tubuh. Terdapat tiga dasar yang fundamental yang digunakan dalam menyusun teori penuaan, yaitu: (1) pola penuaan hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama; (2) laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies; (3) laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau dicegah. Departemen Kesehatan RI memberikan batasan lansia sebagai berikut: (1) virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun); (2) usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60 – 64 tahun); dan (3) lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, usia di atas 65 tahun (Fatmah 2010), sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996).

Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usianya. Sejumlah sistem tubuh lansia mengalami penurunan, salah satunya adalah sistem kardiovaskular. Seiring pertambahan usia akan terjadi penurunan elastisitas dinding aorta. Organ jantung pada lansia tidak mengalami penurunan ukuran, namun perubahan secara fisiologis dapat terjadi pada katup-katup jantung dimana inti sel pada sel-sel katup-katup jantung ini terjadi penurunan jaringan fibrosa stroma jantung dan penumpukan lipid (Fatmah 2010). Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler adalah hipertensi, jantung pulmonik, dan penyakit jantung koroner.

(21)

(sekitat 70%), efek termal makanan (sekitar 10%), dan aktivitas fisik (20%). Proses penuaan dikaitkan dengan ketiga komponen tersebut. Aktivitas fisik menurun dengan bertambahnya usia dan menyumbang sekitar satu setengah penurunan energi keluaran yang terjadi karena penuaan. Proses tersebut di atas merupakan patogenesis terjadinya obesitas seiring dengan bertambahnya usia (Bales et al. 2015).

Perubahan berat badan pada lansia juga terkait dengan asupan pangan. Saat ini telah ditetapkan angka kecukupan gizi untuk membantu dalam perencanaan penyusunan menu dan mengevaluasi tingkat kecukupan asupan pangan lansia. Angka kecukupan energi dan gizi lainnya untuk wanita lansia Sumber: Hardinsyah et al. (2012)

Biskuit sebagai Pangan Fungsional

Definisi pangan fungsional menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen pangan fungsional dikelompokkan dalam golongan vitamin, mineral, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, peptida dan protein tertentu, asam amino, serat pangan, prebiotik, probiotik, kolin, lesitin dan inositol, karnitin dan skualen.

(22)

sayuran dapat mengurangi risiko beberapa jenis kanker, penyakit terkait dengan banyak faktor; (8) Diet sehat dengan folat harian yang memadai dapat mengurangi risiko seorang wanita memiliki anak dengan otak atau sumsum tulang belakang yang cacat saat lahir.

Salah satu pangan fungsional yang popular dikonsumsi adalah biskuit dengan berbagai variasi rasa, daya simpan yang tahan lama, dan harga yang relatif murah. Akibat tingginya persaingan di pasaran dan meningkatnya permintaan untuk kesehatan, saat ini telah banyak dikembangkan biskuit yang bergizi dan fungsional dengan memodifikasi komposisi zat gizinya dan mensubstitusi tepung terigu sebagai resep dasar dengan tepung lainnya. Salah satu biskuit fungsional yang dikembangkan oleh Hassan et al. (2012) yang mensubstitusi tepung terigu dengan gandum, mustard, defatted mustard, makanan biji rami dan minyak biji rami telah dievaluasi dapat mengurangi serum kolesterol total, trigliserida, LDL, VLDL dan rasio total kolesterol/ kolesterol-HDL, kolesterol LDL/HDL, indeks aterogenik dan peningkatan LDL. Biskuit fungsional lainnya adalah biskuit lele (Clarias gariepinus) yang merupakan formulasi dari tepung badan ikan lele, tepung kepala ikan lele dan isolat protein kedelai. Menurut Mervina et al. (2012), biskuit Clarias mengandung tinggi protein dan dapat memenuhi 20% AKG balita sesuai syarat yang dikeluarkan BPOM (2005) serta nilai energinya 480 kkal per 100 gram dimana menurut SNI, syarat kandungan energi pada biskuit terigu minimal 400 kkal per 100 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengonsumsi biskuit Clarias dapat meningkatkan status gizi dan menurunkan angka morbiditas pada balita status gizi kurang dan gizi buruk (Nugraha 2012).

Manfaat Probiotik bagi Kesehatan

Menurut BPOM Indonesia (2005) probiotik merupakan salah satu golongan dari komponen pangan fungsional, yaitu berupa bakteri yang baik atau ramah yang dijumpai dalam suplemen pangan yang memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan sistem pencernaan khususnya usus halus dan mencegah gangguan khusus gastrointestinal. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) (2001) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan jika dalam jumlah yang cukup. Probiotik dikatakan baik jika bersifat non-patogenik, tidak beracun, tahan terhadap asam lambung, melekat pada jaringan epitel usus halus dan memproduksi zat antibakteri serta dapat bertahan dalam saluran gastrointestinal meskipun dalam jangka pendek yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti asimilasi kolesterol, aktivitas laktosa, dan produksi vitamin (Suvarna dan Boby 2005).

(23)

(a) (b)

BSH (Bile Salt Hydrolase) dari probiotik, asimilasi kolesterol dengan probiotik, dan konversi kolesterol menjadi koprostanol.

Mekanisme penurunan kolesterol oleh probiotik (Gambar 2) yang diadaptasi dari Surono (2004), menunjukkan bahwa: (a) beberapa jenis bakteri probiotik bahkan dinding selnya mampu mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh. Selain itu, (b) adanya dekonjugasi garam empedu yaitu kadar kolesterol dapat berkurang secara tidak langsung melalui mekanisme enzimatik oleh enzim BSH. Garam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol. Garam empedu terkonjugasi seperti asam taurokolat dapat ditransfomasi oleh aktivitas enzimatik beberapa bakteri usus selama sirkulasi enterohepatik. Bile Salt Hydrolase dimiliki oleh beberapa strain probiotik seperti Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptosterptococcus, dan Bacteroides. Enzim BSH memisahkan glisin ataun taurin (pembentuk asam taurokolat) dari steroid, dan menghasilkan asam empedu terdekonjugasi dalam bentuk asam kholat bebas yang sifatntya kurang diserap oleh usus halus dibanding asam empedu terkonjugasi. Selanjutnya, asam empedu terbuang melalui feses dan mengakibatkan semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensitesis garam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol di dalam darah (Surono 2004).

Gambar 1 Mekanisme perananan probiotik dalam penurunan kadar kolesterol (Surono 2004)

Pengikatan kolesterol oleh

dinding sel bakteri Dekonjugasi garam empedu

Penurunan kolesterol pada serum darah manusia

Membran selular Fosfolipid

Kolesterol Oligosakarida

Glikolipid

Asam kholat Asam taurokholat

(24)

Secara umum, probiotik yang banyak digunakan dan yang diterima penggunaannya dalam bahan pangan adalah bakteri, khususnya dari famili

(25)

Tabel 2 Beberapa hasil penelitian terkait pengembangan biscuit lele (Clarias gariepinus)dan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526

No Nama Produk

4 Harianti (2009) Biskuit lele dengan pasta

probiotik E. faecium

IS-8 Lestari (2013) Biskuit fungsional

diperkaya tepung ikan

9 Nugraha (2013) Formula biskuit lele

dengan probiotik E.

10 Rifqi (2014) Formula biskuit lele,

minyak ikan lele dan

11 Jayanti (2014) Formula biskuit lele,

(26)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Lanjut usia merupakan suatu fase yang tidak dapat dihindari. Pada fase ini telah terjadi perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Di Indonesia jumlah penduduk lansia semakin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada timbulnya masalah gizi dan kesehatan seperti status gizi lebih atau bahkan status gizi kurang dan beberapa penyakit lainnya seperti anemia, osteoporosis, dan penyakit jantung koroner. Hal ini yang menyebabkan lansia termasuk dalam kelompok rentan gizi. Beberapa upaya agar tetap sehat saat lansia adalah dengan melakukan upaya preventif, misalnya pemeriksaan laboratorium rutin, mempertahankan berat badan normal, dan memperhatikan konsumsi pangan harian dan makanan selingan padat gizi. Bentuk makanan selingan padat gizi berupa biskuit lele dengan krim probiotik mengandung zat gizi energi dan protein yang cukup tinggi sehingga akan membantu memenuhi asupan gizi harian lansia. Namun besar terpenuhinya asupan gizi, juga tergantung pada tingkat kepatuhan konsumsi biskuit. Asupan gizi merupakan penyebab langsung terjadinya perubahan berat badan, maka dengan pemberian makanan selingan ini diharapkan dapat membantu mempertahankan berat badan lansia.

Penambahan probiotik E. faecium IS-27526 dalam krim diharapkan dapat memperbaiki kadar profil lipid dalam darah. Salah satu manfaat probiotik untuk kesehatan adalah mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah melalui mekanisme pengikatan kolesterol oleh sel bakteri probiotik dan adanya dekonjugasi garam empedu. Aktivitas probiotik dalam pengikatan kolesterol pada saluran perncernaan mempunyai pengaruh positif karena kolesterol menjadi tidak tersedia untuk diserap ke dalam tubuh sehingga akan menurunkan konsentrasi kolesterol yang beredar dalam pembuluh darah. Selain itu, mekanisme dekonjugasi garam empedu membantu menurunkan kolesterol karena adanya enzim bile salt hidrolase yang dihasilkan oleh bakteri probiotik. Enzim tersebut menghasilkan garam empedu yang tidak terikat (dekonjugasi) dan tidak diserap oleh usus sehingga lebih mudah terbuang dibanding dengan yang terkonjugasi. Akibatnya, lebih banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk sintesis garam empedu baru untuk menggantikan garam empedu yang hilang. Dengan demikian jumlah kolesterol yang tersedia untuk diserap ke dalam tubuh menjadi berkurang (Surono 2004).

(27)

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan subjek

Keterangan :

= Peubah yang dianalisis = Hubungan yang dianalisis = Peubah yang tidak dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis

Biskuit Lele (Clarias gariepinus) + Krim Probiotik E. faecium

IS-27526 108 cfu/hari

Makanan

Selingan Profil

lipid

Sistem imun (IgA) Tingkat

kepatuhan

Karakteristik subjek: sosial & budaya Makanan

Utama

Berat badan

Penyakit Infeksi & Penyakit Degeneratif Asupan

Makanan

Aktivitas fisik

Perilaku kesehatan Ketersediaan

(28)

4 METODOLOGI

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi efikasi sebagai bagian dari penelitian payung Hibah Kompetensi IPB-Dikti 2012-2014 yang diketuai oleh Prof. Dr. Clara M Kusharto, MSc dan mendapatkan bantuan dana dari PT Kreasi Inovasi Prosana. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama persiapan biskuit intervensi berupa produk biskuit dengan krim yang mengandung probiotik. Tahap kedua adalah melakukan experimental trial dengan desain penelitian adalah

randomized controlled trial (RCT) single blind study untuk menilai efikasi pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) dan berat badan subjek. Dalam pelaksanaan penelitian, subjek tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima.

Protokol pelaksanaan penelitian telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 93/UN2.F1/ETIK/2015 (Lampiran 1).

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai Oktober 2014 untuk persiapan biskuit intervensi dan skrining subjek, sedangkan intervensi dilakukan mulai November 2014 sampai Januari 2015.

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia untuk pembuatan krim kontrol dan Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan krim probiotik. Persiapan atau pengemasan biskuit intervensi dilakukan di PT Carmelitha Lestari Bogor. Uji viabilitas probiotik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Seafast Center IPB. Intervensi dilakukan di Pos Lansia Dahlia Senja Kelurahan Limo Kota Depok. Dasar pemilihan lokasi adalah keaktifan poslansia dan kesediaan untuk bekerjasama sehingga memudahkan pelaksanaan di lapangan. Selanjutnya analisis profil lipid di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biskuit lele dan biskuit kontrol yang diproduksi pada skala industri rumah tangga oleh PT Carmelitha Lestari Bogor P-IRT No. 2023201010144-19, sedangkan biomassa probiotik

(29)

viabilitas yaitu media MRSA, serta bahan untuk pengambilan darah dan analisis profil lipid yaitu sampel plasma darah dan reagen tes.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk pembuatan krim probiotik seperti laminar air flow, hand-mixer. Peralatan yang digunakan pada saat intervensi seperti timbangan berat badan, microtoise, formulir recall 24 jam dan food frequency, serta food model. Peralatan untuk pengambilan darah seperti tabung untuk sampel darah, alat pengambil darah dan peralatan untuk analisis profil lipid darah.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita lansia yang merupakan peserta Pos Lansia Dahlia Senja, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, dengan kriteria inklusi dan ekslusi disajikan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek

No. Kriteria

Inklusi:

1 Wanita berusia 45-74 tahun

2 Hasil skrining awal salah satu kadar profil lipid tidak normal (kolesterol total > 200 mg/dL, trigliserida > 150 mg/dL, HDL < 40mg/dL, LDL > 130 mg/dL)

3 Mampu melakukan aktivitas dasar harian dengan normal

4 Telah mendapat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani

informed consent

Eksklusi:

1 Berpartisipasi dalam penelitian lain

2 Rutin mengonsumsi suplemen (dalam pengawasan dokter) 3 Rutin mengonsumsi makanan atau minuman berprobiotik 4 Rutin mengonsumsi obat penurun kolesterol

5 Memiliki riwayat atau sedang mengalami PJK dan stroke.

Untuk penentuan jumlah sampel, penelitian yang membandingkan antara beberapa perlakuan ini, menggunakan rumus uji beda (Lameslow 1999; Kuntoro 2008). Dengan rumus perhitungan jumlah sampel sebagai berikut:

Keterangan : n = besar sampel

Z1-α = suatu nilai sehingga P(Z > Zα) = 1-α, Z adalah peubah acak normal baku Z1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rajkumar et al. (2014), pengaruh pemberian suplementasi probiotik terhadap profil lipid (salah satunya kadar kolesterol total) dewasa usia 40-64 tahun, dengan mengambil salah jenis

2 2 (Z1-α + Z 1-β)2

(30)

pertama (tingkat kesalahan) α = 0.05, dan power test sebesar 1-β = 0.90, σ = 5.85 (standar deviasi kolesterol total), perubahan kolesterol total (mg/dl) perlakuan kontrol adalah meningkat (μ2) = 0.11 dan perlakuan suplemen probiotik menurun (μ1)= -9.04, kemudian tersubstitusikan ke dalam rumus diatas, maka diperoleh : 2(5.85)2(1.64+ 1.28)2

n = --- = 6.97 [(-9.04)- 0.11)]2

Antisipasi dropout = 10%

10% x 6.97 = 0.697 6.97 + 0.697 = 7.667 ≈ 8 sampel

Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut maka diperoleh n contoh sebesar 8. Karena terdapat 4 perlakuan, maka jumlah total contoh minimal adalah 8 x 4 = 32 lansia.

Tahapan Penelitian

Tahap Pertama

Tahapan pertama yang dilakukan adalah persiapan produk intervensi. Produk tersebut berupa biskuit fungsional yaitu modified biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 yang telah digunakan dalam berbagai penelitian di masyarakat dan teruji manfaatnya. Biskuit merupakan formulasi dari bahan tepung terigu, tepung ikan lele dumbo, tepung kepala ikan lele dumbo, isolat protein kedelai dan bahan lainnya. Perbandingan yang digunakan untuk tepung badan ikan dan tepung kepala ikan, serta isolat protein kedelai adalah 3.5 : 1.5 : 10 yang merupakan hasil formulasi terbaik yang telah dilakukan oleh Mervina et al.

(2012). Namun, produk biskuit yang digunakan pada penelitian ini telah dimodifikasi oleh Lestari (2013) yaitu mensubtitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar dan dimodifikasi kembali dengan penambahan tepung mocaf, untuk menyesuaikan AKG wanita lansia (Lampiran 2). Biskuit diproduksi pada skala industri rumah tangga oleh PT Carmelitha Lestari Bogor P-IRT No. 2023201010144-19. Kandungan energi dan zat gizi lainnya per 50 g biskuit intervensi disajikan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4 Kandungan zat gizi dan energi per 50 g biskuit intervensi Energi dan

(31)

Tabel 5 Komposisi dasar krim per 100 g

Komposis Bahan (g) Krim probiotik Krim kontrol Mentega

hand mixer. Kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit adonan icing yang telah dibuat terpisah. Terakhir, stok biomassa probiotik E. faecium IS-27526 sebanyak 1.8 g ditambahkan ke dalam adonan krim. Perhitungan banyaknya (g) biomassa yang ditambahkan ke dalam krim disajikan pada Lampiran 2. Krim probiotik ini dibentuk menjadi krim diantara dua biskuit. Setelah biomassa probiotik ditambahkan ke dalam krim dan telah diaplikasikan diantara dua biskuit dilakukan empat kali uji viabilitas selama intervensi berlangsung. Hasil uji viabilitas (Lampiran 2) menunjukkan jumlah bakteri probiotik E. faecium IS-27526 yang diberikan pada subjek berkisar 2.4 – 6.2 x 108 cfu/hari. Selain itu, pentingnya uji viabilitas dilakukan adalah untuk meningkatkan jaminan keamanan.

Pembuatan krim probiotik dilakukan setiap sekali seminggu dan hasilnya disimpan pada suhu dingin 4-50C. Disimpan pada suhu dingin kemasan metalized

adalah cara penyimpanan terbaik. Berdasarkan hasil uji viabilitas yang dilakukan oleh Savitri (2012), penurunan viabilitas lebih lambat dengan cara penyimpanan suhu dingin kemasan metalized plastic dibandingkan dengan penyimpanan suhu kamar kemasan polipropilen, pada suhu kamar viabilitas probiotik sudah menurun pada bulan pertama hingga 102-103 cfu/g krim. Viabilitas probiotik tersebut jauh dari hasil penelitian ini atau acuan yang disarankan yaitu 108 cfu/hari. Hasil uji klinis suplementasi E. faecium IS-27526 pada dosis 108 cfu/hari selama 90 hari dapat memberikan manfaat yang signifikan (Surono et al. 2011).

Tahap Kedua

Tahapan selanjutnya yang merupakan penelitian utama adalah intervensi dengan pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526. Pada Lampiran 3, menjelaskan sebelum intervensi dilakukan pengambilan data awal berupa pemeriksaan profil lipid dan wawancara (N=49). Selanjutnya dilakukan skrining subjek berdasarkan kriteria insklusi. yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil skirining diperoleh 34 subjek yang kemudian secara acak dialokasikan dalam 4 kelompok perlakuan yaitu:

P00 : Biskuit kontrol + krim kontrol P10 : Biskuit lele + krim kontrol

(32)

Dalam tahapan ini, subjek diberikan biskuit intervensi selama 60 hari. Pemberian biskuit yang telah disesuaikan dengan angka kecukupan gizi lansia. Angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan untuk wanita lansia adalah 2150 kkal untuk usia 45-49 tahun, 1900 kkal untuk usia 50-64 tahun, dan 1550 kkal untuk usia 65-75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Sumbangan energi dari makanan selingan adalah 10-15%, sehingga diharapkan dari pemberian biskuit intervensi mampu menyumbang energi sebesar 183-234 kkal. Berdasarkan informasi kandungan zat gizi dalam per takaran penyajian atau sebesar 50 g biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 dapat diperoleh 235 kkal energi, 9.02 g protein dan 28.93 g karbohidrat. Jadi untuk mencapai kebutuhan energi jumlah biskuit intervensi yang diberikan telah disesuaikan dengan kecukupan gizi lansia.

Biskuit intervensi didistribusikan setiap minggu kepada koordinator kader pos lansia yang selanjutnya didistribusikan ke sejumlah kader-kader pos lansia pendamping. Mekanisme distribusi dari kader pendamping ke subjek diantarkan langsung setiap dua kali dalam seminggu. Untuk melihat kepatuhan subjek dalam mengonsumsi biskuit intervensi, bersamaan dengan distribusi biskuit setiap kader membantu peneliti mengawasi dan mencatat jumlah biskuit yang dikonsumsi dan yang tidak dikonsumsi. Selain itu untuk meningkatkan kepatuhan dan menjaga kelangsungan keikutsertaan dalam kegiatan penelitian subjek diberikan edukasi atau penyuluhan gizi dan pengenalan biskuit intervensi serta pemberian reward

diawal penelitian.

Gambar 3 Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian

(33)

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa selama penelitian terdapat tiga orang subjek yang dikeluarkan dari penelitian dengan berbagai alasan yaitu satu orang menjalani perawatan di rumah sakit akibat penyakit deman typhoid. Subjek tersebut tidak mengonsumsi biskuit yang diberikan selama lebih dari tiga hari sehingga dikeluarkan dari penelitian. Selain itu, satu orang dikeluarkan dari karena tidak hadir pada saat pengambilan darah akhir untuk analisis profil lipid. Satu orang lainnya karena berdasarkan hasil cleaning data memiliki data outlier

yang menyebabkan sebaran data tidak normal. Sehingga dari 34 total subjek diperoleh 31 orang yang memiliki sebaran yang normal (Lampiran 4) dan dianalisis dalam penelitian. Penyebaran subjek yang dikeluarkan dari penelitian tersebar masing-masing satu disetiap kelompok, sehingga masih memenuhi jumlah sampel minimal tiap kelompok yaitu sebanyak 7 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer meliputi karakteristik subjek yaitu usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku, data antropometri, status gizi dan kesehatan, data konsumsi pangan (intake) dan kepatuhan konsumsi biskuit intervensi, data profil lipid (kadar kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), serta data jumlah bakteri probiotik yang terkandung dalam krim selama intervensi. Proses kegiatan pengumpulan data disajikan pada Lampiran 5. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data Cara pengukuran atau

pengumpulan

5 Berat badan Penimbangan mengguna-kan timbangan berat badan

2 kali Awal dan akhir intervensi 6 Tinggi badan Pengukuran dengan

(34)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara bertahap mencakup memasukan data, mengodekan data, dan cleaning data. Data yang terkumpul di lapangan telah diperiksa oleh peneliti dan kekurangan data telah diantisipasi dengan melakukan wawancara kembali kepada subjek. Jawaban pertanyaan diberikan kode untuk mempermudah proses memasukkan data. Setelah itu, dilakuan proses cleaning

data dengan cara melihat normalitas penyebaran data setiap variable (Hasil uji normalitas pada Lampiran 4). Subjek yang memiliki data tidak lengkap atau data ekstrim dikeluarkan dari penelitian. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut semua data disajikan dalam bentuk statistik elementer (minimal, maksimal, rata-rata,dan standar deviasi). Jenis dan kategori variabel pengolahan data disajikan pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7 Jenis dan kategori variabel pengolahan data

Variabel Kategori Variabel

Usia, berdasarkan tanggal lahir pada kartu tanda penduduk

Klasifikasi WHO (Webb dan Copeman 1996) : 45 - 59 tahun (middle age)

Ambang batas atas : 200-239 mg/dl Tinggi : ≥ 240 mg/dl

Kadar HDL Rendah :< 50 mg /dl Normal :≥ 50 mg/dl Kadar LDL Normal : <100 mg/dl;

Mendekati normal : 100-129 mg/dl; Ambang batas atas : 130-159 mg/dl Tinggi : 160-189 mg/dL

Sangat tinggi : ≥ 190 mg/dl Trigliserida Normal : < 150 mg/dl

(35)

Analisis data identitas subjek, data konsumsi, profil lipid, dan berat badan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan program IBM SPSS Statistic

versi 22. Uji homogenitas data awal dianalisis dengan sidik ragam untuk data parametrik dan uji Kruskal Wallis untuk data non parametrik. Normalitas data dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk. Pengaruh perlakuan terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) dan berat badan antar kelompok perlakuan dianalisis dengan uji statistik menggunakan sidik ragam. Perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata dianalisis dengan uji lanjut Duncan. Untuk melihat perbedaan parameter dalam kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi dilakukan analisis dengan uji-tberpasangan.

Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Definisi operasional

No Variabel Definisi

1. Biskuit lele Formulasi biskuit dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolat protein kedelai (Glycine max), tepung ubi jalar, dan tepung mocaf. 2. Krim probiotik Krim yang mengandung probiotik E. faecium IS-27526

(diberikan dengan dosis 108 cfu/hari). E. faecium salah satu galur bakteri probiotik lokal Indonesia yang terdapat pada dadih susu kerbau fermentasi yang merupakan makanan tradisional masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat).

3. Profil lipid Kadar kolesterol total, trigliserida, high density lipoproten (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) dalam serum darah

4 Berat badan Hasil pengukuruan berat badan yang aktual diperoleh dengan cara menimbang langsung.

(36)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek

Karakteristik berdasar Usia, Status Perkawinan, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan dan Suku

Berdasarkan hasil cleaning data, dari 34 total subjek diperoleh 31 orang subjek yang memiliki data lengkap, karena satu orang menjalani perawatan di rumah sakit saat intervensi, satu orang tidak hadir saat pengambilan darah akhir intervensi dan satu orang lainnya berdasarkan hasil uji normalitas memiliki data

outlier yang menyebabkan sebaran data tidak normal. Tabel 9 menunujukkan data karakteristik subjek yang meliputi usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan suku, serta data kesehatan subjek (Tabel 10) yaitu status gizi dan riwayat penyakit jantung dan stroke keluarga. Hasil uji homogenitas menunjukkan tidak terdapat perbedaan karakteristik yang nyata (p>0.05) antara setiap kelompok perlakuan, membuktikan bahwa data hasil penelitian memenuhi syarat dianalisis dengan sidik ragam.

Tabel 9 Karakteristik subjek berdasarkan usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan suku

Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele+ krim kontrol;

P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele+ krim probiotik.

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; Uji homogenitas (p>0.05)

(37)

digunakan berdasarkan klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996). Rata-rata usia subjek adalah 59 tahun, usia terendah 46 tahun dan tertinggi 74 tahun, dengan persentase subjek terbesar ada pada kelompok usia 45 sampai 59 tahun (58.1%). Status perkawinan sebagian besar subjek adalah kawin (71%) sejalan dengan usia subjek yang sebagian besar masih berada dalam golongan middle age. Untuk wanita berusia lebih dari 60 tahun, berdasarkan hasil susenas tahun 2009 persentase yang paling tinggi dengan status cerai mati (Komnas lansia 2010).

Pendidikan terakhir sebagian besar subjek adalah tidak pernah sekolah ataupun tidak tamat sekolah dasar (45.2%), dan hanya sebagian kecil yang menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah atas ataupun perguruan tinggi (19.3%). Didukung oleh data Komnas Lansia (2010) menyebutkan bahwa pendidikan terakhir yang ditamatkan penduduk Indonesia lansia relatif rendah, yaitu tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD, hanya (2.5%) yang tamat perguruan tinggi.

Jenis pekerjaan subjek sejalan dengan pendidikan terakhirnya, yaitu lebih dari separuh yang tidak bekerja, hanya mengurus rumah tangga, menjaga cucu ataupun merupakan pensiunan pegawai (67.7%), sedangkan sebagian kecil lainnya bekerja, dengan jenis pekerjaan seperti menjaga warung, menjual makanan atau menjahit. Didukung pula oleh data profil lansia Indonesia 2009, bahwa sebagian besar penduduk wanita lansia di Indonesia (45.8%) yang mengurus rumah tangga (Komnas Lansia 2010). Dari segi budaya, sebagian besar subjek bersuku Betawi (67.7%), hal ini karena sebagian besar merupakan penduduk asil kota Depok, Jawa Barat. Diketahui bahwa suku Betawi merupakan suku asli kota Jakarta yang penyebarannya dari seluruh kota Jakarta hingga area pinggiran Jakarta termasuk wilayah Depok.

Karakteristik berdasar Indeks Massa Tubuh dan Riwayat Penyakit Jantung dan Stroke Keluarga

Data indeks massa tubuh (IMT) diperoleh berdasarkan hasil perhitungan berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m2). Pengkategorian IMT yang digunakan berdasarkan batas ambang IMT untuk Indonesia oleh Departemen Kesehatan (2011) yang mengkategorikan menjadi kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0 kg/m2, kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 – 18.4 kg/m2, normal 18.5 – 25.0, kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1 – 27.0 kg/m2 dan kelebihan berat badan tingkat berat > 27.0 kg/m2.

(38)

kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25.1-27.0 kg/m2) masing masing

Status gizi berdasarkan IMT 27.2±4.7 23.4±4.2 26.3±2.7 24.4±1.5 0.138

Kurus 0 0 1 11.1 0 0 0 0

Normal 3 37.5 5 55.6 2 28.6 4 57.1

Gemuk 5 62.5 3 33.3 5 71.4 3 42.9

Riwayat penyakit jantung dan stroke dalam keluarga 0.468

Ada 2 25 1 11.1 2 28.6 1 14.3

Tidak ada 6 75 8 88.9 5 71.4 6 85.7

Ket : P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele+ krim kontrol;

P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele+ krim probiotik.

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi, Tes homogenitas (p > 0.05)

Rata-rata berat badan subjek adalah 57.6 kg, dengan berat badan terendah 35.2 kg dan tertinggi 79.0 kg. Rata-rata tinggi badan subjek adalah 150.9 cm, dengan tinggi badan terendah 139.5 cm, dan tertinggi 167 cm. Rata-rata indeks massa tubuh subjek adalah 25.29 kg/m2, IMT terendah 14.39 kg/m2 tergolong dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat, dan tertinggi 32.66 kg/m2 dalam kategori kelebihan berat badan tingkat berat. Pada Tabel 10, secara keseluruhan sebagian besar IMT subjek berada dalam kategori gemuk (51.6%). Untuk persentase kelebihan berat badan tingkat berat (IMT >27 kg/m2) dan kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25.1-27.0 kg/m2) masing masing sebesar 25.8%.

Sejalan dengan penelitian Patriasih et al. (2013) bahwa gizi lebih (overweight) banyak terjadi daripada gizi kurang (deficient) pada lansia dan prevalensi obesitas sentral lebih tinggi daripada indeks massa tubuh (IMT) yang normal. Menurut Brown (2011), peningkatan berat badan terjadi bersamaan dengan penurunan massa tubuh tanpa lemak dan peningkatan lemak tubuh. Secara keseluruhan perubahan berat badan dan komposisi tubuh disebabkan oleh aktivitas fisik. Lansia dengan tingkat aktivitas fisik yang sedang atau tinggi (dibandingkan dengan yang kurang aktif) terjadi peningkatan massa tubuh tanpa lemak dan penurunan jumlah serta persentase lemak tubuh bersamaan meningkatnya usia. Oleh karena itu, kurangnya aktivitas fisik lansia menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan.

(39)

Kepatuhan Konsumsi Biskuit

Tingkat Kepatuhan Konsumsi Biskuit

Tingkat kepatuhan dihitung dengan cara menjumlahkan semua biskuit yang dikonsumsi subjek selama 60 hari intervensi dibagi dengan jumlah biskuit yang seharusnya dikonsumsi oleh subjek selama 60 hari intervensi, yaitu 3000 g (50 g/hari x 60 hari) dikalikan 100(%). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa selama 60 hari intervensi, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit cukup tinggi pada semua kelompok yaitu berkisar antara 79.77 % hingga 100% dengan rata-rata tingkat kepatuhan 97.27%. Tingkat kepatuhan tertinggi pada kelompok perlakuan P00 (98.47±1.9) dan terendah pada kelompok P10 (95.60±7.1).

Tabel 11 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi Kelompok Perlakuan Tingkat kepatuhan (%)

P00 98.47 ± 1.9

P10 95.60 ± 7.1

P01 98.08 ± 2.1

P11 97.25 ± 3.0

Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele+ krim kontrol;

P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele+ krim probiotik.

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi, tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok (p > 0.05).

Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit yang dicapai cukup tinggi, hal ini berkaitan dengan alasan pemilihan lokasi penelitian, yaitu Poslansia Dahlia Senja Limo Kota Depok dari berbagai informasi bahkan dari media diketahui sangat aktif baik dalam kegiatan internal maupun kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak swasta, sehingga anggota poslansia yang menjadi subjek penelitian dapat lebih kooperatif.

Pada Gambar 4, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi antar waktu pemantauan minggu ke-2 hingga minggu ke-10.

Gambar 4 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional per dua minggu selama intervensi. P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit

Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 Minggu 10

(40)

Pada Gambar 4 menunjukkan tidak adanya perubahan, hasil uji-t berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05), baik dalam kelompok kontrol maupun dalam semua kelompok perlakuan. Sama halnya dengan hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan yang signifikan antar kelompok (p>0.05). Kepatuhan konsumsi biskuit yang paling tinggi dicapai hingga 100% pada beberapa minggu. Berdasarkan hasil wawancara alasan subjek mengonsumsi biskuit karena suka dengan biskuit, terbiasa dengan makanan cemilan, dan merasakan manfaat bagi kesehatannya seperti buang air besar yang lancar. Konsumsi biskuit yang mengandung probiotik secara efektif membantu memulihkan dysbiosis pada lansia yaitu ketidakseimbangan mikroorganisme pada saluran pencernaan (Rampelli et al.

2013). Pada beberapa minggu, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit tidak mencapai 100% disebabkan oleh faktor kebosanan, lupa, sedang berpuasa, tidak sempat karena bepergian atau dalam keadaan sakit sehingga kurang nafsu makan.

Kontribusi Biskuit terhadap Asupan Subjek

Jumlah biskuit intervensi yang diberikan kepada subjek yang dianjurkan untuk habis adalah berkisar 50 g biskuit dan 6 g krim (3 sandwich/bungkus) per hari. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung pada subjek mengenai cara atau waktu mengonsumsi biskuit, menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu biskuit dikonsumsi sekaligus 3 sandwich dipagi hari sebelum sarapan, biskuit dikonsumsi 1 sandwich setelah setiap tiga kali makan utama, dan biskuit dikonsumsi 1 sandwich setiap diatara waktu makan utama. Sebagian subjek menjadikan biskuit bernilai portable yaitu selalu membawa biskuit kemanapun mereka pergi seperti pada saat pengajian atau senam agar tidak terlewat waktu mengonsumsi biskuit. Namun, beberapa subjek mengonsumsi biskuit tidak bergantung pada waktu tetapi tergantung keinginan mereka.

Berdasarkan data pada Tabel 12, rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian sekitar 48.6 g pada semua kelompok perlakuan, dengan rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan biskuit kontrol dan krim kontrol (P00) sebesar 49.25 g dan rata-rata terendah pada kelompok perlakuan biskuit lele dan krim kontrol (P10) sebesar 47.81 g. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05), yang berarti jumlah total biskuit yang dikonsumsi harian atau selama 60 hari intervensi oleh subjek pada semua kelompok, baik kontrol maupun perlakuan relatif sama atau tidak terdapat perbedaan jumlah yang berarti.

Tabel 12 Rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian selama intervensi Rata-rata

Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele+ krim kontrol;

P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele+ krim probiotik.

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi,

(41)

Biskuit yang diberikan merupakan makanan selingan, disebut makanan selingan karena disarankan untuk dikonsumsi diantara dua waktu makan utama yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan malam dan pada malam hari sebelum tidur, bukan untuk menggantikan makanan utama. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa makanan selingan berfungsi sebagai makanan yang dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurunkan daya kerja dan agar tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktu makanan utama tiba.

Rata-rata kontribusi energi dari biskuit intervensi adalah 226.13 kkal atau 12.6% dari kecukupan energi. Angka tersebut sudah mencapai sumbangan energi dari makanan selingan yaitu 10-15% kebutuhan wanita lansia atau 190-285 kkal. Angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan untuk wanita lansia adalah 2150 kkal untuk usia 45-49 tahun, 1900 kkal untuk usia 50-64 tahun dan 1550 kkal untuk usia 65-75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Pada Tabel 13, kontribusi terhadap asupan energi yang tertinggi pada kelompok P00 sebesar 230.38 kkal per hari atau 13.46% dari kecukupan energi, sedangkan yang terendah pada kelompok P10 sebesar 220.89 kkal per hari atau 11.87% dari kecukupan energi. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan kontribusi energi dari biskuit yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05).

E (kkal) 230.38 ± 4.65 220.89±16.49 229.57±5.02 224.57± 6.97 0.214

AKE (%) 13.46 ± 1.86 11.87 ± 1.31 12.58 ± 1.78 12.62 ± 1.17 0.248

Protein

P (g) 2.17 ± 0.04a 8.32 ± 0.63b 2.15 ± 0.05a 8.47 ± 0.24b 0.000

AKP (%) 3.92 ± 0.46a 15.11±1.60b 3.77 ± 0.13a 14.92 ± 0.46b 0.000

Ket: AKE = Angka kecukupan energi; AKP= Angka Kecukupan Protein;

P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele+ krim kontrol;

P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele+ krim probiotik.

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. ab

Hasil sidik ragam terdapat perbedaan nyata (p < 0.01).

Kontribusi energi dari makanan selingan ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil survei lansia di Malaysia dan Amerika, yaitu kontribusi energi dari makanan selingan pada lansia di Malaysia mencapai 14.3% dari total asupan energi (Zalilah et al. 2008). Sebagian besar lansia di Amerika menyempatkan dua kali waktu makan selingan perhari dengan rata-rata kontribusi energi 150 kkal setiap makan selingan atau 300 kkal per hari (Zizza et al. 2007).

(42)

asupan protein harian lansia di Amerika. Hasil sidik ragam menunjukkan terdapat perbedaan kontribusi protein biskuit yang sangat nyata antar kelompok perlakuan (p<0.001). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara kelompok P00 dan P01 terhadap kelompok P10 dan P11. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan protein pada biskuit, berdasarkan hasil analisis zat gizi (Tabel 4), kandungan protein lebih tinggi pada biskuit lele yang diberikan pada kelompok P10 dan P11 yaitu 9.02 g protein per 50 g biskuit dibandingkan dengan biskuit kontrol yang diberikan pada kelompok P00 dan P01 yaitu 2.28 g protein per 50 g biskuit.

Konsumsi Pangan

Asupan Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Metode pengukuran asupan gizi yang digunakan adalah metode recall 24 jam. Metode ini merupakan salah satu pengukuran konsumsi pangan tingkat individu yang umumnya dilakukan pada masyarakat rentan gizi salah satunya adalah lansia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24 jam yang lalu baik berupa makanan utama dan makanan selingan maupun minuman yang nyata dikonsumsi 24 jam yang lalu. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi yang umum diketahui yang dapat menggambarkan kuantitas dan kualitas makanan seperti energi (kkal), protein (g), lemak (g) dan karbohidrat (Kusharto dan Supariasa 2014).

Pengambilan data asupan gizi dilakukan sebelum dan selama intervensi masing-masing 2 x 24 jam yaitu pada saat hari biasa dan pada saat hari libur. Hasil sidik ragam menunjukkan, selisih rata-rata asupan pada hari biasa dan hari libur baik sebelum maupun selama intervensi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05). Oleh karena itu, data yang disajikan dalam penelitian ini adalah rata-rata asupan hari biasa dan hari libur. Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 4), asupan zat gizi subjek pada saat hari biasa cenderung bervariasi atau terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p<0.05), sedangkan asupan gizi pada hari libur menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan (p>0.05). Berdasarkan hasil wawancara diduga meskipun subjek tidak bekerja saat hari biasa, dihari libur subjek memiliki aktivitas sosial yang sama karena berada dalam satu lingkungan dibawah asuhan Poslansia Dahlia Senja Depok. Beberapa kegiatan poslansia pada hari libur meliputi senam, pengajian, atau arisan keluarga yang merupakan kegiatan rutin subjek diakhir pekan. Sehingga subjek mengonsumsi jenis pangan yang sama diakhir pekan.

Gambar

Tabel 2  Beberapa hasil penelitian terkait pengembangan biscuit lele (Clarias gariepinus) dan  krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526
Gambar 2  Kerangka pemikiran penelitian pengaruh biskuit lele (Clarias
Tabel 4  Kandungan zat gizi dan energi per 50 g biskuit intervensi
Gambar 3  Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan myoinositol 50 mg/l tanpa arang aktif memberikan pertambahan jumlah daun terbanyak (Tabel 3). Peningkatan jumlah

Kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme (memandang realitas/gejala/ fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap,

[r]

Oleh karena itu untuk menentukan arahan pengembangan dalam pembangunan calon kawasan transmigrasi menjadi transmigrasi dengan arahan tematik didesa Lakmaras dan

masyarakat seperti kerusakan rumah, hilangnya harta benda, luka-luka, timbulnya berbagai macam penyakit, sulitnya mencari sumber air bersih, terganggunya aktivitas

Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,

Namun karena ruangan pengering terlalu penuh dengan pakaian yang jaraknya berdekatan, maka energi panas ini terlalu tertuju untuk menguapkan air didalam pakaian

1/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota,