• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Asam Lemak Trans Dalam Pangan Olahan Yang Beredar Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar Asam Lemak Trans Dalam Pangan Olahan Yang Beredar Di Indonesia"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR ASAM LEMAK

TRANS

DALAM PANGAN OLAHAN

YANG BEREDAR DI INDONESIA

SRI HARTATI

F252130125

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan yang Beredar di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SRI HARTATI. Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan yang Beredar di Indonesia. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan LILIS NURAIDA.

Asupan asam lemak trans yang berlebihan menyebabkan perubahan negatif dalam profil lipid dengan meningkatkan low density lipoprotein (LDL), mengurangi High density lipoprotein (HDL) dan meningkatkan kadar kolesterol total dalam tubuh yang mengakibatkan peningkatan resiko jantung koroner akibat penyumbatan kardiovaskuler. Word Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan batas yang direkomendasikan dari asupan asam lemak trans pada makanan yaitu kurang dari 1 % dari asupan energi secara keseluruhan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar asam lemak trans dalam pangan olahan yang beredar di Indonesia. Sampel diperoleh dari beberapa supermarket atau minimarket di Bogor berdasarkan nomor registrasi yang sudah ditentukan pada proses identifikasi sampel dan selanjutnya dianalisis menggunakan kromatografi gas dengan kolom kapiler SP-2340 (60 m x 0.25 mm x 0.2 µm) dan flame ionization detector (FID).

Kadar asam lemak trans tertinggi adalah 0.07 g/100g dari total asam lemak dan terendah 0.01 g/100g dari total asam lemak. Jenis asam lemak trans yang paling banyak terdapat pada sampel adalah trans isomer dari asam lemak linoleat yaitu trans-9,cis-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9,c12), cis-9,trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δc9,t12), dan trans-9,trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9,t12). Asam lemak trans dari asam oleat (C18:1 Δt9) tidak ditemukan pada semua sampel. Hasil ini menunjukan bahwa pada pangan olahan terdapat asam lemak trans lebih rendah dari peraturan pelabelan klaim bebas asam lemak trans sebesar 0.1 g/100g.

(5)

SUMMARY

SRI HARTATI. Trans Fatty Acids levels in Processed Food in Indonesia. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan LILIS NURAIDA.

Excessive intake of trans fatty acids increase low density lipoprotein (LDL) cholesterol, reduce high density lipoprotein (HDL) and total cholesterol body that increased risk of coronary heart disease due to cardiovascular blockage. Word Health Organization (WHO) and the Food and Agriculture Organization (FAO) recommended limits trans fatty acids intake in food is less than 1% overall energy intake.

The purpose of this study to determine trans fatty acids levels in processed foods that contain fat margarine or shortening. Samples obtained from several supermarket or minimarket in Bogor based registration number that determined in the process of identifying sample and analyzed using gas chromatography with SP-2340 capillary column (60 mx 0:25 mm x 0.2 m) and a flame ionization detector.

The highest levels of trans fatty acids was 0.07 g/100g and the lowest 0.01 g/100g of total fats. Types of trans fatty acids which are most numerous in the sample is trans-9, cis-12-Octadecadienoat acid (C18: 2 Δt9, c12), cis-9, trans-12-Octadecadienoat acid (C18: 2 Δc9, t12), and trans-9, trans-12-Octadecadienoat acid (C18: 2 Δt9, T12). Elaidic acid (C18: 1 Δt9) are not found in all samples. These results indicate that processed food containing margarin or shortening trans fatty acids are lower than the requirements of trans fatty acid-free claims of 0.1 g/100g.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pangan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KADAR ASAM LEMAK

TRANS

DALAM PANGAN OLAHAN

YANG BEREDAR DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan yang Beredar di Indonesia.

Nama : Sri Hartati NIM : F252130125

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi Ketua

Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 15 Februari 2016

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai Oktober 2015 adalah asam lemak trans, dengan judul Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan yang Beredar di Indonesia

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi dan Ibu Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku pembimbing, serta Bapak/Ibu di SEAFAST CENTER IPB yang telah membantu selama penelitiana. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Padang, struktural dan staf dilingkungan Balai Besar Obat dan Makanan di Padang yang telah membantu secara moril dan materil. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)
(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Struktur Kimia Asam Lemak Trans 3

Proses Hidrogenasi Parsial 4

Kandungan Asam Lemak Trans Dalam Makanan 4

Analisis Asam Lemak Trans 8

Pengaruh Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan 9

Peraturan Terkait Asam Lemak Trans 10

3 METODE PENELITIAN 11

Bahan dan Alat 11

Tempat dan Waktu 12

Prosedur Penelitian 12

Tahap Identifikasi dan Pengambilan sampel 12

Tahap Analisis Kadar Asam Lemak 13

Ekstraksi Lemak (Folch et al. 1957) 14

Derivatisasi Asam lemak (AOCS Ce 2-66, 2005) 15

Analisis asam lemak dengan GC (AOAC 996.06, 2001) 15

Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Identifikasi dan Pengambilan Sampel 16

Profil Asam Lemak dalam Pangan Olahan 18

Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan 20

Kadar Asam Lemak Trans Pada Pangan Olahan dan Kesesuaiannya dengan

Persyaratan Pelabelan 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 30

(14)

DAFTAR TABEL

4 Kadar asam lemak trans pada produk margarin, shortening/lemak reroti

di beberapa negara 8

DAFTAR GAMBAR

5 Persentase pangan olahan yang mengandung TFA (A)

Persentase kandungan TFA pada masing-masing kategori pangan (B)

Persentase jenis pangan produk bakeri istimewa mengandung TFA (C) 22 6 Persentase pencantuman TFA pada label kemasan (A)

Persentase TFA pada pangan olahan yang tidak dilabel (B)

Persentase TFA pada pangan olahan yang dilabel (C) 25

DAFTAR LAMPIRAN

3 Kadar total asam lemak, kadar masing-masing asam lemak dan jenis asam

lemak dalam pangan olahan 32

1 Produk margarin dan lemak reroti berdasarkan sumber lemak dan

proses pengolahannya 5

2 Kandungan asam lemak trans dari margarin dan lemak reroti yang

merupakan hasil dari proses hidrogenasi 5

3 Kandungan asam lemak trans dari beberapa produk pangan yang beredar di New Zealand dan jenis asam lemak trans yang ada

didalammya 6

5 Kondisi operasional GC 14

6 Kelompok kategori pangan dan jenis pangan serta jumlah

masing-masing sampel yang dianalisis 17

7 Kadar total SFA, MUFA, PUFA, TFA dan FA dalam pangan olahan 18 8 Kandungan asam lemak trans dari isomer asam linoleat dan total asam

lemak trans pada pangan olahan yang beredar di Indonesia 20 9 Kandungan asam lemak berdasarkan label pada kemasan dan hasil

analisis total lemak, TFA dan SFA pertakaran saji 23

1 Struktur kimia dan titik leleh asam oleat dan asam elaidat. 3

2 Tahapan Identifikasi sampel dan pengambilan sampel 13

3 Persentase pangan olahan berdasarkan kategori pangan (A), Persentase

jenis pangan dari produk bakeri istimewa (B) 17

4 Kromatogram GC-FID asam lemak metil ester dari standar (A), Kromatogram GC-FID asam lemak metil ester sampel biskuit (B). 19

1 Diagram alir tahap ekstraksi lemak pada produk pangan olahan sesuai

metode Folch. 30

2 Diagram alir tahap derivatisasi asam lemak sesuai metode AOCS Ce

(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asam lemak trans didefinisikan sebagai asam lemak tak jenuh yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap dalam konfigurasi trans. Sekitar 10-20% konsumsi asam lemak trans berasal dari produk hewan ruminansia (susu, daging, lemak dan hasil olahannya). Sedangkan 80-90% konsumsi asam lemak trans berasal dari produk hidrogenasi parsial diantaranya 40% dari biskuit, kukis, roti, keik dan lain-lain, 20% dari margarin sisanya dari pangan olahan lainnya (FDA Consumer Magazine 2003).

Asupan asam lemak trans yang berlebihan menyebabkan perubahan negatif dalam profil lipid dengan meningkatkan low density lipoprotein (LDL), mengurangi High density lipoprotein (HDL) dan meningkatkan kadar kolesterol total dalam tubuh yang mengakibatkan peningkatan resiko jantung koroner akibat penyumbatan kardiovaskuler (Sartika 2008). Selain itu asam lemak trans juga dihubungkan dengan beberapa penyakit seperti stroke (Yaemsiri et al. 2012), diabetes melitus (Goldstein et al. 2011), demensia (Barnard et al. 2014) dan kanker (Shacter et al. 2002).

Konsumsi asam lemak trans yang berlebihan sangat berbahaya bagi kesehatan maka Word Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan batas yang direkomendasikan dari asupan asam lemak trans pada makanan yaitu kurang dari 1% dari asupan energi secara keseluruhan dan mendesak industri makanan untuk mengurangi jumlah asam lemak trans dalam produk yang diproduksinya.

United States Food and Drug Administration (USFDA) mewajibkan pencantuman asam lemak trans pada label informasi nilai gizi dari produk pangan. Jika total asam lemak trans dalam produk pangan kurang dari 0.5 gram per sajian maka dianggap “0g” dan produk tersebut bukan sebagai sumber asam lemak trans. Produsen juga harus mencantumkan bahan yang mengalami hidrogenasi parsial di dalam komposisi produk (USFDA 2003). Sedangkan di Indonesia pencantuman asam lemak trans dalam label informasi nilai gizi belum diwajibkan tetapi jika diklaim bebas dari asam lemak trans harus mengandung tidak lebih dari 0.1 g/100 g untuk bentuk padat dan 0.1 g/100 ml dalam bentuk cair (BPOM 2011).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 30 tahun 2013 yang wajib diinformasikan pada label informasi nilai gizi hanya lemak total sehingga belum semua industri pangan mencantumkan kandungan lemak trans dalam produknya, menyebabkan konsumen mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi makanan yang mengandung asam lemak trans dalam mengatur pola dietnya.

(16)

2

Perumusan Masalah

Konsumsi asam lemak trans dalam jumlah yang tinggi dapat berpengaruh pada kesehatan, karena itu WHO memberikan batas yang direkomendasikan dari asupan asam lemak trans pada makanan yaitu kurang dari 1% dari asupan energi secara keseluruhan. Untuk mengetahui jumlah asupan asam lemak trans pada masyarakat Indonesia perlu adanya data kandungan asam lemak trans dalam masing-masing makanan. Data mengenai pangan olahan yang mengandung asam lemak trans, kadar asam lemak trans pada masing-masing pangan olahan dan kesesuaian asam lemak trans dengan persyaratan pelabelan belum tersedia sehingga penelitian tentang kandungan asam lemak trans dalam pangan olahan yang beredar di Indonesia perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pangan olahan yang diduga mengandung asam lemak trans, menganalisis kadar asam lemak trans dalam pangan olahan, menghitung kadar asam lemak trans persajian dan melakukan evaluasi kesesuaiannya dengan peraturan pelabelan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Memberikan informasi tentang pangan olahan yang mengandung asam lemak trans, 2) Memberikan informasi tentang kadar asam lemak trans dalam pangan olahan tersebut, 3) Memberikan informasi tentang kesesuaian dengan peraturan pelabelan asam lemak trans.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Kimia Asam Lemak Trans

Asam lemak trans, merupakan golongan asam lemak tak jenuh dengan trans isomer yang mengacu pada konfigurasi ikatan rangkap karbon yang berasal dari minyak nabati yang mengalami proses pemadatan melalui teknik hidrogenasi parsial. Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Asam lemak tak jenuh dikelompokkan dalam tiga jenis; yaitu asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids/MUFA) dengan satu ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids/PUFA) dengan ikatan rangkap lebih dari satu, dan asam lemak trans (trans fatty acids/TFA). Sebagai contoh adalah asam oleat mengandung satu ikatan rangkap, asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam linolenat mempunyai tiga ikatan rangkap, asam elaidat adalah asam lemak trans, yang merupakan isomer non alami dari asam oleat. Senyawa ini terbentuk melalui proses hidrogenasi parsial dari asam lemak tak jenuh yang berasal dari lemak nabati. Proses ini dimaksudkan untuk merubah bentuk cair menjadi bentuk padat atau semi padat pada suhu kamar, selain itu juga dapat meningkatkan stabilitas dari asam lemak sehingga tidak mudah teroksidasi (Murray et al. 2005).

Susunan rantai atom karbon pada ikatan rangkap merujuk pada istilah cis dan trans. Di alam kebanyakan asam lemak memiliki konfigurasi bentuk cis. Atom hidrogen pada ikatan rangkap dalam bentuk cis berada pada sisi yang sama, contoh asam lemak bentuk cis yaitu asam oleat sedangkan atom hidrogen pada ikatan rangkap dalam bentuk trans terletak di kedua sisi yang berlawanan dari atom karbon, contoh asam lemak bentuk trans yaitu asam elaidat. Asam lemak trans mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dan stabillitas oksidasi yang lebih baik dibanding bentuk cis(O’Brien 2009). Struktur kimia dan titik leleh dari asam oleat dan asam elaidat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia dan titik leleh asam oleat dan asam elaidat (O’Brien 2009).

Asam Oleat Titik leleh : 13.4 oC

(18)

4

Proses Hidrogenasi Parsial

Sumber utama asupan asam lemak trans adalah minyak nabati yang dihidrogenasi sebagian guna menghasilkan margarin dan lemak reroti. Proses hidrogenasi melibatkan penggunaan temperatur tinggi, tekanan dan katalis (biasanya nikel). Asam lemak tak jenuh dalam minyak nabati berikatan dengan permukaan katalis pada suatu ikatan rangkap terbuka. Penambahan hidrogen tersebut pada tempat ini menjenuhkan ikatan, akan tetapi ikatan dengan katalis itu tidak stabil, sehingga jika asam lemak dilepaskan sebelum penjenuhan, ikatan rangkap dapat diregenerasi baik dengan konfigurasi cis ataupun trans. Melalui beragam temperatur, tekanan, katalis, lamanya proses serta jenis minyak, dapat dihasilkan lemak dengan karakteristik yang berbeda-beda. Suatu proses penghilangan bau dari minyak nabati dengan menggunakan temperatur tinggi guna menghambat senyawa yang mempunyai rasa dan aroma tidak diinginkan, juga memicu perubahan dari cis ke trans. Perubahan isomer asam lemak menjadi trans terjadi setelah pemaparan hingga 280 °C. Di bawah kondisi tersebut, 3 - 6% asam lemak trans akan terbentuk (Soerjodibroto 2005). Selama proses hidrogenasi yang digunakan untuk mengeraskan (misalnya : mengubah minyak tak jenuh jamak dari bentuk cair menjadi agak padat/padat), suatu kombinasi dari proses-proses berikut dapat terjadi: a) penjenuhan dari beberapa karbon yang berikatan rangkap, b) perubahan dari konfigurasi ikatan rangkap alami cis menjadi trans, c) perpindahan ikatan rangkap di sepanjang rantai asil dari asam lemak.

Kandungan Asam Lemak Trans Dalam Makanan

Asam lemak trans yang terdapat dalam makanan berasal dari dua sumber yaitu terbentuk secara alami dan buatan. Secara alami terdapat pada produk dari hewan ruminansia seperti daging, susu, lemak dan hasil olahannya (Fenney 2008). edangkan secara buatan berasal dari produk hasil hidrogenasi parsial dari lemak nabati (margarin dan lemak reroti), beberapa pangan olahan (biskuit, kukis, keik dan lain-lain), produk makanan yang berasal dari proses penggorengan (deep frying) dan produk yang berasal dari proses deodorisasi pada minyak nabati (Vegetable oil). Asam lemak trans utama yang dihasilkan secara alami adalah asam vaksenat (C18:1 Δ11t) dan juga asam palmitelaidat (C16: 1 Δ9t) dari lemak ruminansia lainnya (Mozaffarian et al. 2010). biasanya dilakukan pada suhu berkisar antara 180 °C sampai 270 °C (Martin et al. 2008).

(19)

5

makanan diperoleh pada saat pemanasan selama pengolahan minyak (refinery). Deep frying adalah proses menggoreng dengan cara merendam bahan makanan ke dalam minyak goreng pada suhu 163-196 oC (Sartika 2009)

Margarin adalah produk makanan yang mengandung minimal 80% lemak, dibuat melalui proses hidrogenasi dari minyak nabati. Produk hidrogenasi seperti margarin menjadi komponen penting dalam diet sehari-hari masyarakat negara-negara maju. Sedangkan pada negara-negara-negara-negara berkembang, biasanya jenis margarin ini digunakan sebagai bahan pengoles roti tawar, menumis, pembuatan keik, biskuit dan lain.lain (Micha danMozaffarian 2008).

Kandungan asam lemak trans untuk produk margarin yang beredar di Malaysia sebesar 0.17-0.53% (Salimon et al. 2014), produk margarin yang beredar di Saudi Arabia sebesar 0.25-2.32% (Salimon et al. 2013) dan produk margarin yang beredar di New Zealand sebesar 2.9-6.9% (ESR 2006). Data kandungan asam lemak trans pada produk margarin di Indonesia antara 0- 8.44% dari asam lemak total, kandungan asam lemak trans tertinggi terdapat pada margarin import.

Kandungan asam lemak trans bervariasi pada masing-masing produk tergantung dari sumber lemak serta proses hidrogenasinya. Kandungan tertinggi untuk margarin dan lemak reroti berasal dari asam lemak trans yang mengalami proses hidrogenasi parsial (Bakeet et al. 2013). Sumber dan Kandungan dari produk margarin dan lemak reroti dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Produk margarin dan lemak reroti berdasarkan sumber lemak dan proses pengolahannya

MAR Minyak jagung yang dihidrogenasi parsial

MAU Minyak jagung yang dihidrogenasi parsial

Lemak reroti

CRS Minyak kedele dan minyak biji kapas yang dihidrogenasi

parsial

MAZ Minyak jagung, minyak sawit yang dihidrogenasi parsial

DAL Minyak sawit dengan mono dan digliserida dua kali

pemurnian dan hidrogenasi

GDY Minyak kedele yang dihidrogenasi parsial dan minyak

sawit dengan mono dan digliserida

MAC Minyak jagung, minyak sawit yang dihidrogenasi parsial

(20)

6 berbeda-beda, misalnya rata-rata Kandungan asam lemak trans pada produk biskuit di Malaysia 0.19 g/100g untuk biskuit yang berkemasan dan 0.39 g/100g untuk yang tidak berkemasan dan untuk biskuit import konsentrasi asam lemak transnya sebesar 1.08 g/100g (Norhayati et al. 2011). Di India produk bakeri mengandung rata-rata asam lemak trans 3.09 g/100g. Biskuit mengandung rata-rata asam lemak trans 0.02 g/100g dan roti 0.837g/100g (Reshma et al. 2012). Di Turki kandungan rata-rata asam lemak trans 3.54 g/100g pada kukis dan 1.19 g/100g pada kreker (Karabulut et al. 2008).

Di Swedia kandungan asam lemak trans pada produk bakeri tahun 1995-1997 mencapai 14.3 g/100g, turun menjadi 5.9 g/100g pada tahun 2001 dan mengalami penurunan drastis pada tahun 2007 menjadi 0.7 g/100g. Secara khusus, kandungan asam lemak trans pada biskuit 10.7 g/100g pada tahun 2001 dan mengalami penurunan menjadi 0.5-0.7 g/100g pada tahun 2007 (Trattner et al. 2015). Hal ini karena ada rekomendasi dari Word Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) yang memberikan batas yang dianjurkan dari asupan asam lemak trans pada makanan yaitu kurang dari 1% dari asupan energi secara keseluruhan dan mendesak industri makanan untuk mengurangi jumlah asam lemak trans dalam produk yang diproduksinya.

Institute of Environmental Science & Research Limited (ESR) melakukan penelitian tentang kandungan asam lemak trans pada makanan yang beredar di New Zealand. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyediakan data tentang kandungan asam lemak trans untuk mendukung keputusan tentang pelabelan. Sampel difokuskan pada produk baked goods, pastry, pies, biscuits, cakes, snack foods dan table spreads sedangkan sampel yang mengandung lemak trans dari hewani dan sampel yang sudah mencantumkan komposisi lemak trans pada label informasi nilai gizinya tidak digunakan dalam penelitian ini. Kandungan tentang lemak trans pada sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

(21)

7

(22)

8

pada margarin, lemak reroti dan produk bakeri berbeda-beda dari masing-masing negara, hal ini tergantung dari jenis minyak nabati yang digunakan dan proses pengolahan yang digunakan untuk pembentukan margarin atau lemak reroti tersebut. Hasil penelitian tentang asam lemak trans yang dilakukan oleh beberapa peneliti di beberapa negar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kadar asam lemak trans pada produk margarin, Shortening/lemak reroti di beberapa negara

Produk Negara / Peneliti Kadar asam lemak trans (%)

Asam lemak trans yang terdapat di dalam makanan dapat dianalisis dengan beberapa metode diantaranya analisis cepat menggunakan Spectroskopy Fourier Transform Near Infrared (FT-NIR) yang bisa dilakukan kurang dari 5 menit (Mossoba et al. 2013), sedangkan Barra et al. (2013) melakukan analisis menggunakan capillary zone electrophoresis (CZE), Stolyhwo (2013) menggunakan Kromatografi cair kinerja tinggi dengan ion perak (Ag+/HPLC), tapi yang paling banyak digunakan untuk menganalisis asam lemak trans adalah metode kromatografi gas (Gas Chromatography/GC).

(23)

9

produk pangan olahan seperti biskuit, krekers, kue, roti dan kukis yang ada di Malaysia. Konsentrasi asam lemak trans yang diperoleh pada krekers, kukis dan roti dibawah 0.5 g/100 g sedangkan pada biskuit dan kue lebih dari 0.5 g/100.

GC telah luas digunakan dalam metode analisis metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME). Kesuksesan pemisahan komposisi asam lemak trans dalam bentuk FAME dengan GC bergantung pada kondisi percobaan dari metode yang digunakan. Kebanyakan metode GC untuk mendeteksi asam lemak trans menggunakan kolom kapiler dengan fase diam berupa senyawa yang kepolarannya tinggi. Dibawah kondisi ini, pemisahan berdasarkan pada panjang rantai dari asam lemak, derajat ketidakjenuhan, dan geometri serta posisi ikatan rangkapnya. Deretan elusi yang diharapkan untuk asam lemak yang spesifik dengan panjang rantai yang sama pada kolom yang kepolarannya tinggi yaitu sebagai berikut: bentuk jenuh (saturated), bentuk tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (monounsaturated), bentuk tidak jenuh dengan dua ikatan rangkap (diunsaturated), serta bentuk isomernya. (Omar et al. 2013).

Berdasarkan AOAC 996.06, penentuan kualitatif dan kuantitatif untuk isomer asam lemak trans, saturated fatty acid (SFA), monounsaturated fatty acid (MUFA) dan polyunsaturated acid (PUFA) secara GC dapat menggunakan kolom kapiler. AOCS Ce 1h-05 juga menetapkan bahwa kolom yang dapat digunakan bisa pendek (50-60 m) atau panjang (100-120 m) dengan fase diam yang kepolarannnya tinggi. Selain itu, detektor yang dapat digunakan yaitu flame ionization detector (FID) dengan suhu pengoperasian 250 oC. Gas pembawa yang dapat digunakan yaitu helium, nitrogen, atau hidrogen. Metode boron triflorida merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan asam lemak metil ester dari trigliserol minyak atau lemak.

Pembuatan metil ester untuk sampel pangan dilakukan setelah diekstraksi menggunakan metode Folch sehingga didapat ekstrak berupa minyak. Lalu minyak yang diperoleh ini dapat direaksikan dengan Na metanolik menggunakan katalisator BF3 sehingga didapat bentuk asam lemak metil esternya. Bentuk asam lemak metil ester ini kemudian dianalisis menggunakan GC.

Pengaruh Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan

Studi-studi kohort prospektif yang dilakukan oleh Kiage et al. (2013) dengan menggunakan data Reasons for Geographical and Racial Differences in Stroke (REGARDS) menunjukan bahwa asupan asam lemak trans lebih dari 3.45% dari total lemak dikaitkan dengan peningkatan semua penyebab kematian yang disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti stroke, jantung, diabetes dan lain-lain. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh Danaei et al. (2009) gabungan pengetahuan tentang faktor risiko dengan data dari penelitian sebelumnya serta catatan kematian penyakit spesifik memperkirakan bahwa, pada tahun 2005, kematian sebanyak 82.000 orang dikaitkan dengan asupan asam lemak trans yang tinggi di Amerika Serikat.

(24)

10

darah) serta menginhibisi aktifitas enzim pada metabolisme lipid (fatty acid desaturated elongase dan Lecithin Cholesterol Acyl Transferase/LCAT). Enzim ini terlibat dalam metabolisme HDL khususnya pada pengangkutan balik kolesterol dari jaringan ke hati. Asam lemak trans memiliki pengaruh hampir 2 kali lipat dalam meningkatkan rasio LDL/HDL dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Perubahan pada rasio kolesterol total/HDL atau LDL/HDL merupakan prediktor Coronary Heart Disease (CHD). Kenaikan mutlak 2% asupan energi dari lemak trans telah dikaitkan dengan peningkatan 23% dalam risiko kardiovaskular (Mozaffarian et al. 2006). Konsumsi asam lemak trans menimbulkan pengaruh negatif karena menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh dari asam lemak jenuh. Akan tetapi disamping menaikkan LDL, asam lemak trans juga akan menurunkan HDL sedangkan asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL (Kuipers 2011).

Menurut Shacter et al. (2002) efek proinflamasi dari asam lemak trans juga berhubungan dengan kanker karena inflamasi kronis merupakan mekanisme penting dalam patogenesis kanker dimana oksigen dan nitrogen reaktif yang diproduksi oleh sel-sel inflamasi diduga menyebabkan kerusakan DNA, yang akhirnya menghasilkan transformasi neoplastik dari sel yang terpapar. Orang dengan kondisi peradangan kronis memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker dibanding yang tidak memiliki kondisi ini. Peradangan juga dapat memediasi hubungan antara asupan asam lemak trans dan stroke (Yaemsiri et al. 2012). Aterosklerosis, salah satu penyebab paling umum dari stroke, secara luas dianggap sebagai proses inflamasi. Selain itu, asupan asam lemak trans tinggi dikaitkan dengan peningkatan insiden diabetes (Goldstein et al. 2011).

Selain penyakit-penyakit di atas, mengkonsumsi asam lemak jenuh atau asam lemak trans yang tinggi dapat meningkatkan risiko demensia sedangkan mengkonsumsi asam lemak tak jenuh ganda atau tak jenuh tunggal yang tinggi dapat mengurangi risiko demensia (Barnard 2014). Komposisi asam lemak dalam makanan merupakan faktor penting dalam fungsi sawar darah-otak dan profil kolesterol darah, apolipoprotein E-ε4 terlibat dalam transportasi kolesterol yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer (Morris et al. 2014).

Peraturan Terkait Asam Lemak Trans

Word Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan batas yang direkomendasikan untuk asupan asam lemak trans pada makanan yaitu kurang dari 1% dari asupan energi secara keseluruhan dan mendesak industri makanan untuk mengurangi jumlah asam lemak trans dalam produk yang diproduksinya karena konsumsi asam lemak trans yang berlebihan dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan.

(25)

11

asam lemak trans kurang dari 0.2 gram persajian jika diklaim bebas lemak trans, sedangkan negara-negara Uni Eropa melarang penambahan asam lemak trans dalam pangan olahan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 Tentag Label dan Iklan Pangan serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Perka BPOM) No. HK. 03.1.5.12.11.09955 tahun 2011 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mnegandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan atau dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang mutu dan gizi pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya.

Perka BPOM No. HK. 03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan menyatakan Persyaratan untuk asam lemak trans yang diklaim rendah maka pangan tersebut tidak boleh mengandung asam lemak trans lebih dari 1.5 g/100 g (dalam bentuk padat) atau 0.75 g/100 mL (dalam bentuk cair). Jika diklaim bebas lemak trans maka pangan tersebut tidak boleh mengandung asam lemak trans lebih dari 0.1 g/100 g (dalam bentuk padat) atau 0.1 g/100 mL dalam bentuk cair. Pangan olahan yang mencantumkan klaim dalam label dan iklan harus memenuhi persyaratan asupan per saji tidak lebih dari 13 g untuk lemak total dan 4 g untuk lemak jenuh.

Batas toleransi hasil analisis zat gizi dapat dilihat pada Perka BPOM No. HK. 03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011 Tentang Pedoman pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan dengan persyaratan bahwa hasil analisis zat gizi untuk pangan olahan wajib fortifikasi, pangan yang mencantumkan klaim dan pangan olahan tertentu sekurang-kurangnya sama dengan nilai yang tercantum dalam informasi nilai gizi (≥ 100%), hasil analisis zat gizi tertentu yaitu energi, lemak, lemak jenuh, kolesterol, asam lemak trans, gula dan natrium, tidak boleh lebih dari 120% dari nilai yang tercantum pada informasi nilai gizi.

3 METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

(26)

12

Alat kromatografi gas (Shimadzu GC-2010) yang dilengkapi dengan microsyringe, gas helium, hidrogen dan nitrogen. Kolom kapiler 60 m x 0.25 mm x 0.2 µm SP-2340 (Supelco, Bellefonte, USA) dan detektor ionisasi nyala. Alat gelas yang digunakan adalah erlenmeyer 50 mL, corong pemisah 125 mL, tabung reaksi bertutup 20 mL, vial gelap 5 mL Botol coklat 15 mL, Kertas saring Whatman 0,25 mm (Merck Millipore, Germany)

Tempat dan Waktu

Pelaksanaan tugas akhir (identifikasi sampel, pengambilan sampel, analisis sampel dan analisis data) dilakukan di Bogor. Sampel diambil dari beberapa supermarket dan minimarket yang ada di Bogor, analisis sampel dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST CENTER), Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dimulai pada bulan Februari – Oktober 2015.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap identifikasi sampel dan pengambilan sampel (2) tahap analisis sampel dan perhitungan kadar asam lemak trans (3) tahap analisis data.

Tahap Identifikasi dan Pengambilan sampel

(27)

13

Gambar 2 Tahapan Identifikasi sampel dan pengambilan sampel

Tahap Analisis Kadar Asam Lemak

Sebelum melakukan analisis kadar asam lemak dengan kromatografi gas (Chromatography Gas/GC) terlebih dahulu dilakukan pengecekan unjuk kerja instrumen dan verifikasi metode. Pada tahap pengecekan unjuk kerja instrumen dilakukan verifikasi linieritas, presisi, rentang kerja, batas deteksi dan batas kuantitasi. Linieritas suatu metode analisis dapat menunjukkan hubungan yang proporsional antara respon dan konsentrasi analit pada rentang kerja yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0.995 atau (r2) lebih besar dari 0.990 (AOAC 2002). Hasil uji linieritas pada larutan baku 9t-C18:1 menghasilkan persamaan regresi y = 473 947x - 882.84 dengan korelasi (r2) 1 pada rentang kerja 0.0040-0.1000 mg/ml. Kondisi operasional GC yang tertuang pada Tabel 5 mengacu pada AOCS Official Method Ce 1h-05 dan metode SEAFAST (AOAC Official Method 991.39 termodifikasi) dengan kolom yang mengacu pada AOAC Official Method 996.06.

(28)

14 menunjukkan bahwa metode telah terverifikasi untuk parameter spesifisitas, presisi dan akurasi dengan data presisi (RSD kadar asam lemak = 1.78%; RSD persen asam lemak terhadap asam lemak total = 0.72%) dan akurasi (persen rekoveri) 80.54-94.25% (Njoman dan Andarwulan 2016).

Tabel 5 Kondisi operasional GC

Peralatan Yang Digunakan

Main Body GC-2100 Series Shimadzu Corporation

Panel monitor Hewlett Packard Flat Panel Monitor

Kolom Fused silica capillary, SP-2340

phase, 60 m x 0.25 mm ID, ketebalan film 0.20 µm

Detektor Flame Ionization Detector (FID)

Microsyringe SGE, Microsyringe 10 µL

(29)

15

Kadar Lemak Total (%) = W1

W sampel × 100

Keterangan : W1 : Berat lemak setelah dikeringkan (gram) W sampel : Berat sampel yang ditimbang (gram)

Derivatisasi Asam lemak (AOCS Ce 2-66, 2005)

Lemak hasil ekstraksi ditimbang 100±2 mg ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan standar internal (C17:0) dengan konsentrasi 1 mg/mL sebanyak 1 mL. Campuran kemudian ditambahkan 2 mL NaOH metanolik 0.5N, lalu tabung dihembus dengan gas N2 selama 15 detik, ditutup rapat, dikocok dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama lima menit. Tabung Kemudian didinginkan, ditambah 2 mL BF3-metanol (14% b/v), dan dihembus kembali dengan gas N2. Tabung dipanaskan kembali pada suhu 80 oC selama 30 menit dan didinginkan kembali di bawah air mengalir hingga mencapai suhu ruang, kemudian ditambahkan 1.5 mL heksana dan dilakukan vorteks. Setelah itu ditambahkan 3 mL NaCl jenuh dengan segera lalu dikocok. Campuran didiamkan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan di atas dipipet dan dimasukkan ke dalam vial yang telah berisi Na2SO4 anhidrat. Persiapan larutan uji dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Diagram alir proses derivatisasi ekstrak minyak dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis asam lemak dengan GC (AOAC 996.06, 2001)

Sebanyak 1 µL larutan dari tahap derivatisasi diinjeksikan ke dalam GC dengan menggunakan syringe. Suhu injektor dan suhu detektor masing-masing 250 oC dan 260 oC. Gas helium dialirkan sebagai gas pembawa serta gas hidrogen dan udara sebagai gas pembakar dan pendukung juga dialirkan. Suhu kolom diset pada 120 oC (ditahan 6 menit), kemudian suhu dinaikkan dengan laju 3 oC hingga suhu kolom mencapai 260 oC (ditahan selama 25 menit). Analisis dilakukan dengan dua ulangan. Larutan dari tahap persiapan standar asam lemak juga diinjeksikan dengan parameter ini. Rasio luas area FAME dan luas area standar internal dari larutan uji digunakan untuk menghitung kadar FAME dalam larutan sampel.

Kadar asam lemak dihitung menggunakan rumus :

Alx = Aalx ASI ×

BSI BS ×

(30)

16

% = Alx

Total Aalx × 100

Keterangan :

Aalx = Area asam lemak tertentu pada sampel ASI = Area standar internal pada sampel

BS = Berat sampel yang dimetilasi (g)

BSI = Berat standar internal yang ditambahkan pada sampel (mg) RF = Respon faktor

Alx = Kadar asam lemak tertentu dalam sampel (g/100g) % = % asam lemak dari total asam lemak

RF = ASI Aalx ×

Balx BSI

Keterangan :

RF = Respon Faktor

ASI = Area Standar internal pada standar Eksternal Aalx = Area asam lemak tertentu pada standar eksternal Balx = Berat asam lemak tertentu pada standar eksternal

BSI = Berat standar internal pada standar eksternal

Analisis Data

Teknik Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif kuantitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Pengambilan Sampel

(31)

17

khusus sebanyak 76. Produk bakeri istimewa mempunyai jumlah populasi yang besar maka perlu dirinci lagi berdasarkan jenis pangannya yaitu : Biskuit sebanyak 2.360, kukis sebanyak 257, wafer sebanyak 1.565, keik sebanyak 97 dan Roti manis sebanyak 197. Persentase masing-masing kategori pangan dan jenis pangan dapat dilihat pada Gambar 3.

.

Gambar 3 Persentase pangan olahan berdasarkan kategori pangan (A), Persentase jenis pangan dari produk bakeri istimewa (B)

Sampel untuk setiap jenis pangan diambil secara proporsional berdasarkan jumlah sampel, sehingga dari 5.630 jenis pangan diambil 50 jenis pangan yang akan dianalisis. Kelompok kategori pangan dan jenis pangan serta jumlah masing-masing sampel yang dianalisis disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kelompok kategori pangan dan jenis pangan serta jumlah masing-masing sampel yang dianalisis

Kategori Pangan Jenis Pangan

Jumlah Produk Teregistrasi (2010-2015)

Jumlah Sampel

02.0 Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak

(32)

18

Tidak Mengandung Air (Shortening) 02.2 Emulsi Lemak Terutama

07.1 Produk Bakeri Tawar Roti tawar, Krekers, Crouton,Tepung Panir,

Rentang kadar asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid /SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/MUFA), asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid /PUFA), asam lemak trans (Trans Fatty Acid /TFA) dan asam lemak (Fatty Acid/FA) dalam pangan olahan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar total SFA, MUFA, PUFA, TFA dan FA dalam pangan olahan

Sampel ∑SFA

* = Analisis dilakukan dengan dua ulangan dan duplo **= not detected

(33)

19

bentuk isomernya. (Omar et al. 2013). Kromatogram standar dan sampel biskuit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kromatogram GC-FID asam lemak metil ester dari standar (A), Kromatogram GC-FID asam lemak metil ester sampel biskuit (B). Secara umum hasil analisis menunjukan bahwa asam lemak tertinggi terdapat pada SFA dengan komposisi asam lemaknya memiliki nilai antara 40.19 - 56.89 g/100 g pada produk lemak dan minyak, 22.99 - 46.88 g/100 g pada produk bakeri tawar, 10.01 - 83,45 g/100 g pada produk bakeri istimewa dan 35.02 g/100 g pada produk pangan gizi khusus. MUFA pada lemak dan minyak berkisar antara 26.25 - 43.57 g/100 g, pada bakeri tawar 0.44 – 34.25 g/100g, pada bakeri istimewa 7.17 – 42.4 g/100g, pada pangan gizi khusus 28.99 g/100g. PUFA pada minyak dan lemak berkisar antara 6.11 - 10.16, bakeri tawar sebesar 0.5 - 10.08 g/100g, bakeri istimewa 1.67 - 20.56 g/100g, dan pangan gizi khusus 9.63 g/100 g. TFA pada minyak dan lemak berkisar antara 0.02 - 0.06 g/100g, bakeri tawar 0.03 - 0.07 g/100 g, bakeri istimewa 0.01 - 0.06 g/100g dan pangan gizi khusus tidak terdeteksi. FA pada lemak dan minyak berkisar antara 88.92 sampai 98.07 g/100 g, bakeri tawar 23.93 sampai 90.92, bakeri tawar 52.86 sampai 98.48 g/100 g dan pangan gizi khusus 77.34 g/100 g. Dari data komposisi SFA, MUFA dan PUFA pada pangan olahan tersebut dapat diduga berasal dari minyak sawit dan minyak inti sawit (Hardoko 2006).

(A)

(34)

20

Kadar Asam Lemak Trans dalam Pangan Olahan

Data mengenai total asam lemak trans dan isomer asam lemak trans disajikan pada Tabel 9. Asam lemak trans yang dianalisis pada penelitian ini adalah isomer geometri asam oleat yaitu asam elaidat (C18:1 Δt9) dan isomer geometri asam lemak linoleat yaitu trans-9,cis-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9,c12), cis-9,trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δc9,t12), trans-9,trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9,t12). Dari Tabel 7 bisa dilihat bahwa total asam lemak trans pada kategori lemak dan minyak adalah 0.02 - 0.06 g/100g, pada produk bakeri tawar berkisar antara 0.03 - 0.07 g/100g, produk bakeri istimewa 0.01 - 0.06 g/100g dan pada produk pangan gizi khusus tidak ditemukan adanya asam lemak trans.

Total sampel yang mengandung asam lemak trans adalah 32 sampel, sedangkan yang tidak mengandung asam lemak trans adalah 18 sampel dari 50 sampel yang dianalisis. Pada kategori lemak dan minyak terdapat tiga sampel yang mengandung asam lemak trans dari empat sampel yang dianalisis. Lemak reroti dan margarin mengandung asam lemak trans yang merupakan produk hasil hidrogenasi dari minyak nabati (Bakeet et al. 2013). Pada kategori produk bakeri tawar terdapat empat sampel yang mengandung lemak trans dari lima sampel yang dianalisis dan pada produk bakeri istimewa terdapat 25 sampel yang mengandung asam lemak trans dari 40 sampel yang dianalisis. Produk bakeri tawar (roti tawar, krekers dan tepung roti) dan produk bakeri istimewa (biskuit, wafer, kukis, keik dan roti manis) mengandung asam lemak trans karena menggunakan lemak reroti atau margarin yang berasal dari proses hidrogenasi dari lemak nabati (Norhayati et al. 2011).

Isomer geometri asam lemak trans yang terdapat pada sampel adalah asam lemak trans C18:2 Δt9,c12 sekitar 40%, asam lemak trans C18:2 Δc9,t12 sekitar 20% , asam lemak trans C18:2 t9,t12 sekitar 2% dan asam lemak trans C18:2 Δt9,c12 dan C18:2 Δt9,t12 sekitar 2%. asam lemak trans C18:2 Δt9,c12 terdapat pada produk lemak dan minyak, produk bakeri tawar dan produk bakeri istimewa, asam lemak trans C18:2 Δc9,t12 dan asam lemak trans C18:2 Δt9,t12 terdapat pada produk bakeri istimewa. Asam elaidat (C18:1 Δt9) tidak ditemukan pada semua sampel. Asam lemak trans utama dibentuk olehhidrogenasiparsialminyak nabati, yang berasal dariasam oleat seperti asamelaidat( C18: 19t), trans isomer asamlinoleat(C18: 2 9t 12t, C18: 2 9c 12t danC18: 2 9t 12c) dan asamlinolenat (Tardy et al., 2011). Dari data jenis asam lemak trans pada pangan olahan tersebut dapat diduga berasal dari minyak nabati yang mengalami proses hidrogenasi parsial.

Tabel 9 Kandungan asam lemak trans dari isomer asam linoleat dan total asam lemak trans pada pangan olahan yang beredar di Indonesia

(35)

21

* = Hasil yang diperoleh mempunyai nilai SD = 0.00 **nd = not detected

(36)

22

Gambar 5 Persentase pangan olahan yang mengandung TFA (A)

Persentase kandungan TFA pada masing-masing kategori pangan (B) Persentase jenis pangan dari produk bakeri istimewa yang

mengandung TFA (C)

Kadar Asam Lemak Trans Pada Pangan Olahan dan Kesesuaiannya dengan Persyaratan Pelabelan

Data mengenai takaran saji, lemak total, total asam lemak jenuh, total asam lemak trans pada informasi nilai gizi dan hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 9. Semua sampel yang diambil untuk analisis adalah sampel yang sudah teregistrasi di Badan POM dan yang dilengkapi dengan label informasi nilai gizi kecuali pada sampel lemak reroti tidak ada informasi nilai gizi sehingga tidak bisa dievaluasi kesesuaiannya dengan persyaratan pelabelan. Dari hasil analisis diperoleh total lemak yang sesuai dengan label informasi nilai gizi sebanyak delapan sampel yang terdiri dari produk lemak dan minyak satu sampel. bakeri tawar satu sampel dan bakeri istimewa enam sampel. hasil analisis lebih dari label sebanyak 12

Tidak terdeteksi TFA (0.01-0.07 g/100g)

64%

Bakeri istimewa 78%

Lemak/minyak 9% Bakeri tawar

13% Biskuit 52%

Roti 2% Kukis

2%

Keik 1%

Wafer 28%

(A)

(B) (C)

(37)

23

sampel yang terdiri dari produk bakeri tawar satu sampel. bakeri istimewa 11 sampel. sedangkan hasil yang kurang dari label sebanyak 29 sampel yang terdiri dari produk minyak dan lemak dua sampel. bakeri tawar tiga sampel. bakeri istimewa 23 sampel dan pangan gizi khusus satu sampel. Perbedaan kadar lemak total antara label dengan hasil analisis karena ada kemungkinan metode analisis yang digunakan pada penelitian berbeda dengan yang digunakan pada industri. Pangan olahan yang mencantumkan klaim dalam label harus memenuhi persyaratan asupan per saji tidak lebih dari 13 g lemak total (BPOM 2011). Pada lemak total tidak dilakukan evaluasi kesesuian dengan persyaratan pelabelan karena semua pangan olahan yang dianalisis tidak diklaim sebagai rendah lemak.

Dari hasil analisis diperoleh data sebanyak 32 sampel yang mengandung asam lemak trans sementara yang mencantumkan lemak trans pada informasi nilai gizi sebagai “0 g” hanya 17 sampel dan 15 sampel tidak mencantumkan asam lemak trans dalam label informasi nilai gizi. Menurut Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan jika diklaim sebagai bebas lemak trans ( 0g ) maka kandungan lemak trans pada pangan olahan tersebut tidak boleh lebih dari 0.1 g/100g. Dari semua sampel yang dianalisis tidak ada satupun yang mengandung lemak trans lebih dari 0.1 g/100g.

Kandungan asam lemak jenuh yang dicantumkan dalam informasi nilai gizi hanya sebanyak 24 sampel dari 50 sampel. sedangkan dari hasil analisis ditemukan semua sampel mengandung asam lemak jenuh. Dari 24 sampel yang mencantumkan lemak jenuh dalam informasi nilai gizi terdapat 13 sampel yang sesuai antara informasi nilai gizi di label dengan hasil analisis. sementara 11 sampel yang mempunyai nilai asam lemak jenuh melebihi angka yang tertera pada informasi nilai gizi. Jika suatu pangan olahan diklaim sebagai rendah atau bebas lemak jenuh maka pangan tersebut tidak boleh mengandung lemak jenuh lebih dari 1.5 g/100g atau 4 g persajian. Semua sampel tidak mengklaim sebagai rendah atau bebas lemak jenuh pada label pangannya sehingga tidak berlaku persyaratan lemak jenuh tidak boleh lebih dari 1.5 g/100g atau 4 g persajian. Perbedaan kandungan asam lemak jenuh antara label dengan hasil analisis karena ada kemungkinan metode analisis yang digunakan pada penelitian berbeda dengan metode analisis yang digunakan pada industri. Persentase pangan olahan yang mencantumkan TFA pada label dan persentase kesesuaian TFA dengan persyaratn pelabelan dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 9 Kadar asam lemak berdasarkan label kemasan dan hasil analisis lemak total, asam lemak trans dan asam lemak jenuh per takaran saji

(38)
(39)

25

Gambar 6 Persentase pencantuman TFA pada label kemasan (A) Persentase TFA pada pangan olahan yang tidak dilabel (B) Persentase TFA pada pangan olahan yang dilabel (C)

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil identifikasi pangan olahan yang diduga mengandung asam lemak trans sebanyak 5.630 dari 60.897 pangan olahan yang sudah teregistrasi di Badan POM berdasarkan pengelompokan pangan olahan yang menggunakan ingredien lemak/minyak nabati yang mengalami proses hidrogenasi parsial. Sampel yang digunakan untuk analisis sebanyak 50 yang dipilih secara acak proporsional dari kelompok kategori pangan yang teridentifikasi. Dari hasil analisis diperoleh kadar SFA berkisar antara 10.01 – 83.45 g/100g. kadar MUFA 0.44 – 43.57 g/100g. kadar PUFA 0.5 – 20.56 g/100g dan kadar asam lemak trans 0.01 – 0.07 g/100g. Hasil analisis menunjukan 32 sampel (64%) mengandung asam lemak trans. diantaranya kelompok lemak dan minyak tiga sampel dari 4 sampel yang dianalisis, bakeri tawar empat sampel dari lima sampel yang dianalisis, bakeri istimewa 25 sampel dari 40 sampel yang dianalisis sedangkan pangan gizi khusus tidak mengandung asam lemak trans. Jenis asam lemak trans yang terdapat pada pangan olahan adalah trans-9.cis-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9.c12). cis-9.trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δc9.t12). dan trans-9.trans-12-Octadecadienoat acid (C18:2 Δt9.t12). Total asam lemak trans hasil analisis pada semua pangan olahan sesuai dengan peraturan pelabelan karena kurang dari 0.1 g/100 g.

Saran

Namun demikian hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan terkait pangan olahan yang menggunakan ingredien margarin dan shortening/lemak reroti. Penelitian ini

(40)

26

mempunyai keterbatasan karena hanya memberikan informasi tentang asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) dan asam lemak trans (Trans Fatty Acid/TFA) pada pangan olahan. Informasi yang didapat belum cukup mewakili seluruh pangan, sehingga diharapkan untuk peneliti berikutnya menambah data tentang kandungan asam lemak trans pada pangan lain seperti pangan siap saji, pangan jajanan dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2001. AOAC Official Method 996.06. Fat (Total, Saturated and Unsaturated) in foods, hydrolytic extraction gas chromatographic method, Revised 2001. In Horwitz, W., ed., Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition.

[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2005. AOCS Official Method Ce 1h-05. Determination of cis-, trans-, saturated monounsaturated and polyunsaturated fatty acids in vegetable or non-ruminant animal oils and fats by capillary GLC method: In Official Methods and Recommended Practices of the AOCS, Fifth edition, American Oil Chemists’ Society. Urbana, IL, USA.

Bakeet ZA, Fayzh MH, Alobeidallah, Arzoo S. 2013. Fatty acid composition with special emphasis on unsaturated trans fatty acid content in margarines and shortening marketed in Saudi Arabia. International Journal of Biosciences 3(1):86-93, http://www.innspub.net

Barnard ND, Bunner AE, Agarwal U. 2014. Saturated and trans fats and dementia: a systematic review. Neurobiology of Aging 35:S65-S73

Barra PM, Castro R, Oliveira PL, Pimentel SA, Silva SA, Oliveira MA. 2013. 41An alternative method for rapid quantitative analysis of majority cistrans fatty acids by CZE Food Research International 52 : 33–44

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. http://www.pom.go.id

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. http://www.pom.go.id

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala BPOM No. No. HK. 03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. http://www.pom.go.id

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala BPOM No. No. HK03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011 tentang Pedoman pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan. http://www.pom.go.id

(41)

27

[DEPKES] Departemen Kesehatan 2013. Peraturan menteri kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. [EFSA] European Food Safety Authority. 2011. Scientific Opinion on Dietary

Reference Values for fats, including saturated fatty acids, polyunsaturated fatty acids, monounsaturated fatty acids, trans fatty acids, and cholesterol. European Food Safety Authority Journal ; 8(3):1461-1469

[ESR] Environmental Science & Research 2006. Level Of Trans Fatty Acids In The New Zealand Food Supply: prepared as part of a new zealand food safety authority contract for scientific services. New Zealand Environmental Science & Research Journal 62(2):1-30

[FDA] Food and Drug Administration. 2003. “Consumer Health Information for Better Nutrition Initiative”, 68(133) July 11, 2003.

Fenney MJ. 2008. Defining Differences in Trans Fatty Acids. California: Dairy Council of California. 2 (5): 1-3.

Folch J, Lees M, Sloane-Stanley GM. 1957. A Simple Method for the Isolation and

Purification of Total Lipids from Animal Tissue. The Journal of Biological Chemistry.

226 : 497-509.

Goldstein LB, Bushnel CD, Adams RJ, Appel LJ, Braun LT, Creager MA. 2011. Guidelines for the primary prevention of stroke: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. 42:517–84.

Hardoko. 2006. Identifikasi asam-asam lemak pada minyak goreng kelapa dan kelapa

sawit. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 4(1):1-10

Karabulut. 2007. Fatty acid composition of frequently consumed foods in Turkey with special emphasis on trans fatty acids. International Journal of Food Sciences and Nutrition.58(8):619-628

Kiage JN, Merrill PD, Robinson CD, Cao Y, Malik TA, Hundley BC, Lao P, Judd SE, Cushman M, Howard VJ, Kabagambe EK. 2013. Intake of trans fat and all cause mortality in the Reasons for Geographical and Racial Differences in Stroke (REGARDS). American Journal of Clinical Nutrition 97:1121–1127. Kuipers RS, Graaf DJ, Luxwolda MF, Muskiet MH, Dijck-Brouwer DA, F.A.J.

Muskiet FA. 2011. Saturated fat, carbohydrates and cardiovascular Disease. Netherlands The Journal of Medicine. Vol 69(9):372-378

Martin CA, de Oliveira CC, Visentainer JV, Matsushita M, de Souza NE. 2008. Optimization of the selectivity of a cyanopropyl stationary phase for the gas chromatographic analysis of trans fatty acids. Journal of Chromatography A 1194: 111-117.

Micha R, Mozaffarian D. 2008. Trans fatty acids: effects on cardiometabolic health and implications for policy. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids 79: 147-152.

Morris MC, Christine C, Tangney B. 2014. Review Dietary fat composition and dementia risk. Neurobiology of Aging 35:S59eS64

(42)

28

Mossoba MM, Azizian H, Tyburczy C, Kramer JK, Delmonte P, Kia ARF, Rader JI. 2013. Rapid FT-NIR Analysis of Edible Oils for Total SFA, MUFA, PUFA, and Trans FA with Comparison to GC. Journal of the American Oil Chemists’ Society 90:757–770 DOI 10.1007/s11746-013-2234-z

Mozaffarian D, Katan MB, Ascherio A Stampfer MJ, Willett WC. 2006. Reivew Article: Trans Fatty Acid and Cardiovascular Disease, The New England Journal of Medicine, 354: 1601 – 1611.

Mozaffarian D, Cao H, King IB, Lemaitre RN, Song X, Siscovick DS, Hotamisligil GS. 2010. Trans-Palmitoleic Acid, Metabolic Risk Factors, and New-Onset Diabetes in U.S. Adults. Annals of Internal Medicine 153: 790-799. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2005. Harper’s Biochemistry.

25th ed. Trans Hartono A. Jakarta: EGC

Norhayati M, Azrina A, Norhaizan ME, Rizal MR. 2011. Trans fatty acids content of biscuits commercially available in Malaysian market and comparison with other countries. International Food Research Journal 18(3): 1097-1103

Njoman S, Andarwulan N. 2016. Verifikasi Metode Analisis Asam Lemak Trans Berdasarkan Official Method Ce 1h-05: a Kaldorian approach. JITP, siap terbit O’Brien RD. 2008. Fats and Oil , Formulating and Processing For Aplication ,

Second Edition, Inc.USA

Omar TA, Salimon J. 2013. Validation and application of a gas chromatographic method for determining fatty acids and trans fats in some bakery products Journal of Taibah University for Science 7: 56–63

Reshma MV, Ravi KC, Nisha P, Soban KD, Sundaresan A, Jayamurthy P. 2012. Trans fat content in labeled and unlabelled Indian bakery products including fried snacks. International Food Research Journal 19(4): 1609-1614 Journal homepage: http://www.ifrj.upm.edu.my

Salimon J, Omar TA, Salih N. 2013. accurate and reliable method for identification and quantification of fatty acids and trans fatty acids in food fats samples using gas chromatography. Arabian Journal of Chemistry xxx, xxx– xxxAn

Salimon J, Ahmed T, Salih N. 2014. Quantitative Gas Chromatographic Method for the Analysis of cis and trans Fatty Acid in Margarines (Kaedah Kuantitatif Gas Kromatografi untuk Analisis Asid Lemak cis dan trans dalam Sampel Marjerin). Sains Malaysiana 43(12): 1937–1942

Sartika RA. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 2,Hal. 154-160

Sartika RA. 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol. 13 : 23-28 Shacter E, Weitzman SA. 2002. Chronic inflammation and cancer. Oncology

(43)

29

Soerjodibroto W. 2005. Lemak dalam Pola Makanan Masyarakat Indonesia dan Masyarakat Kawasan Asia Pasifik Lainnya : Hubungannya dengan Kesehatan Kardiovaskuler. Fakultas Kedokter an Universitas Indonesia. Jakarta

Stolyhwo A, Rutkowska J. 2013. Improved Silver Ion HPLC Combined with Capillary Gas Chromatography of cis/trans Fatty Acids in Alimentary Fats and Human Milk Fat. Food Analytical Methods 6:457–469 DOI 10.1007/s12161-012-9454-yAn

Tardy AL, Morio B, Chardigny, J.M, Malpuech-Brugère, C. 2011. Ruminant and industrial sources of trans-fat and cardiovascular and diabetic diseases. Nutrition Research Reviews 24: 111-117.

Trattner S, Becker W, Wretling S, Ohrvik V, Mattisson. 2015. Fatty acid composition of Swedish bakery products, with emphasis on trans-fatty acids. Food Chemistry 175:423–430

[USFDA/CFSAN] Food and Drug Administration/Center for Food Safety and Applied Nutrition. 2003. Guidance for Industry. Food Labeling: Trans Fatty Acids in Nutrition Labeling, Nutrient Content Claims, and Health Claims. U.S. Department of Health and Human Services. http://www.cfsan.fda.gov/~dsm/transgui.html (22 Juni 2007)

Yaemsiri S, Sen S, Tinker L, Rosamond W, Wassertheil S. 2012. Trans fat, aspirin, and ischemic stroke in postmenopausal women. Annals of Neurology 72:704–15.

[WHO] World Health Organization and [FAO] Agriculture Organization. 2010. Fats and fatty acids in human nutrition Report and expert consultation. In Food and nutrition paper. Vol. 91. Food and Agriculture Organization of the United Nations

(44)

30

LAMPIRAN

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir tahap ekstraksi lemak pada produk pangan olahan sesuai metode Folch.

Timbang 3 gram sampel (150 gram spl dari 3 batch )

Pencampuran dalam erlenmeyer

Homogenisasi selama 1 jam (stirring)

Penyaringan vakum 20 ml kloroform:

(45)

31

Lampiran 2 Diagram alir tahap derivatisasi asam lemak sesuai metode AOCS Ce 2-66. 2005.

1 mL

Pencampuran

Pencampuran

Penghembusan dengan gas N2

2 mL NaOH-metanolik 0.5N 0.1 g ekstrak

minyak 0.01 g asam margarat

Heksana

Pencampuran pada labu takar 10 mL hingga volum tepat

Larutan standar internal (SI) Tabung reaksi

(46)
(47)

1

Lampiran 3 Kadar total asam lemak, kadar masing-masing asam lemak dan jenis asam lemak dalam pangan olahan (g/100g).

Sampel

Saturated Fatty Acid Mono Unsaturated Fatty Acid Poly Unsaturated Fatty Acid

(48)

2

Lanjutan dari Lampiran 3

Sampel

Saturated Fatty Acid Mono Unsaturated Fatty Acid Poly Unsaturated Fatty Acid

(49)

1

RIWAYAT HIDUP

Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Penulis bakerja sebagai Fungsional Umum di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Padang sejak tahun 1998. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah Analisi asam lemak trans menggunakan metode kromatografi gas.

Karya ilmiah yang berjudul Kadar Asam Lemak Trans pada pangan olahan yang beredar di Indonesia telah diterbitkan pada jurnal tahun 2016. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S2 penulis.

34

Gambar

Gambar 1  Struktur kimia dan titik leleh  asam oleat dan asam elaidat       (O’Brien 2009)
Tabel  2   Kandungan asam lemak trans dari margarin dan lemak reroti yang
Tabel  3  Kandungan asam lemak trans dari beberapa produk pangan yang beredar di New Zealand dan jenis asam lemak trans yang ada didalammya
Tabel 4  Kadar asam lemak trans pada produk margarin, Shortening/lemak reroti di beberapa negara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berita Acara Pemberian Penjelasan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari. Dokumen Pengadaan, Apabila dalam Berita Acara Pemberian Penjelasan ini

[r]

Setelah mempelajari materi dari guru melalui PowerPoint dan video, siswa mampu melakukan praktek nyata untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan mandiri

Gejala netralisasi pada bunyi vokal atas-belakang-bulat /u/ menjadi vokal sedang-belakang-bulat /o/ dan Gejala paragoge (penambahan fonem di akhir kata) dimana

Hasil penelitian koleksi anggrek yang terkumpul dari pulau Wawonii dengan didukung hasil penelusuran pustaka tentang anggrek Sulawesi (Schlechter, 1911; Smith, 1929; dan Thomas

Berdasarkan hasil uji statistik Mc.Nemar diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi, protein, karbohidrat, dan serat dengan

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sistem akuntansi penjualan kredit pada Perusahaan Pertenunan Santa Maria belum baik, terlihat dari dari adanya perangkapan tugas

secara nyata dalam menjalani kehidupan.Berangkat dari hal tersebut banyak dari muallaf Tionghoa setelah masuk Islam mengalami kemerosotan dari sektor ekonomi.Hal