MATURASI IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus
DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN MENGGUNAKAN PREMIKS
HORMON
PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPHIN
(PMSG) DAN ANTIDOPAMIN
ASTIRAINI ANDIBA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) Dan Antidopamin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
ABSTRAK
ASTIRAINI ANDIBA. Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus
Di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) Dan Antidopamin. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus merupakan ikan introduksi dari Thailand yang memiliki keunggulan sebagai ikan budidaya dan disukai oleh masyarakat Indonesia dan Internasional. Salah satu permasalahan pada ikan ini adalah penyediaan benih yang masih terbatas. Hal ini berkaitan dengan sifat pemijahan ikan patin yang hanya berlangsung pada musim hujan saja dan membutuhkan waktu untuk rematurasi 4-6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi pematangan gonad secara hormonal di luar musim pemijahan (musim kemarau). Induk ikan patin siam berukuran 2-3 kg disuntik menggunakan hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan antidopamin (AD) pemijahan, tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan pemberian PMSG dan AD mampu menginduksi pematangan gonad ikan patin di luar musim pemijahan dan juga menunjukkan adanya peluang untuk penyediaan induk matang gonad dan produksi benih ikan patin sepanjang tahun.
Kata kunci: Pangasianodon hypopthalmus, PMSG, antidopamin
ABSTRACT
ASTIRAINI ANDIBA. Maturation of Striped Catfish Pangasianodon hypophthalmus Out Of Spawning Season Using Premix Hormone Of Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) And Antidopamin. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
AD and PMSG was effective inducing maturation of striped catfish out of spawning season, it also show that there are opportunities for the provision of a mature parent striped catfish throughout the year.
MATURASI IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus
DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN MENGGUNAKAN PREMIKS
HORMON
PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPHIN
(PMSG) DAN ANTIDOPAMIN
ASTIRAINI ANDIBA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan,
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalamus Di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin
(PMSG) Dan Antidopamin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2014, bertempat di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat MSc dan Ibu Dinar Tri Soelistyowati DEA selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Tatag Budiardi MSi dan Bapak Dr Ir Eddy Supriyono MSc selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan departemen, serta Bapak Ahya Raffiudin MSi yang telah banyak memberikan saran mengenai penelitian ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman seperjuangan yakni Yulia Pratamy, Muhammad Faiz Islami, Hamzah Muhammad Ihsan dan Ermina Sari yang telah membantu selama penelitian, pengumpulan, hingga pengolahan data.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk keluarga tercinta, Bapak Bambang Supriadi dan Ibu Pipih Mauludiah, serta keluarga besar Budidaya Perairan angkatan 48 atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
BAHAN DAN METODE 2
Materi Uji 2
Rancangan Penelitian 2
Prosedur Penelitian 2
Parameter Penelitian 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Hasil 6
Pembahasan 11
KESIMPULAN DAN SARAN 13
Kesimpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 16
ii
DAFTAR TABEL
1 Rancangan perlakuan penelitian penyuntikan calon induk ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus dengan kombinasi PMSG dan
antidopamin 2
2 Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus 3
3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan patin 5 4 Persentase ikan patin yang matang gonad selama masa pemeliharaan
setelah diberi perlakuan penyuntikan premiks hormon 6
DAFTAR GAMBAR
1 Indeks hepatosomatik (IHS) pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan, sebelum diberi perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan) 7
2 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan) 8
3 Perkembangan diameter telur ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-4 dan minggu ke-8 masa pemeliharaan 8 4 Histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.
A=histologi gonad minggu ke – 0 (awal pemeliharaan; sebelum diberi perlakuan). B=histologi gonad minggu ke-8 (akhir pemeliharaan) perlakuan kontrol. C=histologi gonad minggu ke-8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan. D=histologi minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan. E=histologi gonad minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan;
IM=immature; MI=maturing; M=mature; A=atresi; N=nukleus; Y=yolk(kuning telur), perbesaran 100 kali dengan skala bar 100
µm. 9
5 Pertambahan bobot ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus
selama masa pemeliharaan 10 6 Grafik curah hujan di wilayah Dramaga-Bogor bulan Juli- November
DAFTAR LAMPIRAN
1 Wadah penelitian yang digunakan di Laboratorium Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 16 2 Data curah hujan di wilayah Dramaga Bogor pada bulan Juli sampai
November 2014 16
3 Dokumentasi kegiatan penyuntikan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalamus 17
4 Prosedur pembuatan preparasi histologi di Laboratorium Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 18 5 Analisi diameter telur minggu ke-4 pemeliharaan dengan analisis
ragam (ANOVA) dan Uji Tukey 18 6 Analisis diameter telur minggu ke-8 pemeliharaan dengan analisis
ragam (ANOVA) dan Uji Tukey 18 7 Kemungkinan frekuensi pemijahan dalam 1 tahun berdasarkan waktu
kematangan gonad ikan patin siam 18 8 Analisa biaya pemijahan ikan patin siam yang diberi hormon dan
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus merupakan ikan introduksi dari Thailand yang berkembang di masyarakat Indonesia sebagai komoditas budidaya yang mempunyai ketahanan yang cukup tinggi terhadap kualitas air yang kurang optimal (Gunadi et al. 2006). Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas air tawar yang masih digalakkan oleh KKP untuk ditingkatkan produksinya, tercatat kenaikan produksi patin dari tahun 2010-2013 mencapai 95,57% (KKP 2013) dengan provinsi Sumatera Selatan sebagai penyumbang produksi patin utama yaitu sebesar 410.684 ton (DJPB 2013) . Ikan patin ini selain digemari oleh masyarakat Indonesia, juga digenari oleh masyarakat Internasional terutama dalam bentuk fillet
(daging tanpa tulang).
Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan permintaan akan ikan ini adalah dalam penyediaan benih yang tidak sepanjang tahun, yaitu dikarenakan rendahnya frekuensi pemijahan, karena secara alami waktu yang dibutuhkan untuk pematangan gonad pada ikan patin sekitar 6 bulan, dengan masa pemijahan pada musim penghujan saja (Sularto 2002). Lamanya masa pematangan gonad inilah yang menyebabkan rendah dan tidak stabilnya produksi benih patin sepanjang tahun, khususnya pada musim kemarau. Oleh karena itu perlu dilakukan campur tangan manusia dalam memanipulasi pematangan gonad, yaitu dengan manipulasi secara hormonal.
Pematangan gonad ikan patin secara alami dipengaruhi oleh sinyal lingkungan yang diterima oleh sistem syaraf pusat yang kemudian akan diteruskan ke kelenjar hipotalamus yang kemudian akan melepaskan
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dalam kelenjar hipofisis yang selanjutnya hipofisis ini akan melepas FSH (follicle stimulating hormone).
Meningkatnya konsentrasi FSH (GTH-I) akan menyebabkan enzim aromatase mensistesis testosterone menjadi estradiol-17β sehingga merangsang sintesis vitellogenesis di dalam hati (Myonas et al 2009). Dalam pembentukan gonadotropin, terdapat pula senyawa dopamin yang bekerja di otak menghambat pembentukan gonadotropin tersebut sehingga diperlukan antidopamin yang berfungsi untuk menghambat kerja dopamin, sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin, meningkatkan respon pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat penetasan telur (Nandeesha et al. 1991). Pemberian antidopamin ini juga dapat menstimulasi perilisan FSH dari pituitary (Rafiuddin 2014)
PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) adalah serum dari kuda hamil yang mengandung gonadotropin berupa follicle stimulating hormone
Penelitian ini menggunakan kombinasi dari PMSG dan antidopamin, atau yang dikenal dengan OODEV (Oosit Developer) yang diberikan melalui penyuntikan pada calon induk ikan patin dengan tujuan untuk mempercepat kematangan gonadnya berdasarkan dosis yang paling efektif dari kombinasi antara PMSG dan antidopamin tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempercepat kematangan gonad pada calon induk ikan patin diluar musim pemijahannya, serta mengevaluasi kombinasi dosis PMSG dan antidopamin yang optimal untuk proses maturasi ikan patin.
BAHAN DAN METODE
Materi Uji
Materi uji yang digunakan adalah calon induk ikan patin siam betina
Pangasianodon hypophthalmus sebanyak 40 ekor dengan bobot 2 – 3 kg/ekor, larutan fisiologis (NaCl 0,9%), kombinasi hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG)dan antidopamin.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan rancangan acak lengkap satu faktor perlakuan, terdiri dari empat dosis premiks hormon (Tabel 1) masing-masing sepuluh kali ulangan individu.
Tabel 1 Rancangan perlakuan penelitian penyuntikan calon induk ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus dengan kombinasi PMSG dan antidopamin
Perlakuan Premiks hormon Antidopamin(AD)
(µg/kg)
PMSG (µg/kg)
Larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (ml/kg)
P1 - - 1
P2 5 - -
P3 5 5 -
3
Prosedur Penelitian
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan adalah kolam beton semi permanen berukuran 20 x 10 x 1,5 m sebanyak 1 kolam. Persiapan wadah yang dilakukan meliputi kegiatan pengeringan dasar kolam dan pembersihan bagian inlet serta outletnya. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari untuk membuang gas-gas beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian dilakukan pemasangan sekat dengan bambu dan jaring sebanyak 4 sekat (Lampiran 1). Setelah itu dilakukan pengisian air setinggi 70 cm dan diendapkan selama 1 hari untuk selanjutnya kolam siap ditebar ikan uji masing-masing 10 ekor per perlakuan
Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan uji, disajikan dalam Tabel 2. Pengecekan kualitas air dilakukan 2 kali, yaitu pada awal masa pemeliharaan dan akhir masa pemeliharaan. Data curah hujan selama masa penelitian disajikan dalam Lampiran 2.
Tabel 2 Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus
Parameter Kolam pemeliharaan SNI 01-6483.5-(2009)
Suhu (⁰C) 26 - 28,7 25 - 30 ekor yang dibagi untuk masing-masing perlakuan sebanyak 10 ekor dengan bobot 2-3 kg/ekor.
Penyiapan larutan premiks
Larutan yang digunakan terdiri dari larutan PMSG dan antidopamin. Perlakuan kontrol menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0,9%). Dosis yang digunakan adalah dosis antidopamin 5 µg dan PMSG 0, 5 dan 10 IU /kg ikan, dengan masing-masing 10 kali ulangan individu. Larutan premiks dibuat dengan mencampurkan larutan PMSG dan larutan antidopamin menjadi premiks hormon yang disebut OODEV.
Penyuntikan ikan uji
Pengambilan sampel hati, gonad dan telur
Pengambilan sampel hati dan gonad dilakukan dua kali, yaitu pada awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan dan pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan). Gonad dan hati diambil dengan cara membedah 1 ekor ikan uji per perlakuan. Kemudian setelah diambil, gonad direndam dalam larutan
Buffer Normal Formalin, setelah 24 jam larutan diganti dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dilakukan preparasi histologi di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel sebanyak ±100 butir per ikan uji dilakukan pada minggu ke-4 dan minggu ke-8 dengan alat kateter yang selanjutnya telur disimpan dalam larutan sierra. Diameter telur sebanyak 100 butir dari tiap ikan per perlakuan diukur dengan bantuan mikroskop dengan perbesaran 40 kali di Laboratorium Pengembangbiakan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Parameter Penelitian
Parameter uji yang diamati ialah, persentase jumlah induk matang gonad, indeks hepatosomatik (IHS) dan indeks kematangan gonad (IKG), histologi gonad, pertambahan bobot dan diameter telur.
Pertambahan bobot
Parameter pertambahan bobot dihitung berdasarkan rata-rata bobot ikan uji yang dihitung setiap 2 minggu sekali.
Persentase induk matang
Perentase induk matang diamati secara visual dan dikanulasi. Induk betina yang matang dicirikan dengan perut yang membuncit dan jika dikanulasi akan didapatkan telur.
Persentase induk matang =
Histologi gonad
5
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan patin
TKG MORFOLOGI HISTOLOGI II (Maturing) Ukuran ovari bertambah besar,
warna coklat muda, butira telur butiran-bitiran telur terlihat jelas dan berwarna kuning muda.
Indeks kematangan gonad (IKG) dan Indeks hepatosomatik (IHS)
Perhitungan indeks kematangan gonad (IKG) dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan yang diambil pada minggu ke-0 pemeliharaan dan minggu ke-8 pemeliharaan sebanyak 1 ekor per perlakuan. Perhitungan IKG dihitung dengan rumus:
IKG =
Keterangan : IKG = indeks kematangan gonad (%) Bg = bobot gonad (g)
Bt = bobot tubuh (g)
Indeks hepatosomatik (IHS) dihitung berdasarkan perbandingan bobot hati dengan bobot tubuh ikan yang diambil pada minggu ke-0 pemeliharaan dan minggu ke-8 pemeliharaan sebanyak 1 ekor/perlakuan, perhitungan IHS dihitung dengan rumus:
mikroskop, kemudian dikonversikan dari pembesaran yang digunakan. Pengukuran diameter telur dilakukan dibawah mikroskop Olympus dengan perbesaran 40 kali yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk pengukuran skala diameter telurnya yang menggunakan faktor koreksi20.
Diameter Telur = Nilai pengukuran x faktor koreksi x 1 µm
Keterangan : faktor koreksi = 20 µm
Analisis Data
Data parameter diameter telur yang didapatkan dianalisis menggunakan aplikasi Minitab 16 analisis ragam One Way (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% untuk menguji adanya perbedaan antar perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf nyata α = 0,05.
Parameter pertambahan bobot, persentase induk matang, indeks hepatosomatik (IHS), indeks kematangan gonad (IKG) dan histologi gonad dianalisa secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persentase induk matang gonad
Hasil pengamatan persentase induk ikan patin siam yang matang gonad selama pemeliharaan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Persentase ikan patin yang matang gonad selama 8 minggu masa pemeliharaan setelah diberi perlakuan penyuntikan premiks hormon
7
AD + 5 IU PMSG /kg ikan yaitu 100% dalam waktu 6 minggu pemeliharaan dengan nilai tingkat kematangan gonadnya adalah IV.
Indeks hepatosomatik (IHS)
Penghitungan nilai indeks hepatosomatik ini untuk menunjukkan adanya aktivitas vitelogenesis yang terjadi di organ hati. Hasil pengamatan dan perhitungan parameter indeks hepatosomatik ikan patin siam pada awal dan akhir pemeliharaan disajikan dalam Gambar 1.
*Keterangan : Awal (minggu ke-0, sebelum diberi perlakuan), P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan
Gambar 1 Indeks hepatosomatik (IHS) pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan, sebelum diberi perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi perlakuan)
Indeks hepatosomatik pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan) sebesar 0,52%, dan kemudian mengalami kenaikan pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan) pada semua perlakuan. Perlakuan yang mengalami kenaikan tertinggi adalah perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan terjadi kenaikan menjadi 2,22%.
Indeks kematangan gonad (IKG)
*Keterangan : Awal (minggu ke-0, sebelum diberi perlakuan), P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG / kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan
Gambar 2 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi perlakuan)
Indeks kematangan gonad pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan) sebesar 0,85%, kemudian mengalami kenaikan pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan) pada semua perlakuan. Perlakuan yang mengalami kenaikan tertinggi yaitu perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG / kg ikan yaitu naik menjadi 6,13%.
Diameter telur
Hasil pengamatan perkembangan diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-4 dan minggu ke-8 pemeliharaan disajikan pada Gambar 3.
*Keterangan : P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG / kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan.
Gambar 3 Perkembangan diameter telur ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus minggu ke-4 dan minggu ke-8
9
Pada minggu ke-4 pemeliharaan diameter telur yang teramati lebih rendah dibandingkan dengan diameter telur pada minggu ke-8 pemeliharaan. Terdapat perbedaan jumlah ikan yang matang (terdapat telur) dari tiap perlakuannya, yaitu pada minggu ke-4 jumlah ikan perlakuan P1=3 ekor, P2=4 ekor, P3=6 ekor, P4=5 ekor, sedangkan pada minggu ke-8 jumlah ikan yang matang tiap perlakuannya adalah P1=3 ekor, P2=6 ekor, P3=7 ekor, P4= 7 ekor.
Kisaran diameter telur pada minggu ke-4 707,7±177,4 µm – 878,2±112,4 µm (P>0,05) (Lampiran 5), sedangkan kisaran diameter telur minggu ke-8 adalah 964±179,1 µm – 1131,7±52,2 µm (P>0,05) (Lampiran 6).
Histologi gonad
Pengamatan histologi gonad dilakukan untuk mengetahui perkembangan organ gonad secara mikroskopis. Pengamatan histologi gonad dilakukan dua kali, yaitu pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan) dan pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi perlakuan penyuntikan dengan premiks hormon).
Hasil pengamatan preparat histologi gonad yang diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.
A=histologi gonad minggu ke – 0 (awal pemeliharaan; sebelum diberi
perlakuan). B=histologi gonad minggu ke-8 (akhir pemeliharaan)
perlakuan kontrol. C=histologi gonad minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan. D=histologi
minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG
/kg ikan. E=histologi gonad minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan)
perlakuan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan; IM=immature;
Berdasarkan hasil preparasi histologi yang telah dilakukan, pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan) (A), gonad ikan cenderung belum berkembang atau dalam tahap immature, dilihat dari masih terdapat nukleus. Pada minggu ke-8 didapatkan hasil pada perlakuan kontrol (B) yaitu gonad ikan masih dalam tahap maturing atau masih dalam tahap berkembang. Selanjutnya pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan (C) gonad yang teramati adalah ada yang sudah memasuki tahap mature, tetapi masih ada telur yang tahap maturing. Sedangkan pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan (D), dapat dilihat telur sudah berukuran seragam dan mature, tetapi terdapat telur yang diduga sudah mengalami atresia karena pada preparasi telur tersebut terlihat tidak utuh, dan terakhir pada perlakuan 5 µg AD + 10 PMSG /kg ikan (E) yaitu terlihat telur yang mature
dandipenuhi dengan yolk. Pertambahan bobot
Hasil pengamatan bobot ikan patin siam yang dipelihara selama 8 minggu disajikan dalam Gambar 5.
*Keterangan : P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan
Gambar 5 Pertambahan bobot ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus selama masa pemeliharaan
Selama 8 minggu pemeliharaan, pertambahan bobot pada ikan patin siam ada yang mengalami penurunan yaitu pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan dan perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan.
Analisis biaya
Analisis biaya pemijahan dihitung dengan membandingkan penerimaan hasil penjualan larva dan benih ikan patin siam yang dirangsang menggunakan premiks hormon PMSG+AD, dengan pemasukan hasil penjualan larva dan benih yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan induksi hormon per kilogram induk. Asumsi fekunditas, Hatching Rate
11
musim penghujan saja, sedangkan frekuensi pemijahan ikan yang disuntik dengan hormon perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan 6 kali lebih banyak, dengan total dalam 1 tahun terjadi 6 kali pemijahan (Lampiran 7), serta dalam perhitungan pada pemijahan dengan hormon terdapat 10 ekor ikan yang dipijahkan, sedangkan pada pemijahan tanpa hormon hanya terdapat 3 ekor ikan yang dipijahkan dengan masing-masing bobotnya 3 kg/ekor. Analisis biaya lebih lengkap disajikan dalam Lampiran 8.
Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan hasil 100% pada parameter persentase induk yang matang gonad pada perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan dalam waktu 6 minggu pemeliharaan dengan nilai tingkat kematangan gonad IV. Hal ini menunjukan penggunaan premiks hormon PMSG dan AD dengan kombinasi 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan mampu mempercepat kematangan induk, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang menghasilkan 30% presentase induk matang gonad dengan nilai TKG I pada minggu ke-8.
Pertambahan bobot mayoritas ikan uji mengalami penurunan. Perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg 5 µg AD tanpa PMSG /kg, dan 5 µg AD + 10 µg PMSG /kg mengalami penurunan bobot di minggu ke-8, yang berarti hanya ikan pada perlakuan kontrol saja yang terus mengalami kenaikan bobotnya, meskipun menurut Affandi dan Tang (2002) pada umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan yang sedang matang gonad pada induk betina akan diikuti dengan peningkatan bobot tubuhnya 10-25% dari bobot tubuh awal. Penurunan bobot ini dikarenakan nafsu ikan yang kurang baik sehingga diduga nutrisi dari pakan yang dimakan oleh ikan terfokus untuk perkembangan gonad saja sehingga massa daging dalam tubuhnnya cenderung tidak bertambah. Penurunann bobot pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan juga diduga karena telur yang berada dalam gonad ikan telah diserap kembali oleh ovari karena telur tersebut tidak di ovulasikan.
Indeks hepatosomatik yang teramati pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan) yaitu 0,52%, kemudian pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan) seluruh perlakuan mengalami kenaikan, dengan kenaikan tertinggi pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, yaitu mengalami kenaikan menjadi 2,22%, Parameter indeks hepatosomatik ini adalah untuk melihat adanya aktivitas vitelogenesis yang terjadi di organ hati. Vitelogenesis adalah proses penimbunan vitelogenin yang merupakan bahan dasar kuning telur. Vitelogenin akan disintesis dalam hati dan disekresikan ke dalam darah, kemudian secara selektif melalui proses endositosis diserap masuk ke dalam oosit sampai mencapai ukuran maksimal (Nagahama et al.
dalam darah menuju oosit. Penurunan nilai IHS selanjutkan akan meningkatkan nilai IKG dikarenakan kuning telur yang sebelumnya berada di hati akan diserap oleh folikel oosit dan menyebabkan ukuran oosit membesar yang menunjukan aktivitas pemenuhan telur dengan kuning telur sampai mencapai ukuran maksimal, hingga telur masuk dalam tahap dorman dan siap dipijahkan (Nagahama 1983), atau pada lingkungan alaminya menunggu rangsangan sinyal lingkungan yang akan melepaskan GTH II (pematangan akhir) (Affandi dan Tang 2004), sedangkan jika kondisi lingkungan tidak cocok dan tidak ada rangsangan, telur dorman tersebut akan mengalami degradasi (rusak) dan diserap kembali oleh ovarium (Lam 1985 dalam Affandi dan Tang 2004). Nilai IHS tertinggi yaitu pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan menunjukan pada perlakuan tersebut sedang mengalami aktivitas vitelogenesis tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Peningkatan nilai IHS akan mempengaruhi nilai IKG. Hasil pengamatan yang dilakukan nilai IKG mengalami perubahan pada semua perlakuan dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai IKG pada awal sebelum dilakukan perlakuan yaitu 0,85%. Kenaikan nilai IKG tertinggi adalah pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan yaitu menjadi 6,13%. Menurut Effendie (2002) nilai IKG akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Jika dibandingkan dengan kontrol, nilai IKG perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan merupakan nilai IKG yang dianggap lebih siap untuk terjadinya pemijahan. Nilai IKG perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan ini menunjukan vitelogen dalam hati (dilihat dari nilai IHS) sudah mulai diserap oleh folikel oosit. Pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan didapatkan hasil yang rendah yakni sebesar 1.74% hal ini dikarenakan telur yang ada sudah diserap kembali oleh ovari karena telur tersebut tidak di ovulasikan. Penyerapan kembali telur ini dikarenakan waktu pembedahan organ gonad yang tidak sesuai dengan waktu kematangan gonad 100% yaitu pada minggu ke-6, sedangkan pembedahan dilakukan pada minggu ke-8.
13
dengan waktu kematangan 100% nya sehingga pada preparasinya telur terlihat mature dan dipenuhi dengan kuning telur.
Pada parameter diameter telur didapatkan pada seluruh perlakuan mengalami kenaikan diameter rata-ratanya dari minggu ke-4 pemeliharaan ke minggu ke-8 pemeliharaan. Kenaikan tertinggi didapatkan pada perlakuan kontrol yaitu dari 707,7±177,4 µm menjadi 1131±52,2 µm dan pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan naik dari 805,3±144,8 µm menjadi 1016,5±73,5 µm. Pada perlakuan kontrol terjadi kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, tetapi dilihat dari persentase induk yang matangnya lebih sedikit, dan dengan nilai TKG yang lebih rendah dari perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan (Tabel 4).
Menurut BPPKP (2013) diameter telur ikan patin yang ideal dan siap untuk dipijahkan adalah sebesar ≥ 1 mm. Hasil pengukuran didapatkan diameter yang normal pada semua pengukuran. Potalangi et al. (2004) menyatakan bahwa ikan yang telah mencapai tingkat kematangan seksual dapat dilihat dari perkembangan diameter rata-rata telurnya. Semakin meningkat perkembangan gonadnya maka diameter telur juga akan semakin besar. Hal ini memang kurang sesuai jika dilihat dari hasil ukuran diameternya yang menunjukan pada perlakuan kontrol didapatkan hasil diameter telur yang paling besar, tetapi setelah dilakukan uji secara statistik didapatkan hasil P>0,05 yang menunjukan bahwa pemberian hormon pada ikan uji tidak berpengaruh negatif pada diameter telur dan dapat dianggap sama seperti diameter telur ikan patin siam yang tidak diberikan hormon atau yang berkembang secara alami.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penyuntikan calon induk ikan patin siam menggunakan premiks hormon berupa campuran kombinasi antara 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan, dengan penyuntikan 4 kali dan interval waktu antar penyuntikan 2 minggu, dapat mempercepat kematangan gonad dengan nilai TKG IV pada calon induk ikan patin dalam waktu 6 minggu pemeliharaan.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): Unri Press. .2004. Biologi Reproduksi Ikan. Riau (ID): Unri
Press.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan [BPPKP]. 2013. Rekomendasi Teknologi Kelautan Perikanan. Tersedia dalam http://www.pusluh.kkp.go.id
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya [DJPB]. 2013. Grafik produksi Utama Statistik. Tersedia dalam http://www.djpb.kkp.go.id/statistik
Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Bogor (ID) : Yayasan Pusaka nusantara
Gunadi, Tahapari, E., dan Ariyanto, D. 2006. Keragaan pertumbuhan dan ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus), patin jambal (Pangasius djambal) dan hibridisasinya pada keramba jaring apung di perairan bekas galian pasir, di dalam: Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur 29-30 Agustus 2006. Hlm 25-29.
Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP]. 2013. Laporan tahunan direktorat produksi tahun 2013, DJPB. Tersedia dalam http://www.djpb.kkp.go.id
Myonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2009. Broodstock management and
hormonal manipulations of fish reproduction. General and Comparative Endocrinology.165: 516–534.
Nagahama Y. 1983. The functional morphology of teleost gonad. P. 223 – 275. In Hoar WS, Randall D J and Donaldson EM. (Eds), Fish physiologi, Vol. IXA. Academic Press, Inc.
Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995. Regulation of Oocyte Growth and Maturation in Fish. Dev Biol 30 : 103 145.
Nandeesha MC, Nathaniel DE, Varghese TJ. 1991. Further observations on breeding of carps with ovaprim. Asian Fisheries Society, Indian Branch 41 p.
15
pada Perkemangan Gonad Induk Ikan Patin Jambal Siam Pangasius hypophthalmus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3(3): 15-21. 7 hal. Rafiuddin, A. 2014. Kloning, karakterisasi dan rekayasa ekspresi gen FSH
Follicle Stimulating Hormone subunit ẞ pada ikan patin siam Pangasionodon hypophthalmus untuk mempercepat maturasi gonad. [tesis]. Bogor (ID).Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siregar M. 1999. Stimulasi gonad bakal induk betina ikan jambal siam
P.hypophthalmus dengan hormon HCG. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Standar Nasional Indonesia [SNI]. 2009. Produksi ikan patin pasupati (Pangasionodon sp) kelas pembesaran di kolam. Badan standarisasi nasional.
Sunarma A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Sukabumi: BBPBAT
Sukendi. 2008. Peran Biologi Reproduksi Ikan dalam Bioteknologi Pembenihan. Riau (ID): Universitas Riau.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Wadah penelitian yang digunakan di Laboratorium Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 2 Data curah hujan di wilayah Dramaga Bogor pada bulan Juli sampai November 2014
Tgl Jul Agt Sep Okt Nov Tgl Jul Agt Sep Okt Nov
1 - - - - 153 18 - - - - 1.3 2 - - - - 26.5 19 - - - - 0.1 3 - - - - 26.6 20 - - - - 77.8 4 - - - - - 21 - 2 - - 0.5
5 - - - - 92.3 22 48 - - - 45
6 - - - - - 23 - - - - -
7 21 - 6 - - 24 86 32 - - -
8 1 - - - - 25 - - - - 21.3 9 - - - - 1.3 26 - - - - 16.7
10 - - - - 42 27 91 - - - 3.1
11 - - - - 15.5 28 - - - - 40.4 12 4 41 - - 0.7 29 - - - 60 0.1
13 8 - - - 44.3 30 - - - 2 20.5
14 21 - - - 28.2 31 - - -
15 - - - - - Jumlah 297 75 6 62 673
16 - - - - 0.5 Max 91 41 6 60 153
17 17 - - - 15.5 Hari
17
Gambar 6 Grafik curah hujan di wilayah Dramaga-Bogor bulan Juli- November 2014
Lampiran 3 Dokumentasi kegiatan penyuntikan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalamus
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Keterangan:
a. Proses pengambilan ikan uji dari wadah budidaya dengan alat jaring b. Penimbangan ikan uji untuk mengetahui bobotnya
c. Pembacaan tagging atau penggantian tagging yang rusak
Lampiran 4 Prosedur pembuatan preparasi histologi di Laboratorium Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Prosedur pembuatan preparasi histoloogi di Laboratorium Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, yang pertama adalah pemotongan organ yang akan dipreparasi, yang selanjutnya organ tersebut dimasukan dalam kaset dan diberi kode sesuai perlakuannya. Setelah itu kaset dimasukan dalam mesin Tissue-Processor selama 1 malam untuk proses dehidrasi. Kemudian setelah itu dilakukan proses embedding dengan
paraffin block pada mesin Tissue-Tek selama 4 jam. Setelah 4 jam kemudian dilakukan pemotongan dengan microtom setebal 5µ, dan hasil pemotongan ditempel pada kaca slide untuk selanjutnya dimasukan dalam water-bath
selama 15 menit. Setelah itu kaca slide diangkat dan dikering udarakan. Kemudian kaca slide dimasukan dalam incubator selama 2 jam. Tahapan terakhir adalah pewarnaan dengan Haemoxylin-Eosin (HE) yang kemudian preparasi ditutup dengan cover glass.
Lampiran 5 Analisi diameter telur minggu ke-4 pemeliharaan dengan analisis ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
Source DF SS MS F P
Perlakuan 3 50294 16765 0,92 0,455 Error 14 254268 18162
Total 17 304562
Lampiran 6 Analisis diameter telur minggu ke-8 pemeliharaan dengan analisis ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
Source DF SS MS F P
Perlakuan 3 58136 19379 1,15 0,355 Error 18 302672 16815
Total 21 360808
Lampiran 7 Kemungkinan frekuensi pemijahan dalam 1 tahun berdasarkan waktu kematangan gonad ikan patin siam
Perlakuan
19
Lampiran 8 Analisa biaya pemijahan ikan patin siam yang diberi hormon dan yang tanpa diberi hormon 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan
Asumsi Menggunakan hormon (10 ekor)
Tanpa induksi hormon (10 ekor)
(*) Fekunditas/kg 150.000 butir 150.000 butir HR (73%) 1.095.000 ekor 1.095.000 ekor SR benih 1 inch (67%) 733.650 ekor 733.650 ekor Harga jual
larva (Rp 5,00/ekor) Rp 5.475.000,00 Rp 5.475.000,00 benih(Rp80,00/ekor) Rp 58.692.000,00 Rp 58.692.000,00 Kebutuhan hormon/pemijahan (4
kali penyuntikan)
Rp 300.000,00 -
Frekuensi pemijahan/th 6 kali 1 kali Kebutuhan hormon/th (6 kali
pemijahan)
Rp 1.800.000,00 -
Pemasukan/ th
Larva Rp 32.850.000,00 Rp 5.475.000,00 Benih Rp 352.152.000,00 Rp 58.692.000,00 Keuntungan
Larva
Benih
Rp 14.850.000,00 Rp 334.152.000,00
Rp 5.475.000,00 Rp 58.692.000,00
(*) Pemijahan tejadi pada musim penghujan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 03 November 1993. Penulis merupakan anak tunggal dari ayah Bambang Supriadi dan ibu Pipih Mauludiah.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 03 Pagi Cililitan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 35 Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas hingga tahun 2011 di SMAN 104 Jakarta, dan pada tahun yang sama penulis lulus ujian seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, departemen Budidaya Perairan.