• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di indonesia"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH

DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA

KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA

MIRSAD AWAWIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Mirsad Awawin

(4)

ABSTRAK

MIRSAD AWAWIN. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO.

Penelitian ini menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan syariah dan konvensional dari Januari 2008 hingga Desember 2013 dengan menggunakan metode VAR/VECM yang dianalisis melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Hasil penelitian menunjukkan instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh SBIS secara signifikan berpengaruh negatif terhadap pembiayaan properti baik melalui perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Berdasarkan hasil simulasi IRF guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan Properti dari perbankan syariah dan kredit Properti dari perbankan konvensional. Akan tetapi, kredit Properti dari perbankan konvensional akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan pembiayaan Properti dari perbankan syariah. Berdasarkan hasil FEVD, SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang besar pada jalur pembiayaan perbankan syariah dan memiliki pengaruh yang kecil pada jalur kredit perbankan konvensional. Hal ini mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan. Kata kunci : Mekanisme transmisi moneter, Kredit/Pembiayaan Properti, Impulse Response Function, Variance Decomposition.

ABSTRACT

MIRSAD AWAWIN. The Impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments towards property fund distributions. Supervised by NUNUNG NURYARTONO.

This study analyse the impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments towards property funding held by Islamic and Conventional Banking from January 2008 to December 2013 using VAR/VECM which analysed through Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). The result shows Conventional Monetary Instruments which represented by interest rate of SBI and Islamic Monetary Instruments which represented by fee of SBIS significantly affect to property funding negatively, which held by both Islamic and Conventional Banking. As the result of IRF simulation, monetary shocks can affect rapidly on property funding from Islamic and conventional Banking. Despite, property funding from Conventional Banking will be more stable than Islamic Banking. SBI and SBIS are more likely affect to property funding held by islamic banking than conventional banking, according to the result of FEVD. The result indicates that the significant role of SBIS is more effective to monetary transmission through funding than the role of SBI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH

DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA

KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA

MIRSAD AWAWIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan

Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia” ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih tulus penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.

3. Kedua orang tua penulis, yakni Aswardi dan Dismalyeni serta kedua adik penulis Yuni Kartika dan Muhammad Ikhsan Alfadillah atas segala doa dan dukungan yang selalu dicurahkan.

4. Saudara seperjuangan hidup Maya Sasmita, Ibrohim, dan Muhammad Deni Ramadhan yang selalu bersemangat dan tidak pernah bosan dalam memberikan doa dan motivasi.

5. Rekan seperjuangan bimbingan skripsi Luqman Aziz, Andri Sukrudin, Ahmad Azhari Pohan, Fatimah Zachra Fauziah, Masyitoh Al Kautsar, dan Nana Rodiana atas dorongan semangat dan bantuan selama penulisan skripsi ini.

6. Sahabat seperjuangan gerakan sosial Inovasi untuk Indonesia Sigit, Rizal, Azka, Delly, Kautsar, Maya, Astri, dan sahabat lainnya yang banyak menanamkan value.

7. Sahabat seperjuangan eksternal Ranger X-Tion FORMASI FEM IPB 2013 Ulfah, Rahmi, Mpit, dan Sanjoyo yang selalu mengingatkan kebaikan

8. Sahabat seperjuangan kampus Ksatria Jakpus BEM KM IPB 2013 Dede Rahmat, Fikria Ulfa, Elvira, Dara, Riki, Fikri, Riswan, Laras, Noeng, Siska, dan Tuti yang selalu memberikan semangat tulus

9. Sahabat seperjuangan kuliah keluarga Ilmu Ekonomi 47, khususnya prodi ESP 47.

10. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan studi ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam dapat terus bertumbuh di Indonesia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

METODE DAN PENELITIAN 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Analisis Data 14

Pengolahan Data 15

Model Penelitian 17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 18

Gambaran Umum 18

Hasil Estimasi Model VECM 22

Implikasi Estimasi Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia 33

SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 37

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS

Tahun 2008-2013 3

2 Jenis dan Sumber Data Penelitian 14

3 Rujukan Model Penelitian 17

4 Model Penelitian 18

5 Hasil Uji Stasioneritas Data 23

6 Perhitungan Lag Optimum 23

7 Stabilitas sistem Vector Autoregression 24

8 Hasil Johansen Cointegration test Model I 25

9 Hasil Johansen Cointegration test Model II 25

10 Hasil Granger Causality Test 26

11 Hasil Estimasi VECM Model I 26

12 Hasil Estimasi VECM Model II 27

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun

2008-2013 1

2 Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember

2008-Desember 2013 2

3 Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan 6 4 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia 7

5 Kurva Permintaan dan Penawaran Uang 8

6 Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu 9

7 Kerangka Pemikiran 13

8 Perkembangan SBI dan SBIS periode Januari 2008- Desember 2013 19

9 Perkembangan Kredit Properti 20

10 Perkembangan Pembiayaan Properti 20

11 Perbandingan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah dan konvensional periode Januari 2008- Desember 2013 21 12 Perbandingan Suku Bunga dan Bagi Hasil periode 2008-2013 22 13 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNCRD 28 14 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNPYD 30

15 Variance decomposition (%) LNCRD 32

16 Variance decomposition (%) LNPYD 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data yang digunakan 37

2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel 39

3 Hasil Analisis VAR/VECM Model I 43

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dunia mencatat bahwa sektor properti memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang namun juga di negara maju. Negara maju seperti Amerika telah menjadikan sektor properti sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai pemicu percepatan pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil. Menurut Wuryandani et all (2005), sektor properti merupakan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung di suatu negara. Sektor properti memiliki efek pelipat gandaan (multiplier effect) dengan mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor-sektor lain yang terkait seiring meningkatnya kegiatan di bidang properti. Kebutuhan akan produk properti akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, meningkatnya kegiatan di bidang properti menandakan mulai membaiknya perekonomian suatu negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia.

Sektor properti memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh sekitar 6 persen pada tahun-tahun terakhir ini sangatlah ditunjang oleh pertumbuhan sektor riil salah satunya yaitu sektor konstruksi yang mencakup properti. Berdasarkan data BPS (2013), sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 6.349.487 jiwa atau 5,6 persen dari total angkatan kerja. Berdasarkan Gambar 1, pertumbuhan sektor konstruksi yang mencapai rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 7,8 persen mampu menyumbang sebesar 10,78 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 907,27 triliun rupiah. Nilai ini tentunya belum optimal dan menjadi peluang emas mengingat penduduk Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan berjumlah 250 juta jiwa, yang menjadikan kebutuhan akan properti khususnya perumahan akan semakin besar. Begitu juga dengan permintaan terhadap apartemen, pusat perbelanjaan, perkantoran serta bangunan-bangunan komersial lainnya juga akan mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada pertumbuhan sektor properti yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi dan perkembangan ekonomi nasional.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

(12)

Pada kenyataannya perkembangan sektor properti di Indonesia sangat berkaitan erat dengan sektor perbankan. Salah satu sumber utama pembiayaan sektor properti berasal dari perbankan. Pembiayaan perbankan terhadap proyek properti pun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat terhadap portofolio kredit perbankan. Berdasarkan data SEKI (2013), penyaluran kredit properti sampai dengan desember 2013 mencapai Rp 471,96 triliun dengan pertumbuhan mencapai 26,54 persen. Gambar 2 menunujukan kredit Properti memberikan kontribusi sebesar 14,33 persen dari total outstanding kredit bank umum yang bernilai Rp 3.292,87 triliun, dimana nilai kredit properti ini terus bertumbuh sejak tahun 2008.

Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI), 2013 (diolah)

Gambar 2. Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember 2008-Desember 2013

Sebagian besar sumber pembiayaan perbankan berasal dari dana pihak ketiga atau masyarakat yang biasanya disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito yang bersifat jangka pendek. Sementara itu, sifat kredit properti cenderung merupakan jangka panjang Hal ini bisa menimbulkan maturity mismatch atau ketidaksesuaian jatuh tempo, karena kredit sektor properti umumnya berjangka panjang sedangkan sumber dananya sewaktu-waktu dapat di tarik oleh masyarakat. Hal ini akan menyebabkan terganggunya likuiditas perbankan yang berdampak pada pembiayaan yang disalurkan. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat perkembangan sektor properti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan bank/lembaga keuangan, otoritas moneter Negara (Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi negara secara keseluruhan (Murtiningsih, 2009). Oleh karena itu, pembiayaan sektor properti menjadi sangat bergantung pada instrumen moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan likuiditas perbankan.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya yakni sistem moneter syariah dan

(13)

konvensional. Hal ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Mulai tahun 2002 bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tren yang meningkat dan diprediksi akan terus bertambah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1. Munculnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2002 mendorong bertumbuh kembangnya perbankan syariah. Perkembangan bank syariah yang semakin pesat menjadikan perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang memainkan peran yang semakin besar dalam perbankan nasional.

Tabel 1 Perkembangan jumlah bank syariah, unit usaha syariah, dan BPRS tahun 2008-2013

Kelompok Bank 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Bank Umum Syariah (BUS) 5 6 11 11 11 11

Unit Usaha Syariah (UUS) 27 25 23 24 24 23

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 131 138 150 155 158 163 Total Jumlah Kantor BUS, UUS, DAN

BPRS 1024 1223 1763 2101 2663 2929

Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia, 2013

Penerapan sistem moneter ganda di Indonesia juga mendorong Bank Indonesia melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. SBIS yang berdasarkan akad Ju’alah mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 yang menggantikan peran Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS memilki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil.

Penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor eksternal yaitu instrumen moneter. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap pembiayaan properti di Indonesia penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor properti. Selain itu, hadirnya SBIS dengan prinsip syariah sebagai instrumen moneter pelengkap SBI diharapkan lebih efektif dalam meningkatkan penyaluran dana perbankan ke sektor properti. Untuk menjawab ekspektasi tersebut, penelitian ini akan menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter terhadap pembiayaan properti di Indonesia.

Rumusan Masalah

(14)

pembiayaan sektor properti yang selama ini cukup didominasi pembiayaan perbankan dihadapkan dengan sifat kredit properti yang cenderung jangka panjang. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi perbankan mengingat sebagian besar sumber dana perbankan berasal dari pihak ketiga atau masyarakat yang bersifat jangka pendek sehingga terjadi maturity mismatch yang menyebabkan terganggunya likuiditas perbankan. Kebutuhan terhadap pembiayaan perbankan inilah yang menjadikan perkembangan sektor properti sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan otoritas moneter, salah satunya transmisi kebijakan moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan likuditas perbankan. Dilihat dari sisi perbankan, instrumen moneter menjadi faktor eksternal yang memengaruhi penyaluran kredit perbankan. Oleh karena itu, pembiayaan perbankan ke sektor properti yang efektif akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik dimana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakkan perekonomian secara riil.

Berdasarkan fenomena tersebut, penerapan mekanisme transmisi moneter ganda sejak tahun 1992 dengan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan akan menimbulkan pengaruh dari instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan, termasuk dalam pemberian kredit atau pembiayaan properti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis instrumen moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit properti di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan properti di Indonesia?

3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam penyaluran dana ke sector properti di Indonesia?

Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit properti di Indonesia.

2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan properti di Indonesia.

(15)

Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukkan bagi pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi:

1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam mengambil kebijakan moneter, khususnya dalam mengembangkan sektor properti melalui perbankan.

2. Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan sektor properti

3. Kalangan akademisi dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor properti di Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi instrumen moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), kredit properti perbankan konvensional, dan pembiayaan properti perbankan syariah . Sedangkan periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Transmisi Moneter

Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2009) menjelaskan bahwa jalur mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset price effect) dan jalur kredit (credit view).

(16)

asumsi peminjam tergantung pada pinjaman perbankan untuk membiayai aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan perbankan diperlihatkan pada Gambar 3 berikut:

Sumber: Mishkin (2009)

Gambar 3. Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan

Kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan memengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi moneter dengan menaikkan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Untuk meningkatkan DPK perbanakan akan cenderung menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Instrumen Moneter

Instrumen moneter adalah alat kebijakan moneter yang digunakan untuk memengaruhi sektor riil. Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki beberapa instrument moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing.

Instrumen moneter menggunakan Operasi Pasar Terbuka dilaksanakan dengan melangsungkan kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang pada gilirannya akan memengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua aktivitas di dalamnya, yaitu jual dan beli surat-surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini menjadi instrumen utama dalam kebijakan moneter. Menurut Sugiyono (2003), hal ini dilandaskan Bank Indonesia yang memiliki SBI dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi moneter. Selain itu, SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yakni dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara kontinyu serta tersedia setiap saat.

Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang

Ekspansi kebijakan moneter: cadangan dan deposit bank ketersediaan pinjaman dari

bank Investasi Output (Y)

(17)

rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad

Ju’alah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen

Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi.

SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Akad Ju’alah merupakan jenis akad dimana pihak Bank Indonesia (Ja’il) memberikan sejumlah bonus (ju’ul) kepada bank syariah (Maj’ullah) karena dianggap telah membantu Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter (mahall al-‘aqd). Di dalam prakteknya, yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah yang akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju’ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja’il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.

Menurut Muslim (2008), perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit sebab tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merepon perubahan tersebut.

Sumber: Ascarya (2012)

Gambar 4. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia

(18)

melewati jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau margin. Gambar 4 menjelaskan dalam rangka mencapai tujuan akhir kebijakan moneter yaitu pengendalian output dan inflasi, instrumen moneter syariah yang menggunakan bagi hasil atau margin dan instrumen moneter konvensional yang menggunakan suku bunga akan mempengaruhi kredit dan pembiayaan melalui suku bunga pinjaman dan bagi hasil atau margin pembiayaan. Dengan demikian, menurut Ascarya (2012) dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-through lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate

untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin.

Teori Preferensi Likuiditas

Teori Preferensi Likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Jika M adalah penawaran uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil yang tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah bahwa tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang, yaitu biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian asset dalam bentuk uang (yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposit atau obligasi. Ketika tingkat bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa fungsi permintaan uang riil dipengaruhi oleh suku bunga (Mankiw, 2007).

Berdasarkan Gambar 5, tingkat bunga akan menyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Apabila tingkat bunga diatas keseimbangan maka jumlah uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Orang-orang yang memegang kelebihan penawaran uang akan berusaha untuk mengubah sebagian diantaranya menjadi deposito atau obligasi. Bank-bank dan penerbit obligasi yang lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah akan merespon kelebihan uang dengan mengurangi tingkat bunga sehingga tingkat bunga akan bergerak kembali menuju keseimbangan, begitu juga sebaliknya.

Sumber: Mankiw, 2007

(19)

Properti

Properti adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dijadikan objek kepemilikan. Sementara Properti riil diartikan sebagai kepentingan, keuntungan, dan hak-hak yang menyangkut kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan yang menyatu terhadapnya (Rafitas dalam Murtiningsih, 2005). Properti terbagi menjadi:

a. Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari:

1. Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta pengembangan lainnya.

2. Personal Property terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment.

b. Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill,

personal guarantee, francises, trademark, patent, dan copy right.

c. Surat-surat berharga (Marketable Securities)yang terdiri dari saham, tabungan dan promissary notes.

Dalam perkembangannya, bangunan dalam bisnis properti berdasarkan penggunaannya dibagi atas:

1. Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko, pertokoan, serta hotel dan motel.

2. Bangunan Perumahan yang terdiri dari rumah tinggal dan kondominium/apartemen.

3. Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks.

4. Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/ pom bensin.

5. Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum, sarana olahraga, convention center, dll.

Gambar 6 menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estate, properti riil, dan properti individu.

Sumber: Sidik (2000)

(20)

Pembiayaan dan Kredit Properti

Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak yang lain mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana tersebut untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.

Ascarya (2007) menjelaskan bahwa kebutuhan pembiayaan properti dapat dipenuhi dengan berbagai cara, antara lain:

1. Bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah, yaitu pembiayaan dengan cara bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah. Bagian sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah.

2. Jual beli dengan akad murabahah, yaitu pembiayaan dengan cara bank syariah membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier

kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain mendapat keuntungan margin,ban syariah juga hanya menanggung resiko yang minimal. Sementara itu, nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap. 3. Sewa dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, yaitu pembiayaan

dengan cara bank syariah membelikan aset yang yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Dengan cara ini bank syariah tetap menguasai kepemilikan aset selama periode akad dan pada waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan sebelumnya. Akad murabahah merupakan akad yang paling luas penggunaannya karena mudah diterapkan dan beresiko kecil, sehingga tidak mengherankan jika porsi terbesar portofolio bank syariah menggunakan akad murabahah. Namun demikian, akad bagi hasil merupakan akad yang dipercaya lebih mencerminkan esensi bank syariah untuk mendorong kelancaran usaha produktif di sektor riil sehingga seharusnya menjadi akad utama pembiayaan pembiayaan bank syariah.

(21)

Berdasarkan Definisi Bank Indonesia, kredit properti diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi. Kredit investasi dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dari produk-produk properti. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terbagi menjadi kredit konstruksi, kredit real estate, dan kredit kepemilikan rumah atau apartemen (KPRA). Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada kontraktor atau para usahawan untuk membangun perkantoran, mall, ruko, dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan kredit KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.

Suku Bunga dan Profit Loss Sharing

Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya sistem bagi hasil maka distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakn merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010).

Pada bank syariah terdapat dua jenis keuntungan yang didapat dari pembiayaan yang diberikan, yaitu margin keuntungan dan bagi hasil. Margin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh perbankan syariah terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract atau akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu seperti murabahah, ijarah, salam, dan istisna. Sedangkan bagi hasil adalah nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis

Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah

dan mudharabah (Karim, 2010).

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan Bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika Bank Indonesia menaikan suku bunga maka akan memicu perbanakan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif.

(22)

terhadap kredit perbankan konvensional dan pembiayaan perbankan syariah. Menariknya, terdapat hubungan yang positif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan kenaikan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikkan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Kenaikan suku bunga pinjaman akan mendorong menurunnya permintaan kredit perbankan konvensional. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan properti yang lebih besar karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Ayyuniah (2010) menjelaskan bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrument konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97 persen dari share perbankan nasional. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI tidak mampu memengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum. Hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Ascarya (2009) menjelaskan bahwa sisi konvensional banyak memengaruhi sisi syariah dari kredit karena sistem moneter dan keuangan Indonesia masih didominasi (97,5 persen) oleh sistem konvensional, dan bagian yang berhubungan dengan sektor riil adalah kredit. Suku bunga SBI memberikan dampak buruk yang setara dan permanen dengan imbal hasil SBIS terhadap output. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Policy Rate Pass-Through syariah dinilai belum efektif. Tidak ada keseimbangan jangka pendek yang signifikan dan hanya PLS yang signifikan dalam kesembangan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena ekonomi syariah berpusat pada aktifitas di sektor riil. Sementara itu SBIS, demi semangat perlakuan yang adil (fair treatment) dengan konvensional, melakukan benchmark pada kebijakan suku bunga konvensional dan nilainya sama dengan SBI.

Kerangka Pemikiran

(23)

besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil, termasuk sektor properti yang salah satu sumber utama pembiayaannya berasal dari perbankan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7, instrumen moneter yang dimaksud adalah SBI dan SBIS. Sedangkan penyaluran dana digambarkan dengan pembiayaan dari perbankan syariah dan kredit dari perbankan konvensional. Sebagai saluran transmisinya, digunakan besarnya bagi hasil dan suku bunga kredit.

Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia

Instrumen Moneter Konvensional

Instrumen Moneter

Syariah

Suku Bunga Bank Konvensional

Profit dan Loss Sharing Bank

Syariah

Kredit Pembiayaan

Kredit Properti

Pembiayaan Properti

Instrumen yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor

Properti

Rekomendasi Kebijakan

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Suku bunga SBI dan bonus SBIS berpengaruh negatif terhadap penyaluran dana ke sektor Properti.

(24)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif berupa timeseries bulanan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2013. Data diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Statistik Perbankan Indonesia Syariah (SPIS), Laporan Keuangan Bulanan Bank Umum dan Bank Umum Syariah, dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Kategori Variabel Satuan Sumber

Kredit Properti LNCRD Rupiah Bank Indonesia

Pembiayaan Properti LNPYD Rupiah Bank Indonesia

Suku Bunga SBI SBI Persen Bank Indonesia

Bonus SBIS SBIS Persen Bank Indonesia

Suku Bunga Rata-Rata Kredit IR Persen Bank Indonesia

Margin Rata-Rata Pembiayaan MARGIN Persen Bank Indonesia

Profit and Loss Sharing PLS Persen Bank Indonesia

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai perkembangan SBI dan SBIS, jumlah dan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah dan konvensional, serta suku bunga bank kovensional dan bagi hasil bank syariah di Indonesia selama kurun waktu 2008-2013.

Analisis Ekonometrika

Metode analisis ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(25)

forecast error variance decomposition (FEVD). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6.

Pengolahan Data

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam pengolahan data menggunakan perangkat lunak Eviews 6 dengan metode VAR/VECM :

Uji Stasioneritas Data

Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) jika dimasukan dalam pengolahan stastistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi, R2 dan t-statistik signifikan, tetapi penafsiran hubungannya tidak memiliki arti secara ekonomi.

Augmented dickey-fuller test (ADF test) merupakan prosedur standar, untuk menyelidiki adanya akar unit pada data time series. Uji akar unit ADF memerlukan estimasi regresi :

∑ ...(1)

Dalam persamaan seperti ini hipotesis yang digunakan adalah : H0: β = 0 (mengandung akar unit-series tidak stasioner)

H1: β < 0 (tidak mengandung akar unit-series stasioner)

Jika nilai statistik ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan nilai kritis

MacKinnon, maka H0 diterima. Dengan kata lain, Yt mengandung satu akar unit atau data tidak stasioner. Data time series yang belum stasioner pada tingkat level dapat dijadikan stasioner, melalui proses diferensiasi agar data menjadi stasioner. Uji Akar-akar Unit

Uji stasioneritas akan dilakukan dengan metode ADF. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series nonstasioner akan berimplikasi pada dua pilihan yaitu VAR dalam bentuk differens atau VECM.

Uji Stabilitas VAR

(26)

Pengujian Lag Optimal

Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR maupun VECM. Untuk penentuan panjang lag optimal dapat digunakan beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Pengujian panjang lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR maupun VECM. Dalam penelitian ini digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model diestimasi dengan lag yang berbeda-beda lalu dibandingkan nilai kriterianya. Lag optimum yang dipilih berdasarkan nilai kriteria yang terkecil.

Uji Kointegrasi (Johannsen Cointegration Test)

Uji kointegrasi bertujuan untuk menetukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linier dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel.

Jika trace statistic>critical value, persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Jika trace statistic>critical value, kita tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui maka tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model. Vector Error Correction Model (VECM)

Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Menurut Firdaus (2011) model VECM secara umum adalah sebagai berikut :

∏ ∑ ...(2) Di mana :

= vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian = vektor intercept

= vektor koefisien regresi t = time trend

∏ = αx β’ dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang

= variabel in-level

Tx = matriks koefisien regresi k-1 = ordo VECM dari VAR k = lag

(27)

Impuls Response Function (IRF)

Suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM. Atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang.

Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum. Variance Decomposition (FEVD)

Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adala FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.

FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah varabel akibat inovasi dalam varabel-variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya

shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu.

Model Penelitian

Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model penelitian Masyitha Mutiara Ramadhan (2012) :

Tabel 3. Rujukan Model Penelitian

Model Penjabaran

I CRDt= f ( IRt , SBIt ,SBISt )

II PYDt= f ( MARGINt , PLSt , SBIt , SBISt )

Dimana:

CRDt = Kredit UMKM Konvensional PYDt = Pembiayaan UMKM Syariah IRt = Suku Bunga Rata-Rata Kredit

MARGINt = Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan PLSt = Profit and Loss Sharing

(28)

Merujuk pada model penelitian tersebut, model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Model Penelitian

Model Penjabaran

I CRDt= f ( IRt , SBIt ,SBISt )

II PYDt= f ( MARGINt , PLSt , SBIt , SBISt )

Dimana:

CRDt = Kredit Properti Konvensional PYDt = Pembiayaan Properti Syariah IRt = Suku Bunga Rata-Rata Kredit

MARGINt = Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan PLSt = Profit and Loss Sharing

SBIt = Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBISt = Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan instrumen moneter syariah dicerminkan melalui bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyaluran dana dari perbankan ke sektor Properti dicerminkan melalui total kredit Properti dari perbankan konvensional dan pembiayaan Properti dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit.

Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu.

(29)

Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah .

Instrumen kebijakan moneter yang hadir pertama kali di Indonesia setelah dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah sebagai instrumen penyerap likuiditas layaknya bank konvensional adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004, SWBI adalah penitipan dana jangka pendek dengan prinsip

wadiah yang disediakan Bank Indonesia untuk bank syariah dan unit usaha syariah sebagai bukti penitipan dana wadiah.

Akan tetapi, bank syariah mengeluh akan return dari SWBI yang nilainya lebih rendah dari Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini disebabkan karena pemberian bonus atas penitipan dana wadiah adalah kewenangan Bank Indonesia yang besarnya sesuai dengan kebijakan dan anggaran dana yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Karena hal itulah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kembali mengenai instrumen penyerap likuiditas yang berdasarkan syariah pengganti SWBI agar lebih menguntungkan dalam hal return yang didapatkan bank syariah.

Dikeluakannya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS yang diterbitkan menggunakan akad

Ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu

(‘iwadhju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.

Gambar 8. menunjukan besarnya return SBI dan SBIS pada periode penelitian. Dapat dilihat pada gambar bahwa sebelum tahun 2009 return SBI selalu lebih tinggi dibandingkan SBIS (SWBI), tetapi sejak adanya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 yang mulai diterapkan sejak Maret 2008 tentang penerapan SBIS maka return SBIS dan SBI tidak jauh berbeda dan mengalami penyesuaian. Demi semangat perlakuan yang adil (fair treatment) dengan instrumen moneter konvensional, Bank Indonesia melalui instrumen moneter syariah (SBIS) melakukan benchmarking secara langsung terhadap nilai suku bunga SBI sehingga bonus SBIS ditetapkan sama persis nilainya dengan suku bunga SBI.

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 8. Perkembangan SBI dan SBIS periode Januari 2008- Desember 2013

(30)

Penyaluran Dana Properti

1. Kredit Properti dari Bank Konvensional

Kredit properti yang disalurkan bank konvensional memiliki tren yang terus meningkat. Tercatat pada Desember 2013, porsi kredit properti yang disalurkan sebesar 14, 33 persen dari total kredit atau sekitar Rp 471, 96 triliun seperti diperlihatkan pada Gambar 9.

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 2013 (diolah)

Gambar 9. Perkembangan Kredit Properti 2. Pembiayaan Properti dari Bank Syariah

Pembiayaan properti yang disalurkan bank syariah memiliki tren yang terus meningkat. Tercatat pada Desember 2013, porsi pembiayaan properti yang disalurkan sebesar 3,78 persen dari total pembiayaan atau sekitar Rp 6, 96 triliun seperti diperlihatkan pada Gambar 10.

Sumber: Laporan Keuangan Bank Umum Syariah, 2013 (diolah)

(31)

3. Perbandingan Kredit dan Pembiayaan Properti

Perbandingan kredit atau pembiayaan Properti pada bank konvensional dan syariah dapat dilihat dari beberapa hal, salah satunya dari porsi pembiayaan yang disalurkan kepada Properti. Porsi pembiayaan dihitung dengan cara membagi jumlah pembiayaan properti dengan jumlah pembiayaan total yang disalurkan. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa porsi kredit Properti yang disalurkan bank konvensional masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan Properti dari bank syariah. Tercatat pada Desember 2013 sekitar 14,33 persen penyaluran dana pada bank konvensional ditujukan kepada properti, sedangkan bank syariah hanya memiliki porsi 3,78 persen dari total pembiayaannya. Total pembiayaan Properti dari bank syariah pun baru mencapai 1,5 persen dari total kredit Properti bank konvensional. Porsi kredit properti yang mencapai nilai 14,33 persen dari total kredit mengindikasikan sektor properti akan sangat potensial sehingga terus mendapatkan perhatian dari perbankan konvensional. Porsi pembiayaan properti yang baru sebesar 3,78 persen mengindikasikan sektor properti belum menjadi prioritas utama pembiayaan perbankan syariah sehingga intermediasi perbankan syariah ke sektor properti cenderung lambat. Hal ini masih dapat dimaklumi mengingat usia perbankan syariah yang baru melewati satu dekade dan baru fokus bergerak di pembiayaan properti pada tahun 2009 dengan jumlah aset yang masih lebih kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional.

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Laporan Keuangan Bank Umum Syariah, 2013 (diolah)

Gambar 11. Perbandingan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah dan konvensional periode Januari 2008- Desember 2013

Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil

Faktor suku bunga dan bagi hasil tentunya menjadi pertimbangan para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan disalurkan ke sektor properti. Secara teori, semakin tinggi return (suku bunga dan bagi hasil) maka penawaran pemberian dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan tetapi dari sisi permintaan, tingginya tingkat return cenderung menurunkan

(32)

permintaan kredit karena peminjam diharuskan membayar bunga yang lebih besar.

Terjadi kompetisi antara bank syariah dan bank konvensional dalam penentuan return yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi pada besaran suku bunga bank konvensional dan bagi hasil bank syariah. Gambar 12 memperlihatkan persentase suku bunga bank konvensional berada diatas persentase bagi hasil perbankan syariah hingga akhir tahun 2010, namun memasuki tahun 2011 persentase bagi hasil perbankan syariah mengungguli persentase suku bunga perbankan konvensional. Hal ini didorong upaya akselarasi peningkatan pangsa pasar perbankan syariah yang dicanangkan mulai tahun 2011 sehingga dalam prosesnya memberikan tingkat bagi hasil yang cukup tinggi. Tercatat pada Desember 2013, perbankan syariah menawarkan tingkat bagi hasil sebesar 13,51 persen sementara perbankan konvensional menawarkan tingkat suku bunga sebesar 12,14 persen. Besarnya tingkat return bank syariah dan bank konvensional yang cukup fluktuatif mendorong persaingan keduanya cukup kompetitif.

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Indonesia Syariah, 2013 (diolah)

Gambar 12. Perbandingan Suku Bunga dan Bagi Hasil periode 2008-2013

Hasil Estimasi Model VECM

Uji Stasioneritas Data

Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression) karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah data

time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit root pada tingkat level. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first difference dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tersebut stasioner. Nilai kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah 5 persen.

Hasil uji stasioneritas menunjukan variabel Kredit Properti, Pembiayaan Properti, dan Bonus SBIS stasioner pada tingkat level. Sedangkan Suku Bunga

0 2 4 6 8 10 12 14 16

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Per

sen

Tahun

(33)

Kredit, Margin Pembiayaan, Profit and Loss Sharing, dan Suku Bunga SBI stasioner pada tingkat first difference.

Tabel 5 Hasil Uji Stasioneritas Data

Variabel

ADF Nilai Kritis MacKinnon

Keterangan

Statistik 1% 5% 10%

Level

LN_CRD -4.831084 -4.092547 -3.47436 -3.1645 Stasioner*

LN_PYD -4.22301 -4.092547 -3.47436 -3.1645 Stasioner*

IR -1.984874 -3.525618 -2.90295 -2.5889 Tidak Stasioner

MARGIN -2.841477 -3.53003 -2.90485 -2.58991 Tidak Stasioner

PLS -1.855799 -3.525618 -2.90295 -2.5889 Tidak Stasioner

SBI -1.832579 -3.527045 -2.90357 -2.58923 Tidak Stasioner

SBIS -3.094464 -3.527045 -2.90357 -2.58923 Stasioner*

first difference

LN_CRD -9.28036 -3.527045 -2.90357 -2.58923 Stasioner*

LN_PYD -7.649646 -3.527045 -2.90357 -2.58923 Stasioner*

IR 0.0000 -3.527045 2.903566 -2.58923 Stasioner*

MARGIN -7.963893 -3.53003 -2.90485 -2.58991 Stasioner*

PLS -9.34531 -3.527045 -2.90357 -2.58923 Stasioner*

SBI -3.549331 -3.528515 -2.9042 -2.58956 Stasioner*

SBIS -6.021583 -3.528515 -2.9042 -2.58956 Stasioner*

Sumber : Data penelitian (diolah)

Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan taraf nyata lima persen

Uji Lag Optimum

Penetapan lag optimum bertujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Pengujian panjang lag ditentukan berdasarkan kriteia Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion

(SC) yang terkecil. Pada penelitian ini model VAR diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai SC-nya. Nilai SC terkecil dipakai sebagai acuan nilai lag optimal. Berdasarkan hasil pengujian lag optimum, Model I optimum pada lag pertama dan Model II optimum pada lag kedua

Tabel 6 Perhitungan Lag Optimum

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

Model I

0 -271.5311 NA 0.030833 7.872318 8.000803 7.923354

1 10.71654 524.1742 1.53E-05 0.265242 0.907669* 0.520421*

(34)

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

Model II

0 -642.8756 NA 75.29053 18.51073 18.67134 18.57452

1 -325.7200 579.9416 0.017884 10.16343 11.12707 10.54620

2 -256.9727 115.8883* 0.005181* 8.913507* 10.68018* 9.615252* Sumber : Data penelitian (diolah)

Catatan : tanda asterik cetak tebal (*) Lag optimal yang dipilih

Uji Stabilitas VAR

Uji Stabilitas VAR digunakan untuk melihat kestabilan dari sistem VAR. Apabila seluruh akar-akarnya memiliki modulus yang nilai absolutnya lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circlenya, maka model VAR tersebut stabil sehingga analisis IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid. Dari hasil uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa sistem VAR bersifat stabil karena root yang diuji memiliki kisaran kurang dari satu, yatu berkisar antara 0.617802 - 0.955679 pada Model I dan berkisar antara 0.629905 -0.974563 pada Model II.

Tabel 7. Stabilitas sistem Vector Autoregression

Root Modulus

Model I

0.948851 – 0.114038i 0.955679 0.948851 + 0.114038i 0.955679

0.904854 0.904854

0.617802 0.617802

Model II

0.974478 – 0.012917i 0.974563 0.974478 + 0.012917i 0.974563

0.790301 0.790301

0.629332 – 0.026870i 0.629905 0.629332 + 0.026870i 0.629905

Sumber : Data penelitian (diolah)

Uji kointegrasi

(35)

statistik lebih besar dibandingkan nilai kritisnya maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut.

Tabel 8. menunjukan bahwa minimal terdapat satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model I.

Tabel 8. Hasil Johansen Cointegration Test pada Model I

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.512724 112.6629 63.87610 0.0000

At most 1 * 0.399981 62.33828 42.91525 0.0002

At most 2 * 0.271077 26.58270 25.87211 0.0408

At most 3 0.061588 4.449613 12.51798 0.6765

Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level *denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **Mackinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Sumber : Data penelitian (diolah)

Tabel 9. menunjukan bahwa minimal terdapat satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model II.

Tabel 9. Hasil Johansen Cointegration test pada Model II

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.702667 136.9155 88.80380 0.0000

At most 1 0.325059 52.01244 63.87610 0.3289

At most 2 0.143399 24.49338 42.91525 0.8144

At most 3 0.109218 13.65860 25.87211 0.6857

At most 4 0.076392 5.562736 12.51798 0.5177

Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level *denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Sumber: Data Penelitian (diolah)

Berdasarkan hasil uji kointegrasi, pada kedua model terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antar variable pada model, sehingga model yang digunakan adalah model VECM Uji Kausalitas Granger

(36)

variabel. Pada Model I, kredit Properti mempengaruhi suku bunga kredit dan suku bunga kredit mempengaruhi suku bunga SBI sementara suku bunga SBI mempengaruhi bonus SBIS dan bonus SBIS mempengaruhi suku bunga kredit. Sedangkan pada Model II, profit dan loss sharing mempengaruhi besarnya Pembiayaan Properti dan pembiayaan Properti mempengaruhi besarnya bonus SBIS.

Tabel 10. Hasil Granger Causality Test

Hipotesis Probability Kesimpulan

Model I

LNCRD does not Granger Cause IR 0.0359 LNCRD  IR IR does not Granger Cause SBI 0.0009 IR  SBI SBIS does not Granger Cause IR 0.0002 SBIS  IR SBI does not Granger Cause SBIS 0.0016 SBI  SBIS

Model II

PLS does not Granger Cause LNPYD 0.0437 PLS  LNPYD LNPYD does not Granger Cause SBIS 0.0041 LNPYD  SBIS Sumber : Data penelitian (diolah)

Catatan : panah bercetak tebal ( ) variabel yang diteliti

Estimasi VECM

Berdasarkan hasil uji kointegrasi sebelumnya terbukti bahwa terdapat kointegrasi pada kedua model. Untuk itu digunakanlah model VECM untuk menganalisis responsivitas kredit dan pembiayaan Properti terhadap instrumen moneter. Dengan analisis VECM dapat diketahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini, digunakan signifikansi dengan taraf nyata lima persen.

Tabel 11 Hasil estimasi VECM Kredit Properti

Variabel Koefisien t-statistik

Jangka Pendek

CointEq1 -0.014761 [-1.70309]

D(LNCRD(-1)) -0.211634 [-1.58305]

D(IR(-1)) -0.091322 [-1.23183]

D(SBI(-1)) -0.045884 [-0.94859]

D(SBIS(-1)) 0.004861 [ 0.24706]

Jangka Panjang

IR(-1) -0.334495 [-0.73621]

SBI(-1) -1.711915 [-5.23088]

SBIS(-1) 1.732475 [ 7.23146]

@TREND(08M01) -0.034938 [-1.62292]

Sumber : Data penelitian (diolah)

(37)

Berdasarkan hasil uji estimasi VECM pada Model I dapat dijelaskan bahwa pada jangka pendek tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi kredit Properti. Hal ini terjadi karena model dalam penelitian ini adalah model transmisi moneter sehingga suatu variabel membutuhkan waktu atau lag untuk bereaksi pada variabel lain sehingga umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang.

Berdasarkan hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI dan bonus SBIS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kredit Properti. Variabel SBIS memiliki hubungan yang positif terhadap kredit Properti dari perbankan konvensional, sementara variabel SBI memiliki hubungan yang negatif terhadap kredit properti. Terdapat satu variabel yang tidak signifikan mempengaruhi kredit Properti yaitu suku bunga kredit (IR) karena nilai t-statistiknya [-0.73621] lebih kecil dibandingkan t-tabel [1.66757]. Hal ini disebabkan ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI, meski dalam mekanismenya akan meningkatkan suku bunga pinjaman, namun akan mendorong perbankan cenderung mengalokasikan dananya ke SBI dan mengurangi jumlah penawaran kredit yang disalurkan. Ketika permintaan kredit properti kecil, maka suku bunga pinjaman tidak menjadi variabel utama dalam penyaluran kredit properti. Selain itu, berdasarkan penelitian sebelumnya pemberian kredit modal kerja perbankan cenderung lebih mempertimbangkan harga properti dan pendapatan debitur diatas suku bunga,

Tabel 12. Hasil Estimasi VECM Pembiayaan Properti

Variabel Koefisien t-statistik

Jangka Pendek

CointEq1 -0.046318 [-6.64794]

D(LNPYD(-1)) -0.094688 [-1.45124]

D(MARGIN(-1)) 0.000302 [ 0.54951]

D(PLS(-1)) -0.013083 [-1.25052]

D(SBIS(-1)) 0.101409 [ 12.2904]

D(SBI(-1)) -0.093859 [-5.33102]

Jangka Panjang

MARGIN(-1) 0.003906 [ 0.64023]

PLS(-1) -0.038087 [-0.43466]

SBIS(-1) 0.736160 [ 9.40113]

SBI(-1) -0.704231 [-6.33729]

@TREND(08M01) -0.041366 [-5.70675]

Sumber : Data penelitian (diolah)

Catatan : (Cetak Tebal) menunjukkan siginifikansi

(38)

jangka pendek karena Model II ini menggunakan lag optimum 2 dimana variabel SBI dan SBIS mulai bereaksi terhadap variabel pembiayaan Properti.

Berdasarkan hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI dan bonus SBIS signifikan mempengaruhi pembiayaan Properti. Variabel SBI memiliki hubungan yang negatif terhadap pembiayaan Properti dari perbankan syariah, sementara variabel SBIS memiliki hubungan yang positif terhadap pembiayaan properti. Variabel MARGIN memiliki hubungan yang positif dengan pembiayaan properti namun tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan karena nilai t-statistiknya [0.64023] lebih kecil dibandingkan t-tabel [1.66792]. Hal ini disebabkan ketika terjadi kenaikan bonus SBIS, meski dalam mekanismenya akan meningkatkan margin pembiayaan, namun akan mendorong perbankan cenderung mengalokasikan dananya ke SBIS dan mengurangi jumlah penawaran pembiayaan yang disalurkan. Ketika permintaan pembiayaan properti kecil, maka margin pembiayaan tidak menjadi variabel utama dalam penyaluran pembiayaan properti. Sementara variabel PLS tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan karena nilai t-statistiknya [0.64023] lebih kecil dibandingkan t-tabel [1.66792]. Hal ini mungkin disebabkan masih lambatnya intermediasi perbankan syariah ke sektor properti mengingat perbankan syariah masih tergolong baru dalam menggarap pembiayaan properti yang dimulai tahun 2009.

Impulse Response Function (IRF)

Analisis Impulse Response Function (IRF) merupakan salah satu analisis penting di dalam model VAR/VECM. Analisis IRF ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan.

Sumber : Data penelitian (diolah)

Gambar 13. Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNCRD

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun 2000- 2013
Gambar 2. Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember
Gambar 4. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Gambar 5. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat bahwa rata-rata skor yang didapat sebesar 2.23 dengan melihat rentang skala yang telah peneliti peroleh sebelumnya skor 2.23 berada di rentang skala

2) Faktor internal dan eksternal yang berpengaruh pada pengembangan agroindustri keripik pisang di Desa Hegarmanah Kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis terdiri dari kekuatan,

Pada contoh 1 -te kureru digunakan ketika memberi jasa atau keuntungkan dari pihak lain yang secara hubungan psikologis memiliki kedekatan atau orang lingkup dalam

 Peserta didik yang belum mencapai KKM diberi kegiatan remedial yang dilakukan dalam bentuk pemberian tugas “Berikan contoh bencana alam di Indonesia yang terjadi

Para guru boleh memilih mana-mana tajuk yang bersesuaian dengan tahap murid sekolah kebangsaan dan mencipta apa-apa alat bantu mengajar bagi membantu memantapkan pemahaman

Informasi keuangan di atas diambil dari laporan keuangan PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (“Bank”) tanggal 31 Desember 2019 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal

Pengaruh Electronic Service Quality Terhadap Electronic Satisfaction dan Dampaknya Terhadap Electronic Word of Mouth Pada Aplikasi Fore (Studi Kasus Pada Generasi Z

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write pada Materi Ikatan Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA Negeri 2