• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN PEMANENAN AIR HUJAN

PADA KEBUN PALA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

FACHRUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Fachruddin

(4)

RINGKASAN

FACHRUDDIN. Rancang bangun pemanenan air hujan pada kebun pala di Kabupaten Aceh Selatan dibawah bimbingan BUDI INDRA SETIAWAN, PRASTOWO dan MUSTAFRIL.

Tanaman pala merupakan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Selatan dalam bidang pertanian. Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu penghasil pala terbesar di Indonesia. Pada tahun 2012 luas lahan pala Kabupaten Aceh Selatan mencapai 14 091 ha dengan produksi 5 192 ton biji pala kering. Kabupaten Aceh Selatan memiliki topografi dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63.45 %, sedangkan dataran hanya sekitar 34.66 % dan 1.84 % berupa kondisi lainnya. Petani pala Kabupaten Aceh Selatan pada umumnya berkebun di lahan terjal dengan penerapan sistem konservasi mekanik 3.12 %.

Kabupaten Aceh Selatan memiliki rerata curah hujan bulanan yang sangat tinggi sebesar 281.4 mm/bulan, sehingga memiliki potensi aliran permukaan yang tinggi. Ketersediaan curah hujan yang melimpah pada musim hujan belum dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau. Air hujan sebagian akan menjadi aliran permukaan sehingga tidak bisa dimanfaatkan tanaman secara efektif. Dampak dari terjadinya aliran permukaan yang tinggi akan menyebabkan hilang humus tanah sehingga terjadinya penurunan kesuburan lahan.

Penerapan teknik sistem pemanenan air hujan diharapkan akan menjadi teknologi yang efektif dan terjangkau untuk konservasi tanah dan air tanah di lahan pala serta mampu memenuhi kebutuhan air tanaman pala. Desain pemanenan air hujan menyesuaikan dengan kontur lokasi penelitian serta pengamatan aliran permukaan pada saat hujan. Desain sistem pemanenan air hujan pada penelitian ini menggunakan rorak yang dilengkapi saluran peresapan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan desain teknis sistem pemanenan air hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala.

Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia. Penelitian ini dimulai dari Bulan Februari sampai dengan Mei 2014. Tahapan penelitian meliputi mengukur intensitas hujan dari curah hujan harian tertinggi selama 10 tahun terakhir mengunakan persamaan mononobe. Pendugaan laju aliran permukaan menggunakan persamaan matematik metode rasional. Analisis koefisien drainase yang terjadi di lahan berdasarkan data laju aliran permukaan. Pengumpulan data tanaman berupa umur tanaman, jarak tanam, pengamatan zona perakaran tanaman. Pembuatan gambar kontur lokasi penelitian mengunakan Software surfer. Desain teknis pemanenan hujan yang efektif untuk kebun tanaman pala. Pengukuran debit di rorak menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR). Pengamatan sedimen di rorak di ukur mengunakan mistar. Pengukuran nilai ketinggian muka air tanah di ukur pada sumur masyarakat menggunakan AWLR.

(5)

rorak ketika hujan mampu menampung sebagian besar aliran permukaan sebesar 0.03-1.63 liter/detik. Pengamatan sedimen di rorak selama penelitian, rorak tanpa menggunakan mulsa menampung sedimen setinggi 65 mm, sedangkan pada rorak yang menggunakan mulsa menampung sedimen setinggi 35 mm.

Desain teknis sistem pemanenan air hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala telah dapat dibuat dengan rincian sebagai berikut: Sistem pemanenan air hujan pada penelitian ini menggunakan rorak yang dilengkapi saluran peresapan. Tata letak rorak dan saluran peresapan menyesuaikan dengan kontur lahan. Dimensi rorak ditentukan sesuai dengan debit aliran permukaan, yaitu kedalaman maksimal 30 cm dengan lebar 40 cm dan panjang 100 cm. Setiap rorak disertai saluran peresapan dari sisi kiri dan kanan dengan panjang 100 cm, dalam 10 cm dan lebar 20 cm.

Analisis aliran permukaan teoritis menggunakan persamaan metode rasional yang hanya tepat digunakan untuk luasan DAS kurang 800 ha. Oleh karena itu disarankan untuk menganalisis aliran permukaan dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorder pada setiap rorak. Pendekatan analisis koefisien drainase perlu di hitung disetiap lahan pala yang akan dibangun rorak dan saluran peresapan. Desain rorak dan saluran peresapan perlu diaplikasikan pada seluruh kebun pala di Kabupaten Aceh Selatan mengingat kebun pala masyarakat berada di daerah berlereng yang termasuk daerah aliran sungai bagian hulu.

(6)

SUMMARY 192 tons of dried nutmeg seed. South Aceh district has a very steep topography of 63.45 %, while the plateau is only about 34.66 % and the rest 1.84 % is in other conditions. Most nutmeg farmers in South Aceh district cultivate in steep land with percentage application of mechanical conservation system is 3.12 %.

South Aceh district has a very high average monthly rainfall of 281.4 mm/month, so it has a high potential of runoff. The availability of abundant rainfall during the rainy season has not been used optimally in dry season. A part of rainfall would become surface flow so that the plant cannot use it effectively. The impact of high surface flow will cause in loss of soil humus which leads to the decline of soil fertility.

The application of rainwater harvesting systems engineering is expected to be an effective and affordable technologies for soil and groundwater conservation in nutmeg plantation area and to be able to meet the water needs of nutmeg plantation. Rainwater harvesting design was adjusted to the contours of the research site and observation of runoff during the rain. Design of rainwater harvesting systems in this study was by using rorak equipped with infiltration channels. This study aimed to get the technical design of rainwater harvesting systems which was effective for groundwater conservation and for fulfil water needs of nutmeg crops.

This study was conducted on a nutmeg plantation area belonging to Forum Pala Aceh in Tapak Tuan, South Aceh district, Aceh, Indonesia. This study was started from February to May 2014. The procedures of research included; measuring rainfall intensity of the highest daily rainfall during the last 10 years using the Mononobe equation, predicting surface flow rate measured by using mathematical equations rational method, analyzing drainage coefficient in the area which was based on the data of surface flow, collecting crops data such as plant age, spacing and observation of the root zones, preparing contour images by using

Surfer software, designing effective rainfall harvesting system for nutmeg plantation area, measuring discharge in rorak by using Automatic Water Level Recorder (AWLR), observing sediment in rorak by using a ruler, measuring ground water level in wells by using AWLR device.

(7)

Technical design of rainwater harvesting systems which is effective for soil and groundwater conservation and for fulfil water needs from nutmeg crops could be constructed as: rainwater harvesting systems by using rorak equipped with infiltration channels. Rorak layout and channel infiltration should be adjusted to the contour of the land. Rorak dimensions are determined by the discharge of surface flow, which has the maximum depth of 30 cm, width of 40 cm and length of 100 cm. Each rorak is built with infiltration channels on the left and right side with length and depth of 10 cm and width of 20 cm.

Theoretical surface flow analysis was measured by using the rational method which is only appropriate for catchment area with less than 800 ha wide. Therefore, it was suggested to analyze runoff by using AWLR device on each

rorak. Drainage coefficient analysis approach should be calculated in each nutmeg plantation area where it was proposed to be build rorak and infiltration channel. Design rorak and channel infiltration should be applied to the whole nutmeg plantations in South Aceh district, considering nutmeg plantation community in steep areas which included the upstream watershed.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

RANCANG BANGUN PEMANENAN AIR HUJAN

PADA KEBUN PALA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan

Nama : Fachruddin NRP : F451120111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua

Dr Ir Prastowo, MEng Anggota

Dr Mustafril, ST MSi Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr Satyanto Krido Saptomo, STP MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan Mei 2014 adalah Panen air hujan, dengan judul Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr, Bapak Dr. Ir. Prastowo, M.Eng dan Bapak Dr. Mustafril ST, M.Si sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Forum Pala Aceh yang banyak membantu dalam proses pengumpulan data sekunder dan primer di Kabupaten Aceh Selatan. Secara khusus ucapan terima kasih kepada Pak Hamdani, ST dan keluarga yang bersedia memijamkan lahan pala secara sukarela sebagai lokasi penelitian serta ikut membantu dalam pengumpulan data primer di lokasi penelitian.

Di samping itu, penghargaan penulis untuk Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk pemberian beasiswa selama pelaksanaan studi. Penghargaan penulis juga kepada Universitas Syiah Kuala dan Akademik Manajemen Informatika Indonesia yang telah memberikan rekomendasi dalam melanjutkan studi.

Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Ibunda, ayahanda (alm) dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan serta kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, rekan-rekan pengurus Ikamapa Aceh dan Forum Wacana IPB yang saling mendukung dan membantu selama menjalani studi Pascasarjana. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan, bantuan dan semangat bagi penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(13)

DAFTAR ISI

Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman 3

Aliran Permukaan 3

Teknik Pemanenan Air Hujan 4

Mulsa 6

Desain Rorak 6

3 METODE PENELITIAN 8

Tempat dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan 8

Prosedur Analisis Data 8

Tahapan dan Metode Penelitian 12

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 13

Curah Hujan 13

Perkembangan Konservasi Tanaman Pala 14

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

HASIL 16

Sifat Fisik Tanah 16

Pengamatan Data Tanaman 19

Analisis Frekuensi 22

Zero Runoff System (ZROS) Sistem Pemanenan Hujan 26

PEMBAHASAN 30

Analisis Aliran Permukaan 30

Analisis Koefisien Drainase 32

Desain Rorak dan Saluran Peresapan 33

6 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

LAMPIRAN 40

(14)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien aliran untuk metode rasional Hassing (Suripin 2004)... 9

2 Klasifikasi iklim Curah hujan rerata bulanan tahun 2003-2013 ... 13

3 Perkembangan lahan pala Kabupaten Aceh Selatan ... 14

4 Nilai bulk density ... 16

5 Rerata porositas pada tiap kedalaman ... 17

6 Nilai permeabilitas di lokasi penelitian ... 17

7 Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala ... 18

8 Tekstur tanah menurut segitiga tekstur USDA ... 19

9 Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian ... 20

10 Perakaran tanaman pala... 20

11 Spesifik ukuran buah pala ... 22

12 Analisis frekuensi curah hujan rencana ... 22

13 Zero Runoff System pada tiap unit analisis ... 26

14 Zero Runoff System (ZROS) pada 27 April 2014 ... 27

15 Unit analisis untuk aliran permukaan hujan rencana ... 31

16 Unit analisis aliran permukaan tanggal 27 April 2014 ... 32

17 Analisis koefisien drainase ... 33

DAFTAR GAMBAR 1 Peta kontur saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing ... 6

2 Penampang saluran berbentuk persegi ... 7

3 Rancangan penampang rorak ... 10

4 Diagram alir rancang bangun sistem pemanenan hujan... 11

5 Diagram alir tahapan metode penelitian ... 12

6 Grafik Produksi Pala Kabupaten Aceh Selatan ... 14

7 Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif ... 15

8 Diagram persentase konservasi tanaman pala secara mekanik ... 15

9 Kondisi akar tanaman pada kedalaman 0-30 cm ... 21

10 Grafik hasil panen pala ... 21

11 Grafik curah hujan harian 27 Februari – 01 Mei 2014 ... 23

12 Distribusi Ch dan ETc harian bulan Maret... 24

13 Grafik distribusi Ch dan ETc harian bulan April ... 24

14 Grafik ETc, kelembaban dan suhu bulan Maret ... 25

15 Grafik evapotranspirasi, rerata kelembaban dan suhu bulan April... 25

16 Grafik tinggi muka air tanah dan curah hujan ... 27

17 Grafik hubungan curah hujan dan debit rorak ... 28

18 Grafik curah hujan dan sedimen pada rorak 1 dan rorak 2 ... 29

19 Grafik curah hujan dan tinggi sedimen ... 30

20 Peta kontur lokasi penelitian ... 31

21 Tata letak penggaris pada rorak 1 ... 34

22 Foto rorak 2 yang disertai mulsa penyaring ... 35

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tata letak saluran peresapan rorak dimensi panjang 2.5 m, lebar 0.4

m dan dalam 0.5 m ... 41

2 Penempatan AWLR di dalam rorak ... 42

3 Pengukuran Infiltrasi ... 43

4 Nilai variabel A infiltrasi mini disk infiltrometer ... 45

5 Posisi rorak yang sudah diaplikasikan di lahan Pala ... 46

6 Uji kecocokan jenis distribusi ... 47

7 Hasil pengukuran tinggi muka air tanah ... 47

8 Pengukuran sedimen rorak 4 dan 11 ... 48

9 Pengukuran sedimen rorak 12 ... 49

10 Nilai variabel p evapotranspirasi Blaney-Criddle ... 50

11 Rorak pada pengamatan 27 April 2014 curah hujan tertinggi 211.9 mm/hari ... 51

12 Foto sedimen pada rorak... 52

13 Data tinggi curah hujan harian di lokasi penelitian ... 53

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pala merupakan komoditas penting dan potensial dalam perekonomian nasional. Penting karena menjadi sentra produksi pala di sebagian masyarakat Indonesia. Potensial karena mampu mensuplai 60-75 % kebutuhan pangsa pasar dunia serta mempunyai banyak manfaat baik dalam bentuk mentah ataupun produk turunannya (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Luas area perkebunan pala milik perkebunan rakyat di Indonesia seluas 117 300 ha dengan produksi

Metode konservasi air mencakup pengelolaan untuk menurunkan aliran permukaan, evaporasi dan perkolasi (Troeh et al. 1991). Menurut Pawitan et al.

(2011) konservasi ekosistem hidrologi meningkatkan kapasitas cadangan air permukaan dan air bawah permukaan. Makin curam lereng maka makin besar kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran permukaan dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah atas. Air yang tidak meresap ke dalam tanah dan mengalir di permukaan berpotensi erosi yang menyebabkan tanah yang sebelumnya subur menjadi kurang subur (Subroto dan Setyaji 2004). Menurut UNEP (2001) sistem pemanenan air hujan menggunakan permukaan tanah (land surface catchment areas) merupakan metode untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok digunakan untuk pertanian.

Surdianto (2012) menyatakan teknik panen air (saluran peresapan dan rorak) efektif mengendalikan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air tanah di zona perakaran tanaman sehingga memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun. Noeralam (2002) menyatakan pemanfaatan rorak yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal mampu mengurangi erosi sampai 94 % pada petak erosi dibandingkan tanpa teknik konservasi tanah. Pemanfaatan rorak juga suatu cara pemanenan air yang tergolong efektif, khususnya pada lahan agak curam (10-25%). Salah satu diantaranya dicerminkan oleh kemampuannya dalam pemeliharaan lengas tanah. Arsyad (2010) menyatakan dimensi rorak sebagai berikut dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400-500 cm.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan desain teknis sistem pemanenan air hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala.

Tujuan Penelitian

(18)

2

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan air pada musim kemarau serta mengurangi terjadinya erosi dengan mulsa pada musim hujan di kebunpala.

2. Penerapan teknologi tepat guna bagi industri/perkebunan untuk kebutuhan air sekaligus penanganan aliran permukaan sehingga meningkatkan produktivitas pala.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut: a) Analisis aliran permukaan.

b) Analisis koefisien drainase.

c) Desain teknis sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan, rorak dan mulsa.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Air Tanah Tersedia

Air penting untuk pertumbuhan tanaman dan reaksi-reaksi kimia dalam pelapukan mineral. air perkolasi membantu siklus unsur hara dan pemindahan liat, oksida besi dan alumunium, garam-garam dan lain-lain. Di daerah kering gerakan air ke atas (kapiler), menyebabkan terjadinya akumulasi garam di permukaan tanah. Bila air mudah meresap ke dalam bahan induk tanah, maka terdapatlah keadaan aerobic, sehingga terbentuklah tanah yang cukup dalam dan mengandung bahan yang teroksidasi, dan perakaran tanaman tidak terhambat oleh air (Hardjowigeno 2010).

Selisih kadar air antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia. Air tanah tersedia dapat juga diartikan sebagai kemampuan tanah memegang air (water holding capacity) atau besarnya kelembaban yang dapat disimpan di daerah perakaran pada batas antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Total air tanah tersedia (TAW) adalah jumlah air tersedia dalam zona perakaran antara kapasitas lapang (FC) dan titik layu permanen (WP) (Raes et al. 2006; Surdianto 2012).

Apabila tanaman mendapat cekaman air yang cukup hebat, laju absorbsi air dari dalam tanah tidak dapat mengimbangi laju transpirasi. Akibat kejadian tersebut stomata akan menutup. Dengan demikian, penyerapan CO2 dari udara

(19)

3 dari udara sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan air oleh tanaman diukur berdasarkan persentase kapasitas lapang (Jasminarni 2008).

Penentuan kebutuhan air pada suatu musim atau bulan untuk suatu tanaman atau pola tanam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : keperluan air bagi tanaman yang ditentukan oleh iklim dan sifat tanaman, air hujan, air tanah dan pergerakan air tanah (Wirosoedarmo 2010).

Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman

Klasifikasi iklim Oldeman digunakan terutama untuk keperluan pertanian di Indonesia. Dasar yang digunakan adalah adanya bulan basah yang berturut-turut dan bulan kering yang berturut-turut juga. Kedua bulan ini dihubungkan dengan kebutuhan tanaman padi di sawah serta palawija terhadap air. Penentuan bulan basah menurut Oldeman adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan kering adalah bulan dengan curah hujan yang kurang dari 100 mm. Berdasarkan penggolongan yang menitikberatkan pada bulan basah, Oldeman mengemukakan lima zona utama bulan basah yang berturut-turut sebagai berikut: a) Zona A, bulan basah yang lebih dari 9 kali berturut-turut.

b) Zona B, bulan basah 7 sampai 9 kali berturut-turut. c) Zona C, bulan basah 5 sampai 6 kali berturut-turut. d) Zona D, bulan basah 3 sampai 4 kali.

e) Zona E, bulan basah yang kurang 3 kali (Kartasapoetra 2008).

Aliran Permukaan

Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah, kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan erosi. Jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3) (Arsyad 2010).

Koefisien limpasan (aliran permukaan) adalah rasio jumlah limpasan (aliran permukaan) terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada tektur tanah, kemiringan lahan dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran sungai (DAS) berhutan dengan tektur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan (aliran permukaan) berkisar antara 0.10-0.30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien limpasan (aliran permukaan) adalah 0.30-0.50. Sedimentasi merupakan dampak lanjutan dari terjadinya erosi di daerah aliran hulu sungai yang diakibatkan oleh limpasan (aliran permukaan) (Prastowo dan Pawitan 2011). Persamaan matematik metode rasional USSCS (1973) untuk memperkirakan laju aliran permukaan (Wismarini et. al 2011):

... 1 dimana: Q = laju aliran (debit) puncak (m³/detik)

(20)

4

Koefisien Drainase

Drainase untuk pertanian umumnya mencapai optimal ketika sistem yang dirancang berdasarkan curah hujan 5 tahun. Koefisien drainase yang merupakan fungsi dari curah hujan. Perhitungan koefisien drainase akan mengendalikan aliran permukaan yang berlebihan pada tanaman. Curah hujan yang berlebihan dari koefisien konsumtif tanaman (Kc) dan fase kritis tanaman terkait kebutuhan air (ky) akan menjadi debit yang harus ditampung dari desain sistem pemanenan hujan yang tepat untuk dimensi saluran peresapan dan rorak.

Metode untuk menghitung koefisien drainase (Feyen 1983) menggunakan persamaan berikut :

q = koefisien drainase (liter/ha.dtk)

Teknik Pemanenan Air Hujan

Pemanenan air menurut terminologi dapat diartikan sebagai pemanfaatan air. Menurut bahasa undang-undang dalam arti sempit, pemanenan air merupakan penggunaan air, sedangkan dalam arti luas adalah pendayagunaan sumber daya air. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai (Yuswanto 2008).

Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (UNEP 2001). Pemanenan air hujan yang dilakukan di atas permukaan tanah pada dasarnya adalah usaha menampung air larian permukaan (surface runoff). Besarnya air hujan yang dapat dipanen dengan cara pengumpulan air di atas (datar atau miring) dan oleh kemampuan lapisan tanah atas menahan air (Asdak 2007).

Saluran Peresapan

(21)

5 rumput bede (Brachiaria decumbens), akar wangi (Vetiveria zizanioides), atau pohon legum seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Glyricidia sepium), dan lain-lain (Subagyono et al. 2005).

Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam aplikasi teknologi ini adalah (a) tanah tidak rawan longsor; (b) tanah mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air; dan (c) dapat dibuat pada tanah yang agak dangkal (kedalaman 20-40 cm). Longsor dapat terjadi apabila terpenuhi tiga syarat yaitu (a) tanah pada lahan dengan lereng curam, sehingga volume tanah dalam jumlah yang relatif banyak dapat bergerak atau meluncur ke bawah, (b) terdapat lapisan yang agak kedap air dan lunak di bawah permukaan tanah yang merupakan bidang luncur, dan (c) terdapat cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan kedap air tadi menjadi jenuh (Arsyad 2010).

Saluran peresapan dibuat mengikuti kontur dengan ukuran lebar 30-40 cm dan dalam 40-50 cm. Saluran ini dapat dilengkapi dengan rorak yang dibuat dalam saluran, untuk memperbesar daya tampung air aliran permukaan dan sedimen.Untuk memberikan peluang mengganti air maka pada sistem konservasi air ini perlu dilengkapi dengan SPA (Subagyono et al. 2005).

Rorak

Rorak merupakan tempat/lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran peresapan. Pembuatan rorak ditunjukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai pemanenan air hujan dan aliran permukaan.

Rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah dan mudah untuk diterapkan.Jumlah rorak per ha berkisar antara 150-200 buah. Pemeliharaan rorak harus rutin dilakukan khususnya apabila rorak telah penuh terisi sedimen atau bahan-bahan lainnya yang masuk ke dalam rorak, misalnya saja serasah tanaman. Pemeliharaan rorak dapat dilakukan dengan menggali rorak yang lama, atau menggali rorak baru di sebelah rorak lama.

(22)

6

Gambar 1. Peta kontur saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing (Surdianto et al. 2012)

Mulsa

Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Fungsi lain mulsa adalah : a. Jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air

sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman, dan memperkuat agregat tanah.

b. Mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan.

c. Mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah, meningkatkan jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya kegiatan jasad hidup di dalam tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

d. Menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman.

e. Dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih. Bahan mulsa yang paling mudah didapatkan adalah sisa tanaman.

f. Mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik secara merata di permukaan tanah.

g. Bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk seperti jerami padi dan batang jagung. Mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal (Departemen Pertanian 2007).

Desain Rorak

(23)

7 Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air (h) , luas penampang basah (A), dan keliling basah (P), dapat dituliskan sebagai berikut:

A = Bh... 4 B = ... 5

Gambar 2. Penampang saluran berbentuk persegi P = B + 2 h... 6

Subtitusi persamaan (5) ke dalam persamaan (6) maka diperoleh persamaan :

P = ... 7

Dengan asumsi luas penampang (A) adalah konstan, maka persamaan diatas dapat dideferensialkan terhadap (h) dan dibuat sama dengan nol untuk memperoleh (P) minimum.

A = 2h = Bh... 8 Atau B = 2 h atau h = ... 9 Jari-jari hidraulik, R

R=

... 10 atau R =

... 11 Keterangan :

B = lebar dasar (m) H = kedalaman air (m)

A = luas penampang basah (m2) P = keliling basah (m)

(24)

8

3 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia. Penelitian ini dimulai dari Bulan Februari - Mei 2014. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Lahan pala di Kecamatan Tapak Tuan merupakan lahan percontohan dari Forum Pala Aceh untuk petani pala Kabupaten Aceh Selatan.

2. Areal kebun merupakan lahan di daerah berlereng yang tidak terlalu luas yaitu 1.3 hektar dengan tanaman utama pala yang dikelingi tanaman nilam. 3. Areal lahan memiliki kemiringan yang cukup belereng dengan kemiringan

25-33%. Lahan yang miring yang curam mewakili kebanyakan lahan petani pala di Kabupaten Aceh Selatan.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan-bahan kimia untuk analisis sifat fisik tanah di laboratorium, plastik dan alat tulis lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi:

a) Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel tanah: skop, cangkul, ring sampler, meteran, karung/kotak sampel tanah.

b) Waterpass untuk menentukan koordinat (x dan y) dan ketinggian pada lahan yang digunakan untuk membuat peta kontur lahan dan memetakan sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun pala. c) New Minidisk Infiltrometer untuk pegukuran besarnya infiltrasi di kebun pala. d) Seperangkat komputer dengan menggunakan meliputi: aplikasi microsoft

office, golden software surfer untuk membuat peta kontur kebun penelitian dan memetakan lokasi saluran peresapan dan rorak dengan mulsa, software google sketchup 8 untuk menggambar teknik.

Prosedur Analisis Data

a) Mengukur intensitas hujan dari hujan harian, intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus mononobe (Suripin 2004)

(25)

9 Metode tanah darat (upland method) atau metode kecepatan untuk menentukan waktu konsentrasi, menggunakan persamaan berikut (Arsyad 2010) :

l ... 13 Dimana :

Tc = waktu konsentrasi dalam (detik) l = panjang hidrolik (feet)

v = kecepatan aliran (feet/detik)

b) Persamaan matematik metode rasional USSCS untuk memperkirakan laju aliran permukaan menggunakan persamaan 1. Koefisien aliran mengunakan metode rasional Hassing yang dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Koefisien aliran untuk metode rasional Hassing (Suripin 2004)

Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv

topografi, Ct tanah, Cs vegetasi Cv

datar (<1 %) 0.03 pasir dan gravel 0.04 hutan 0.04

bergelombang (1-10%) 0.08 lempung berpasir 0.08 pertanian 0.11

perbukitan (10-20%) 0.16 lempung dan lanau 0.16 padang rumput 0.21

pegunungan (>20%) 0.26 lapisan batu 0.26 tanpa tanaman 0.28

c. Analisis evapotranspirasi harian di lokasi penelitian. Evapotranspirasi harian di lokasi penelitian dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat (Triatmodjo 2010). Untuk data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data stasiun meterologi terdekat yang terjadi rerata bulan Maret-April dan Mei selama 10 tahun terakhir. Nilai koefisien tanaman pala digunakan dari pendekatan tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo 2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah tropika bernilai 0.98.

d. Pengukuran infiltrasi dihitung menggunakan New Minidisk Infiltrometer. Pengukuran dilaksanakan mengunakan skala laboratorium di kampus IPB Dramaga, Wageningen pada tanggal 4-5 Juli 2014. Data yang ukur berupa data penurunan tinggi muka air terhadap waktu. Data tersebut selanjutnya dikonversi ke dalam laju infiltrasi menggunakan persamaan dan program Microsoft Excel 2007 yang telah disertakan pada peralatan tersebut.

e. Pengumpulan data tanaman berupa umur tanaman, jarak tanam, pengamatan zona perakaran tanaman. Pengumpulan data tanaman mengguna mistar dan meteran kain.

(26)

10

Gambar 3. Rancangan penampang rorak Keterangan:

H: kedalaman rorak disesuaikan dengan zona perakaran tanaman pala B: Lebar saluran disesuaikan dengan kontur lahan dan jumlah debit aliran

permukaan

g. Pengukuran debit pada rorak dilaksanakan dengan pendekatan nilai debit yang terjadi di lapangan menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang ditempatkan di dalam rorak. Debit di rorak direkam tiap 5 menit. Pengambilan debit rerata dan tertinggi untuk mewakili debit yang berada di rorak. Selanjutnya tinggi debit dikalikan dengan luas rorak sehingga diperoleh volume rorak (m3). Hasil dari volume rorak dibagi dengan waktu rekaman 5 menit atau 300 detik sehingga diperoleh volume tiap detik di rorak. Selanjutnya dijumlahkan dengan laju infilrasi yang terjadi di rorak.

h. Analisis koefisien drainase dihasilkan dari pengolahan dari pengukuran debit di rorak lokasi penelitian mengunakan Automatic Water Level Recorder

(AWLR).

i. Pengamatan sedimen di rorak sesudah terjadi hujan di kebun pala. Pengamatan sedimen membandingkan tinggi sedimen antara rorak yang disertai mulsa dengan rorak tanpa disertai mulsa.

(27)

11 Diagram Alir Rancang Bangun Sistem Pemanenan Hujan

Gambar 4. Diagram alir rancang bangun sistem pemanenan hujan Data

tanaman Mulai

Selesai Data curah hujan

Data lahan dan tanah

Analisis frekuensi: Debit hujan rencana

Analisis Aliran Permukaan

Analisis koefisien drainase Membuat

kontur lahan penelitian

Pengamatan jarak dan akar

tanaman

Desain tata letak rorak dan saluran peresapan

Zero runoff ?

iya

tidak

(28)

12

Tahapan dan Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut:

Gambar 5. Diagram alir tahapan metode penelitian Tidak

Mulai

Studi literatur, pengumpulan data sekunder dan data primer

Data tanaman

Analisis curah hujan, analisis iklim, analisis aliran permukaan, koefisien

drainase

Memetakan kontur kebun penelitian dan lokasi sistem pemanenan hujan

Dihasilkan desain efektif sistem pemanenan

Selesai

iya

Desain teknis sistem pemanenan air hujan

Validasi sistem pemanenan hujan di lahan pala

(29)

13 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Aceh Selatan secara geografis berada pada koordinat 20 ’-30 6’ Lintang utara dan 9605 ‘-9705 ’ bujur timur Luas daerah Kabupaten Aceh Selatan 4 005.10 km2. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Tapak Tuan dengan luas area 92.68 km2 ( BPS 2013). Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan memiliki tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63.45 %, sedangkan dataran hanya sekitar 34.66 % dan 1.84 % berupa kondisi lainnya (RPJMK 2013-2018).

Curah Hujan

Jumlah curah hujan bulanan di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2003-2013 termasuk dalam klasifikasi bulan basah menurut klasifikasi Oldeman. Data curah hujan rerata bulanan Kabupaten Aceh Selatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi iklim Curah hujan rerata bulanan tahun 2003-2013 Bulan Curah hujan

(mm) Klasifikasi Oldeman

Januari 263.7 Bulan Basah

Februari 227.1 Bulan Basah

Maret 324.1 Bulan Basah

April 344.9 Bulan Basah

Mei 209.8 Bulan Basah

Juni 244.3 Bulan Basah

Juli 216.2 Bulan Basah

Agustus 298.7 Bulan Basah

September 264.5 Bulan Basah

Oktober 289.1 Bulan Basah

November 416.2 Bulan Basah

Desember 278.2 Bulan Basah

Perkembangan Kebun Pala

(30)

14

Tabel 3. Perkembangan lahan pala Kabupaten Aceh Selatan

Tahun Luas lahan pala (ha) Produksi

Produksi pala Kabupaten Aceh Selatan terus mengalami peningkatan produktivitas. Data tahun 2003-2012 menunjukkan bahwa produktivitas panen pala meningkat dari tahun 2003 hanya 3 389 ton mencapai 5 192 ton pada tahun 2012 (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik Produksi Pala Kabupaten Aceh Selatan (sumber : BPS 2005-2013)

Perkembangan Konservasi Tanaman Pala

(31)

15

Gambar 7. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif Sumber: Bappeda (2010)

Bappeda (2010) menyatakan sebagian besar petani pala tidak melakukan tindakan konservasi tanah secara mekanik. Hanya sebagian kecil petani pala yang membuat teras individu mencapai 1.56% dan teras disertai saluran pembuangan mencapai 1.56%. Konservasi tanah secara mekanik ini perlu dilakukan sebagai teknologi untuk mengendalikan aliran permukaan dan memperkecil terjadinya erosi yang terjadi di lahan berlereng. Data persentase konservasi tanaman pala secara mekanik disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara mekanik Sumber: Bappeda (2010)

18.33%

21.67%

26.67% 33.33%

Sistem Tanam Acak

Sistem Tanam Dalam Jalur

Sistem Tanam Menurut Kontur Monokultur

Sistem Tanam Menurut kontur Tumpang Sari

96.9% 1.6% 1.6%

Tidak berteras

Teras individu

(32)

16

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Sifat Fisik Tanah

Sifak fisik tanah di lahan pala diamati dengan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0-25 cm, 25-50 cm, 50-75 cm selanjutnya pengolahan bekerjasama dengan analisis laboratorium fisika tanah dan lingkungan Universyitas Syiah Kuala (UNSYIAH) .

Bulk Density (BD)

Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu. Volume tanah adalah volume kepadatan tanah termasuk pori-pori tanah. Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya.

Tabel 4. Nilai bulk density

kode sampel kedalaman

Hasil analisis laboratorium, menunjukkan bahwa kedalaman 0-25 cm memiliki tingkat bulk density rerata sebesar 1.26 gr/cm3. Tanah pada kedalaman 25-50 cm memiliki nilai bulk density kedalaman 0-25 cm memiliki nilai rerata sebesar 1.27 cm. tanah pada kedalaman 50-27 cm memiliki nilai bulk density

paling tinggi dengan nilai rerata sebesar 1.32 cm.

Secara keseluruhan nilai bulk density di lokasi penelitian berada 1.26-1.32 g/cm3. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hardjowigeno (2010) Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1-1.6 g/cm3. Semakin rendah semakin bagus, semakin dalam semakin padat nilai bulk density.

Porositas

(33)

17 (Wirosoedarmo, 2010). Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2010). Nilai rerata porositas di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata porositas pada tiap kedalaman kode sampel kedalaman

Hasil analisis laboratorium nilai porositas di lokasi penelitian pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 45.06-54.83 % dengan rerata 49.87 % , pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 48.94-52.91 % dengan rerata 50.30 %, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 45.14-51.72 % dengan rerata 48.36 %. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat meningkatkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju aliran permukaan. Nilai permeabilitas selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai permeabilitas di lokasi penelitian kode sampel kedalaman

(34)

18

pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 0.22-0.31 cm/jam dengan kriteria lambat dan agak lambat, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 0.19-0.22 cm/jam dengan kriteria lambat. Nilai permeabilitas 0.19-1.41 cm/jam di lokasi penelitian, menurut Donahue (1958) termasuk lambat karena berada diantara 1.27-5.08 mm/jam.

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam persen. kadar air tanah pada zona perakaran harus cukup memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga produksi tanaman yang optimal. Pada penelitian ini hanya dianalisis kadar air tanah pada pf 2.54. Rerata kadar air tanah pada kedalaman 0-25 cm sebesar 29.88%, pada kedalaman 0-25-50 cm sebesar 30.02%, pada kedalaman 50-75 cm sebesar 26.54%.

Tabel 7. Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala Kode

Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tana yang diameter efektifnya ≤ m Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hydrogen peroksida (H2O2). Tektur tanah dapat dinilai secara kualitatif

dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan (Departemen Pertanian 2007). Suripin (2002) menyatakan tektur tanah merupakan perbandingan antara fraksi-fraksi liat, lempung dan pasir. Material tanah adalah partikel mineral yang mempunyai diameter lebih kecil dari 2 mm, atau lebih kecil dari kerikil. Partikel tanah meliputi pasir, lempung atau geluh, dan liat.

(35)

19 Tabel 8. Tekstur tanah menurut segitiga tekstur USDA

kode sampel

kedalaman (cm)

tekstur tanah : filtering, pipette; menurut segitiga tekstur USDA

Pada kedalaman 0-25 cm rerata kelas tektur adalah lempung berdebu, pada kedalaman 25-50 cm bervariasi dengan kelas tektur lempung berdebu, lempung berliat dan lempung liat berdebu. Sedangkan pada kedalaman 50-75 cm rerata kelas tektur berada pada liat berdebu.

Infiltrasi

Triatmodjo (2010) menyatakan infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai. Pada perhitungan pertama kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.0014 cm/jam atau 0.0136 mm/jam. Pada pengukuran kedua Kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.07 cm/jam atau 0.74 mm/jam Kapasistas infiltrasi pada pengukuran ketiga infiltrasi mencapai kontan pada 0.502 cm/jam atau 5.9017 mm/jam. Rerata kapasitas laju infiltrasi yang terjadi di kebun pala bernilai 2.21 mm/jam. Menurut klasifikasi infilrasi Donahue (1958) kapasitas infiltasi 2.21 mm/jam termasuk sangat lambat karena berada dibawah 0.1 inch/jam (2.54 mm/jam). Data pengukuran infiltrasi terlampir pada lampiran 3.

Pengamatan Data Tanaman Karakteristik Pala pada Kebun Penelitian

(36)

20

Tabel 9. Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian Panjang tajuk

Pengamatan akar tanaman dilaksanakan pada 22-27 April 2014 dengan mengamati 3 tanaman pala yang sedang tidak berbuah. Pemilihan tanaman yang sedang tidak berbuah dilakukan agar menghindari kegagalan panen akibat proses penggalian akar. Proses menentukan kedalaman dilaksanakan dengan menggunakan 2 penggaris, 1 penggaris sebagai pembatas jarak akar paling atas sebelum tanah, 1 lagi untuk dimasukkan kedalam zona perakaran yang sudah digali.

Keliling tanaman pala 1 yang diamati mempunyai keliling lingkaran batang adalah 45.5 cm, tanaman pala 2 mempunyai keliling lingkaran batang 43.9 cm, tanaman 3 mempunyai keliling lingkaran batang 40.4 cm dengan umur tanaman 8 tahun. Pegamatan akar tanaman paling banyak berkonsentrasi pada kedalaman 20-30 cm.

(37)

21 akar pada zona tersebut sudah berkurang terutama akar serabut yang berada pada akar sekunder. Hal ini tidak dilakukan penggalian secara menyeluruh supaya tidak merusak zona akar 20-30 cm yang banyak akar serabut pada akar sekunder serta menghindari kerusakan akar zona 30-40 cm.

Gambar 9. Kondisi akar tanaman pada kedalaman 0-30 cm Hasil Panen Pala

Panen pala di lokasi penelitian terus meningkat, semenjak dibangun rorak pada tanggal 24 Februari 2014. Pemanenan pala pada 3 April 7.1 kg/pohon, 16 April 7.2 kg, 29 Mei 10.8 kg/pohon dan pada tanggal 11 Juni 16 kg/pohon. Hasil perlakuan pembangunan rorak dan saluran peresapan dapat mempengaruhi pertumbuhan panen pala sebesar 7.2-16 kg (Gambar 10). Selama penelitian berlangsung intensitas hujan meningkat pada bulan Maret dan April 2014 sebesar 213.6 mm dan 691 mm.

Gambar 10. Grafik hasil panen pala

Pengamatan hasil panen 20 Juli 2014, dilakukan pengamatan antara tanaman pala yang disertai rorak dan saluran peresapan dan tanaman pala yang tanpa rorak dan saluran peresapan. Rata-rata panen pala sebesar 15.83 kg/pohon untuk tanaman pala yang memiliki rorak dan saluran peresapan. Sedangkan pada tanaman tanpa rorak diamati rata-rata panen 12.6 kg/pohon. Peningkatan hasil pemanenan sesuai dengan penelitian Surdianto (2012) melakukan perlakuan sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing manis Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok menyatakan bahwa cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing

(38)

22

manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun. Wu et al. (2009) menyatakan pemanenan air memiliki kontribusi yang cukup untuk ketersediaan air dalam meningkatkan hasil produksi tebu, tembakau, dan murbei di lembah kering barat daya China.

Spesifik panen ukuran buah pala di lokasi penelitian dengan cara mengambil 10 sampel buah pala secara acak ketika panen. Data spesifik hasil panen pala disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Spesifik ukuran buah pala Berat

Berat pemanenan rerata pemanenan di lokasi penelitian pala berkisar 7 kg tiap pohon. Pemanenan secara besar dilakukan 3 kali setahun, namun pada bulan-bulan tertentu tetap dilakukan pemanenan kecil tiap bulan-bulan karena ketidak seragaman jadwal pemanenan.

Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi dari curah hujan rencana untuk penelitian ini menggunakan data curah hujan 2004-2013 di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan. Hasil analisis frekuensi diharapkan akan menghasilkan periode ulang yang terbaik untuk desain rorak dan saluran peresapan di lahan pala. analisis frekuensi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisis frekuensi curah hujan rencana Periode

Ulang

(39)

23 Pemilihan periode ulang 5 tahun (Tr5) menggunakan pendekatan untuk

desain drainase pertanian. Distribusi yang akan digunakan adalah distribusi Gumbel karena paling rendah deviasi 1.77 dan rerata persen error sebesar 3.50. Periode ulang 5 tahun lebih sesuai untuk pendekatan desain drainase pertanian dengan nilai 50.04 mm/hari. Intensitas hujan dihitung menggunakan rumus

mononobe sehingga menghasilkan nilai intesintas hujan 17.35 mm/jam.

Pengamatan Iklim selama di lokasi Penelitian

Pengamatan curah hujan menggunakan pengukur curah hujan manual dengan dimensi luas penampung curah hujan 100 cm2. Setelah terkumpul selanjutnya diukur dengan dua gelas ukur. Pengukuran gelas ukur yang pertama langsung menghasilkan tinggi untuk luas penampung curah hujan 100 cm2. pengukuran gelas ukur yang kedua hasil ukurnya dalam volume dalam satuan mililiter. Setelah diperoleh volume dari tapungan maka akan dibagi dengan luas penampung yang selanjutnya akan diperoleh tinggi curah hujan pada hari tersebut. Hasil pengukuran kedua gelas ukur sama setelah dikonversi.

Gambar 11. Grafik curah hujan harian 27 Februari – 01 Mei 2014

Kebutuhan air tanaman pada bulan Maret – April 2014 tercukupi oleh curah hujan karena termasuk bulan basah dengan adanya 10 hari hujan pada bulan Maret sebesar 213.6 mm. Hujan harian yang terjadi pada bulan April adalah 11 hari hujan sebesar 691 mm. Menurut klasifikasi Oldeman pada bulan Maret dan April 2014 termasuk bulan basah.

Evapotranspirasi Lahan Pala

Evapotranspirasi (ETc) harian lahan pala dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat dilokasi penelitian. Untuk data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data stasiun meterologi terdekat pada bulan Maret sampai Mei selama 10 tahun terakhir. Nilai faktor tanaman (kc) diambil dari pendekatan

27/02/14 04/03/14 20/03/14 22/03/14 28/03/14 02/04/14 05/04/14 10/04/14 14/04/14 17/04/14 21/04/14 27/04/14 01/05/14

(40)

24

tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo 2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah tropika bernilai 0.98.

Perhitungan nilai evapotranspirasi maksimum pada bulan Maret sebesar 8.57 mm/hari, nilai evapotrasnpirasi minimum sebesar 7.82 mm/hari dan nilai rerata evapotranspirasi sebesar 8.25 mm/hari.

Gambar 12. Distribusi Ch dan ETc harian bulan Maret

Nilai evapotranspirasi harian maksimum pada bulan April sebesar 8.82 mm/hari, nilai evapotranspirasi harian minimum pada lokasi penelitian sebesar 7.87 mm/hari serta nilai rerata sebesar 8.35 mm/hari. Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi harian pada bulan April disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik distribusi Ch dan ETc harian bulan April Hubungan Evapotranspirasi dengan Kelembaban dan Suhu

(41)

25 evapotranspirasi, kelembaban dan suhu pada bulan Maret 2014 disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik ETc, kelembaban dan suhu bulan Maret

Pencatatan suhu dan kelembaban pada bulan April. Nilai evapotranspirasi tertinggi terjadi pada tanggal 20 April 2014 sebesar 8.82 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu tertinggi 32.4 oC dengan nilai rerata kelembaban 57 %. Nilai evapotranspirasi terendah terjadi pada tanggal 27 April 2014 sebesar 7.87 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu terendah 25.6oC dengan nilai kelembaban tertinggi 87.7 %. Grafik hubungan evapotranspirasi, kelembaban dan suhu pada bulan Maret 2014 disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik evapotranspirasi, rerata kelembaban dan suhu bulan April 0

(42)

26

Zero Runoff System (ZROS) Sistem Pemanenan Hujan

Pemilihan dimensi rorak rekomendasi selain harus mampu menampung debit aliran permukaan dan menyesuaikan dengan zona perakaran tanaman pala. Dimensi rorak juga mempertimbangkan efektifitas kemampuan petani pala dalam menerapkan secara mandiri di kebun pala. Penentuan unit analisis supaya memudahkan dalam pengelolaan dan penentuan jumlah rorak yang harus diaplikasikan pada tiap unit analisis.

Analisis Zero Runoff System pada tiap unit analisis A sampai F. Perbedaan kondisi kontur dan jarak tempuh aliran air pada tiap unit analisis menyebabkan jumlah rorak yang harus diaplikasikan di tiap unit tidak sama. Jumlah rorak dan saluran peresapan harus mampu menampung aliran permukaan baik berdasarkan curah hujan rencana maupun curah hujan tertinggi selama penelitian.

Unit analisis Zero Runoff System untuk sistem pemanenan hujan rekomendasi berdasarkan nilai curah hujan rencana menggunakan distribusi gumbel selama tahun 2004-2013 dengan periode ulang 5 tahun sebesar 50.04 mm/hari. Nilai perkiraan debit aliran permukaan tertinggi terdapat pada unit analisis F dengan luas 142.7m2 dengan nilai debit 0.00048m3/detik. Jumlah rorak rekomendasi tiap unit analisis ZROS selengkapnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Zero Runoff System pada tiap unit analisis

Unit

(43)

27 Tabel 14. Zero Runoff System (ZROS) pada 27 April 2014

Unit bertujuan untuk mengamati perubahan tinggi muka air tanah saat terjadi hujan. Pengamatan tidak dilakukan dalam waktu lama karena pengaruh keamanan di lapangan. Grafik debit muka air tanah dan curah hujan disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik tinggi muka air tanah dan curah hujan

(44)

28

Analisis Debit Rorak

Debit aliran permukaan berasal dari air hujan yang tidak terinfiltrasi yang mengalir di atas permukaan tanah dan berpotensi mengangkut bagian-bagian tanah yang terlepas karena pukulan curah hujan. Sebagian debit aliran permukaan akan tertampung di rorak. Pada unit analisis B dicatat ketinggian air yang tertampung di rorak menggunakan AWLR. Besarnya debit di rorak debit teoritis dihitung menggunakan metode rasional. Pengukuran di lapangan pada rorak 2 dengan dimensi panjang 250 cm, lebar 40 cm dan dalam 50 cm. Debit teoritis tertinggi pada tanggal 27 April dengan nilai 1.68 liter/detik sedangkan debit perhitungan pada rorak dengan nilai debit tertinggi 1.63 liter/detik dengan rerata debit perhitungan sebesar 1.50 liter/detik data selengkapnya disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik hubungan curah hujan dan debit rorak Sedimen Tertampung dalam Rorak

Pemanfaatan rorak, saluran peresapan dan mulsa pada lahan pala berlereng untuk memperkecil debit dan kecepatan laju aliran permukaan. Selain itu memperkecil terjadi erosi dan sedimen yang keluar dari lokasi penelitian menuju badan air berupa sungai, irigasi sehingga mampu mempertahankan kesuburan lahan karena mampu mempertahankan top soil pada lokasi penelitian.

Pengamatan sedimen pada rorak adalah serasah dan humus yang tertampung setelah hujan berlangsung. Pengamatan sedimen yang terjebak di rorak menggunakan mistar. Rorak 1 dengan dimensi 250 cm, 100 cm dan 40 cm yang dilengkapi saluran peresapan yang tidak memanfaatkan mulsa. Serasah tanaman lebih banyak menampung sedimen yang terbawa aliran permukaan baik humus dan serasah tanaman yang kebanyakan berupa daun pala.

Rorak 2 dengan dimensi 250 cm, 100 cm dan 40 cm yang dilengkapi saluran peresapan yang memanfaatkan mulsa dari serasah tanaman dari rumput dan sisa tanaman sedikit tertampung sedimen karena adanya mulsa sehingga mengurangi erosi karena pukulan air hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan.

Sedimen yang tertampung di rorak adalah humus tanah atau top soil dan serasah tanaman sehingga akan menjadi pupuk alami bagi tanaman. Selain itu pemilik lahan juga memanfaatkan sedimen yang tertampung di rorak sebagai

(45)

29 media tanaman pembenihan bibit pala. Meskipun sedimen bermanfaat dalam penelitian ini juga diminimalisir terjadi sedimen di rorak dengan memanfaatkan mulsa. Hasil pengamatan sedimen yang tertampung di rorak 1 dan 2 disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik curah hujan dan sedimen pada rorak 1 dan rorak 2 Hasil pengamatan sedimen dan serasah pada rorak 1 dan rorak 2 selama 27 Februari - 3 Mei 2014 terjadi peningkatan yang sangat tinggi pada hujan 27 April 2014 dengan nilai sedimen pada rorak 1 setinggi 65 mm/hari dengan serasah 77.5 mm/hari. Peningkatan tinggi sedimen juga terjadi pada rorak 2 sebesar 35 mm/hari dengan tinggi serasah 45.6 mm/hari. Pada hujan 28 April – 3 Maret 2014 tidak terjadi peningkatan baik sedimen maupun serasah karena curah hujan berkisar 1-4.5 mm//hari. Penurunan ketinggian serasah menjadi 45.5 mm/hari pada rorak 2.

Penerapan dimensi rorak rekomendasi pada kedalaman 30 cm, lebar 40 cm dan panjang 100 cm juga terbilang efektif baik dalam menampung aliran permukaan maupun sedimen. Sedimen yang tertampung juga bervariasi sangat tergantung pada posisi rorak. Pengamatan pada tiga rorak 4, 11, 12 menunjukkan bahwa peningkatan sedimen tertinggi hari terjadi pada tanggal 27 April 2014 di rorak 4 mencapai 7.7 mm/hari, rorak 11 mencapai 18.7 mm/hari dan rorak 12 mencapai 9 mm/ yang juga merupakan curah hujan tertinggi di lokasi penelitian sebesar 211.9 mm/hari. Grafik tinggi sedimen pada rorak 4, 11 dan 12 dan curah hujan disajikan pada Gambar 19.

(46)

30

Gambar 19. Grafik curah hujan dan tinggi sedimen

Hasil pengukuran sedimen terakhir pada tanggal 3 Mei 2014 pada rorak 11, rerata tinggi sedimen setinggi 18.7 mm/hari. Pada rorak 12, rerata tinggi sedimen setinggi 9.2 mm/hari. Pada rorak 4, rerata tinggi sedimen akhir setinggi 7.8 mm/hari. Perbedaan tinggi sedimen karena pengaruh posisi rorak di lahan yang berbeda baik lerengnya dan tutupan lahan yang tidak seragam.

PEMBAHASAN

Analisis Aliran Permukaan

Arsyad (2010) menyatakan bahwa air hujan yang jatuh ke tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi dan jika intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah maka air akan mengalir diatas permukaan.

Hasil pengamatan di lapangan setelah mempertimbangkan kontur penelitian dengan luas secara keseluruhan 1.3 ha dan pengamatan pada saat hujan di lapangan maka dirumuskan 9 unit analisis daerah peresapan yang selanjutnya sebagai dasar pertimbangan dalam analisis aliran permukaan. Keadaan kontur penelitian disajikan pada (Gambar 20). Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang terjadi di lahan. Pendugaan nilai debit dengan nilai tertinggi dihitung dengan persamaan metode rasional.

Koefisien aliran c diambil melalui pendekatan metode rasional Hassing

dengan tektur tanah termasuk lempung dan lanau (debu) dengan kemiringan daerah penggunungan melebihi >20%, daerah peresapan berupa lahan pertanian yang bernilai 0.53 dan sebagian daerah peresapan berupa lahan pertanian yang ditumbuhi padang rumput dengan nilai 0.57.

(47)

31

Gambar 20. Peta kontur lokasi penelitian

Pengamatan dilapangan saat hujan dan kontur lahan pala dirumuskan sembilan unit analisis yaitu, unit analisis A sampai I. Nilai debit tertinggi terdapat pada unit analisis F dengan luas 142.7 m2 dengan nilai debit 0.00057 m3/detik dengan nilai koefisien drainase 39.70. Nilai Unit analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Unit analisis untuk aliran permukaan hujan rencana

Unit Analisis

Luas (m2)

I (mm/jam)

kelerengan (%)

C Q teoritis

(m3/dtk)

A 293.3 11.44 25-33 0.53 0.00049

B 273.8 12.36 31 0.53 0.00050

C 101.0 30.57 29-30 0.57 0.00049

D 142.2 18.87 30 0.57 0.00042

E 100.5 28.10 30 0.57 0.00045

F 142.7 25.07 30 0.57 0.00057

G 100.0 23.97 25-28 0.57 0.00038

H 119.0 21.39 28-33 0.57 0.00040

I 133.7 19.66 30 0.57 0.00042

(48)

32

Tabel 16. Unit analisis aliran permukaan tanggal 27 April 2014

Unit

A 293.3 48.46 25-33 0.53 0.00209

B 273.8 52.33 31 0.53 0.00211

C 101.0 129.47 29-30 0.57 0.00207

D 142.2 79.92 30 0.57 0.00180

E 100.5 118.99 30 0.57 0.00189

F 142.7 106.17 30 0.57 0.00240

G 100.0 101.49 25-28 0.57 0.00161

H 119.0 90.58 28-33 0.57 0.00171

I 133.7 83.25 30 0.57 0.00176

Perbedaan nilai debit aliran permukaan pada Tabel 15. dan Tabel 16. berdasarkan data pengukuran topografi di lapangan areal kebun penelitian yang berada pada kemiringan tidak sama yaitu berada 25-33% dan luasan unit analisis yang berbeda. Akbar (2013) menyatakan perbedaan dalam bentuk wilayah suatu daerah akan menyebabkan perbedaan dalam gerak air tanah bebas dan jenis-jenis vegetasi yang tumbuh di permukaan tersebut. Setiap unit analisis memiliki nilai intensitas hujan, debit yang berbeda sesuai bentuk dan topograpi daerah yang diamati.

Analisis aliran permukaan di lahan menurut pendekatan Chow (1959) termasuk aliran berubah lambat laun (gradually varied) karena kedalaman aliran berubah di sepanjang saluran rorak. Hasil penelitian Wirasembada (2014) Debit

runoff (aliran permukaan) yang terjadi di hulu das Cidanau dengan luasan lahan 8472 m2 sebesar 0.00063 m3/dtk. Untuk menekan runoff (aliran permukaan) tersebut, diperlukan 2 rorak utama berdimensi 100 x 100 x 40 cm dan 10 rorak pendukung berdimensi 60 x 60 x 40 cm sehingga total volume rorak yang mampu ditampung sebesar 2.44 m3. Arsyad (2010) menyatakan pada suatu DAS kecil, puncak laju aliran permukaan mengikuti puncak laju hujan dengan selisih beberapa menit. Akibat laju tertinggi yang menimbulkan kerusakan, penting untuk mengetahui laju aliran permukaan. Desain Saluran air, teras, dan bangunan konservasi tanah direncanakan berdasarkan puncak laju aliran permukaan.

Analisis Koefisien Drainase

(49)

33 Tabel 17. Analisis koefisien drainase

Unit

Nilai koefisien drainase yang dihasilkan merupakan nilai koefisien drainase yang terjadi pada setiap unit analisis dan luas penggunaan lahan pala. Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap perbedaan besarnya curah hujan dan jenis penggunaan lahan di setiap lokasi memberikan besarnya nilai koefisien drainase yang berbeda. Nilai koefisien drainase pada tanggal 27 April 2014 menjadi nilai koefisien maksimum tertinggi terjadi pada unit analisi C hasil pengukuran sebesar 205 liter/ha.detik. Nilai koefisien drainase terendah terjadi pada unit analisis A sebesar 71.35 liter/ha.detik.

Menurut Feyen (1983) bahwa koefisien drainase merupakan akumulasi dari jumlah debit aliran permukaan pada badan air dari setiap aliran drainase lapang sehingga setiap debit aliran yang dihasilkan dari setiap kejadian hujan akan berbanding lurus dengan besarnya nilai koefisien drainase. Pemilihan nilai koefisien tertinggi akan menyebabkan hasil desain. Wijaya (2014) menyatakan Koefisien drainase perumahan ditentukan berdasarkan debit limpasan (aliran permukaan), klasifikasi luas dan jenis penggunaan lahan, topografi serta jumlah curah hujan. Nilai koefisien drainase di perumahan Bogor Nirwana Residance berkisar 0.088-0.110 m3/det.ha dari debit limpasan 0.43-0.54 m3/det pada kawasan perumahan dengan luas lahan berkisar 4.80-4.93 ha, topografi 2.2-4.1 %, RTH 17-37 % dan KDB 33.0-67.3 %, serta jumlah curah hujan rencana 144.61 mm. Feyen (1983) menyatakan Curah hujan yang berlebihan dari koefisien konsumtif tanaman (Kc) dan fase kritis tanaman terkait kebutuhan air (ky) akan menjadi debit yang harus ditampung dari desain sistem pemanenan hujan yang tepat untuk dimensi saluran peresapan dan rorak.

Desain Rorak dan Saluran Peresapan

(50)

34

Rorak 1 Tanpa Mulsa

Rorak 1 adalah rorak yang terdapat pada unit analisis A tanpa mengunakan mulsa dengan dimensi rorak panjang 250 cm, lebar 40 cm dan dalam 50 cm. penutupan lahan yang diapit oleh sekelilingya tanaman pala namun untuk kondisi di depan rorak tanah dengan sedikit rumput serta runtuhan daunan. Hasil pengamatan sedimentasi di lokasi penelitian pada rorak 1 disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Tata letak penggaris pada rorak 1

Pembuatan Saluran peresapan pada rorak 1 untuk mengumpulkan aliran permukaan menuju rorak. Saluran resapan dibuat dengan dimensi lebar 20 cm dan dalam 15 cm dan panjang saluran 11.29 m.

Rorak 2 Menggunakan Mulsa

(51)

35

Gambar 22. Foto rorak 2 yang disertai mulsa penyaring

Dimensi rorak yang direkomendasi pada lahan pala adalah pada dalam 30 cm, lebar 40 cm dan panjang 100 cm. kedalaman 30 cm dinilai lebih efektif menyesuaikan dengan zona perakaran yang paling banyak berada pada 20-30 cm. Setiap rorak disertai saluran peresapan dari sisi kiri dan kanan dengan panjang 100 cm, dalam 10 cm dan lebar 20 cm.

Gambar 23. Tata letak dan dimensi rorak dan saluran peresapan

(52)

36

Arsyad (2010) menyatakan dimensi rorak adalah dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400-500 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng, jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar antara 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal berkisar antara 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung. Surdianto (2012) menyatakan saluran peresapan dengan ukuran lebar 25 cm dan dalam 20 cm sedangkan rorak dibuat dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm.

Tumbuhan yang berada pada lembah kering dengan topografi dan lereng yang curam, sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan, membawa humus, menyebabkan erosi yang berat dan produktivitas lahan berkurang (Liu 1989 ; Wu et al. 2009). Pembuatan rorak dan saluran peresapan diaplikasikan secara bertahap sampai diyakini tidak terjadi aliran permukaan yang mengalir ke luar lahan pala. Pembuatan teknik pemanenan air hujan dalam pengendalian aliran permukaan bermanfaat untuk mengurangi dampak erosi dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala sehingga menjaga produktifitas lahan secara berkelanjutan.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Desain teknis sistem pemanenan air hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala telah dapat dibuat, dengan rincian sebagai berikut:

1. Sistem pemanenan air hujan pada penelitian ini menggunakan rorak yang dilengkapi saluran peresapan.

2. Tata letak rorak dan saluran peresapan menyesuaikan dengan kontur lahan. 3. Dimensi rorak ditentukan sesuai dengan debit aliran permukaan, yaitu

kedalaman maksimal 30 cm dengan lebar 40 cm dan panjang 100 cm.

4. Setiap rorak disertai saluran peresapan dari sisi kiri dan kanan dengan panjang 100 cm, dalam 10 cm dan lebar 20 cm.

Saran

1. Analisis aliran permukaan teoritis menggunakan persamaan metode rasional, metode rasional hanya tepat digunakan untuk luasan DAS yang kurang dari 800 ha. Analisis aliran permukaan yang terjadi di lapangan akan lebih akurat jika tersedia alat Automatic Water Level Recorder pada setiap rorak.

2. Analisis koefisien drainase perlu dihitung pada lahan pala yang akan dibangun rorak dan saluran peresapan.

Gambar

Gambar 7. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif
Tabel 7. Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala
Tabel 9.  Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian
Gambar 14. 8.8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: Mengetahui potensi pemanenan air hujan ( rainwater

Tampak Atas Dari Sistem Pemanenan Air Hujan Skala Individu dengan Input Data Curah Hujan tahun 2010.

Perhitungan potensi pemanenan air hujan melalui atap rumah di Pulau Pramuka dapat dilakukan dengan mengalikan hujan wilayah di pulau tersebut dengan luas atap dengan curah

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Sistem Pemanenan Air Hujan pada Kawasan Digital Hub Sinar Mas Land diterapkan dengan instalasi sistem catchment pada atap, sistem

Diperlukan penelitian lain tentang aplikasi sistem instalasi utilitas pemanenan air hujan menjadi air bersih bahkan air minum dengan pH basa pada bangunan gedung

Pala merupakan tanaman buah pohon tinggi asli Indonesia.tanaman pala memiliki keunggulan yaitu hampir semua bagian batang maupun buahnya dapat dimanfaatkan.pala juga

nyimpanan air mengalami kekeringan; (2) pemeliharaan sistem pemanenan air hujan lebih sulit dan jika sistem tidak dirawat dengan baik dapat berdampak buruk pada

Biopori a Biopori Alam; b Biopori Buatan Karuniastuti 2014 Pemanenan Air Hujan Rainwater harvesting Pemanenan air hujan PAH atau rainwater harvesting RWH merupakan metode yang