• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN TIPE TIANG PANCANG BERSUSUN Kajian Kedalaman Gerusan pada Pilar Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN TIPE TIANG PANCANG BERSUSUN Kajian Kedalaman Gerusan pada Pilar Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN TIPE

TIANG PANCANG BERSUSUN

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan Magister Teknik Sipil

Sekolah Pascasarjana

Oleh :

MULAT WIDHI HAPSARI

S 100 140 017

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN

TIPE TIANG PANCANG BERSUSUN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ABSTRAK

Gerusan adalah proses morfologi sungai yang disebabkan oleh angkutan sedimen yang masuk kebagian tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi sedimen yang keluar. Gerusan di sungai sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aliran tegangan geser, kecepatan aliran, kecepatan penjalaran gelombang dan turbulensi. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian kedalaman gerusan pada pilar jembatan tipe tiang pancang bersusun dengan menggunakan beberapa faktor pengaruh antara lain bilangan Renold (turbulensi aliran), bilangan Froude dengan beberapa variasi parameter aliran antara lain variasi kemiringan dasar saluran, variasi debit aliran.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi Sungai yang berada di Surakarta, dibawah Puslitbang SDA. Penelitian fisik di Laboratorium yang meliputi beberapa tahapan antara lain: studi literatur, persiapan alat, persiapan bahan, pembuatan model,dan pengumpulan data dari running model, serta analisis dan pembahasan hasil running model hidrolik.

Berdasarkan hasil penelitian tentang Kajian Kedalaman Gerusan Pada Pilar Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun adalah sebagai berikut, Kedalaman gerusan maksimum terjadi pada slope 0,02 yaitu sebesar -8,8667 mm pada titik pengamatan 1 (Heksagonal 1) yaitu pilar yang menunjukan arah jam 10 dihulu aliran pada percobaan. Dari 3 (tiga) variasi slope yang diamati, gerusan seimbang pada waktu yang berbeda- beda. Pada Slope 0,006 gerusan terlihat stabil pada menit 180, pada slope 0,0125 gerusan terlihat stabil pada menit ke 270, sedangkan untuk slope 0,020 gerusan terlihat stabil pada menit ke 270 sampai menit ke 300. Dari penelitian ini didapat 7 (tujuh) persamaan yang dipergunakan untuk menghitung kedalaman gerusan, akan tetapi hanya 3 (tiga) persamaan yang mempunyai hasil korelasi terbaik dan dianggap bisa mengikuti perhitungan kedalaman gerusan hasil laboratorium.

Kata kunci : gerusan, slope, persamaan, pilar, running

ABSTRACT

Scouring is a process of river morphology which caused by quantity of sediment transport entering the section less then exit sedimen transport. The scouring in the river is very complex, and it was influenced by several factors, such as shear stress flow, velocity, flood wave propagation and turbulence.

The purposes of this research is to study the depth of scouring at the Pile foundation of bridge with several factors influence such as Reynold numbers (turbulence), the Froude number with some variation of discharge and slope bottom channel.

(6)

2

preparation of tools and materials preparation, running the scour research and data collection, analysis and discussion of the results of the scour research.

Based on the results of laboratory research, the maximum scour depth occurs on a slope of 0.02 is equal to -8.8667 mm at the observation point 1 (Hexagonal 1) that is the pillar that indicates the direction at 10 o’clock in the upstream. Maximum scouring were observed with three (3) variations in slope ie : 0.006, 0.0125 and 0.020. On Slope of 0.006 scouring seen stable at 180 minutes, at 0.0125 scour slope is stable at 270 minutes, while for 0,020 scour slope is stable from minute 270 to 300. from this researches are obtained seven (7) equation which can used to calculate the depth of scouring, but only 3 (three) equation which gain to the best correlation results and considered able to follow the depth scouring calculation from laboratory results.

Keywords: scouring, slope, equation, pillars

I. PENDAHULUAN

Aliran yang terjadi pada suatu sungai, biasanya disertai dengan proses gerusan. Gerusan

adalah suatu proses yang terjadi di sungai yang mengakibatkan perubahan morfologi.

Gerusan adalah proses morfologi sungai yang disebabkan oleh angkutan sedimen yang

masuk kebagian tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi sedimen yang

keluar. Gerusan di sungai sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

aliran tegangan geser, kecepatan aliran, kecepatan penjalaran gelombang dan turbulensi

Melihat pilar adalah bagian dari jembatan yang paling penting karena berfungsi untuk

menahan berat badan jembatan sendiri dan muatan yang melintasinya. Maka pilar

jembatan yang dibangun pada alur sungai kestabilan gerusan lokal akibat pengaruh aliran

air sungai pada sekitar pilar perlu diperhatikan. Gerusan lokal disekitar pilar jembatan

disebabkan oleh adanya perubahan pola aliran. Perubahan ini terjadi akibat adanya bagian

aliran yang ditahan oleh pilar. Selama berlangsungnya hal tersebut aliran yang kearah hilir

akan berbelok ke samping. Jika pertambahan tekanan ini cukup kuat, maka horseshoe

vortex akan terbentuk dengen sendirinya pada dasar pilar. Kemudian pusaran air akan

menjangkau kearah bagian hilir pilar jembatan, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap

proses gerusan lokal.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi Sungai Surakarta,

Puslitbang SDA. Penelitian fisik di Laboratorium yang meliputi tahapan: studi literatur,

(7)

3

penyajian model. Sedangkan penelitian hipotetik dan analitik berupa analisa data dan

membuat kesimpulan hasil penelitian.

Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.

2.2. Bahan / Material Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitin adalah sebagai berikut:

1) Air yang digunakan adalah air yang tersedia di Laboratorium Balai Litbang

Teknologi Sungai, yang dipompa dari bak tando secara sirkulasi sesuai kebutuhan

debit yang diingikan.

2) Bahan material dasar sungai, berupa pasir kali yang diayak dengan anyakan no. 4

sampai no 200, berdimensi 4,75 – 0,074 mm.

3) Kayu, yang digunakan sebagai model miniatur pilar jembatan.

2.3. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan model fisik dan pengujian yang berada di Laboratorium

Hidraulika, Balai Litbang Teknologi Sungai Surakarta, secara rinci dapat

diinformasikan nama dan fungsi masing-masing alat yang digunakan sebagai berikut:

1) Saluran jungkit (Recirculating sediment flume), alat ini berukuran panjang 10,00 m,

tinggi 0,60 m lebar 0,40 m. Kapasitas pompa 15 liter/ detik. Diopersikan melalui

indikator operasional yang terdiri kontrol debit aliran, kran pembuka, pengatur

kemiringan dasar saluran dan pintu dibagian hilir. Pintu dibagian hilir berfungsi

untuk mengontrol kedalaman aliran yang diinginkan. Pada bagian hulu dan hilir

dipasang bangunan dasar tetap (rigid bed) yang berfungsi agar selama proses

pengaliran / penelitian berlangsung dasar saluran bagian hulu dan bagian hilir tidak

mengalami gerusan.

2) Seperangkat alat jarum duga (point gauge)

Alat ini digunakan untuk mengukur elevasi muka air (kedalaman air) dan untuk

mengukur kedalaman gerusan yang terjadi.

3) Pintu air pada bagian hilir , yang berfungsi untuk mengatur elevasi muka air

(kedalaman air).

4) Bangunan pelimpah yang dilengkapi pintu air di hulu alat ukur debit, berfungsi

untuk mengatur debit aliran yang dibutuhkan.

(8)

4

6) Model pilar, yang digunakan pada penelitian yang terbuat dari kayu dibentuk sesuai

model , dihaluskan dan di cat.

7) Stop watch, digunakan untuk menetukan waktu tiap satuan waktu yang ditentukan,

untuk mengambil data kedalaman gerusan selama pengaliran (running) berlangsung.

8) Camera, digunakan untuk pengambilan data dan dokumentasi selama percobaan

berlangsung.

9) Meteran dan penggaris, digunakan untuk mengukur tinggi material dasar dan

kedalaman aliran di sepanjang saluran jungkit (flume). Titik atau garis acuan,

digunakan untuk pembacaan data kedalaman gerusan pada sekitar jembatan. Skala

ditulis di pilar jembatan, untuk membaca proses gerusan ketika sedang running.

10) Seperangkat alat Curent meter, untuk mengetahui kecepatan aliran pada

masing-masing debit aliran.

11) Alat bantu lainnya ( alat tulis, blangko untuk isian data dll).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Keseragaman Butiran

Sebelum melakukan running tes, bahan dasar material yang digunakan untuk tes

kedalaman gerusan pada pilar bersusun ini perlu dilakukan tes Laboratorium Tanah

untuk diketahui distribusi butiran dan berat jenisnya. Bahan dasar yang digunakan

untuk tes gerusan di Laboratorium Sungai adalah butiran pasir sebagai tiruan

material dasar sungai dilapangan.

Penyelidikan kedalaman gerusan pada pilar bersusun ini dilakukan dengan material

bahan dasar yaitu material halus (D. 65 = 0,60 mm).

Dari grafik Grainsize dapat diketahui d60 dan d10 maka dapat dihitung Cu (coefficient

of uniformity). Koefisien keseragaman merupakan fungsi dari diameter butiran yang

lolos 60 % dan 10 %, dan dinyatakan sebagai :

... (3.1)

Selain itu bisa dianalisa juga nilai Cg (coefficient of gradation).

(9)

5

Untuk material pasir, kurva dikatakan bergradasi seragam jika Cu< 6 dan 1 < Cg < 3,

diluar dari ketentuan tersebut maka kurva dikatagorikan bergradasi tidak seragam.

Dari analisa perhitungan keseragaman butiran diatas dapat dilihat bahwa penenlitian

ini termasuk dalam gradasi butiran yang tidak seragam, karena nilai Cu dan Cg diluar

ketentuan yang ada dengan demikian bahwa butiran sedimen yang dipakai pada

penelitian ini sudah mendekati kondisi di alam sebenarnya (nature).

3.2 Analisis Kedalaman Aliran Berdasarkan Perumusan

Tabel 3.1 Analisis kedalaman air (h) berdasarkan rumusan

No Debit Aliran Kemiringan Kedalaman air

(lt/dt) Dasar Saluran (i) (h) ( cm)

Tabel 3.2 Analisis Karakteristik Jenis Aliran

(10)

6

Berdasarkan analisis Froude number dan Reynold number seperti yang terlihat pada tabel

4.2 di atas. Nampak bahwa nilai Fr < 1 maka kondisi aliran tersebut termasuk dalam aliran

Sub kritik, dan Re >1000 termasuk dalam aliran turbulen Dengan demikian pada penelitian

ini menunjukkan bahwa proses gerusan terjadi pada kondisi aliran subkritik dan turbulen,

artinya bahwa aliran pada kondisi subkritik menunjukkan gerusan terjadi pada kondisi

Clear-water sedangkan kalau diturunkan elevasinya muka air di bawah kritik maka aliran

menjadi superkritik maka akan terjadi gerusan kondisi Live-bed (live-bed scour).

3.4 Analisis Kedalaman Gerusan pada Pilar Tiang Pancang Bersusun (Hasil Laboratorium)

Adapun yang dimaksud dengan pilar Tiang Pancang Bersusun, yaitu pilar yang terdiri dari

tiang-tiang pancang yang dipasang dan disusun menjadi satu kesatuan yang diikat dengan

Cap-pile membentuk Hexahedron (rangkaian segi enam), dalam satu rangkaian terdiri dari

7 tiang pancang. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 berikut.

Masing-masing tiang berdiameter 1,50 cm, kemudian dipasang dua rangkaian pilar Hexagonal

dengan jarak 16,00 cm seperti pada Gambar 4.3. Kemudian selanjutnya debit dengan 5

variasi (3, 5, 7, 8, 10 liter/detik) dialirkan dan kedalaman gerusan diamati untuk

masing-masing kemiringan dasar saluran tertentu, dalam hal ini kemiringan dasar saluran terdiri

dari 3 variasi yaitu 0,006 ; 0,0125 ; dan 0,020.

Gambar 3.1 Perletakan pilar tiang pancang bersusun- Tampak Atas

Gambar 3.2 Titik Pengukuran Gerusan pada pilar tiang pancang bersusun

(11)

7

Gambar 3.3 Grafik Hubungan kedalaman gerusan dengan waktu pada pilar tipe tiang pancang bersusun, debit 3 liter/detik dengan bahan dasar pasir Dm = 0,60 mm.

Berdasarkan grafik Gambar 3.3 dapat dikaji sebagai berikut :

Pada titik pengamatan 1 (pada Hexagonal-1):

Menit 0-10 Terjadi gerusan mendadak, pada menit pertama langsung ke -1,90 cm, gerusan

terdalam mencapai – 1,90 cm, pada menit ke 5

Menit 10-20 Gerusan tidak stabil, dasar saluran bergelombang, naik turun cenderung turun

Dari –1,70 s/d -2,50 cm

Menit 20- 40 Gerusan cenderung menurun bergelombang dari -2,50 sampai dengan –

3,60 cm,

Menit 40- 60 Gerusan cenderung menurun liniair dari -3,60 s/d – 4,50 cm,

Menit 60- selesai (270) Gerusan mulai stabil, tetapi cenderung turun Dari kedalaman

gerusan -5,20 s/d – 7,90 cm

Pada titik pengamatan 2 (pada Hexagonal-2) :

Menit 0-10 Terjadi gerusan mendadak, pada menit pertama mencapai -1,30 cm, gerusan

terdalam mencapai – 1,45 cm pada menit ke 10

Menit 10-20 Gerusan stabil, dasar saluran hampir datar, cenderung turun, -1,45 s/d – 2,20

cm

Menit 20- 40 Gerusan cenderung naik liniair dari -2,20 s/d – 3,30 cm

Menit 40- 60 Gerusan cenderung menurun liniair dari -1,10 s/d – 4,00 cm,

Menit 60- selesai (180) Gerusan mulai stabil, tetapi cenderung turun Dari kedalaman

(12)

8 3.5 Analisis Kedalaman Gerusan (ds/h)

Menggunakan alternative persamaan berdasarkan pada bilangan tak berdimensi sebagai

variabel bebas yaitu bilangan Froude ( Fr) dan bilangan Renold (Re), sedangkan untuk

variabel terikatnya adalah (ds/h).

Gerusan/ Scoring sangat dipengaruhi oleh kecepatan, tegangan geser, kecepatan penjalaran

gelombang, kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga persamaan yang diusulkan adalah

persamaan yang mengandung parameter aliran tersebut yaitu ds/h , h mewakili tegangan

geser dan bilangan Renold (Re) mewakili turbulensi aliran serta bilangan Froude (Fr)

mewakili kecepatan aliran dan kecepatan penjalaran gelombang.

Beberapa persamaan yang diusulkan adalah sebagai berikut :

a. Persamaan 1

Persamaan yang pertama ini diusulkan dengan pemahaman bahwa gerusan yang

terjadi dipengaruhi oleh angka froude (Fr). Secara realitas gerusan yang terjadi

dipengaruhi oleh kecepatan rerata aliran dan kecepatan penjalaran banjir. Penurunan

persamaan dengan least Square error, adalah sebagai berikut ini.

... (3.3)

Di dalam penurunan dengan least Square error, parameter a dan b yang akan dihitung,

supaya persamaan tersebut mempunyai jumlah error yang minimum. Secara matematika

penurunan LSE (least Square error) adalah sebagai berikut ini.

persamaan tersebut dilinierkan (dengan dilog-kan ) sebagai berikut ini.

log( /h) = log a + b.log(Fr)

Dengan prinsip least Square

(13)

9

Unjukkerja dari persamaan tersebut setelah diturunkan dengan least Squareerror

digambarkan sebagai berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 3.4 Unjukkerja Persaman 1

Unjukkerja persamaan tersebut kurang baik, hal ini dapat dicermati dari gambar di

atas. Secara visual persamaan tersebut kurang dapat mewakili dari data percobaan yang

ada, terutama percobaan pada sloope saluran 0.006 dan 0.02. Secara matematik unjukkerja

persamaan regresi dapat dicermati dari korelasi ds/h hasil percobaan dengan ds/h

persamaan yang diusulkan. Korelasi antara keduanya pada slope saluran 0.006 adalah

0.097, slope 0.0125 sebesar 0.826 dan slope saluran 0.02 sebesar -0.028. Secara detail

perhitungan dari regresi disajikan pada lampiran. Korelasi negatif maksudnya, jika data

(14)

10 Persamaan 2.

Persamaan 2 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh

terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran

(Re). Penurunan persamaan regresi adalah sebagai berikut ini.

... (3.4)

... (3.5)

Persamaan 3

Persamaan 3 diusulkan dengan pengertian menggabungkan dua parameter yaitu bilangan Froude dan bilangan Renould.

... (3.6)

Persamaan 4

Persamaan ini dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran (Re). Persamaan ini merupakan persamaan berpangkat 4,

... (3.7)

... (3.8)

Persamaan 5

Persamaan 5 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran (Re). Persamaan ini merupakan persamaan berpangkat 3,

... (3.9)

... (3.10)

Persamaan 6

Persamaan 6 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser( ) dan turbulensi aliran (Re). Penurunan persamaan regresi adalah sebagai berikut ini.

... (3.11)

(15)

11 Persamaan 7

Persamaan berikut dipilih dengan memasukan nilai perbandingan lebar proyeksi pilar (B)

dan panjang proyeksi pilar (L) sebagai fungsi kuadrat terkecil.

... (3.13)

... (3.14)

Dari ke 7 (tujuh) persamaan tersebut dipilih persamaan yang terbaik, yaitu persamaan yang

menghasilkan angka korelasi (r ) mendekati 1 (satu) atau 1 (satu).

Korelasi tiap- tiap persamaan ditampilkan dalam tambel berikut ini :

Tabel Rangkuman Korelasi persamaan berdasarkan Slope

Dari table diatas dapat dilihat bahwa persamaan yang bisa mengikuti hasil kedalaman

gerusan laboratorium adalah persamaan 4 (empat), dengan hasil korelasi 1 (satu) pada

masing- masing slope.

3.6 Telaah Hasil Percobaan Laboratorium

Jika mencermati hasil percobaan di atas, dapat dicermati bahwa untuk slope 0.02 dan slope

dasar saluran 0.0125, hasil percobaan menunjukkan trend ds/hn yang mengecil jika debit

membesar, akan tetapi pada slope 0.006 pada percobaan ke 3 (7lt/dt) nilai ds/hn paling

besar dibanding percobaan pada debit yang lainnya. Beberapa alasan mengapa nilai ds/hn

pada percobaan ke 3 (Q = 7 lt/dt) adalah sebagai berikut ini.

a. Kemungkinan terjadi pembukaan kran yang lebih cepat dibanding dengan pembukaan

kran pada debit-debit yang lainnya, sehingga kenaikan debit pada masa transisi sebelum

debit dari kran stabil cenderung lebih besar dibanding pada percobaan lainnya. Laju

perubahan debit yang lebih besar dibanding dengan laju perubahan debit lainnya inilah

yang membuat angkutan sedimen (gerusan) di dekat pilar membesar dibanding

percobaan lainnya.

b. Terjadi pembukaan dan penutupan kran yang tiba-tiba, contohnya adalah pada

pembukaan pertama relatif lebih besar dari pembukaan yang diinginkan, setelah itu di

tutup akan tetapi terus dibesarkan lagi karena penutupan debit yang tidak sesuai dengan

debit yang diinginkan. Hal ini menyebabkan terjadinya kedalaman gerusan yang lebih

(16)

12

Jika persamaan ini akan diterapkan pada studi yang lain, tentu saja hal ini hanya berlaku

untuk range debit dan slope yang telah dilakukan pada percobaan ini.

3.7 Beberapa hal yang perlu dievaluasi pada percobaan ini

a. Pada percobaan ini asumsi kekasaran manning (n = 0.02), dan kedalaman aliran disesuaikan dengan nilai kekasaran manning ini. Jika diperhatikan secara cermat, kekasaran saluran pada percobaan ini adalah kekasaran komposit, dinding saluran dari acrelic, dan dasar saluran dari butiran sedimen sungai. Seharusnya penentuan nilai kekasaran manning adalah kekasaran komposit, seperti yang dipaparkan oleh French

sebagai berikut ini.

b. Telaah mengenai kekasaran saluran, teori yang lengkap dipaparkan oleh Chezy dengan teori steady uniform flow. Teori ini diteruskan oleh prandtl pada aliran turbulen untuk hidraulika saluran terbuka dan menghasilkan hubungan antara kekasaran Chezy adalah sebagai berikut ini.

... (3.15)

dengan

k = kekasaran saluran

δ = tebal lapisan laminar (δ = 11, 6ν/U*

= U* = (ghIo)0.5 (kecepatan geser)

Dengan menyetarakan persamaan manning dan chezy, didapat persamaan berikut ini.

... (3.16)

... (3.17)

Menurut Van Rijn, k dapat disetarakan dengan d , dan jika nilai k sangat lebih besar dibanding 2 /7, maka nilai 2 /7 dapat diabaikan. Sehingga persamaan di atas menjadi berikut ini.

... (3.18)

Jika persamaan ini dimasukkan ke persamaan debit didapatkan persamaan berikut ini.

... (3.19)

Jika

(17)

13

nilai h dapat ditrial sehingga ruas kiri sama dengan ruas kanan dan nilai h adalah sebagai

berikut ini untuk masing-masing slope dasar saluran. Penyelesaian dari persamaan ini

dapat dilakukan jika sungai/saluran lebar, dengan R = h (dengan syarat h<5%B). Jika

bukan merupakan sungai lebar, maka penyelesaiannya adalah mensintesakan kekasaran

manning komposit dengan kekasaran Chezy serta persamaan debit. Solusi akhir persamaan

ini adalah sebagai berikut ini.

Jika B=0,4 m (lebar saluran), maka kekasaran komposit dirumuskan sebagai berikut ini

... (3.21)

dari persamaan di atas dimasukan ke persamaan debit

... (3.22)

... (3.23)

... (3.24)

Dengan memasukkan persamaan nco ke dalam persamaan di atas, maka solusi dari

persamaan ini adalah dengan melakukan trial sehingga ruas kiri sama dengan ruas kanan.

Debit yang digunakan untuk percobaan ini ada 5 variasi yaitu 3lt/dt, 5lt/dt, 7lt/dt, 8 lt/dt

dan 10lt/dt, dengan 3 variasi slope saluran (0,0006, 0,0125 dan 0,020). Iterasi untuk

mendapatkan h dilakukan dengan menggunakan goal seek di MS Excel 2007. Hasil trial h

dari solusi persamaan diatas dan dibandingkan kedalaman aliran yang diaplikasikan di

laboratorium (dengan menganggap n = 0,02 m-1/3/dt), adalah sebagai berikut ini.

(18)

14

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 3.5 Grafik Perbandingan H data dan H Trial

Perbedaan antara htrial (yang dianggap paling benar) dengan h data di laboratorium

yang paling besar adalah 35% pada slope saluran 0,006, dan perbedaan yang paling kecil

adalah 8%. Dari telaah kedalaman aliran yang harus diseting di laboratorium (htrial)

dengan kekasaran komposit, ternyata penelitian ini masih memerlukan perbaikan yang

serius. Hal ini disebabkan karena dengan setting h yang berubah hal itu juga langsung

mempengaruhi dari kedalaman gerusan, waktu untuk mencapai gerusan stabil maupun pola

dari gerusan kelompok tiang tersebut. Logika pemikirannya adalah jika h berubah, maka

kecepatan aliran juga berubah, tegangan geser akan berubah serta bilangan Froude

maupun angka Renold juga berubah. Hal inilah yang menyebabkan kedalaman dan pola

gerusan berubah. Hasil penelitian dari perbaikan kedalaman aliran jika diterapkan di

laboratorium kemungkinan juga berbeda dari penelitian ini. Akhirnya evaluasi yang cukup

pendek ini kiranya dapat sebagai bekal penulis untuk meneliti maupun bekerja secara lebih

baik di bidang keairan lagi.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Kajian Kedalaman Gerusan Pada Pilar Jembatan

Tipe Tiang Pancang Bersusun yang dilakukan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi

Sungai di Surakarta, dapat disimpulan sebagai berikut :

1) Kedalaman gerusan maksimum terjadi pada slope 0,02 yaitu sebesar -8,8667 mm

pada titik pengamatan 1 (Heksagonal 1) yaitu pilar yang menunjukan arah jam 10

(19)

15

2) Pada pengamatan kedalaman gerusan pada tiang pancang bersusun ini gerusan

seimbang pada waktu yang berbeda- beda.

Pada Slope 0,006 gerusan terlihat stabil pada menit 180, pada slope 0,0125 gerusan

terlihat stabil pada menit ke 270, sedangkan untuk slope 0,020 gerusan terlihat stabil

pada menit ke 270- 300.

3) Dari analisis penelitian ini didapat 7 (tujuh) persamaan untuk menghitung kedalaman

gerusan pada percobaan.

4.2 Kesimpulan

Untuk penelitian selanjutnya disarankan sebagai berikut ini :

1. Penentuan kekasaran saluran dengan kekasaran komposit, sehingga penentuan

kedalaman aliran dapat ditrial.

2. Percobaan tentang gerusan umum seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum

gerusan total dan penelitian tentang gerusan lokal dihasilkan dari gerusan total

dikurangi dengan gerusan umum.

3. Waktu dan cara pembukaan kran air seharusnya seragam sehingga efek dari

penjalaran gelombang debit (banjir) tidak berpengaruh terhadap profil dan

kedalaman gerusan.

4. Dilakukan kajian lanjut tentang bentuk dan penjalaran kontur gerusan dengan

geometri fractal (pola gerusan).

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrosyid Jaji, 2004. Kajian Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen Jembatan Pada

Kondisi Adanya Angkutan Sedimen. Tesis S2, Program Pasca Sarjana UGM,

Yogyakarta.

Abdurrosyid Jaji, 2005. Gerusan di Hilir Kolam Olak Bendung. Jurnal Dinamika Teknik

Sipil, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.

Achmadi Tri, 2001. Model Hidraulik Gerusan Pada Piar Jembatan. Tesis S2, Magister

Teknik Sipil, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang

Afridec Steven., 2013. Perbedaan Pola Gerusan Lokal Di Sekitar Pilar Jembatan Antara

Pilar Silinder Dengan Ellips. Tugas Akhir Universitas Mercu Buana.

Balai Sungai.,2014. Kajian Pengaruh Perekayasaan Alur Terhadap Morfologi Sungai

dengan Uji Model Hidraulik Fisik. Laporan Output Kegiatan Penelitian Balai

(20)

16

Chow, V.T., 1995, (ed. Suyatman, dkk.). Hidraulika Saluran Terbuka. Pen. Erlangga,

Jakarta

Fitriana Nur., 2014. Analisis Gerusan Di Hilir Bendung Tipe Vlughter (Uji Model

Laboratorium), Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3, Universitas

Sriwijaya . Sumatera Selatan

Garde, R.J. dan Ranga Raju, K. G., 1977. Mechanics of Sediment Transportation and

Alluvial Problems. Wiley Ed, New Delhi.

Graf, W.H., 1984. Hydraulics of Sediment Transport. Mc. Graf Hill, N.Y., USA.

Halim Fuad., 2014. Pengaruh Debit Terhadap Pola Gerusan di Sekitar Abutmen Jembatan

(Uji Laboratorium DenganS Model Jembatan Megawati), Jurnal Ilmiah Media

Engineering Vol.4 No.1, Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado

I.T. Eldho, 2010. Physical Model Study of Scoring Effects on Peir Foundations of Bridges,

Indian Geotechnical Conference

Istiarto.,2012. Gerusan Lokal. Teknik Sungai. Bahan Ajar Teknik Sipil Universitas

Gajahmada

Ikhsan, J., & Hidayat, W., 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi

Gerusan Lokal. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 9, No. 2 , 124-132.

Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Yogyakarta

Kironoto, B. A., 2003. Hidraulika Transpor Sedimen, Diktat Kuliah S2-Teknik Sipil

UGM, Yogyakarta.

Kironoto, B. A & Graf Walter H., 1994. Turbulence Characteristics In Rough Uniform

Open – Cjannel Flow. Article in ICE Proceedings Water Maritime and Energy.

Luknanto Djoko., 2015.Hidraulika Terapan, Bahan Ajar S1 dan S2 UGM

Mardjikoen, P., 1987. Angkutan Sedimen, PAU-IT. Yogyakarta

Pudyono, Sunik., 2013. Penentuan Kedalaman dan Pola Gerusan Akibat Aliran Superkritik

Di Hilir Pintu Air Menggunakan End Sill Dan Buffle Block Dengan Simulasi

Model Integrasi Numerik, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 7, No. 2, ISSN 1978-5658,

Universitas Brawijaya, Malang

Raudkivi, A.J. and Ettema, R., 1983. Clear-Water Scour at Cylindrical Piers. Journal of

(21)

17

Qudus Nur & Agustina Suprapti Asih, 2007. Mekanisme Perilaku Gerusan Lokal pada

Pilar Tunggal dengan Variasi Diameter, Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol.

9, No. 2. Universitas Negeri Semarang, Semarang

Raju, Ranga K.G., 1986, (ed. Yan Piter Pangaribuan). Aliran Melalui Saluran Terbuka.

Pen. Erlangga, Jakarta

Rijn Van., 1993. Principles Of Sediment Transport In Rives, Estuaries and Coastal Seas

Simon, D. dan Senturk F., 1992, Sediment Transport Technology: Water and Sediment

Dynamic. Water Resources Pubns., New-York.

Sharp A Jeremy & McAnally. H. William, 2012, Numerical Modeling of Surge

Overtopping of a Leevee.Digital Commons@University of Nebraska – Lincoln, US

Army Research

Triatmodjo Bambang, 2008, Hidraulika I(cetakan 12), Beta Offset, Yogyakarta

Gambar

Tabel 3.1 Analisis kedalaman air (h) berdasarkan rumusan
Gambar 3.2 Titik Pengukuran Gerusan pada pilar tiang pancang bersusun
Gambar 3.3  Grafik Hubungan kedalaman gerusan dengan waktu pada pilar tipe tiang pancang bersusun, debit 3 liter/detik dengan bahan dasar pasir Dm = 0,60 mm
Gambar 3.4 Unjukkerja Persaman 1 Unjukkerja persamaan tersebut kurang baik, hal ini dapat dicermati dari gambar di
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pada pilar lenticular dengan sudut pilar untuk masing-masing pilar terlihat bahwa gerusan awal yang terjadi pada umumnya dimulai

Dari analisis data diketahui bahwa, kedalaman relatif gerusan lokal maksimum terendah dicapai Pilar Segi Empat Ujung Bulat, kedalaman relatif gerusan lokal

Sedangkan untuk jembatan yang ada biaya tiang dan pemancangan tiang pancang pada jembatan yang digunakan adalah sebesar Rp 145,728,000.00 dengan jumlah tiang pada

Grafik hubungan antara kedalaman gerusan maksimum dan panjang gerusan maksimum dengan angka Reynold (Re) tipe USBR-II Kajian Gerusan di Hilir Kolam Olakan Dengan

Dari analisis data diketahui bahwa, kedalaman relatif gerusan lokal maksimum terendah dicapai Pilar Segi Empat Ujung Bulat, kedalaman relatif gerusan lokal maksimum terendah

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Metode Froechlich dapat dilihat bahwa kedalaman aliran pada berbanding terbalik dengan besarnya kedalaman maksimum

Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pada pilar lenticular dengan sudut pilar untuk masing-masing pilar terlihat bahwa gerusan awal yang terjadi pada umumnya dimulai

pedoman penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondasi