• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor- Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor- Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL

LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI

KORIDOR PERGERAKAN BURUNG

RAMANDINI PUSPITA SARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Ramandini Puspita Sari

(4)

ABSTRAK

RAMANDINI PUSPITA SARI. Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Dibimbing oleh SYARTINILIA.

Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang berbeda dengan matrix vegetasi sekelilingnya. Terdapat dua tipe koridor, yaitu linear corridor dan stepping stone. Salah satu contoh dari koridor pada lanskap adalah lanskap di sepanjang jalur KRL Bogor-Jakarta Kota. Koridor sangat penting untuk pergerakan burung. Dewasa ini koridor tersebut mengalami fragmentasi habitat yang megancam fungsinya. Sehingga lanskap tersebut perlu dikelola untuk keberlanjutan dari koridor satwa yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini dilaksanakan di koridor sepanjang KRL Bogor-Jakarta Kota yang dibagi menjadi lima segmen. Tiga analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis distribusi koridor, analisis vegetasi dan analisis kelimpahan burung. Koridor berbentuk stepping stone memiliki jumlah kelimpahan burung lebih tinggi daripada koridor berbentuk linear. Kedua koridor memiliki potensi untuk menjadi habitat burung yang ditunjukkan oleh kelimpahan jenis burungnya. Kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan di koridor dengan keanekaragaman vegetasi (Index Shannon Wienner) tingkat sedang. Beberapa rekomendasi dilakukan untuk mengelola koridor tersebut, seperti mengelola dan revitalisasi koridor, meningkatkan keanekaragaman vegetasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk konservasi habitat burung.

Kata kunci : Burung, GIS, Fragmentasi Habitat, Linear corridor, Stepping Stone. ABSTRACT

RAMANDINI PUSPITA SARI. Study of KRL Railway Bogor-Jakarta Kota for Bird Movement Corridors. Supervised by SYARTINILIA.

Corridors are narrow strips of land which differ from the matrix on either side. There are two types of corridors, namely linear corridor and stepping stone. One example of corridor is a landscape along the path of KRL Railway Bogor-Jakarta Kota. Corridor is important for bird movement. Nowadays there is habitat fragmentation along the corridor which is threatened their corridor function. Therefore it should be maintained for sustainable corridor. This study was conducted at corridor along the KRL Railway Bogor-Jakarta Kota which is divided into five segment. Three analyses were used in this study, i.e. corridor distribution analysis, vegetation analysis and bird abundance analysis. Stepping stone corridor has higher number of bird abundance than the linear corridor. Both of corridors have the potential to become a habitat of birds which is indicated by abundance species of birds. The highest abundance of a bird was found in corridor with diversity of plants (Shannon Wienner Index) in the medium level. Several recommendation have provided for managing the corridor such as managing and revitalizing the corridor, increasing vegetation diversity and increasing public awareness for bird habitat conservation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

RAMANDINI PUSPITA SARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL

LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor- Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung

Nama : Ramandini Puspita Sari

NIM : A44090082

Disetujui oleh

Dr. Syartinilia, SP., M.Si. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Ekologi Lanskap, dengan judul Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Penelitian ini dibiayai dari hibah penelitian dasar dari dana BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) pendanaan tahun 2013.

Atas semua bimbingan, bantuan, dukungan dan perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syartinilia, SP., M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran,

2. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. Dan Dr. Kaswanto, SP., M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan teliti mengoreksi dan memberi masukan dalam sidang,

3. papa, mama, mba Dina serta Detrhee, atas segala doa dan kasih sayangnya,

4. seluruh teman-teman klub masak atas segala dukungan semangat, kasih sayang dan bantuan tenaganya saat survei,

5. Muhammad C. Azis atas bantuannya saat pengamatan burung,

6. teman-teman satu bimbingan Ibu Syartinilia, Dede, Nindy dan Bryan atas dukungan dan semangatnya selama pengerjaan skripsi,

7. serta seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 46 atas dukungan dan telah memberi pengalaman yang berharga.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Ekologi Lanskap 3

Koridor Satwa 3

Ekologi Burung 4

METODOLOGI 7

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian 7

Alat dan Data 7

Metode Penelitian 8

Analisis Ditribusi Tipe Koridor 8

Analisis Keanekaragaman Vegetasi 9

Analsis Kelimpahan Jenis Burung 11

HASIL PENELITIAN 12

Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian 12

Distribusi Tipe Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping

Stone 13

Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor 24

Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor 38

Uji Beda Nyata dari Kedua Tipe Koridor 44

PEMBAHASAN 45

Segmen I 45

Segmen II 45

Segmen III 46

(11)

Segmen V 48

Keseluruhan Segmen 48

Rekomendasi Pengelolaan 52

SIMPULAN DAN SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 56

RIWAYAT HIDUP 70

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang diperlukan 7

2 Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon) 24 3 Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) 24 4 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I 25 5 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I 26 6 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I 26 7 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I 27 8 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II 28 9 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II 28 10 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II 29 11 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II 29 12 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III 30 13 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III 31 14 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III 31 15 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III 32 16 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen IV 33 17 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV 33 18 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV 34 19 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV 35 20 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V 36 21 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V 36 22 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V 37 23 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V 37

24 Distribusi kelimpahan jenis burung 38

25 Frekuensi kehadiran jenis spesies tertentu di tiap segmen 39

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi tapak penelitian 7

2 Bagan alir penelitian 8

3 Desain unit contoh transek vegetasi 10

4 Desain unit contoh transek satwa 11

(12)

6 Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping

stone pada tiap segmen 14

7 Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen 14

8 Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen 15

9 Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen 15

10 Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen 16

11 Peta distribusi koridor di segmen I 17

12 Peta distribusi koridor di segmen II 19

13 Peta distribusi koridor di segmen III 20

14 Peta distribusi koridor di segmen IV 22

15 Peta distribusi koridor di segmen V 23

16 Keanekaragaman jenis vegetasi pada koridor berukuran besar 50

17 Keuntungan koridor berbentuk stepping stone 51

18 Penampang jalur KRL 53

19 Habitat interior dan edge 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel kelimpahan jenis burung pada lokasi penelitian 57 2 Tabel frekuensi keanekaragaman jenis spesies vegetasi tertentu di tiap

segmen 63

3 Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman

vegetasi 68

4 Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Menurut Forman dan Godron (1984) ekologi lanskap merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara proses ekologi dalam lingkungan dan ekosistem tertentu. Ekologi lanskap terfokus pada tiga karakteristik yang terdapat pada lanskap, yaitu struktur, fungsi dan dinamika. Struktur merupakan hubungan spasial antar perbedaan ukuran dan bentuk dari ekosistem yang mempengaruhi perubahan abiotik dan biotik.

Perubahan struktur secara keseluruhan terjadi pada matrix, patch dan koridor. Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang berbeda dengan vegetasi sekelilingnya dan menghubungkan paling sedikit dua

patch yang pernah terhubung pada masa lalu. Koridor tersebut dipergunakan sebagai area pergerakan dari makhluk hidup. Dalam ekologi lanskap, koridor tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu linear corridor dan stepping stone.

Linear corridor merupakan jenis koridor satwa berupa jalur yang tidak terputus yang biasanya didominasi oleh spesies tepi. Pada linear corridor yang memiliki luasan lebih besar, memiliki fungsi untuk pergerakan satwa yang lebih baik. Sedangkan stepping stone merupakan koridor yang berbentuk blok-blok ruang hijau terpisah namun masih dalam jangkauan pergerakan satwa yang menggunakan koridor tersebut. Setiap jenis koridor tersebut mendukung spesies satwa yang berbeda pula (Barnes 2000). Satwa yang dapat menjadi indikator bagi terjadinya perubahan degradasi lingkungan adalah burung, sebab burung terdapat hampir di seluruh habitat sehingga selalu berdekatan dan merespon seluruh kejadian. Selain itu burung juga merupakan salah satu komponen di dalam ekosistem yang dapat bertindak sebagai kontrol terhadap populasi (pemangsa serangga dan tikus) dan sebagai agen penyebar vegetasi (Suryowati 2000).

Salah satu contoh koridor dalam ekologi lanskap yaitu lanskap sepanjang jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota. Sebagai koridor satwa, kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota berpotensi menghubungkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai source dan beberapa area tujuan pergerakan satwa sebagai sink. Setiap satwa melakukan pergerakan yang mempergunakan koridor. Satwa yang tidak dapat melakukan pergerakan akan menjadi terisolasi dan akhirnya akan punah. Selain itu koridor jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota memiliki fungsi lain yang tidak boleh dikesampingkan, yaitu sebagai estetika pemenuh kebutuhan manusia selaku pengguna jasa trasnportasi KRL Bogor–Jakarta Kota.

Perumusan Masalah

Menurut Suryowati (2000) lanskap kawasan jalur kereta rel listrik Bogor–Jakarta Kota banyak mengalami fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat merupakan perubahan kondisi lanskap yang mulanya adalah habitat yang kontinu menjadi terpecah-pecah. Fragmentasi habitat tersebut dapat disebabkan oleh perubahan tata guna lahan untuk permukiman, perkebunan dan pertanian di sepanjang tepi rel bahkan menjadi area bisnis dan jalan raya.

(15)

2

khusus. Salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan jalur rel KRL tersebut yang pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi pengelolaan jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota yang ideal sehingga dapat pula menjaga keberlangsungan ekosistem yang ada.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis distribusi tipe koridor berbentuk linear corridor dan

stepping stone;

2. menganalisis vegetasi pada habitat burung berdasarkan tipe koridor (linear corridor dan stepping stone) dalam lanskap jalur rel KRL Bogor– Jakarta Kota;

3. menganalisis kelimpahan jenis burung yang menggunakan koridor lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota; dan

4. menyusun rekomendasi pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor– Jakarta Kota sebagai koridor burung.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota sehingga dapat pula melestarikan habitat dari burung–burung yang menggunakan jalur tersebut sebagai koridor pergerakannya.

Ruang Lingkup Penelitian

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Lanskap

Ekologi lanskap merupakan sebuah studi mengenai hubungan biofisik yang mengatur perbedaan unit spasial dari suatu wilayah tertentu (Forman dan Godron 1984). Sedangkan menurut Fandeli dan Muhammad (2009) ekologi lanskap merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan setiap elemen yang terdapat dalam suatu lanskap. Hubungan timbal balik tersebut terjadi dalam jangka panjang antara elemen fisik dan hayati termasuk manusia yang mempengaruhi perubahan dari suatu lanskap.

Secara umum ekologi lanskap terbagi menjadi dua pandangan, yaitu secara vertikal (hubungan di dalam unit spasial lanskap) dan secara horizontal (hubungan antar unit spasial lanskap). Sebagai ilmu yang sangat interdisipliner dalam ekologi sistem, ekologi lanskap mengintegrasikan pendekatan biofisik dan perspektif yang menyeluruh pada ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Ekologi lanskap melihat bagaimana struktur spasial mempengaruhi kelimpahan organisme pada tingkat lanskap serta perilaku dan fungsi lanskap secara keseluruhan. Dalam ekologi lanskap terdapat tiga fokus karakteristik, yaitu:

1. struktur, merupakan hubungan spasial antara perbedaan khas yang terdapat pada suatu ekosistem, khususnya distribusi energi, material dan spesies pada ekosistem tersebut yang kaitannya dengan ukuran, bentuk, angka, jenis, dan konfigurasi dari ekosistem;

2. fungsi, merupakan interaksi antara elemen-elemen spasial, yaitu aliran energi, material dan spesies dari komponen ekosistem; dan

3. dinamika, merupakan perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi mosaik ekologi dari waktu ke waktu.

Secara keseluruhan struktur ekologi mengalami perubahan yang terjadi pada patches (sebagai daerah yang relatif homogen yang berbeda dari lingkungannya yang berubah dan berfluktuasi), matrix (struktur yang dominan dari suatu lanskap dengan tingkat konektivitas yang tinggi) dan koridor (Forman dan Godron 1984). Manusia merupakan salah satu dari elemen ekologi lanskap yang berperan dalam terjadinya perubahan fungsional pada lanskap. Keaslian dari setiap komponen lanskap akan membantu menjaga ketahanan lanskap terhadap ancaman eksternal, termasuk ancaman pengembangan dan transformasi lahan oleh aktivitas manusia.

Koridor Satwa

(17)

4

Fungsi dari koridor satwa adalah sebagai jalur transportasi pergerakan satwa, sebagai proteksi (perlindungan dari pemangsa, perlindungan terhadap longsor dan dapat berperan sebagai pemecah angin) dan sebagai sumber daya alam (simpanan bahan organik tanah, penghasil kayu serta produsen buah dan biji-bijian). Keberhasilan pergerakan satwa sangat dipengaruhi oleh keberadaan koridor yang dapat menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan perkembangan populasi satwa. Koridor yang paling efektif biasanya berupa hutan. Jika koridor satwa terputus, kemungkinan yang akan terjadi adalah peledakan populasi atau sebagian dari individu lainnya akan mencari jalan masing-masing yang akan menimbulkan gangguan di sekitarnya (Forman dan Godron 1984).

Dalam ekologi lanskap, koridor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

linear corridor dan stepping stone. Linear corridor merupakan jenis koridor satwa berupa jalur yang tidak terputus yang biasanya didominasi oleh spesies tepi. Pada linear corridor yang memiliki luasan lebih besar, memiliki fungsi untuk pergerakan satwa yang lebih baik. Sedangkan stepping stone merupakan koridor yang berbentuk blok-blok ruang hijau terpisah namun masih dalam jangkauan pergerakan satwa yang menggunakan koridor tersebut. Koridor berbentuk stepping stone mungkin tidak mempengaruhi pergerakan burung namun, pada koridor ini terjadi pemutusan spesies vegetasi terutama dalam hal gen dan aliran energi dari vegetasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka, konektivitas dari setiap koridor harus dikelola dengan baik sehingga masing-masing koridor akan tetap terhubung dan tidak terpisahkan (Barnes 2000).

Ekologi Burung

Pulau Jawa dan Bali memiliki kekayaan jenis burung lebih sedikit dari pada kekayaan jenis burung di pulau Kalimantan atau Sumatera. Namun pulau Jawa memiliki keunikan tersendiri, yaitu terdapat 24 jenis endemik yang terbatas di sana dan lebih dari 170 anak jenis endemik yang dikenal. Di seluruh kawasan Jawa, jumlah total dari jenis burung tercatat 494 jenis dengan 368 jenis penetap dan 126 jenis pengunjung atau pengembara.

Sebagian burung penetap tidak bereaksi terhadap perubahan musim dan beberapa jenis berkembang biak dalam bulan-bulan sepanjang tahun. Namun, pola perkembangbiakan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan curah hujan. Menurut penelitian Mackinnon (1993), perkembangbiakan tertinggi untuk daerah terbuka terjadi pada bulan ke-6. Sedangkan pada jenis pemakan buah, perkembangbiakan tertinggi terjadi pada bulan ke-5 dan untuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi, perkembangbiakan jenis burung mencapai titik tertinggi pada bulan pertama.

Burung-burung liar dapat digolongkan menjadi beberapa kategori pokok yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perekonomian setempat, yaitu:

1. sebagai hama pertanian, seperti Pipit, Bondol dan Manyar yang sering menjadi hama padi, Mandar, Merpati dan Betet sebagai hama padi dan jagung serta Gagak, Betet, Pundi dan Kutilang sebagai hama pada tanaman buah;

(18)

5 3. burung sebagai bahan makanan, seperti Mandar, Ayam hutan dan Puyuh

sebagai penghasil telur dan daging serta Walet sebagai penghasil sarangnya; dan

4. burung sebagai binatang piaraan, seperti Perkutut, Kucita, Beo, Kutilang, Jalak, Bondol, Pipit, Gelatik dan Serindit.

Menurut Mackinnon et al. (2010), secara ekologi jenis burung sendiri dapat dikategorikan menjadi:

1. burung perancah dan pemakan organisme tanah, seperti Kaki lebar, Trulek, Wili-Wili, Trinil dan Blekek;

2. burung darat berukuran besar, seperti Mandar dan Picisan;

3. burung pemakan daging atau pemangsa, seperti Elang, Alap-Alap, Celepuk, Serak dan Raja udang;

4. burung besar pemakan buah, seperti Punai, Niru, Kakatua, Enggang, Bultok, Kepodang dan Gagak;

5. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat arboreal, seperti Kedasi, Pelatuk, Madi, Burung daun, Srigunting, Betet, Jalak dan Beo;

6. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat aerial, seperti Walet, Layang-Layang, Burung buah, Kiri-Kiri dan Tiong laut;

7. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat nokturnal, seperti Cabak dan Paruh katak;

8. burung sedang pemakan serangga yang hidup di tanah, seperti Burung paok, Apung, Kucica, Meninting dan Kancilan;

9. burung sedang atau kecil pemakan serangga yang bersifat arboreal, seperti Perenjak, Cenenen, Gelatik batu, Kipasan dan Kacamata; dan 10.burung kecil pemakan nektar, buah dan biji, seperti Kutilang, Burung

cabe, Burung gereja, Manyar, Pipit, Bondol, Kenari dan Burung madu. Keberadaan jenis burung sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lapisan tajuk vegetasi, kerapatan vegetasi, komposisi jenis vegetasi, kompetisi dan kedekatan kekerabatan jenisnya (Wallace dan Mahan 1975; Krebs 1985; Steadman dan Freifeld 1998 dalam Pradana 2007). Sedangkan keanekaragaman jenis burung pada suatu tapak dipengaruhi oleh jumlah jenis burung, kemerataan kelimpahan relatif setiap jenis burungnya, faktor umur evolusi, kondisi lingkungan, stabilitas iklim, heterogenitas struktur habitat, predasi, kompetisi, interaksi biotik, keanekaragaman jenis tumbuhan, gangguan dan letak geografis (Krohne 2001; Brown 1983 dalam Pradana 2007).

Pengelolaan satwa terutama burung dewasa ini telah berkembang bukan hanya demi kepentingan konservasi saja tetapi juga dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan burung tersebut merupakan pengelolaan habitatnya yang meliputi, vegetasi, makanan, air dan penyakit. Tujuan dari pengelolaan burung pada umumnya untuk melakukan pengendalian terhadap kelimpahan dan penyebaran dari spesies-spesies burung yang ada (Alikodra 1990). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan burung adalah:

(19)

6

2. kondisi habitat termasuk luas dan kualitasnya, seperti padang rumput, semak belukar, hutan dan sumber air;

3. kondisi musim sangat berpengaruh seperti saat musim kemarau panjang dapat menimbulkan ketersediaan sumber air berkurang, sehingga jika tidak dikelola dengan benar kemungkinan yang terjadi pada spesies burung adalah mati atau pergi ke pusat-pusat permukiman untuk mencari air;

4. letak tempat perlindungan terhadap pusat-pusat penduduk dan pusat industri penting untuk diperhatikan sebab, tumbuhnya kawasan pusat-pusat industri yang pesat mempercepat proses penekanan terhadap kehidupan dari burung itu sendiri; dan

(20)

7

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lingkup dari kegiatan penelitian ini adalah lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota sebagai koridor pergerakan burung sepanjang 60 km dengan buffer

1 km di kiri-kanan rel KRL (Gambar 1) Kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan mulai bulan Maret sampai September 2013.

Gambar 1. Lokasi tapak penelitian Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah alat tulis, kamera,

software ArcGIS 9.3, software SPSS 17.0, Global Positioning System (GPS), meteran, Klinometer dan alat perekam. Berikut adalah jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini:

Tabel 1. Jenis data yang diperlukan

No Jenis Data Bentuk Sumber Data Kegunaan Analisis

1 Peta Jalur Kereta Bogor-Jakarta Kota

Vektor PT KAI Commuter Jabodetabek

2 Vegetasi Deskriptif & Spasial

Dinas Pertamanan

& Lapang Analisis Vegetasi

Iklim Tabulasi BMKG

Jenis Burung Deskriptif & Spasial Peraturan Daerah Studi Pustaka Pemda Legal

(21)

8

burung) dan tahap sintesis berupa penyusunan rekomendasi rencana pengelolaan lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota untuk koridor ekologi (Gambar 2).

Gambar 2. Bagan alir penelitian Metode Penelitian

Analisis Distribusi Tipe Koridor

Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis karakteristik struktur lanskap dengan mendigitasi peta penutupan lahan kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor – Jakarta Kota yang bersumber dari data image beresolusi tinggi dari citra IKONOS pada Google Earth. Kemudian dengan menggunakan software ArcGIS sehingga diperoleh peta distribusi tipe koridor. Selain itu, proses survei yang dilakukan dengan memilih 20 tapak yang diperkirakan menjadi stop area pergerakan populasi burung. Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam penyampaian informasi. Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual menggunakan bantuan Google Earth dan groundcheck sehingga terbagi menjadi lima segmen dengan kriteria kesamaan proporsi antar RTH dan ruang terbangun.

Kriteria tipe linear corridor pada studi ini mengacu pada kriteria dari Hilty et al. (2006) dan (Forman dan Godron 1984) dengan modifikasi adalah:

1. Dimensi untuk koridor yang berbentuk continuous adalah 61 m x 91.5 m untuk koridor yang baik bagi habitat burung;

2. Lebar dari koridor yang berbentuk continuous minimal 75 m; dan 3. Bentuk koridor tidak terputus.

Sementara itu kriteria untuk penetapan stepping stone adalah:

1. lebar dari koridor dalam bentuk stepping stone minimal 12 m (Forman Lanskap Koridor Jalur KRL Bogor-Jakarta Kota

Stepping Stone Linear Corridor

Distribusi Tipe Koridor (LinearCorridor dan Stepping Stone)

Analisis Vegetasi

Rencana pengelolaan Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor–Jakarta

(22)

9 2. panjang antar stepping stone tidak boleh lebih dari 5 m yang disesuaikan

dengan jarak maksimal penyebaran tiap spesies burung (Hilty et al. 2006); dan

3. vegetasi dalam stepping stone dapat terdiri dari berbagai jenis tumbuhan, mulai dari ground cover hingga pohon (Hilty et al. 2006).

Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen dengan kriteria kemiripan karakter dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen. Pembagian dari kelima segmen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Segmen I (AA’-BB’) diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH dekat jalan Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong);

2. Segmen II (BB’-CC’) yang merupakan segmen terpanjang yang

berawal dari jalan Kemang Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga Stasiun Depok; dipilih masing-masing 10 lokasi sampel untuk analisis keanekaragaman vegetasi dan kelimpahan burung. Dari 10 lokasi sampel tersebut diambil 2 lokasi pada masing-masing segmen dengan satu lokasi sampel koridor berukuran besar (luas minimal 0.4 Ha untuk linear dan 0.1 Ha untuk stepping stone) dan satu lokasi sampel koridor berukuran kecil (luas minimal 144 m2). Sehingga jumlah keseluruhan dari lokasi sampel untuk analisis vegetasi dan keanekaragaman burung adalah 20.

Analisis Keanekaragaman Vegetasi

Metode transek yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk analisis keanekaragaman vegetasi dengan luas pengambilan sampel berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20x20 m. Pada metode transek untuk analisis keanekaragaman vegetasi perlu dipersiapkan bahan dan alat sebagai berikut (Kusmana 1997):

1. menetapkan ekosistem tapak pada berbagai formasi; 2. menyediakan peta lokasi dan peta penutupan lahan; 3. tali plastik sepanjang 60 m;

4. alat ukur tinggi pohon seperti Abney level atau Klinometer; 5. alat ukur diameter pohon seperti pita meter 100 cm;

6. meteran 20 m;

7. patok dengan tinggi 1m; 8. alat tulis;

9. kompas; dan

(23)

10

Setelah persiapan alat dan bahan untuk melakukan pengambilan sampel, berikut adalah tahapan dalam kegiatan transek vegetasi:

1. menentukan lokasi jalur yang akan diambil sampelnya (unit contoh) di atas peta;

2. membuat contoh unit jalur dengan desain seperti gambar 3; dan

3. mengidentifikasi jenis dan jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan tinggi untuk tingkat tiang dan pohon, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang hanya mengidentifikasi jenis dan jumlah saja.

Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut (Gambar 3):

1. Petak contoh semai (2m x 2m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis;

2. Petak contoh pancang (5m x 5m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh);

3. Petak contoh tiang (10m x 10m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk; dan

4. Petak contoh pohon (20m x 20m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk.

Adapun batasan tingkat pertumbuhan vegetasi yang dibatasi pada jenis pohon, yaitu:

1. Semai (Seedlings) merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk semai pohon;

2. Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk pula perdu, dan anakan pohon;

3. Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-20 cm. dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini; dan

4. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang >20 cm.

Gambar 3. Desain unit contoh transek vegetasi

Keterangan:

a. petak contoh semai (2x2 m) b. petak contoh pancang (5x5 m) c. petak contoh tiang (10x10 m) d. petak contoh pohon (20x20 m)

Parameter dalam analisis keanekaragaman vegetasi berdasarkan data transek diatas menggunakan pengukuran kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominasi (m2/ha) yang selanjutnya akan dihitung Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan serta perhitungan

(24)

11 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dari masing-masing jenis vegetasi yang tercatat sebagai berikut:

H’ =Indeks Shannon-Wienner Ni=jumlah total spesies ke-I Pi =kelimpahan relatif dari spesies ke-I Pi2=(Ni/Nt)2

Nt =jumlah total untuk semua individu

Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Keragaman Shannon-Wiener didapat beberapa kriteria tingkat keragamannya sebagai berikut:

1. 0-1 = tingkat keragaman rendah; 2. 1-3 = tingkat keragaman sedang;dan 3. >3 = tingkat keragaman tinggi.

Analisis Kelimpahan Jenis Burung

Sedangkan pengamatan untuk analisis keanekaragaman jenis burung dilakukan secara langsung. Pengambilan data menggunakan metode titik hitung atau IPA (Indices Ponctuel d’Abondance) dengan modifikasi. Pada setiap segmen penelitian dibuat 4 lokasi pengamatan dengan radius 30 m (Gambar 4). Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan batasan waktu, yaitu pengamatan pada pukul 06.00–10.00 WIB dan pukul 16.00–18.00 WIB (Pradana 2007). Waktu pengamatan pada setiap titik adalah sepuluh menit. Seluruh jenis yang ditemukan dicatat berserta aktivitas yang dilakukan burung tersebut. Berikut adalah desain contoh unit petakan dalam transek satwa yang digunakan untuk menganalisis habitat burung:

Gambar 4. Desain unit contoh transek satwa

Keterangan: = posisi pencatat

(25)

12

HASIL PENELITIAN

Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian

Lanskap jalur kereta rel listrik (KRL) BogorJakarta Kota sepanjang 60 km dengan lebar 1 km memiliki potensi sebagai koridor pergerakan burung, baik burung migran maupun burung yang menyebar secara dispersal. Lanskap jalur KRL tersebut melintasi beberapa kabupaten dan kota. Diantaranya Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota DKI Jakarta. Masing-masing kota dan kabupaten memiliki karakteristik yang berbeda. Secara spesifik kondisi umum dari masing-masing kota dan kabupaten tersebut adalah:

1. Kota Bogor

Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”–106°51’00” BT dan

30’30”–6°41’00” LS. Kota Bogor dengan luas 11 850 Ha ini dihuni lebih

dari 820 707 jiwa. Curah hujan rata-rata 4 000 mm/tahun. Bentang alam Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0–2 % (datar) seluas 1 763.94 Ha, 2– 15 % (landai) seluas 8 091.27 Ha, 15–25 % (agak curam) seluas 1 109.89 Ha, 25–40 % (curam) seluas 764.96 Ha, dan >40 % (sangat curam) seluas 119.94 Ha. Temperatur rata-rata tahunan kota Bogor berada pada 23 °C– 30 °C dengan kelembaban rata-rata tahunan 84.92 %.

2. Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki bentang alam yang cukup signifikan, yaitu ditandai dengan kelas kelerengan yang berada pada kisaran 0 % – lebih dari 40% dan berada pada ketinggian dominan pada 0–300 m diatas permukaan laut. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor secara keseluruhan didominasi oleh permukiman.

3. Kota Depok

Kota Depok terletak pada koordinat 6°19’00”–6°28’00” LS dan 106°43’00”–106°55’30” BT. Bentang alam kota depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah dan bergelombang dengan elevasi antara 50–140 m diatas permukaan laut serta memiliki

dan 106°22’42”–106°58’18” BT. Temperatur rata-rata tahunan kota DKI

(26)

13 Distribusi Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping Stone

Distribusi koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone

secara spasial disajikan pada Gambar 5. Terdapat 63 koridor linear yang teridentifikasi dengan total luas 557.536,5 m2 dengan luas maksimum 11.841 m2, dan luas minimum 6.152,15 m2 dan luas rata-rata 8.996,6 m2. Sementara pada

stepping stone yang teridentifikasi berjumlah 888 dengan total luas 853.993,6 m2 dengan luas maksimum 977,5 m2 dan luas minimum adalah 251,9 m2 dengan luas rata-rata 614,7 m2. Distribusi jumlah, luas total, luas maksimum, luas minimum, luas rata-rata dari tipe linear corridor dan stepping stone yang teridentifikasi disajikan pada Gambar 6 – 10.

(27)

14

Gambar 6. Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen

Gambar 7. Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

(28)

15

Gambar 8. Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor

dan stepping stone pada tiap segmen

Gambar 9. Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

(29)

16

Gambar 10. Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan

stepping stone pada tiap segmen

Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam penyampaian informasi. Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual menggunakan bantuan Google Earth dan groundcheck dengan kriteria kemiripan karakter dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen.

Secara spesifik pembagian kelima segmen tersebut adalah : 1. Segmen I (AA’-BB’)

Segmen I diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH dekat jalan Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong) yang terlihat pada Gambar 11. Secara keseluruhan kondisi fisik Segmen I masih didominasi oleh ruang terbuka hijau baik yang berada di tepian jalur jalan, sungai maupun jalur kereta. Permukiman penduduk tidak banyak ditemukan namun terdapat beberapa permukiman liar yang berada di tepian sungai Ciliwung yang berada di sekitar jembatan Merah. Permukiman liar ini dapat menyebabkan aliran air sungai Ciliwung terhambat terutama saat debit air dari Bendung Katulampa sedang tinggi yang akan menimbulkan banjir di sekitar permukiman tersebut. Hal ini disebabkan oleh bahu sungai tempat seharusnya pasang surut air terjadi dipenuhi oleh bangunan rumah semi permanen bahkan permanen dan diperparah dengan perilaku masyarakat permukiman tersebut yang membuang sampah rumah tangganya ke sungai.

Di segmen ini terdapat beberapa jalur jalan yang ternaungi secara sempurna oleh jajaran pepohonan yang membentuk koridor yang solid seperti di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sudirman. Tajuk pohon yang saling – silang merupakan habitat yang sangat cocok untuk pergerakan burung sehingga pada jalan tersebut terlihat beberapa jenis burung yang melintas. Pada segmen ini area GOR Padjajaran yang dijadikan sebagai titik sampel untuk linear corridor

(30)

17

RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dipilih untuk menjadi titik sampel stepping stone yang berukuran kecil (Stepping stone K I) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih sebagai titik sampel stepping stone

yang berukuran besar (Stepping stone B I). Area GOR Padjajaran dan lapangan dekat SMA 5 Bogor dipilih karena pada area tersebut keragaman jenis vegetasi yang tumbuh cukup tinggi mulai dari rumput, semak, perdu hingga pohon. Selain itu kondisi lahannya cukup landai dan luas sehingga memudahkan saat pengamatan. Sedangkan RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dan RTH sungai

(31)

18

dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih karena akses menuju lokasi pengamatan yang mudah dan kondisi lahannya yang landai memudahkan saat pengamatan.

2. Segmen II (BB’-CC’)

Segmen II merupakan jalur terpanjang yang berawal dari jalan Kemang Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga Stasiun Depok yang terlihat pada Gambar 12. Karakteristik segmen ini dipenuhi oleh permukiman yang tersebar dari Stasiun Cilebut hingga Stasiun Bojong Gede di kanan dan kiri jalur kereta baik yang terencana maupun permukiman liar. Permukiman liar ditemukan di sepanjang bantaran sungai ciliwung yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi yaitu lebih dari 40%. Masyarakat tetap membangun permukiman liar tersebut meskipun telah ada Peraturan Daerah Kota Bogor No 8 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011–2031 yang melarang kegiatan permukiman pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40% dan tikugan sungai yang menyebabkan area tersebut rawan longsor. Sedangkan permukiman yang terencana merupakan hunian alternatif bagi masyarakat yang kesehariannya bekerja di Jakarta, Depok dan Bogor.

Selain permukiman, di segmen ini juga masih ditemukan pertanian lahan kering seperti kebun buah dan sayur. Jika dianalisis secara visual melalui peta Google Earth, kedua penutupan lahan ini merupakan jenis penutupan lahan yang dominan. Pada segmen ini area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede merupakan titik sampel linear corridor yang berukuran kecil (Linear K II). Pada titik sampel untuk linear corridor berukuran besar dipilih lokasi RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (Linear B II).

RTH jalur jalan menuju Stasiun Bojong Gede dipilih untuk menjadi titik sampel stepping stone yang berukuran besar (Stepping stone B II) dan RTH dekat jalur KRL di jalan Cilebut Raya dipilih sebagai titik sampel stepping stone

(32)

19

(33)

20

3. Segmen III (CC’-DD’)

Segmen III dimulai dari Stasiun Depok hingga Stasiun Tanjung Barat yang terlihat pada Gambar 13. Pada segmen ini terdapat beberapa Universitas yang masih memiliki ruang terbuka hijau yang cukup luas. Diantaranya adalah Universitas Indonesia, Universitas Pancasila dan Universitas Gunadarma. Hal ini turut menyumbang keberadaan koridor habitat burung pada segmen III. Selain itu di sepanjang tepi jalur kereta masih ditumbuhi oleh berbagai jenis pepohonan seperti Glodogan bulat (Polyalthia fragrans, Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), Kasia (Cassia surattensis), Mahoni (Swietenia mahogani), Bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan Tabebuia (Tabebuia chrysotricha) yang membentuk linear corridor meskipun lebar dari koridor ini tidak terlalu besar.

(34)

21 Selain untuk meredam angin dan suara dari kereta yang melintas, keberadaan jajaran pepohonan tersebut juga dapat menambah keteduhan di sekitar jalur kereta yang berebelahan dengan jalur Jalan Lenteng Agung dan Jalan Raya Tanjung Barat. Titik sampel stepping stone berukuran besar yang digunakan pada segmen ini terletak di taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (Stepping stone B III). Sedangkan untuk titik sampel stepping stone

berukuran kecil dipilih parkiran Stasiun Depok Baru (Stepping stone K III). Hutan UI dipilih sebagai titik sampel untuk linear corridor yang berukuran besar (Linear B III) dan RTH sekitar Setu Depok dipilih sebagai titik sampel linear corridor yang berukuran kecil (Linear K III). Lokasi tersebut dipilih karena aksesnya yang mudah dijangkau, kondisi keragaman vegetasinya cukup tinggi.

4. Segmen IV (DD’-EE’)

Segmen IV merupakan lanjutan dari segmen III yaitu dari Stasiun Tanjung Barat hingga Stasiun Cawang yang terlihat pada Gambar 14. Perubahan suasana mulai terasa saat memasuki segmen ini karena area ini didominasi oleh area perdagangan, permukiman dan perkantoran, namun di beberapa titik masih ditemukan RTH, seperti RTH Taman Makam Pahlawan dan hutan kota Tebet. Area perdagangan dan perkantoran tersebut menimbulkan dampak pada tingginya temperatur udara dan polusi sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman saat melintasi segmen ini. Keberadaan beberapa titik RTH pada segmen IV turut menyumbang lokasi yang berpotensi sebagai habitat koridor pergerakan burung.

(35)

22

5. Segmen V (EE’-FF’)

Segmen V berakhir sampai Stasiun Jakarta Kota yang terlihat pada Gambar 15. Pada segmen ini karakteristik permukiman dan perkantoran pusat kota sangat terasa. Namun terdapat beberapa taman kota yang mengidentifikasi adanya koridor pergerakan burung. Koridor habitat burung yang terbentuk di segmen ini didominasi oleh koridor dengan lebar yang kecil dan memanjang karena hanya terdiri dari jajaran pepohonan seperti Glodogan bulat (Polyalthia

(36)

23

fragrans), Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), Mahoni (Swietenia mahogani),

Ki Hujan (Samanea saman) dan Angsana (Pterocarpus indicus) yang tumbuh di tepi jalan raya yang berdekatan dengan jalur rel KRL.

Beberapa RTH yang turut membentuk koridor habitat burung tersebut contohnya Taman Monas, Taman Menteng dan Taman Suropati. Beberapa taman tersebut memang sengaja dibuat untuk menghadirkan burung di kawasan pusat kota sehingga dapat pula berfungsi sebagai pelepas penat bagi warga kota yang dinamis. Pengelolaan taman- taman kota tersebut dapat dikatakan cukup baik, karena berada di bawah pengawasan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yang memiliki anggaran cukup tinggi untuk pengelolaannya.

(37)

24

Pada segmen ini, area Taman Suropati yang dijadikan sebagai titik sampel linear corridor berukuran kecil (Linear K V). Sedangkan area Taman Monas dipilih sebagai titik sampel linear corridor berukuran besar ( Linear B V). RTH Masjid Istiqlal dipilih sebagai titik sampel stepping stone berukuran kecil (Stepping stone K V) dan Lapangan Banteng dijadikan sebagai titik sampel stepping stone berukuran besar (Stepping stone B V). Area tersebut dipilih karena lokasinya yang strategis dan memiliki beragam jenis vegetasi mulai dari rumput, semak, perdu hingga pohon tinggi.

Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor

Keanekaragaman pada lima titik sampel di masing-masing segmen bervariasi. Mulai dari tingkat keragaman rendah hingga sedang. Nilai Indeks Shannon tertinggi tercatat pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil Segmen I. Sedangkan keanekaragaman terendah terdapat pada titik pegamatan linear corridor berukuran kecil Segmen V (Tabel 2). Berdasarkan Indeks Nilai Pentingnya, linear corridor didominasi oleh Teh-tehan, Lamtoro Angsana dan Mahoni. Sedangkan stepping stone didominasi oleh Rumput gajah, Mahoni dan Lamtoro (Tabel 3).

Tabel 2. Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon) Segmen Linear Corridor Stepping stone

Tabel 3. Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) Tingkat

Pertumbuhan

Linear Corridor Stepping Stone

spesies (INP) spesies (INP)

Meranti (198.04) Pangkas kuning (180.48)

Tiang Talas (300) Mahoni (199.45)

Angsana (300) Jambu biji (199.84) Lamtoro (241.94) Beringin (195.71)

Pohon Mahoni (201.96) Lamtoro (226)

(38)

25 Secara spesifik hasil analisis vegetasi pada kelima lokasi pengamatan masing-masing segmen adalah :

1. Segmen I (AA’-BB’)

Terdapat 41 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan di segmen I yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Pada segmen I terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area GOR Padjajaran (linear corridor berukuran besar), lapangan dekat SMA 5 Bogor (linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda (stepping stone yang berukuran kecil) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru (stepping stone yang berukuran besar).

Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh Lamtoro (Laucaena glauca), Pisang (Musa sp.) dan Mengkudu (Morinda citrifolia). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0,98 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah (Tabel 4). Sedangkan untuk vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Pisang (Musa sp.) dan Mangga (Mangifera indica). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1,30 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 5.

Sementara itu vegetasi yang teridentifikasi pada lokasi stepping stone

berukuran besar didominasi oleh Lamtoro (Laucaena glauca), Ilalang (Imperata cylindrica) dan Bungur (Largerstroemia speciosa). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0,66 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 6. Lain halnya dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil yang didominasi oleh Jambu Biji (Psidium guajava), Kersen (Muntingia calabura) dan Mangga

(Mangivera indica). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1,91 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 7.

Tabel 4. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

4 Semai Pennisetum purpureum 62.82 2.06

Neprholepis excalta 34.77

(39)

26

Tabel 5. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Swietenia mahogani 117.00 0.90

Canarium commune 108.00 Ptychosperma macarthurii 30.56

Caladium sp. 24.32

Cordyline sp. 20.28

Musa sp. 20.14

Fatsia japonica 17.77 Ficus benjamina 15.07

Rata-Rata Indeks Shannon 1.30

Tabel 6. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

3 Pancang Largerstroemia speciosa 163.73 0.64 Gigantochloa verticillata 136.27

4 Semai Imperata cylindrica 187.64 0.87

Solanum nigrum L. 56.19

Carica papaya 56.17

(40)

27 Tabel 7. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

2 Pancang Mangivera indica 80.98 1.52

Citrus sp. 74.26

Rata-Rata Indeks Shannon 1.91

Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor

berukuran kecil. Hal ini menunjukkan titik sampel pada linear corridor

berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Hal serupa terjadi pula pada stepping Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar), RTH dekat jalur KRL jln Cilebut raya (stepping stone yang berukuran kecil) dan Kebun jambu dekat stasiun Bojong Gede (stepping stone yang berukuran besar).

(41)

28

memiliki keragaman sebesar 1.14 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 8. Sedangkan RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar) didominasi oleh Tanjung (Mimusoph elengi)

dan Lamtoro (Laucaena glauca). Secara keseluruhan area linear corridor

berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0.60 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Tiang Pterocarpus indicus 300.00 0.00

2 Pancang Psidium guajava 104.35 1.25

Musa sp. 98.73

Cordyline sp. 57.79

Hibiscus sp. 35.58

3 Semai Pennisetum purpureum 43.00 2.17

Imperata cylindrica 39.58

Rata-Rata Indeks Shannon 1.14

Tabel 9. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

4 Semai Ruelia malacosperma 99.18 1.32

Imperata cylindrica 59.18 Xanthosoma roseum 55.40 Manihot utilissima 34.43 Codieaum variegtum 26.26 Psidium guajava 25.55

Rata-Rata Indeks Shannon 0.60

(42)

29 1.20 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 10). Sedangkan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil (RTH dekat jalur KRL jalan Cilebut raya) didominasi oleh Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Jabon

(Arthocephallus indicus). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.90 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah (Tabel 11).

Tabel 10. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Tiang Psidium guajava 199.84 0.65

Musa sp. 58.45

Carica papaya 41.71

2 Pancang Manihot utilissima 78.14 1.57

Cordyline sp. 62.89

3 Semai Imperata cylindrica 116.56 1.23

Xanthosoma roseum 83.38

Hibiscus sp. 68.81

Fatsia japonica 35.95

Rata-Rata Indeks Shannon 1.20

Tabel 11. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon 1 Pohon Pithecellobium dulce 178.00 0.90

Bambusa multiplex 74.00 Crescentia cujete 48.00

2 Tiang Arthocephallus indicus 191.59 0,64 Swietenia mahogani 60.72

Carica papaya 47.68

3 Pancang Psidium guajava 153.41 1.29

Musa sp. 43.57

Swietenia mahogani 39.86 Arundinaria pumila 33.04

Cordyline sp. 30.12

4 Semai Xanthosoma roseum 142.94 0.88

Psidium guajava 101.83

Musa sp. 55.23

(43)

30

Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor

berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada linear corridor

berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Lain halnya pada stepping stone

berukuran besar memiliki Indeks Shannon lebih kecil dari stepping stone

berukuran kecil.

3. Segmen III (CC’-DD’)

Titik Pengamatan di Segmen III dilakukan pada empat lokasi pengamatan, yaitu taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone berukuran besar), parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone berukuran kecil), Hutan UI (linear corridor yang berukuran besar) dan RTH sekitar Setu Depok (linear corridor yang berukuran kecil). Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone berukuran besar) memiliki 14 jenis tanaman yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon.

Pada lokasi Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia didominasi oleh Pangkas Kuning (Duranta sp.) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan taman kota Depok dekat Universitas Indonesia memiliki keragaman sebesar 0.71 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 12. Sedangkan vegetasi pada lokasi parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone berukuran kecil) didominasi oleh Beringin (Ficus benjamina)

dan Dadap Merah (Erythrina cristagali). Secara keseluruhan area stepping stone

berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.98 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 13.

Tabel 12. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon 1 Pohon Polyalthia longifolia 106.40 1.09

Roystonea regia 59.08

2 Tiang Swietenia mahogani 199.45 0.68

Polyalthia longifolia 100.55

3 Pancang Duranta sp. 180.48 0.66

Manilkara kauki 119.52

4 Semai Acalypha macrophylla 60.39 0.40

Neprholepis excalta 51.84 Echinochloa colona 37.53

Rata-Rata Indeks Shannon 0.71

Vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Pucuk Merah (Syzygium oleana). Secara keseluruhan area

(44)

31 menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 14. Lain halnya dengan vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran besar yang didominasi oleh Meranti (Shorea roxburghii) dan Paku Jejer

(Neprholepis excalta). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.49 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 15.

Tabel 13. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon 1 Pohon Erythrina cristagali 143.94 0.90

Bauhinia purpurea 106.77 Pithecellobium dulce 49.29

2 Tiang Ficus benjamina 195.71 0.67

Muntingia calabura 104.29

3 Pancang Pithecellobium dulce 103.77 1.25

Bambusa multiplex 90.64

Rata-Rata Indeks Shannon 0.98

Tabel 14. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

2 Tiang Morinda citrifolia 150.00 0.69

Ptychosperma macarthurii 150.00

3 Pancang Syzygium oleina 170.00 0.67

Cordyline sp. 130.00

4 Semai Sansevieria trifasciata 98.70 1.55 Acalypha macrophylla 70.27

(45)

32

Tabel 15. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Swietenia mahogani 55.90 2.10

Hevea braziliensis 47.80

2 Tiang Swietenia mahogani 91.04 1.85

Terminalia catappa 81.10

3 Pancang Shorea roxburghii 198.04 0.55

Swietenia mahogani 62.75 Cordia sebestana 39.22

4 Semai Neprholepis excalta 104.25 1.46

Pennisetum purpureum 60.95

Rata-Rata Indeks Shannon 1.49

Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada stepping stone berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Namun hal sebaliknya terjadi pada Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar yang memiliki nilai lebih tinggi dari Indeks Shannon pada linear corridor berukuran kecil.

4. Segmen IV (DD’-EE’)

(46)

33 Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone berukuran besar) yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Vegetasi pada lokasi ini didominasi oleh Ilalang (Echinochloa colona) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan lapangan dekat Stasiun Cawang memiliki keragaman sebesar 0.92 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 16. Vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi oleh Mahoni

(Swietenia mahogani) dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Secara

keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.61 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 16. Vegetasi pada stepping stoneberukuran besar di segmen IV

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

2 Tiang Morinda citrifolia 180.00 0.69

Musa sp. 120.00

3 Pancang Swietenia mahogani 218.96 0.68 Ptychosperma macarthurii 43.49

Mimusoph elengi 37.56

4 Semai Echinochloa colona 200.00 0.69

Pennisetum purpureum 150.00

Rata-Rata Indeks Shannon 0.92

Tabel 17. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

2 Pancang Swietenia mahogani 254.19 0.35 Terminalia catappa 45.81

3 Semai Pennisetum purpureum 230.00 0.50 Swietenia mahogani 75.00

(47)

34

Lokasi linear corridor berukuran besar memiliki vegetasi yang didominasi oleh Pohon Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan area

linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.20 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 18. Sedangkan vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Mahoni

(Swietenia mahogani) dan Teh-tehan (Acalypha macrophylla). Secara

keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.28 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 19.

Tabel 18. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Swietenia mahogani 201.96 0.67

Polyathia longifolia 50.36

3 Pancang Swietenia mahogani 88.52 1.90

Mimusoph elengi 73.50

4 Semai Pennisetum purpureum 130.00 1.20 Chlorophytum sp. 130.00

Widelia biflora 130.00 Echinochloa colona 89.00

Rata-Rata Indeks Shannon 1.20

(48)

35 Tabel 19. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Swietenia mahogani 138.39 1.47

Polyalthia longifolia 22.91 Artocarpus heterophyllus 45.66 Ficus benjamina 40.44 Terminalia catappa 27.36

Manikara kauki 25.23

2 Tiang Swietenia mahogani 124.00 1.64

Cordia sebestana 63.00

3 Pancang Pleomele angustifolia 110.00 1.15 Swietenia mahogani 101.96

Averrhoa bilimbi 46.25

Manikara kauki 41.79

4 Semai Acalypha macrophylla 194.00 0.87

Cordyline sp. 53.00

Nothopanax scutellarium 53.00

Rata-Rata Indeks Shannon 1.28

5. Segmen V (EE’-FF’)

Pada segmen ini terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area Taman Suropati (linear corridor berukuran kecil), area Taman Monas (linear corridor

berukuran besar), RTH Masjid Istiqlal (stepping stone berukuran kecil) dan Lapangan Banteng (stepping stone berukuran besar). Tanaman pada Taman Suropati didominasi oleh jenis Talas (Xanthosoma roseum) dan Palem Hijau

(Ptychosperma macarthurii). Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi tersebut. Secara keseluruhan Taman Suropati memiliki keragaman sebesar 0.28 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 20.

Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.) dan Pucuk Merah (Syzygium oleina).

Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.18 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 21). Sedangkan vegetasi pada lokasi Lapangan Banteng (stepping stone berukuran besar) didominasi oleh Pinang (Areca catechu). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.40 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 22). Tidak ditemukan jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pancang di lokasi pengamatan ini. Lain halnya dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi oleh Pohon Mangga (Mangifera indica). Secara keseluruhan area stepping stone

(49)

36

Tabel 20. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Pterocarpus indicus 186.00 0.41

Ficus benjamina 114.29

2 Tiang Xanthosoma roseum 300.00 0.00

3 Pancang Ptychosperma macarthurii 300.00 0.00 4 Semai Ptychosperma macarthurii 121.72 0.69

Philodendron sp. 103.78

Rata-Rata Indeks Shannon 0.28

Tabel 21. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks

Cordia sebestana 'Aurea' 30.00 Averhoa bilimbi 23.00

Samanea saman 23.00

3 Pancang Syzygium oleina 200.00 0.56

Ficus benjamina 100.00

4 Semai Chrysalidocarpus lutescens 85.95 1.40 Pennisetum purpureum 83.17

Osmoxylum lineare 57.71

Cordyline sp. 54.79

Acalypha macrophylla 18.38

(50)

37 Tabel 22. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Swietenia mahogani 82.41 1.82

Ptychosperma macarthurii 73.01

Rata-Rata Indeks Shannon 1.40

Tabel 23. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V

No Tingkat

Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP

Indeks Shannon

1 Pohon Pterocarpus indicus 112.55 1.39

Laucaena glauca 47.82

3 Pancang Mangifera indica 206.52 0.74

Barringtonia asiatica 51.09

(51)

38

Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil. Hal ini menunjukkan titik sampel pada stepping stone berukuran besar memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam. Hal serupa terjadi pula pada linear corridor berukuran besar yang memiliki nilai Indeks Shannon lebih tinggi dari

linear corridor berukuran kecil. Meskipun perbedaan nilai Indeks Shannon keduanya tidak terlampau signifikan.

Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor

Kelimpahan jenis burung di lima lokasi pengamatan di masing-masing segmen bervariasi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan vegetasi dan perbedaan luas dari masing-masing koridor yang tercatat. Selain itu tingkat keanekaragaman dari vegetasi pembentuk suatu koridor pun turut mempengaruhi keberadaan jenis burung. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 20 lokasi sampel pada kelima segmen ditemukan bahwa tingkat kelimpahan jenis burung tertinggi terdapat di lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil pada Segmen 5 (RTH Masjid Istiqlal), yaitu 14 jenis yang tercatat dan tingkat kelimpahan jenis burung terendah terdapat di lokasi pengamatan stepping stone

berukuran kecil Segmen II (RTH dekat jalur KRL jalan Cilebut Raya) dan Segmen IV (Parkiran Stasiun Tanjung Barat), yaitu 6 jenis yang tercatat. Sedangkan pada linear corridor, jumlah kelimpahan tertinggi pada linear corridor berukuran besar Segmen II sebanyak 12 jenis dan kelimpahan terendah tercatat pada linear corridor berukuran besar Segmen I dan linear corridor

berukuran kecil Segmen III sebanyak 7 jenis. Distribusi kelimpahan jenis burung yang ditemukan pada 20 lokasi pengamatan baik pada linear corridor maupun

stepping stone dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Distribusi kelimpahan jenis burung

Segmen Stepping Stone Linear Corridor

Kecil Besar Kecil Besar

Gambar

Gambar 11. Peta distribusi koridor di segmen I
Gambar 12. Peta distribusi koridor di segmen II
Gambar 13. Peta distribusi koridor di segmen III
Gambar 14. Peta distribusi koridor di segmen IV
+7

Referensi

Dokumen terkait