CHAIRUN NISSA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
CHAIRUN NISSA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Cemaran Melamin dalam Produk Pangan dan Pengawasannya di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Its Regulatory in Indonesia. Under direction of Yadi Haryadi and Dede R. Adawiyah.
In September 2008 there was reports of the incident of melamine tainted milk and milk products in Cina which was afraid marketed in Indonesia. At the time the case of melamine tainted on food was unusual and was a new emerging about food adulteration where the regulation are not established. Therefore the objective of this research was to conduct the study of probability melamine contamination on food and its regulatory in Indonesia. The steps of research were collecting data and references, regulations and result of laboratory testing on melamine on food in Indonesia. Melamine contamination on some food products origin of Cina or raw material that used from Cina. Melamine contaminated milk, candy, snack, preserved egg ‘pitan’, egg powdered and ammonium bicarbonate. Level contaminant is 8.51 mg/kg on soymilk drink to 945.86 mg/kg which found on milk candy which imported from Cina, 0,1 mg/kg and 0,16 mg/kg on pitan egg, 0.13 mg/kg to 7.05 mg/kg on powdered egg and 0.178 to 2.74 mg/kg on biscuits ex Malaysia. The Melamine also found on ammonium bicarbonate as 67.71 mg/kg and 75.98 mg/kg. From 72 samples of infant formula registered in Badan POM, melamine was not detected. The products consisted of 40 samples of domestic product and 32 samples of imported from United States (2 products), Netherland (8 products), Philipphine (6 products), Germany (1 product), Malaysia (1 product), New Zealand (6 product), Singapore (4 product), Spain (2 product), Switzeerland (2 product). Melamine was not detected in raw material of milk powder in milk premise.
Pengawasannya di Indonesia. Dibimbing oleh Yadi Haryadi dan Dede R. Adawiyah.
Pada bulan September 2008, dunia dikejutkan dengan adanya kasus melamin yang mengkontaminasi susu formula bayi di Cina. Departemen Kesehatan Cina menyatakan bahwa sebanyak 6.244 kasus batu ginjal dan 4 kematian (2 kasus telah positif terdiagnosa, sedangkan 2 kasus lainnya dalam proses diagnosa) yang disebabkan oleh konsumsi susu bubuk formula bayi yang terkontaminasi melamin. Seluruh bayi yang teridentifikasi menderita batu ginjal diketahui telah mengkonsumsi susu formula yang diproduksi oleh perusahaan paling popular di Cina yaitu Sanlu Co. Ltd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontaminasi melamin pada produk pangan serta pengaturannya di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain. Manfaat penelitian adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya yang membidangi permasalahan yang terkait dengan pengawasan pangan dan sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi persoalan produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat konsumen di Indonesia, khususnya terkait kontaminan melamin pada produk pangan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan masalah batas maksimum kontaminan melamin.
Penelitian dilaksanakan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta selama bulan Juli 2010 – Juli 2011.
Tahapan penelitian terdiri atas (1) Pengumpulan dan pemilihan Data/Bahan referensi, (2) Kajian Kontaminasi melamin pada produk pangan, (3) Kajian terhadap metode analisis melamin dalam produk pangan, (4) Kajian peraturan perundang-undangan tentang cemaran melamin di beberapa negara.
Kajian terhadap peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum kontaminan melamin umumnya dibedakan untuk pangan/formula bayi dan pangan umum dengan batas maksimum cemaran masing-masnig sebesar 1 mg/kg dan 2,5 mg/kg.
Pengamatan terhadap hasil pengujian menunjukkan adanya kontaminasi melamin pada beberapa produk makanan asal Cina atau bahan baku yang digunakan dari Cina yang beredar di Indonesia. Produk pangan yang terkontaminasi melamin adalah minuman susu kedelai, permen susu, snack, telur pitan, telur bubuk, biskuit dan amonium bikarbonat.
masing-masing mempunyai spesifikasi dan batas deteksi yang bereda. Dari hasil penelusuran dan kajian, metode analisis yang paling dapat dipercaya dalah LC/MS MS karena mempunyai selektifitas dan sensitifitas yang tinggi.
Rekomendasi utama adalah perlu dikeluarkan peraturan mengenai batas maksimum kontaminan melamin.dengan mempertimbangkan target konsumen rentan dan terjadinya kontaminasi melamin yang tidak disengaja, dengan batas maksmum dapat mengacu pada ketentuan Codex draft 5, yaitu formula bayi 1 mg/kg, pangan olahan 2,5 mg/kg serta formula bayi bentuk cair 0,5 mg/l..
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
CHAIRUN NISSA
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : F 252050085 Program Studi : Teknologi Pangan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. (Ketua) (Anggota)
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Profesi Teknologi Pangan
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Tema penelitian ini diangkat dari masalah yang dijumpai oleh peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. Tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya pemerintah yang berkompeten.
Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyusun tesis ini, mulai dari awal hingga akhir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lilis Nuraida, MSc selaku Koordinator Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan yang telah membantu, memberikan dorongan dan kesempatan yang begitu banyak kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknologi Pangan yang telah mencurahkan pengetahuan kepada penulis selama menjalani kuliah di sekolah pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan. Tidak lupa terima kasih juga kepada mbak Tika dan bu Mar.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Sukiman Said Umar, Apt, MM. selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneruskan pendidikan pascasarjana di kampus tercinta, IPB.
Tak lupa kepada Drs. Suratmono, MP, selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sejawat di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan terutama kepada Ibu Murni Sitanggang, Ibu Dian Putranti, Fitri Kristiana, Tati Nurhayati, Meinneke. Terimakasih juga kepada teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Juga kepada teman-teman MPTP batch 2, terimakasih semua.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, kakak, adik-adik dan keponakan-keponakan tercinta atas dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna, sehingga penulis lain dapat melanjutkan untuk penyempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Penulis dilahirkan di Moskow USSR (Sekarang Rusia) pada tanggal 29 November 1965 sebagai anak kedua dari ayah almarhum M.L. Maala (almarhum) dan Ibu almarhumah Nurmani.
Tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 70 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang dan mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1988. Penulis melanjutkan ke program profesi apoteker pada perguruan tinggi yang sama dan menamatkannya pada tahun 1990.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Ruang Lingkup ... 2
Tujuan ... 3
Manfaat ... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Melamin ... 4
Kasus Kontaminasi Melamin ... 8
Dampak Kontaminan Melamin Pada Manusia ... 10
Paparan Kontaminan Melamin Pada Pangan ... 12
Metode Analisis Melamin ... 14
Peraturan Kontaminan Melamin di Beberapa Negara... 19
Sistem Pengawasan Pangan di Indonesia ... 21
METODE PENELITIAN ... 23
Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
Bahan dan Alat ... 23
Tahapan Penelitian ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan di Indonesia ... 25
Kajian Metode Pengujian Melamin ... 31
Kajian Peraturan Tentang Cemaran Melamin di Beberapa Negara ... 35
Pengaturan dan Pengawasan Kontaminan di Indonesia ... 37
Rekomendasi Batas Maksimum Melamin Pada Produk Pangan ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
Kesimpulan ... 43
Saran ... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur melamin... 4
2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi... 5
3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah. ... 6
4 Struktur melamin dan analognya. ... 6
5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena. ... 7
6 Struktur melamin dan struktur asam sianurat. ... 7
7 Grafik kontaminan melamin pada produk berbasis atau mengandung susu. ... 26
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin. ... 9
2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa ... 20
3 Hasil uji cemaran melamin pada beberapa produk pangan . ... 25
4 Hasil pengujian bahan baku asal susu. ... 27
5 Hasil pengujian telur pitan awetan. ... 28
6 Hasil pengujian tepung telur ... 29
7 Hasil pengujian amonium bikarbonat ... 30
8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia ... 30
9 Matriks metode análisis melamin ... 34
Latar Belakang
Pada bulan September 2008 dunia dikejutkan dengan adanya kasus
melamin yang mengkontaminasi susu formula bayi di Cina. Departemen
Kesehatan Cina menyatakan bahwa sebanyak 6.244 kasus batu ginjal dan 4
kematian disebabkan oleh konsumsi susu bubuk formula bayi yang mengandung
melamin. Kasus ini terus berkembang. Pada bulan November 2008 dilaporkan
sebanyak 294.000 bayi yang terkait dengan konsumsi susu mengandung melamin.
Lebih dari 50.000 bayi dirawat di rumah sakit dan 6 bayi meninggal (WHO
2008a). Seluruh bayi yang teridentifikasi menderita batu ginjal diketahui telah
mengkonsumsi susu formula (WHO 2009b).
Kasus cemaran melamin pada produk susu yang terjadi di Cina merupakan
kesengajaan penambahan melamin ke dalam produk pangan yang dimaksudkan
untuk menaikkan kadar nitrogen sehingga seolah-olah kadar protein naik. Hal ini
dilakukan karena kadar protein merupakan salah satu parameter kualitas susu
(Karunasagar 2009). Kadar nitrogen dalam protein sering menjadi dasar
perhitungan kadar protein dalam bahan pangan. Metode analisis kadar nitrogen
berdasarkan metode Kjeldahl merupakan metode standar yang digunakan untuk
pengujian kadar total nitrogen yang kemudian dikonversikan sebagai kadar
protein (James 1999). Pengujian protein pada susu segar di Indonesia mengacu
kepada SNI 01-2782-1998 menggunakan metode Kjeldahl (BSN 1998).
Melamin merupakan bahan baku pembuatan resin melamin (yaitu sejenis
plastik termoset) dengan mereaksikannya dengan formaldehida. Melamin tidak
digunakan sebagai bahan baku, bahan penolong ataupun bahan tambahan dalam
pengolahan produk pangan. Penambahan melamin ke dalam pangan tidak
diperbolehkan oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (Komisi Standar
Pangan), ataupun otoritas nasional mana pun (WHO 2008a). Namun di sisi lain
adanya cemaran melamin pada produk pangan dapat terjadi melalui lingkungan
seperti limbah industri yang terdapat pada air, residu pestisida pada tanaman
maupun residu pada hewan, serta migrasi kemasan (Karunasagar 2009). Cemaran
guanidine, urea atau biuret sebagai ingredien/bahan tambahan pakan (EFSA
2008). Melamin yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan
kristal di dalam ginjal, dan dapat mengakibatkan gangguan ginjal seperti anuria,
gagal ginjal, kanker ginjal, dan bahkan kematian (WHO 2009b).
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) merupakan Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (Kementerian semula disebut Departemen) yang
ditunjuk oleh Presiden melakukan pengawasan di bidang obat dan makanan,
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Dari Keterangan Pers BPOM pada tanggal 27 September 2008 tentang
kandungan melamin dalam produk pangan berbasis susu yang diimpor dari Cina
ditemukan ada 16 (enam belas) produk pangan berbasis susu yang positif
mengandung melamin dengan kadar melamin antara 8,51 mg/kg sampai 945,86
mg/kg (ppm) (BPOM 2008).
Batas maksimum cemaran melamin dalam produk pangan di Indonesia
saat ini belum diatur. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
mengatur bahwa produk pangan tidak boleh mengandung bahan beracun,
berbahaya, atau mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimum
yang ditetapkan. Namun demikian, ketentuan mengenai batas maksimum migrasi
melamin dari kemasan pangan ke dalam bahan pangan yang dikemas telah diatur
dalam Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tahun 2007 tentang
Bahan Kemasan Pangan. Adanya migrasi melamin ini memungkinkan terjadinya
kontaminasi melamin pada pangan dari kemasan pangan. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengkajian terhadap cemaran melamin dalam produk pangan, metode
analisis melamin, ketentuan mengenai batas maksmum mengenai melamin di
beberapa negara serta pengawasannya di Indonesia.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian adalah kajian peraturan batas maksimum kadar
dan kajian hasil uji kontaminan melamin pada produk pangan, serta rekomendasi
batas maksimum melamin yang diijinkan di Indonesia.
Tujuan
Tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengkaji kontaminasi melamin pada
produk pangan serta pengaturannya di Indonesia dibandingkan dengan di
negara-negara lain.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah khususnya yang membidangi permasalahan yang terkait dengan
pengawasan pangan dan sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi persoalan produk pangan yang
dapat membahayakan kesehatan masyarakat konsumen di Indonesia, khususnya
terkait kontaminan melamin pada produk pangan.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberi
penguatan keilmuan bagi Ilmu Pangan, khususnya teknologi pangan, lebih khusus
Melamin
Melamin merupakan senyawa basa organik bersifat polar dengan pKa 5,6
mempunyai rangka 1,3,5-triazina dengan rumus kimia C3H6N6 dan memiliki
nama sistematis IUPAC Melamin, Nama Kimia Abstrak
1,3,5-Triazin-2,4,6-triamin, dan Chemical Abstract Services (CAS) No 108-78-1 (IARC 2010).
Struktur kimia melamin disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur melamin (NLM 2011)
Melamin dikenal dengan nama lain sianuramida, sianurotriamida,
sianurotriamina, isomelamin, triaminotriazin, 2,4,6-triaminotriazin,
triamino-s-triazin, 2,4,6-triamino-1,3,5-triazine, 2,4,6-s-triazinetriamin, dan
1,3,5-triazina-2,4,6 (1H,3H,5H)-triimina (IARC 2010). Senyawa kimia ini berbentuk kristal
putih padat, mempunyai sifat sedikit larut dalam air (3,1 g/l pada suhu 20 °C),
sedikit larut dalam etanol, dan tidak larut dalam dietil eter (Anonim 2009a and
IARC 2010).
Melamin disintesis pertama kali oleh Liebig pada tahun 1834. Pada produksi
awal, kalsium sianamida diubah menjadi disiandiamida, kemudian dipanaskan di
atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Pada saat ini industri
menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi berikut (Anonim
2011).
6 (NH2)2CO → C3H6N6 + 6 NH3 + 3 CO2
Pertama-tama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endotermik:
melamin dan karbon dioksida: 6 HCNO → C 3H6N6 + 3 CO2
Urea Asam Isosianat
. Reaksi kedua
bersifat eksotermik. Namun keseluruhan proses reaksi bersifat endotermik
(Anonim 2011).
Pada tahun 2007 produksi melamin seluruh dunia mencapai 1,7 juta ton
dengan pabrik terbanyak terdapat di Cina dan Eropa Barat. Melamin dapat
diproduksi dengan tiga bahan awal yang berbeda, yaitu urea, disiandiamida dan
hidrogen sianida. Reaksi pembentukan melamin dari urea dapat dilihat pada
Gambar 2 (WHO 2009b):
Asam Isosianat Asam Sianurat
Asam Sianurat Amonia Melamin
Gambar 2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi (WHO 2009b)
Reaksi berlangsung satu atau beberapa tahap dengan tekanan tinggi atau
tekanan rendah. Proses tekanan tinggi yaitu 90-150 bar dilaksanakan dalam fase
cair tanpa katalis pada suhu 380-450o
Pada proses tekanan rendah, proses pembentukan melamin dilaksanakan
dalam fase gas dengan katalis aluminium oksida atau aluminosilikat yang C. Dalam proses ini pertama-tama urea
dikonversikan menjadi asam isosianat, danselanjutnya membentuk asam sianurat.
Asam sianurat kemudian bereaksi dengan amonia membentuk melamin (WHO
dimodifikasi, yaitu pada tekanan 1-10 bar dan suhu 350-450o
Asam isosianida Karbodiimida Sianamida
C. Pertama-tama
urea dikonversi menjadi asam isosianat. Pada reaksi tahap kedua, asam isosianat
dikonversikan pada katalis menjadi sianamida atau karbodiimida yang kemudian
dikonversi menjadi melamin (WHO 2009b). Reaksi dapat dilihat pada Gambar 3.
Karbodiimida Sianamida Melamin
Gambar 3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah (WHO 2009b)
Kemurnian produk melamin bergantung pada proses pembuatan dan tingkat
pemurnian yang dilaksanakan. Kemurnian melamin dapat mencapai 99%.
Pengotoran melamin dapat dari senyawa ammelid dan ammelin (WHO 2009b).
Struktur melamin dan analognya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur melamin dan analognya (WHO 2009b)
Melamin dapat dimetabolisme oleh minimal dua strain bakteri
(Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena) menjadi karbondioksida dan
amoniak. Melamin dimetabolisme melalui reaksi deaminasi membentuk ammelin
(4,6-diamino-2-hidroksi-1,3,5-triazine), kemudian ammelid (6-amino-2,4-
diurai menjadi biuret, urea dan akhirnya membentuk ammonia dan
karbondioksida (WHO 2009b) dengan skema seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan
Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena (WHO 2009b)
Asam sianurat dapat ditemukan sebagai pencemaran dalam produksi
melamin. Asam sianurat juga dapat ditemukan dalam air kolam renang sebagai
produk disosiasi (uraian) dari dikloroisosianurat yang digunakan untuk desinfeksi
air (WHO 2009a). Perbedaan struktur kimia melamin dengan asam sianurat dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 2. (a) Melamin, dan (b) Asam sianurat
Gambar 6 Struktur melamin (a) dan struktur asam sianurat (b) (Karunasagar 2009)
Melamin banyak digunakan pada industri pembuatan plastik, bahan perekat,
peralatan makan, dan papan tulis whiteboards (WHO 2008b). Reaksi melamin
dengan formaldehida membentuk resin melamin banyak digunakan oleh industri
kertas karton, dan pemadam api. Selain itu melamin merupakan komponen utama
pewarna kuning yang digunakan dalam pembuatan tinta dan plastik. Melamin juga
digunakan sebagai pupuk karena sifatnya yang kaya nitrogen. Melamin dapat
ditemukan sebagai metabolit dari pestisida siromazina yang digunakan dalam
pertanian dan dalam praktek peternakan, yaitu sebagai ektoparasitisid pada
beberapa hewan seperti domba, kambing dan kelinci. Senyawa lain yang dapat
menghasilkan melamin adalah trikloromelamin. Trikloromelamin diijinkan
digunakan sebagai zat sanitaiser pada mesin dan peralatan pengolahan makanan
kecuali untuk wadah dan peralatan susu. Selama penggunaan sebagai sanitaiser
trikolomelamin dapat terurai menjadi melamin (Karunasagar 2009).
Kasus Kontaminasi Melamin
Pada tahun 2007 melamin ditemukan dalam gluten gandum dan konsentrat
protein beras yang diekspor dari Cina, yang digunakan dalam pembuatan pakan
hewan peliharaan di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan kematian anjing dan
kucing karena kegagalan ginjal (WHO 2008a).
Selama tahun 2008 kadar melamin dalam jumlah besar ditemukan pada
berbagai jenis pangan asal Cina, yaitu formula bayi, produk susu olahan cair dan
bubuk (misal permen berbasis susu, produk kopi bubuk instant, biskuit, coklat,
minuman berbasis susu dan keik) serta berbagai produk bukan berbasis susu
(amonium bikarbonat, pakan hewan dan ingredien pakan, tepung telur dan telur
mentah serta krimer bukan susu). Kemungkinan kontaminasi melamin karena
penggunaan ingredien yang dibuat dari susu yang terkontaminasi melamin (WHO
2008a dan CAC 2010a).
Pemalsuan susu dilakukan dengan menambahkan melamin ke dalam susu
yang telah diencerkan dengan air. Penambahan air pada susu dilakukan untuk
meningkatkan jumlah volume susu. Penambahan air ini menyebabkan kadar
protein susu yang lebih rendah dari standar, padahal kadar protein menjadi salah
satu parameter penerimaan susu di pabrik. Penambahan melamin meningkatkan
kandungan nitrogen dalam susu yang pada hasil uji dianggap sebagai kandungan
Di Indonesia, ditemukan adanya kontaminan melamin pada produk berbasis
susu atau mengandung susu yang berasal atau mengandung bahan baku dari Cina.
Hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI dengan menggunakan metode
LC-MS-MS ditemukan kontaminan melamin paling besar pada kembang gula susu yaitu
sebesar 945,86 mg/kg.
Keterangan Pers Kepala Badan POM RI tanggal 24 September 2008
tentang isu produk cina yang mengandung melamin, menyatakan bahwa ada 12
merek produk pangan asal Cina berbasis susu yang terdaftar di Badan POM
(BPOM, 2008), yaitu: (1) susu fermentasi merek JinweiYougoo dengan tiga
varian rasa, (2) susu bubuk full cream Guozhen, (3) es krim Meiji Indoeskrim
Gold Monas dengan dua varian rasa, (4) stick wafer Oreo dalam dua jenis
kemasan, (5) chocolate sandwich cookies Oreo, (6) kembang gula M&M’s dengan
2 varian, (7) biskuit Snickers, (8) kembang gula Dove Choc dengan tiga varian
rasa, (9) kembang gula Merry X-mas, (10) kembang gula Penguin, (11) makanan
ibu hamil dan menyusui Nestle Nesvita Materna, dan (12) selai susu Nestle
Milkmaid.
Penelusuran di pasar yang dilakukan oleh BPOM, menunjukkan bahwa
beberapa produk sudah tidak diimpor lagi. Hasil pengambilan dan pengujian
sampel terhadap produk asal Cina memperlihatkan ada 12 sampel yang terdeteksi
mengandung kontaminan melamin, terdiri atas 6 produk yang terdaftar di Badan
POM dan 6 produk yang tidak terdaftar di Badan POM. Data tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin (BPOM 2008)
No. Jenis Pangan & Merek Status Keterangan
1 Guozhen Pine Pollen Calcium Terdaftar Milk (Susu Bubuk Full Cream)
Diedarkan melalui Multi Level Marketing 2 Oreo Stick Wafer Terdaftar
3 Oreo Stick Wafer Terdaftar 4 M & M’s Peanuts Chocolate Terdaftar
Candies (kemasan kuning)
5 M & M’s Peanuts Chocolate Terdaftar Candies (kemasan coklat)
Tabel 1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin (BPOM 2008) (lanjutan)
No. Jenis Pangan & Merek Status Keterangan
7 Kembang gula White Rabbit Tidak terdaftar (kemasan biru)
8 Kembang gula White Rabbit Tidak terdaftar (kemasan merah)
9 Soybean Drink With Milk Tidak terdaftar (kemasan kuning)
10 Soybean Drink With Milk Tidak terdaftar (kemasan hijau)
11 Soyspring Instant Milk Cereal Tidak terdaftar 12 Soyspring Instant Peanut Milk Tidak terdaftar
Kontaminan melamin paling besar ditemukan pada kembang gula sebesar
945,86 mg/kg maka paparan melamin karena mengkonsumsi kembang gula susu
pada anak usia 7-9 tahun bobot 25 kg diperkirakan yaitu : bobot kontaminan
melamin mg/kg x asumsi konsumsi / (TDI x Bobot Badan) = 945,86 mg/kg x (5 x
5 g/1000 / (0,2 mg/kg x 25 kg = 472,93 %. Nilai ini sudah menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan.
Dampak Kontaminan Melamin Pada Kesehatan Manusia
Belum ada data studi mengenai dampak langsung melamin pada manusia.
Namun, data studi pada hewan percobaan dapat digunakan untuk memprediksi
dampak melamin terhadap kesehatan manusia. Melamin menyebabkan batu pada
kandung kemih pada uji hewan percobaan. Jika dikombinasi dengan asam sianurat,
yang juga terdapat dalam bubuk melamin pada pakan dengan dosis 2,5-400 mg/kg
yang diberikan secara oral pada kucing, anjing, tikus, babi dan ikan, akan
membentuk kristal yang kemudian menjadi batu ginjal. Kristal kecil ini juga
menutup saluran kecil dalam ginjal yang mempunyai potensi menghentikan
produksi air seni, menyebabkan kegagalan ginjal, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian (WHO 2009a).
Melamin juga menunjukkan dampak karsinogenik pada hewan pada
Namun demikian tidak cukup bukti adanya risiko karsinogenik pada manusia.
Keracunan melamin ditandai dengan iritabilitas, adanya darah dalam air seni, air
seni sedikit atau tidak ada, gejala infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi (WHO
2009a dan IARC 2010)
Melamin tidak dimetabolisme di dalam tubuh dan secara cepat akan
dikeluarkan dari dalam plasma lewat air seni. Waktu paruh di dalam plasma
adalah sekitar 3 jam (WHO 2008b). Lebih dari 98% asam sianurat yang diberikan
secara oral diekskresikan tanpa diubah ke dalam air seni dalam waktu 24 jam
(IARC 2010).
Melamin mempunyai toksisitas yang rendah, tetapi studi percobaan
menunjukkan bahwa kombinasi melamin dengan asam sianurat menyebabkan
pembentukan kristal dan akhirnya mengakibatkan kerusakan ginjal. Kajian
terhadap gluten dalam pakan bertanggung jawab terhadap kasus gagal ginjal pada
anjing dan kucing di Amerika Serikat pada tahun 2007. Kajian lebih lanjut
memperlihatkan bahwa pakan tersebut mengandung senyawa triazin berikut:
melamin 8.4%, asam sianurat 5.3%, ammelid 2.3%, ammelin 1.7%,
ureidomelamin dan metilmelamin masing-masing kurang dari 1% (WHO 2009a).
Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa melamin
mempunyai toksisitas akut yang rendah dengan nilai LD50 pada tikus sebesar
3.161 mg/kg bobot badan. Data toksisitas oral yang ditemukan pada manusia tidak
ada. Data yang tersedia merupakan penelitian pemberian pakan hewan yang
dilakukan pada tikus, mencit dan anjing. Efek toksik utama pada makanan yang
terpapar melamin pada tikus dan mencit adalah pembentukan batu ginjal, reaksi
inflammatory (peradangan) dan hiperplasia dalam kelenjar uriner. Kristaluria
melamin dilaporkan terjadi pada anjing (WHO 2009a).
Berdasarkan penelitian pada tikus percobaan selama 13 minggu dengan
asupan konsumsi sebesar 63 mg/kg bobot badan per-hari memberikan batas efek
tidak terlihat (No observed adverse effect level - NOAEL). Berdasarkan hasil
percobaan tersebut Food and Drug Administration (FDA) menetapkan asupan
harian yang dapat diterima atau tolerable daily intake (TDI) sebesar 0,63 mg/kg
bobot badan per hari. TDI adalah perkiraan maksimum sejumlah senyawa yang
tanpa risiko kesehatan yang nyata. Suatu faktor keamanan kelipatan 100 sering
diterima sebagai margin antara batas efek merugikan yang tidak terlihat atau
no-observed-adverse-effect level (NOAEL) terendah dari data hewan dengan TDI
(tolerable daily intake) untuk manusia, oleh karena itu 63 mg melamin dan
analognya/kg-bobot badan per hari (NOAEL) dibagi oleh faktor keamanan 100
kali =0,63 mg melamin dan analognya/kg-bobot badan per hari (TDI). Tetapi
dengan adanya peningkatan toksisitas dari gabungan melamin dan asam sianurat
dan ketidakpastian yang tinggi, maka FDA menambahkan faktor keamanan 10
kali sehingga TDI = 0,063 mg/kg (FDA 2008).
Paparan Kontaminan Melamin Pada Pangan
European Food Safety Authority (EFSA) menyebutkan bahwa ada tiga hal
yang menyebabkan kontaminasi melamin pada pangan dan pakan (EFSA 2010),
yaitu :
1. Hasil penggunaan pestisida siromazina. Batas maksimum residu (MRL=
maximum residue level) siromazina pada lahan pertanian adalah 4 mg/kg atau
lebih. Oleh karena itu maka kadar melamin, sebagai metabolit siromazina
dapat berada pada level mendekati atau melebihi 2,5 mg/kg.
2. Migrasi dari bahan yang kontak dengan pangan (food contact materials).
Penggunaan melamin sebagai monomer dan sebagai komponen pada resin
melamin (sejenis plastik termoset) yang kontak dengan bahan pangan disetujui
oleh banyak negara dan mempunyai batas migrasi spesifik lebih dari 2,5
mg/kg pangan. Melamin juga dapat digunakan pada wadah atau kemasan
non-plastik (seperti kertas, karton, dan pelapis kaleng) yang akan kontak dengan
pangan. Oleh karena itu Uni Eropa menyetujui kadar melamin melebihi 2,5
mg/kg tetapi di bawah batas migrasi spesifik, dan tidak dianggap sebagai
produk yang dipalsukan serta harus diijinkan diperdagangkan.
3. Ingredien/bahan tambahan pakan tertentu seperti asam asetat guanidino, urea
dan biuret, akibat pengotoran yang tidak dapat dihindari walaupun Cara
Menurut Karunasagar (2009) kontaminasi melamin dapat terjadi dalam
lingkungan air dan ikan. Melamin digunakan untuk produksi selama
bertahun-tahun dan distribusinya ke lingkungan telah dievaluasi oleh beberapa instansi.
Pada pabrik yang memproduksi melamin, sekitar 80-90% limbah cair dieliminasi
dengan sarana pengolah limbah cair (waste water treatment plants - WWTPs).
Mikroorganisme dalam WWTPS dapat beradaptasi dengan melamin karena terus
menerus terpapar. Air merupakan komponen lingkungan yang sering
terkontaminasi melamin. Melamin diperkirakan mencemari udara sebesar kurang
dari 0,0001%, air sebesar 99,99%, tanah sebesar 0,006%, dan sebagai sedimen
sebesar 0,0001%. Dari produksi sekitar 300 ton melamin, bagian yang terlepas ke
dalam air adalah antara 0,003mg/l hingga 0,0042 mg/l. Hasil monitoring melamin
di Jepang mengindikasikan kadar melamin berkisar antara 0,0001 mg/kg hingga
0,0076 mg/kg dalam air, 0,01 hingga 0,40 mg/kg dalam sediment, dan 0,02-0,55
mg/kg dalam jaringan ikan. Kadar melamin dalam ikan yang hidup di air dekat
sarana produksi diperkirakan mencapai 0,36-10,9 mg/kg. Bioconcentration factor
(BCF) secara umum dalam carp Cyprinus carpio, diperkirakan menjadi < 0,38.
Melamin merupakan senyawa yang inert secara metabolik dan semua hewan yang
diteliti mengekskresikan melamin atau analognya. Ikan mengekskresikan melamin
lebih lambat daripada hewan pengerat.
Pada penelitian yang sengaja menambahkan melamin pada ikan,
menunjukkan bahwa dua ikan salmon yang diberi dosis 380 mg/kg mati pada hari
ke tujuh dan hari kesebelas. Ikan yang diberi kombinasi melamin dan asam
sianurat mempunyai residu asam sianurat lebih kecil daripada jika diberikan
hanya asam sianurat. Kristal melamin-sianurat ditemukan pada jaringan ginjal dan
usus halus, tetapi tidak pada jaringan daging ikan (Karunasagar 2009).
Percobaan pada ikan trout dan ikan salmon menunjukkan bahwa walaupun
tidak diberi melamin terdeteksi adanya melamin sekitar 0,04-0,12 mg/kg. Hal ini
disebabkan karena adanya melamin pada pakan untuk masing-masing ikan sebesar
0,5 mg/kg dan 6,7 mg/kg (Karunasagar 2009). Percobaan pada udang yang
mendapat pakan dengan kandungan melamin masing-masing sebesar 50 mg/kg
dan 100 mg/kg, setelah hari ke 14 kadar melamin dalam otot udang mencapai
melamin mengandung 41 ug/kg yang kemungkinan berasal dari air yang tercemar
melamin (Karunasagar 2009).
Dari survey pasar di Amerika Serikat terhadap udang, lele, tilapia, salmon,
belut dan jenis ikan lainnya, ditemukan sekitar 31,4% sampel yang terkontaminasi
melamin dengan konsentrasi di atas batas deteksi (Level of Detection - LOD).
Pada sepuluh dari 105 sampel (9,5%) ditemukan kadar melamin sebesar 51
µg/kg-237 µg/kg (Karunasagar 2009).
Metode Analisis Melamin
WHO (2008c) menyatakan bahwa metode analisis melamin secara
kuantitatif dapat menggunakan metode ELISA, GC/MS, HPLC-UV, LC/MS dan
LC-MS-MS. ELISA atau enzyme-linked immunosorbent assay merupakan metode
immunokemikal berdasarkan interaksi antigen-antibodi. Metode ini sangat sensitif
dan dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan protein spesifik secara
kuantitatif dalam jumlah sangat kecil, sebagai contoh antigen dengan kuantitas
kurang dari 10 ng/ml (Kolakowski 2001). Metode ELISA dapat digunakan untuk
deteksi melamin pada pangan. Enzim yang berkonyugasi dengan melamin
berkompetisi dengan melamin dari sampel untuk membentuk ikatan melamin –
antibodi. Aktivitas enzim dan nilai absorban berkurang sesuai penambahan jumlah
melamin yang tanpa tanda dari sampel yang tidak diketahui (Fintschenko 2008).
GC/MS adalah kromatografi gas (Gas Chromatography) yang
dikombinasikan dengan spektrometrik massa (mass spectrometric) dan
menggunakan standar isotop-stabil bertanda. Analit gas dilewatkan melalui kolom
dengan fase gerak gas, sedangkan fase diam berupa gas-cair atau padat. Senyawa
yang telah terpisah selanjutnya dialirkan melalui detektor. Senyawa yang sifat
mudah menguapnya rendah tidak dapat ditentukan langsung dengan kromatografi
gas, tetapi harus diderivatisasi terlebih dahulu (Harris 2000 dan Kolakowski
2001). Dalam hal ini kromatografi cair dapat langsung digunakan untuk
memisahkan senyawa yang tidak mudah menguap (Harris 2000).
Spektrometrik massa merupakan detektor yang kuat untuk analisis secara
kuantitatif dan kualitatif dari analit pada kromatografi gas atau cair, memberikan
molekul gas diionisasi (menggunakan kation), diakselerasi pada bidang elektrik
kemudian dipisahkan berdasarkan massanya. Proses ionisasi biasanya
memberikan energi yang cukup untuk memecah molekul menjadi
fragmen-fragmen. Tiap fragmen akan mengenai detektor dari spektrometer massa
membentuk grafik yang disebut sprektrum massa. Spektrometer akan sangat
selektif untuk analit yang diinginkan. Selektivitas mengurangi persyaratan
penyiapan sampel dan pemisahan secara kromatografi dari komponen senyawa
kimia. Ketika operasi dalam mode selektif tinggi untuk analit partikel, maka
spektrometri massa meningkatkan rasio signal-to-noise dalam analisis kuantitatif
dan menurunkan limit deteksi analit (Harris 2000).
Penggabungan kromatografi cair dengan spektrometri massa mempunyai
hambatan yaitu membutuhkan solvent untuk analit dalam jumlah besar, sementara
spektrometer massa dengan alat vakum tinggi tidak dapat dengan cepat menerima
1 ml solvent per menit. Untuk mengatasi hal ini digunakan kolom kromatografi
dengan diameter 2,1 mm dan kecepatan aliran 0,2 ml per menit (Harris 2000).
Prinsip High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) didasarkan pada pemisahan komponen
suatu campuran dalam kolom berisi partikel mikro silika yang seragam (3-10 um),
dimodifikasi secara kimia untuk memperoleh lapisan permukaan dengan gugus
fungsi yang berbeda dan menggunakan kromatografi fase reverse (fase diam non
polar dan fase gerak polar). Untuk keakuratan senyawa yang diuji diderivatisasi
dulu dan menggunakan pendeteksi absorpsi sinar UV (Kolakowski 2001).
Penggabungan metode instrumen HPLC, LC atau GC dengan teknik deteksi
yang selektif sangat diperlukan. Tandem spektrometri massa (mass spectrometry)
(MS/MS) memberikan derajat selektivitas yang sangat tinggi, diikuti dengan
massa spektrometri tunggal (MS), diode array detection (DAD) dan terakhir
absorpsi ultraviolet (UV) (WHO 2008b).
Metode analisis ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS
untuk mendeteksi melamin (WHO 2008b) dapat diuraikan sebagai berikut..
ELISA
ELISA menganalisis kadar melamin secara kuantitatif. ELISA digunakan
hewan, makanan kering untuk hewan, susu cair dan hasil olah susu lainnya. Batas
kuantifikasi (Limit of Quantification - LOQ) melamin yaitu 10-250 ppm pada
gluten gandum, 2-50 ppm pada makanan basah untuk hewan, 4-100 ppm pada
makanan kering untuk hewan, 2-50 ppm pada susu, 10-250 ppm pada susu bubuk,
olahan susu yaitu 0,1-5,0 ppm pada susu dan 0,5-25 ppm pada susu bubuk serta
60 ppb pada susu cair. Sementara batas deteksi (Limit of Detection - LOD) 10
ppm pada gluten gandum, 2 ppm pada makanan basah untuk hewan, 4 ppm pada
makanan kering untuk hewan, 2 ppm pada susu dan 10 ppm pada susu bubuk, 0,1
ppm pada susu dan 0,5 ppm pada susu bubuk. (WHO 2008b).
Melamin diekstrak dari sampel dengan menggunakan vortex, kemudian
ekstrak dipipet ke dinding mikro yang dilapisi antibodi. Kuantitas melamin
ditentukan dengan reaksi warna dan diperlukan pembaca pelatmikro (atau garis)
untuk mengukur densitas optik. Kit uji (yaitu pelat mikro yang dilapis dan reagen)
dapat digunakan sebagai alat skrining untuk pembuktian kontaminasi melamin.
Penanganan penyiapan sampel harus hati-hati untuk menghindari gangguan. Uji
yang tersedia saat ini dilaporkan mempunyai limit deteksi yang tidak cukup
sensitif. Saat ini sedang dikembangkan validasi untuk berbagai matriks pangan
dan metode penyiapan sampel yang dapat digunakan untuk mencapai limit deteksi
dan kuantifikasi yang lebih rendah (WHO 2008b)
GC-MS
Metode ini berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika
Serikat (USFDA), dengan LOQ sebesar 2 mg/kg, dan sensitivitas hingga 0,01
mg/kg. GC-MS digunakan mendeteksi melamin, ammelin, ammelid dan asam
sianurat (WHO 2008b dan WHO 2008c).
GC-MS memerlukan penyiapan sampel laboratorium lebih banyak karena
melamin harus diderivat (derivat trimetilsilil) sebelum diinjeksikan ke dalam
GC-MS. Jika dilakukan secara hati-hati dengan sistem yang baik, maka sensitivitas
dan selektivitas akan sangat tinggi. Sampel diekstraksi dengan campuran
asetonitril/air/dietilamin dan sebelum dianalisis analit dikonversikan ke derivat
trimetilsilil. Metode ini berasal dari USFDA, dengan LOQ sebesar 2 mg/kg, dan
sensitivitas hingga 0,01 mg/kg. Namun sistem GC/MS memerlukan perhatian
penyiapan sampel laboratorium dengan lebih banyak tahapan dengan quality
control yang ketat di laboratorium – karena ada banyak penyebab kesalahan
(WHO 2008c).
HPLC-UV
HPLC-UV digunakan untuk mendeteksi melamin/asam sianurat pada
daging dengan LOQ sebesar 50 ppb daging unggas dan 100 ppb daging sapi
dengan batas LOD sebesar 25 ppb. USFDA juga menggunakan HPLC-UV untuk
mendeteksi melamin pada gluten gandum dan makanan basah untuk ternak. Data
LOQ dan LOD tidak disebutkan. Metode ini digunakan untuk mendeteksi
melamin/siromazin pada susu. Selain itu metode ini juga digunakan untuk
mendeteksi melamin, ammelin dan asam sianurat pada gluten gandum dan
konsentrat protein beras dengan LOQ sebesar 400 ppm dan LOD sebesar 100
ppm. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi melamin pada minuman
dengan LOQ sebesar 50 ppb. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi
melamin, ammelin, ammelid pada tepung serealia dengan LOD sebesar 5 ppm dan
asam sianurat dengan LOD sebesar 90 ppm (WHO 2008b).
Penggunaan sinar UV pada panjang gelombang 240 nm dapat memberikan
informasi kuantitatif. Sampel diekstraksi dengan campuran asetonitril/air dan
dianalisis dengan HPLC pasangan ion. Analisis pada sampel yang kompleks
seperti kembang gula dan kukis akan memberikan gangguan pada hasil karena
banyak senyawa juga mengabsorbsi UV pada 240 nm. Karena itu metode LC-UV
perlu validasi yang intensif dengan spektrometrik massa berdasarkan tiap matrik
pangan dan juga memerlukan prosedur penyiapan sampel yang selektif. Sampel
yang positif divalidasi dengan analisis kedua untuk menghilangkan positif palsu.
Dalam pengujian ini tidak ditemukan negatif palsu sementara dari segi keamanan
pangan sangat penting untuk menemukan negatif palsu, yaitu hasil analisis sampel
mengandung melamin di atas limit padahal sesungguhnya kadar melamin di
bawah limit.
LC-MS
LC-MS digunakan untuk mendeteksi melamin dan asam sianurat pada
daging dan makanan hewan dengan LOD 10 ppb (WHO 2008b). Metode LC-MS
Dibutuhkan kehati-hatian assessment karena adanya gangguan dari sampel. Jika
prosedur dilakukan dengan menggunakan sampel yang efisien dan dengan
menggunakan metode pertukaran ion, LC-MS akan memadai untuk kuantifikasi
yang ada.
LC-MS-MS
Metode ini digunakan USDA untuk pengujian melamin pada jaringan babi
dan unggas dengan LOQ sebesar 50 ppb. US-FDA menggunakan metode ini
untuk pengujian melamin pada jaringan lele dan untuk pengujian melamin dan
asam sianurat pada formula bayi dengan LOQ 250 sebesar ppb. US-FDA juga
menggunakan metode ini untuk pengujian melamin pada jaringan dan susu
formula cair dengan LOQ sebesar 25 ppb, pengujian formula bayi bubuk kering
dengan LOQ sebesar 200 ppb, pengujian asam sianurat pada jaringan dan formula
cair dengan LOQ sebesar 50 ppb serta pengujian formula bayi bubuk kering
dengan LOQ sebesar 200 ppb. Metode ini juga digunakan oleh NZFDA (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Selandia Baru) dengan memodifikasi metode
penerapan biosistem untuk makanan hewan dan matriks lain terhadap melamin
dan asam sianurat. Metode ini juga dapat digunakan untuk pengujian melamin
dengan LOQ sebesar 50 ppb pada lobak/bit, pengujian melamin, ammelin,
ammelid, asam sianurat pada jaringan ginjal, pengujian melamin pada jaringan
otot dengan LOD sebesar 1,7 ppb, dan pengujian asam sianurat pada lele, ikan
trout, tilapia, salmon dan udang dengan LOD sebesar 3,5 ppb (WHO 2008b).
LC-MS-MS sejauh ini merupakan metode yang paling dapat diterima untuk
kadar kuantitas melamin yang rendah dalam berbagai matriks sampel yang
berbeda. Metode ini memberikan sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk
produk-produk yang perbedaannya cukup luas. Sampel diekstraksi dengan
campuran asetonitril/air, ekstrak di ekstraksi cair/cair diikuti dengan ekstraksi fase
padat (solid phase extraction – SPE). Karena metode ini membutuhkan peralatan
instrumen yang sangat canggih, dengan menggunakan isotopikal standar yang
Peraturan Kontaminan Melamin di Beberapa Negara
Pada sidang Codex ke 33 tahun 2010 telah disetujui usulan batas maksimum
kontaminan melamin pada formula bayi bubuk sebesar 1 mg/kg, pada pangan lain
dan pakan sebesar 2,5 mg/kg. Pada sidang Codex ke 34 tahun 2011 telah disetujui
usulan batas maksimum untuk formula bayi cair sebesar 0,15 mg/kg. Ketentuan
batas maksimum untuk pangan lain dan pakan sebesar adalah 2,5 mg dengan
ketentuan bahwa adanya melamin adalah karena tidak sengaja atau tidak dapat
dihindari terdapat pada pangan. Batas maksimum ini tidak berlaku jika dapat
dibuktikan adanya melamin karena dampak dari penggunaan siromazina sebagai
pestisida yang diijinkan, asalkan batas melamin tidak melebihi batas siromazina.
Batas maksimum juga tidak berlaku jika diakibatkan karena migrasi dari bahan
yang kontak dengan pangan (wadah/kemasan) sesuai ketentuan pemerintah. Di
samping itu batas maksimum tidak berlaku jika dalam produksi normal adanya
melamin disebabkan penggunaan ingredien/bahan tambahan pakan berikut asam
asetat guanidino, urea, dan biuret (CAC 2010b).
USFDA telah menetapkan asupan harian melamin yang dibolehkan
(tolerable daily intake, TDI) sebesar 0,63 mg/kg bobot badan per hari.
Perhitungan ini didasarkan pada kadar yang tidak memperlihatkan dampak
merugikan (no-observed-adverse-effect level - NOAEL) dari penelitian tikus
selama 13 minggu. TDI dihitung dengan menggunakan faktor keamanan 100 pada
NOAEL. Untuk efek kombinasi melamin – asam sianurat yang tidak diketahui
dan terjadi peningkatan toksisitas maka FDA memberikan tambahan 10 kali faktor
keamanan sehingga menjadi 1000. Jika awal NOAEL 63 mg/kg bobot badan/hari
dibagi 1.000 memberikan TDI baru untuk melamin dengan analognya sebesar
0,063 mg/kg bobot badan/hari. Jadi orang dewasa dengan bobot badan 60 kg
dapat mengkonsumsi 3,78 mg melamin dan analognya per hari tanpa adanya
dampak kesehatan yang merugikan. Oleh karena itu FDA menetapkan batas
maksimum formula bayi sebesar 1 ppm aman dikonsumsi harian (Anonim 2009b).
Pada kondisi terburuk dengan asumsi bahwa 50% diet terkontaminasi melamin,
dengan perkiraan diet sebesar 3 kg (dengan komposisi pangan sebanyak 1,5 kg
cair dan 1,5 kg padat) maka konsumsi harian melamin adalah sebesar 3,78 mg
diet terkontaminasi melamin dengan kadar 2,5 mg/kg, asupan hariannya adalah
sebesar 0,063 mg/kg bobot badan per-hari. Kadar melamin dan analognya dalam
bahan pangan di bawah 2,5 mg/kg tidak menimbulkan risiko kesehatan (FDA
2008).
Uni Eropa melalui European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan
TDI melamin sebesar 0,5 mg/kg bobot badan/hari dengan mempertimbangkan 15
mg melamin perhari dikonsumsi orang dengan bobot 50 kg, tetapi tidak
mempertimbangkan kombinasi melamin dengan analognya. WHO menetapkan
TDI melamin sebesar 0,2 mg/kg bobot badan/hari dengan perkiraan 10 mg
melamin per hari dikonsumsi orang dengan bobot 50 kg, dan TDI asam sianurat
sebesar 1,5 mg/kg bobot badan/hari (Anonim 2009b).
EFSA (2010) memperkirakan paparan terkait dengan bobot badan dengan
rata-rata konsumsi 750-800 g per hari (batas 450-1,200 g per hari) untuk bayi usia
4-5 bulan pertama. Rata-rata konsumsi bayi usia 3 bulan dengan bobot 6,1 kg
sebanyak 780 ml per hari dengan 95 persentil mengkonsumsi 1.060 ml per hari.
Sehingga diperkirakan rata-rata 800 g perhari dan tertinggi 1.100 g per hari.
Paparan melamin untuk dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa (EFSA 2010)
Negara Jumlah Sampel
Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan rerata
kejadian
Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan P95
kejadian Rerata
paparan
Tabel 2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa (EFSA 2010) (lanjutan)
Negara Jumlah Sampel
Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan rerata
kejadian
Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan P95
kejadian Rerata
paparan
P95 paparan Rerata paparan
Keterangan : P95 = 95 persentil, BB = bobot badan
Sistem Pengawasan Pangan di Indonesia
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, tujuan
pengaturan pembinaan dan pengawasan adalah tersedianya pangan yang
memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan
manusia. Untuk mendukung tujuan tersebut, setiap orang dilarang mengedarkan
pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimum
yang ditetapkan. Ketetapan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan menyatakan bahwa ambang batas
maksimum cemaran pada pangan segar ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pertanian atau perikanan, sedangkan penetapan ambang batas
maksimum pangan olahan ditetapkan Kepala Badan POM.
Menurut FAO (2003) elemen dari sistem pengawasan pangan nasional
terdiri dari 1) undang-undang dan peraturan pangan, 2) manajemen pengawasan
pangan, 3) kegiatan inspeksi, 4) kegiatan laboratorium: data monitoring dan
epidemiologi pangan, serta 5) informasi, edukasi, komunikasi dan pelatihan.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Presiden No. 11 tahun 2005 tentang perubahan kelima atas
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, BPOM merupakan badan yang ditunjuk oleh Presiden melakukan
pengawasan di bidang obat dan makanan (Setneg 2000). Berkenaan dengan
pangan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan, BPOM berwenang melakukan pengawasan keamanan,
mutu dan gizi pangan yang beredar, yaitu mengambil contoh pangan yang
beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan. Di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, kewenangan pengawasan telah diatur, terkait pangan segar merupakan
kewenangan instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau
kehutanan, pangan olahan merupakan kewenangan Badan POM sementara pangan
olahan hasil industri rumah tangga pangan dan pangan siap saji ditindaklanjuti
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
Adanya kasus melamin pada pangan, BPOM melakukan fungsi elemen
dalam sistem pengawasan pangan nasional meliputi kegiatan inspeksi,
pengambilan contoh produk pangan yang dicurigai mengandung melamin,
melakukan pengujian laboratorium dan memberikan informasi kepada masyarakat
dalam bentuk Keterangan Pers. Pengkajian dan penyusunan standar batas
maksimum melamin telah dilakukan sejak tahun 2008 oleh Direktorat
Standardisasi Produk Pangan BPOM, dan telah dilakukan pembahasan dengan tim
pakar maupun pembahasan dengan Kementerian Kesehatan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jalan
Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, dari bulan Juli 2010 sampai dengan
bulan Juli 2011.
Bahan dan Alat
Penelitian ini memerlukan data yang berkaitan dengan hasil pengujian
melamin dalam produk pangan yang diperoleh dari Badan POM. Penelitian
dilakukan dengan penelitian kepustakaan, serta data sekunder untuk menunjang
data kepustakaan tersebut.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri atas (1) Pengumpulan dan pemilihan Data/Bahan
referensi, (2) Kajian kontaminasi melamin pada produk pangan, (3) Kajian
terhadap metode analisis melamin dalam produk pangan, dan (4) Kajian peraturan
perundang-undangan tentang cemaran melamin di beberapa negara.
Persiapan dimulai dengan kegiatan pengumpulan dan pemilihan data/bahan
referensi serta kajian terhadap bahan referensi tersebut. Data awal diperoleh dari
data hasil pemeriksaan melamin dalam produk pangan yang terdapat di Badan
POM.
Pengumpulan dan Pemilihan Data/Bahan Referensi
Data sekunder yang dikumpulkan berupa bahan/data referensi meliputi :
1. Data sekunder mengenai peraturan perundang-undangan dan standar terkait dengan cemaran melamin pada produk pangan. Data ini diperoleh dari
Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Referensi mengenai peraturan perundang-undangan negara lain ataupun
2. Data Sekunder mengenai metode analisis terhadap cemaran melamin, dimaksudkan karena adanya pemalsuan nilai protein yang memanfaatkan
kelemahan metode analisis yang digunakan. Data metode analisis merupakan
hal penting dalam pemantauan adanya melamin dalam produk pangan
3. Data sekunder mengenai hasil pengujian di Badan POM dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemalsuan melamin pada produk pangan yang ada di
Indonesia. Data sekunder hasil pengujian yang diambil merupakan hasil
pengujian Badan POM tahun 2008-2009.
Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan
Kajian terhadap kemungkinan cemaran melamin mencakup studi
kepustakaan mengenai terdapatnya melamin dalam produk pangan, baik disengaja
maupun tidak disengaja. Kajian juga menganalisis data hasil pengujian yang
dilakukan Badan POM serta kajian terhadap data hasil pengujian untuk
mengetahui besarnya terjadi cemaran melamin.
Kajian Terhadap Metode Analisis Melamin Dalam Produk Pangan
Kajian metode analisis dilakukan melalui referensi untuk melihat metode
analisis yang digunakan untuk pengujian melamin, mekanisme metode analisis
dan kemungkinan hasil analisisnya. Selain itu juga ditampilkan data pengujian
yang merupakan data sekunder untuk melihat keterkaitan metode analisis yang
digunakan.
Kajian Peraturan Perundang-undangan Tentang Melamin di Beberapa Negara
Kajian peraturan perundang-undangan mencakup ketentuan mengenai
persyaratan dan standar melamin yang telah diatur di negara-negara lain termasuk
Berdasarkan informasi media massa, kasus pemalsuan dengan melamin di
Cina ditemukan pada produk pakan dan produk pangan. Beberapa jenis pangan
yang diketahui terkontaminasi oleh melamin, yaitu susu dan hasil olahnya, produk
yang berbasis susu, produk yang mengandung susu seperti kembang gula, sereal
susu, biskuit, telur pitan, tepung telur dan amonium bikarbonat. Hasil pengujian
yang dilakukan Badan POM pada tahun 2009 menggunakan metode LC-MS-MS
terhadap berbagai produk pangan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji cemaran melamin pada beberapa produk pangan
Kelompok Pangan Jumlah
Sampel
Produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina
17 16 94,1
Susu formula bayi yang beredar di Indonesia
72 0 0,0
Sumber: BPOM (2009b)
Tabel 3 memperlihatkan bahwa 94,1% produk pangan berbasis susu atau
mengandung susu asal Cina, 25% telur pitan awetan, 100% tepung telur, 66,7%
amonium bikarbonat, dan 38,7% biskuit asal Malaysia dengan bahan baku asal
Cina terdeteksi mengandung melamin. Sementara hasil pengujian BPOM pada
tahun 2009 terhadap formula bayi yang beredar di Indonesia baik produksi lokal
maupun impor dan bahan baku susu yang diambil dari sarana produksi formula
bayi tidak terdeteksi adanya melamin. Data formula bayi yang diuji (sebanyak 72
contoh susu formula) menunjukkan bahwa semua produk susu formula yang diuji
tidak terdeteksi mengandung melamin. Dari 72 contoh tersebut 40 contoh
Amerika Serikat (2 produk), Belanda (8 produk), Filipina (6 produk), Jerman (1
produk), Malaysia (1 produk), Selandia Baru (6 produk), Singapura (4 produk),
Spanyol (2 produk), dan Swiss (2 produk).
Data pengujian terhadap produk berbasis susu atau mengandung susu asal
Cina dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik kontaminan melamin produk berbasis atau mengandung susu (BPOM 2009b)
Gambar 7 menunjukkan bahwa kontaminasi melamin terdapat pada jenis
wafer dengan kandungan melamin berkisar antara 24,44 ppm hingga 366,08
ppm, pada susu bubuk sebesar 38,03 ppm, pada produk sereal susu sebesar 23,49
ppm, pada minuman susu kedele sebesar 8,51 ppm dan 93,25 ppm, pada kembang
gula susu sebesar 945,86 ppm, dan 458,04 ppm, pada kembang gula coklat manis
sebesar 252,81 ppm, pada kembang gula coklat susu dengan kacang sebesar
262,82 ppm dan 146,17 ppm, pada kembang gula coklat susu sebesar 856,3 ppm,
dan pada kembang gula coklat sebesar 167,5 ppm hingga 322,22 ppm. Kadar
melamin yang cukup bervariasi pada produk pangan yang sejenis dapat
disebabkan karena sifat melamin yang sedikit larut dalam air, sehingga
167.5 Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang Kembang Gula Coklat Susu Manis Kembang Gula Susu
kemungkinan selama proses produksi tidak terjadi pencampuran yang homogen.
Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa kadar melamin terendah ditemukan pada
minuman susu kedele yaitu sebesar 8,51 ppm, sementara kadar melamin tertinggi
ditemukan pada permen susu sebesar 945,86 ppm. Di samping pengujian terhadap
produk susu, dilakukan juga pengujian terhadap delapan jenis bahan baku susu
yang diambil dari lima pabrik pengolahan susu formula bayi yang berada di
Jakarta dan Yogyakarta. Hasil pengujian Badan POM terhadap bahan baku asal
susu di lima pabrik pengolahan susu formula bayi tersebut menunjukkan tidak
adanya cemaran melamin. Data hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengujian bahan baku asal susu (BPOM 2009b)
No Kode Contoh Jenis Pangan Kadar Melamin
dalam mg/kg
1 BB1 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi
2 BB2 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi
3 BB3 Whey Milk Powder Tidak terdeteksi
4 BB4 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi
5 BB5 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi
6 BB6 Full Cream Milk Powder Tidak terdeteksi
7 BB7 Base Growing up Milk Tidak terdeteksi
8 BB8 Lactoferin Tidak terdeteksi
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam produk susu bubuk bayi
produksi lokal tidak terdeteksi adanya melamin dan pada Tabel 4 menunjukkan
bahan baku asal susu yaitu full cream milk powder, skim milk powder, whey milk
powder, base growing up milk dan lactoferin yang digunakan untuk memproduksi
susu tidak terdeteksi adanya melamin. Hal ini memperkuat hasil audit sarana
produksi produk susu formula bayi yang dilakukan Badan POM (2008) bahwa
dalam pengolahan susu formula bayi tidak menggunakan bahan baku yang
mengandung cemaran melamin.
Pengujian pada kelompok pangan lain (selain produk pangan berbasis susu
atau mengandung susu asal Cina) menunjukkan kadar melamin yang cukup
rendah (di bawah 8 ppm), yaitu pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan seperti
Gambar 8 Grafik kadar cemaran melamin pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan (BPOM 2009b)
.Gambar 8 menunjukkan bahwa kandungan melamin pada telur pitan
awetan asal Cina kadarnya kecil yaitu berkisar dari tidak terdeteksi (0,0 mg/kg)
sampai 0,16 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,03 mg/kg. Sementara itu, kontaminasi
melamin pada tepung telur asal Cina mempunyai kisaran cukup besar dengan
kandungan terendah sebesar 0,13 mg/kg dan tertinggi sebesar 7,05 mg/kg dengan
rerata sebesar 1,99 mg/kg. Pada biskuit, kandungan melamin berkisar dari 0,178
mg/kg hingga 2,07 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,73 mg/kg.
Telur pitan awetan asal Cina merupakan telur asin yang dibuat dari telur
bebek. Hasil pengujian terhadap telur pitan awetan menunjukkan dari 8 contoh, 2
contoh mengandung kontaminan melamin dengan kadar 0,16 mg/kg dan 0,1
mg/kg. Hasil pengujian terhadap telur pitan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil pengujian telur pitan awetan (BPOM 2009b)
No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin
dalam mg/kg
1 T1 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
2 T2 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
3 T3 Telur Pitan Awetan 0,16
4 T4 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
5 T5 Telur Pitan Awetan 0,1
6 T6 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
7 T7 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
8 T8 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi
Telur pitan awetan juga dilaporkan mengandung cemaran melamin. Adanya
kontaminasi melamin diduga sengaja ditambahkan melamin untuk menaikkan
kadar protein atau dari pakan ternak.
Hasil pengujian terhadap tepung telur yang merupakan bahan baku produk
pangan, menunjukkan bahwa dari 5 contoh yang diuji, semuanya mengandung
melamin dengan kadar bervariasi dari 0,13 mg/kg hingga 7,05 mg/kg. Pada tabel 6
terlihat kadar melamin pada tepung kuning telur sebesar 0,13 mg/kg hingga 0,5
mg/kg, kadar melamin terbesar terdapat pada tepung putih telur sebesar 7,05
mg/kg. Hasil pengujian tepung telur dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil pengujian tepung telur (BPOM 2009b)
No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin
dalam mg/kg
1 TT1 Tepung kuning telur 0,5
2 TT2 Tepung Putih Telur 7,05
3 TT3 Tepung Telur 1,83
4 TT4 Tepung kuning telur 0,13
5 TT5 Tepung kuning telur 0,44
Pengujian dengan parameter melamin juga dilakukan terhadap ammonium
bikarbonat, karena adanya laporan biskuit yang mengandung melamin. Dari hasil
pengujian, kandungan melamin pada ammonium bikarbonat cukup tinggi yaitu
sebesar 67,71 mg/kg dan 75,98 mg/kg (Tabel 7). Sampel AB1 merupakan
ammonium bikarbonat impor dari Jepang sementara sampel AB2 dan AB3
merupakan ammonium bikarbonat impor dari Cina. Amonium bikarbonat
merupakan bahan tambahan pangan pengembang misalnya pada pembuatan
biskuit yang digunakan dalam jumlah kecil. Pada produk akhir, kadar melaminnya
akan jauh berkurang. Adanya melamin pada amonium bikarbonat kemungkinan
disebabkan kontaminasi silang karena pabrik yang memproduksi amonium
bikarbonat juga memproduksi urea dan melamin (Hock 2008). Penambahan
melamin dengan tujuan meningkatkan kadar nitrogen pada amonium bikarbonat
tidak diperlukan karena tidak efisien dari segi biaya. Hasil pengujian amonium
Tabel 7 Hasil pengujian amonium bikarbonat (BPOM 2009b)
No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin
dalam mg/kg
1 AB1 Amonium bikarbonat Tidak terdeteksi
2 AB2 Amonium bikarbonat 67,71
3 AB3 Amonium bikarbonat 75,98
Hasil pengujian terhadap biskuit asal Malaysia yang diduga mengandung
melamin menunjukkan bahwa dari 31 contoh, 12 contoh terdeteksi mengandung
melamin dengan kadar 0,178 mg/kg hingga 2,74 mg/kg.
Kemungkinan adanya kontaminasi melamin pada biskuit disebabkan
karena adanya cemaran melamin pada bahan tambahan amonium bikarbonat. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 8 yang menunjukkan adanya indikasi adanya cemaran
melamin dalam amonium bikarbonat.
Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia (BPOM 2009b)
No Kode Kadar Melamin dalam mg/kg
1 BK1 0,26
12 BK12 Tidak terdeteksi
13 BK13 Tidak terdeteksi
14 BK14 Tidak terdeteksi
15 BK15 Tidak terdeteksi
16 BK16 Tidak terdeteksi
17 BK17 Tidak terdeteksi
18 BK18 Tidak terdeteksi
19 BK19 0,22
20 BK20 Tidak terdeteksi
21 BK21 Tidak terdeteksi
22 BK22 0,18
Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia(BPOM 2009b) (lanjutan)
No Kode Kadar Melamin dalam mg/kg
24 BK24 0,318
25 BK25 Tidak terdeteksi
26 BK26 Tidak terdeteksi
27 BK27 0,178
28 BK28 0,227
29 BK29 Tidak terdeteksi
30 BK30 Tidak terdeteksi
31 BK31 Tidak terdeteksi
Dari semua data hasil pengujian, diketahui bahwa produk pangan yang
terdeteksi mengandung melamin umumnya merupakan produk dari Cina atau
mengandung bahan baku asal Cina. Produk berbasis susu atau mengandung susu
dari Cina semua melebihi batas maksimum standar Codex. Satu sampel tepung
telur di atas batas maksimum standar codex dan satu biskuit asal Malaysia juga
mengandung melamin yang melebihi batas maksimum standar Codex yaitu di atas
2,5 mg/kg.
Hasil pengawasan formula bayi dan bahan baku susu di sarana produksi
(BPOM 2009b) menunjukkan produk formula bayi yang beredar di Indonesia dan
bahan baku susu yang digunakan untuk produksi lokal tidak terdeteksi melamin.
Oleh karena itu produk asal Cina terutama yang mengandung protein harus
diwaspadai kemungkinan adanya cemaran melamin.
Kajian Metode Pengujian Melamin
Menurut WHO (2008c) metode analisis untuk menentukan kuantitatif
melamin dan asam sianurat pada pangan dan pakan yaitu ELISA, GC-MS,
HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS.
Penggunaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi cepat melamin,
mudah digunakan, namun metode ini hanya dapat digunakan untuk mendeteksi
melamin dan tidak analognya yang biasanya juga terdapat pada pangan. Adanya
melamin dengan analognya yaitu asam sianurat akan menyebabkan batu ginjal.
ELISA berkisar 10-1000 ug/kg (ppb) (Shimelis et al. 2010), tetapi tidak cukup
sensitif. LOD pada susu sebesar 0,1 mg/kg dan LOD pada susu bubuk 0,5 mg/kg.
Metode HPLC-UV dapat digunakan untuk deteksi melamin mempunyai
limit kuantifikasi LOQ 50 – 1000 ug/kg. Analisis pada produk pangan yang
kompleks seperti biskuit dan permen akan mendapat banyak gangguan karena ada
senyawa selain melamin yang akan mengabsorbsi sinar UV pada panjang
gelombang 240 nm. Jika analisis memberikan hasil positif harus dilakukan
validasi dan konfirmasi dengan menggunakan metode lain seperti GC-MS atau
LC-MS.
Metode GC-MS dapat digunakan pada berbagai matriks pangan dengan
LOQ 10-100 ug/kg (Shimelis et al. 2010) dan sensitivitas pengujian 0,01 mg/kg
(WHO 2008b). Metode ini dapat menguji melamin dan analognya yaitu ammelin,
ammelid, dan asam sianurat yang mungkin terdapat bersama melamin pada
produk pangan. Namun karena melamin bersifat polar dan tidak mudah menguap
(volatile) hal ini sulit dideteksi langsung oleh kromatografi gas (GC). Oleh karena
itu senyawa harus diderivatisasi yang menyebabkan persiapan sampel lebih lama.
Metode kromatografi cair, baik untuk mendeteksi senyawa polar dan tidak
mudah menguap yang tidak dapat dideteksi langsung menggunakan GC. LC-MS
mempunyai LOQ 10 – 50 ug/kg (Shimelis et al. 2010) sehingga dapat digunakan
untuk matrik kompleks. Penggunaan LC-MS dapat digunakan untuk daging dan
pakan ternak. Perbedaan LC-MS dengan LC-MS-MS adalah pada selektivitas dan
limit kuantifikasi. Analisis pada LC-MS hanya mendeteksi berdasarkan bobot
molekul senyawa. Hal ini akan berpengaruh jika ada lebih dari satu senyawa
dengan bobot molekul yang hampir sama yang juga akan memberikan hasil yang
positif. Sementara itu dengan penggunaan detektor MS-MS, senyawa tersebut
akan dipecah sehingga deteksi pada senyawa lebih spesifik. Oleh karena itu
LC-MS-MS merupakan metode yang paling dipercaya untuk mendeteksi adanya
melamin pada berbagai matriks sampel dengan tingkat sensitivitas dan selektivitas
yang tinggi. Berdasarkan kajian tentang berbagai metode analisis melamin pada
produk pangan, maka metode yang paling baik adalah metode LC-MS-MS.
Kelima metode analisis yaitu ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan