• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI KALONG DI

GORONTALO

SUANNISA NUR UTAMI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Suannisa Nur Utami

(4)

ABSTRAK

SUANNISA NUR UTAMI. Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan AGUS SETIYONO.

Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus merupakan spesies kalong yang hidup di Gorontalo. Kedua spesies kalong ini berpotensi sebagai reservoir

dari berbagai agen infeksius, seperti Hendra virus, Nipah virus, dan Menangle virus. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran histopatologi organ hati pada kedua jenis kalong tersebut dan mengetahui potensi kedua kalong tersebut sebagai inang maupun reservoir dari agen infeksius yang menyebabkan hepatitis. Hati kalong Gorontalo diperiksa secara histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE), secara imunohistokimia dengan antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB, dan dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi glikogen dan parasit. Sebagian besar sampel hati pada penelitian ini memiliki lesio berupa radang granuloma. Pewarnaan PAS menunjukkan adanya glikogen dan fungi yang diduga merupakan Blastomyces dermatitidis. Pewarnaan imunohistokimia yang bertujuan mendeteksi keberadaan

Coxiella burnetii menunjukkan hasil negatif.

Kata kunci: Acerodon celebensis, Blastomyces dermatitidis, hepatitis, kalong,

Pteropus hypomelanus

ABSTRACT

SUANNISA NUR UTAMI. Histopathological Overview of Gorontalo Fruit Bat’s Liver. Supervised by EKOWATI HANDHARYANI and AGUS SETIYONO.

Acerodon celebensis and Pteropus hypomelanus are the species of fruit bats that live in Gorontalo. They are potential as reservoir of infectious agents, such as Hendra virus, Nipah virus, and Menangle virus. The aims of this research were to study the histopathology of Gorontalo fruit bats liver and to examine the potency of Gorontalo fruit bats as host and reservoir of hepatitis-causing infectious agents. Hepatic tissues of the bats were stained with Hematoxylin and Eosin (HE) for histopathological examination, antibody polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii

FKH IPB for immunohistochemical examination, and Periodic Acid Schiff (PAS) to detect glycogen and parasite. Histopathological examination showed that most hepatic tissues had granulomatous inflammation. The hepatic tissues stained with PAS found the presence of glycogen and fungi that suspected as Blastomyces dermatitidis. Immunohistochemical staining for Coxiella burnetii showed negative results.

Keywords: Acerodon celebensis, Blastomyces dermatitidis, fruit bats, hepatitis,

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI KALONG DI

GORONTALO

SUANNISA NUR UTAMI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo Nama : Suannisa Nur Utami

NIM : B04090045

Disetujui oleh

drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet Pembimbing I

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah kelelawar Gorontalo, dengan judul Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet dan Bapak drh Agus Setiyono, MS PhD APVet selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pelaksanaan dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman terdekat yaitu Rahayu Woro Wiranti, Irnanda Hary Widyanti, dan R. M. Rizky Jauhari. Ucapan terima kasih tak lupa pula disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 1 

Tujuan Penelitian 1 

Manfaat Penelitian 2 

TINJAUAN PUSTAKA 2 

Kalong 2 

Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus

Hati 3  METODE 3 

Waktu dan Tempat Penelitian 3 

Bahan 4 

Alat 4

Prosedur Analisis Data 4 

Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) 4 

Pewarnaan Imunohistokimia 5

Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) 6 

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10  Saran 10 

DAFTAR PUSTAKA 11 

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan gambaran histopatologis organ hati kalong asal Gorontalo dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) 7 

DAFTAR GAMBAR

1 Radang granuloma dengan giant cell

2 Karbohidrat (glikogen) di dalam hepatosit 9 

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia hidup berdampingan dan saling membutuhkan antar sesamanya. Manusia pun hidup berdampingan dengan flora dan fauna. Terjalin suatu hubungan antara manusia, hewan, dan tumbuhan di dalam suatu ekosistem lingkungan. Hubungan manusia dengan flora, fauna, dan lingkungan yang berjalan seimbang akan menrciptakan keseimbangan ekosistem. Adanya hubungan antar makhluk hidup ini dapat pula menimbulkan suatu masalah yaitu timbulnya zoonosis.

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa hewan dapat menjadi penular penyakit pada manusia. Satwa liar merupakan hewan yang termasuk pembawa agen penyebab zoonosis. Hal tersebut dapat terjadi salah satunya dengan adanya kontak eksitu antara manusia dengan satwa liar. Salah satu satwa liar yang telah diketahui menjadi pembawa zoonosis yaitu kelelawar. Penelitian menyatakan bahwa kelelawar buah atau kalong membawa Hendra virus, Nipah virus, dan Menangle virus yang dapat mengakibatkan zoonosis pada manusia (Sasaki et al.

2012). Kalong tentunya juga memiliki manfaat bagi ekosistem yaitu membantu dalam penyerbukan berbagai tanaman dan berperan dalam mengurangi populasi hama serangga pada area persawahan.

Salah satu habitat kalong di Indonesia yaitu di Sulawesi dan Gorontalo (Teguh et al. 2001). Kalong di daerah ini menghuni goa-goa maupun pohon-pohon asam. Masyarakat sekitar Watangsoppeng, Sulawesi Selatan, percaya bahwa kalong-kalong tersebut membawa rejeki dan akan terjadi malapetaka bila kalong-kalong tersebut meninggalkan pohon-pohon asam (Suyanto 2001). Kemungkinan kontak yang relatif tinggi antara manusia dengan kalong menjadi salah satu cara transmisi agen-agen penyakit yang mungkin dapat berpotensi zoonosis.

Perumusan Masalah

Penelitian yang membahas tentang gambaran histopatologi hati pada beberapa hewan telah banyak dilaporkan, namun penelitian yang memperlihatkan gambaran histopatologi hati pada kalong asal Gorontalo masih sangat minim. Sampel preparat hati pada penelitian ini akan dilakukan pewarnaan untuk identifikasi, sehingga dengan demikian dapat dipelajari gambaran histopatologi organ hati dari kalong asal Gorontalo ini. Hasil pewarnaan diharapkan dapat menjelaskan patogenesis penyakit dan informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan terhadap kesehatan manusia khususnya masyarakat Sulawesi.

Tujuan Penelitian

(12)

2

kalong asal Gorontalo (Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus) sebagai inang maupun pembawa agen infeksius yang mungkin dapat berpotensi zoonosis.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang gambaran histopatologi hati pada kalong asal Gorontalo (Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus). Penelitian ini juga bermanfaat memberikan informasi tentang keberadaan agen infeksius pada kalong asal Gorontalo yang berpotensi zoonosis sebagai upaya pencegahan penularan pada manusia.

TINJAUAN PUSTAKA

Kalong

Kelelawar (Ordo Chiroptera) memiliki dua subordo yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Terdapat 16 famili yang termasuk dalam subordo Microchiroptera, sedangkan hanya ada satu famili dalam subordo Megachiroptera yaitu Pteropodidae. Kelompok Microchiroptera merupakan kelelawar pemakan serangga, sedangkan kelompok Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah atau sering disebut dengan kalong. Hewan ini merupakan hewan nokturnal (Wong et al. 2006). Walaupun dapat terbang, kelelawar ataupun kalong bukan termasuk aves, melainkan termasuk mamalia. Struktur tulang pada sayap hewan ini lebih menyerupai struktur tangan dari hewan primata (Zucca et al. 2010).

Indonesia memiliki alam yang sangat mendukung kehidupan flora dan fauna, sehingga Indonesia memiliki keragaman flora dan fauna yang tinggi, begitupula dengan kalong. Salah satu habitat kalong di Indonesia yaitu di Sulawesi termasuk Gorontalo. Beberapa spesies kalong yang hidup di Sulawesi yaitu Acerodon celebensis, Pteropus vampyrus, Pteropus hypomelanus, dan Dobsonia sp. (Suyanto 2001).

Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus

(13)

3 berwarna coklat keemasan pada bagian dadanya, inilah yang membedakannya dengan spesies Pteropus vampyrus (Jones dan Kunz 2000).

Hati

Hati merupakan organ terbesar dan merupakan kelenjar terbesar yang memiliki banyak fungsi kompleks. Fungsi-fungsi hati yaitu memetabolisme karbohidrat, protein, lemak, hemoglobin, dan obat, mengekskresi metabolit, menyekresi empedu, detoksikasi, menyintesis globulin, albumin, menyimpan lipid, glikogen, vitamin A dan B (Dellmann et al. 1992).

Hati tersusun atas hepatosit yang terdapat dalam lobus-lobus. Lobus tersebut tersusun dari lobulus-lobulus. Hati memiliki vaskularisasi ganda yaitu dari vena porta dan arteri hepatica. Setiap lobulus terdapat vena sentralis dan membentuk vena hepatika. Tepi dari lobulus terdapat kumpulan dari tiga saluran atau sering disebut dengan segitiga porta yaitu terdiri dari vena porta, arteri hepatika, dan cabang terkecil dari duktus koledokus. Buluh limfe dan saraf juga terdapat di segitiga porta. Hepatosit satu dengan hepatosit lainnya dipisahkan oleh kapiler kecil yang disebut sinusoid. Darah dialirkan dari saluran portal yaitu vena porta dan arteri hepatika melalui sinusoid menuju tengah lobulus yaitu vena sentralis. Arah aliran empedu mengalir dari lobulus sentral yaitu melalui bile canaliculi

menuju segitiga porta di tepi lobulus. Ruang Disse terdapat di antara sel endotel dan hepatosit yang di dalamnya terdapat sel stellate/ sel Ito. Sel Ito memiliki fungsi menyimpan vitamin A. Fungsi kekebalan dijalankan oleh sel Kupffer. Sel ini berada di atas sel endotel dari lumen sinusoid (Dellmann et al. 1992).

Lobulus hati dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan jaraknya dari sumber suplai darah. Zona 1 merupakan zona yang terdekat dengan suplai darah yaitu di tepi lobulus. Zona ini merupakan tempat sintesis glikogen, glikogenesis, dan metabolisme protein. Zona 1 mendapatkan suplai oksigen paling baik, namun zona ini akan terlebih dahulu terpapar oleh bahan-bahan toksik karena lokasinya yang paling dekat dengan sumber suplai darah. Zona 3 berada di sekitar vena sentralis sehingga hepatosit pada zona ini paling cepat mati karena mendapat suplai darah dengan mutu paling rendah. Zona 3 merupakan tempat penyimpanan glikogen, lemak, pigmen, dan tempat metabolisme bahan-bahan kimia. Zona 2 berada di antara zona 1 dan zona 3. Hepatosit-hepatosit pada zona 2 mendapatkan suplai darah berkualitas sedang dan berbagi fungsi dengan zona lainnya (Dellmann et al. 1992; Macfarlane et al. 2000).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(14)

4

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 9 buah organ hati dari 7 ekor kalong yang berasal dari Gorontalo spesies Acerodon celebencis dan 2 ekor spesies Pteropus hypomelanus. Bahan lainnya yang dibutuhkan untuk membuat preparat histopatologi seperti paraffin, xylol I, II dan III, alkohol (70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut), Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%, dan entelan. Pewarna yang digunakan untuk pewarnaan Hematoksilin dan Eosin yaitu pewarna hematoksilin dan eosin. Bahan-bahan untuk pewarnaan Periodic Acid Schiff yaitu

periodic acid 1%, air sulfit, akuades, reagen Schiff, dan pewarna hematoksilin. Bahan-bahan untuk pewarnaan imunohistokimia yaitu distilled water, diionized water, citric acid, Phosphate Buffer Solution (PBS), 0,3% H2O2 di dalam metanol,

serum normal, antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB, antibodi sekunder, peroksidase, larutan 3,3’- diaminobenzidine (DAB), dan pewarna hematoksilin.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat untuk membuat preparat histopatologi seperti tissue cassette, scalpel, automatic tissue processor, tissue embedding console, frozen tissue embedding machine, microtome, rak khusus pewarnaan, object glass, cover glass, dan mikroskop cahaya. Alat tambahan yang digunakan untuk pewarnaan imunohistokimia yaitu inkubator, kulkas, dan penangas air.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis dengan pengamatan histopatologis secara deskriptif. Pengamatan histopatologis dilakukan dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin, juga pewarnaan imunohistokimia, dan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS).

Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)

Kesembilan sampel organ hati yang telah difiksasi di dalam larutan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10% kemudian disayat sekitar 3mm dibagian perbatasan antara yang diduga terdapat lesio dengan bagian yang tidak mengalami kelainan dan diberi label nama. Sayatan organ tersebut dimasukkan ke dalam tissue cassette untuk dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 95%, alkohol absolut I, II masing-masing selama 2 jam, penjernihan dengan xylol

I dan II masing-masing 1 jam, dan infiltrasi dengan paraffin I dan II selama 2 jam didalam automatic tissue processor, kemudian dilakukan pencetakan dengan

(15)

5 Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, dan I, alkohol absolut II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Preparat kemudian direndam dalam akuades beberapa saat dan dapat dilanjutkan dengan dimasukkan dalam pewarna hematoksilin dan eosin selama 15 menit. Preparat yang telah diwarnai, lalu dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II, III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi entelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap struktur organ hati.

Pewarnaan Imunohistokimia

Sediaan yang telah disayat dengan microtome dan telah ditempelkan pada gelas objek selanjutnya dilakukan deparafinisaasi yaitu dengan dimasukan ke dalam larutan xylol III, II, I, alkohol absolut II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Proses selanjutnya preparat dilakukan perendaman dengan distilled water selama 15 menit.

Proses selanjutnya preparat direndam hingga mendidih selama 30 menit ke dalam larutan yang terbuat dari 0,5 gram citric acid dalam 500 ml diionized water. Preparat yang telah diangkat kemudian dibilas dengan Phosphate Buffer Solution

(PBS) sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Preparat dimasukkan ke dalam 0,3% H2O2 di dalam metanol untuk blocking endogenous peroxidase

selama 20 menit. Preparat dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Preparat kemudian diteteskan dengan serum normal dan diinkubasi di dalam kotak inkubasi (humidity chamber) yang dialasi kertas tisu lembab di dalam inkubator bersuhu 37˚C selama 45 menit. Preparat kemudian dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit.

Proses dilanjutkan dengan preparat diinkubasikan dengan pemberian antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB pada suhu 4˚C selama 1 malam. Preparat yang telah diinkubasi, lalu dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Proses selanjutnya preparat ditetesi dengan antibodi sekunder dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit. Preparat dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Proses dilanjutkan dengan preparat ditetesi dengan peroksidase dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit dan dibilas kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit.

(16)

6

Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)

Sediaan yang telah disayat dengan microtome dan telah ditempelkan pada gelas objek selanjutnya dimasukan ke dalam larutan xylol III, II, I, alkohol absolut II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Proses selanjutnya yaitu dicuci dengan air yang mengalir selama 10 menit, lalu dimasukan ke dalam larutan periodic acid 1% selama 5-10 menit dan dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Preparat dilakukan pewarnaan dengan reagen Schiff selama 15-30 menit, lalu dicuci dengan air sulfit sebanyak 3 kali masing-masing 3 menit. Preparat dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit, lalu diberikan pewarnaan basa hematoksilin untuk mewarnai dasar yang tak terwarnai oleh reagen Schiff. Preparat yang telah diwarnai kemudian dicuci dengan air mengalir selama 10-60 menit dan akuades selama 5 menit masing-masing sebanyak 2 kali. Proses selanjutnya preparat dimasukkan kedalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II, III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit. Preparat satu per satu diberi entelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Hasil pewarnaan ini menunjukkan positif mengandung karbohidrat atau parasit bila material terwarnai pink atau merah magenta (PAS positif).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hati merupakan organ dengan kemampuan regenerasi yang tinggi, namun pada beberapa kondisi patologis kemampuan regenerasinya dapat menurun. Keadaan patologis terlihat pada preparat histopatologi organ hati dari kalong Gorontalo yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Hasil pengamatan pada preparat histopatologi organ hati dari kalong asal Gorontalo dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) menunjukkan bahwa seluruh hati mengalami kongesti pada vena porta, vena sentralis, dan sinusoid. Kongesti pada hati yang terjadi di seluruh nomor sampel preparat diduga akibat proses eutanasi kalong dengan tidak disembelih namun dengan penyuntikan Ketamin HCl. Meskipun darah telah ditarik keluar tubuh, namun proses peniduran tersebut tidak sempurna mengeluarkan darah dari seluruh organ, sehingga hati mengalami kongesti.

Hepatosit pada sebagian besar preparat juga mengalami degenerasi hidropis dan hanya preparat dengan nomor sampel 23 saja yang tidak menunjukkan adanya degenerasi hidropis pada hepatositnya, dapat dilihat pada Tabel 1. Degenerasi hidropis yang terjadi hampir di seluruh nomor sampel diduga karena kalong yang dijadikan sampel penelitian ini kekurangan asupan pakan, sehingga hepatosit mengalami kekurangan nutrisi.

(17)

7 yaitu hematogenous, penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden). Infeksi yang paling umum terjadi yaitu melalui jalur hematogenous karena organ hati menerima banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Carlton dan McGavin 1995). Salah satu agen infeksius yang dapat menimbulkan infiltrasi dari sel-sel peradangan mononuklear pada organ hati yaitu Salmonella sp. (Kanel dan Korula 2005).

Tabel 1 Perbandingan gambaran histopatologis organ hati kalong asal Gorontalo dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE).

No. sampel

Spesies sampel/ Jenis kelamin

Hati dengan pewarnaan HE

Daerah portal, Vena sentralis Lobulus

19 Acerodon

celebensis/

Infiltrasi sel-sel mononuklear (histiosit, makrofag) di sekitar vena porta

Multifokus radang granuloma (giant cell) di sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis Multifokus infiltrasi sel-sel

mononuklear

Multifokus radang granuloma (giant cell)

20 Acerodon

celebensis/

Tidak ada perubahan Hepatosit mengalami

degenerasi hidropis

21 Acerodon

celebensis/

Multifokus infiltrasi sel-sel mononuklear di sekitar vena porta dan vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis

22 Acerodon

celebensis/

Multifokus infiltrasi sel-sel mononuklear di sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis Multifokus infiltrasi sel-sel

mononuklear

23 Acerodon

celebensis/

Multifokus infiltrasi sel-sel mononuklear di sekitar vena sentralis

Multifokus infiltrasi sel-sel mononuklear

24 Pteropus

hypomelanus/

Infiltrasi sel-sel mononuklear di sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis

25 Acerodon

celebensis/

Multifokus radang granuloma di sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis

26 Pteropus

hypomelanus/

Infiltrasi radang granuloma di sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis Infiltrasi sel-sel mononuklear

32 Acerodon

celebensis/

Multifokus sel-sel mononuklear di sekitar vena porta dan vena sentralis

Hepatosit mengalami degenerasi hidropis Multifokus infiltrasi sel-sel

(18)
(19)
(20)

10

bahan organik yang telah mengalami pembusukan. Bentuk miselial ini memproduksi spora yang dapat terhisap oleh inang, lalu akan berkembang menjadi khamir di dalam organ dan memperbanyak diri secara aseksual dengan

budding (Raymond et al. 1997). Proses budding inilah yang terlihat pada nomor sampel preparat 19, 25 dan 26. Dinding sel dari khamir yang sedang melakukan

budding terwarnai dengan pewarnaan PAS karena pewarnaan ini dapat mewarnai karbohidrat penyusun dinding sel khamir (kitin dan glukan).

Preparat histopatologi organ hati kalong asal Gorontalo yang diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB memberikan hasil negatif yaitu ditandai dengan tidak munculnya bintik-bintik kecil yang berwana coklat pada seluruh preparat organ hati tersebut. Coxiella burnetii merupakan salah satu Rickettsia. Jenis Rickettsia

ini merupakan agen dari penyakit Q fever. Coxiella burnetii hidup sebagai parasit obligat intraseluler. Hewan yang dapat terinfeksi oleh Coxiella burnetii yaitu hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, dan hewan liar, maupun hewan peliharaan seperti burung (Mahatmi 2008). Hasil negatif pewarnaan imunohistokimia menyatakan bahwa 9 ekor kalong asal Gorontalo yang dijadikan sampel pada penelitian ini tidak terinfeksi oleh Coxiella burnetii.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gambaran histopatologi organ hati dari kalong Acerodon celebensis dan

Pteropus hypomelanus yang menjadi sampel pada penelitian ini menunjukkan 89% mengalami kejadian hepatitis. Hepatitis pada sampel organ tersebut memperlihatkan lesio berupa radang granuloma yang terdiri dari sel-sel radang mononuklear dan atau disertai infiltrasi giant cell. Penyebab hepatitis pada kalong diduga oleh fungi Blastomyces dermatitidis. Fungi tersebut terlihat pada 33% sampel hati dalam bentuk budding yaitu 2 sampel dari spesies Acerodon celebensis dan 1 sampel dari spesies Pteropus hypomelanus. Keberadaan fungi tersebut merupakan indikasi bahwa Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus dapat berpotensi membawa agen zoonosis.

Saran

(21)

11

DAFTAR PUSTAKA

Carlton WW, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. St. Louis (US): Mosby.

Dellmann D, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta (ID): UI Pr. Heryani LGSS, Suarsana IN. 2010. Pengamatan jenis glikokonyugat pada sel kelenjar mandibula babi menggunakan teknik histokimia lektin. Buletin Veteriner Udayana. 2(2): 59-67.

Jones DP, Kunz TH. 2000. Mammalian spesies: Pteropus hypomelanus. The American Society Mammalogist. 639: 1-6.

Kanel GC, Korula J. 2005. Atlas of Liver Pathology. Ed ke-2. Philadelphia (US): Elsevier Inc.

Macfarlen PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Ed ke-5. Edinburgh (US): Churchill Livingstone.

Mahatmi H, Setiyono A, Soejoedono RD, Pasaribu FH. 2008. Deteksi Coxiella burnetii penyebab Q fever pada sapi, domba, dan kambing di Bogor dan Bali. J Vet. 8(4): 180-187.

Mills SE. 1997. Histology of Pathologist. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Walkins.

Randhawa HS, Chowdhary A, Kathuria S, Roy P, Misra DS, Jain S, Chugh TD. 2012. Blastomycosis in India: report of an imported case and current status.

Med Mycol. 51(2): 185-192.

Raymond JT, White R, Kilbane TP, Janovitz EB. 1997. Pulmonary Blastomycosis in an Indian fruit bat (Pteropus giganteus). J Vet Diagn Invest. 9: 85-87. Sasaki M, Setiyono A, Handharyani E, Rahmadani I, Taha S, Adiani S, Subangkit

M, Sawa H, Nakamura I, Kimura T. 2012. Molecular detection of a novel paramyxovirus in fruit bats from Indonesia. Virol J. 9: 240.

Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal Agents of Animal Disease. St. Louis (US): Elsevier Inc.

Suyanto A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor (ID): LIPI.

Teguh H, Manoppo R, Siwu S. 2001. Mengenal Beberapa Satwa Sulawesi Utara & Gorontalo. Manado (ID): WCS-IP Sulawesi.

Verde M. 2005. Zoonotic dermatoses in cats. Di dalam: Proceeding of The North American Veterinary Conference; 2005 Jan 8-12; Orlando; Florida. Orlando (US): IVIS. hlm 292-294.

Wilson JH, Olson EJ, Haugen EW, Hunt LM, Johnson JL, Hayden DW. 2006. Systemic blastomycosis in a horse. J Vet Diagn Invest. 18(6): 615-619. Wong S, Lau S, Woo P, Yuen KY. 2007. Bats as a continuing source of emerging

infections in humans. Rev Med Virol. 17(2): 67-91.

Zucca P, Palladini A, Baciadonna L, Scaravelli D. 2010. Handedness in the echolocating schreiber’s long-fingered bat (Miniopterus schreibersii).

(22)

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1991 dari ayah Susatyono dan ibu Rutiana Sri Handayani. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan angkatan 46.

Gambar

Tabel 1  Perbandingan gambaran histopatologis organ hati kalong asal Gorontalo

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian pengaruh kecintaan merek terhadap komitmen merek dijelaskan pada Tabel 9 yang menunjukkan bahwa keprcayaan merek memiliki pengaruh positif dan signifikan

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Seleksi Konsultan Penyedia Jasa Dalam Rangka Evaluasi Terhadap Integritas Data Pinjaman Dan Hibah Luar Negeri Tahap II Tahun Anggaran 2010 Nomor

 Menunjukkan perilaku patuh, tertib dan mengikuti aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan asli , bilangan bulat dan pecahan

• Interpretasi dilihat dari raw score, dimana score rendah terhadap suatu pekerjaan dapat diartikan adanya interest yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang mendapat

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat: (1) pengaruh pendekatan PMRI terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik; (2) pengaruh antara

Secara keseluruhan lembar kerja siswa IPA kelas VII buatan guru berdasarkan kurikulum 2013 di SMP Swasta Se-Surakarta semester genap tahun ajaran 2014/2015 dikategorikan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa didalam memberikan pinjaman yang diberikan kepada para usaha kecil adalah dengan dianalisa serta dievaluasi terlebih dahulu oleh tim pinjaman dana

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Model pembelajaran mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran NHT,