YANG BERKELANJUTAN
DESI INDRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012
Implications to Sustainable Self-Financed National Park Management. Under supervision of SAMBAS BASUNI and BAMBANG SUPRIYANTO.
The Strategic Plan of the Ministry of Forestry for the period of 2010-2014 has mandated the revitalization of 12 national parks to become Public Service Agencies. It would allow national parks to be self-financed. Unfortunately, efforts which have been made have not shown an encouraging progress yet. This research aims : (1) to identify the elaboration of main tasks and functions of national park, (2) to analyze the accuracy of the implementation of the Public Service Agency to the national park management, and (3) to formulate implications for the implementation of Public Service Agency to the Sustainable Self-Financed National Parks management. The result shows that the elaboration of 8 out of 10 main tasks and functions of national park provide goods and services to the public and its performance can be promoted through Public Service Agency, while the other 2 are identified as government liabilities. The implementation of Public Service Agency models for Self-Financed National Park Management both at KNPO and BTS NGPO meets the requirement substantially and technically. Furthermore, the KNPO Cost Benefit Analysis projection of 6 main tasks and functions for the coming 5 years shows the feasibility. This research concluded that national park can be self-financed through the implementation of Public Service Agency scheme. Therefore, it is suggested that in order to implement self-financed national park through Public Service Agency scheme, business development must be included as one of the main tasks and functions and its organization structure and management must be adjusted.
DESI INDRIANI. Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri Yang Berkelanjutan. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BAMBANG SUPRIYANTO.
Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Manfaat langsung taman nasional (TN) ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia dengan luas + 16 juta ha hanya 16 milyar, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Rencana Strategis Kementerian Kehutanan periode 2010-2014 memberikan mandat untuk merevitalisasi 12 Taman Nasional menjadi Badan Layanan Umum yang memungkinkan TN untuk menjadi mandiri, perlu didukung oleh data dan informasi yang penting bagi pelaksanaannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Taman Nasional, menganalisis ketepatan penerapan model Badan Layanan Umum dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dan merumuskan implikasi penerapan Badan Layanan Umum menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dan merupakan TN yang menjadi target untuk diterapkannya Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). Analisis data dilakukan dengan analisis deskiptif, analisis isi dan analisis
manfaat biaya. Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilakukan untuk kurun waktu
lima tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi terhadap pelaksanaan penjabaran tupoksi TN dan membandingkannya dengan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit
BLU yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN, (3) Pengendalian kebakaran hutan, (4) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (5) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (6) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (7) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (8) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Dua tupoksi lainnya merupakan pelayanan sipil yang merupakan kewajiban pemerintah yaitu tupoksi (1) Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN dan (2) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Hasil kajian terhadap persyaratan substantif dan teknis menunjukkan BTNK dan BBTN BTS memenuhi kelayakan untuk dikelola dengan model BLU. Enam tupoksi diantara delapan tupoksi ysng menghasilkan barang dan/atau jasa, tercantum dalam Renstra Bisnis dan dirancang dapat menghasilkan PNBP pada periode 2012 sampai 2016 yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (3) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (4) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (5) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (6) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam, di mana pada saat ini dua tupoksi telah menghasilkan PNBP yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN dan (2) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Penjabaran enam tupoksi tersebut memiliki 17 kegiatan berbasis daratan dan tujuh kegiatan yang berbasis perairan dan laut serta 10 kegiatan berbasis darat dan/atau perairan/laut.
Penelitian juga menemukan bahwa dengan dua tupoksi saja pendapatan rata-rata TN dalam lima tahun terakhir meningkat. Lebih daripada itu, hasil proyeksi Analisis Manfaat Biaya terhadap enam tupoksi pada BTNK dalam lima tahun ke depan menunjukkan kelayakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa TN sangat mungkin dapat mandiri secara finansial melalui skema BLU. Untuk merealisasikan TN Mandiri dengan skema BLU disarankan agar pengembangan bisnis ditetapkan sebagai tupoksi TN dan penyesuaian struktur organisasi dan tata kelolanya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
YANG BERKELANJUTAN
DESI INDRIANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Berkelanjutan
Nama Mahasiswa : Desi Indriani
NRP : E353100175
Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Konservasi Keanekaragaman Hayati
Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi, Mayor Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini berjudul “Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi
Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan” yang dilaksanakan
pada bulan April 2012 hingga bulan Juni 2012.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku ketua komisi pembimbing
penelitian yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. selaku anggota komosi pembimbing
yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini dan telah memfasilitasi penulis selama penelitian.
3. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. selaku penguji luar komisi pada saat ujian tesis yang telah memberikan arahan dan masukan terhadap penyempurnaan karya ilmiah ini.
4. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.S. selaku Ketua Program Studi Konservasi
Keanekaragaman Hayati dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.
5. Suamiku Heru Tri Widarto, dan anak-anakku Rudi, Hani dan Naafila atas
kasih sayang, dorongan, semangat dan kesabarannya selama ini.
6. Mama dan Papa di Medan serta Ibu dan Bapak di Jepara atas doa dan
dukungannya.
7. Rekan-rekan seperjuangan Program Magister Profesi Konservasi
Keanekaragaman Hayati angkatan 2010 atas kebersamaan dan kerja samanya.
8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2012
Husni Siregar, BBA dan ibu Dra. Rusminah Kasma, M.Pd. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan lulus pada tahun 1998. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Medan pada tahun 1994. Pada tahun 1991 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Medan dan pada tahun 1988 menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 99 Medan. Pada tahun 2010 atas biaya dari Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana IPB.
i
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2.. Kerangka Pemikiran ... 2
1.3. Perumusan Masalah ... 4
1.4. Tujuan ... 5
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Konsep Taman Nasional ... 7
2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional ... 8
2.3. Permasalahan Pengelolaan ... 9
2.4. Perubahan Paradigma Pengelolaan ... 10
2.5. Pemanfaatan Taman Nasional ... 10
2.6. Tipologi Barang dan Jasa ... 11
2.7. Taman Nasional Mandiri ... 13
2.8. Badan Layanan Umum ... 14
2.8.1. Definisi Badan Layanan Umum ... 14
2.8.2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum ... 14
2.8.3. Mengapa Badan Layanan Umum ... 15
2.8.4. Syarat Menjadi Badan Layanan Umum... 15
2.9. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) ... 16
2.10. Pelayanan Publik ... 16
2.11. Beberapa Contoh BLU ... 17
2.11.1. Pendidikan dan Pelatihan ... 17
2.11.2. Penelitian ... 18
2.11.3. Kesehatan ... 18
2.12. Kesatuan Bisnis Mandiri Perum Perhutani ... 18
III. METODE PENELITIAN ... 21
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 21
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 21
3.4. Metode Analisis Data ... 22
3.4.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN ... 22
3.4.2. Analisis Ketetapan Penerapan Model BLU ... 24
3.4.2.1. Persyaratan Substantif ... 24
3.4.2.2. Persyaratan Teknis ... 24
ii
4.1. Taman Nasional Komodo ... 27
4.1.1. Sejarah Kawasan... 27
4.1.2. Luas, Lokasi dan Batas ... 28
4.1.3. Zonasi ... 29
4.1.4. Terestrial ... 29
4.1.5. Perairan ... 29
4.1.6. Organisasi BTNK ... 30
4.2. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ... 30
4.2.1. Sejarah Kawasan ... 30
4.2.2. Luas, Lokasi dan Batas ... 31
4.2.3. Zonasi ... 32
4.2.4. Terestrial ... 32
4.2.5. Perairan ... 34
4.2.6. Organisasi BBTN BTS ... 34
4.2.7. Objek Wisata Alam ... 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
5.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN ... 37
5.1.1. Tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN ... 37
5.1.2. Tupoksi Pengelolaan Kawasan TN ... 38
5.1.3. Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan 42 5.1.4. Tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan... 43
5.1.5. Tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 44
5.1.6. Tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 45
5.1.7. Tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan 46 5.1.8. Tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN ... 48
5.1.9. Tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam ... 49
5.1.10. Tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga 51 5.2. Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU ... 53
5.2.1. Persyaratan Substantif ... 53
5.2.1.1. Kriteria Substantif Penyediaan Barang dan/atau Jasa Layanan Umum ... 53
5.2.1.2 Kriteria Substantif Pengelolaan wilayah/Kawasan Tertentu Untuk Tujuan Meningkatkan Perekonomian Masyarakat atau Layanan Umum ... 58
5.2.2. Persyaratan Teknis ... 58
iii
Sebagaimana Ditunjukkan Dalam Dokumen
Usulan Penetapan BLU ... 61
5.2.2.2.1. Analisis Biaya ... 62
5.2.2.2.2. Pendapatan ... 64
5.3. Analisis Implikasi Penerapan BLU ... 73
5.3.1. Beberapa Permasalahan yang Ditemukan ... 73
5.3.2. Langkah-langkah Penerapan PK-BLU dan Implikasinya ... 76
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 79
6.1. Kesimpulan ... 79
6.2. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN ... 85
iv
1. Tipologi barang dan jasa... 11
2. Tipologi barang dan jasa... 12
3. Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data ... 22
4. Zonasi TNK ... 29
5. Zonasi BBTN BTS ... 32
6. Penjabaran tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN ... 38
7. Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional ... 39
8. Penjabaran Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan Taman Nasional ... 42
9. Jumlah pengunjung BBTN BTS dan BTNK periode 2007-2011 ... 43
10. Penjabaran tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan ... 44
11. Penjabaran tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya ... 45
12. Penjabaran tupoksiPengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 46
13. Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan ... 47
14. Penjabaran tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN ... 48
15. Penjabaran tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam ... 50
16. Sumber PNBP tupoksi pengembangan pemanfaatan jasling dan PWA .... 51
17. Variasi barang dan/atau jasa yang dijual dengan kriteria quasi public goods per tupoksi TN ... 54
18. Karakteristik dan kategori barang dan jasa lingkungan ... 55
19. Manfaat indikatif TN ... 57
20. Rencana barang dan/atau jasa yang dijual periode 2012-2016... 59
21. Tupoksi BTNK dan BBTN BTS yang layak ditingkatkan kinerjanya selama periode 2012-2016 ... 60
22. Realisasi PNBP BTNK dan BBTN BTS periode 2007-2011 ... 62
23. Realisasi Anggaran BTNK tahun 2007-2011 ... 63
24. Proyeksi Biaya BTNK tahun 2012-2016 ... 63
v
serta perhitungan B/C ... 70
28. Proyeksi Pendapatan dan biaya BTNK tahun 2012-2016 dengan PK-BLU dan menggunakan WTP serta perhitungan B/C ... 71
29. Proyeksi Pendapatan dan biaya tahun 2012-2016 dengan PK-BLU BBTN BTS serta perhitungan B/C ... 72
30. Realisasi PNBP BTNK berdasarkan jenis pungutan tahun 2011 ... 74
vi
1. Peta kawasan Taman Nasional Komodo ... 28
vii
Halaman 1. Struktur organisasi kantor pusat Perum Perhutani ... 85
2. Struktur organisasi Kantor Unit Perum Perhutani ... 86
3. Visi, misi dan sasaran strategis Ditjen PHKA, BTN Komodo dan BBTN Bromo Tengger Semeru Tahun 2010-2014... 87
4. Penjabaran tugas pokok dan fungsi Bala Taman Nasional Komodo tahun
2007-2011 ... 89
5. Penjabaran tudas pokok dan fungsi Balai Besar Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru tahun 2007-2011 ... 101
6. Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung, Direktorat Konservasi Keanekargaman Hayati, dan Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan Ditjen PHKA tahun
2010-2014 ... 121
7. Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Kawasan
Konservasi dan Hutan Lindung Ditjen PHKA tahun 2010-2014... 123
8. Biaya pengembangan pariwisata alam Balai Taman Nasional Komodo ... 124
9. Proyeksi pendapatan BTN Komodo sebagai BLU tahun 2012-2016 ... 128
10. Proyeksi pendapatan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru sebagai BLU tahun 2012-2016 ... 130
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangKawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41
tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam
(KPA) dan Taman Buru. KHK merupakan sebagian dari kawasan konservasi di
Indonesia. Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini
telah mencapai 521 unit dengan luas + 27,206 juta hektar. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Taman Nasional (TN) merupakan KPA yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional di Indonesia yang telah ditunjuk dan atau
ditetapkan sebanyak 50 unit dengan luas total + 16,327 juta hektar yang terdiri
dari 43 TN darat dan tujuh TN laut (Kemenhut 2010).
Kawasan konservasi memainkan peranan penting dalam pola keseluruhan
penggunaan lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok
kawasan konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya,
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi
ekonomi kawasan konservasi diantaranya adalah berupa jasa wisata alam, jasa
penyimpanan/penyerapan karbon, air, panas bumi serta sumber plasma nutfah
yang berguna bagi pemuliaan tumbuhan/hewan dan industri kesehatan. Potensi
TN dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi belum
banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini belum
dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a).
Perubahan paradigma pembangunan TN dicoba digagas dalam Road Map
Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dari berbasis perlindungan
dan pengawetan menjadi berbasis pemanfaatan lestari bagi penguatan fungsi
perlindungan dan pengawetan melalui pembangunan TN Mandiri. Berbagai
program dan kegiatan pembangunan direncanakan untuk mencapai TN Mandiri
salah satunya adalah melalui penguatan kapasitas kelembagaan dengan
Kementerian Kehutanan merencanakan program pengembangan kawasan
konservasi dalam bentuk BLU sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tentang Rencana Strategis
(RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014. Kementerian Kehutanan
juga mengeluarkan kebijakan penguatan pemanfaatan sumberdaya alam untuk
tujuan perlindungan dan pelestarian alam dengan strategi percepatan pembentukan
BLU pada TN yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan rendah melalui
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 49/Menhut-II/2011 tentang Rencana
Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2010-2030. Selanjutnya, Kementerian
Kehutanan merencanakan program dan kegiatan peningkatan usaha kehutanan,
salah satunya yaitu terbangunnya persiapan sistem pengelolaan BLU di 1 Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (Ditjen PHKA) melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.57/Menhut-II/20011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan 2012.
Rencana pembangunan BLU pada UPT Ditjen PHKA tidak terlepas dari
pertimbangan potensi ekonomi yang besar dari kawasan konservasi yang jika
dikelola dengan baik dan legal maka kawasan konservasi secara finansial dapat
membiayai secara mandiri pelaksanaan tugas-tugas pokok pengelolaan
kawasannya sehingga anggaran pemerintah yang terbatas dapat digunakan secara
lebih efisien (Hartono 2008a).
1.2. Kerangka Pemikiran
Taman Nasional merupakan sumberdaya milik bersama (common-pool
resources) (Schlager & Ostrom 1992). Sumberdaya ini menghasilkan manfaat
produk yang tidak eksklusif, tetapi memerlukan persaingan untuk
mendapatkannya. Pengelolaan TN dilakukan secara sistematis melalui
kegiatan-kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan evaluasi
kesesuaian fungsi (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011). Pengelolaan
kawasan TN diatur dengan sistem zonasi yang bertujuan untuk mewujudkan
sistem pengelolaan TN yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya
(Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 56 tahun 2006).
Kawasan TN ditetapkan dan ditunjuk oleh Negara. Oleh karena itu hak
property regime) yaitu hak kepemilikan dan aturan-aturannya ditetapkan oleh Negara, individu tidak boleh memilikinya serta hak pengelolaannya diserahkan
kepada pemerintah (Governance by government) (Hanna et al. 1996). Hak-hak tersebut memberikan konsekuensi kewajiban untuk menjaga tujuan dan manfaat
sosial dari TN sehingga alokasi anggaran dalam pengelolaan TN menjadi
tanggung jawab Negara melalui pemerintah. Menurut Basuni (2009) semakin
besar manfaat kawasan hutan konservasi maka semakin besar dukungan dari
pemerintah (dalam bentuk alokasi anggaran), dari masyarakat dan dari sektor lain,
atau semakin besar biaya manajemen kawasan konservasi semakin rendah
dukungan yang didapat.
Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari
pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja yaitu arah
penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output.
Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan
sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi
kebutuhan dana yang makin tinggi (Kemenkeu 2012). Penganggaran yang
berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang
demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang
memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong
peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah.
Mewiraswastakan pemerintah (reinventing government) adalah paradigma yang
memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang
penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan
Negara (Kemenkeu 2012).
Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif
melalui Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) terutama terkait dengan
tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya
melalui BLU. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus
dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan
pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi
manajemen TN melaksanakan bisnis (wirausaha) dan mempunyai pola tata kelola
(organisasi) tersendiri. Penerapan BLU TN juga memungkinkan penetapkan tarif
tersendiri sesuai perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi
dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, dan memungkinkan TN
untuk menerima hibah dari masyarakat atau badan lain serta menggunakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengelolaan menuju TN Mandiri.
1.3. Perumusan Masalah
Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping
berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995)
permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara
umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya
dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi
pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak
terjamin.
Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara
namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat
sedikit. Pada tahun 2010 realisasi anggaran konservasi adalah kurang dari 1
trilyun rupiah sedangkan realisasi APBN 1.289,6 trilyun atau hanya sekitar 0,07%
dari total realisasi APBN (Kemenhut 2011b). Bahkan, walaupun suatu kawasan
konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara,
tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk
keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan
pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi
cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Manfaat
langsung TN ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada
tahun 2010 jumlah PNBP yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16
milyar rupiah, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di
Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a).
Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya
mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada
khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya
menjadi Taman Nasional Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor :
SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006 sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis
Departemen Kehutanan 2005-2009. Namun, pada perkembangannya, Taman
Nasional Model dan Taman Nasional Mandiri belum dapat direalisasikan karena
belum adanya arahan, pedoman, kriteria, indikator, monitoring dan penilaian
kinerja lebih lanjut untuk operasionalisasinya (Hartono 2008b).
Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif
melalui BLU terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsinya yang layak
dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Melalui BLU, TN
diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas pokok pengelolaan dengan baik
yang berimplikasi pada kelestarian kawasan, di sisi lain kesejahteraan masyarakat
dan kemandirian dapat tercapai serta pembangunan ekonomi terlaksana. Hal ini
sesuai dengan prinsip pembanguan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
merupakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada masa sekarang tanpa
mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri (WCED 1987).
Rencana program pengembangan kawasan konservasi dalam bentuk Badan
Layanan Umum (BLU) sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, perlu didukung oleh data dan
informasi yang penting bagi pelaksanaannya. Menurut Hartono (2008a)
pembentukan TN Mandiri secara finansial dengan status BLU perlu didahului
dengan kajian yang mendalam terutama terkait dengan peran TN dalam
memproduksi barang atau jasa apakah sebagai operator atau sebatas regulator,
penentuan jenis kegiatan yang sekaligus menghasilkan barang/jasa dan
menghasilkan PNBP serta standar barang/jasa pelayanan, jenis dan tarif
penerimaan, mekanisme penerimaan dan penggunaan dan lingkup penggunaan
penerimaan.
1.4. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Menganalisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju
TN Mandiri.
3. Merumuskan implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri
yang berkelanjutan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategis bagi
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dalam
upaya mewujudkan penerapan BLU pada pengelolaan TN Mandiri sehingga
tujuan program dapat dicapai secara optimal serta menjamin pemanfaatan TN
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Taman NasionalUndang-Undang Nomor 5 tahun 1990 mendefinisikan taman nasional
sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zonasi
yang dimaksud terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, serta zona
lain sesuai dengan keperluan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri (Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2011). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 2011, suatu kawasan dapat ditunjuk sebagai kawasan taman nasional
apabila memenuhi kriteria antara lain mempunyai luasan yang cukup untuk
menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, mempunyai sumberdaya
alam yang khas dan unik, memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh,
memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai
pariwisata alam serta dapat dibagi ke dalam zona-zona pengelolaan sesuai
ketentuan.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman
Zonasi Taman Nasional mengatur lebih lanjut mengenai zonasi taman nasional.
Zonasi taman nasional disebutkan sebagai suatu proses pengaturan ruang dalam
taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan,
pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi
publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan
kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang
dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat. Pembagian zona taman nasional menurut Permenhut No.
P.56/Menhut-II/2006 adalah :
1. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik
biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia
yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan
2. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari
adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya
mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan.
3. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan
potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata
alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.
4. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan
mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.
5. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami
kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan
ekosistemnya yang mengalami kerusakan.
6. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang di
dalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah
yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai
budaya atau sejarah.
7. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak
dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang
kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai
taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan
listrik.
2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional maka
tugas TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud, TN menyelenggarakan fungsi :
1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan kawasan TN.
3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN.
4. Pengendalian kebakaran hutan.
5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya.
7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya serta pengembangan kemitraan.
8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN.
9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam.
10.Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.3. Permasalahan Pengelolaan
Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping
berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995),
permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara
umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya
dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi
pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak
terjamin. Kawasan konservasi memiliki sumber pendaaan dari anggaran negara
namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat
sedikit. Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan
kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, hanya sebagian kecil saja dari dana
tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi
(McNeely 1995). Berdasarkan hasil studi, indikator kecukupan pendanaan,
kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi
terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010).
Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat
dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik
kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan
kegiatan konservasi (Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas
pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid
Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking
berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN
(BTN) dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN
(BBTN) Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way
Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan
TN terkait erat dengan keterbatasan SDM dan anggaran Pemerintah.
2.4. Perubahan Paradigma Pengelolaan
Perubahan ekspektasi mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah
maupun masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilatarbelakangi dorongan
situasi saat ini. Situasi-situasi ini, yaitu 1) Perubahan nilai-nilai sosial pada
masyarakat yang mengakibatkan berubahnya harapan masyarakat terhadap
pengelolaan sumberdaya alam di TN; 2) Perubahan tatanan pemerintah dari
sentralistik menjadi desentralistik dan otonomi; 3) Perubahan paradigma
manajemen yang disebabkan menurunnya kemampuan pembiayaan kegiatan; dan
4) Semakin tingginya perhatian dunia internasional terhadap isu-isu sumberdaya
alam dan lingkungan. Perubahan situasi ini berimplikasi pada tuntutan para pihak
yang berkepentingan dan adaptasi pengelolaan TN. Tuntutan untuk adaptasi
pengelolaan kawasan konservasi memunculkan paradigma baru pengelolaan
kawasan konservasi (Santosa 2008).
Tren pemanfaatan TN terus berkembang. Sebelumnya, konservasi hanya
ditujukan untuk tujuan konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada
perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Dewasa ini pengembangannya
cenderung ke arah pemanfaatan lestari (Kemenhut 2011a). Kecenderungan
tersebut semakin menguat setelah diselenggarakannya Kongres TN Sedunia ke-5
di Durban pada tahun 2003 yang menghasilkan kesepakatan bahwa setiap entitas
kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para
pihak.
2.5. Pemanfaatan Taman Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 menyatakan bahwa TN dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan :
a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
c. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air,
panas, dan angin serta wisata alam.
d. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
e. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.
Pemanfaatan tradisional merupakan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan
kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang
tidak dilindungi. Kegiatan ini menjadi batasan bagi pengelola TN untuk
pemanfaatan barang dan jasa yang terdapat di TN.
2.6. Tipologi Barang dan Jasa
Nilai dan tujuan keberadaan sumberdaya alam dapat diinterpretasikan
kembali berdasarkan tipologi barang dan jasa yang dapat dihasilkan, yaitu sebagai
private goods, club goods, common pool goods, dan public goods (Ostrom 1977, diacu dalam Berge 2004) (Tabel 1). Pengetahuan ini juga menentukan ketepatan
pemilihan bentuk kelembagaan, misalnya kelembagaan untuk pengelolaan
common pool goods didasarkan pada beberapa prinsip yaitu penetapan batas-batas alokasi sumberdaya, teknologi yang digunakan dan cara pemanfaatan,
pemantauan, sanksi, penyelesaian konflik, maupun pengakuannya oleh peraturan
dan perundangan yang lebih tinggi.
Tabel 1 Tipologi barang dan jasa
Jenis Sumberdaya Pengguna
Non-substractable Substractable
Non-excludable Public Goods Common Pool Goods
Excludable Club Goods Private Goods
Sumber : (Ostrom 1977, diacu dalam Berge 2004), dimodifikasi.
Dalam setiap tipologi mengandung sifat yang melekat pada barang dan jasa
tersebut. Sifat tersebut merupakan atribut yang sepatutnya disertakan ke dalam
sifat-sifat lain dari barang dan jasa yang sedang dibicarakan. Terdapat dua faktor
yang menentukan atribut tersebut, yaitu :
1. Sifat rivalitas (persaingan/ substraktif) atas barang dan jasa. Dalam hal ini
apabila barang dan jasa dimanfaatkan seseorang akan mengurangi jumlah yang
(misalnya, air kemasan, kayu, ikan, dan lain-lain (dll)) dan common pool goods (misalnya danau, sungai, dll). Sebaliknya apabila dimanfaatkan seseorang
tetapi, dalam jangka pendek, tidak mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang
lain, maka diklasifikasikan sebagai club goods (misalnya air dalam Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM), dll) dan public goods (misalnya udara,
keamanan, dll).
2. Sifat dapat dipisahkan (excludability) pengguna barang dan jasa. Apabila pengguna barang dan jasa dapat dipisahkan satu dari yang lain, maka private goods dan club goods termasuk di dalamnya. Apabila penggunanya tidak
dapat dipisahkan satu dari lainnya, maka common pool goods dan public goods
masuk di dalamnya. Barang dan jasa common pool goods, dapat terjadi
fenomena open access sebagaimana dalam public goods, apabila kelembagaan
pengelolaan sumberdaya alam yang diterapkan tidak dapat mengatasi para
pencari kesempatan atau penunggang gratis (free riders).
Tipe barang dan jasa ini menurut IUCN (2000) dikategorikan berdasarkan
sifat dapat dipisahkan (excludable) dan sifat pembagian (divisible) seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Tipologi barang dan jasa
Non-divisible Divisible
Non-excludable Public Common Pool
Excludable Toll Goods Private
Sumber : IUCN (2000).
1. Public good adalah setiap barang dan jasa yang tidak dikecualikan/dipisahkan (non-excludable) dan tidak dibagikan (non-divisible) yang artinya bahwa
barang dan jasa tersebut tersedia untuk masyarakat umum. Contoh public good
adalah jasa hutan lindung, penyerapan karbon dan perlindungan habitat kritis.
2. Private good merupakan barang dan jasa yang bersifat dipisahkan (excludable) dan dapat dibagi (divisible) yang berarti bahwa setelah diberikan kepada seseorang maka hanya tersedia untuk individu tersebut. Contoh private good adalah berburu, memancing, berkemah dan hasil hutan non-kayu di mana
produk hutan non kayu dipanen, tidak ada orang lain yang dapat
menggunakannya.
3. Toll goods adalah barang dan jasa yang bersifat dapat dipisahkan (excludable)
tetapi tidak dapat dibagi (non-divisibel) misalnya adalah tiket masuk kawasan
di mana hanya yang membayar yang dapat masuk tetapi barang dan jasa
tersebut tidak habis dibagi.
4. Common pool adalah barang dan jasa yang bersifat tidak dapat dipisahkan (non-excludable) tetapi dapat dibagi (divisible) contohnya adalah kolam renang di mana jika digunakan, maka orang lain tidak dapat menggunakan tetapi akses
untuk mendapatkannya terbuka untuk siapapun. Contoh lainnya adalah jamur
di hutan. Mengakses jamur terbuka bagi siapa saja yang melalui hutan, tetapi
begitu dipanen oleh seorang individu maka tidak tersedia lagi untuk orang lain
(IUCN 2000).
2.7. Taman Nasional Mandiri
Menurut Hartono (2008a) TN Mandiri adalah TN yang mampu membiayai
sebagian atau seluruh pelaksanaan tugas pokok di luar gaji dan kegiatan rutin
lainnya dari penerimaan yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan tersebut dalam
bentuk PNBP. TN Mandiri dengan definisi tersebut dapat dikategorikan sebagai
Badan Layanan Umum (BLU).
TN Mandiri harus merupakan TN Efektif (Kemenhut 2011). TN Efektif
memiliki indikator sebagai berikut :
1. Memiliki kelembagaan (organisasi pengelola) yang meliputi ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang cukup baik jumlah dan kualitas, memiliki
sarana (perlindungan dan perpetaan) memadai, memiliki Tata Hubungan
Kerja (internal dan eksternal) yang baik.
2. Inventarisasi sumber daya hayati (SDH) yang meliputi ketersediaan data
potensi SDH dan keberlanjutan program inventarisasi SDH.
3. Rencana Pengelolaan TN (RPTN) yang meliputi adanya zonasi, desain tapak
dan peta interpretasi.
4. Kemantapan kawasan hutan yang meliputi penetapan kawasan TN dan
5. Sistem monitoring dan pelaporan yang meliputi ketersediaan data hasil
monitoring/pelaporan dan program monitoring dan pelaporan.
6. Konflik masyarakat/tekanan terhadap kawasan TN yang meliputi adanya peta
konflik, strategi penyelesaian konflik (Nota Kesepahaman, manajemen
kolaborasi, relokasi, penegakan hukum dan penyuluhan) dan implementasi
dan antisipasi konflik.
Menurut Kemenhut (2011a) TN Mandiri didefinisikan sebagai TN Efektif
yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial TN serta diperkuat dengan
investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam,
air, karbon dan penangkaran/budidaya satwa dan tumbuhan liar) yang dari
usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80% untuk membiayai pengelolaan
TN yang bersangkutan. Pencapaian hal tersebut memerlukan strategi peningkatan
PNBP agar 80% biaya pengelolaan terpenuhi.
2.8. Badan Layanan Umum
2.8.1. Definisi Badan Layanan Umum
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum (BLU)
adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produkstivitas.
2.8.2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) adalah pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
PPK-BLU menggunakan praktik bisnis yang sehat yaitu proses
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang
baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
1. Instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic view).
2. Memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
2.8.3. Mengapa Badan Layanan Umum
Pemerintahan Indonesia memiliki banyak satuan kegiatan yang berpotensi
untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU. Ada yang
mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait
dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar
pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) / Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Satuan kerja (satker) yang memperoleh
pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan
dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan
(Kemenkeu 2012).
BLU diperlukan karena dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi
pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instansi pemerintah dapat memperoleh
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat dan dapat dilakukan
pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
2.8.4. Syarat Menjadi Badan Layanan Umum
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substansi, teknis dan
administrasi.
Persyaratan Substantif yaitu instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
Persyaratan Teknis, meliputi :
1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) sesuai dengan kewenangannya.
2. Kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif, meliputi Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja, Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Laporan
Keuangan Pokok, Standar Pelayanan Minimal (SPM), Laporan Audit terakhir atau
Pernyataan Bersedia untuk diaudit.
Berdasarkan hasil penilaian atas persyaratan tersebut, Menteri
Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota dapat menentukan apakah suatu unit dapat
ditetapkan sebagai BLU dengan satus BLU Penuh atau Bertahap, ataupun ditolak.
Status BLU Penuh diberikan apabila seluruh persyaratan substantif, teknis
dan administrasi telah dipenuhi dengan memuaskan. Status BLU Bertahap
diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun
persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU
Bertahap berlaku paling lama 3 tahun.
2.9. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government)
Menurut Osborne et al. (1996) pemerintahan dan bisnis adalah lembaga
yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa meraih efisiensi pasar
seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah
bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa mewirausaha.
Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan yang lebih baik
namun membutuhkan keahlian yang lebih baik.
Pemerintah bisa mengarahkan secara lebih efektif dan membiarkan orang
lain lebih banyak mengayuh (melaksanakan) (Osborne et al. 1996). Mengarahkan
akan sangat sulit jika energi dan otak yang terbaik dari suatu organisasi
dipergunakan untuk mengayuh. Pemerintah yang memfokuskan pada
2.10. Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat
oleh penyelenggara Negara (Sinambela et al. 2008). Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang
tercermin dari transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak
dan keseimbangan hak dan kewajiban.
Pelayanan prima diharapkan mampu mendorong terciptanya sistem
pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) yang berorientasi pada
kepentingan publik sebagai tujuan utama. Good governance sendiri diartikan
sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintah pada distribusi kekuatan
dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat
mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik
beserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial, dam budaya mereka
dalam sistem pemerintahan (Sinambela et al. 2008).
2.11. Beberapa Contoh BLU 2.11.1.Pendidikan dan Pelatihan
Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang pendidikan
dan pelatihan per 15 Februari 2012 adalah sebanyak 62 satker meliputi beberapa
perguruan tinggi dan lembaga pendidikan negeri. Adapun jenis layanan yang
disediakan meliputi paket pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Dokter
pada perguruan tinggi serta paket pelatihan sesuai dengan tupoksi satker
masing-masing. Balai Besar Pengembangan Latihan kerja Luar Negeri dlh contoh satker
yang menyediakan pelatihan bahasa, elektronik industri, fabrikasi, listrik dan
lainnya dengan tarif tertentu (Kemenkeu 2012). Fasilitas yang disediakan
diantaranya adalah ruangan kelas, fasilitas internet, pengajar yang professional
dan lainnya. Pada beberapa perguruan tinggi yang menerapkan BLU maka
Pemimpin Universitas atau Rektor bertanggungjawab terhadap penyiapan
2.11.2.Penelitian
Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang penelitian
per 15 Desember 2011 adalah sebanyak 3 satker diantaranya adalah Balai Besar
Industri Agro (BBIA) yang memiliki tupoksi penelitian, pengembangan,
kerjasama, standarisasi, pengujian, sertifikasi dan pengembangan kompetensi
industri agro dengan jenis layanan meliputi jasa pengujian (analisis proksimat,
mikrobiologi, label nutrisi, dan lain-lain), jasa kalibrasi (kalibrasi massa, volume,
suhu, optik), jasa riset (pengembangan produk dan proses, mengatasi
permasalahan teknlogi, rekayasa dan rancang bangun peralatan industry agro,
studi kelayakan usaha), jasa sertifikasi (sertikikasi Sistem Manajemen Mutu,
sertifikasi produk, dan lainnya), jasa konsultasi (pemecahan masalah teknologi,
penganekaragaman produk, perbaikan produksi, pengembangan produk,
penggunaan bahan tambahan makanan, pendirian usaha). Fasilitas yang
disediakan meliputi laboratorium analisis komoditi (LAK) yang melaksanakan uji
yang telah terakreditasi oleh National Accreditation of Territory Agency(NATA)
Australia dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta tersedia peneliti
profesional yang berpengalaman. BBIA memiliki Kepala Seksi Pemasaran yang
secara khusus menangani pemasaran produk dan layanannya.
2.11.3.Kesehatan
Satker yang menerapkan PPK-BLU pada bidang kesehatan per 15 Februari
2012 adalah sebanyak 48 satker di antaranya adalah Rumah Sakit dan Balai
Kesehatan Masyarakat. Layanan yang diberikan berupa konsultasi dokter,
layanan rawat inap dan rawat jalan, tindakan gawat darurat, tindakan operasi dan
lain-lain. Fasilitas yang tersedia antara lain ruang pemeriksaan, laboratorium,
kamar rawatan, ruang ICU, ruang operasi dan tenaga medis professional.
2.12. Kesatuan Bisnis Mandiri Perusahaan Umum Kehutanan Negara (KBM Perum Perhutani)
Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
menyelenggarakan kegiatan usaha pengelolaan hutan dan usaha-usaha lain yang
dapat menunjang maksud dan tujuan perusahaan (Perhutani 2010). Dalam
perlu dilakukan secara efektif, efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan.
Wilayah kerja perusahaan terbagi menjadi 3 Unit dengan 57 Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH). Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan perusahaan,
Perum Perhutani didukung pula oleh 13 Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM), satuan
kerja perencanaan sumberdaya hutan (SDH) yang terdiri dari 13 Seksi
Perencanaan Hutan (SPH), dengan rincian sebagai berikut :
1. Unit I Jawa Tengah terdiri dari : 20 KPH ; 2 KBM Pemasaran; 2 KBM
Industri Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM
Jasa Lingkungan dan Produksi lainnya serta 4 SPH ; seluas 630.720 Ha.
2. Unit II Jawa Timur terdiri dari: 23 KPH ; 3 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri
Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM Jasa
Lingkungan dan Produksi lainnya serta 5 SPH ; seluas 1.126.958 Ha.
3. Unit III Jawa Barat dan Banten terdiri dari:14 KPH ; 1 KBM Pemasaran; 1
KBM Industri Kayu Non Kayu; 1 KBM Agroforestry, Ekologi dan Jasa
Lingkungan (AEJ) serta 4 SPH ; seluas 684.423 Ha. Selain itu Perum
Perhutani juga memiliki satuan kerja pendukung yaitu Kantor Pusat, 3 Kantor
Unit, 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) SDH, 1 Pusat
Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) SDM dan 3 Kantor Biro Perencanaan.
Satuan organisasi yang berada di bawah kantor unit adalah KPH (Kesatuan
Pemangkuan Hutan). KPH dipimpin oleh seorang Administrator/Kepala
Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH) yang bertugas menyususn rencana
pengelolaan hutan serta rencana kerja dan anggaran, memimpin penyelenggaraan
aktivitas pengelolaan sumberdaya hutan, melaksanakan tata laksana administrasi
dan pembukuan perusahaan, melaksanakan pembinaan SDM di wilayah KPH,
melaksanakan pembinaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat,
dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Satuan organisasi lainnya di bawah kantor unit adalah KBM yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengelolaan usaha bisnis perusahaan
secara mandiri untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1080/Kpts/Dir/2011 tentang Struktur
tergantung pada jenis usaha yang akan dikembangkan meliputi KBM Kayu, KBM
Industri Hasil Hutan Non Kayu, KBM Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya,
KBM Agroforestry, KBM Perdagangan (Trading) dan KBM Industri Kayu.
Masing-masing KBM dipimpin oleh seorang General Manager dan
membawahi seorang Kepala Tata Usaha dan beberapa orang Manager. KBM
pada masing-masing unit dibentuk guna lebih memfokuskan serta mendukung
kegiatan pemasaran hasil hutan secara maksimal yang berfokus kepada pelayanan
pelanggan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Struktur Organisasi
Kantor Pusat dan Kantor Unit Perhutani dapat dilihat pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2.
Beberapa produk dan layanan yang dihasilkan Perum Perhutani adalah
sustainable product (kayu olahan dan kayu bundar), produk kimia hutan (gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, kopal, lak, minyak ylang-ylang)
ekoturisme, flora dan fauna, produk pangan dan kesehatan (madu Perhutani, madu
Wanajava, Air Perhutani, minuman madu Perhutani), benih dan bibit (jati plus
Perhutani), Forestry Training and Development (paket training dan konsultasi
bisnis kehutanan), Clean Energy (mikro hydro) dan zona komersial (area
pameran, papan reklame, tower, penyewaaan gedung pertemuan dan sebagainya).
Fasilitas yang tersedia untuk mendukung usahanya adalah sarana dan
prasarana gedung dan obyek wisata, outlet pemasaran, pabrik produk kimia hutan,
pabrik produk pangan dan kesehatan dan lainnya serta tenaga yang profesional
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012.
Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Balai TN Komodo
(BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan
BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map
Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk
dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011). Selain itu, BNTK dan
BBTN BTS merupakan TN yang merupakan target BLU Ditjen PHKA.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci.
Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen terkait dengan tujuan penelitian
yang berasal dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, satuan kerja
yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta,
petugas TN, organisasi non pemerintah, masyarakat dan penelusuran online. Data
yang dikumpulkan meliputi sejarah pengelolaan TN, kegiatan pengelolaan TN,
produk/jenis layanan yang dihasilkan TN, sumber-sumber PNBP, jenis dan
jumlah sumber daya, rencana strategi bisnis, laporan keuangan, struktur organisasi
dan tata kerja, pelibatan stakeholder dan peraturan perundangan.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kajian dokumen.
Wawancara dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang
dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Wawancara adalah pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2011). Wawancara
mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama
terkait, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum
Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non
pemerintah dan masyarakat. Kajian dokumen dilaksanakan dengan mempelajari
berbagai tulisan, gambar atau karya monumental yang terkait dengan topik
penelitian (Sugiyono 2011).
Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data
Ruang Lingkup Data yang dikumpulkan Sumber Data
Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN
Penjabaran tupoksi berdasarkan inovasi kreasi pengelolaan TN, program dan kegiatan TN
Dokumentasi TN dan
Barang dan jasa yang dihasilkan TN, dokumentasi terkait, peraturan perundangan
Dokumentasi terkait anggaran dan biaya pengelolaan, sumber dan jumlah pendapatan PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, jumlah pengunjung, tarif, peraturan
Penerapan BLU satker lain, penerapan bisnis mandiri dan persiapan sistem pengelolaan BLU Ditjen PHKA
Dokumentasi terkait dan informan kunci
3.4. Metode Analisa Data
Analisis data dilakukan secara bertahap berdasarkan ruang lingkup
penelitian, yaitu identifikasi penjabaran tupoksi TN, analisis ketepatan penerapan
model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri, dan analisis implikasi model
BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan.
3.4.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN
Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilaksanakan melalui analisis deskriptif
(Miles & Huberman 1992) dan analisis isi (content analysis) (Neuman 2006). Penjabaran tupoksi TN diidentifikasi untuk kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu
periode 2007 sampai 2011 sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Taman Nasional yang menyatakan bahwa tugas pokok TN adalah melakukan
pengelolaan kawasan TN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
menjalankan fungsi yang meliputi :
1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan kawasan TN.
2. Pengelolaan kawasan TN.
3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN.
4. Pengendalian kebakaran hutan.
5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya.
7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya serta pengembangan kemitraan.
8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN.
9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam.
10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Masing-masing penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang
dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
yang menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan :
1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam.
3. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air,
panas, dan angin serta wisata alam.
4. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
6. Pemanfaatan tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu,
budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang
tidak dilindungi.
Menurut Sinambela et al. (2008) pelayanan publik adalah pemenuhan