• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni Trigona laeviceps laeviceps pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah Introduksi Introduksi Koloni Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni Trigona laeviceps laeviceps pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah Introduksi Introduksi Koloni Baru"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS TERBANG DAN PERTAMBAHAN BOBOT KOLONI

Trigona

laeviceps

PADA BAHAN STUP BERBEDA SEBELUM

DAN SETELAH INTRODUKSI KOLONI BARU

RAGA TAMA ISMAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni Trigonalaeviceps pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah Introduksi Koloni Baru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Raga Tama Ismawan

(4)

ABSTRAK

RAGA TAMA ISMAWAN. Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni

Trigona laeviceps pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah Introduksi Koloni Baru. Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH dan HOTNIDA CH SIREGAR.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang aktivitas terbang, faktor lingkungan penentu serta pertambahan bobot koloni Trigona laeviceps yang ditempatkan pada bahan stup berbeda (kayu sengon/KS dan kayu lapis/KL) setelah introduksi sepuluh koloni baru. Rancangan Acak Lengkap dalam percobaan faktorial 2x2x13 digunakan. Faktor pertama, kedua dan ketiga berturut-turut adalah bahan stup, introduksi koloni baru dan waktu pengamatan. Data aktivitas terbang dianalisis dengan ANOVA dan pertambahan bobot koloni dengan uji-T pada interval kepercayaan 95%. Pengamatan dilakukan selama 10 menit per jam, dari pukul 06.00-18.00. Suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan kecepatan angin diukur. Rataan bobot awal koloni 30-59 gram dan selanjutnya ditimbang seminggu sekali. Aktivitas terbang harian berkisar 0-20 ekor. Suhu, kelembaban relatif dan kecepatan angin tidak menentukan aktivitas terbang. Intensitas cahaya (R2=0.688) terutama setelah introduksi koloni baru nyata (P<0.05) menentukan aktivitas terbang. Aktivitas terbang dan pertambahan bobot koloni tidak dipengaruhi oleh bahan stup, tetapi setelah introduksi koloni baru (P<0.05), aktivitas lebih rendah. Aktivitas terbang juga dipengaruhi (P<0.05) oleh waktu pengamatan yang membentuk pola tertentu dengan puncak aktivitas antara pukul 07.00-16.00.

Kata kunci: aktivitas terbang, faktor lingkungan, pertambahan bobot koloni, stup,

Trigona.

ABSTRACT

RAGA TAMA ISMAWAN. Flight Activity and Colonies Weight Gain of

Trigonalaeviceps on Different Stup Materials at Before and After Introduction of New Colony. Supervised by ASNATH MARIA FUAH and HOTNIDA CH SIREGAR.

(5)

significantly influenced flight activity. Light intensity (R2=0.688) especially after introduction of new colonies was significantly influenced (P<0.05) flight activity. Flight activity and colony weight gain were not significantly influenced by stup material, but after introduction new colonies (P<0.05), flight activity was lower. Flight activity was significantly influenced (P<0.05) by time which form the specific pattern at peak time between 07.00-16.00

(6)
(7)
(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

AKTIVITAS TERBANG DAN PERTAMBAHAN BOBOT KOLONI

Trigona

laeviceps

PADA BAHAN STUP BERBEDA SEBELUM

DAN SETELAH INTRODUKSI KOLONI BARU

RAGA TAMA ISMAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Skripsi : Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni Trigona

laeviceps laeviceps pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah

Introduksi Introduksi Koloni Baru

Nama : Raga Tama Ismawan

NIM : D14090126

Disetujui oleh

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Pembimbing I

Ir Hotnida CH Siregar, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno MSA Ketua Departemen

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Terbang dan Pertambahan Bobot Koloni Trigona laeviceps

pada Bahan Stup Berbeda Sebelum dan Setelah Introduksi Koloni Baru. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, juga pada keluarganya, para sahabatnya dan umatnya yang istiqomah hingga akhir zaman.

Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS dan Ibu Ir Hotnida CH Siregar, MSi selaku pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan karya ilmiah. Penghargaan juga Penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Bagus P Purwanto MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada Penulis. Disamping itu penghargaan juga penulis sampaikan kepada dosen penguji Ir Niken Ulupi MS dan Ir Anita S Tjakradidjaja MrurSc yang telah memberikan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta kekasih, atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada teman-teman IPTP 46 yang telah memberi dukungan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat 2

Bahan 2

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum Penelitian 5

Aktivitas Terbang T. laeviceps 6

Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps 10 Pengaruh Kelembaban Relatif terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps 12 Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps 13 Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps 14

Pertambahan Bobot Koloni T. laeviceps 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(15)

DAFTAR TABEL

1 Tanaman sumber pakan dan resin dalam radius 100 meter 6 2 Aktivitas terbang pada stup, introduksi koloni baru dan waktu yang

berbeda 7

DAFTAR GAMBAR

1 Ukuran dan bentuk stup T. laeviceps 3

2 Model naungan dan penempatan stup 3

3 Lokasi penelitian dan letak stup dengan radius 100 meter dari lingkaran di

Desa Leuwibatu (kanan) 5

4 Aktivitas terbang T. laeviceps di kedua stup sebelum dan setelah introduksi koloni baru pada berbagai: suhu (a) kelembaban relatif (b) intensitas cahaya (c) serta kecepatan angin (d). 9 5 Pengaruh suhu di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di kedua jenis

stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b) 11 6 Pengaruh kelembaban relatif di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di

kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b) 12 7 Pengaruh intensitas cahaya di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di

kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b) 14 8 Pengaruh kecepatan angin di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di

kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b) 15 9 Pertambahan bobot koloni di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah

introduksi koloni baru 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam aktivitas terbang T. laeviceps 19

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lebah Trigona merupakan plasma nutfah Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi tetapi kurang dikenal oleh masyarakat, berbeda dengan lebah Apis yang sudah dikenal dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Secara teknis, budi-daya Trigona lebih mudah karena lebah ini tidak menyengat (stingless bee) (Michener 2007), sehingga dalam pengendaliannya tidak memerlukan peralatan khusus seperti pada pengendalian Apis. Trigona tersebar di daerah tropis dan jenis yang mudah ditemukan adalah Trigona laeviceps karena penyebarannya yang luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Sakagami dan Inoue 1985).

Berdasarkan produktivitas, jumlah madu yang dihasilkan Trigona lebih sedikit dibandingkan Apis dan lebih sulit dipanen dari sarangnya, namun jumlah propolis yang dihasilkan lebih banyak. Kualitas propolis yang dihasilkan oleh

Trigona juga lebih baik dibandingkan Apis. Trigona memproduksi propolis dengan kandungan flavonoid, fenol dan berbagai asam yang lebih banyak di-bandingkan propolis yang diproduksi Apis. Propolis merupakan pangan fung-sional karena memiliki khasiat sebagai antitoksin, antioksidan dan antibiotik. Selain itu propolis juga mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, memper-kuat dan mempercepat regenerasi sel (Siregar et al. 2011). Propolis saat ini tidak hanya dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, tetapi juga sudah merambah ke bidang kecantikan. Terdapat banyak manfaat dari propolis yang dihasilkan oleh

Trigona, sehingga potensi usaha budidaya ini menjadi semakin menjanjikan, namun peternak dan informasi teknik budidaya Trigona masih sedikit.

Bagian dari budidaya Trigona yang penting adalah informasi teknis manaje-men kandang lebah (stup). Stup merupakan tempat sarang Trigona yang diguna-kan sebagai tempat koloni berkumpul dan melakudiguna-kan tugasnya masing-masing. Penelitian mengenai penggunaan bahan stup yang dapat meningkatkan produksi masih sangat terbatas. Hermawan (2007) meneliti penggunaan stup kayu randu, namun penerapannya masih sangat sulit karena ketersediaan kayu randu terbatas. Pada umumnya peternak Trigona menggunakan bahan stup dari kayu sengon karena murah dan mudah didapat. Selain kayu sengon, kayu lapis atau yang dikenal sebagai triplek pun sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan alternatif. Kayu lapis (plywood) lebih murah dibandingkan dengan kayu sengon dan ketersediaannya pun cukup melimpah. Perbandingan pengaruh penggunaan bahan stup antara kayu sengon dan lapis terhadap aktivitas dan produktivitas perlu dianalisis. Perbedaan penggunaan bahan stup juga dapat mempengaruhi aktivitas terbang Trigona (Hermawan 2007).

Menurut Heard dan Hendrikz (1993), aktivitas terbang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan kecepatan angin dengan intensitas yang berbeda-beda. Ketersediaan pakan juga berpengaruh terhadap aktivitas terbang, karena sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah mencari pakan yang berdampak terhadap produktivitas.

(17)

me-2

nimbulkan persaingan dalam mencari pakan antar koloni (Putra 2013). Persaingan ini akan meningkat terlebih di masa paceklik, sehingga perlu adanya pengkajian mengenai persaingan antar koloni dalam sebuah peternakan lebah Trigona.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dinamika aktivitas terbang dan produktivitas koloni Trigona pada dua jenis kandang yang berbeda (kayu sengon dan kayu lapis) baik sebelum dan setelah introduksi koloni baru.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pengamatan aktivitas terbang (keluar masuk sarang) Trigona yang dipelihara menggunakan dua bahan stup yang berbeda baik sebelum dan setelah introduksi koloni lebah baru. Hubungan aktivitas terbang dengan faktor lingkungan yang paling menentukan meliputi suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan kecepatan angin dianalisis untuk melihat sejauh mana masing-masing faktor berpengaruh terhadap produksi. Selain itu bobot koloni juga dianalisis sebagai indikator produksi.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai tanggal 14 Februari 2013 dan berakhir tanggal 4 April 2013. Penelitian dilaksanakan di Desa Leuwibatu, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan Laboratorium Entomologi Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI Bogor.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah handcounter, luxmeter, stopwatch,

thermohygrometer, anemometer, timbangan digital dan kamera digital. Masing-masing peralatan tersebut secara berurutan berfungsi sebagai penghitung aktivitas terbang, pengukur intensitas cahaya, waktu, temperatur dan kelembaban udara, kecepatan angina, penimbang bobot koloni dan dokumentasi kegiatan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 10 koloni Trigona laeviceps dengan kisaran bobot 30-59 gram dan 10 koloni T. laeviceps sebagai pesaing dalam pencarian pakan (introduksi koloni baru) dengan kisaran bobot 50-70 gram. T. laeviceps

yang digunakan telah diidentifikasi di Laboratorium Entomologi Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI Bogor. Berdasarkan hasil identifikasi, T. laeviceps

(18)

3 Hymenoptera, family Apidae, genus Trigona dan spesies laeviceps. Bahan lain yang digunakan adalah atap fiber transparan putih, kayu sengon, kayu lapis, polen dan sirup gula.

Prosedur

Identifikasi Trigona

Trigona pekerja yang terbang keluar dari stup ditangkap dan dimasukkan ke toples lalu ditutup rapat. Preparat Trigona dibunuh menggunakan alkohol 70% dan di-offset menjadi spesimen untuk diamati menggunakan mikroskop stereo. Spesimen diidentifikasi di Laboratorium Entomologi Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI Bogor.

Persiapan Stup dan Naungan

Papan kayu sengon dan lapis dipotong, dipaku hingga berbentuk kotak ber-ukuran 24x15x17 cm (Gambar 1) untuk stup Trigona. Stup tersebut diberi lubang berdiameter 0.5 cm pada salah satu sisi sebagai pintu keluar masuk Trigona.

Jumlah stup yang dibuat adalah 14 buah, yaitu 5 buah untuk perlakuan bahan kayu sengon (kode KS), 2 buah untuk kontrol bahan kayu sengon, 5 buah untuk perlakuan bahan kayu lapis (kode KL) dan 2 buah untuk kontrol bahan kayu lapis. Stup kontrol digunakan sebagai pemantau terhadap perubahan bobot stup.

Gambar 1 Ukuran dan bentuk stup T. laeviceps

Naungan dibuat memanjang dari barat ke timur dengan menggunakan atap fiber transparan putih (Gambar 2). Fiber transparan digunakan agar cahaya matahari dapat optimal menembus atap dan mengenai pintu stup. Stup diletakkan dengan posisi pintu stup menghadap ke utara.

Gambar 2 Model naungan dan penempatan stup Persiapan dan pemindahan koloni Trigona

Trigona diperoleh dari peternakan Trigona di Pandeglang, Banten. Semua koloni Trigona diadaptasikan terhadap lingkungan lokasi penelitian selama satu

Barat

(19)

4

minggu di bawah naungan. Pada hari pertama lubang pada stup ditutupi dengan propolis, kemudian pada hari kedua hingga ke tujuh lubang pada stup dibuka agar

Trigona dapat mencari pakan.

Setelah melewati masa adaptasi, koloni Trigona dipindahkan ke stup perlakuan yang bagian dalamnya telah diolesi propolis dari stup asal. Koloni ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Koloni Trigona yang sudah dipindahkan ke stup baru diadaptasikan kembali terhadap kondisi stup perlakuan selama satu minggu di bawah naungan. Setelah adaptasi, aktivitas terbang Trigona dan mikroklimat harian dicatat setiap jam selama 3 minggu. Setelah 3 minggu pe-ngumpulan data, ditambahkan 10 koloni Trigona baru ke lokasi yang sama. Koloni tersebut digunakan sebagai simulasi dari adanya persaingan dalam pencarian pakan (introduksi koloni baru). Pengumpulan data pada koloni lama dilakukan kembali setelah penambahan koloni baru selama 3 minggu.

Pengumpulan Data

Aktivitas terbang Trigona pada masing-masing stup dihitung selama 10 menit setiap satu jam. Pengamatan dilakukan sejak matahari terbit hingga ter-benam selama 6 minggu, yaitu 3 minggu sebelum dan 3 minggu setelah introduksi koloni baru.

Pengukuran suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan kecepatan angin dilakukan setiap satu jam sesaat sebelum pengamatan aktivitas terbang. Penim-bangan bobot koloni dan stup kontrol dilakukan setiap minggu. Jenis-jenis tanam-an ytanam-ang berada pada radius 100 meter dari lokasi stup diidentifikasi dtanam-an dicatat se-bagai sumber pakan bagi T. laeviceps.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dalam percobaan faktorial 2x2x13. Faktor pertama (A) adalah bahan stup (kayu sengon dan lapis), faktor kedua (B) adalah introduksi koloni baru (sebelum dan setelah penambahan koloni baru) dan ketiga (C) adalah waktu pengamatan (jam ke-1, ke-2, ke-3, ..., ke-13). Model matematika yang digunakan menurut Gasperz (1991) adalah :

Yijk =  + i + βj + ∂k + (αβ)ij + (α∂)ik +(β∂)jk + (αβ∂)ijk + ijkl

Keterangan:

Yijk : Respon akibat pengaruh bahan stup ke-i, introduksi koloni baru ke-j dan

..waktu pengamatan ke-k pada ulangan ke-l µ : Rataan umum

αі : Pengaruh perlakuan bahan stup ke-i ßj : Pengaruh introduksi koloni baru ke-j ∂k : Pengaruh waktu pengamatan ke-k

(αß)Yij :.Pengaruh interaksi antara bahan stup ke-i dengan introduksi koloni baru

..ke-j

(α∂)Yik :.Pengaruh interaksi antara bahan stup ke-i dengan waktu pengamatan ke-

..j

(ß∂)Yjk :.Pengaruh interaksi antara introduksi koloni baru ke-j dengan waktu

(20)

5 (αß∂)Yijk:.Pengaruh interaksi antara bahan stup ke-i dengan introduksi koloni baru

..ke-j dan waktu pengamatan ke-k

ijkl : Pengaruh galat pada perlakuan ke-l dalam kombinasi perlakuan ke-ijk.

Peubah yang Diamati

Aktivitas terbang diamati menggunakan handcounter selama 10 menit setiap jam. Mikroklimat: suhu dan kelembaban relatif, intensitas cahaya dan ke-cepatan angin masing-masing diukur menggunakan thermohygrometer, luxmeter

dan anemometer setiap jam sesaat sebelum pengamatan aktivitas terbang. Bobot koloni dan stup kontrol ditimbang menggunakan timbangan digital setiap minggu sehingga diperoleh Pertambahan Bobot Koloni (PBK) yang dihitung dengan persamaan:

PBK = bobot koloni t– bobot koloni t-1 x 100 % bobot koloni t-1– faktor koreksi

Faktor Koreksi = Bobot stup awal ulangan ± penyusutan bobot stup

Analisis Data

Data aktivitas terbang dianalisis ragam (ANOVA) dan pertambahan bobot koloni (PBK) dengan uji-T. Perbedaan antar waktu pengamatan diuji dengan ANOVA, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Desa Leuwibatu terletak di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Luasnya sekitar 1 420 ha dengan ketinggian 200-700 meter di atas permu-kaan laut (dpl) dan curah hujan 1 592.27 mm/tahun. Desa Leuwibatu berpotensi sebagai lokasi pengembangan peternakan lebah khususnya Trigona karena sebagi-an besar wilayah berupa lahsebagi-an pertsebagi-anisebagi-an, perkebunsebagi-an dsebagi-an hutsebagi-an adat (Gambar 3).

(21)

6

Pakan Trigona berasal dari tanaman sekitar. Tanaman yang menjadi sumber pakan dan resin tersebar disekitar lokasi pekarangan rumah, persawahan dan perkebunan warga dengan radius 100 meter, tercantum pada Tabel 1. Tanam-an sedTanam-ang berbunga yTanam-ang teramati selama penelitiTanam-an adalah jagung, kelapa, putri malu dan padi. Keempat tanaman tersebut merupakan sumber polen dan kelapa juga sumber nektar. Polen merupakan pakan sebagai sumber protein serta lemak dan nektar sebagai sumber energi (Sihombing 2005).

Tabel 1 Tanaman sumber pakan dan resin dalam radius 100 meter Nama

Pisang Musa paradisiacal 30 √1

Putri malu Mimosa pudica 17 √1

Rambutan Niphelium lapeceum 11 √3 √3

Salak Salacca zalacca 8 √3

Salam Eugeunia polyanta 5 √3 √3

Sengon Albizzia falcataria 27 √1

Singkong Manihot uttilisima 20 √3 √3

Padi Oryza sativa 34 petak √2

Sumber: 1) Noerdjito et al. (1986); 2)Hasanuddin (2003); 3)Siregar et al. (2011)

Kondisi tanaman yang berbunga dapat mempengaruhi aktivitas terbang

Trigona dalam mencari polen dan nektar (Guntoro 2013). Selain itu jumlah tanaman berbanding lurus dengan ketersediaan pakan dan bahan baku sarang (resin) sehingga aktvitas Trigona tinggi (Junior et al. 2010).

Aktivitas Terbang T. laeviceps

Aktivitas terbang harian lebah T. laeviceps berkisar 0-20 ekor (Tabel 2). Kisaran aktivitas terbang ini lebih rendah dari penelitian Putra (2013) di Sumatera Barat dan Guntoro (2013) di Jawa Barat yaitu berturut-turut 639 dan 277 ekor.

(22)

7 lebih rendah dari penelitian Putra (2013) dengan kisaran bobot awal 173.33-223.33 gram. Koloni dengan bobot awal yang rendah memiliki anggota koloni terutama lebah pekerja yang juga rendah, sehingga berpengaruh terhadap aktivitas terbang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hilario et al. (2000) bahwa lebah pekerja pada koloni yang lebih besar memiliki aktivitas terbang yang lebih tinggi. Selain itu koloni dengan bobot rendah juga lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti cuaca dan ketersediaan pakan. Trigona dengan ukuran koloni yang besar memiliki kemampuan bertahan lebih kuat dibandingkan dengan koloni kecil terhadap masa paceklik (Hofstede dan Sommeijer 2005). Stress kandang juga diduga menyebabkan aktivitas terbang rendah karena masa adaptasi lingkungan yang singkat sehingga Trigona belum siap untuk ditempatkan pada stup baru.

Perpindahan dari stup lama ke stup baru menyebabkan lebah lebih fokus untuk pembangunan sarang karena sarang merupakan bagian yang utama dalam membangun koloni. Salatnaya (2012) menyatakan, koloni Trigona spp. mem-butuhkan waktu lebih dari tiga bulan untuk membangun koloni. Lokasi baru dengan kondisi mikroklimat yang berbeda mengakibatkan lebah perlu beradaptasi dalam waktu panjang. Selain itu, kondisi cuaca yang sering hujan juga menekan Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Aktivitas terbang lebah T. laeviceps (ekor)

(23)

8

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aktivitas terbang tidak dipenga-ruhi oleh bahan stup, tetapi dipengadipenga-ruhi (P<0.05) oleh introduksi koloni baru dan waktu pengamatan. Interaksi ketiga perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas terbang. Rataan aktivitas terbang T. laeviceps pada kedua jenis stup adalah 10.73 ekor, namun aktivitasnya sangat beragam seperti yang diindikasikan oleh nilai koefisien keragaman yang tinggi (69.93% dan 67.32%) (Tabel 2). Koefisien keragaman yang tinggi mengindikasikan kondisi di sarang yang belum stabil. Waktu sebelum introduksi koloni baru adalah lima minggu dan setelahnya tiga minggu. Waktu tersebut masih sangat singkat untuk beradaptasi.

Selain itu kondisi suhu internal kedua jenis stup masih bervariasi dengan koefisien keragaman (KS=33.84% dan KL=34.27%). Stup KS memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih tinggi dibandingkan stup KL. Hal ini mengindikasikan suhu di dalam stup KS lebih stabil dibandingkan KL. Lamanya waktu perpindahan panas ke suatu benda dipengaruhi oleh benda itu sendiri seperti kerapatan dan ketebalan benda. Bahan stup KS memiliki kerapatan lebih rendah (0.4 g/cm³) (Nuralexa 2009) dibandingkan KL (0.8 g/cm³) (Supriat 2007), namun ketebalan bahan pada penelitian lebih berperan dalam mengisolasi panas. Dinding stup KS lebih tebal dibandingkan stup KL, sehingga proses perpindahan panas lebih lama terjadi pada stup KS.

Aktivitas terbang setelah introduksi koloni baru lebih rendah (8.24) dengan nilai koefisien keragaman yang lebih tinggi (73.12%) dibandingkan sebelumnya (13.22) dengan koefisien keragaman (64.12%). Penurunan aktivitas terbang setelah introduksi koloni baru mengindikasikan penurunan aktivitas mencari pakan oleh pekerja koloni lama akibat persaingan dengan pekerja koloni baru. Saat penelitian, sumber pakan sudah melewati musim berbunga sehingga ketersediaan pakan bagi koloni sebelum introduksi koloni baru menjadi sangat terbatas apalagi sesudahnya. Putra (2013) menambahkan, tanaman pakan yang terbatas dan kehadiran koloni liar mempengaruhi aktivitas terbang lebah pekerja dari koloni yang dipelihara dan beraktivitas lebih tinggi untuk mendapatkan pakan yang cukup. Kebalikan dari penelitian Putra (2013), koloni lebah pada penelitian ini justru menurunkan aktivitas terbangnya ketika ada koloni saingan yang baru. Koloni lebah pada penelitian ini lebih banyak menghabiskan waktu aktivitasnya di dalam stup, misalnya mengatur temperatur sarang (Amano 2004). Aktivitas di dalam stup tidak diamati sehingga tidak diketahui aktivitas apa yang spesifik dilakukan oleh lebah di dalam stup.

(24)

9 Puncak aktivitas pada penelitian ini terjadi pada pagi hari pukul 07.00-16.00 (Tabel 2). Pola tersebut sedikit berbeda dengan puncak aktivitas T. laeviceps di Jawa Barat pada pukul 08.00-11.00 (Guntoro 2013) dan Melipona bicolor bicolor

(25)

10

Keterangan: =Stup KS sebelum introduksi koloni baru; =Stup KS setelah introduksi koloni baru; .=Stup.KL.sebelum.introduksi.koloni baru; =Stup KL.setelah introduksi koloni baru; =Mikroklimat sebelum introduksi koloni baru;

=Mikroklimat setelah introduksi koloni baru

Gambar 4 Aktivitas terbang T. laeviceps di kedua stup sebelum dan setelah introduksi koloni baru pada berbagai: suhu (a) kelembaban relatif (b) intensitas icahaya (c) serta kecepatan angin (d).

Aktivitas menurun secara perlahan pada pukul 10.00-14.00 dikarenakan suhu yang terus meningkat serta intensitas cahaya di sekitar stup yang mulai me-nurun dan meme-nurun tajam pada pukul 15.00-17.00. Guntoro (2013) menambah-kan, aktivitas lebah keluar sarang mulai pukul 05.30-18.19.

Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps

Kisaran suhu rataan di bawah naungan berbahan fiber transparan sebelum dan setelah introduksi koloni baru masing-masing 26.67-35.63 oC dan 26.73-37.12 oC dengan koefisien keragaman 31.17% dan 32.20%. Kisaran suhu dan koefisien keragaman suhu sebelum dan setelah introduksi koloni baru hampir sama. Pengaruh suhu sekitar stup terhadap aktivitas terbang T. laeviceps di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru terlihat pada Gambar 5.

Aktivitas terbang di kedua stup sebelum introduksi koloni baru tidak terlalu ditentukan oleh suhu di sekitar stup yang diindikasikan oleh nilai koefisien de-terminasi (R2) yang rendah (KS=0.109 dan KL=0.102). Setelah introduksi koloni baru, pengaruh suhu mulai meningkat yang diindikasikan dengan nilai koefisien determinasi (R2) (KS=0.191 dan KL=0.224). Kecenderungan meningkatnya nilai koefisien ini diduga Trigona mulai beradaptasi secara perlahan setelah lima bulan di lokasi penelitian (sebelum introduksi koloni baru). Hal ini berlaku untuk aktivi-tas pada suhu sebelum 34 oC (Gambar 5). Amano (2004) menyatakan, Trigona

(26)

11 pada Mei-Juli 2012. Perbedaan waktu pelaksanaan menyebabkan perbedaan pula keadaan cuaca atau musim.

Keterangan: =Stup KS sebelum introduksi koloni baru; =Stup KS setelah introduksi koloni baru; .=Stup.KL.sebelum.introduksi.koloni baru; =Stup KL.setelah introduksi koloni baru;

= Stup KS; = Stup KL

Gambar 5 Pengaruh suhu di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b)

Aktivitas terbang pada suhu sebelum 34 oC tidak konsisten, artinya aktivitas terkadang tinggi dan rendah. Tetapi aktivitas terbang pada suhu setelah 34 oC me-ningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Hal ini diduga bahwa aktivitas terbang lebah difokuskan untuk mencari air. Air tersebut untuk menurunkan suhu di dalam stup yang disebarkan melalui kegiatan pengepakkan sayap (Amano 2004). Ber-dasarkan pengamatan, pada siang hari yang cerah (pukul 13.00-14.00) sering ter-dengar suara dengungan sayap yang berasal dari dalam stup.

(27)

12

mengakibatkan penurunan aktivitas lebah dalam mencari pakan. Pada suhu yang semakin tinggi maka energi yang dibutuhkan untuk terbang semakin besar.

Pengaruh Kelembaban Relatif terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps

Kisaran kelembaban relatif di sekitar stup sebelum dan setelah introduksi koloni baru berturut-turut adalah 59.92%-91.68% dan 55.90%-90.34% dengan koefisien keragaman 37.57% dan 41.23%. Kisaran ini masih dapat ditoleransi oleh

Trigona. Menurut Junior et al. (2010), lebah Trigona dapat beraktivitas pada kelembaban 48%–98%. Pengaruh kelembaban relatif sekitar stup terhadap aktivi-tas terbang T. laeviceps di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru terlihat pada Gambar 6.

Keterangan: =Stup KS sebelum introduksi koloni baru; =Stup KS setelah introduksi koloni baru; .=Stup.KL.sebelum.introduksi.koloni baru; =Stup KL.setelah introduksi koloni baru;

= Stup KS; = Stup KL

(28)

ren-13 dahnya pengaruh kelembaban relatif terhadap aktivitas terbang. Koefisien deter-minasi (R2) dalam penelitian ini serta penelitian Heard dan Hendrikz (1993) tidak sama seperti T. laeviceps di Jawa Barat (61%) (Guntoro 2013) dan T. drescheri di Sumatera Barat (97%) (Putra 2013).

Aktivitas terbang pada kelembaban relatif lebih dari 65% (Gambar 6) ber-beda dengan aktivitas pada kondisi suhu disekitar stup (Gambar 5). Fenomena yang terbalik ini terjadi karena pada dasarnya suhu dan kelembaban relatif ling-kungan berbanding terbalik. Ketika suhu tinggi maka kelembaban rendah dan be-gitu sebaliknya. Ahrens (2012) menambahkan, suhu udara yang semakin tinggi (panas) akan meningkatkan pergerakan molekul uap air dan kecenderungan ter-jadinya kejenuhan uap air akan berkurang sehingga kelembaban relatif akan berkurang.

Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps

Aktivitas terbang pada T. laeviceps di bawah naungan fiber transparan se-belum dan setelah introduksi koloni baru dimulai saat intensitas cahaya 0.1-42.41 kilolux dan 0.14-62.7 kilolux dengan koefisien keragaman 88% dan 92.57%. Sama seperti suhu dan kelembaban relatif, kisaran dan koefisien keragaman inten-sitas cahaya sebelum dan setelah introduksi koloni baru hampir sama. Kisaran intensitas cahaya ini sedikit berbeda dengan P. pugnax Moure di São Paulo (0.1-90 kilolux) (Hilario et al. 2001) dan T. drescheri di Sumatera Barat (1.91-46.05 kilolux) (Putra 2013). Pengaruh intensitas cahaya sekitar stup terhadap aktivitas terbang T. laeviceps di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru terlihat pada Gambar 7.

Aktivitas tertinggi sebelum introduksi koloni baru terjadi pada intensitas 9.24 kilolux, sedangkan setelah introduksi koloni baru 13.58 kilolux (Gambar 7). Perbedaan nilai intensitas cahaya ini disebabkan nilai persentase hujan sebelum (28.57%) dan setelah introduksi koloni baru (19.05%) yang berbeda. Hal ini me-nunjukkan bahwa kondisi sebelum introduksi koloni baru lebih banyak mengalami hujan dibandingkan sebelum introduksi koloni baru. Tidak hanya itu, kondisi yang berawan dan sering kali mendung juga menekan perbedaan tersebut.

Koefisien determinasi (R2) intensitas cahaya terhadap rataan aktivitas terbang pada stup KS dan KL baik sebelum dan setelah introduksi koloni baru 0.361 dan 0.489 (Gambar 7a) serta 0.658 dan 0.688 (Gambar 7b). Kurva aktivitas terbang setelah introduksi koloni baru lebih besar dibandingkan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan aktivitas terbang setelah introduksi koloni baru pada pe-nelitian ini ditentukan oleh intensitas cahaya. Pepe-nelitian Heard dan Hendrikz (1993) pada T. carbonaria di Australia dan penelitian Guntoro (2013) (R2=0.689 pada polikultur dan R2= 0.845 pada monokultur) pada T. laeviceps di Jawa Barat juga menunjukkan bahwa aktivitas lebah Trigona ditentukan oleh intensitas cahaya.

Lebah merupakan serangga diurnal, artinya akan memulai aktivitasnya ketika ada cahaya matahari. Lebah akan memulai aktivitasnya ketika cahaya matahari cukup terang dan akan segera mengakhiri aktivitasnya ketika cahaya matahari mulai gelap.

(29)

14

Pada penelitian ini, sampai pada intensitas cahaya 13.58 kilolux, aktivitas terbang

T. laeviceps meningkat seiring dengan peningkatan intensitas cahaya setelah introduksi koloni baru. Di atas intensitas cahaya tersebut, lebah akan menurunkan aktivitas terbangnya karena suhu mencapai 31.14 oC, sehingga lebah mulai mengalami cekaman panas.

Keterangan: =Stup KS sebelum introduksi koloni baru; =Stup KS setelah introduksi koloni baru; .=Stup.KL.sebelum.introduksi.koloni baru; =Stup KL.setelah introduksi koloni baru;

= Stup KS; = Stup KL

Gambar 7 Pengaruh intensitas cahaya di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b)

Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Aktivitas Terbang T. laeviceps

Kisaran angin di sekitar stup sebelum dan setelah introduksi koloni baru 20.76-82.86 feet/min (6.33-25.26 m/menit) dan 8.24-68.81 feet/min (2.51-20.97 m/menit) (Gambar 4d) dengan koefisien keragaman 71.56% dan 87.08%. Pengaruh kecepatan angin sekitar stup terhadap aktivitas terbang T. laeviceps di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru terlihat pada Gambar 8.

(30)

15 kecepatan angin. Gambar 8 memperlihatkan aktivitas terbang lebih banyak terjadi pada kecepatan angin lebih rendah dari 50 feet/min (15.24 m/min) (Gambar 8). Kondisi ini terjadi karena Trigona memiliki tubuh yang kecil. Ini menyebabkan

Trigona mudah terbawa oleh angin. Menurut Putra (2013) kecepatan angin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan lebah pekerja terbawa angin (drifting) sehingga tidak dapat kembali ke sarangnya. Berdasarkan pengamatan, sering ditemukan lebah yang salah masuk stup akibat terbawa oleh angin. Angin kencang juga menyebabkan Trigona tidak keluar sarang.

Keterangan: =Stup KS sebelum introduksi koloni baru; =Stup KS setelah introduksi koloni baru; .=Stup.KL.sebelum.introduksi.koloni baru; =Stup KL.setelah introduksi koloni baru;

= Stup KS; = Stup KL

Gambar 8 Pengaruh kecepatan angin di sekitar stup terhadap aktivitas terbang di kedua jenis stup sebelum (a) dan setelah introduksi koloni baru (b)

Pertambahan Bobot Koloni T. laeviceps

Bobot koloni awal T. laeviceps yang digunakan bervariasi yaitu berkisar 30-59 gram, terdiri dari sarang dan lebah. Pertambahan bobot koloni T. laeviceps

(31)

16

koloni di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru terlihat pada Gambar 9.

Sebelum introduksi koloni baru Setelah introduksi koloni baru

Keterangan: = Pertambahan Bobot Koloni Stup KS = Pertambahan Bobot Koloni Stup KL

Gambar 9 Pertambahan bobot koloni di kedua jenis stup pada sebelum dan setelah introduksi koloni baru

Hasil uji t menunjukkan bahwa pertambahan bobot koloni tidak dipengaruhi oleh bahan stup, tetapi dipengaruhi oleh introduksi koloni baru (P<0.05). Bobot koloni menurun pada minggu ke-1, diduga karena masih adanya proses adaptasi, baik adaptasi lingkungan maupun stup baru. Kemudian terjadi kenaikan signifikan pada minggu ke-2 karena pada minggu ke-2 terlihat pohon kelapa sedang ber-bunga di sekitar lokasi. Kelapa merupakan sumber pakan yang menghasilkan polen dalam jumlah banyak (Hasanuddin 2003).

Penurunan bobot koloni yang sangat signifikan terjadi di kedua jenis stup, terutama stup KS pada minggu ke-3. Penurunan ini terjadi pada minggu tersebut karena saat itu jumlah pakan yang terbatas setelah masa berbunga pohon kelapa. Selain itu hujan mempengaruhi bobot koloni karena lebah tidak akan melakukan aktivitas terbang saat hujan. Sebelum melakukan aktivitas, Trigona akan berdiri di depan sarang untuk menghangatkan tubuhnya sebelum terbang karena Trigona

membutuhkan suhu tubuh yang optimal untuk dapat terbang (Guntoro 2013). Selain itu keterbatasan pakan juga berpengaruh terhadap pertambahan bobot ini. Sedgley (1991) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan koloni lebah Trigona adalah populasi koloni yang tinggi, lingkungan yang sesuai dan kemampuan fisik lebah serta ketersediaan tanaman pakan berupa nektar dan polen. Koloni itu sendiri dibedakan berdasarkan ukuran diameter sarang, yaitu kuat (9.8±1.0 cm), sedang (6.3±0.3 cm) dan lemah (3.3±1.0 cm) (Hilario et al. 2000). Pada penelitian ini, koloni perlakuan termasuk dalam koloni lemah, sedangkan koloni baru termasuk koloni sedang.

(32)

17 Bobot koloni meningkat setelah introduksi koloni baru. Berbeda dengan aktivitas terbang yang menurun, introduksi koloni baru justru menyebabkan bobot koloni meningkat pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6. Pertambahan ini diduga terjadi karena koloni perlakuan sudah dapat beradaptasi secara perlahan. Selain itu adanya dukungan berupa pakan tambahan berupa sirup gula sebagai nektar sintesis dan polen jagung. Walaupun diberi pakan tambahan, pertambahan bobot koloni tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan pertambahan bobot koloni di peternak yang rata-rata mencapai 50 gram per minggu. Menurut Siregar et al.

(2011), Trigona membutuhkan lingkungan dengan vegetasi yang menyediakan polen dan nektar alami, agar dapat berkembang biak dan menghasilkan beragam produk lebah seperti madu, polen dan propolis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas terbang lebah Trigona laeviceps bervariasi selama waktu pengamatan karena masih pada tahap adaptasi terhadap lingkungan yang bervariasi. Aktivitas terbang menurun setelah diintroduksi koloni lebah baru terutama pada intensitas cahaya di siang hari. Secara keseluruhan, bahan stup tidak mempengaruhi pertambahan bobot koloni. Sebaliknya bobot koloni meningkat setelah introduksi koloni baru.

Saran

Penambahan koloni baru, lama adaptasi terhadap lingkungan sekitar dan ketersediaan pakan yang cukup perlu diperhatikan dalam budidaya lebah Trigona.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens CD. 2012. Essentials of Meteorology, an Invitation to the Atmosphere, Ed ke-6. California (US): Brooks/Cole.

Amano K. 2004. Attempts to introduce stingless bees for the pollination of crops under greenhouse conditions in Japan, Food & Fertilizer Technology Center, http://www.fftc.agnet.org/library/article/tb167.html [10 Juni 2013].

Gaspersz V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung (ID): Tarsito.

Gojmerac WL. 1983. Bee, Beekeeping, Honey and Pollination. Westport (US): Avi.

Guntoro YP. 2013. Aktivitas dan produktivitas lebah Trigona laeviceps di kebun polikultur dan monokultur pala (Myristica fragrans) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hasanuddin A. 2003. Manajemen Koloni Lebah Madu. Medan (ID): Balai Latihan Kehutanan Pematang Siantar.

(33)

18

Hepburn HR, Radloff SE. 2011. Honeybees of Asia. New York (US): Springer. Hermawan RY. 2007. Pengaruh bahan stup terhadap aktivitas dan bobot koloni

lebah klanceng (Trigona sp) [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Hilario SD, Imperatriz-Fonseca VL, Kleinert A de MP. 2000. Flight activity and

colony strength in the stingless bee Melipona bicolor bicolor (Apidae, Meliponinae). Rev. Brasil. Biol. 60(2): 299-306.

Hilario SD, Imperatriz-Fonseca VL, Kleinert A de MP. 2001. Responses to climatic factors by foragers of Plebeia pugnax Moure (In Litt.) (Apidae, Meliponinae). Rev. Brasil. Biol. 61(2): 191-196.

Hofstede FE, Sommeijer MJ. 2005. Effect of food availability on individual foraging specialisation in the stingless bee Plebeia tobagoensis

(Hymenoptera, Meliponini). Netherlands J Apidologie, 37 (2006) 387–397. Junior NTF, Blochtein B, & de Moraes JF. 2010. Seasonal flight and resource

collection patterns of colonies of the stingless bee Melpona bicolor schencki

Gribodo (Apidae, Meliponini) in an Araucaria forest area in southern Brazil.

Rev. Bras de Entomol. 54:630-636

Mani. 1972. General Entomologi. Calcuta, New Delhi (IN): Oxford IBH Publishing Co.

Michener CD. 2007. The Bees of The World. Maryland (US): The Johns Hopkins University Pr.

Noerdjito WA, Yayuk RS, Erniwati. 1986. Mengembangkan Lebah Madu di Pekarangan. Di dalam: Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Prosiding Lokakarya; Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Jakarta: Perum Perhutani. hlm 93-96.

Nuralexa FD. 2009. Karakteristik sifat anatomi dan fisis small diameter log

sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dan gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Oliveira MAC. 1973. Algumas observações sobre a atividade externa de Plebeia saiqui e Plebeia droryana [Disertasi]. São Paulo (BRA): Instituto de Biociências.

Putra H. 2013. Pengaruh manajemen naungan stup terhadap aktivitas terbang

Galo-Galo (Trigona drescheri) di Sumanik Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sakagami SF, Inoue T. 1985. Taxonomic notes on three bicolorous Tetragonula

stingless bees in Southeast Asia. Kontyu, Tokyo53(1): 174-189.

Salatnaya H. 2012. Produktivitas lebah Trigona spp. sebagai penghasil propolis pada perkebunan pala monokultur dan polikultur di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sedgley M. 1991. Insect Visitors to Flowering Branches of A. Mangium & A. Arriculi formis. ACIAR workshop

Sihombing DTH. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Siregar HCH. Fuah AM. Octavianty Y. 2011. Propolis Madu Multikhasiat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(34)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam aktivitas terbang T. laeviceps

Selang Kepercayaan db JK KT P

Stup 1 16.68 16.68 0.421

Introduksi koloni baru 1 1612.23 1612.23 0.000

Waktu 12 5568.85 464.07 0.000

Stup*Introduksi koloni baru 1 23.26 23.26 0.342 Stup*Waktu 12 25.29 2.11 1.000 Introduksi koloni baru*Waktu 12 259.49 21.62 0.605 Stup*Introduksi koloni baru*Waktu 12 17.87 1.49 1.000

Galat 208 5330.42 25.63

Total 259 12854.09

Lampiran 2 Hasil uji-T pertambahan bobot koloni

Perlakuan Rataan Standar Deviasi P

Kayu sengon 11.9 33.0 0.426

Kayu lapis 6.3 19.5

Sebelum introduksi koloni baru 0.1 34.4 0.010 Setelah introduksi koloni baru 18.1 11.6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 6 Agustus 1990, putra pertama dari pasangan Ismail Ihwan dan Siti Rohmah. Penulis sekolah di SMPN 1 Leuwiliang tahun 2003 lalu dilanjutkan ke SMAN 1 Leuwiliang tahun 2006 dan menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB tahun 2009.

Gambar

Gambar 1  Ukuran dan bentuk stup T. laeviceps
Gambar 3 Lokasi penelitian dan letak stup dengan radius 100 meter dari lingkaran  di Desa Leuwibatu (kanan)
Tabel 1  Tanaman sumber pakan dan resin dalam radius 100 meter
Tabel 2  Aktivitas terbang pada stup, introduksi koloni baru dan waktu yang berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mesin FSA tersebut jika menerima masukan sederetan simbol dari simbol-simbol yang diijinkan maka akan menuju suatu state tertentu.. Jika state akhir yang ditempuh setelah suatu

Diantara kelima faktor tersebut yang paling mempengaruhi adalah bahan baku terutama singkong, diteruskan metode, mesin, faktor manusia, manusia atau pekerja dan

Secara simultan variabel Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Current Asset , dan Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap harga

PIONIR dilaksanakan secara multi-event yang diselenggarakan 2 (dua) tahun sekali dengan maksud memberikan pembinaan dan mencari mahasiswa unggul baik dalam prestasi

Pemberian takaran inokulan FMA yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun dan panjang akar, tetapi memberikan pengaruh yang nyata

8) Chloride , kandungan chloride yang tinggi didalam sistem dapat menyebabkan terjadinya korosi di material carbon steel (pada material SS dengan temperatur skin &gt; 100

Kesimpulannya, setiap murid perlu mengatasi stres atau tekanan yang dihadapi dengan cara yang betul agar tidak memudaratkan kesihatan. (a) Nyatakan tandatanda