• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peranakan Etawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peranakan Etawah"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN ESTRUS MELALUI GAMBARAN SITOLOGI

ULAS VAGINA DAN HUBUNGANNYA DENGAN GEJALA

KLINIS ESTRUS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

AZMI FIRMAN BANGKIT

B04080111

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peternakan Etawah adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AZMI FIRMAN BANGKIT. Penentuan Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peranakan Etawah. Di bimbing oleh TUTY LASWARDI YUSUF dan MUCHIDIN NOORDIN.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan fase estrus kambing Peranakan etawah (PE) melalui gambaran sitologi ulas vagina dan hubungannya dengan gejala klinis estrus setelah pemberian prostaglandin dan selama siklus estrus alamiah. Sebanyak lima belas ekor kambing betina, diberi 7.5 mg prostaglandin untuk mendapatkan respon sinkronisasi estrus dan onset estrus. Kambing yang menunjukkan respon estrus akan diamati pada siklus estrus berikutnya (siklus estrus alamiah). Gambaran sitologi ulas vagina dan hubungannya dengan gejala klinis estrus diamati ketika terlihat gejala diam dinaiki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata siklus estrus adalah 19.7 hari (18-23 hari) dengan lama estrus 54 jam (24-72 jam). Respon estrus setelah pemberian prostaglandin adalah 60% dengan onset estrus 78.6 jam (72-84 jam) dan lama estrus 44 jam (12-60 jam). Gejala klinis estrus yang ditunjukkan dengan gejala diam dinaiki dan gejala vulva (kebengkakan dan kemerahan vulva, lendir vagina) secara umum menunjukkan intensitas sedang (++). Keberadaan sel superficial dalam jumlah yang besar (45-53%) dan sel parabasal dalam jumlah yang kecil (5-8%) dapat digunakan untuk menentukan estrus, akan tetapi tidak dapat digunakan secara tunggal untuk menentukan waktu optimal kawin. Penentuan waktu optimal kawin sebaiknya dilakukan berdasarkan kombinasi dari gejala diam dinaiki, gejala klinis estrus, dan gambaran sitologi ulas vagina. Kata kunci: Siklus estrus, Gejala estrus, Sitologi ulas vagina, Peranakan etawah, Prostaglandin

ABSTRACT

AZMI FIRMAN BANGKIT. Determination of Estrous Based on Cytologic Profile of The Vaginal Smear and Its Correlation with Clinical Signs of Estrous in Etawah Cross Breed Goats. Supervised by TUTY LASWARDI YUSUF and MUCHIDIN NOORDIN.

(5)

78.6 hours (72-84 hours) and the duration of estrus was 44 hours (12-60 hours). Clinical signs of estrous were standing when ridden and vulva sign (swollen and redden vulva, vaginal discharge) generally showed moderate intensity (++). The presence of large number of superficial cells (45-53%) and small number of parabasal cells (5-8%)could be used to determine of estrous, however, it couldn’t be used alone to determine of optimal mating time. Determination of optimal mating time should be based on a combination observation of standing heat sign, clinical signs of estrus, and vaginal cytologic profile.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENENTUAN ESTRUS MELALUI GAMBARAN SITOLOGI

ULAS VAGINA DAN HUBUNGANNYA DENGAN GEJALA

KLINIS ESTRUS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

AZMI FIRMAN BANGKIT

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi: Penentuan Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peranakan Etawah

Nama : Azmi Firman Bangkit NIM : B04080111

Disetujui oleh

Prof Dr drh Tuty L Yusuf, MS Dosen Pembimbing I

Drh Muchidin Noordin Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Penentuan Fase Estrus Melalui Gambaran Sitologi Ulas Vagina dan Hubungannya dengan Gejala Klinis Estrus pada Kambing Peranakan Etawah” berhasil diselesaikan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Agustus 2011 di Peternakan Kambing Perah Daya Mitra Primata (DMP) Cikarawang Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang mendalam kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a, dukungan, kasih sayang, pengertian, semangat, serta kepercayaannya kepada penulis.

2. Prof Dr drh Tuty L Yusuf, MS sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

3. drh Muchidin Noordin sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof Dr drh Dondin Sajuthi, MSc, PhD sebagai pemilik Peternakan Kambing Perah Koperasi Daya Mitra Primata (DMP) Cikarawang Bogor

5. Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS sebagai dosen pembimbing akademik penulis

6. Prof Dr Dra Iis Arifiantini, MSi yang telah banyak membantu dan memberikan saran kepada penulis selama penelitian ini berlangsung 7. Teman-teman satu penelitian: Putra, Vivit, dan Oriza

8. Pak Bondan, pak heri dan mas yatna yang telah banyak membantu selama penelitian

9. Teman-teman Avenzoar terutama penghuni wisma paladium (Yufiandri, Restroka, dan Kurniawan) yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan semangatnya kepada penulis

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Akhirnya, semoga skripsi ini memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 Kambing Peranakan Etawah 2

Siklus Estrus dan Gejala Klinis Estrus 2

Sinkronisasi Estrus Menggunakan PGF2α 3

Gambaran Sitologi Ulas Vagina 4

METODE 5  Waktu dan Tempat 5 

Bahan 5 

Alat 5

Metode Penelitian 5

Estrus Setelah Pemberian PGF2α 6

Estrus alamiah 7

Metode Pengambilan dan Penghitungan Sample Sitologi Ulas Vagina 7

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8  Siklus Estrus Alamiah 8

Siklus Estrus 8

Lama Estrus 9

Gejala Klinis Estrus 9

Gambaran Sitologi Ulas Vagina 11

Siklus Estrus Setelah Pemberian PGF2α 12

Respon Estrus 12

Onset Estrus 12

Lama Estrus 13

Gejala Klinis Estrus 14

Gambaran Sitologi Ulas Vagina 16

(13)

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

RIWAYAT HIDUP 21

DAFTAR TABEL

1 Sel epitel ulas vagina pada anjing 4

2 Panjang siklus estrus alamiah 8

3 Lama estrus pada siklus estrus alamiah sejak diam dinaiki sampai tidak

bersedia dinaiki lagi 9

4 Gejala klinis vulva pada siklus estrus alamiah 10 5 Panjang regangan lendir vagina pada siklus estrus alamiah 10 6 Gambaran sitologi ulas vagina pada siklus estrus alamiah 11 7 Perbandingan komposisi sel epitel vagina saat fase estrus siklus alamiah

dan saat tidak estrus 11

8 Onset estrus pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α 12 9 Perbandingan lama estrus antara siklus estrus setelah pemberian PGF2α

dengan siklus estrus alamiah 13

10 Gejala klinis vulva pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α 14 11 Perbandingan gejala klinis vulva antara siklus estrus setelah pemberian

PGF2α dengan siklus estrus alamiah 14

12 Perbandingan panjang lendir vagina antara siklus estrus setelah

pemberian PGF2α dengan siklus estrus alamiah 15

13 Gambaran sitologi ulas vagina pada siklus estrus setelah pemberian

PGF2α 16

14 Perbandingan komposisi sel epitel vagina antara siklus estrus setelah pemberian PGF2α, siklus estrus alamiah, dan saat tidak estrus 16

DAFTAR GAMBAR

1 Kambing peranakan etawah betina 2

2 Skema gambaran perubahan fisiologis selama siklus estrus pada

kambing 3

3 Gambaran perubahan sel epitel ulas vagina anjing pada beberapa fase

siklus estrus 4

4 Alur tahapan penelitian 6

5 Klasifikasi sel epitel vagina 6

6 Pengamatan gejala estrus alami dalam 2 siklus estrus 7 7 Gambaran kemerahan dan kebengkakan vulva kambing PE 15

8 Gambaran lendir vagina kambing PE 15

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing merupakan salah satu jenis hewan yang banyak di ternakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kambing mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan, seperti toleran terhadap berbagai macam hijauan (Mulyono 2003) dan tahan terhadap panas dengan kisaran zona nyaman 18-30 oC (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Terdapat beberapa jenis kambing yang diternakan di Indonesia, salah satunya adalah kambing Peranakan etawah (PE) yang merupakan jenis kambing lokal penghasil daging dan susu.

Populasi kambing di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 16.95 juta ekor, hanya meningkat 1.97% dari tahun sebelumnya yang mencapai 16.62 juta ekor. Peningkatan tersebut termasuk rendah bila dibandingkan dengan ternak kecil lainnya seperti domba (Ditjennak 2013). Hal ini disebabkan karena sistem perkembangbiakan kambing yang sebagian besar masih mengandalkan perkawinan alami. Salah satu upaya yang dapat menjadi alternatif dalam usaha peningkatan populasi kambing adalah melalui teknologi inseminasi buatan (IB). Akan tetapi teknologi IB pada kambing di Indonesia masih belum memasyarakat, dikarenakan sebagian besar sistem peternakan kambing di Indonesia merupakan peternakan rakyat dengan pola pemeliharaan yang sangat sederhana.

Salah satu yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan inseminasi buatan pada kambing adalah dalam hal pengamatan estrus. Kambing mempunyai gejala estrus yang tidak sejelas ternak lain. Selain itu, waktu optimal kawin pada kambing belum diteliti dengan baik. Hal tersebut berdampak pada rendahnya tingkat keberhasilan IB pada kambing yang berkisar 30-60% (Budiarsana dan Sutama 2001).

Pengamatan estrus pada kambing umumnya hanya dilakukan dengan mengamati gejala diam dinaiki. Dengan metode tersebut peternak hanya dapat menentukan status estrus kambing dan tidak dapat menentukan waktu optimal kawin. Oleh karena itu dibutuhkan metode-metode lain yang dapat digunakan sebagai penguat dalam pengamatan estrus. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan gejala klinis estrus selain gejala diam dinaiki, seperti kemerahan vulva, kebengkakan vulva, dan keberadaan lendir vagina.

(15)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan fase estrus melalui gambaran sitologi ulas vagina dan hubungannya dengan gejala klinis estrus pada siklus estrus alamiah dan pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah penentuan waktu optimal kawin pada kambing Peranakan etawah dapat dilakukan dengan lebih tepat.

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah

Kambing Peranakan etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Jamnapari (Etawah) dengan kambing kacang. Kambing PE memiliki ciri-ciri bertubuh besar, kedua telinga panjang dan menggantung dengan kisaran 18-30 cm, hidungnya melengkung cembung, dan khusus kambing jantan mempunyai jenggot dengan rahang bawah menonjol. Bobot kambing jantan dewasa mempunyai kisaran 35-50 kg, sedangkan bobot kambing betina dewasa kisarannya 30-35 kg (Sarwono 2011).

Siklus Estrus dan Gejala Klinis Estrus

Rata-rata panjang siklus estrus kambing menurut Fatet et al. (2010) adalah 20-21 hari dengan lama estrus 24-48 jam, sedangkan menurut Gimenez dan Rodning (2007) adalah 18-22 hari dengan lama estrus 24-48 jam. Menurut Mulyono (2003) siklus estrus kambing adalah 20-21 hari. Gejala klinis estrus

(16)

3 kambing, diantaranya betina akan mencari-cari pejantan (Meredith 1995), gelisah, sering bersuara dengan volume keras, mengibas-ngibaskan ekor secara konstan, vulva bengkak dan kemerahan, area di sekitar ekor terlihat basah dan kotor, nafsu makan berkurang, dan frekuensi urinasi meningkat (Luginbuhl 2002). Pada saat estrus, cervix dan uterus akan mensekresikan lendir yang berfungsi untuk mengontrol dan mempercepat proses migrasi sperma (Fatet et al. 2010). Menurut Smith dan Sherman (2009) lendir tersebut akan berubah menjadi semakin kental dan berwarna putih menjelang akhir etrus.

Sinkronisasi Estrus Menggunakan PGF2α

Prinsip dasar sinkronisasi estrus dengan menggunakan hormon PGF2α adalah melisiskan corpus luteum (CL) dengan daya kerja preparat luteolitik. Hal tersebut menyebabkan siklus estrus akan dipercepat, sehingga estrus dapat berlangsung secara serentak. PGF2α secara alami dihasilkan oleh uterus, bekerja dengan mempengaruhi bagian lateral ovary dan menyebabkan kemunduran fungsi luteal, mempersempit vena utero-ovari, mengurangi aliran darah pada ovary, dan pada akhirnya akan menyebabkan luteolisis (Ganong 1999). Hormon PGF2α yang digunakan dalam penelitian ini adalah Noroprost 0.5% w/v dengan zat aktif dinoprost 0.5% w/v dan phenol 0.25% w/v sebagai antimicrobial preservatif. Setiap ml produk tersebut, mengandung 5 mg (0.5% w/v) dinoprost. Noroprost biasanya digunakan untuk sinkronisasi estrus, menginduksi kelahiran, sinkronisasi pada sapi resipien untuk transplantasi embrio, menginduksi aborsi, mengobati sapi dengan corpus luteum persisten (CLP), mengobati metritis kronis dan pyometra, mengobati kista ovarium luteal (Norbrook 2010).

Gambar 2 Skema gambaran perubahan fisiologis selama siklus estrus pada kambing: pola perkembangan folikel, siklus ovarium dan pengaturan endokrin (Fatet et al. 2010)

(17)

4

Tabel 1 Klasifikasi sel epitel vagina anjing beserta ciri-cirinya Gambaran Sitologi Ulas Vagina

Pada penelitian ini digunakan gambaran sitologi ulas vagina anjing sebagai contoh. Hal ini dikarenakan anjing mempunyai gambaran sitologi ulas vagina yang jelas dan khas pada masing-masing fase siklus estrus. Secara umum sel epitel vagina anjing dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe sel, yaitu sel parabasal, sel intermediet, dan sel superfisial (Tabel 1).

Jenis Sel Epitel Ciri-ciri

Parabasal Sel paling kecil, bulat, inti besar dan jelas, umumnya bergerombol saling berdekatan Intermediet

Awal Diameter lebih besar dari parabasal, bentuk bulat atau oval, inti mencolok besar

Akhir Diameter lebih besar dari parabasal, bentuk polygonal, inti lebih kecil

Superficial

Piknotik Sel paling besar, bentuk polygonal, inti sangat kecil

Anucleus/ kornifikasi Sel paling besar, bentuk polygonal, tanpa inti

Gambar 3 Gambaran perubahan sel epitel ulas vagina anjing pada fase (A) proestrus, (B) estrus, (C) diestrus dan (D) anestrus. (a) sel parabasal, (b) sel intermediet, (c) sel superficial dan (d) sel kornifikasi (Bowen 2006)

A B

b

c

c d

C D

b a

b

a

(18)

5 Berikut gambaran sitologi ulas vagina anjing pada masing-masing fase siklus estrus (Bowen 2006):

 Fase proestrus: komposisi sel didominasi oleh sel intermediet dan sel superficial. Pada akhir fase proestrus sel superfisial mulai mendominasi.

 Fase estrus: komposisi sel terdiri dari 90% sel superficial dan kornifikasi, 5% sel intermediet, dan sisanya sel epitel lain.

 Fase diestrus: Pada fase ini sel superficial menurun menjadi 20% dan sel intermediet kecil meningkat.

 Fase anestrus: Sel parabasal dan intermediet dominan selama fase anestrus, sedangkan sel superficial tidak ditemukan pada periode ini.

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga bulan Agustus tahun 2011 yang bertempat di Peternakan Kambing Perah Koperasi Daya Mitra Primata Cikarang Bogor dan di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Hewan coba yang digunakan adalah jenis kambing Peranakan etawah (PE) betina sebanyak 15 ekor, dengan kriteria sehat, berumur 2-3 tahun, bersiklus estrus normal dan tidak sedang dalam keadaan bunting. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah hormon PGF2α (Noroprost® 0.5% w/v), alkohol 70%, pewarna giemsa (pengenceran 1:20), dan KY jelly.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain apron, vaginal swab, spekulum, gelas objek, mikroskop, dan alat penghitung.

Metode Penelitian

(19)

6

Estrus Setelah Pemberian PGF2α

Sinkronisasi estrus dilakukan pada 15 ekor kambing secara intramuskular dengan menggunakan hormon PGF2 sebanyak 1.5 ml per ekor dengan jumlah kandungan zat aktif dinoprost 7.5 mg (0.5% w/v). Pengamatan gejala estrus dimulai keesokan harinya dan dilakukan dua kali sehari pada pukul 06.00-07.00 dan 17.00-18.00 selama 5 hari. Awal estrus ditentukan saat pertama kali terlihat gejala diam dinaiki.

Kambing yang menunjukkan respon estrus akan diamati dengan kriteria penilaian gejala-gejala estrus yang diklasifikasikan dalam :

 Kemerahan vulva : + (agak merah)/ ++ (merah)/ +++ (sangat merah)

 Kebengkakan vulva : + (agak bengkak)/ ++ (bengkak)/ +++ (sangat bengkak)

 Konsistensi lendir : panjang regangan (cm)

 Sitologi ulas vagina : berdasarkan perubahan komposisi sel epitel vagina selama pengamatan gejala estrus, dengan klasifikasi sel epitel sebagai berikut:

Keterangan :

a. Sel Parabasal (PB) c. Sel Superficial (S) b. Sel Intermediet (IM) d. Sel Kornifikasi (C)

a b c d

(20)

7 Kriteria penentuan fase siklus estrus pada gambaran sitologi ulas vagina adalah sebagai berikut:

 Fase proestrus : adanya sel intermediet dan sel superficial

 Fase estrus : peningkatan sel superficial dan adanya sel kornifikasi

 Fase diestrus : adanya sel intermediet dan sel parabasal

Kambing yang tidak menunjukkan respon estrus hanya akan dilakukan pengambilan sampel sitologi ulas vagina sebanyak satu sampel tiap ekor dan akan digunakan sebagai kontrol.

Estrus Alamiah

Pengambilan data siklus estrus alamiah dilakukan pada betina yang menunjukkan respon estrus kedua setelah pemberian PGF2α. Pengamatan gejala diam dinaiki dimulai pada fase proestrus (hari ke 19 setelah awal estrus) dan dilakukan dua kali sehari (pukul 06.00-07.00 dan 17.00-18.00). Pengambilan data (gejala klinis estrus dan sitologi ulas vagina) dilakukan pada pukul 06.00-07.00 dan 17.00-18.00, dimulai setelah terlihat gejala diam dinaiki (jam ke 0) dan dibatasi sampai 72 jam. (Gambar 5).

Kambing yang menunjukkan respon estrus akan diamati dengan kriteria penilaian gejala-gejala estrus yang diklasifikasikan dalam :

 Kemerahan vulva : + (agak merah)/ ++ (merah)/ +++ (sangat merah)

 Kebengkakan vulva : + (agak bengkak)/ ++ (bengkak)/ +++ (sangat bengkak)

 Konsistensi lendir : panjang regangan (cm)

 Sitologi ulas vagina : berdasarkan perubahan komposisi sel epitel vagina selama pengamatan gejala estrus dengan klasifikasi sel epitel dan kriteria penentuan fase siklus estrus sama dengan siklus estrus setelah pemberian PGF2α.

Metode Pengambilan dan Penghitungan Sample Sitologi Ulas Vagina

Pengambilan sampel sitologi ulas vagina pada betina estrus dimulai sejak pertama kali terlihat gejala diam dinaiki dengan menggunakan vaginal swab yang dimasukkan ke dalam vulva. Dari hasil tersebut dibuat preparat ulas dengan cara mengusap vaginal swab secara rolling pada gelas objek. Kemudian preparat ulas dicelupkan ke dalam larutan giemsa 1:20 selama 3 menit. Setelah itu preparat tersebut dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x. Penghitungan dilakukan sebanyak 100 sel pada setiap sediaan yang diamati.

(21)

8

Prosedur Analisis Data

Data gejala klinis estrus dan sitologi ulas vagina dianalisa dengan metode deskriptif untuk menentukan fase estrus. Selanjutnya untuk melihat perbandingan komposisi sel epitel vagina antara siklus estrus alamiah, siklus estrus setelah pemberian PGF2α, dan saat tidak estrus dilakukan uji sample dengan menggunakan uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus Estrus Alamiah

Parameter yang diamati pada siklus estrus alamiah meliputi siklus estrus, lama estrus, gejala klinis estrus, dan gambaran sitologi ulas vagina. Pengamatan dilakukan pada 9 ekor kambing selama dua kali siklus. Hasil pengamatan menunjukkan 2 ekor kambing (22%) mengalami dua kali siklus estrus, 5 ekor kambing (56%) mengalami satu kali siklus estrus, dan 2 ekor kambing lainnya (22%) tidak terlihat gejala diam dinaiki selama pengamatan. Total terdapat 9 siklus estrus dengan 16 kejadian estrus yang teramati selama masa pengamatan siklus estrus alamiah.

Siklus Estrus

Dari 9 siklus estrus yang teramati pada penelitian ini rata-rata berlangsung selama 19,7 hari dengan kisaran 18-23 hari. Kisaran tersebut hanya diambil dari 11 kejadian estrus. Hal ini dikarenakan 5 kejadian estrus lainnya menunjukkan siklus estrus yang lebih dari 36 hari (Tabel 2).

Tabel 2 Panjang siklus estrus alamiah Panjang Siklus Estrus

Jumlah Kejadian Estrus [Ekor(%)] 16 (100)

Secara umum hasil penelitian ini hampir sama dengan panjang siklus estrus kambing PE yang dikemukakan oleh Sutama (2011) yaitu 20 hari dengan kisaran 18-22 hari. Sementara itu, Sarwono (2011) juga mengemukakan hal yang serupa akan tetapi dengan kisaran yang berbeda yaitu 14-21 hari. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan ras, pengelolaan reproduksi (Tambing et al. 2001), dan faktor lingkungan seperti nutrisi (Fatet et al. 2010).

(22)

9 memperlihatkan gejala diam dinaiki. Menurut Sutama et al. (1988), hal tersebut dapat disebabkan karena hormon progesteron yang tidak cukup tinggi untuk menstimulasi sekresi hormon FSH dan LH yang berperan dalam perkembangan folikel, sehingga menyebabkan sekresi hormon estrogen yang diperlukan untuk mengekspresikan estrus menjadi berkurang. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memperbaiki manajemen perkawinan, contohnya dengan menempatkan pejantan pada kelompok betina selama dua kali siklus estrus (40 hari) (Sutama 2011).

Lama Estrus

Lama estrus kambing pada penelitian ini dihitung sejak pertama kali terlihat gejala diam dinaiki hingga tidak bersedia dinaiki lagi. Hasil pengamatan lama estrus pada siklus estrus alamiah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Lama estrus pada siklus estrus alamiah sejak diam dinaiki sampai tidak bersedia dinaiki lagi

Jumlah Kejadian Estrus [Ekor(%)] 16 (100)

Secara umum kambing pada penelitian ini menunjukkan lama estrus 54 jam dengan kisaran 24-72 jam. Kisaran tersebut lebih panjang dibandingkan dengan hasil yang dikemukakan oleh Tambing et al. (2001) pada kambing PE dengan kisaran 25-40 jam dan Gimenez dan Rodning (2007) dengan kisaran 24-48 jam. Perbedaan tersebut diperkirakan karena pengaruh dari variasi bangsa dan umur (Syafruddin et al. 2010).

Selain itu, keseimbangan hormonal terutama hormon estrogen juga dapat mempengaruhi lama estrus (Sutama 2011). Hormon estrogen diketahui mempunyai fungsi untuk manifestasi gejala estrus (Hafez et al. 2000). Turun naiknya kadar hormon estrogen pada tiap individu tidak selalu sama, karena tiap individu mempunyai ritme sendiri dalam pengeluaran hormon (Yusuf 1990). Hal ini yang menyebabkan adanya variasi lama estrus pada tiap individu.

Gejala Klinis Estrus

(23)

10

Tabel 4 Gejala klinis vulva pada siklus estrus alamiah Diam

Semua kambing yang memperlihatkan gejala estrus pada penelitian ini menunjukkan lendir berahi yang tidak mengalir keluar seperti pada sapi. Secara umum lendir vagina yang didapat mempunyai konsistensi rendah (1-3.9 cm) sampai sedang (4-5.9 cm), dengan persentase terbanyak (56%) berada pada konsistensi rendah (1-3.9 cm) (Tabel 5). Jika hasil tersebut dibandingkan dengan gejala klinis vulva maka terlihat adanya perbedaan dominasi intensitas gejala estrus yang muncul, sehingga dapat dikatakan bahwa lendir vagina pada penelitian ini tidak sejalan dengan gejala klinis vulva.

Tabel 5 Panjang regangan lendir vagina pada siklus estrus alamiah Panjang Regangan Lendir

Jumlah Kejadian Estrus [Ekor(%)] 16 (100)

Widiyono et al (2011) menyatakan bahwa pada saat fase estrus (hari 1-2 estrus) secara umum kambing memperlihatkan gejala klinis estrus dengan intensitas tinggi (+++), yang ditunjukkan dengan adanya lendir vagina yang bersifat bening dan viscous, vulva yang membengkak dan berwarna kemerahan. Temuan tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini yang sebagian besar justru menunjukkan gejala klinis estrus dengan intensitas sedang. Hanya 6.2% kambing yang menunjukkan intensitas kemerahan vulva tinggi (+++), 18.8% kambing yng menunjukkan intensitas kebengkakan vulva tinggi (+++), dan 1% kambing yang menunjukkan konsistensi lendir vagina tinggi (+++). Tidak tingginya gejala klinis estrus yang muncul tersebut dapat menyulitkan dalam pengamatan estrus.

(24)

11 Gambaran Sitologi Ulas Vagina

Gambaran sitologi ulas vagina kambing pada siklus estrus alamiah secara keseluruhan tidak menunjukkan gambaran yang khas sebagai penentu waktu optimal kawin. Pada saat pertama kali terlihat gejala diam dinaiki komposisi sel epitel vagina didominasi oleh sel intermediet (50%), sel superficial (32%), dan sel kornifikasi (16%). Selanjutnya pada 12-60 jam pengamatan, komposisi sel tersebut secara gradual mengalami pergeseran. Setelah 60 jam pengamatan, pergeseran komposisi sel tersebut masih terjadi, ditunjukkan dengan peningkatan sel parabasal menjadi 18% dan penurunan sel kornifikasi menjadi 10% (Tabel 6). Pada saat tersebut diperkirakan kambing mulai memasuki akhir dari fase estrus, meskipun beberapa kambing yang mempunyai lama estrus panjang masih memperlihatkan sel kornifikasi yang tinggi. Secara umum komposisi sel epitel vagina kambing estrus pada penelitian ini didominasi oleh sel superficial (sel superficial + sel kornifikasi) (45%) dan sel intermediet (47%). Hasil tersebut hampir sama dengan temuan Widiyono et al. (2011) pada kambing Bligon estrus yang juga menunjukkan adanya dominasi sel intermediet (46.75%) dan sel superficial (25.50%).

Tabel 6 Gambaran sitologi ulas vagina pada fase estrus alamiah Jam Estrus Jenis Sel Epitel Vagina (%)

PB IM S C

DD = Pertama kali terlihat gejala diam dinaiki

Tabel 7 Perbandingan komposisi sel epitel vagina saat fase estrus siklus alamiah dan saat tidak estrus

Jenis Sel Epitel Vagina Estrus Alamiah (%) Tidak Estrus (%)

Parabasal 8 40

Intermediet 47 48

Superficial + Kornifikasi 45 12

Jumlah (%) 100 100

(25)

12

superficial (sel superficial + sel kornifikasi) pada saat estrus lebih besar dibandingkan saat tidak estrus (Tabel 7). Dari hasil tersebut terlihat jelas adanya perbedaan komposisi sel epitel vagina kambing pada saat estrus dan saat tidak estrus.

Meskipun demikian secara umum hasil penelitian ini tidak menunjukkan komposisi sel epitel vagina yang khas dan jelas seperti pada anjing. Pada saat fase estrus, komposisi sel epitel vagina anjing hanya didominasi oleh sel superficial (89.94%) (Reddy et al. 2011), sedangkan pada komposisi sel epitel vagina kambing tidak hanya didominasi oleh sel superficial (45%), tapi juga oleh sel intermediet (47%). Keberadaan sel intermediet yang tinggi tersebut tidak hanya ditemukan pada saat fase estrus, tapi juga pada saat tidak estrus. Hal tersebut dapat menyulitkan dalam penentuan fase estrus, karena tidak memperlihatkan gambaran yang khas. Zakiyya (2004) menyatakan bahwa gambaran sel epitel ulas vagina pada kambing PE yang tidak mendapat perlakuan hormonal (siklus estrus alamiah) memiliki komposisi sel epitel yang hampir sama pada fase yang berbeda, sehingga sulit dalam menentukan fasenya.

Siklus Estrus Setelah Pemberian PGF2α

Respon estrus

Dari 15 ekor kambing yang diberi PGF2α sebanyak satu kali, hanya 9 ekor kambing (60%) yang menunjukkan gejala diam dinaiki, lebih rendah dibandingkan kambing yang diberi PGF2α sebanyak dua kali yang dapat menghasilkan 100% estrus (Siregar et al. 2001). Rendahnya tingkat keberhasilan tersebut diperkirakan karena tidak semua kambing mempunyai CL yang matang saat pemberian PGF2α. Seperti diketahui PGF2α hanya efektif dalam melisiskan CL matang yang terdapat pada fase luteal dan tidak akan berpengaruh terhadap CL yang sedang tumbuh (Partodihardjo 1995). Keefektifan tersebut dikarenakan pada CL yang matang telah terdapat reseptor yang akan membentuk ikatan dengan hormon PGF2α sehingga fungsi luteolisis dari hormon tersebut dapat terjadi (Wildeus 2000). Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperkirakan bahwa kambing yang menunjukkan respon estrus pada penelitian ini merupakan kambing yang berada pada fase luteal, sedangkan kambing yang tidak menunjukkan respon estrus diperkirakan tidak berada pada fase luteal.

Onset estrus

Onset estrus merupakan selang waktu antara pemberian PGF2α sampai pertama kali terlihat gejala diam dinaiki. Hasil pengamatan onset estrus pada kambing PE setelah pemberian PGF2α dapat dilihat pada Tabel 8.

(26)

13 Secara umum kambing pada penelitian ini memiliki onset estrus 78.6 jam dengan kisaran 72-84 jam. Hasil tersebut lebih pendek dibandingkan dengan temuan Ismail (2009) pada kambing lokal dengan onset estrus 70.06-110.10 jam dan Leigh et al. (2010) pada kambing West African Dwarf (WAD) dengan onset estrus 72-120 jam. Perbedaan tersebut diperkirakan karena adanya perbedaan ras hewan yang digunakan, karena menurut Tambing et al. (2001) ras hewan dapat mempengaruhi perbedaan onset estrus. Selain itu perbedaan onset estrus juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain, diantaranya, umur hewan (Ismail 2009), lokasi penyuntikan hormon (Siregar et al. 2010), pola manajemen dan pemberian pakan (Yusuf 1990).

Lama estrus

Lama estrus dihitung sejak pertama kali terlihat gejala diam dinaiki hingga tidak bersedia dinaiki lagi. Hasil pengamatan lama estrus pada kambing PE setelah pemberian PGF2α dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perbandingan lama estrus antara siklus estrus setelah pemberian PGF2α dengan siklus estrus alamiah dengan kisaran 12-60 jam, lebih pendek dibandingkan siklus estrus alamiah yang menunjukkan lama estrus 54 jam dengan kisaran 24-72 jam. Hal ini diperkirakan karena pengaruh dari pemberian PGF2α yang menyebabkan lama estrus pada penelitian ini menjadi lebih seragam dan mempunyai rentang kisaran yang pendek. Sedangkan kambing pada siklus estrus alamiah tidak diberi PGF2α, sehingga menghasilkan lama estrus dengan variasi yang lebih tinggi dan rentang kisaran yang lebih panjang.

(27)

14

dengan pasti, sehingga aplikasi parameter tersebut belum bisa digunakan pada kambing (Tambing et al. 2001).

Gejala klinis estrus

Sebagian besar kambing pada penelitian ini menunjukkan gejala kemerahan dan kebengkakan vulva yang sedang (++) dengan persentase 100% untuk kemerahan vulva dan 89% untuk kebengkakan vulva (Tabel 10). Dari hasil tersebut terlihat bahwa gejala kemerahan vulva dan kebengkakan vulva menunjukkan dominasi intensitas yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua gejala estrus tersebut sejalan. Jika hasil tersebut dibandingkan dengan hasil pada siklus estrus alamiah maka terlihat adanya kesamaan dominasi intensitas yang muncul yaitu intensitas sedang (++) (Tabel 11). Akan tetapi jika dilihat dari persentasenya, terlihat bahwa hasil penelitian ini mempunyai persentase yang lebih tinggi dari pada hasil pada siklus estrus alamiah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan keseragaman gejala klinis vulva setelah kambing diberi PGF2α.

Tabel 10 Gejala klinis vulva pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α Diam

Tabel 11 Perbandingan gejala klinis vulva antara siklus estrus setelah pemberian PGF2α dengan siklus estrus alamiah

Kemerahan (%) Kebengkakan (%)

+ ++ +++ + ++ +++

Siklus estrus hasil PGF2α 0 100 0 0 89 11

(28)

15 Tabel 12 Perbandingan panjang lendir vagina antara siklus estrus setelah

pemberian PGF2α dengan siklus estrus alamiah Panjang Lendir

(cm)

Siklus estrus hasil PGF2α [Ekor(%)]

Siklus estrus alamiah [Ekor(%)] 1-3,9

(Rendah)

1 (11) 9 (56)

4-5,9 (Sedang)

2 (22) 6 (38)

6-8 (Tinggi)

6 (67) 1 (6)

Jumlah 9 (100) 16 (100)

Ismail (2009) menyatakan bahwa secara umum kambing yang diberi PGF2α memperlihatkan gejala klinis estrus dengan intensitas yang tinggi (+++). Temuan tersebut berbeda dengn hasil penelitian ini yang sebagian besar menunjukkan gejala klinis estrus dengan intensitas sedang (++), hanya lendir vagina yang menunjukkan intensitas tinggi (+++). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian PGF2α sebanyak satu kali hanya dapat meningkatkan intensitas lendir

Gambar 7 Gambaran kemerahan dan kebengkakan vulva kambing PE pada saat estrus

(29)

16

vagina, sedangkan pada intensitas gejala klinis vulva tidak begitu berpengaruh. Meskipun demikian, dari semua hasil gejala klinis estrus yang didapat terlihat hanya gejala klinis vulva yang menunjukkan hasil yang sejalan baik pada siklus estrus alamiah maupun pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa gejala klinis vulva yang muncul pada penelitian ini sejalan dengan gejala diam dinaiki.

Gambaran Sitologi Ulas Vagina

Gambaran sitologi ulas vagina kambing setelah pemberian PGF2α secara keseluruhan tidak menunjukkan gambaran yang khas sebagai penentu waktu optimal kawin. Pada saat pertama kali terlihat gejala diam dinaiki, komposisi sel epitel vagina didominasi oleh sel intermediet (34%), sel superficial (36%), dan sel kornifikasi (29%). Selanjutnya pada 12-48 jam pengamatan, komposisi sel tersebut secara gradual mengalami pergeseran. Setelah 48 jam pengamatan pergeseran tersebut masih terjadi, ditunjukkan dengan peningkatan sel parabasal menjadi 11% dan penurunan sel kornifikasi menjadi 12%. Secara keseluruhan komposisi sel epitel vagina pada penelitian ini didominasi oleh sel superficial (sel superficial + sel kornifikasi) (53%) dan sel intermediet (42%) (Tabel 13).

Tabel 13 Gambaran sitologi ulas vagina pada fase estrus setelah pemberian PGF2α

Jam estrus Jenis Sel Epitel Vagina (%)

PB IM S C

Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan hasil pada siklus estrus alamiah, dibuktikan dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa kedua hasil tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 14). Meskipun demikian terdapat sedikit perbedaan antara hasil penelitian ini dengan hasil pada siklus estrus alamiah, yaitu persentase sel superficial pada penelitian ini sedikit lebih tinggi (53%) dibandingkan dengan hasil pada siklus estrus alamiah (45%). Hal tersebut diperkirakan merupakan pengaruh dari pemberian PGF2α. Tabel 14 Perbandingan komposisi sel epitel vagina antara siklus estrus setelah

(30)

17 Jika hasil pada kedua perlakuan estrus (siklus estrus setelah pemberian PGF2α dan siklus estrus alamiah) dibandingkan dengan hasil pada saat tidak estrus maka akan terlihat adanya perbedaan komposisi sel yang cukup jelas terutama pada sel parabasal dan sel superficial. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji statsitik kedua sel tersebut yang menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) (Tabel 14). Perubahan komposisi yang terjadi pada sel parabasal dan sel superficial tersebut dapat dijadikan sebagai indikator dalam penentuan fase estrus. Sel superficial merupakan indikator utama penentuan fase estrus (Ola et al. 2006).

Akan tetapi perubahan komposisi yang cukup jelas tersebut tidak terjadi pada sel intermediet. Sel tersebut cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan sepanjang siklus estrus yang dibuktikan dengan hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 14). Keberadaan sel intermediet yang tinggi sepanjang siklus estrus mengakibatkan gambaran sitologi ulas vagina yang dihasilkan mempunyai komposisi yang tidak jelas dan tidak khas. Berdasarkan hal tersebut maka gambaran sitologi ulas vagina pada penelitian ini hanya dapat digunakan untuk menentukan fase estrus dan tidak dapat digunakan secara tunggal untuk menentukan waktu optimal kawin.

Gambar 9 Gambaran perubahan sel epitel ulas vagina kambing PE pada saat (A) tidak estrus, (B) estrus alamiah, dan (C) estrus setelah pemberian PGF2α.

(a) sel intermediet, dan (b) sel kornifikasi. A

a

B

C

b

(31)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa siklus estrus kambing PE adalah 19.7 hari (18-23 hari). Lama estrus kambing PE pada siklus estrus alamiah adalah 54 jam (24-72 jam), dan pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α adalah 44 jam (12-60 jam). Onset estrus pada kambing PE yang diberi PGF2α adalah 78.6 jam (72-84 jam). Gejala klinis estrus (kemerahan dan kebengkakan vulva) pada kambing PE secara umum menunjukkan intensitas sedang. Lendir vagina pada fase estrus alamiah menunjukkan konsistensi rendah sampai sedang, sedangkan pada fase estrus setelah pemberian PGF2α menunjukkan konsistensi tinggi. Gambaran sitologi ulas vagina pada kambing PE baik pada siklus estrus alamiah maupun pada siklus estrus setelah pemberian PGF2α dapat digunakan untuk menentukan fase estrus dengan melihat komposisi sel superficial yang lebih banyak (45 – 53%) dari pada sel parabasal. Gambaran sitologi ulas vagina pada penelitian ini sejalan dengan gejala klinis estrus (gejala diam dinaiki dan gejala klinis vulva), sehingga diperkirakan dapat digunakan sebagai penentu waktu optimal kawin pada kambing PE.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah untuk menentukan waktu optimal kawin pada kambing PE diperlukan gambaran profil hormonal (Progesteron dan Estrogen) secara ELISA, untuk menentukan waktu inseminasi buatan pada kambing PE sebaiknya dilakukan berdasarkan data estrus individual, dan untuk aplikasi inseminasi buatan pada kambing PE sebaiknya menggunakan metode dua kali IB.

DAFTAR PUSTAKA

Beimborn VR, Tarpley HL, Bain PJ, Latimer KS. 2003. The canine estrous cycle: staging using vaginal cytological examination. [terhubung berkala]. http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/beimborn/. [1 Februari 2012].

Bowen RA. 2006. Vaginal cytology. [terhubung berkala] http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/vc/index.html. [13Juli 2012].

Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001. Fertilitas kambing Peranakan etawah pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2001 Sep 17-18; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm: 85-92.

(32)

19 Fatet A, Pellicer – Rubio M T, Leboeuf B. 2010. Reproductive cycle of goats. J

Anireprosci. 124:211-219.

Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2003. Anatomy and Physiology of Farm Animal. Ed ke-7. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins. Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): Penerbit Buku reproduction. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia (USA): Lippincot Williams & Wilkins.

Ismail M. 2009. Onset dan intensitas estrus kambing pada umur yang berbeda. J Agroland. 16:180-186.

Leigh OO, Raheem AK, Oluwadamilare OJA. 2010. Improving the reproductive efficiency of the goat : vaginal cytology and vulvar biometry as predictors of synchronized estrus/ breeding time in West african dwarf goat. Int J

Mulyono S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Najamudin, Rusdin, Sriyanto, Amrozi, Agungpriyono S, Yusuf TL. 2010. Penentuan siklus estrus pada kancil (Tragulus javanicus) berdasarkan perubahan sitologi vagina. J Veteriner. 11:81-86.

Norbrook. 2010. Product safety data sheet noroprost. [terhubung berkala]. http://www.norbrook.com/uploads/psds-noroprost.pdf. [1 Februaru 2012]. Ola SI, Sanni WA, Egbunike G. 2006. Exfoliative vaginal cytology during the

oestrus cycle of the West African dwarf goats. Reprod Nutr Dev 46:87-95. Partodihardjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Penerbit Mutiara. Reddy KCS, Raju KGS, Rao KS, Rao KBR. 2011. Vaginal cytology, vaginoscopy

and progesterone profil: breeding tools in bitches. Iraqi J Vet Sci. 25:51-54. Sarwono B. 2011. Beternak Kambing Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Siregar TN, Riady G, Al Azhar, Budiman H, Armansyah T. 2001. Pengaruh

pemberian prostaglandin F2α terhadap tampilan reproduksi kambing lokal. J Medika Vet. 1:61-65.

Siregar TN, Armansyah T, Sayuti A, Syafruddin. 2010. Tampilan reproduksi kambing betina lokal yang induksi berahinya dilakukan dengan sistem sinkronisasi singkat. J Veteriner. 11:30-35.

Smith JB, Mangkuwidjoyo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Cetakan Pertama. Jakarta (ID): UI Press.

(33)

16:53-20

60.

Sutama IK. 2011. Inovasi teknologi reproduksi mendukung pengembangan kambing perah lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4:231-246.

Syafruddin, Siregar TN, Herrialfian, Armansyah T, Sayuti A, Roslizawaty. 2010. Effektivitas pemberian ekstrak vesikula seminalis terhadap persentase berahi dan kebuntingan pada kambing lokal. J Veteriner. 4:53-60.

Tambing SN, Gazali M, Purwantara B. 2001. Pemberdayaan Teknologi Inseminasi Buatan pada Ternak Kambing. Wartazoa. 11:1-9.

Widiyono I, Putro PP, Sarmin, Astuti P, Airin CM. 2011. Kadar estradiol dan progesterone serum, tampilan vulva dan sitologi apus vagina kambing Bligon selama siklus birahi. J Veteriner. 12:263-268.

Wildeus S. 2000. Current Concept in Synchronization of Estrus: Goat and Sheep. Pusat Studi Pertanian. Petersburg. [terhubung berkala]. http://www.asas.org/jas/symposia/proceedings/0016.pdf.[1 Ferbruari 2012] Yusuf TL. 1990. Pengaruh Prostaglandin F2α Gonadotropin terhadap aktivitas estrus dan superovulasi dalam rangkaian kegiatan transfer embrio pada sapi Fries Holland, Bali, dan Peranakan Ongole. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

(34)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada tanggal 7 Juli 1989 dari pasangan Drs. H. Tutuy Guntara, M.Pd dan Hj. Uun Unaesih, A.Md.Kep. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri 3 Pangandaran pada tahun 1996-2002. Kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Ciamis pada tahun 2002-2005. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Ciamis pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama masa perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi dan kegiatan kampus, seperti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ciamis (2008-2010) dan Himpunan Profesi Ruminansia FKH IPB (2009-2011). Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum pada mata kuliah pengelolaan kesehatan hewan dan lingkungan (PKHL) (semester ganjil t.a 2012/2013), dan mata kuliah pengelolaan kesehatan ternak tropis (PKTT) (semester genap t.a 2012/2013).

Gambar

Gambar 1  Kambing Peranakan etawah betina
Gambar 2  Skema gambaran perubahan fisiologis selama siklus estrus pada
Tabel 1  Klasifikasi sel epitel vagina anjing beserta ciri-cirinya
Gambar 5 Klasifikasi sel epitel vagina
+3

Referensi

Dokumen terkait