Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul:
SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) TERLARUT DAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN TELUK JAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2013
RINGKASAN
ANI HARYATI. Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) Terlarut dan Tersuspensi di Perairan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan TRI PRARTONO.
Penelitian sebaran logam berat timbal (Pb) di perairan Teluk Jakarta dilaksanakan pada 20 – 24 April 2011 di wilayah Teluk Jakarta dan selanjutnya data dianalisis di Laboratorium Pencemaran Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dan Laboratorium Oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB. Penentuan stasiun menggunakan Global Positioning System mulai dari muara sungai hingga laut lepas di sepanjang Teluk Jakarta dengan jumlah 26 stasiun. Parameter yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, TSS, Pb terlarut dan Pb tersuspensi. Konsentrasi logam berat Pb dalam air dan suspensi diukur menggunakan AAS Varian Spectra AA 20 Plus. Data parameter fisika yang dikumpulkan meliputi angin dan arus yang diperoleh dari BMKG dan pasang surut dari BIG. Uji statistik menggunakan Analisis Cluster untuk melihat pengelompokan stasiun berdasarkan karakteristik parameter kimia.
Pada Musim peralihan umumnya angin bergerak dari berbagai arah. Diketahui pada Bulan April 2011 kecepatan angin berkisar 0,009 – 5,96 m/s dan rata – rata kecepatan sebesar 2,31 m/s dengan arah dominan dari barat dan barat daya. Arus di perairan Teluk Jakarta dipegaruhi oleh pasang surut yang bertipe campuran condong tunggal serta memiliki ketinggian air rata – rata 1,74 m dan tunggang pasang 0,96 m. Arus permukaan yang dipengaruhi pasang surut ini memiliki kecepatan berkisar 1,16 – 4,93 cm/s dengan arah arus ke barat dan timur.
Perairan Teluk Jakarta memiliki pH 6,66 – 8,50, suhu permukaan 27,60 – 31,20 oC, salinitas 2,00 – 32,20 psu, dan TSS berkisar 6,80 – 106,60 mg/l yang menunjukkan kondisi aman untuk kehidupan biota laut karena nilainya masih memenuhi baku mutu air laut dalam KMNLH No.51 Tahun 2004. Namun demikian, TSS di muara yaitu 14,25 – 106,60 mg/l menunjukkan bahwa wilayah ini kurang baik untuk kegiatan perikanan dan sedikit berpengaruh terhadap ekosistem mangrove, lamun, dan karang.
Nilai Pb terlarut berkisar 0,0010 – 0,0037 ppm dan Pb tersuspensi berkisar 7,64 – 301,58 ppm. Sebaran Pb terlarut dan tersuspensi semakin ke laut semakin berkurang konsentrasinya. Pb terlarut memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di bagian tengah, sedangkan Pb tersuspensi di bagian timur. Oleh karena nilai Pb terlarut berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) maka keberadaannya belum berbahaya bagi kehidupan biota laut.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat dua pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan nilai parameter kimia di wilayah tersebut.
Kelompok pertama merupakan kumpulan stasiun yang terletak di wilayah laut (17 stasiun) dan kelompok kedua terletak di wilayah muara (9 stasiun). Sebaran
logam berat Pb terlarut dan tersuspensi di wilayah muara lebih besar daripada laut. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh pergerakan arus pasang surut di Teluk
ANI HARYATI. Distribution of Lead (Pb) Heavy Metal Dissolved and Suspended in Jakarta Bay Waters. Under supervision of I WAYAN NURJAYA and TRI PRARTONO.
Research on distribution of dissolved and suspended lead (Pb) in Jakarta bay waters were held on April 20 – 24, 2011 in Jakarta Bay then the data were analyzed at the Marine Pollution Laboratory of Research Centre Oceanography (P2O LIPI) and Oceanography Laboratory of Marine Science and Technology Department, FPIK IPB. Determination of the stations done by Global Positioning System ranging from estuary to off shore of Jakarta Bay with 26 stations.
Parameters were measured include water temperature, salinity, pH, TSS, Pb dissolved, and Pb suspended. Pb concentrations of heavy metals in water and the suspension was measured using AAS Varian Spectra AA 20 Plus. Physical parameters on this study are winds and currents. Those parameter obtained from BMKG and tides of BIG. Cluster Analysis used to see a clasification of the station based on the characteristics of chemical parameters.
Generally In the transitional season wind moves from different directions. In April 2011 wind speeds ranging 0,009 – 5,96 m/s and average of 2,31 m/s with the dominant direction of the west and southwest. Currents in the waters of Jakarta Bay have been affected by mixed tide predominantly diurnal type and had MSL 1,74 m and tidal range 0,96 m. Currents are tidally influenced surface has speed ranging from 1,16 – 4,93 cm/s with the current direction to the west and east.
Water conditions in Jakarta Bay, pH value are 6,66 – 8,50, water surface temperature 27,60 – 31,20 °C, salinity 2,00 – 32,20 psu, and TSS 6,80 – 106,50 mg/l which indicates within normal conditions for marine life, because the value still in water quality standards of the marine organisms on KMNLH No.51/2004. However, the TSS at the estuary of 14,25 – 106,60 mg/l indicated that this region was not better for fisheries and little effect on mangrove, seagrass, and coral.
Dissolved Pb values 0,0010 – 0,0037 ppm and Pb suspended ranged 7,64 – 301,58 ppm. Distribution of Pb dissolved and suspended concentration decreased to the sea ward. Dissolved Pb had a higher concentration in the central of the bay, while Pb suspended in the east. Because Pb dissolved under NAB then its
existence has not been harmful to marine life.
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm,
TERSUSPENSI DI PERAIRAN TELUK JAKARTA
ANI HARYATI
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) TERLARUT DAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN TELUK JAKARTA
Nama : Ani Haryati
NIM : C54070021
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001 NIP. 19600727 198603 1 006
Diketahui oleh
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) Terlarut dan Tersuspensi di Perairan Teluk Jakarta”.
Pencemaran logam berat timbal (Pb) di Perairan Teluk Jakarta saat ini telah menyebabkan menurunya kualitas perairan dan mempengaruhi kehidupan biota laut. Sumber timbal (Pb) di perairan banyak berasal dari limbah industri dan aktivitas pelabuhan. Melihat permasalahan tersebut maka perlu diketahui sebaran logam berat khususnya timbal (Pb) di Teluk Jakarta.
Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini masih terdapat beberapa
kekurangan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam perbaikan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Bogor, April 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya kepada penulis.
2. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. dan Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, kritik, dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Dr. Ir. Hefni Effendi, M. Phil. selaku dosen penguji atas saran yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.
4. Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T. selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Program Studi Sarjana Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. 5. Lestari, S.Si, M.Si. dan Abdul Razak, A.Md. dari Laboratorium Pencemaran
Oseanografi, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) atas bantuan dalam penelitian ini.
6. Kedua orang tua Bapak Eddy Partamihardja, S.E, S.IP, M.M dan Ibu Eko Kelonowati, A.Md. yang telah mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.
7. Staf Departemen ITK yang membantu dalam kelancaran administrasi penulis selama menempuh studi.
8. Seluruh teman-teman ITK 44 dan warga ITK lainnya yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.
x
4.2.4. Total Suspended Solid (TSS) ... 21
4.3. Sebaran Pb di Perairan Teluk Jakarta ... 23
4.3.1. Sebaran Pb terlarut di perairan Teluk Jakarta ... 23
4.3.2. Sebaran Pb tersuspensi di perairan Teluk Jakarta ... 26
4.4. Hubungan Pb dengan Kondisi Fisika – Kimia Perairan ... 28
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1. Kesimpulan ... 30
5.2. Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kisaran ladar logam berat (ppm) dalam air laut di perairan Teluk
Jakarta tahun 2004 ... 5
2. Komponen pasang surut pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta .. 16
3. Kecepatan dan arah arus di enam stasiun pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 17
4. Contoh data angin Bulan April 2011 di Tanjung Priok ... 36
5. Contoh data pasang surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 37
6. Contoh data arus Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 38
7. Koordinat lokasi stasiun penelitian ... 39
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Peta lokasi stasiun penelitian di Teluk Jakarta ... 8 2. Diagram arah dan kecepatan angin pada Bulan April 2011 di Teluk
Jakarta ... 14 3. Grafik elevasi pasang surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 15 4. Stick Plot arus di enam stasiun pada Bulan April 2011 di Teluk
Jakarta ... 17 5. Sebaran pH perairan pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 19 6. Sebaran salinitas (psu) pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 21 7. Sebaran Total Suspended Solid (mg/l) pada Bulan April 2011 di Teluk
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Foto penelitian ... 34
2. Data angin Bulan April 2011 di Tanjung Priok ... 36
3. Data pasang surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 37
4. Data arus Bulan April 2011 di Teluk Jakarta ... 38
5. Lokasi stasiun penelitian ... 39
6. Data penelitian di Teluk Jakarta ... 40
7. Prosedur analisis TSS ... 41
8. Prosedur analisis Pb terlarut ... 42
9. Prosedur analisis Pb tersuspensi ... 43
10.Syntax Matlab 9 ... 45
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teluk Jakarta di utara provinsi DKI Jakarta secara geografis terletak pada 5o56’ – 6o55’ LS dan 106o43’ – 106o59’ BT. Wilayah ini memiliki aktivitas yang tinggi seperti kegiatan: industri, pelabuhan, dan perikanan. Berbagai kegiatan ini berpotensi sebagai penyumbang limbah bahan pencemar yang mengalir ke Teluk Jakarta melalui sungai, atmosfer, maupun dari daratan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pengingkatan bahan tercemar yang menurunkan kualitas perairan di Teluk Jakarta (Hadikusumah, 2008). Salah satu bahan pencemar yang berpotensi menurunkan dan merusak lingkungan adalah logam berat. Sumber logam berat diduga berasal dari buangan limbah industri, seperti: pabrik kimia, cat, tekstil, pupuk, dan bahan pangan; pembangkit listrik; dan aktivitas pelabuhan.
Timbal (Pb) merupakan salah satu bahan pencemar yang bersifat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya (B3). Tahun 2003 kadar Pb di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 0,25 – 77,42 ppm (Rochyatun dan Rozak, 2007) dan pada tahun 2004 diperkirakan rata – rata mencapai 0,55 ppm (BPLHD, 2004). Dengan demikian kadar Pb di Teluk Jakarta telah melampaui Nilai Ambang Batas (NAM) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 yaitu 0,008 ppm.
Pb di laut juga dapat diabsorpsi oleh organisme laut. Apabila biota laut yang terkontaminasi logam Pb dikonsusmsi terus menerus oleh manusia, akumulasi Pb akan menyebabkan gangguan pada fase pertumbuhan fisik dan mental yang berakibat pada fungsi kecerdasan (Djarismawati, 1991).
Dampak kerusakan sumber daya laut akibat pencemaran harus dapat dihindari atau diperkecil, agar kegiatan pengembangan atau pemanfaatan sumber daya laut memberikan kontribusi bagi kesejahteraan di sekitar Teluk Jakarta khususnya nelayan dan masyarakat perikanan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap persebaran Pb diperlukan untuk memberikan informasi mengenai kondisi wilayah yang mungkin telah atau akan terpengaruh oleh bahan pencemar.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan memetakan sebaran logam berat timbal (Pb) terlarut dan tersuspensi di perairan Teluk Jakarta khususnya pada Musim
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta 2.1.1. Kondisi geografis
Teluk Jakarta yang secara administratif berada di Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat, dan Banten terletak pada koordinat 5o56’ – 6o55’ LS dan 106o43’ –
106o59’ BT (BPLHD, 2008). Perairan Teluk Jakarta memiliki panjang pantai
mencapai kurang lebih 72 km dengan luas 490 km2 (Lubis et al., 2007) dan
merupakan tempat bermuaranya 13 sungai, yaitu: Sungai Ciliwung, Citarum,
Bekasi, Kamal, Cengkareng Drain, Angke, Karang, Ancol, Sunter, Cakung,
Blencong, Grogol, dan Pesanggrahan. Rata – rata debit air dari 13 sungai tersebut
adalah 112,7 m3/s (Damar, 2003).
2.1.2. Kondisi hidro – oseanografi
Perairan Teluk Jakarta termasuk perairan landai dengan jarak kurang lebih
1,5 km dari garis pantai kedalaman perairan baru mencapai 4 – 5 m (Pemda DKI
Jakarta, 1999) dengan rata – rata kedalaman perairan mencapai 15 m (Lubis et al.,
2007). Pasang surut di Teluk Jakarta dan Laut Jawa bertipe tunggal dengan
bilangan Formzhal sebesar 3,80 (Diposaptono, 2001). Pasang surut tunggal
berarti dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Kondisi pasang
surut di perairan ini memiliki rasio amplitudo (O1+K1/M2+S2) sebesar 3,72
dengan komponen dominan K1 (Koropitan dan Ikeda, 2008).
Pola arus yang terjadi di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh pola arus dari
Laut Jawa yang dipengaruhi oleh Angin Munsoon. Menurut BPLHD (2006) dan
Arus pasut merupakan gerakan massa air yang dipengaruhi oleh gerakan pasut
yang merambat secara horizontal dan menyebabkan massa air keluar masuk
perairan. Arus pada Musim Timur memiliki kecepatan 3,5 – 28,7 cm/s dan
Musim Barat 3 – 26,9 cm/s ke arah timur – barat daya (BPLHD, 2006). Menurut
Helfinalis (2004) pada Mei 2004 arus bergerak menuju barat – barat daya dengan
kecepatan rata-rata 25 cm/s. Kecepatan arus permukaan pada Bulan Juni 2009
berkisar 27,8 – 37,3 cm/s (LIPI, 2009) dengan arah menuju barat daya, selatan dan
tenggara.
2.1.3. Kualitas air
Kecerahan di Teluk Jakarta pada tahun 2003 untuk Bulan Juni berkisar 0,1
– 52,6 %, Bulan September 0,1 – 49,2 %, dan Mei 2004 berkisar 0,6 – 56,4 %
(Hadikusumah, 2007a). Kekeruhan di perairan ini memiliki nilai yang cukup
tinggi pada wilayah muara dengan nilai rata – rata 24,2 NTU pada Juni 2003, 13,5
NTU pada September 2003, dan 8 NTU pada Mei 2004 (Hadikusumah, 2007a).
Bulan Februari 2009 suhu perairan di lapisan permukaan bervariasi antara
28,13 sampai 29,94 oC dan pada Bulan Juni 2009 berkisar 29,78 – 30,12 oC (LIPI,
2009). Hal ini menunjukkan bahwa pada Musim Timur (kemarau) suhu perairan
di Teluk Jakarta sedikit lebih hangat daripada Musim Barat (hujan).
Salinitas air laut di Teluk Jakarta pada tahun 2009 berkisar 29,33 – 31,94
psu pada Bulan Februari dan 29,84 – 32,09 psu pada Bulan Juni (LIPI, 2009).
Pola penyebaran salinitas Bulan Juni lebih bervariasi daripada Bulan Februari.
Derajat keasaman (pH) di Teluk Jakarta tahun 2005 berkisar antara 7,43
sampai 8,13 (Ambiasa, 2007). Menurut Suherman (2005) pada Bulan Oktober
5
pada Bulan Mei 2004 berkisar 1,97 – 5,25 mg/l. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Prayitno (2011) pada Bulan Mei 2010 kadar nitrat di Teluk Jakarta berkisar
0,008 – 0,148 mg N/l, nitrit berkisar 0,008 – 0,042 mg N/l, fosfat 0,004 – 0,063
mg P/l, dan silikat 0,88 – 6,321 mg Si/l.
2.2. Pencemaran Logam Berat di Teluk Jakarta
Pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dapat berasal dari
sampah, limbah bahan organik maupun logam berat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni) dalam air laut di
bagian tengah Teluk Jakarta umumnya lebih tinggi dibandingkan bagian barat dan
timur Teluk Jakarta (Razak dan Muchtar, 2004). Keberadaan kegiatan di
Pelabuhan Tanjung Priok diperkirakan berperan memberikan sumbangan buangan
limbah yang mengandung logam berat tersebut. Tabel 1 memperlihatkan kadar
logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta.
Tabel 1. Kisaran kadar logam berat (ppm) dalam air laut di perairan Teluk Jakarta tahun 2004
Logam berat Lokasi
Barat Tengah Timur
Pb 0,001-0,008 0,001-0,010 0,001-0,004
Cd < 0,001-0,002 < 0,001 < 0,001 Cu < 0,001-0,008 < 0,001-0.004 < 0,001-0,002 Zn < 0,001-0,010 < 0,001-0.006 < 0,001-0,004 Ni < 0,001-0,012 < 0,001-0.014 < 0,001-0,006
Catatan: Barat : PLTU Jakarta Utara, Muara Angke, Cengkareng Drain, hingga Sungai Dadap
Tengah : Tanjung Priok, Kali Koja, hingga Ancol.
2.3. Logam Berat
Logam berat merupakan elemen kimia yang secara fisik berbobot lebih
dari 5 g/cm3 (Darmono, 1995) dan dapat bersifat esensial (Fe dan Cu) dan
non-esensial (Hg, Pb, dan Cd) di lingkungan (Widowati et al., 2008) yang bersifat
racun bagi organisme jika konsentrasinya tinggi di alam (Hutabarat dan Evans,
2006).
Menurut Sanusi (2006) logam berat toksik memiliki berbagai sifat seperti:
presisten, akumulasi dan magnifasi dalam jaringan tubuh biota laut, memiliki
EC10 dan LC50 – 96 jam yang rendah, memiliki paruh waktu yang tinggi, dan
faktor konsentrasi yang besar dalam tubuh biota laut. Sifat toksisitas logam di
perairan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, pH, jenis dan stadia biota, serta spesiasi
dan kadar logam tersebut.
2.3.1. Timbal (Pb)
Timbal yang banyak digunakan dalam industri baterai, logam, kimia,
listrik, dan cat (Darmono, 1995) di perairan temasuk ke dalam logam reaktif dan
membentuk ikatan kompleks dengan ligan organik dan anorganik. Logam ini
akan berikatan dengan ligan organik seperti S, N, dan O serta berikatan dengan
ligan anorganik seperti halida, nitrat, fosfat, sulfat, dan hidroksida (Sanusi, 2006).
Timbal di perairan akan terhidrolisis menjadi Pb(OH)+ terlarut pada pH >6 dan
menjadi Pb(OH)2 solid pada pH ≥10. Pb(OH)+ terlarut akan lebih banyak
daripada PbCl2 dan PbCO3 di laut karena pH air laut yang cenderung basa
(7,5-8,5) (Neff, 2002).
Pada suasana alkalis, Pb yang berikatan dengan sulfat (SO42-), fosfat
7
di air menjadi menurun. Sekitar 5 % timbal di laut berbentuk ion bebas dan
bioavailabel bagi organisme serta 38-98 % berbentuk terlarut dan membentuk
ikatan organik di estuari dan pantai (Neff, 2002). Sifat toksik Pb terlarut berkisar
antara 0,1–10 mg/l baik terhadap kehidupan invertebrata maupun ikan (Sanusi,
2006).
Timbal akan menjadi beracun saat masuk ke dalam tubuh organisme
karena berfungsi sebagai kation logam yang aktif biologis seperti kalsium dan besi
dari protein-proteinnya. Calmodium yang mengikat empat kation besi (Fe) dan
ketika Fe ini diganti oleh Pb akan menyebabkan penurunan efisiensi enzim ini.
Timbal juga dapat menghambat total aktivitas enzim biosintetik heme, yaitu asam
delta-aminoleuolinat dehidratase (delta-ALAD) saat menggantikan kation tunggal
Fe yang mengakibatkan ganguan pembentukan darah dan menyebabkan anemia
9
Laboratorium Oseanografi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian terbagi menjadi dua
yaitu saat pengambilan data lapang dan analisis laboratorium. Bahan yang
digunakan pada pengambilan data lapang adalah akuades dan alat yang
digunakan, yaitu: GPS Garmin untuk menentukan koordinat titik stasiun, kotak es,
termometer untuk mengukur suhu, pH-meter untuk mengukur pH air,
refraktometer untuk mengukur salinitas, water sampler untuk mengambil contoh
air.
Bahan yang digunakan selama analisis laboratorium adalah contoh air,
MIBK, APDC, HNO3 pekat, H2O2, HCl, kertas sring Sellulose Nitrat, Whatman
No.41, dan akuades. Alat yang digunakan dalam analisis laboratorium vaccum
pump, timbangan digital BP 20, desikator, alat destruksi, oven Memmert Model
100-800,AAS Varian Spectra AA 20 plus. Gambar alat dan bahan ditunjukkan
pada Gambar 11 dalam Lampiran 1.
3.3. Sumber Data
Data sekunder yang digunakan meliputi data angin arus, dan pasang surut.
Data angin dan arus diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMGK). Data pasang surut diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
3.4. Metode Penelitian
3.4.1. Penentuan stasiun penelitian
Stasiun penelitian terdiri dari 26 titik yang tersebar di Teluk Jakarta mulai
dari muara sungai hingga ke laut yang mewakili wilayah barat, tengah, dan timur
teluk. Pemilihan lokasi di muara sungai dan pantai dilakukan berdasarkan
keterkaitan intensitas aktivitas manusia dan industri yang diduga berperan sebagai
penyumbang Pb ke perairan. Pengambilan titik stasiun juga dilakukan di wilayah
laut untuk mengetahui sebaran logam berat Pb. Bagian laut terdiri dari 17 stasiun
yang tersebar di wilayah teluk dan 9 stasiun berada di bagian muara sungai dan
pantai (near shore). Data koordinat stasiun penelitian disajikan pada Lampiran 5.
3.4.2. Pengukuran data lapang
Pengukuran data di lapang meliputi suhu, salinitas, dan pH perairan.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Salinitas
menggunakan refraktometer dan derajat keasaman (pH) diukur dengan
menggunakan pH-meter. Data ditampilkan pada Lampiran 6.
3.4.3. Pengambilan contoh air laut
Contoh air diambil dengan menggunakan Water Sampler bervolume 5 liter
yang terbuat dari Poly Vinyl Clorida (PVC) untuk menghindari kontaminasi
logam berat. Contoh air laut diambil di bagian permukaan badan perairan dan
dimasukkan ke dalam botol polietylen yang bervolume satu liter. Wadah yang
digunakan terlebih dahulu direndam dalam larutan asam HNO3 selama 24 jam
kemudian dibilas dengan menggunakan akuades. Contoh air disimpan di dalam
11
3.5. Analisis Contoh Air Laut
3.5.1. Analisis Total Suspended Solid (TSS)
Analisis TSS dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri (APHA,
1992). Metode ini menggunakan kertas saring Sellusoe Nitrat berpori 0,45 μm
dengan diameter 0,47 mm. Kertas saring yang akan digunakan sebelumnya telah
dibilas dengan akuades dan dikeringkan selama satu jam dengan oven bersuhu
103-105 oC dan selanjutnya diukur berat awal kertas tersebut.
Contoh air sebanyak 300 ml disaring dengan kertas tersebut menggunakan
Vaccum pump. Kertas saring yang telah berisi suspensi kembali dikeringkan
dengan oven bersuhu 103 – 105 oC untuk menghilangkan kadar air pada kertas.
Kertas saring yang telah kering dan mengandung suspensi ditimbang kembali
untuk menentukan berat suspensi tersebut. Penjelasan cara kerja ditunjukkan pada
Lampiran 7.
3.5.2. Analisis timbal (Pb) terlarut
Analisis logam berat timbal (Pb) terlarut dilakukan dengan menyaring
contoh air dengan kertas Sellulose Nitrat berpori 0,45 μm. Air yang telah disaring
diawetkan dengan menggunakan HNO3 pekat (1 N) dan dikondisikan pada pH
2,5. Filtrat ini diekstraksi dengan bahan pengompleks Amonium Pirolidin
Ditiokarbamat (APDC) dan Metil Isobutil Keton (MIBK) (APHA, 1992).
APDC berfungsi membentuk senyawa kompleks organik yang tidak larut
dalam fasa air ketika logam berat dalam contoh air bersuasana asam. MIBK akan
melarutkan logam berat dan APDC menjadi dua fase yaitu organik dan anorganik.
Fase organik logam berat dan APDC kemudian diekstraksi kembali dengan HNO3
Pb diukur nilainya dengan menggunakan AAS Varian Spectra AA 20 plus dengan
panjang gelombang 217 nm dan deteksi limit untuk pengukuran Pb yaitu 0,001
ppm. Prosedur pelaksanaan analisis ini disajikan pada Lampiran 8.
3.5.3. Analisis timbal (Pb) tersuspensi
Analisis logam berat timbal (Pb) dalam suspensi dilakukan dengan
menyaring contoh air laut dengan kertas saring berpori 0,45 μm. Kertas yang
berisi suspensi dikeringkan dengan oven selama 18 – 24 jam dengan suhu 105 oC.
Setelah kering kertas ditimbang untuk mengetahui berat suspensi.
Kertas saring yang berisi suspensi dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk
didestruksi dengan menggunakan HNO3 pekat dan dibiarkan dalam suhu ruang
kurang lebih empat jam sesuai dengan method 3050B United State Environmental
Protection Agency (US EPA) APHA (1992). Destruksi dilakukan kembali dengan
penambahan H2O2 30 % dan HCl pekat selama kurang lebih delapan jam pada
suhu 90 ± 5 oC. Contoh ini kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 41
berpori 0,45 μm. Analisis logam berat dilakukan dengan menggunakan AAS
Varian Spectra AA 20 Plus menggunakan nyala lampu udara-asetilen yang
didasarkan pada Hukum Lambert – Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap
berbanding lurus dengan kadar zat (Hutagalung et al., 1997). Prosedur analisis Pb
tersuspensi dijelaskan pada Lampiran 9.
3.6. Analisis Cluster
Cluster merupakan teknik multivariat untuk mengelompokkan objek –
objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis ini bertujuan
13
dengan objek lain berada dalam kelompok (Cluster) yang sama. Untuk mengukur
kesamaan antar objek digunakan ukuran jarak Euclidean Distance dengan Metode
Ward. Hasil akhir akan diperoleh tingkatan objek mulai dari mirip sampai tidak
mirip yang digambarkan dalam dendogram (Johnson dan Wichern, 1992 in
Hertanto, 2008).
3.7. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. Pola
sebaran dari hasil pengukuran logam berat Pb, salinitas, pH, dan TSS dipetakan
dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 9.0. Data oseanografi fisika seperti
angin menggunkan perangkat lunak WR Plot, pasang surut dengan Matlab 9, dan
arus dengan Surfer 8.0. Syntax Matlab 9 yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 10. Uji statistik dengan analisis Cluster diolah dengan perangkat lunak
14
4.1. Kondisi Fisika Perairan di Teluk Jakarta 4.1.1. Angin
Angin merupakan salah satu parameter fisika yang mempengaruhi pola sebaran arus permukaan di perairan. Pergerakan arus permukaan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh Angin Monsoon. Angin disebabkan oleh perbedaan tekanan udara akibat ketidakseimbangan penyinaran matahari pada tempat-tempat yang berbeda di muka bumi. Arah dan kecepatan angin diperlihatkan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Diagram arah dan kecepatan angin pada Bulan April 2011 di Tanjung Priok
15 kecepatan angin maksimun sebesar 5,97 m/s dan kecepatan angin minimum
sebesar 0,09 m/s. Kecepatan angin rata-rata pada Bulan April mencapai 2,31 m/s. Data pengamatan di lapang menunjukkan kecepatan angin rata-rata 1,10 m/s. Kecepatan angin maksimum mencapai 2,17 m/s dan kecepatan minimum mencapai 0,13 m/s. Arah angin yang dominan pada saat itu berhembus dari arah utara dan timur. Arah angin yang dominan berhembus dari barat dan barat daya menunjukkan bahwa pada Bulan April pengaruh Angin Barat masih cukup besar. Pergerakan angin ini akan mempengaruhi pergerakan arus perairan selain faktor – faktor lainnya, seperti: kedalaman, topografi dasar perairan, dan pasang surut.
4.1.2. Pasang surut
Pola pasang surut yang terjadi di Teluk Jakarta Bulan April adalah campuran condong tunggal dengan nilai Bilangan Formzhal 2,81. Menurut Wyrtki (1961) tipe pasang surut campuran condong tunggal memiliki nilai Formzhal 1,5 – 3. Grafik elevasi pasang surut di Teluk Jakarta pada April 2011 ditunjukkan pada Gambar 3 dan komponen pasang surut pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen pasang surut pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Komponen Pasut Amplitudo
(m) Fase (
o
)
O1 0,14 333,40
K1 0,21 8,29
M2 0,07 69,01
S2 0,06 74,54
Hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) di Stasiun Kolinlamil pada koordinat 6,02 LS dan 106,89 BT selama satu bulan diketahui menunjukkan nilai rata-rata muka air laut adalah 1,74 m. Maksimum muka air laut 2,28 m dan minimum 1,32 m.
Nilai elevasi pasang surut menunjukkan tunggang pasang mencapai 0,96 m dengan pasang tertinggi 0,54 m dan surut terendah 0,42 m. Pada saat
pengamatan di lapang diketahui nilai tinggi air berkisar antara 1,32 m sampai 2,28 m dengan nilai tinggi rata-rata 1,77 m.
Kondisi pasang surut di Teluk Jakarta memiliki rasio amplitudo 2,81 dengan komponen dominan K1. Pengambilan data dilakukan sejak pagi hingga siang hari yaitu pada pukul 06:00 – 15:00 WIB dan berada pada kondisi surut hingga pasang.
4.1.3. Arus permukaan
17 atmosfer yang jatuh ke permukaan perairan. Gambar stick plot arus ditunjukkan pada Gambar 4 serta tabel kecepatan dan arah arus di Teluk Jakarta pada Tabel 3.
Gambar 4. Stick Plot arus di enam stasiun pengukuran pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Tabel 3. Kecepatan dan arah arus di enam stasiun pengukuran pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Stasiun Kecepatan (cm/s) Arah
Dominan Maksimum Minimum Rata - rata
1 (Off shore) 22,96 0,02 4,51 Barat 2 (Off shore) 23,30 0,05 4,62 Barat 3 (Muara Citarum) 24,77 0,06 4,92 Barat
4 (Tanjung Priok) 9,78 0,02 1,83 Timur
5 (Pantai) 6,25 0,01 1,16 Timur
6 (Off shore) 23,61 0,04 4,80 Barat
1 (Off shore)
3 (Muara Citarum) 4 (Tanjung Priok) 5 (Pantai) 2 (Off shore)
Analisis arus ini dilakukan pada enam titik. Nilai kecepatan rata-rata terendah berada di daerah pantai (Stasiun 5) yaitu 1,16 cm/s dengan arah dominan arus menuju timur. Nilai kecepatan rata-rata tertinggi terdapat di Muara Citarum (Stasiun 3) yaitu 4,92 cm/s dengan arah dominan arus menuju barat.
Semakin menuju ke arah pantai kedalaman perairan akan semakin
dangkal. Hal inilah yang menyebabkan penurunan nilai rata – rata kecepatan arus di Tanjung Priok (Stasiun 4) dan pantai (Stasiun 5). Kecepatan rata – rata arus di wilayah off shore (Stasiun 1, 2, dan 6) dan Muara Citarum (Stasiun 3) lebih besar dari pada Tanjung Priok (Stasiun 4) dan pantai (Stasiun 5) karena lokasinya yang berada di laut lepas dan akibat adanya pengaruh arus dari Laut Jawa yang
dipengaruhi oleh Angin Monsoon (Pariwono, 1989).
Angin pada Bulan April dominan bergerak dari arah barat dan barat daya yang menyebabkan arus dominan bergerak ke arah barat dan timur disepanjang perairan Teluk Jakarta. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil pengamatan di enam stasiun pengamatan tersebut. Banyaknya sungai yang bermuara di Teluk Jakarta juga akan mempengaruhi kecepatan arus itu sendiri, sehingga nilainya cukup bervariasi.
4.2. Kondisi Kimia Perairan di Teluk Jakarta 4.2.1. Derajat keasaman (pH)
19 umumnya rendah dibagian wilayah pesisir. Gambar sebaran pH perairan di Teluk Jakarta ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Sebaran pH perairan pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Rendahnya nilai pH di sekitar sungai dan muara diakibatkan pengaruh air tawar yang masuk melalui sungai. Nilai pH bagian barat cenderung lebih rendah daripada bagian tengah dan timur teluk, karena masih tingginya pengaruh
masukan Sungai Dadap, Sungai Kamal, dan Sungai Angke.
pH yang terukur memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi daripada nilai pH yang diukur oleh BPLHD (2010). BPLHD (2010) mengukur nilai pH di Teluk Jakarta berkisar 6,87 – 7,66. Nilai Ambang Batas (NAB) pH yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KMNLH, 2004) untuk kepentingan biota laut adalah 7 – 8,5. Nilai pH yang terukur masih berada
4.2.2. Suhu perairan
Suhu permukaan air laut di Teluk Jakarta berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan kisaran nilai 27,60 oC – 31,20 oC. Rata-rata suhu permukaan 29,53
o
C dan suhu terendah terdapat di Muara Angke (Stasiun 17) yaitu sebesar 27,60
o
C dan tertinggi 31,20oC berada di Sungai Blencong (Stasiun 22) dan Tanjung Priok (Stasiun 25).
Umumnya dengan nilai rata – rata suhu permukaan 29,53 OC menunjukan bahwa suhu umum di wilayah tropis dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang cukup besar. Suhu permukaan yang diukur lebih rendah daripada suhu permukaan yang diukur oleh BPLHD (2010) yaitu 29,92 – 32,76 oC. Suhu di perairan Teluk Jakarta masih aman untuk biota laut karena nilainya yang berada di bawah NAB KMNLH No. 51 Tahun 2004. NBA suhu yang ditetapkan oleh KMNLH (2004) adalah 28 – 32 oC.
4.2.3. Salinitas perairan
21
Gambar 6. Sebaran salinitas (psu) pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Nilai yang cukup berbeda terihat di Stasiun 22 yaitu di muara Sungai Blencong dengan nilai 25 psu. Besarnya salinitas di stasiun ini dikarenakan air laut yang masuk ke sungai akibat pengaruh pasang. Menurut Ilahude (1995) in LIPI (2009) pada Musim Peralihan Barat – Timur (Peralihan I) kisaran salinitas di perairan Teluk Jakarta adalah 28,00 – 32,50 psu. Salinitas yang terukur tidak terlalu berbeda dengan salinitas yang diukur oleh LIPI (2009) di Teluk Jakarta yaitu 30,59 – 31,70 psu. Begitu juga dengan pengukuran salinitas di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD (2010) menunjukkan bahwa nilai kisaran salinitas adalah 5 – 32 psu.
4.2.4. Total Suspended Solid (TSS)
dan minimum berada di Stasiun 3. Sebaran TSS di perairan Teluk Jakarta ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Sebaran Total Suspended Solid (mg/l) pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Pola sebaran TSS umunya tinggi di wilayah sungai dan muara. Semakin ke arah laut nilai TSS akan semakin berkurang. Terlihat bahwa nilai TSS akan semakin menurun kadarnya ke arah timur teluk. Nilai yang cukup besar ditemukan di wilayah barat dan tengah teluk terutama di bagian muara, yaitu Sungai Angke (Stasiun 17), Ancol (Stasiun 21), dan Kali Baru (Stasiun 26). Hal ini menunjukkan bahwa muara sungai di Teluk Jakarta banyak mengandung TSS. Tingginya nilai TSS di sekitar muara sungai yang umumnya terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik ini diduga berasal dari erosi tanah yang terbawa melalui aliran sungai.
23 menyebabkan wilayah barat teluk memiliki kandungan TSS rata-rata yang lebih besar dari pada di bagian tengah dan timur teluk. Diperkirakan pada bulan ini aliran sungai di wilayah timur teluk tidak terlalu besar, sehingga masukan TSS ke teluk menjadi lebih rendah.
Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) in Effendi (2003) nilai TSS yang berkisar 81 – 400 mg/l tergolong kurang baik untuk perikanan. KMNLH (2004) menyatakan bahwa NAB TSS untuk karang dan lamun 20 mg/l serta mangrove 80 mg/l. Tingginya nilai TSS di bagian sungai dan muara yang berkisar 14,25 – 106,60 mg/l menunjukkan bahwa wilayah ini kurang baik digunakan untuk kepentingan perikanan dan sedikit berpengaruh terhadap ekosistem mangrove, lamun, dan karang.
4.3. Sebaran Pb di Perairan di Teluk Jakarta 4.3.1. Sebaran Pb terlarut di perairan Teluk Jakarta
Hasil analisis Pb dalam air laut di wilayah pengamatan berkisar antara 0,0010 hingga 0,0037 ppm. Secara spasial menunjukkan bahwa semakin ke arah laut kadar Pb terlarut semakin rendah. Nilai Pb terlarut di bagian sungai dan muara memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan di bagian laut.
Gambar 8. Sebaran Pb terlarut (ppm) pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Nilai Pb terlarut di bagian barat teluk paling tinggi ditemukan di Sungai Angke (Stasiun 17) dan Sungai Dadap (Stasiun 19). Besarnya nilai Pb di wilayah tersebut diperkirakan berasal dari limbah kegiatan kapal yang sandar di wilayah tersebut.
Kadar logam berat Pb terlarut di perairan bagain tengah Teluk Jakarta yang cukup tinggi pada umumnya ditemukan di Dermaga Marina Ancol (Stasiun 21), Kali Koja (Stasiun 24), dan Tanjung Priok (Stasiun25). Wilayah tersebut merupakan area aktivitas sandar kapal – kapal kecil yang berpotensi membuang bahan yang mengandung Pb. Disamping itu, masukan dari udara hasil
pembakaran bahan bakar kendaraan dalam bentuk debu jatuh ke perairan dan diperkirakan memiliki kandungan Pb.
25 limbah aktivitas penduduk dan industri yang dibuang ke perairan. Selain itu, kawasan Kali Baru, Terusan Sunter, dan Sungai Blencong ini banyak terdapat kapal – kapal yang bersandar dan bergerak keluar masuk. Menurut Rochyatun et al. (2006) limbah buangan air ballas dari kapal banyak mengandung minyak yang umumnya mendapat zat tambahan tetraethyl yang menggunakan Pb untuk
meningkatkan kualitasnya.
Adanya berbagai industri seperti pabrik cat dan tinta, seperti: PT Pacific Paint, PT Nipsea Paint and Chemical Co, PT Nippon Paint, dan PT GS Battery
(produsen mobil dan motor baterai asam timbal) yang diperkirakan membuang limbahnya ke sungai atau melalui asap pabrik yang mengandung Pb yang kemudian jatuh ke perairan juga menyebabkan tingginya kadar Pb di perairan.
Kadar Pb terlarut dari seluruh lokasi penelitian menunjukan nilai rata – rata 0,0022 ppm dan menunjukan bahwa nilai Pb terlarut di Teluk Jakarta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kadar normal Pb di perairan. Menurut Waldichuck (1974) in Darmono (1995) kadar Pb terlarut normal berada di
4.3.2. Sebaran Pb tersuspensi di periaran Teluk Jakarta
Hasil pengukuran logam berat Pb tersuspensi menunjukkan secara spasial semakin ke arah laut nilai kadar Pb tersuspensi ini semakin berkurang dan
semakin ke arah timur nilainya semakin besar. Tingginya nilai Pb tersuspensi banyak ditemukan di sekitar sungai, muara, dan tepi pantai. Sebaran Pb pada padatan tersuspensi di Teluk Jakarta diperlihatkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran Pb tersuspensi (ppm) pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
27 (Stasiun 25). Pb tersuspensi cukup tinggi ditemukan di wilayah timur seperti di Kali Baru (Stasiun 26), Terusan Sunter (Stasiun 23), dan Sungai Blencong (Stasiun 22) dengan nilai kisaran 7,64 – 301, 58 ppm.
Tingginya nilai kadar Pb tersuspensi di daerah sungai dan muara baik di wilayah barat, tengah, dan timur diperkirakan berasal dari aktivitas di daratan dan sekitarnya, seperti banyaknya kapal – kapal yang bersandar dan membuang limbah yang mengandung Pb. Selain itu, kegiatan industri yang cukup padat terlihat dari banyak berdirinya pabrik seperti pabrik kimia, cat, dan baterai di wilayah timur yang diduga membuang limbah yang juga mengandung Pb ke perairan. Kondisi dan aktivitas di sekitar Teluk Jakarta dapat dilihat pada Gambar 12 dalam Lampiran 1.
Dibandingkan dengan kadar logam berat Pb tersuspensi di perairan Delta Berau pada April 2007 dan Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang pada September 2005 kadar logam berat Pb tersuspensi di Teluk Jakarta April 2011 memiliki kadar yang lebih tinggi. Kadar logam berat Pb tersuspensi pada perairan Delta Berau berkisar 7,24 – 148,44 ppm (Situmorang, 2008) dan pada Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang adalah 10,556 – 30,556 ppm (Maslukah, 2006).
4.4. Hubungan Pb dengan Kondisi Fisika – Kimia Perairan
Hasil analisis Cluster menunjukkan bahwa dari 26 stasiun pengamatan diperoleh dua kelompok, yaitu Cluster 1 dan Cluster 2. Kelompok ini didasarkan pada kesamaan nilai parameter kimia, seperti: suhu, salinitas, pH, TSS, Pb
terlarut, dan Pb tersuspensi. Dendogram ditunjukkan pada Gambar 10 yang terdiri dari Cluster 1 yaitu dari Stasiun 1 sampai 26 (warna merah pada dendogram) dan Cluster 2 terdiri dari Stasiun 17 sampai 24 (warna hijau pada dendogram).
Gambar 10. Dendogram antar stasiun pengamatan
29 Konsentrasi logam berat Pb baik terlarut dan tersuspensi yang cukup tinggi ditemukan pada Cluster 2 yang umumnya berada pada lokasi – lokasi di sekitar muara. Hal ini menunjukkan bahwa sumber logam berat Pb kemungkinan berasal dari aktivitas di daratan. Wilayah muara (Cluster 2) dipengaruhi oleh sungai dengan pH dan salinitas rendah daripada di wilayah laut (Cluster 1).
Perairan laut memiliki salinitas yang lebih tinggi daripada wilayah sungai dan mengandung banyak anion ini akan mempengaruhi karakteristik Pb di dalam air laut. Tingginya kadar CO32- dan Cl- di air laut akan membentuk senyawa solid
dengan Pb2+ terlarut menjadi padatan PbCO3 dan PbCl2 yang kemudian jatuh
(disolusi) ke dasar perairan, sehingga kadarnya di dalam air akan berkurang. Pengaruh pasang surut di wilayah ini juga akan menyebabkan Pb
mengendap di muara sungai dan umumnya menyebabkan besarnya konsetrasi Pb di wilayah muara. Pb dalam air akan mengalami perpindahan, pengangkutan, dan penyebaran (dispersi) akibat adanya arus, pasang surut, gravitasi, energi angin, dan turbulensi. Ketika memasuki wilayah laut Pb di air akan mengalami adveksi dan difusi akibat adanya pengaruh arus, sehingga akan tersebar dan
30
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Sebaran logam berat Pb baik terlarut maupun tersuspensi di perairan Teluk Jakarta pada Musim Peralihan I semakin ke arah laut konsentrasinya semakin berkurang. Konsteasi Pb terlarut dan tersuspensi lebih besar ditemukan di wilayah muara daripada wilayah laut. Hal ini mengindikasikan bahwa
masukknya bahan pencemar Pb berasal dari aktivitas di daratan.
Konsentrasi Pb terlarut lebih tinggi berada di bagian tengah teluk dan untuk Pb tersuspensi berada di bagian timur Teluk Jakarta. Sebaran Pb di perairan sangat dipengaruhi oleh pola arus pasang surut yang terjadi dengan arah arus dominan ke arah barat dan timur. Ketika itu angin yang berhembus dominan berasal dari arah barat dan barat daya. Rendahnya nilai Pb di wilayah laut disebabkan oleh adanya proses pengenceran yang dipengaruhi oleh arus pasang surut yang juga menyebabkan terjadinya penyebaran (dispersi) logam berat Pb di perairan.
5.2. Saran
Untuk mengetahui dan memastikan lebih dalam mengenai tingkat
31
DAFTAR PUSTAKA
Ambiasa, I. K. 2007. Distribusi Spasial Fitoplankton dan Zooplankton di Teluk Jakarta. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelauatan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
APHA. 1992. Standar Methode For The Examination of Waterand Waste Water. 18th Edition. American Public Health Association. Washington, D.C.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2006. Kegiatan Pemantauan Kualitas Perairan Teluk Jakarta dan Sekitarnya. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2008. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2010. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecendrungannya: Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Jakarta. Damar, A. 2003. Effect of Enrichment on Nutrient Dinamics, Phytoplankton
Dinamics and Productivity in Indonesian Tropical Water: a Comparison between Jakarta Bay, Lampung Bay, and Semangka Bay. Thesis. The Faculty of Mathematics and Natural Science, Christian-Albrechts Universität Kiel.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press. Jakarta. x + 140 h.
Diposaptono, S. 2001. Karakteristik Laut pada Kota Pantai. Prosiding. Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global. Hal: 219-226. Direktorat Bina Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Kemetrian Kelautan dan Perikanan.
Djarismawati. 1991. Tinjauan Penelitian Kadar Logam Berat pada Sungai di DKI Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran (70): 5-9.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 h.
Hadikusumah. 2007b. Variabilitas Musiman Arus di Teluk Jakarta. Lingkungan Tropis. 305-309.
Hadikusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane. Makara Sains. 12(2): 82-88.
Helfinalis. 2004. Laporan Akhir Penelitian Sumber Daya Laut Perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI. Jakarta.
Hertanto, Y. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada Ekosistem Padang Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. ix + 159 h.
Hutagalung, H. P., D. Setiapermana, dan S. H. Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (P3O) LIPI. Jakarta.
Kantor Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KMNLH). 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 51/2004 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Laut. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Koropitan, F. A. dan M. Ikeda. 2008. Three-Dimensional Modelling of Tidal Circulation and Mixing over the Java Sea. J. Oceanogr. 64: 61-80. Lestari dan Edward. 2004. Dampak Pencemaran Logam Berat Terhadap Kualitas
Air Laut dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus Kematian Masal Ikan – Ikan di Teluk Jakarta). Makara Sains. 8(2): 52-58.
Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI). 2009. Laporan Akhir: Dinamika Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu Bagian Selatan. Hal. 45–64. Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI. Jakarta.
Lubis, A. A., B. Aliyanta, and Y. Menry. 2007. Estimation of Sediment Accumulation Rate in Jakarta Bay Using Natural Radionuclide Unsupported 210Pb. Indo. J. Chem. 7(3): 309-313.
Maslukah, L. 2006. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Pola
Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Tesis. Pascasarjana, IPB. Bogor.
33
Pariwono, J.I. 1989. Kondisi Pasang Surut di Indonesia. O.S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed). Pasang Surut. Pusat Pengembangan dan Penelitian –
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P3O-LIPI), Jakarta.
Pemda DKI. 1999. Laporan Neraca Kualitas Lingkungan Daerah Propinsi DKI Jakarta: Buku III. Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Jakarta.
Prayitno, H. B. 2011. Kondisi Trofik Perairan Teluk Jakarta dan Potensi Terjadinya Ledakan Populasi Alga Berbahaya (HABs). Oseanologi dan Limnologi Indonesia. 37(2): 247-262.
Razak, H. dan M. Muchtar. 2004. Laporan Akhir: Penelitian Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta dan Sekitarnya. Hal: 34–38. Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI. Jakarta.
Rochyatun, E., M. T. Kaisupy, dan A. Rozak. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains. 10(1): 35-40.
Rochyatun, E. dan A. Rozak. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains. 11(1): 28-36. Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut: Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. x + 188 h.
Siagian, D. 2008. Hambatan Aktivitas Enzim Delta-Aminoleulinic Acid
Synthetase (δ-ALAD) pada Biosintesa Heme Akibat Paparan Plumbum. VISI. 16 (2): 490-497.
Situmorang, S. P. 2007. Geokimia Pb, Cr, Cu dalam Sedimen dan
Karakteristiknya pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Suherman. 2005. Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Widowati, W., A. Sastino, dan R. Jusuf. 2008. Efek Toksik Logam: Penanganan dan Penanggulangan Pencemaran. Andi Publisher. Yogyakarta. xx + 412 h.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters.
34 Lampiran 1. Foto penelitian
a. Refraktometer
c. pH-meter
e. Termometer
g. AAS Varian Spectra AA 20 Plus
b. Timbangan Digital
d. Oven Memmert Model 100-800
f. Proses Destruksi
h. Proses Ekstraksi
a. PLTU di kawasan Pantai Ancol
c. Pelabuhan Tanjung Priok
e. Aktivitas kapal di Terusan Sunter
b. Pemukiman penduduk di kawasan Marunda
d. Kegiatan perikanan di kawasan Marunda
f. Kondisi di sekitar Sungai Dadap
36
Lampiran 2. Data angin Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Tabel 4. Contoh data angin Bulan April 2011 di Tanjung Priok
No. Tanggal Pukul
11 01/04/2011 10:00:00 7.84 241.33
12 01/04/2011 11:00:00 8.18 239.84
13 01/04/2011 12:00:00 8.52 238.47
14 01/04/2011 13:00:00 8.86 237.21
15 01/04/2011 14:00:00 9.21 236.04
16 01/04/2011 15:00:00 9.57 234.95
17 01/04/2011 16:00:00 9.92 233.95
18 01/04/2011 17:00:00 10.28 233.01
19 01/04/2011 18:00:00 10.64 232.14
20 01/04/2011 19:00:00 11.01 231.32
21 01/04/2011 20:00:00 10.68 231.42
22 01/04/2011 21:00:00 10.36 231.53
23 01/04/2011 22:00:00 10.03 231.65
24 01/04/2011 23:00:00 9.71 231.77
Lampiran 3. Data pasang surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Tabel 5. Contoh data pasang surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
No. Tanggal Jam Tinggi Muka Air (cm)
1 01/04/2011 0:00:00 173
2 01/04/2011 1:00:00 177
3 01/04/2011 2:00:00 185
4 01/04/2011 3:00:00 227
5 01/04/2011 4:00:00 176
6 01/04/2011 5:00:00 171
7 01/04/2011 6:00:00 163
8 01/04/2011 7:00:00 152
9 01/04/2011 8:00:00 147
10 01/04/2011 9:00:00 147
11 01/04/2011 10:00:00 157
12 01/04/2011 11:00:00 161
13 01/04/2011 12:00:00 161
14 01/04/2011 13:00:00 169
15 01/04/2011 14:00:00 177
16 01/04/2011 15:00:00 176
17 01/04/2011 16:00:00 173
18 01/04/2011 17:00:00 169
19 01/04/2011 18:00:00 169
20 01/04/2011 19:00:00 161
21 01/04/2011 20:00:00 161
22 01/04/2011 21:00:00 155
23 01/04/2011 22:00:00 152
24 01/04/2011 23:00:00 157
38
Lampiran 4. Data arus Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Tabel 6. Contoh data arus Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
No. Tanggal Pukul
1 01/04/2011 1:00:00 266.78 14.36 260.34 14.16 245.52 15.23 249.11 6.38 250.29 4.1 254.44 13.94
2 01/04/2011 2:00:00 266.75 13.81 260.3 13.59 245.11 14.62 249.04 6.14 250.23 3.94 254.26 13.35
3 01/04/2011 3:00:00 266.72 13.25 260.25 13.02 244.66 14 248.97 5.9 250.16 3.79 254.06 12.77
4 01/04/2011 4:00:00 266.69 12.7 260.21 12.44 244.16 13.38 248.9 5.66 250.09 3.64 253.84 12.18
5 01/04/2011 5:00:00 266.66 12.14 260.15 11.87 243.62 12.77 248.82 5.43 250.01 3.48 253.61 11.59
6 01/04/2011 6:00:00 266.63 11.59 260.09 11.3 243.03 12.16 248.73 5.19 249.93 3.33 253.34 11.01
7 01/04/2011 7:00:00 266.59 11.03 260.03 10.72 242.37 11.55 248.63 4.95 249.84 3.17 253.05 10.42 8 01/04/2011 8:00:00 266.56 11.62 260.02 11.32 242.98 12.21 248.68 5.2 249.81 3.34 253.32 11.03
9 01/04/2011 9:00:00 266.54 12.2 260.01 11.91 243.52 12.87 248.72 5.46 249.78 3.51 253.57 11.64
10 01/04/2011 10:00:00 266.52 12.78 260 12.5 244.01 13.54 248.77 5.72 249.76 3.67 253.79 12.25
11 01/04/2011 11:00:00 266.51 13.37 260 13.09 244.46 14.2 248.8 5.98 249.74 3.84 253.99 12.86
12 01/04/2011 12:00:00 266.49 13.95 259.99 13.69 244.87 14.87 248.84 6.23 249.72 4 254.17 13.47
13 01/04/2011 13:00:00 266.48 14.53 259.99 14.28 245.24 15.53 248.87 6.49 249.7 4.17 254.34 14.08
14 01/04/2011 14:00:00 266.5 14.85 260.01 14.62 245.58 15.97 249.04 6.65 249.79 4.27 254.49 14.45
15 01/04/2011 15:00:00 266.52 15.16 260.02 14.96 245.9 16.4 249.2 6.8 249.88 4.37 254.63 14.82
Lampiran 5. Lokasi stasiun penelitian
Tabel 7. Koordinat lokasi stasiun penelitian
Stasiun Lokasi Bujur Lintang
10 Laut 106.8139 -6.0583
11 Laut 106.9000 -6.0361
12 Laut 106.9444 -6.0278
13 Laut 106.8250 -6.0972
14 Laut 106.8667 -6.0889
15 Laut 106.9111 -6.0778
16 Laut 106.9556 -6.0667
17 Muara Angke 106.7675 -6.1035
18 Laut 106.7440 -6.0939
19 Sungai Dadap 106.7198 -6.0877
20 Sungai Kamal 106.7258 -6.0919
21 Sungai Ancol 106.8296 -6.1250
22 Sungai Blencong 106.9555 -6.0997 23 Terusan Sunter 106.9068 -6.1083
24 Kali Koja 106.8658 -6.1194
25 Tanjung Priok 106.8806 -6.0786
26 Kali Baru 106.9401 -6.0993
40
Lampiran 6. Data penelitian di Teluk Jakarta
Tabel 8. Data penelitian Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Stasiun Pukul
Lampiran 7. Prosedur analisi TSS
Menurut APHA (1992) analisi Total Suspended Solid (TSS) dilakukan dengan
langka – langkah seperti:
1. Kertas saring bebas abu berpori 0,45μm (Sellulose Nitrat) dibilas dengan
akuades, lalu diletakkan pada cawan untuk kemudian dikeringkan dengan
oven selama 1 jam dengan suhu 105 oC.
2. Dinginkan kertas saring terebut di dalam desikator.
3. Timbang berat kertas saring tersebut dengan timbangan digital.
4. Saring contoh air laut sebanyak 300 ml. Kemudian panaskan kembali kertas
saring + suspensi dalam oven selama 18 – 24 jam dengan suhu 105 oC.
Setelah kering dinginkan kertas pada desikator dan timbang kembali beratnya.
Berat kertas + residu dicatat sesuai dengan jumlah volume contoh air yang
disaring lalu dihitung nilai TSS.
Keterangan :
a = berat kertas + residu kering (g)
b = berat kertas saring (g)
42
Lampiran 8. Prosedur analisis Pb terlarut
Menurut APHA (1992) analisi logam berat Pb terlarut dilakukan dengan
langka – langkah seperti:
1. Saring 300 ml air laut dengan vaccum pump. Gunakan kertas saring
Sellulose Nitrat dengan pori – pori 0,45μm. Hasil saringan atau filtrat
diletakkan pada botol plastik.
2. Tambahkan 0,3 ml HNO3 pekat (65% 1N) dan ukur pH filtrat Pb 2,3 ± 0,2.
3. Masukkan 250 air laut pada botol gondok plastik.
4. Tambahkan 2,5 ml APDC 40% dan kocok selama 1 menit.
5. Tambahkan MIBK dan kocok selama 1 menit. Diamkan selama 5 menit
dan biarkan hingga terpisah fase organik dan anorganik. Kemudian buang
fase anorganik.
6. Bilas fase organik dengan 10 ml akuades dan kocok selama 1 menit.
Diamkan kembali selama 5 menit dan buang fase anorganik.
7. Tambahkan 0,25 ml HNO3 pekat dan kocok selama 1 menit kemudian
diamkan selama 20 menit.
8. Tambahkan 9,75 ml akuades dan kocok selama 1 menit. Setelah itu, ambil
Lampiran 9. Prosedur analisis Pb tersuspensi
Menurut APHA (1992) analisi logam berat Pb dalam suspensi dilakukan
dengan langkah – langkah seperti:
1. Panaskan selama 1 jam dengan suhu 105 oC kertas saring Sellulose Nitrat
berpori 0,45μm dalam oven.
2. Timbang berat kertas tersebut dengan timbangan digital BP 210 S.
3. Saring contoh air laut sebanyak 300 ml. Kemudian panaskan kembali kertas
saring + suspensi dalam oven selama 18 – 24 jam dengan suhu 105 oC.
4. Setelah kering dinginkan kertas pada desikator dan timbang kembali
beratnya.
5. Masukkan kertas + suspensi dalam erlenmeyer 250 ml dan tambahkan 10
ml HNO3 1:1. Panaskan pada refluks selama 15 menit kemudian dinginkan
pada suhu ruang.
6. Tambahkan 5 ml HNO3 pekat dan panaskan pada suhu 95 oC ± 5 oC selama
30 menit.
7. Tambahkan kembali 5 ml HNO3 pekat dan panaskan selama 2 jam pada
suhu 95 oC ± 5 oC lalu dinginkan kembali pada suhu ruang.
8. Tambahkan 2 ml akuades dan H2O2 30% tetes demi tetes (tidak lebih dari
10 ml) kemudian dipanaskan hingga gelembung yang muncul berkurang.
9. Tambahkan kembali 2 ml H2O2 30% dan panaskan selama 2 jam.
10. Tambahkan 10 ml HCl pekat dan panaskan selama 15 menit dan inginkan
kembali. Saring kembali dengan kertas Whatman No. 41 berpori 0,45 μm.
11. Tepatkan volume menjadi 50 ml kemudian pembacaan kadar logam berat
44
Konsentrasi logam berat dalam suspensi diukur dengan persamaan
Keterangan :
U = konsentrasi logam berat (μg/g atau ppm)
c = nilai absorbansi contoh (μg/ml)
V = volume akhir penempatan larutan contoh (ml)
w = berat contoh TSS (g)
Lampiran 10. Syntax Matlab 9
Syntax Matlab yang digunakan untuk mengetahui nilai MSL, yaitu:
program mencari data elevasi permukaan air pasang surut dengan matlab% %Ani Haryati C54070021%
load pasutapril.txt
A=pasutapril(:,1);%Data pasut kolin
%Mencari nilai kondisi muka air tertinggi HWA=max(A)
%Mencari nilai rata-rata kondisi muka air MSLA=mean(A)
%Mencari nilai kondisi muka air terendah LWA=min(A)
%Mencari nilai rata-rata muka air tinggi MHWA=mean(MSLA:HWA)
%Mencari nilai rata-rata muka air rendah MLWA=mean(LWA:MSLA)
Syntax Matlab yang digunakan untuk menampilkan grafik pasang surut yaitu:
%Program untuk membuat plot dengan menggunakan MATLAB% %Dimodifikasi dari program yang dikembangkan oleh Rich Signell% load pasangsurutElev.txt
jd=julian(start):1/24:julian(stop); % 1 hari 24 jam plot kondisi per jam [M1,N1]=size(jd);
% ekstrak utk bulan April y11=y1(M1:N1);
ylims=[-5 5;-5 5;-5 5;-5 5]; % plot data
h=timeplt(jd,[y11],[1]); grid on
title('Grafik Pasang Surut Bulan April 2011 di Teluk Jakarta') % Title masing-masing gambar:
46
Lampiran 11. Hasil runningCluster pada Minitab 14
Hasil pengolahan statistik dengan Metode Cluster pada Minitab 14, yaitu
————— 13/03/2013 6:12:18 —————————————————
Cluster Analysis of Observations: suhu; salinitas; pH; TSS; Pb Terlarut; Pb Tersuspensi
Standardized Variables, Euclidean Distance, Ward Linkage Amalgamation Steps
Final Partition Number of clusters: 2
Number of observations
Within cluster sum of squares
Average distance from centroid
Maximum Distance from centroid
Cluster1 17 53,2855 1,65551 3,45298
Cluster2 9 46,9809 2,08977 4,14909
Cluster Centroids
Variable Cluster1 Cluster2 Grand centroid
suhu -0,230637 0,43565 0,0000000
salinitas 0,633102 -1,19586 0,0000000
pH -0,432248 0,81647 0,0000000
TSS -0,531870 1,00464 0,0000000
Pb Terlarut -0,204246 0,38580 0,0000000
Pb Tersuspensi -0,217308 0,41047 0,0000000
Distances Between Cluster Centroids
Cluster1 Cluster2
Cluster1 0,00000 2,90714
Cluster2 2,90714 0,00000