• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Pengganti Pupuk Di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Pengganti Pupuk Di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tomat Uji Tahap I

Keterangan : M.T : media tanam ( tanah 75% : pupuk kandang 25%)

Lampiran 2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tomat Uji Tahap II

Keterangan : E.A Fly Ash pH Netral : endapan abu fly ash pH netral

0 5 10 15 20 25

I II III IV V VI

Ting gi Tan ama n To mat (cm)

Media tanam 100% Tanah 100%

M.T 75% : Abu 25% Tanah 75% : Abu 25%

0 5 10 15 20 25

I II III IV V VI

Tanah 100%

(3)

Lampiran 3. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabe Uji Tahap I

Lampiran 4. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabe Uji Tahap II

Keterangan : E.A Fly Ash pH Netral : Endapan abu fly ash pH netral

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

I II III IV V VI

Media tanam 100%

Tanah 100%

M.T 75% : Abu 25%

Tanah 75% : Abu 25%

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I II III IV V VI

Tanah 100%

(4)

Lampiran 5. Hasil Analisa Fly Ash yang digunakan

NO PARAMETER UNIT RESULT METHOD

1 Cadmium, Cd Mg/Kg 2,17 US EPA 3050

2 Copper, Cu Mg/Kg 40,18 US EPA 3050

3 Chromium, Cr Mg/Kg 33,08 US EPA 3050

4 Lead, Pb Mg/Kg 55,55 US EPA 3050

5 Silver, Ag Mg/Kg 0,03 US EPA 3050

6 Barium, Ba Mg/Kg 29,04 US EPA 3050

7 Zinc, Zn Mg/Kg 70,62 US EPA 3050

8 Arsenic, As Mg/Kg 17,02 US EPA 3050

9 Selenium, Se Mg/Kg 11,15 US EPA 3050

10 Mercury, Hg Mg/Kg 0,08 US EPA 3050

11 Cobalt, Co Mg/Kg 9,99 US EPA 3050

12 Molybdenum, Mo Mg/Kg 0,02 US EPA 3050

13 Nickel, Ni Mg/Kg 17,46 US EPA 3050

14 Tin, Sn Mg/Kg 10,83 US EPA 3050

15 Cyanide Mg/Kg 0,05 US EPA 3050

16 Flouride Mg/Kg 8,55 US EPA 3050

17 SiO΍ % 60,68 SNI 13-3608-1994

18 Al΍OΎ % 19,49 SNI 13-3608-1994

19 Fe΍OΎ % 12,48 SNI 13-3608-1994

20 CaO % 2,28 SNI 13-3608-1994

21 MgO % 2,46 SNI 13-3608-1994

22 Na΍O % 0,17 ASTM D5759-12

23 K΍O % 0,12 ASTM D5759-12

24 TiO΍ % 0,96 ASTM D5759-12

25 P % 0,01 ASTM D5759-12

26 Loss on Ignition, LOI % 0,12 Gravimetri

*Based on Head of Bapedal Decree No. Kep.04/BAPEDAL/09/1995 Method of Sampling : Sampling Flame and Shovel

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adriano, D.C., et all. 1980. Utilization and Disposal of Fly Ash and Coal Residues in Terrestrial Ecosystem : A Review. Journal Enviromental. Quality,9, 333-334

Aladin, A. Mahfud. 2011. Sumber Daya Alam Batubara. Bandung : Penerbit Lubuk Agung Bandung.

Alaerts, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. Basset,J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Damanik, M. Madjid B. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Medan : Usu Press.

Evangelou, V. P. 1996. Coal Ash Chemical Properties and Potential Influence on Water Quality. Proceedings of Coal Combustion by Products Associated with Coal Mining : Interactive Forum. Southern Illinois University. Carbondale.

Hanafiah, K. Ali. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Krevelen, D.W.V.1993. Coal Typology – Physics – Chemistry – Constitution. Third Edition. Amsterdam : Elsevier Science Publisher B.V.

Lingga, P. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya.

Noviardi, R. 2013. Limbah Batubara sebagai Pembenah Tanah dan Sumber Nutrisi : Studi Kasus Tanaman Bunga Matahari (Helianthus Annus). http://jrisetgeotam.com/index.Php/Jrisgeotam/article/viewFile/70/pdf_37. Diakses tanggal 15 Maret 2016.

Rosmarkam,A. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Sukandarrumidi. 2005. Batubara dan Pemanfaatannya. Pengantar Teknologi

Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

(6)

Wardhani, E. 2012. Evaluasi Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Batubara Sebagai

Campuran Media Tanam Pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum). http://jurnalonline.itenas.ac.id/index.php/rekayasa/article/view/438. Diakses tanggal 17 Februari 2016.

Wong, J.W.C. 1997. Reutilization Of Coal Ash And Sewage Sludge As An Artificial Soil Mix : Effect of Preincubation on Soil Physico-Chemical Properties. Bioresource Technology, Vol. 59, 97-102.

(7)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin yang dilakukan mulai 01 Februari sampai 03 Maret 2016.

3.2. Alat dan Bahan Yang Digunakan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanki drum, selang untuk H SO , talam, oven Gallenkamp ,pengaduk, spatula, sarung tangan, ember, semprotan tanaman, penggaris, pH meter Hi 8424 ,magnetic stirer, pipet volume Pyrex ukuran 1 mL, pipet volume Pyrex ukuran 10 mL, labu ukur Pyrex ukuran 1000 mL, beaker glass 1000 mL, beaker glass 100 mL, gunting, neraca analitik OHAUS, hot plate stirrer SB 162-3, propipet, thermo scientific, Calorimetri DR/890.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk analisa ini adalah abu terbang dari PLTU Ombilin, H SO 98%, tanah PLTU Ombilin, pupuk kandang desa Sijantang, polybag, aquadest, air limbah Boiler, air hydrant, bibit tomat, bibit cabe, indikator universal, larutan Molybdate, Tartaric acid, larutan ANZA dan air demin.

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Pembuatan Ekstrak Abu

(8)

b. Dimasukkan H SO kedalam tanki drum hingga ¼ tanki drum

c. Ditambahkan abu Fly Ash sebanyak 20 kg

d. Diekstrak selama 1 × 24 jam sambil diaduk satu jam sekali e. Dipisahkan ekstrak abu dengan endapan abu

f. Dimasukkan ke dalam Oven selama ± 2 jam dengan suhu 110℃ 3.3.2. Pengujian Tanaman Tahap l

a. Dicampurkan media tanam yaitu tanah 75 % : pupuk kandang 25% b. Dicampurkan media perlakuan media tanam 100%, tanah 100%, media

tanam 75% : abu 25% dan tanah 75% : abu 25%

c. Dimasukkan kedalam polybag sesuai dengan label yang sudah tertera

3.3.3. Penyemaian Bibit Tomat dan Bibit Cabe

a. Ditebarkan bibit tomat dan bibit cabe secara merata di tempat penyemaian dan di dalam polybag

b. Disiram bibit tomat dan bibit cabe dua kali sehari ( jam 08.00 dan 18.00 ) dan dilakukan pengamatan yang meliputi pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan tanaman, dan jumlah daun

3.3.4. Penetralan Ekstrak Abu

a. Ekstrak abu Fly Ash 1 L dilarutkan dengan air 1 L, diukur pH larutan b. Ekstrak abu 1 L ditambahkan limbah Boiler 5 L, diukur pH larutan c. Dicuci ekstrak abu Fly Ash hingga pH netral, jadikan bahan campuran

(9)

3.3.5. Pengujian Tanaman Tahap ll

a. Dicampurkan media perlakuan yaitu tanah 100%, tanah : ekstrak abu pH netral dengan variasi komposisi 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%, dan ekstrak abu pH netral 100%

b. Dimasukkan kedalam polybag sesuai dengan label yang sudah tertera. c. Dipindahkan bibit tanaman yang sudah disemai kedalam polybag

d. Disiram bibit tomat dan bibit cabe dua kali sehari ( jam 08.00 dan 18.00 ) dan dilakukan pengamatan yang meliputi pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan tanaman, jumlah daun

3.3.6. Analisa Kadar Silika Dalam Larutan Abu Fly Ash Dan Larutan Ekstrak Abu Fly Ash

a. Diambil 10 gr sampel abu fly ash murni dan ekstrak abu fly ash

b. Dimasukkan kedalam beaker glass

c. Dilarutkan dengan aquadest 250 ml sambil diaduk selama 3 jam d. Diamkan hingga abu dan air pelarut terpisah

e. Dipipet 1 ml air pelarut dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml f. Ditambahkan aquadest sampai garis batas

g. Dihomogenkan

h. Dimasukkan larutan sebanyak 500 ml kedalam tiga beaker glass

i. Ditambahkan 2 ml larutan Molybdate kedalam masing-masing beaker glass, diaduk dan didiamkan hingga 5 menit

(10)

k. Ditambahkan 2,5 ml larutan ANZA kedalam masing-masing beaker glass, diaduk dan didiamkan hingga 5 menit

(11)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengolahan Data

Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan dengan 2 tahap di Laboratorium PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin dimana pada tahap I media perlakuan yang digunakan yaitu endapan abu dan abu fly ash, tetapi hasil yang diperoleh tidak sesuai sehingga dilanjutkan dengan tahp II dengan media perlakuan ekstrak abu pH netral yang dihasilkan dengan menetralkan endapan abu yang bersifat asam dengan air limbah boiler yang mengandung posfat, maka diperoleh data sebagai berikut :

4.1.1.Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman tomat

Tabel 4.1. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman tomat tahap I

Keterangan : M.T : media tanam (tanah 75% : pupuk kandang 25%)

No Media Perlakuan Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Tomat (cm) Pada Hari Ke

Banyaknya Jumlah Daun

Pada Hari Ke

I II III IV V VI I II III IV V VI

1 Media Tanam 100% 14.0 15.0 15.8 18.0 18.8 19.5 18 20 21 23 29 34

2 Tanah 100% 6.0 10.0 7.0 8.2 8.8 8.8 6 10 12 12 15 15

3 M.T 75% : Abu Fly

Ash 25 %

4.0 4.0 4.5 5.5 5.9 5.9 9 12 12 12 12 12

4 Tanah 75% : Abu Fly

Ash 25%

2.5 3.0 3.2 4.0 4.2 4.2 8 8 8 8 6 6

(12)
[image:12.595.121.546.142.414.2]

Tabel 4.2. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman tomat tahap II

Keterangan : E.A. Fly Ash PH Netral : endapan abu fly ash pH netral

4.1.2.Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman cabe

Tabel 4.3. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman cabe tahap I

No Media

Perlakuan

Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Cabe (cm) Pada Hari Ke

Banyaknya Jumlah Daun Tanaman

Cabe Pada Hari Ke

I II III IV V VI I II III IV V VI

1 Media Tanam

100%

5.5 6.0 6.0 7.4 7.8 8.2 5 5 6 6 7 7

2 Tanah 100% 3.0 4.0 4.8 5.2 5.7 5.7 5 6 6 6 6 6

3 M. T 75% : Abu

Fly Ash 25%

0.5 0.5 1.0 1.0 1.1 1.2 2 3 3 3 3 3

4 Tanah 75% :

Abu Fly Ash

25%

2.0 2.0 3.0 3.0 3.0 3.2 6 6 6 6 6 6

*Selesai Pengujian 03 Maret 2016

Keterangan : M.T : media tanam (tanah 75% : pupuk kandang 25%)

No Media Perlakuan Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Tomat (cm) Pada Hari Ke

Banyaknya Jumlah Daun

Pada Hari Ke

I II III IV V VI I II III IV V VI

1 Tanah 100% 6.0 10.0 7.0 8.2 8.8 8.8 6 10 12 12 15 15

2 Tanah 25% : E.A

Fly Ash PH Netral

75%

13.0 13.0 15.0 16.0 16.5 16.5 13 13 13 15 16 20

3 Tanah 50% : E. A.

Fly Ash PH Netral

50%

11.0 11.0 16.0 16.5 18.0 19.6 11 11 11 15 15 20

4 Tanah 75% : E. A.

Fly Ash PH Netral

25%

11.0 11.0 14.0 14.8 15.8 15.8 11 11 13 15 15 19

5 E. A. Fly Ash PH

Netral 100%

15.5 15.5 16.2 16.3 16.6 16.7 14 14 14 14 14 14

[image:12.595.117.543.524.727.2]
(13)
[image:13.595.120.541.132.411.2]

Tabel 4.4. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman cabe tahap II

No Media Perlakuan Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Cabe (cm) Pada Hari Ke

Banyaknya Jumlah Daun

Tanaman Cabe Pada Hari Ke

I II III IV V VI I II III IV V VI

1 Tanah 100% 3.0 4.0 4.8 5.2 5.7 5.7 5 6 6 6 6 6

2 Tanah 25% : E. A.

Fly Ash PH Netral

75%

8.5 8.5 9.0 9.0 9.5 9.5 7 7 7 7 7 7

3 Tanah 50% : E. A.

Fly Ash PH Netral

50%

- - - -

4 Tanah 75% : E. A.

Fly Ash PH Netral

25%

6.0 6.0 6.5 6.5 6.6 7.0 4 4 5 7 7 7

5 E. A. Fly Ash PH

Netral 100%

7.0 7.0 7.8 8.0 8.9 8.9 4 4 6 6 6 6

*Selesai Pengujian 03 Maret 2016

Keterangan : E.A. PH Netral : endapan abu pH netral

4.1.3. Hasil analisa silika zat terlarut pada ekstrak abu dan abu fly ash

Tabel 4.5. Hasil analisa silika zat terlarut pada endapan abu dan abu fly ash

No Variasi Penambahan Larutan Abu Variasi Penambahan Larutan Ekstrak Abu

1 ml + 1000 ml aquadest 1 ml + 1000 ml aquadest Ph cond (ms/cm) sio (ppb) Ph cond (ms/cm) sio (ppb)

1 10,55 289,9 82 4,17 12,17 38

2 10,7 317,2 130 - - 32

3 10,69 250,4 135 - - 22

[image:13.595.119.542.517.679.2]
(14)

4.2.Pembahasan

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa fly ash batubara di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin dapat digunakan sebagai pengganti pupuk ataupun campuran media tanam khususnya pada tanaman tomat dan cabe. Sebelum melakukan proses uji tanam, sampel fly ash batubara diberi perlakuan khusus terlebih dahulu, yakni di oven. Sampel dioven hingga menjadi kering, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada

fly ash.

Proses dilanjutkan dengan uji tanam tahap I, dimana dapat diketahui dari data bahwa tanaman tomat dan cabe pada media perlakuan media tanam 75% : abu 25% dan tanah 75% : abu 25% mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan media kontrol. Hal ini disebabkan pada fly ash baubara terdapat kandungan Cu sebesar 40,18 mg/kg berdasarkan dari hasil uji laboratorium Tekmira Bandung, sehingga sampai pada hari ke-24 tinggi tanaman tomat hanya 5,9 cm dan 4,2 cm sedangkan tanaman cabe hanya 1,2 cm dan 3,2 cm. Seperti diketahui Cu adalah unsur hara mikro yang diperlukan dalam jumlah kecil dan dalam jumlah besar mengakibatkan gejala toksifikasi pada tanaman, seperti tanaman tumbuh kerdil, daun mengering, dan berguguran (Wardhani,2012).

(15)

Dengan demikian dilanjutkan dengan uji tahap II dimana ekstrak abu dinetralkan dengan menggunakan air limbah boiler hingga pH 7, dimana limbah boiler tersebut bersifat basa dan tanaman tomat tumbuh dengan subur yang dapat kita lihat pada media perlakuan Tanah 50% : Ekstrak Abu Fly ash pH Netral 50% dan untuk tanaman cabe dapat dilihat pada media perlakuan Tanah 25% : Endapan Abu Fly ash pH Netral 75% terjadi pertumbuhan yang melebihi kontrol dan tidak terjadi gangguan pertumbuhan.

Dominan kandungan pupuk fly ash adalah SiO yaitu 60,68%, namun dalam larutan abu yang digunakan terdapat kandungan silika sekitar 115 ppb dan pada larutan ekstrak abu sebanyak 30 ppb. Walaupun dalam jumlah kecil tetapi silika sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

(16)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dengan dua tahap dimana pada tahap I menggunakan media perlakuan, tanah, media tanam, abu dan ekstrak abu dengan berbagai perbandigan dan hasil pertumbuhan tanaman tidak sesuai. Dilanjutkan dengan tahp II dimana ekstrak abu yang bersifat asam dinetralkan dengan air limbah boiler yang mengandung posfat, dimana pertumbuhan tanaman tomat pada media perlakuan tanah 50% : ekstrak abu fly ash pH netral 50% dan tanaman cabe tanah 25% : endapan abu fly ash pH netral 25% melebihi pertumbuhan pada media kontrol. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk ini dapat menjaga ketahanan tanaman dari hama, meningkatkan produksi dan kualitas tanaman.

5.2. Saran

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara di Indonesia

Bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi masih merupakan sumber energi utama di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak menyebabkan banyaknya industri yang beralih ke batubara sebaga sumber energi untuk produksinya (Noviardi, 2013). Kualitas tingkat produksi batubara di Indonesia dapat menjadi sumber energi selama ratusan tahun (Suyartono,2004).

2.1.1. Sejarah Pembentukan Batubara

Marco Polo salah seorang petualang dunia di abad 13 berkebangsaan Italia, pada tahun 1271 telah menjelajah di negeri China. Selanjutnya melakukan petualangnya selama 25 tahun kemudian kembali ke negerinya dengan membawa banyak cerita dan pengalaman. Salah satu kisah menarik adalah ditemukannya benda aneh yang disebut black stone yang dimanfaatkan orang China sebagai bahan bakar. Black stone sudah ratusan tahun yang silam digunakan sebagai bahan bakar. Bahan bakar secara berangsur-angsur berkurang, digeser oleh bahan bakar minyak yang dianggap lebih praktis dan efisien.

(18)

minyak meningkat tidak terkendali, dan biaya produksi di industri terpaksa meningkat tinggi.

Akibatnya, pada saat itu negara-negara industri di Eropa dan Asia mulai lagi melirik sumber bahan bakar batubara dan bahkan mencari sumber-sumber energi alternatif lain seperti gas alam, panas bumi (geothermal), tenaga angin, tenaga nuklir, tenaga gelombang laut, tenaga matahari dan lain-lain. Secara khusus di Indonesia, penggunaan energi alternatif batubara kembali gencar setelah krisis moneter (krismon) melanda sekitar tahun 1996. Pilihan kembali penggunaan batubara sebagai sumber energi alternatif cukup beralasan mengingat disamping semakin terasa krisis sumber energi minyak bumi dan gas, cadangan batubara Indonesia masih cukup besar mencapai hampir 30 milyar ton yang tersebar di berbagai daerah, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi serta sedikit tersedia cadangan di Jawa.

(19)

2.1.2. Cara Terbentuknya Batubara

Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terbentuk dari unsur utama yang terdiri dari unsur C,H,O,N,S,P. Hal ini mudah dimengerti, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification). Cara terbentuknya batubara dikenal 2 teori yaitu teori insitu dan teori drift. Teori insitu menjelaskan , tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya proses coalification.Teori drift menjelaskan bahwa endapan yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati (Krevelen,1993).

Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama, disamping dipengaruhi faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu, terutama ditinjau dari segi fisika, kimia ataupun biologis. Faktor-faktor tersebut antara lain posisi geoteknik, keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses penurunan cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan etamorfosa organik.(Hutton and Jones, 1995).

2.1.3. Reaksi Pembentukan Batubara

Proses pembentukan batubara, dikenal sebagai proses pembatubaraan atau

(20)

5(C H O ) → C H O + 3CH + 8H O +6CO + CO selulosa lignit gas metan

Gas metana yang terbentuk selama proses coalification akan masuk kedalam celah-celah vein batu lempung, dan inisangat berbahaya. Apabila lapisan lignitnya tersingkap dipermukaan tanah, gas akan keluar dan apabila temperatur udara luar meningkat, akan terjadi kebakaran. Apabila lignit masih berada di dalam tanah diantara lapisan batubara, dan padanya terjadi peningkatan temperatur, gas akan keluar secara mendadak dan terjadi lah ledakan. Oleh sebab itu mengetahui bentuk endapan batubara, dapat membantu menentukan cara penambangan yang tepat.

2.1.4. Klasifikasi Batubara

Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas (grade) yang secara umum diklasifikasikan menjadi empat kelas utama menurut standar ASTM (Kirk-Othmer, 1979) atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut sebagai jenis batubara yang paling muda (Larsen, 1978). Dalam hal ini kelas batubara disertai dengan kriteria berdasarkan analisis proximate dan nilai kalornya, juga kriteria berdasarkan analisis ultimate dan kandungan sulfur total serta densitasnya.

1. Peat (gambut), biasa juga disebut brown coal (batubara muda), merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya, bersifat lunak, dapat dilihat dari warna dan struktur (kayu), mudah pecah saat pemanasan.

(21)

struktur kayu masih nampak, kandungan air dan oksigen relatif tinggi, dengan kandungan kalor yang rendah.

3. Sub-bituminous sering juga disebut black lignite adalah jenis batubara transisi antara lignite dan bituminous, dengan kualitas sedang.

4. Bituminous, yaitu jenis batubara yang termasuk kategori kualitas baik, memiliki sifat lebih keras dari sub-bituminous, kandungan oksigen rendah, sedangkan kandungan karbon dan kalor relatif tinggi.

5. Anthracite, yaitu jenis batubara dengan kandungan karbon cukup tinggi, zat mudah menguap (volatile matter) dan kandungan oksigennya relatif rendah, pada saat pembakaran tidak atau kurang menghasilkan asap. Anthracite memiliki kandungan kalor tertinggi dengan kualitas terbaik diantara jenis batubara yang telah disebutkan sebelumnya. Anthracite yang paling keras, dengan struktur kompak dan padat dikenal dengan nama graphite merupakan jenis batubara dengan kualitas tertinggi (Aladin, 2011).

2.1.5. Kualitas Batubara

(22)

tersebut disebabkan antara lain, penambangan batubara dalam jumlah besar selalu mempergunakan alat-alat berat antara lain : bulldoser, backhoe, tractor, truck, belt conveyor, ponton, yang selalu bergelimang dengan tanah. Dikenal dua jenis

impurities yaitu:

1. Inherent impurities

Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah dicuci (washing) dan dikecilkan ukuran butirnya / diremuk (crushing) sehingga dihasilkan ukuran tertentu, ketika dibakar habis masih memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada waktu proses pembentukan batubara (ketika masih berupa gelly). Pengotor tersebut dapat berupa gipsum (CaSO .2H O), anhidrit (CaSO ), pirit (FeS ), silika (SiO ), dapat juga terbentuk tulang-tulang binatang (diketahui adanya senyawa fosfor dari hasil analisis abu) selain mineral lainnya. Pengotor bawaan ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara bersih.

2. External impurities

Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup (overburden). Kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari, khususnya pada penambangan batubara dengan metode tambang terbuka (open pit).

(23)

dimanfaatkan dalam industri, peralatan yang dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan mutu/kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Heating Value (HV) (Calorific Value/Nilai kalor)

Dinyatakan dalam kkal/kg, banyaknya jumlah kalor yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat (dalam kilogram). Dikenal nilai kalor net (net calorific value atau low heating).

Fixed Carbon (%) = 100% - Moisture Content – Ash Content

Apabila nilai moisture content dan ash content disamakan dengan nilai volatile matter, persamaan tersebut diatas menjadi :

Fixed Carbon = 100 -Volatile Content (%)

Dari rumusan tersebut tampak bahwa makin berkurang kandungan air berarti

moisture content makin kecil, nilai Fixed Carbon makin tinggi.

2. Hardgrove Grindability Index (HGI)

Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara digiling/digerus menjadi bahan baku serbuk. Di dalam praktek sebelum batubara dipergunakan sebagai bahan bakar, ukuran butirnya dibuat seragam, dengan rentang halus sampai kasar. Butir paling halus dengan ukuran < 3 mm, sedang ukuran paling kasar sampai 50 mm. Butir paling halus perlu dibatasi dengan sifat

(24)

diterbangkan angin dipengaruhi pula oleh kandungan lengas (moisture content). Makin kecil nilai HGI,maka makin keras keadaan batubaranya.

Harga HGI diperoleh dengan menggunakan rumus : HGI = 13,6 + 6,93 W

Di mana W adalah berat dalam gram dari batubara halus berukuran 200 mesh. Sebagai catatan, harga HGI batubara Indonesia berkisar antara 35-60. Dalam penelitian Amperiadi (2005) terhadap batubara dari daerah Sebulu, Kalimantan timur didapatkan nilai HGI antara 41-45.

3. Ash fusion character of coal

Batubara apabila dipanaskan bersama-sama terutama anorganik impurities

akan melebur/meleleh. Apabila ini sampai terjadi akan berpengaruh pada tingkat pengotoran (fouling), pembentukan kerak (slagging), dan akibat terjadinya gangguan pada blower.

2.1.6. Analisis Batubara

Banyak cara yang dilakukan untuk mengetahui kualitas/mutu batubara berkaitan dengan pemanfaatannya. Pada prinsipnya dikenal 2 jenis pengujian/analisis yaitu Analisis Proksimat (Proximate Analysis) dan Analisis Ultimat (Ultimate Analysis/ Elemental Analysis).

1. Analisis Proksimat, yang perlu diketahui antara lain :

a. Moisture Content

(25)

c. Volatile Matter

d. Fixed Carbon

e. Total Sulfur

f. Gross Calorific Value

g. Hardgrove Gindability Index

2. AnalisisUltimate, yang perlu diketahui antara lain: a. Carbon Content

b. Hidrogen Content

c. Oxygen Content

d. Nitrogen Content

e. Sulfur Content

Dalam analisis ultimate ingin diketahui besaran dan jenis unsur/elemen pembentuk batubara khususnya unsur C, H, O, N, dan S. Kandungan/jumlah oksigen merupakan salah satu indikator dari chemical properties batubara. Hal ini akan mampu menjelaskan sifat batubara terhadap kemudahan terbakar/menyala, yang sering dikaitkan dengan macam tingkatan batubara, kemampuan mencair (liquifaction) dan sifat berubah menjadi coke (coking) dari batubara, di samping merupakan informasi yang penting untuk determinasi dalam penggolongan batubara (rank determination). Jumlah kandungan oksigen biasanya diperoleh/dihitung dengan cara mengurangkan hasil analisis ultimat dari unsur C, H, N, S pada nilai 100%. Metode ini dikenal sebagai “oxygen-by-difference”

(26)

persentase oksigen, suatu metode telah dikembangkan pada tahun 1950, khususnya untuk batubara, tetapi metode tersebut dirasakan kurang praktis karena hanya mampu dilakukan apabila sarana laboratorium cukup lengkap.

Menurut Ehmann et al.1986, melalui percobaannya terhadap 35 sampel batubara Amerika, mengusulkan metode yang paling baik untuk mengetahui keberadaan oksigen dalam batubara yaitu dengan PC-DMC (Pyrolisis Demineralized Coal) pada 1200 ⁰C dalam Nitrogen, mengembangkan konversi CO menjadi CO dan coulo-metric determination of CO . Hasilnya hampir sama dengan hasil analisis dengan metode Fast Neutron Activation Analysis (FNAA). Perbedaan hasil analisis antara metode “oxygen-by-difference-procedure” 1 dengan metode PC-DMC berkisar pada nilai 1%, dengan nilai deviasi dari +1 ke-4% Menurut Ehmann et al. Khususnya pada tingkat rendah (<3%) dan tingkat tinggi (>15%), kandungan oksigen pada batubara yang perlu dipertimbangkan keberadaannya.

Proses demineralisation batubara, merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan apabila batubara akan dimanfaatkan dalam industri (baik sebagai coal plant, power plant). Pencermatan analisis batubara lebih diarahkan pada kemampuan untuk menghasilkan panas.Pemanasan sangat dimungkinkan berjalan sangat cepat atau agak lambat. Batubara cukup dipanaskan atau dicampur dengan bahan inert.

(27)

batubara yang berasal dari Kalimantan dibawah ini diberikan contoh hasil analisis proksimat batubara dari Sumatera dan batubara dari Kalimantan.

Tabel 2.1. Hasil Analisis Proksimat Batubara

UNSUR UNIT SUMATERA SEBULU

(KALIMANTAN)

WORST AVERAGE

High heating value Kcal/kg 4,225 5,245 6,957

Total moisture % 28,300 23,600 6,100

Volatile matter % 15,100 30,300 43,900

Ash content % 12,800 7,800 6,100

Sulfur content % 0,9 0,400 0,3700

Hardgrove Grind.Ind

- 59,4-65 61,00 41,00

Sumber: Sukandarrumidi, 2006

2.1.7. Sistem Pembakaran Batubara

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar melalui proses sebagai berikut :

1. Reclaim Hopper

Pada bangunan ini terdapat bebarapa komponen yaitu :

Receiving Bin : Komponen ini berupa bak untuk menampung batubara berukuran sekitar mm.

Vibrating Feeder : alat ini berfungsi untuk menggetarkan batubara sehingga lebih mudah jatuh melalui kisi-kisi.

(28)

Conveyor (BC) 1 dan 2, sehingga bila SG 1 tidak beroperasi (rusak), maka SG 2 akan berfungsi penuh dan sebaliknya. Dalam keadaan normal keduanya berfungsi.

Dust Suppresion System dan Spray Point : pada saat batubara jatuh ke splite gate partikel kecil (debu) akan berterbangan.

Chute Pludge Detector (CPD) : Batubara dari reclaim klopper

ditransfer ke Chrusher oleh Belt Convenyor 1 dan 2. BC berjalan melewati dinding (space) bangunan dan CPD berfungsi untuk mendeteksi apakah terjadi penyumbatan (pludge) atau tidak pada

space yang dilalui.

2. Belt Conveyor

Ban berjalan ini berfungsi untuk membawa batubara dari reclaim hopper

ke crusher house dengan kapasitas masing-masing 500 ton / h.

3. Crusher House

Sebelum batubara masuk kebangunan ini terlebih dahulu dideteksi oleh

metal detector yang berfungsi untuk mendeteksi material yang bersifat

magnetic pada batubara. Non magnetic detector (MD), berfungsi untuk mendeteksi material yang bersifat non material pada batubara. Bila terdapat bahan non magnetic, maka Belt Conveyor akan berhenti dan bahan tersebut diambil.

Komponen yang terdapat pada bangunan ini adalah :

(29)

menangkap (trampt) bahan ikutan yang bersifat magnet di dalam coal.

b. Surge Bin : Bak tempat penampungan batubara.

c. Diverter Gate (DG) : Alat untuk mengarahkan batubara ke

Crusher. DG 1 melayani Crusher 2 dan DG 2 untuk Crusher 1. d. Crusher : Batubara berukuran ± 76 mm digiling sehingga lebih

halus dan keluar dengan ukuran ≤ 32 mm dan ditampung pada

DG 3 dan 4. Masing-masing Dg3 dan 4 dapat mengarahkan batubara ke BC 3 dan 4.

e. Chute Pludge detector : Pada setiap space yang dilalui oleh belt conveyor dipasang alat ini sehingga dapat dideteksi apakah ada atau tidaknya penyumbatan.

f. Dust Suppression System dan Sprey Point : Fungsinya sama seperti reclaim hopper.

4. Belt Conveyor 3 dan 4

Ban ini berjalan ini membawa batubara berukuran ≤ 32 mm ke transfer

tower dengan kapasitas 500 ton / h.

5. Transfer Tower

Terdiri dari :

a. Sampling System : batubara hasil Crusher perlu diperiksa ukurannya. Secara berkala sebagian batubara diambil apakah ukuran sudah memenuhi syarat.

(30)

6. Tripper Belt Conveyor

Alat ini bergerak secara berkala (trip) untuk mengisi coal silo. Pada lokasi tertentu sepanjang conveyor ini dipasang beberapa chute pludge detector (CPD).

7. Coal Silo

4 silo bak (bak besar) diperlukan untuk menampung batubara per unit boiler. Kapasitas masing-masing silo adalah 160 ton, satu silo sebagai cadangan batubara dari silo ini kemudian ditransfer ke pulverizer

(penggiling) dan hasilnya adalah bahan bakar boiler, batubara yang sudah halus bersama dengan udara panas ditekan ke alat pembakar (burner)

untuk menghasilan nyala api diruang bakar boiler.

8. Bunker

Berfungsi untuk menumpuk batubara yang akan ditransfer ke Mill.

9. Mill

Berfungsi untuk menggiling batubara dengan ukuran 200 mesh untuk dihembuskan ke Burner dengan menggunakan udara luar yang sudah bercampur dengan udara panas yang akan terbakar dengan adanya tekanan panas dan udara.

10.Primary Air Fan

(31)

bercampur dengan udara panas yang akan terbakar dengan adanya tekanan panas dan udara.

11.Forced Draugh fan (FDF)

Berfungsi untuk meniupkan udara sekunder yang dibutuhkan untuk pembakaran udara.

12.Boiler

Merupakan tempat pemanasan air menjadi uap dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari pembakaran batubara

13.Tubuler Air Heater

Berfungsi untuk memanaskan udara bakar ( udara yang berasal dari udara luar) melalui gas sisa pembakaran (gas buang).

14.Induce Draugh Fan (IDF)

Berfungsi untuk mengisap gas dari furnace dan meniupkan ke udara.

2.1.8. Abu Batubara dan Pemanfaatannya

Limbah padat batubara dari pabrik terdiri dari abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) yang merupakan sisa pembakaran yang tidak sempurna dari batubara. Jumlah limbah batubara yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara bervariasi tergantug sumber dan kualitas batubara. (Evangelou, 1996). Abu ( Ash) merupakan hasil pembakaran batubara (coal). Ash di kelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :

1. Bottom Ash

Merupakan abu yang ditampung pada suatu bak, lokasinya di dasar

(32)

mulai dari ruang bakar boiler, economizer, air heater, electrostatic precipitator, induced draft fan dan cerobong asap. Berdasarkan aliran keluarnya bottom ash dibedakan menjadi dua yaitu boiler bottom ash dan

economizer bottom ash.

a. Boiler Bottom Ash

Gas hasil pembakaran terdiri dari beberapa komponen dengan spesific grafity (berat jenis) yang berbeda-beda. Sebagian komponen (abu) akan jatuh ke bottom ash hopper secara grafity dan sebagian lainnya ikut terbawa oleh gas asap.

b. Economizer Bottom Ash

Gas asap hasil pembakaran melewati economizer sebelum ke cerobong asap. Partikel abu yang relatif berat akan ditampung pada economizer storage tank. Melalui air lock feeder abu kemudian dialirkan ke cylone separator. Pada cylone separator abu dipisahkan dari gas. Gas dibuang ke atmosfer setelah melewati bag filter dan abunya ditampung pada bottom ash silo. Pada proses ini udara dihasilkan oleh economizer ash blower ke

air lock feeder, cylone feeder, cylone separator dan economizer storage tank.

2. Fly ash handling system

a. Fly ash

(33)

membuang gas sisa pembakaran dengan ketinggian 120 m) hal ini bertujuan untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan sekitar.

b. Ash conditioner

Fly ash merupakan abu yang terdapat pada gas asap, abu dengan specific grafity yang relatif ringan akan ikut terbawa oleh gas asap. Komponennya sebagai berikut :

1. Fly ash silo : komponen ini merupakan suatu bak ( penampungan) abu dari berbagai tempat.

2. Fluiding air blower : alat ini berfungsi untuk mengalirkan udara ke

fly ash silo melalui electric air heater dan dry heater, udara ditekan ke fly ash silo sehingga terjadi proses pencampuran abu.

3. Vent van : alat ini untuk mempermudah transfer abu dari fly ash silo ke cyclo bath mixer secara vakum. Partikel abu yang lebih berat ditampung pada bak dan dengan menggunakan telescopic spout disalurkan ke truk abu. Abu yang terbawa oleh vent van kemudian dislaurkan lagi ke fly ash silo.

4. Cyclo bath mixer : abu dan fly ash silo dialirkan ke alat ini melalui

rotary feeder. Disini abu dicampur dengan air dan service water

atau metal waste water sehingga mengumpul (wet ash) dan selanjutnya dikeluarkan dengan menggunakan belt conveyor atau truk.

c. Dust collection.

(34)

Handlingnya dengan komponen utama sebagai berikut :

a. Silo : debu yang terdapat pada silo disalurkan ke dust collector

secara vakum.

b. Dust collector : setelah debu terkumpul pada dust collector, saluran ke silo ditutup dan kemudian debu disemprot oleh air sehingga debu tersebut menggumpal (slurry). Bagian udara dihisap oleh

exhaust fan untuk dibuang ke atmosfer.

c. Screw conveyor : slurry material disalurkan ke alat ini dan dikembalikan ke silo-silo untuk dipakai kembali sebagai bahan bakar (Aladin, 2011).

(35)

Tabel 2.2. Komposisi kimia abu terbang dari berbagai jenis batubara (dalam % berat)

KOMPONEN BITUMINOUS SUB

BITUMINOUS

LIGNIT

SiO 20-60 40-60 15-45

Al O 5-35 20-30 10-25

Fe O 10-40 4-10 4-15

CaO 1-12 5-30 15-40

MgO 0-5 1-6 3-10

SO 0-4 0-2 0-10

Na O 0-4 0-2 0-10

K O 0-3 0-4 0-4

LOI 0-15 0-3 0-5

Sumber : ASTM C618-92a (1994) Keterangan :

LOI = lost on ignition (hilang terbakar)

Pada saat ini para ilmuwan mencoba memanfaatkan abu terbang yang ternyata terdapat dalam jumlah yang sangat banyak. Beberapa usaha pemanfaatan abu terbang adalah sebagai berikut :

Fly ash sebagai bahan bangunan

Fly ash sebagai bahan dasar sintesis zeolit  Fly ash sebagai bahan baku semen

[image:35.595.109.517.155.459.2]
(36)

2.2. Abu Terbang Sebagai Pupuk

Disamping mengandung unsur beracun, fly ash juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fly ash dapat digunakan sebagai sumber dari kalium, fosfor, kalsium, magnesium, sulfur dan beberapa unsur hara makro seperti silika (Adriano dkk, 1980). Tanah yang diberi campuran abu fly ash memberikan peningkatan hasil pada pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dikatakan bahwa fly ash memiliki potensi untuk pemanfaatan pada bidang pertanian yaitu sebagai pupuk ( Wong, 1997).

Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Ada tiga hal yang harus dipahami bila ingin benar-benar menguasai liku-liku memupuk, yaitu tanah, tanaman, dan pupuk (Lingga,2000).

Tanah sebagai media tumbuh tanaman mempunyai fungsi menyediakan air-udara dan unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, namun demikian kemampuan tanah menyediakan unsur hara sangat terbatas. Hal terbukti dengan pemakaian tanah yang terus menerus secara intensif tanpa penambahan unsur hara mengakibatkan merosotnya produktifitas tanah, menurunnya hasil panenan dan rusaknya sifat fisik, kimiawi dan biologi tanah (kesuburan tanah) (Damanik,2010).

(37)

tanaman tertentu atau tidak berlaku umum, malahan lain dapat menjadi unsur toksik. Unsur-unsur ini kadangkala mempunyai karakter penyediaan dan penyerapan mirip unsur mikro, yaitu tanpa zona serapan mewah sehingga dalam kadar sedikit berlebihan sudah menjadi racun (misalnya Al), sedangkan yang lain mirip unsur makro dengan zona serapan mewah (misal Si).

Silika merupakan unsur penyusun lithosfer kedua terbesar (27,61%) setelah oksigen (46,46%); 60% dari bebatuan basalt dan granit tersusun oleh SiO ; serta 5 dari 7 kelompok mineral primer (kecuali kelompok fosfat dan karbonat) mengandung Si; dan Si merupakan penyusun lempeng pada struktur liat silikat. Mineral silikat(SiO ) yang kristalin meliputi kuarsa, tridimit dan kristobalit, sedangkan yang nonkristalin adalah opalin silika yang terbentuk secara biologis dari proses selefikasi dari rerumputan dan bagian pohon deciduous

(Hanafiah,2007 ).

(38)

sehingga P tersemat menjadi tersedia untuk tanaman. Pemupukan Si akan meningkatkan penyerapan P oleh tanaman (Rosmarkam, 2002).

2.3 Kolorimetri

Kolorimetri adalah suatu teknik pengukuran yang berdasarkan diabsorbsinya cahaya oleh zat berwarna baik warna yang berasal dari zat itu sendiri maupun warna yang terbentuk akibat reaksi dengan zat lain (Khopkar,2007).

Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar yang disebut analisa kolorimetrik oleh ahli kimia. Warna biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam penyusun yang diiginkan itu sendiri. Intensitas warna kemudian dapat dibandingkan dengan yang diperoleh dengan menangani kuantitas yang diketahui dari zat itu dengan cara yang sama.

(39)

lempengan berwarna yang terbuat dari kaca, gelatin, dan sebagainya, yang meneruskan hanya daerah spektral terbatas.

Keuntungan utama metode kolorimetri adalah metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Kebanyakan pengukuran kolorimetri terdiri dari pembandingan warna yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tak diketahui dengan warna yang sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan ditetapkan tersebut.

2.3.1 Hukum yang mendasari Kolorimetri

Metode kolorimetri yang digunakan untuk penentuan kuantitatif suatu zat warna dari kemampuannya untuk mengabsorpsi cahaya. Hukum yang mengatur absorpsi itu biasanya dikenal dengan hukum Lambert dan hukum Beer, dan dikenal sebagai hukum Beer-lambert.

Hukum Lambert, hukum ini menyatakan bahwa bia cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangna intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding kurus dengan inetnsitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksposional dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan dari manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan diferensial :

T = �

�� = 10 ̵ ͣ ˡ

(40)

Dimana : Io = intensitas cahaya yang masuk pada larutan I = intensitas cahaya yang diteruskan larutan l = tebal medium

a = konstanta untuk partikel larutan T = transmitansi dari larutan

100T = persentase transmisi dari larutan A = absorbansi

Hukum Beer, hukum ini menyatakan bahwa intensitas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linear. Ini dapat ditulis dalam bentuk :

T = �

�� = 10 ̵ ͣ ̓ ͨ

A = log�

�� = a’cl

Ini adalah persamaan fundamental dari kolorimetri. Nilai a akan bergantung pada cara menyatakan konsentrasi. Jika c dinyatakan mol dm ־³ dan I dalam sentimeter, maka a diberi lambang dan disebut koefisien absorpsi molar.

Kriteria untuk analisis kolorimetri yang memuaskan :

(41)

2. Kesebandingan antara warna dan konsentrasi. Untuk kolorimeter visual pentinglah bahwa intensitas warna hendaknya meningkat secara linier dengan naiknya konsentrasi zat yang akan ditetapkan.

3. Kestabilan warna. Warna yang dihasilkan hendaknya cukup stabil untuk memungkinkan pengambilan pembacaan yang tepat.

4. Kedapatulangan (reprodusibilitas). Prosedur kolorimetri harus memberi hasil yang dapat diulang pada kondisi eksperimen yang khas.

5. Kejernihan larutan. Larutan haruslah bebas dari endapan jika dibandingkan dengan standar yang jernih.

6. Kepekaan tinggi. Bila zat dengan kuantitas yang sangat kecil maka reaksi itu sangat cepat (Basset, 1994).

2.3.2 Prinsip Kolorimetri

Indikator adalah sejenis molekul organik yang akan berwarna dalam keadaan yang tertentu. Jika keadaan berubah, warna indikator ikut berubah. Ada indikator yang peka terhadap reaksi dengan salah satu logam, dan ada beberapa indikator yang peka terhadap nilai pH. Kalau pH larutan lebih besar (larutan bersifat basa) dari nilai pH yang ditentukan untuk sejenis indikator, warna “basa” terlihat, sedangkan kalau di bawah nilai pH tersebut warna “asam” terlihat

(42)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Batubara digunakan sebagai bahan bakar PLTU di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin. Dimana pada proses pembakaran batubara menghasilkan produk samping yang dinamakan fly ash

(abu terbang) dan bottom ash (abu dasar). Dalam industri, penanganan fly ash

masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong.

Penimbunan di lahan kosong berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar karena logam-logam dalam fly ash dapat terbawa ke perairan, fly ash

tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan. Pemanfaatan fly ash harus diubah sudut pandangnya, dengan asumsi bahwa abu terbang batubara merupakan bahan baku potensial yang memiliki kandungan SiO΍, Al΍OΎ, Fe΍OΎ, TiO΍, CaO, MgO, K΍O, Na΍O, MnO, SO΍, dan P΍OΎ, dan ini dapat diolah kembali. Salah satu pemanfaatan dari fly ash yaitu dapat diekstrak ion aluminanya dari aluminium oksida (Al΍OΎ) untuk penjernihan air sungai dan ion silika dari silika oksida (SiO΍) yang tertinggal dalam abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Sukandarrumidi, 2006).

(43)

Fly ash batubara sebagai campuran media tanam pada tanaman budidaya dapat digunakan sebagai pengganti pupuk, karena fly ash batubara banyak mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur hara makro Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium (K), Nitrogen (N), dan Fosfor (P), dan unsur hara mikro Besi (Fe), Seng (Zn), Mangan (Mn), dan Tembaga (Cu). Dibandingkan dengan bottom ash , fly ash mempunyai sifat polazoik (memperkeras lahan) yang rendah sehingga cocok dijadikan sebagai media tanam / pengganti pupuk (Whardani,2012).

Tanaman yang dipakai adalah tomat (Solanum lycopersicum) dan cabe (Capsicum annum L.) karena tanaman tomat dan cabe memiliki umur yang singkat, termasuk tumbuhan semusim, yang akan mati sesudah siklusnya habis. Bila dibandingkan dengan tumbuhan tahunan yang umurnya lebih dari satu musim, maka efek toksifikasi akan semakin sulit di amati. Selain itu tanaman ini juga sensitif tehadap pencemaran karena sifat genetik dari tomat dan cabe yang mudah terganggu oleh adanya pencemaran. Tingkat sensitivitas tanaman ini sangat tinggi, jika terpapar pencemaran berat tanaman dapat langsung mati, dan bila pencemaran ringan akan menimbulkan efek terganggunya pertumbuhan seperti pertumbuhan lambat atau menjadi kerdil (Whardani,2012).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka Peneliti akan melihat pengaruh dari

fly ash sebagai pengganti pupuk terhadap tanaman tomat dan cabe.

1.2.Perumusan Masalah

(44)

1.3. Tujuan

Untuk menentukan pengaruh penggunaan fly ash sebagai pengganti pupuk pada tanaman tomat dan cabe dengan berbagai tahap pada media perlakuan.

1.4. Manfaat

Diharapkan dapat memberikan informasi bahwa fly ash batubara dapat digunakan sebagai pengganti pupuk.

1.5. Batasan Masalah

1) Fly ash batubara yang digunakan berasal dari boiler batubara PLTU Ombilin 2) Asam yang digunakan dalam proses ekstraksi padat-cair yaitu yang diencerkan

dari asam sulfat (H΍SOΏ) 98%.

3) Analisa silika terlarut pada ekstrak abu dan abu fly ash dengan variasi penambahan larutan ekstrak abu dan larutan abu dengan perbandingan 1 ml larutan dalam 1000 ml aquadest.

4) Pengujian kandungan ion SiO΍yang dilakukan yakni menggunakan reagen yakni larutan molybdate, tartaric acid dan larutan ANZA dengan alat pH meter hi 4868 dan calorimetri DR/890.

5) Uji hayati dilakukan pada tanaman tomat dan cabe pada umur 18 hari setelah bibit ditanam pada media perlakuan.

(45)

7) Faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah efek penambahan fly ash

batubara terhadap pertumbuhan tanaman tomat dan cabe.

(46)

PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA SEBAGAI PENGGANTI PUPUK DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR

PEMBANGKITAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGKITAN OMBILIN

SAWAHLUNTO

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan pemanfaatan abu terbang (fly ash) batubara sebagai pengganti pupuk di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto. Percobaan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman tomat dan cabe dengan dua tahap. Tahap I menggunakan media perlakuan tanah 100%, media tanam 100%, media tanam 75% : abu 25% dan tanah 75% : abu 25%. Pada tahap II menggunakan media perlakuan media tanam, tanah dan endapan abu fly ash pH netral dengan berbagai perbandingan. Analisa kadar silika zat terlarut pada endapan abu fly ash

dan abu fly ash dengan menggunakan metode kolorimetri diperoleh kadar silika larutan abu fly ash 82 ppb, 130 ppb, dan 135 ppb dan larutan endapan abu fly ash

38 ppb, 32 ppb dan 22 ppb. Dari data yang diperoleh bahwa tanaman tomat pada media tanah 50% : ekstrak abu fly ash pH netral 50% dan tanaman cabe pada media tanah 25% : endapan abu fly ash pH netral 75% pertumbuhannya melebihi media kontrol dan tidak terjadi perlambatan pertumbuhan. Dengan demikian abu

fly ash dapat digunakan sebagai pengganti pupuk karena dapat meningkatkan produksi dan kualitas tanaman.

(47)

UTILIZATION OF COAL FLY ASH AS SUBSTITUTE FERTILIZER IN PT PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN DAN

PENGENDALIAN PEMBANGKITAN OMBILIN SAWAHLUNTO

ABSTRACT

There was experiments utilization of the coal fly ash as the substitute for fertilizer in PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto. The experiments carried out by observing the high growth and the number of leaves of tomato and chilli plants with two stages. Stage I use the medias treatment of the soil 100%, 100% plants medias , plants medias 75%: 25% fly ash and soil 75%: 25% fly ash. In stage II using the medias treatment of the plants medias, soil and ash residu neutral pH with multiple comparison. Analysis of the amount of silica dissolved substances in the residu fly ash and fly ash by using colorimetric methods obtained the amount of silica ash solution of 82 ppb, 130 ppb and 135 ppb and 38 ppb ash residu solution, 32 ppb and 22 ppb. From the data obtained that the tomato plants in soil medias 50%: extract pH neutral 50% gray and chilli plants in soil medias 25%: ash residu neutral pH 75% the growth exceeded controls medias and does not occur disturbed of growth. Thus the fly ash can be used as a substitute for fertilizer because it can increase the production and quality of crops.

(48)

PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA SEBAGAI PENGGANTI PUPUK DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR

PEMBANGKITAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGKITAN OMBILIN

SAWAHLUNTO

TUGAS AKHIR

LEVI MARINA BR NAINGGOLAN 132401117

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(49)

PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA SEBAGAI PENGGANTI PUPUK DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR

PEMBANGKITAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGKITAN OMBILIN

SAWAHLUNTO

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

LEVI MARINA BR NAINGGOLAN 132401117

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)

PERSETUJUAN

Judul : Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Pengganti Pupuk Di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Levi Marina Br Nainggolan

Nomor Induk Mahasiswa : 132401117 Program Studi : D-3 Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2016

Program Studi D-3 Kima FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,

Dra. Emma Zaidar, M.Si Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si. NIP. 195512181987012001 NIP. 197404051999032001

Disetujui Oleh,

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(51)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA SEBAGAI PENGGANTI PUPUK DI PT PLN (PERSERO) SEKTOR

PEMBANGKITAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGKITAN OMBILIN

SAWAHLUNTO

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2016

(52)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YANG MAHA ESA, yang telah melimpahkan berkatNya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Batubara Sebagai Pengganti Pupuk Pada Tanaman Tomat dan Cabe di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya dari Program Studi D-3 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda S. Nainggolan dan Ibunda M Br. Sinurat juga adik penulis, terkhusus kepada kakak penulis Rodinauli Br. Nainggolan, SE yang telah membimbing, memberikan bantuan materil, moril, dorongan, dukungan dan doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tersusunnya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, maka sewajarnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S. selaku Dekan FMIPA USU.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 3. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA

USU.

4. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Seluruh Staff dan Dosen FMIPA USU, Pegawai FMIPA USU dan rekan-rekan kuliah D-3 Kimia 2013 serta kepada Sayful Anwar Munthe yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Parulian Noviandri selaku manajer, Bapak Prayudha Nugrah SBU selaku Asman Operasi, Bapak Ari Rudianto selaku SPV, Ibu Noermatia dan Yurike Puty serta seluruh Staff dan karyawan di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin Sawahlunto yang selama ini telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi penulis.

(53)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Hasil Analisis Proksimat Batubara 15

2.2 Komposisi Kimia Abu Terbang 23

4.1 Hasil Uji Tanam Pupuk Fly Ash Terhadap Tanaman

Tomat Tahap I 34

4.2 Hasil Uji Tanam Pupuk Fly Ash Terhadap Tanaman

Tomat Tahap II 35

4.3 Hasil Uji Tanam Pupuk Fly Ash Terhadap Tanaman

Cabe Tahap I 35

4.4 Hasil Uji Tanam Pupuk Fly Ash Terhadap Tanaman

Cabe Tahap II 36

4.4 Hasil Analisa Silika Zat Terlarut pada Ekstrak Abu

(54)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tomat

Uji Tahap I 42

2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tomat

Uji Tahap II 42

3. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabe

Uji Tahap I 43

4. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabe

Uji Tahap II 43

Gambar

Tabel 4.1. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman tomat tahap I
Tabel 4.2. Hasil uji tanam pupuk fly ash terhadap tanaman tomat tahap II
Tabel 4.5. Hasil analisa silika zat terlarut pada endapan abu dan abu fly ash
Tabel 2.1. Hasil Analisis Proksimat Batubara
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel pembuatan bata beton untuk dinding (batako) dengan memanfaatkan abu terbang batubara dan kulit kerang sebagai

Tahap pertama Pembuatan lapisan film katoda untuk baterai ion litium dengan menambahkan abu layang (fly ash) dari limbah pembakaran batubara adalah preparasi abu layang (fly ash)