SKRIPSI
KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO MENGENAI HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Tahun 2004 - 2009
(Studi Analisis Mengenai TKI Yang Bekerja di Malaysia)
Disusun Oleh :
Desi Auliani Hasibuan
070906068
Dosen Pembimbing
: DR. Warjio, MA
Dosen Pembaca
: Drs. Tony Situmorang, Msi
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO MENGENAI HAK ASASI MANUSIA (HAM) Tahun 2004 –
2009 (Studi Analisis Mengenai TKI Yang Bekerja di Malaysia)
DESI AULIANI HASIBUAN
Departemen Ilmu Politik, FISIP USU
Abstrak
Skripsi saya ini berjudul “ Kebijakan Politik Pemerintah Susilo bambang Yudhoyono Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Tahun 2004 – 2009( Studi Analisis Mengenai TKI di Malaysia ). Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah menganalisis dan mendekripsikan Kebijakan Politik SBY Mengenai Hak Asasi Manusia terhadap tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia, serta memahami apakah kebijakan dalam penelitian ini terealisasi atau tidak. Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku – buku, surat kabar, majalah, perundang – undangan, serta internet dan diskusi dengan para teman – teman satu angkatan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan Pergeseran struktur ekonomi ini akan disusul dengan perubahan komposisi tenaga kerja. Baik pergeseran struktur ekonomi maupun perubahan komposisi tenaga kerja ini akan berlangsung dalam suatu proses pergeseran nilai. Keterkaitan tenga kerja sangat brkaitan dengan kebijakan (politik) pemerintah untuk memberdayakan dan mendorong kapasitas tenaga kerja yang mampu diandalkan secara pengetahuan dan ketrampilan. Ini memang sangat berhubungan dengan kemampuan pemerintah dalam menyusun rencana-rencana dan kebijakan yang lebih berpihak pada publik, terutama tenaga kerja.
Lembar Persembahan
Karya tulis ini saya persembahkan kepada orang tua saya yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya dalam mendidik dan
membesarkan saya, sehingga saya mampu menyelesaikan study pada
Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan harapan dan cita-cita beliau yang
merupakan bekal bagi saya dalam
mengarungi hidup di masa mendatang.
Karya tulis ini juga saya persembahkan kepada Insan yang dipilih
oleh Allah SWT untuk mendampingi saya dalam mengarungi hidup di
masa depan, Ricky Nugraha Irsha, semoga kami dapat menjalani hidup
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, dengan rahmat dan kurniaNya saya dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul : Kebijakan Politik pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono
mengenai Hak Asasi manusia (HAM) Priode 2004 – 2009 (Studi Analisis TKI yang Bekerja di
Malaysia).Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan
Srata 1 (S1) Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap
Kebijakan Politik Pemerintahan SBY Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Yang bekerja di
Malaysia. Keterkaitan Penulis untuk membahas penelitiannya adalah karena banyaknya konflik
terhadap tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di Negara Malaysia.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini belumlah sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun intelektualitas untuk
perbaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan moril maupun materil
dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. sebagai Ketua Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si. sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Politik,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara .
4. Bapak Dr.Warjio,SS,MA sebagai dosen wali selama saya menjalankan perkuliahan
dorongan, saran-saran yang baik, dan bimbingan kepada saya selama menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Tony P. Situmorang, M.Si. sebagai dosen pembaca bagi skripsi saya yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran-saran maupun kritikan yang
membangun bagi penulisan skripsi saya ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, khususnya para staf pengajar Departemen Ilmu
Politik yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama saya menjalankan
perkuliahan.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Abdul Halim Hasibuan dan Ibunda Dhamewaty
Harahap yang telah memberikan motivasi, doa, materi, dan tenaga selama masa
perkuliahan hingga selesainya skripsi ini, khususnya Ayahanda yang telah rela
meluangkan waktu kerjanya untuk mendampingi saya pada saat melaksanakan penelitian
lapangan. Saya persembahkan skripsi ini untuk Ayah dan ibu tercinta.
8. Kepada abang pertama saya M.Abdi Sastra Negara Hasibuan, ST, Abang kedua sata M.
Ikhsan Kurnia Putra Hasibuan, ST beserta istri Riska Aulia dan keponakan2 kecil bou
Ecy Nur Azizah Aqla Hasibuan (Aqla), Sanika Afnan Hulwa Hasibuan ( Afna) kakak-
kakak saya Halidayantie Hasibuan (Kak Anti) serta Agusrina Hasibuan (Kak Ina ) yang
selama memberikan motivasi dan doa bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada
teman – teman SMA saya Dedean, Niswa, Radya, Winda, yang juga ikut memberikan
motivasi dan penghiburan kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman yang sangat membantu,Pipin , Elisabeth, Roma, Ika, Maria, Christy, Ruth ,
Departemen Ilmu Politik stambuk 2007 yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
skripsi ini dengan memberikan motivasi dan penghiburan kepada saya.
10. Kepada Abang – abang dan teman – teman di tongkrongan anak Mipa ( bang Gabe, jaja,
si Blink Andre,si khairul, mitro, frans,indah, dan terspesial Ricky Nugraha Irsha yang
ikut memberikan dorongan semangat kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini serta
menjadikan motivasi hidup saya.
Dengan kerendahan hati saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki. Namun saya berharap
skripsi ini tetap dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai hubungan
Kebijakan Pemerintah.
Medan, Juli 2011.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I (PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang………1
1.2 Perumusan masalah………..6
1.3 Tujuan Penelitian………..6
1.4 Manfaat Penelitian………...6
1.5 Kerangka Teori……….7
1.5.1 Hukum Kebijakan Politik Pengupahan………...7
1.5.2 Sejarah Hak Asasi Manusia……….9
1.5.3 Perlindungan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Fungsi Hukum ………...11
1.6 Metode Penelitian………...16
1.6.1 Metode Pendekatan………...16
1.6.2 Jenis penelitian………..16
1.6.3 Teknik pengumpian Data………..17
1.6.4 Teknik Analisis Data………17
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN……….18
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) 2.1 Teori dan Konsep Kebijakan Negara ……….19
2.1.1 Pengertian Krbijakan ………..……….19
2.1.3 Proses Publik Sebagai Proses Menemukan Masalah Pemerintah………21
2.2 Teori Kebijakan politik………22
2.2.1 Pengertian Kebijakan Politik dan Implementasi………...23
2.2.2 Pengesahan Kebijakan Politik Pemerintah………...23
2.2.3 Implementasi Kebijakan Publik………24
2.2.4 Ciri – Ciri Kebijakan Politik Pemerintah………..26
2.2.5 Teori kelembagaan………26
2.2.6 Proses Kebijakan Politik………..27
2.2.7 Evaluasi Implementasi kebijakan Politik……….28
2.3 Kebijakan Pemerintah SBY Mengenai Masalah Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia ……30
2.3.1 Sejarah Tenaga Kerja Indonesia Menjadi Buruh Migran di Malaysia………30
2.3.2 Arti Penting Buruh Migran Bagi Indonesia……….33
a. Pada Tingkat Individu………..33
b. Pada Tingkat Keluarga……….34
c. Pada Tingkat Masyarakat………..35
d. Pada Tingkat Daerah……….36
2.3.3 Moratorium atau Penghentian Sementara TKI ke Malaysia Sebagai Kebijakan Luar Negeri
Indonesia………37
2.3.4 Peran Perwakilan Diplomatik Masalah Buruh di Malaysia………...45
2.3.5 Kebijakan Malaysia Terhadap Buruh Migran Indonesia………..46
2.3.6 Nasib Pembantu Rumah Tangga Indonesia / TKI di Malaysia……….50
BAB III (ANALISIS DATA) 3.1 Proses – Proses Berlangsunganya Tenaga Kerja Indonesia Ke Malaysia………...56
3.1.1 Keadaan Kependudukan dan Ketenagakerjaan di Indonesia………..56
3.1.2 Keadaan Pembangunan Industry di Malaysia………..59
3.1.3 Alasan Menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia ………...61
3.2 Hal – Hal Yang Menyebabkan Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja di Malaysia………66
3.2.1 Sistem Pengamanan / Perlindungan Yang Kurang Efektif………...66
a. Sistem Komunikasi Yang Kurang………..67
b. Koordinasi Yang Kurang Terbuka……….68
3.3 Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Mengenai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia ……….69
3.3.1 Lima Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono………..69
2. Perlindungan TKI……….71
3. Pemberantasan Calo dan Sponsor TKI……….71
4. Lembaga Penempatan Program………71
5. Dukungan Lembaga Perbankan………71
3.3.2 Diplomasi Pemerintah Republik Indonesia Terhadap Malaysia………..71
3.3.3 Pemerintah SBY Tidak Inovatif………..72
3.4 Pernyataan Sikap Politik……….73
3.4.1 Terhadap Malaysia: Hentikan Perbudakan dan Diskriminasi Hukum……….73
3.4.2 Terhadap Pemerintah Indonesia : Lindungi TKI, Jangan Hanya Sekedar Jadi Ajang Tebar Pesona Politik………74
3.4.3 Solusi Legislasi……….75
3.4.4 Tujuh Poin Penangan TKI di Malaysia ………76
BAB IV (KESIMPULAN DAN SARAN) 4.1 Kesimpulan ………78
4.2 Saran………...84
DAFTAR PUSTAKA
Table 1 : Alasan Migran Paling Utama Meninggalkan Kampung Halaman………61
Table 2 : Alasan Menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia………...61
KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO MENGENAI HAK ASASI MANUSIA (HAM) Tahun 2004 –
2009 (Studi Analisis Mengenai TKI Yang Bekerja di Malaysia)
DESI AULIANI HASIBUAN
Departemen Ilmu Politik, FISIP USU
Abstrak
Skripsi saya ini berjudul “ Kebijakan Politik Pemerintah Susilo bambang Yudhoyono Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Tahun 2004 – 2009( Studi Analisis Mengenai TKI di Malaysia ). Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah menganalisis dan mendekripsikan Kebijakan Politik SBY Mengenai Hak Asasi Manusia terhadap tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia, serta memahami apakah kebijakan dalam penelitian ini terealisasi atau tidak. Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku – buku, surat kabar, majalah, perundang – undangan, serta internet dan diskusi dengan para teman – teman satu angkatan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan Pergeseran struktur ekonomi ini akan disusul dengan perubahan komposisi tenaga kerja. Baik pergeseran struktur ekonomi maupun perubahan komposisi tenaga kerja ini akan berlangsung dalam suatu proses pergeseran nilai. Keterkaitan tenga kerja sangat brkaitan dengan kebijakan (politik) pemerintah untuk memberdayakan dan mendorong kapasitas tenaga kerja yang mampu diandalkan secara pengetahuan dan ketrampilan. Ini memang sangat berhubungan dengan kemampuan pemerintah dalam menyusun rencana-rencana dan kebijakan yang lebih berpihak pada publik, terutama tenaga kerja.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu
maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas
perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan
sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya
jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang
disediakan. Pada sisi lain seperti yang dikemukakan Satjipto Rahardjo bahwa untuk
menggambarkan masyarakat Indonesia tidak ada yang lebih bagus dan tepat selain dengan
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sedang berubah secara cepat dan cukup mendasar.
Indonesia adalah masyarakat yang tengah mengalami transformasi struktural yaitu dari
masyarakat yang berbasis pertanian ke basis industri. Perubahan tersebut mengalami akselerasi,
yaitu sejak penggunaan teknologi makin menjadi modus andalan untuk menyelesaikan
permasalahan,1
1
Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses dalam Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Jurnal Hukum, No. 7 Vol. 4 Tahun 1997, hal. 2.
sehingga mobilitas tenaga kerja tidak hanya perpindahan dari desa ke kota saja
dan hal ini bisa dimengerti karena pertumbuhan industri lebih kuat berada diperkotaan dan
semakin dirasakan penghasilan yang didapat lebih memadai sehingga lebih lanjut menunjukkan
adanya tenaga kerja telah melintas ke antar negara. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya
migrasi antar negara, namun faktor ekonomi tetap tampak dominan. Kondisi perekonomian yang
kurang menarik di Indonesia sendiri membuat masyarakatnya yang cukup besar dan yang tampak
kerja secara internasional. Pendapatan yang meningkat di negara seberang Malaysia
memungkinkan penduduk di Indonesia untuk pergi melintas batas negara, informasi yang sudah
mendunia dan kemudahan transportasi juga berperan meningkatkan mobilitas tenaga kerja secara
internasional.2
Aspek politik ketenagakerjaan,3
dalam maupun di luar negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh tenaga kerja sebelum mendapatkan pekerjaan”.
harus selaras dengan perkembangan ketenagakerjaan
saat ini yang sudah sedemikian pesat, sehingga substansi kajian politik ketenagakerjaan tidak
hanya meliputi hubungan kerja kerja semata, akan tetapi telah bergeser menjadi hubungan
hukum politik antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang substansi kajian tidak hanya
mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment), tetapi setelah hubungan
kerja (post employment). Konsepsi ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji
perangkat hukum yang ada sekarang, apakah sudah meliputi bidang - bidang tersebut atau belum.
Kaitannya dengan hal ini, Lalu Husni mengemukakan sebagai berikut :
Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa:
“ketenagakerjaan adalah segala hal ihwal menyangkut tenaga kerja baik sebelum, pada saat dan sesudah melakukan pekerjaan”.
“Bidang hukum ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja adalah bidang hukum yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya untuk memperoleh lowongan pekerjaan baik di
4
2
Aris Ananta, Liberalisasi ekspor dan impor Tenaga Kerja suatu pemikiran awal, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 1996, hal. 245.
3
Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “ketenagakerjaan adalah segala hal ihwal menyangkut tenaga kerja baik sebelum, pada saat dan sesudah melakukan pekerjaan”.
4
Aspek perlindungan terhadap penempatan tenaga kerja di Malaysia sangat terkait pada
sistem pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada pengiriman
tenaga kerja Indonesia ke Malaysia . Untuk langkah penempatan tenaga kerja di Malaysia,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga fase tanggung jawab
penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan. Pengaturan
tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah Undang-undang No. 39 Tahun
2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Pada
konsideran menimbang huruf c, d dan e, disebutkan bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri
sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban
kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan
lain yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu pemerintah Indonesia yaitu Presiden
Susilo Bamabang Yudhoyono wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang
bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi,
keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti perdagangan manusia.
Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia di Malaysia merupakan suatu upaya untuk
mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat,
martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Pada fase pra penempatan tenaga kerja di Malaysia, sering dimanfaatkan calo tenaga kerja
untuk maksud menguntungkan diri calo sendiri, yang sering mengakibatkan calon tenaga kerja
yang akan bekerja di luar negeri menjadi korban dengan janji berbagai kemudahan untuk dapat
sering memunculkan kasus tenaga kerja Indonesia ilegal. Pada fase selama penempatan sangat
sering persoalan tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia, mengakibatkan permasalahan
yang cukup memprihatinkan berbagai pihak.
Hal ini menunjukan bahwa apabila penyelesaian tenaga kerja diserahkan pada posisi
tawar-menawar (bargaining position) maka pihak tenaga kerja akan berada pada posisi yang
lemah. Seperti misalnya, kasus kematian yang tidak wajar sampai pada kasus penganiayaan,
berbagai pelecehan tenaga kerja sampai mengakibatkan adanya rencana pihak Indonesia untuk
menghentikan pengiriman tenaga kerja keluar negeri oleh karena dirasakan bahwa pengiriman
tenaga kerja ke Malaysia akan menemui berbagai macam kendala. Pada permasalahan purna
penempatan dalam mekanisme pemulangan sering terjadi bahwa disana-sini tenaga kerja yang
baru pulang dari Malaysia berhadapan dengan berbagai masalah keamanan dan kenyamanan
diperjalanan sampai tujuan, yang sering ditandai dengan terjadinya pemerasan terhadap hasil
jerih payah yang diperoleh dari Malaysia.
Penciptaan mekanisme sistem penempatan tenaga kerja di Malaysia dimaksudkan sebagai
upaya untuk mendorong terwujudnya arus penempatan yang berdaya guna dan berhasil guna,
karena berbagai sumber masalah sering menghadang tenaga kerja tanpa diketahui sebelumnya
oleh yang bersangkutan seperti : 1) Sistem dan mekanisme yang belum mendukung terjadinya
arus menempatan yang efektif dan efisien; 2) Pelaksanaan penempatan yang kurang bertanggung
jawab; 3) Kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah; 4) Latar belakang budaya negara yang
akan dituju yang berbeda.5
5
Majalah Tenaga Kerja, Sistem Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, Vol 37, 1999, hal. 14.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan
pemerintah akan melakukan investigasi dan mengambil langkah-langkah kebijakan terhadap
Investigasi untuk menemukan inti masalah yang terjadi pada Tenaga Kerja Indonesia
mendorong pemerintah untuk dapat melakukan langkah-langkah penanganan yang lebih efektif
lagi. Kerja sama dengan pemerintah Malaysia terus dilakukan dan menurut Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono , pihak Malaysia sudah menunjukkan sikap positif. Paling tidak, sudah
menahan dan meminta keterangan dari pihak yang mempekerjakan para pahlawan devisa itu.
Presiden berharap hukum benar-benar ditegakkan secara tegas dan adil. Berbagai permasalahan
itu seperti pelanggaran kontrak kerja, gaji yang tidak dibayar, aksi kekerasan, dan pelecehan
seksual6. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mendukung imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar setiap TKI yang akan bekerja
ke luar negeri dilengkapi dengan fasilitas handphone (HP). Ide Presiden SBY agar TKI
difasilitasi untuk memiliki HP , seusai Rapat Kabinet Terbatas membahas masalah peningkatan
perlindungan kepada TKI. Dukungan tersebut disampaikan Kepala BNP2TKI. Namun idea
tersebut tidak akan ada gunanya jika tidak dibuat semacam MOU antaraa Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah Negara penerima TKI, terutama Malaysia, dimana paling banyak terdapat
TKI dan paling banyak terjadi kasus ketenaga-kerjaan Indonesia. Masalahnya, selama ini, begitu
TKI dan TKW itu sampai di Negara tujuan, semua dokumen seperti paspor dan dokumen lain
dirampas oleh majikan mereka dengan tujuan agar TKI itu tidak bisa pindah ke perusahaan atau
majikan lain, karena mereka menjadi TKI illegal.
6
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah :
1.Kebijakan apa saja yang di lakukan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
mengatasi HAM Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia sesuai dengan Undang
– Undang No. 39 Tahun 2004?
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi Masyarakat Indonesia menjadi TKI di Malaysia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi penyimpangan dalam pelaksanaan pengiriman TKI menurut Undang
undang Undang-undang No. 39 Tahun 2004 kepada Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
Malaysia.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang menjadi pendukung masyarakat Indonesia menjadi
TKI di Malaysia
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini.
a. Kontribusi Teoritis
Memberikan tambahan pemikiran kepada pengembangan ilmu hukum politik, dalam
bidang hukum ekonomi dan politik khususnya masalah hukum ketenagakerjaan dalam menyikapi
persaingan global.
b. Kontribusi Praktis
Memberikan input atau masukan bagi instansi/lembaga yang terkait dengan masalah
pertimbangan didalam membuat kebijakan sehubungan dengan perlindungan hukum bagi Tenaga
Kerja Indonesia serta dapat menjadi informasi bagi masyarakat terutama TKI agar dapat
memahami Hak Kewajiban Tenaga Kerja secara yuridis. Bagi Peneliti atau Penulis dapat
mengembangkan kemampuan berfikir, melalui karya Ilmiah dalam Penelitian.
1.5 KERANGKA TEORI
1.5.1 Hukum Kebijakan Politik Pengupahan
Upah memberikan peranan penting dan memberikan cirri khas suatu hubungan yang
disebut dengan hubungan kerja, bahkan upah merupakan tujuan utama dari seorang pekerja
melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Labour ( buruh ) tenaga kerja Indonesia
menjual tenaga kerjanya kepada Negara Malaysia untuk mendapatkan upah, artinya tenaga kerja
(pekerja) menjual tenaga kerjanya agar mendapatkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari – harinya. Namun, karakter dari sistem pemerintahan dan sistem pemerintahan
Negara sebrang membuat suatu sistem kapitalis yang merupakan dengan modal yang sekecil –
kecilnya mendapatkan untung yang sebesar- besarnya, yang dimana merupakan majikan dan
pemerintah yang mendapatkan keuntungan dari mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia ke
Malaysia. Oleh karena itu untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan maksimum dan
mengembangkan akumlasi modal sebesar mungkin, Negara Malaysia disini di anggap sebagai
kapitalis di paksa mengurangi hingga nilai kecil dari nilai baru yang dihasilkan oleh tenga kerja
yang dikembalikan ada buruh yaitu upah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan Upah, bahwa upah
adalah suatu penerimaan sebagai Imbalan dari pengusaha atau majikan kepada buruh untuk suatu
pekerjaan aya jasa yang telah dilakukan, dinyatakan atau nilai dalam bentuk uang sesuai dengan
Kerja Indonesia ke Malaysia dan pemberi kerja termasuk tunjangan yang diatur dalam perundang
–undangan 7
1. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa: .
Hak untuk menerima timbul pada saat hubungan kerja dan berakhir saat hubungan kerja
antara buruh dan majikan, akan tetapi problematika perburuan tidak pernah terselesaikan. Hal ini
dikarenakan tidak kogritnya perundang – undangan dalam mengatur Upah yang layak kepada
tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia. Hal ini diakibatkan tidak berpihaknya
pemerintah Indonesia terhadap kaum buruh. Bahkan penyimpangan pemerintah seperti masalah
koordinasi atau konspirasi dalam menentukan keamanan dan kesejahteraan pada kaum buruh
yang ada di Malaysia Kebijakan penetapan upah dan kesejahteraan serta keamanan buruh di
Malaysia cendrung menjadi dilemma dalam kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia.
Melalui kasat mata tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mempunyai
peranan penting dan besar dalam Pembangunan Nasional dan Bangsa, maka suda seharusnya
pemerintah menjadi pemerhati tinggi dalam mensejahterakan rakyatnya yaitu kaum buruh.
Ekonomi bertugas mendayagunakan sumber - sumber daya untuk kelangsungan hidup masyarakat. Perbuatan ekonomi adalah perbuatan yang didasarkan pada asas-asas rasionalitas seseorang yang akan mengambil suatu keputusan yang rasional akan berhadapan dengan suatu lingkungan tertentu. 8
7
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindi Persada
8
Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, Agung, Semarang, 1989, hal. 128.
Lingkungan itulah yang menjadi penghambat untuk mengambil keputusan secara rasional
tersebut. Pengambilan keputusan secara rasional tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara bebas.
1) pilihan, yaitu pada waktu seseorang melakukan sesuatu perbuatan ia sebenarnya telah
mengesampingkan pemikiran untuk melakukan perbuatan yang lain;
2) dalam melakukan pilihan pada suatu perbuatan tertentu, seseorang telah memberikan nilai
yang lebih tinggi padaperbuatan itu, dibanding perbuatan-perbuatan lain yang merupakan
alternatif,
3) seseorang akan memilih untuk melakukan perbuatan yang memenuhi kepuasan pada
dirinya.9
Perlu disimak pula analisa sistem sosial di kaitkan dengan komitmen Indonesia dalam
menjelaskan aspek tenaga kerja yang bekerja diluar negeri penempatannya jangan dipandang
dari segi ekonomisnya saja yaitu sebagai penghasil devisa, melainkan sebagai upaya pemenuhan
hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Sehingga dalam penyelenggaraan
harus dikedepankan aspek perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri
untuk itu tenaga kerja Indonesia agar ditempatkan dalam kedudukannya sebagai manusia dengan
segenap harkat dan martabatnya.10
2. Aris Ananta menerangkan bahwa kehadiran tenaga kerja dari Indonesia dibutuhkan oleh .
negara lain saat sekarang, cenderung menawarkan pekerjaan yang sering disebut dengan
pekerjaan 3-D (Dirty, Difficult, and Dangerous) yang dikarenakan penduduk negara maju
cenderung enggan atau jual mahal terhadap pekerjaan tersebut. Pada sisi lain dengan jumlah
tenaga kerja yang berlebih Indonesia mempunyai kelebihan tenaga kerja yang murah. Pada saat
ini adanya suatu kenyataan bahwa Indonesia mengalami kelebihan tenaga kerja tidak terampil,
dengan upah penghasilan yang rendah. Disamping itu, banyak negara yang lebih maju dari pada
Indonesia telah mencapai tahap pengimpor tenaga kerja tidak terampil. Dari sisi ini, penawaran
9
Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Ancaman Hukum Dalam Pembinaan Hukum Nasional, sinar Baru Bandung, 1985, hal. 57.
10
tenaga kerja tidak terampil dari Indonesia mendapatkan permintaan tenaga kerja tidak terampil
dari negara yang lebih maju sehingga pasar tenaga kerja tidak terampil memang ada dan diduga
memang amat besar. Dalam bahasa yang lebih teknis, dikatakan bahwa terdapat penyumbangan
tenaga kerja ke Malaysia untuk tenaga kerja tidak terampil dan murah dari Indonesia.11
1.5.2 Sejarah Hak Asasi Mausia
Pada
konteks perpindahan tenaga kerja sampai pada negara lain ditinjau dengan subsistem ekonomi
merupakan aktivitas adaptasi terhadap lingkungan fisik masyarakat.
Hak asasi manusia adalah dasar yang dimiliki mausia sejak manusia itu dilahirkan.hak asasi
dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dangan kodrat manusia sebagai manusia yang bila
tiadak ada ak tersebut, mustahil manusia hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia
semata – mata karena seorang manusia adalah manusia, bukan karena pemberian masyarakat
atau pemberian Negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung begi pengakuan manusia
lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi manusia di peroleh manusia dari penciptanya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak ang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, manusisa adalah mahluk Tuhan yan mempunyai martabat yang tinggi. Hak
asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya
berlaku dimana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapa pun. Hak ini di
butuhkan manusia selain untuk melindungi diri, harkat dan martabat kemanusiaan juga dipakai
sebagai landasan moral dalam bergaul dan berhubungan dengan sesame manusia.
11
Pada setiap hak yang melekat kewajban. Karena itu, ada hak asasi manusia, ada juga
kewajiban asasi manusia yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksananya atau
eaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajb untuk
memperhatikan, menghormati dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan yang erat antara pengadaan
norma-norma (yang akan berwujud sebagai suatu sistem peraturanperaturan hukum) dengan
kebutuhan-kebutuhan yang timbul dalam penyelenggaraan kehidupan ekonomi.
1. Vinogradoff berpendapat bahwa hukum timbul dari pertimbangan memberi dan
menerima dalam suatu hubungan sosial yang masuk akal/beralasan (Give and take consideration
in a reasonable social intercourse).12
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-masalah Hukum, Agung Perss, Semarang, 1989, hal. 130.
Dalam pengertian teoritis, Hukum Ketenagakerjaan
dipahami sebagai himpunan peraturan - peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara
pekerja dengan pengusaha yang berdasarkan pembayaran upah. Hukum ketenagakerjaan
mengatur sejak dimulainya hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja, penyelesaian
perselisihan kerja sampai pengakhiran hubungan kerja. Dari berbagai peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada, dapat dicatat, ditnjau dari aspek perlindungan, hukum
ketenagakerjaan mengatur perlindungan sejak sebelum dalam hubungan kerja, selama dalam
hubungan kerja dan setelah kerja berakhir.
1.5.3 Perlindungan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Fungsi Hukum
Perlindungan terhadap hak asasi manusia di tempat kerja, telah pula mewarnai hukum
ketenagakerjaan di Indonesia. Organisasi ketenagakerjaan internasional dalam International
Labour Organitation (ILO) menjamin perlindungan hak dasar dimaksud dengan menetapkan
Konvensi dasar tersebut dapat dikelompokkan dalam empat konvensi yaitu : 1)
kebebasan berserikat (Konvensi ILO Nomor 87 dan Nomor 98); 2) larangan diskriminasi
(Konvensi ILO Nomor 100, dan Nomor 111); 3) larangan kerja paksa (Konvensi ILO Nomor 29,
dan Nomor 105); dan 4) perlindungan anak (Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182).
Komitmen bangsa Indonesia terhadap penghargaan hak asasi manusia di tempat kerja, antara lain
diwujudkan dengan meratifikasi kedepan konvensi dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi
konvensi mengenai hak dasar itu, undang-undang ketenagakerjaan yang disusun kemudian,
mencerminkan pula ketaatan dan penghargaan pada kedelapan prinsip tersebut. Setiap tenaga
kerja mempunyai kesempatan yang sama dalam memilih dan mengisi lowongan pekerjaan di
dalam wilatah pasar kerja nasional, untuk memperoleh pekerjaan, tanpa diskriminasi karena
jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik, sesuai dengan minat, kemampuan tenaga kerja
yang bersangkutan, termnasuk perlakuan yang sama terhadap penyandang cacat. Setiap tenaga
kerja mempunyai hak kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah
pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.13
Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya
animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang
bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yang mengatasi sebagian masalah
pengangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatif berupa risiko kemungkinan
terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI.
Makna dan arti
pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam
negeri menyebabkan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia mencari pekerjaan di luar negeri.
13
Risiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja
di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan
agar risiko perlakukan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas
dapat dihindari atau minimal dikurangi. Selama ini, secara yuridis peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah
Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk melakukan pekerjaan di luar Indonesia
(Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8) dan Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan dalam ordonansi sangat sederhana/sumir sehingga secara praktis tidak
memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan ordonansi itu dan tidak adanya
undang-undang yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi
melalui pengaturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya. Dengan
diundangkannya Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Ordonansi
tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Negeri dinyatakan
tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri diatur dalam
undangundang tersendiri. Dengan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dengan pengaturan melalui
undang-undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan norma-norma hukum yang melindungi TKI
di luar negeri dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitasi dari siapapun.
Penempatan TKI ke luar negeri, merupakan program nasional dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Penempatan TKI dalam program antar kerja antar negara (AKAN), dilakukan dengan
memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja
sampai tiba kembali di Indonesia.14 Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti
diskriminasi serta anti perdagangan manusia.15
TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
dan 3) meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk 1) memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2) menjamin dan melindungi calon
16
Guna melindungi calon TKI/TKI,
orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar
negeri.17 Dianggap sebagai perbuatan menempatkan, setiap perbuatan dengan sengaja memfasilitasi atau atau mengangkut atau memberangkatkan warga negara Indonesia untuk
bekerja pada pengguna di luar negeri baik dengan memungut biaya maupun tidak, dari yang
bersangkutan. Mengenai jaminan perlindungan TKI, pemerintah bertugas mengatur, membina,
melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri, dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan atau tugas perbantuan kepada
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18
14
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakrata, 2004, hal. 34.
15
Pasal 2 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
16
Pasal 3 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
17
Pasal 4 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
18
Pasal 5 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Dalam melaksanakan tugas
dan bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri, pemerintah
berkewajiban : 1) menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui
pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; 2) mengawasi pelaksanaan
penempatan calon TKI; 3) membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon
4) melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara
optimal di negara tujuan; dan 5) memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum
pemberangkatan, masa penempatan dan masa purna penempatan.19
4) memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya; 5) memperoleh
upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan; 6) memperoleh hak,
kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; 7) memperoleh jaminan
perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat
merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang undangan selama penempatan di luar negeri; 8) memperoleh
jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; dan 9)
memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Mengenai hak dan kewajiban TKI, setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk memperoleh : 1) bekerja di luar negeri; 2) penempatan TKI di luar
negeri; 3) memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
20
19
Pasal 6 dan 7 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Tenaga KerjaIndonesia di Luar Negeri.
20
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik – teknik yang diterapkan dan
di perlihatkan dalam usaha pengumpulan data dan analisis.21 Pembahasan langkah procedural yang dapat di gunakan untuk mencapai sasaran dan tujuan penelitian harus memasukkan
pembenaran atas metode yang dipilih dan juga harus memperhatikan kesesuaian antara tujuan
metode dan sumber – sumber daya yang tersedia.22
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau
keadaan dan gejala-gejala lainnya. .1.6.2 Jenis Penelitian
23
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini
diharapkan akan ditemukan makna-makna yang tersembunyi dibalik obyek ataupun subyek yang
akan diteliti, dengan demikian metode ini dapat menjangkau dua hal sekaligus yaitu dunia
obyektif sebagai suatu konsep keseluruhan (holistik) untuk mengungkapkan rahasia sesuatu
dilakukan dengan menghimpun informasi dalam keadaan sewajarnya (natural setting),
mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, artinya
penelitian ini tidak hanya merekam hal-hal yang nampak secara eksplisit saja bahkan harus
melihat secara keseluruhan fenomena yang terjadi dalam masyarakat.24
Teknik Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi studi dokumen
atau kajian pustaka. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data berupa keterangan atau
informasi tertulis, baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat administartif. 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
21
Bruce A. Chadwich, Metode Ilmu penelitian Sosial, Semarang: IKIP Press,1994, hal 46 22
Anslem Staus, Dasar – dasar penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2003, hal 4 23
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 10.
24
Secara praktis, kegiatan studi dokumen dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan
sejumlah informasi yang relevan dengan topik dan rumusan yang diteliti. Sumber tersebut di
peroleh dengan membaca serta memahami data – data yang bersumber dari buku, jurnal, dan
sumber – sumber lain yang masih berkaitan dengan permasalahan yang sedang di teliti dalam
penelitian penulis ini.
1.6.4.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan
analisa kualitatif. Dimana jenis analisa data seperti ini banyak digunakan dalam jenis jenis
penelitian deskriptif dalam hal pengumpulan data – data yang terkumpul akan di eksplorasikan
secara mendalam dan selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah –
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA / LANDASAN TEORI
Bab ini memberikan dan menyajikan secara ringakas tentang kebijakan politik
dan Undang – undang terhadap Ketenagakerjaan Indonesia / TKI di Luar Negeri
( Malaysia)
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini memuat penyajian data yang di peroleh melalui penelitian ini dan setelah
itu analisis terhadap data penelitian yang telah didapat melalui metode penelitian
yang digunakan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil – hasil pembahasan bab – bab sebelumnya,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori dan Konsep kebijakan Negara 2.1.1 Pengertian Kebijakan
Istilah policy atau kebijakan merupakan di pergunakan dalam pengertian yang berbeda –
beda. E. Hugh Heclo mengatakan bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan. Menurut, Charles O. jones kebijakan terdiri dari
beberapa komponen – komponen yaitu:25
• Goal atau tujuan yang diinginkan
• Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan,
• Decision atau keputusa, yaitu tindakan – tindakan untuk mementukan tujuan, membuat
rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.
• Efek, yaitu akibat – akibat dari progam (baik di sengaja atau tidak primer atau sekunder)
Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hubungannya dengan tindakan pemerintah untuk mengatasi
masalah – masalah masyarakat, kebijakan adalah keputusan – keputusan pemerintah untuk
memecahkan masalah – masalah yang telah di utarakan atau dapat juga kebijakan diartikan
sebagai suatu keputusan untuk mengakhiri atau menjawab pertanyaan yang di berikan
masyarakat kepada pemerintah. Heclo menggunakan istilah kebijakan secara luas yaitu sebagai
rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Jadi
lebih luasnya dari tindakan atas keputusan yang khusus .
25
Henz Eulau dan Kennet Previt merumuskan kebijakan sebagai keputusan tetap, ditandai oleh
kelakuan yang berkesinambungan dan berulang – ulang pada mereka yang membuat kebijakan
dan melaksanakannya.
Jones menekankan studi kebijakan Negara Indonesia pada 2 proses, yaitu :
a. Proses – proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah – masalah itu sampai pada
pemerintah, bagaimana pemerintah mendefenisikan masalah itu, dan bagaimana tindakan
pemerintah.
b. Refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi terhadap masalah – masalah, teradap
kebijakan Negara dan memecahkannya.
2.1.2 Sifat masalah Publik
Perlu dikemukakan disini bahwa beberapa maslah itu dapat di hasilkan oleh peristiwa
yang sama, dan dalam kenyataannya, masalah seseorang dapat menguntungkan organisasi lain,
walaupun akibat dan penaruhnya tidak sama. Tidak semua masalah akan menjadi masalah
umum, dan tidak semua masalah akan menjadi isyu, serta tidak semua isyu menjadi agenda
pemerintah. Masalah Privat adalah sesuatu masalah yang mempunyai akibat yang terbatas atau
yang terlibat secara langsung , sedangkan masalah umum adalah masalah yang mempunyai
akibat luas, termasuk akibat – akiabat yang mengenai orang – orang yang secara langsung tidak
terlibat. Beberapa tipe peristiwa dan isyu yang penting dalam konteks politik meliputi:26
a. Peristiwa, yaitu kegiatan – kegiatan manusia atau alam yang di pandang memiliki
konsekuensi pada kehidupan sosial.
26
b. Masalah, yaitu kebutuhan – kebutuhan atau keinginan – keinginan manusia yang harus
diatasi dan di pecahkan.
c. Masalah umum, yaitu kebutuhan manusia yang tidak dapat di pecahkan secara pribadi .
d. Isyu yaitu masalah umum yang bertentangan satu sama lain atau masalah umum yang di
perdebatkan.
Dalam hubungannya dengan manusia lain, perbuatan manusia mengenai akibat bagi yang
lain, sehingga untuk itu perlu diadakan pengotrolan dari manusia ( masyarakat) itu sendiri.
Apabila proses pengontrolan itu terbatas, maka inilah yang di sebut “masalah pribadi” sedangkan
bila hasilnya luas, maka ini di sebut ‘masalah umum’.Satu keuntungan dari masyarakat yang
terbuka ialah adanya penilaian kemajuan sosial yang datangnya dari berbagai pihak walaupun
ada beberapa kritik dari organisasi –organisasi tertentu dari independen yang berfungsi sebagai
balance bagi pemerintah namun laporan – laporannya menjadi sumber informasi. Beberapa
sumber informasi yang dapat di percaya meliputi:
a. Dari luar negeri : -hubungan antara bangsa secara individu atau kelompok.
-membantu perekonomian bangsa lain.
b. Pertahanan : -kekuatan Amerika Serikat.
-membantu keamanan bangsa lain.
c. domestik : -sumber – sumber manusia (termasuk kesehatan,pendidikan
-sumber alam dan fisik (termasuk lingkungan,energy,
transportasi, perumahan, pertanian, ilmu pengetahuan,)
-kontrol sosial ( termasuk pelaksanaan hukum,
pengontrolan obat, dukungan bersama. kontol ekonomi,
organisasi pemerintahan, perpajakan, membantu keuangan
pemerintah daerah.
2.1.3 Proses Politik Sebagai Proses Menemukan Masalah Pemerintah
Dalam lingkup permasalahan ini, Jones telah mengindentifikasikan sejumlah bentuk
aktifitas fungsional disertai penyajian masalah – masalah yang terdapat pada pemerintahan
sebagai table berikut:
Aktifitas – aktifitas Pengelompokan Sebagai Suatu Hasil Fungsional di dalam Pemerintahan Sistem
Kesimpulan dari uraian diatas adalah sebaai berikut:
Peristiwa : Pelaku / tindakan manusia dan alam mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sosial.
Problema – problema : Kebutuhan – kebutuhan atau ketidakpuasa – ketidakpuasan manusia,
bagaimana diindentifikasi dengan jelas.
Problema – problema umum : kebutuhan – kebutuhan manusia yang tidak dapat diatasi atau
Isyu area : Wilayah atau ikatan controversial problema – problema umum.
Sebagai langkah awal untuk merumuskan kebijakan Negara atau kebujakan politik dalam
pemerintahan maka di butuhkan pemehaman atau batasan maslah (presepsi /defenisi).
Pemahaman itu merupakan hal yang penting pada sebuah awal tahapan pengembangan
pelaksanaan kebijakan dan merupakan defenisi dari problem, sehingga pemahaman ini
merupakan hal penting dalam proses kebijakan.27
2.
Dalam hal ini defenisi hanya merupakan
aktivitas sosial, sedangkan pemehaman hanyalah berarti menerima dan mencatat sesuatu
peristiwa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemahaman mengarah pada kejadian atau
peristiwanya sedangkan defenisi mengarah kepada problemanya.
2.2.1 Pengertian Kebijakan Politik dan Implementasi.
Kebijakan publik/ politik dapat di defenisikan secara berbeda – beda yaitu: Pertama,
kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh administratur negara, atau administratur
publik. Jadi, kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan
oleh pemerintah. Kebijakan publik berkenaan dengan setiap aturan main dalam kehidupan
bersama, baik yang berkenaan dengan hubungan antarwarga maupun antara warga dan
pemerintah. Istilah kerja adalah istilah yang bersifat aktif dan memaksa karena kata kuncinya
adalah keputusan. Ini karena “dikerjakan” dan “tidak dikerjakan” sama-sama merupakan
keputusan. Alasan pokoknya adalah karena definisi pemerintah sangat berbeda-beda.
27
2.2.2 Pengesahan Kebijakan Politik Pemerintah
Proses pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses pengesahan kebijakan.
Kedua-duanya memiliki hubungan yang sangat erat sekali sehingga tidak mungkin dipisahkan.
Sekali suatu usulan kebijakan diberikan legitimasi oleh seseorang atau badan yang berwenang,
maka usulan kebijakan itu berubah menjadi keputusan kebijakan yang sah (legitimate) dalam arti
dapat dipaksakan pelaksanaannya dan bersifat mengikat. Bentuk kebijakan pemerintah dapat saja
berbeda-beda tergantung pada penekanannya. Bentuk kebijakan tersebut telah dibuat tipologi
umum untuk memudahkan ketegorisasinya.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mau melaksanakan kebijakan pemerintah
antara lain karena adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah, adanya
kepentingan pribadi dan adanya hukuman tertentu bila tidak melaksanakan kebijakan. Selain
faktor tersebut di atas masih ada faktor mengapa orang tidak mematuhi atau tidak mau
melaksanakan kebijakan pemerintah, antara lain karena bertentangan dengan sistem nilai
masyarakat dan ketidakpastian hukum.
2.2.3 Implementasi Kebijakan Politik
Implementasi kebijakan adalah aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan politik
sebab proses implementasi kebijakan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perumusan kebijakan. Akan tetapi sering terjadi implementation gap dalam pelaksanaan suatu
kebijakan, di mana implementation gap merupakan kondisi adanya suatu perbedaan suatu
perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan hasil atau kenyataan yang
1. Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the center), di mana dari sudut pandang ini,
melihat usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga di tingkat
pusat untuk mendapatkan kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat di
bawahnya/daerah atau untuk mengubah perilaku masyarakat/ kelompok sasaran.
2. Pejabat-pejabat di lapangan (the periphery) yaitu melihat tindakan para pejabat dan
instansi-instansi di lapangan untuk menanggulangi gangguan-gangguan yang terjadi di wilayah
keranya.
3. Kelompok sasaran (target group) yaitu memusatkan perhatian pada efektivitas dan
efisiensi pelayanan atau Jawa yang diberikan pemerintah telah mengubah pola hidupnya.
Pengertian implementasi kebijakan yaitu:
1. menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu dan berdampak terhadap sesuatu
(kamus webster)
2. tindakah-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu/pejabat-pejabat/kelompok-kelompok pemerintah atau swasta demi tercapainya tujuan yang digariskan dalam kebijakan .
3. Kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijakan pemerintah, baik usaha administrasi atau untuk menimbulkan dampak pada
masyarakat/ kejadian (Mazmanian dan Sabatier). Proses implementasi kebijakan menyangkut
perilaku badan-badan administrasi yang kompeten terhadap suatu program serta tanggung
sosial yang mempengaruhi perilaku pihak-pihak yang terlibat sehingga berdampak sesuai
harapan ataupun tidak sesuai harapan.28
2.2.4 Ciri-ciri Kebijakan Politik Pemerintah
Ciri-ciri yang melekat pada kebijakan-kebijakan pemerintah pada kenyataannya
bersumber pada orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik yang pada akhirnya
membawa implikasi tertentu terhadap konsep kebijakan pemerintah. Berbagai hal mungkin saja
dilakukan oleh pemerintah, artinya pemerintah dapat saja menempuh usaha kebijakan yang
sangat liberal dalam hal campur tangan atau cuci tangan sama sekali, baik terhadap seluruh atau
sebagian sektor kehidupan. Kebijakan pemerintah dalam bentuknya yang positif pada umumnya
dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu.
Hakikat kebijakan pemerintah dapat diperinci ke dalam beberapa kategori, yaitu:
demands (tuntutan kebijakan), poling decision (keputusan kebijakan), policy statement
(pernyataan kebijakan), policy outputs (keluaran kebijakan), dan policy outcomes (hasil akhir
kebijakan). Anderson (1978), dan Dye (1978) memberikan alasan mempelajari kebijakan
pemerintah ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu: alasan ilmiah (scientific reason), alasan profesional
(profesional reason), dan alasan politis (political reason).
2.2.5 Teori Kelembagaan (Institutionalism Theory)
Dalam menganalisa kebijakan pemerintah dapat digunakan teori-teori kebijakan. Teori
kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas kelembagaan di mana struktur dan
lembaga pemerintah merupakan pusat kegiatan politik. Lain halnya dengan teori kelompok yang
memandang kebijakan sebagai keseimbangan kelompok yang tercapai dalam perjuangan
28
kelompok pada suatu saat tertentu. Kebijakan pemerintah dapat juga dipandang sebagai
nilai-nilai kelompok elit yang memerintah, demikian pandangan teori elit. Sedang teori rasional
memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara efisien melalui sistem pengambilan
keputusan yang tetap.
Teori inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap kebijakan masa lampau
atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan
kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap. Teori
permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional dalam situasi-situasi yang saling
bersaing. Sistem politik turut mewarnai kebijakan pemerintah, demikian pandangan teori sistem.
Menurut teori sistem, lingkungan dipandang sebagai input dari sistem politik, sedangkan public
policy dipandang sebagai output dari sistem politik.
Teori kebijakan yang lain adalah teori campuran yang merupakan gabungan model
rasional komprehensif dan inkremental. Hubungan kewenangan politik, administrasi dan
kepentingan umum dapat dianalisa dengan menggunakan kisi-kisi perumusan kebijakan. Dengan
menggunakan kisi-kisi tersebut dapat diperoleh 5 gaya kebijakan, yaitu survival style, rasionalist
style, reactive style, prescriptive style, dan proacvtive style.
2.2.6 Proses Kebijakan Politik
Kebijakan dibuat untuk mengatur perilaku masyarakat. Kebijakan yang dibuat tersebut
dapat bersifat distributif maupun redistributif. Untuk mencapai tujuan kebijakan, pemerintah
harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber daya dan pengelolaan
sumber daya yang ada. Hasil yang diperoleh dari aksi kebijakan tersebut dapat berupa input
mengimplementasikan kebijakan menjadi program. Selanjutnya agar lebih operasional lagi
program dirumuskan sebagai proyek. Setelah diterjemahkan sebagai program dan proyek lalu
diikuti dengan tindakan fisik, kebijakan menimbulkan konsekuensi yaitu hasil efek atau akibat.
Agar kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan atau tepat sasaran maka dilakukan evaluasi
kebijakan. Di mana evaluasi kebijakan pada umumnya dilakukan untuk mengetahui empat aspek
yaitu: proses pembuatan kebijakan, proses implementasi, konsekuensi kebijakan dan efektivitas
dampak kebijakan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan sebelum maupun sesudah kebijakan
dilaksanakan. Evaluasi kebijakan mempunyai empat fungsi yaitu: ekspansi, kepatuhan, auditing
dan akunting.
2.2.7 Evaluasi Implementasi Kebijakan Politik.
Kebijakan pemerintah selalu mengandung paling tidak tiga komponen dasar yaitu: tujuan
yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut (implementasi kebijakan).
Implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta
baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana
dirumuskan di dalam kebijakan. Dengan demikian implementasi mulai berlangsung pada tahap
penyusunan program. Meter dan Horn merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan
hubungan antar berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Kinerja
kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
Menurut Grindle;
implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan meliputi: kepentingan yang dipengaruhi tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program dan sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks implementasi terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap. Menurut Sabatier dan Mazmanian; implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel yaitu; (1) karakteristik masalah; (2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasikan kebijakan, dan (3) faktor-faktor di luar peraturan.
Setelah mengetahui kerangka pemikiran dari suatu studi implementasi, maka tugas
evaluator berikutnya adalah mengetahui cara pengumpulan informasi/data melalui metode yang
lazim yaitu: kuesioner, interview terbimbing maupun interview bebas dan mendalam dan analisis
data sekunder. Untuk melakukan evaluasi dampak kebijakan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. peramalan (forecasting), Peramalan merupakan sebuah tahap yang sangat penting dalam
proses pembuatan kebijakan. Ketidaktepatan peramalan dapat menjadikan kebijakan yang dibuat
tidak efektif. Peramalan dapat dipandang sebagai suatu bentuk evaluasi pada tahap pra kebijakan.
b. Karakteristik Analisis Dampak Sosial (ADS); harus bersifat empiris, tidak bias, rasional,
handal dan sahih (secara logika-empiris).
c. Langkah-langkah ADS:
1. Langkah 1 : mengembangkan file input ADS.
2. Langkah 2 : mendeskripsikan dampak sosial.
3. Langkah 3 : menentukan respon dari individu dan kelompok pedampak.
4. Langkah 4 : penyesuaian kebijakan.
d. Dimensi-dimensi dampak:
1. waktu;
2. selisih antara dampak aktual dan yang diharapkan;
3. tingkat agregasi dampak;
4. jenis dampak.
2.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) MENGENAI MASALAH TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA
2.3.1 Sejarah Tenega kerja Indonesia menjadi Buruh Migran di Malaysia
Malaysia merupakan negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian, dengan luas
wilayah 329.847 kilometer persegi dan memiliki penduduk sebanyak ±28 juta orang. Pendapatan
per kapitanya mencapai USD 14.000, sehingga Malaysia dapat digolongkan sebagai negara
industri baru. Meningkatnya industri padat karya membuat Malaysia kekurangan tenaga kerja,
dan mulai bergantung pada tenaga kerja asing. Malaysia merupakan salah satu negara penerima
buruh migran terbesar, diperkirakan buruh migran yang bekerja di Malaysia mencapai 2,5 juta
orang. Jsumlah tersebut merupakan 20-25 persen dari jumlah total tenaga kerja di negeri itu.
Bagi sebagian pekerja migran Indonesia, Malaysia dijadikan negara tujuan utama sejak tahun
1980an. Faktor persamaan adat, budaya, dan bahasa, serta kedekatan jarak secara geografis
mendorong para pekerja migran untuk mengadu nasib di sana. Selain itu, kondisi ekonomi yang
lebih baik dari Indonesia (terutama pasca krisis 1998), membuat terbukanya peluang pekerjaan di
Kondisi ini juga dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang tidak dipenuhi dari tenaga
kerja Malaysia itu sendiri, karena ada lapangan pekerjaan yang secara konsep mobilisasi sosial
ditinggalkan oleh rakyat Malaysia sendiri, contohnya pekerjaan kasar,
pekerjaan lapangan, pekerjaan yang berat, karena mereka tidak lagi bekerja pada
pekerjaan-pekerjaan di sektor tersebut atau biasa disebut dengan pekerjaan-pekerjaan 3D, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang susah
(Difficult), pekerjaan yang kotor (Dirty), dan yang berbahaya (Danger). Untuk jumlah buruh
migran sendiri, data penempatan buruh migran yang dimiliki oleh Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI)
menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2005 hingga 2009 Indonesia telah penempatan nasional.
Jumlah rata-rata penempatan per tahun adalah 577.151 orang. Dari total jumlah buruh migran
yang ditempatkan, 76% di antaranya merupakan perempuan yang 90% bekerja di sektor
informal, dan 24% sisanya adalah laki-laki. Pemerintah Indonesia mempunyai sebuah kebijakan
yang akan selalu ditetapkan pada setiap Perwakilan-Perwakilan yang ada di setiap luar negeri,
yaitu kebijakan kepedulian dan keberpihakan. 29
Kebijakan ini harus dilaksanakan dengan baik oleh Perwakilan pemerintah Indonesia
dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh warga negara Indonesia terutama
permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga kerja Indonesia di Malaysia, karena sebenarnya
permasalahan buruh migran di Malaysia ibarat fenomena gunung es yang kalau dibiarkan lama
akan menyebabkan kerugian sosial bagi kedua Negara. Untuk itu, akan banyak dibahas pada
tulisan ini tentang permasalahan-permasalahan apa saja yang sering terjadi pada tenaga kerja kita
di Malaysia, dan kebijakan-kebijakan, serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan pemerintah
Indoensia untuk menyelesaikannya.
29
2.3.2 Arti Penting Buruh Migran Bagi Indonesia
Ditinjau dari segi kepentingan, penempatan buruh migran ke luar negeri harus didasarkan
pada 3 kepentingan yang terkait dan saling membutuhkan yaitu: kepentingan buruh migran,
kepentingan pemerintah dan kepentingan bangsa. Bagi buruh migran, bekerja di luar negeri
merupakan jalan untuk memperbaiki nasib sehingga waktu kembali ke tanah air keadaan lebih
baik dari sebelumnya dengan memperoleh penghasilan dan pengetahuan serta pengalaman baru
yang berguna untuk kehidupan selanjutnya dan bukan sebaliknya.
Bagi pemerintah, program penempatan buruh migran ke luar negeri merupakan alternatif
untuk mengatasi pengangguran yang dari tahun ke tahun terus membengkak dan sekaligus
memperoleh devisa.
Sedangkan yang menyangkut kepentingan bangsa adalah terpeliharanya citra Indonesia
bahkan meningkatkan citra Indonesia paling tidak di negara penempatan buruh migran. Secara
institusional, penempatan buruh migran di luar negeri menjadi jawaban bagi masalah tingginya
angka pengangguran. Selain itu, juga sebagai penambah pendapatan dalam bentuk devisa. Pada
2006, kebijakan ini menyerap tenaga kerja lebih dari enam puluh delapan ribu orang dan
menghasilkan remitansi lebih dari 4,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 40 triliun. Angka tersebut
lebih tinggi dari tahun sebelumnya (2005) sekitar 150 persen. Tahun 2005, jumlah buruh migran
mencapai empat ratus tujuh puluh ribu empat tiga ratus sepuluh orang dengan remitansi lebih
dari 2,93 miliar dolar AS dan 2007 peningkatan remitansi sekitar 4,8 miliar dolar AS.30
30
Prijono Tjiptoherijanto, dkk., Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pengembangan Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1982, hal.9-10.
Berangkat dari realitas tersebut, wajar saja jika pemerintah makin "serius" memprogram
penempatan buruh migran di luar negeri. Apalagi di daerah, kebijakan ini mendapat dukungan
cukup kuat, baik dari pemerintah daerah maupun dari masyarakat. Bahkan, di beberapa daerah
angka remitansi yang dihasilkan dari penempatan buruh migran di luar negeri (Malaysia) dapat
melampaui angka PAD (pendapatan asli daerah) mereka, seperti di Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Penghasilan buruh migran asal Kabupaten Subang yang bekerja di sektor informal di
mancanegara mencapai Rp 39,6 miliar. Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang ditajamkan
tingginya angka PHK ikut mendorong melonjaknya angka warga yang berminat bekerja ke luar
negeri. Realitas ini yang mendorong sampai 2009, pemerintah menargetkan dapat mengirim
3.900.000 orang untuk menjadi buruh migran di Malaysia yang diperkirakan akan menghasilkan
remitansi sekitar 8,5 miliar dolar AS. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia juga
merupakan alternatif positif dalam memecahkan masalah tenaga kerja di dalam negeri, sehingga
mempunyai dampak yang positif bagi pembangunan.
Menurut kementerian Luar Negeri, dengan adanya pengiriman buruh migran ke luar
negeri juga mempunyai dampak, baik dalam dalam negeri maupun berdampak pada luar negeri,
yaitu31
31
Perwada Jawa Tengah PT. Andromeda Graha, Buku Saku Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, 1999, hal 4..
:
Dalam Negeri Pada uraian berikut, dipaparkan dampak positif pengiriman buruh migran ke luar negeri pada tingkat individu, keluarga, masyarakat, daerah, dan pada tingkat nasional.
• Buruh migran mendapatkan pekerjaan Dengan bekerja di luar negeri, maka bagi individu
buruh migran berarti mendapatkan pekerjaan yang dalam banyak hal lebih baik dan lebih
memberikan pendapatan yang besar daripada bekerja di dalam negeri.
• Peningkatan kedisiplinan dan etos kerja. Dari hasil pengamatan kepada warga yang
sudah lama berpengalaman tinggal di luar negeri sebagai buruh migran, di dalam
kedisiplinan dan etos kerjanya tampak lebih tinggi dan lebih kreatif. Hal ini tampak
dalam pola kerja dan dalam berorganisasi, mereka lebih berdisiplin dan lebih dinamis.
Tampak juga dalam penataan rumah tinggal, pengembangan kelembagaan, dan
pengembangan desanya. Dengan demikian, secara kesuluruhan dapat juga berdampak
positif terhadap pembangunan daerah dan secara umum terhadap pembangunan negara. • Peningkatan keterampilan bagi buruh migran Bagi buruh migran yang pernah ke luar
negeri tentu akan memperoleh berbagai keterampilan dari yang mereka kerjakan selama
berada di luar negeri, sehingga keterampilan tersebut dapat dikembangkan setelah buruh
migran kembali ke tanah air. Peningkatan keterampilan ini tentu saja sangat berguna
untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik di Indonesia.
• Peningkatan pretise Bagi buruh migran yang pernah bekerja di luar negeri, dan
sekembalinya ke Indonesia, mereka merasa harga diri atau pretise sosialnya meningkat.
Serta kepercayaan diri semakin meningkat pula. Peningkatan pretise dapat terjadi karena
mereka merasa mempunyai status sosial ekonomi, keterampilan, dan pengetahuan yang
lebih dibandingkan dengan warga yang belum ke luar negeri. Peningkatan pretise ini
dengan sendirinya diharapkan tidak justru memberikan dampak negatif bagi yang
bersangkutan, misalnya menjadi sombong, angkuh, dan mengasingkan diri dari