STRATEGI PENDIDIKAN CHARACTER BUILDING DALAM PROSES PENDIDIKAN MASYARAKAT PINGGIRAN OLEH YAYASAN PEDULI
KARAKTER BANGSA
(Studi Kasus: Sekolah Talitaku Kum Jl. Pabrik Tenun Gg. Cikditiro No.16 Medan Sumatera Utara)
SKRIPSI Diajukan Oleh IRNA P PURBA
070901036
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
ABSTRAK
Selama ini merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjadi terlupakan. Disinilah perlu adanya pembenahan dalam pembentukan moralitas pendidikan yang secara praksisnya termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum). Sebagai Yayasan yang melakukan pelayanan masyarakat terkuhusus di bidang pendidikan bagi masyarakat pinggiran, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mempelopori sebuah sistem pendidikan yang menekankan pembentukan karakter dan akhlak bagi anak-anak pinggiran di kota Medan melalui Yayasan Kristen Talita Kum
Yayasan ini telah membentuk sebuah model komprehensif pendidikan pra sekolah yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas, terutama masyarakat miskin. Model ini adalah sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistic yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Model ini telah diterapkan melalui kegiatan Komsel anak, Pemuridan anak, Champion Kids Camp, Parenting Life,dan komsel keluarga.
Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui bagimana strategi pendidikan karakter yang dilakukakan oeh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam proses pendidikan bagi masyrakat pinggiran. Dimana penelitian ini dilakukan di Sekoah Kristen Talitakum yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa untuk masyarakat pinggiran. Dalam memperoleh data tersebut, penulis menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data- data dan informasi yang diperoleh dari lapangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.
KATA PENGANTAR
Kemuliaan bagi Allah yang Esa yang Maha kasih dan adil. Oleh karena anugrah-Nya semata, saya dapat menyelesaikan tugas saya sebagai mahasiswa S1 di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Saya sangat bersyukur oleh bimbingan-Nya melalui doa, firman dan dukungan orang-orang di sekeliling saya, Ia menyatakan kehendak-Nya dalam mengarahkan saya sebagai mahasiswa yang takut akan Allah.
Dalam pengerjaan skripsi ini, saya menyadari keterbatasan saya dalam hal pengetahuan, pengalaman dan kelemahan lainnya sebagai mahasiswa. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi saya untuk selalu berjuang memberikan yang terbaik sebagai mahasiswa. Saya menyadari penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, doa dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Oleh sebab itu, saya mengucapkan trimakasih kepada:
1. Kedua orang tua saya yaitu Bapak H.J Purba dan M. Saragih yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian serta doa di dalam setiap keterbatasannya sebagai manusia, tetapi terus berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Demikian juga buat kedua adik saya Giska dan Sara.
2. Bapak Prof. Badarudin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga pernah membimbing saya dalam memahami sosiologi.
banyak pemahaman dan mengajarkan banyak ilmu selama saya menjadi mahasiswa.
4. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku dosen pembimbing, dosen wali dan Ketua Departemen Sosiologi yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti selama saya menjadi seorang mahasiswa sehingga saya mengerti bagaimana seharusnya mahasiswa yang berprestasi yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga aplikasi di lapangan.
5. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M. SP selaku Seketaris Departemen dan Ketua Penguji dalam sidang ujian meja hijau saya yang telah memberikan apresiasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi saya.
6. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya selama saya menjadi mahasiswa.
7. Ketua Yayasan Peduli Karakter Bangsa Ibu Soramauli Tarigan, seluruh guru dan staff yang sudah banyak membantu penulis.
8. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang membantu dan mendukung proses penyelesaian studi dalam urusan administrasi di Departemen dan Pendidikan.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa Departemen Sosiologi, terkhusus stambuk 2007 terimakasih atas kebersamaannya., senior dan junior. Dan seluruh sahabat saya.
Medan, Desember 2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 8
1.3Tujuan Penelitian ... 8
1.4Manfaat penelitian ... 8
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 8
1.4.2 Manfaat Praktis ... 9
1.5Definisi Konsep ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara ... 11
2.2 Peran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberdayaan masyarakat pinggiran ... 15
2.3 Tahap Perkembangan Anak oleh Herbert Mead ... 16
2.4 Pendidikan Nilai atau Karakter ... 18
2.5 Desentralisasi Pendidikan ... 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 23
3.3 Unit Analisis dan Informan ... 24
3.3.1 Unit Analisis ... 24
3.3.2 Informan ... 24
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 24
3.4.1 Data Primer ……….. 24
3.4.1.1 Wawancara ……….... 25
3.4.1.2 Observasi Partisipan ……….. 26
3.4.2 Data Sekunder ……… 26
3.5 Interpretasi Data... 26
3.6 Jadwal Kegiatan ... 28
3.7 Keterbatasan Penelitian ... 29
BAB IV PROFIL LEMBAGA 4.1 Profil Lembaga ... 30
4.1.1 Yayasan Peduli Karakter bangsa ... 30
4.1.2Latar Belakang Berdirinya Sekolah Talita Kum Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 33
4.1.3Struktur Organisasi Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 34
4.1.4 Sarana dan Prasarana Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 35
4.2 Karateristik Informan ... 36
4.2.1 Profil informan ... ……… 36
5.2 Faktor Pendorong Munculnya Pendidikan Bagi Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa ... 70 5.3 Proses Berkembangnya Pendidikan Masyarakat Pinggiran dan Sumber
Pendanaan Dalam Pengembangannya ... 76 5.4 Proses Terbentuknya Pendidikan Karakter ... 87 5.5 Jenis Karakter Yang Diterapkan Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa
... 93 5.6 Guru Sebagai Pendidik Karakter ... 98 5.6.1 Menghidupi Visi dan Misi Pribadi ... 105 5.7 Proses Penerapan Pendidikan Karakter Oleh Yayasan Peduli Karakter
Bangsa ... 108 5.8 Hambatan Penerapan Pendidikan Karakter Oleh Yayasan Peduli
karakter Bangsa ... 115 5.9 Strategi Pendidikan Karakter dan Implementasinya Oleh Yayasan Peduli
Karakter Bangsa ... 120 5.10 Relevansi Pendidikan Among Dalam Pendidikan Karakter ... 132 BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ... 139 6.2 Saran ... 140
DAFTAR TABEL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi
Hari : Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Tim Penguji:
Ketua Penguji : ( )
Penguji I : ( )
ABSTRAK
Selama ini merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjadi terlupakan. Disinilah perlu adanya pembenahan dalam pembentukan moralitas pendidikan yang secara praksisnya termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum). Sebagai Yayasan yang melakukan pelayanan masyarakat terkuhusus di bidang pendidikan bagi masyarakat pinggiran, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mempelopori sebuah sistem pendidikan yang menekankan pembentukan karakter dan akhlak bagi anak-anak pinggiran di kota Medan melalui Yayasan Kristen Talita Kum
Yayasan ini telah membentuk sebuah model komprehensif pendidikan pra sekolah yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas, terutama masyarakat miskin. Model ini adalah sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistic yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Model ini telah diterapkan melalui kegiatan Komsel anak, Pemuridan anak, Champion Kids Camp, Parenting Life,dan komsel keluarga.
Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui bagimana strategi pendidikan karakter yang dilakukakan oeh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam proses pendidikan bagi masyrakat pinggiran. Dimana penelitian ini dilakukan di Sekoah Kristen Talitakum yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa untuk masyarakat pinggiran. Dalam memperoleh data tersebut, penulis menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data- data dan informasi yang diperoleh dari lapangan diinterpretasikan melalui teknik analisa data.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah.
Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan pelatihan. Proses menunjukkan adanya aktivitas dalam bentuk tindakan aktif di mana terjadi suatu interaksi yang dinamis dan dilakukan secara sadar dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena tindakan pendidikan selalu bersifat aktif dan terencana, maka pendidikan merupakan suatu perbuatan atau tindakan sadar agar terjadi perubahan sikap dan tata laku yang diharapkan yaitu pemanusiaan manusia yang cerdas, terampil, mandiri, berdisiplin, dan berakhlak mulia (M. Zainuddin 2008:11 )
Di Indonesia sendiri jika dilihat data pemerataan pendidikan dilihat dari data Depdiknas 2009, ada sekitar 2,2 juta anak usia wajib belajar, yakni 7-15 tahun, belum dapat menikmati pendidikan. Lebih jauh lagi untuk usia lebih tua, dimana terdapat 5,5 juta orang yang tak bersekolah untuk usia 16-18 tahun. Selanjutnya untuk usia 19-25 tahun, ada sekitar 20,7 juta orang yang tak mengenyam pendidikan tinggi . Jika dijumlahkan, maka sekitar 28,4 juta orang yang berusia 7-25 tahun, tidak bisa mengecap pendidikan. Adapun faktor penyebab tingginya jumlah anak yang tak sekolah, seperti sulitnya akses pendidikan, kurangnya kesadaran orangtua, dan faktor kesulitan ekonomi. Jika dikaji lebih dalam, maka faktor kesulitan ekonomilah penyebab utamanya. (<http://data.kompas//28juni2010 depdikanas//menggugat ketidakadilanpendidikan.htm>)
Dari data diatas bangsa Indonesia sedang berada pada titik kulminasi menentukan akan berhasil atau tidak pergumulannya menggapai cita- cita untuk memajukan kesejahteraan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial yang fungsi dan tujuan pendidikan di dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah Indonesia akhirnya melakukan upaya yang dapat mengantarkan rakyat menjadi suatu bangsa yang cerdas. Oleh karena itu berbagai kebijakanpun dikeluarkan pemerintah untuk menggenapi fungsi dan tujuan pemerintah Negara Indonesia di bidang pendidikan. Serta mengatasi krisis pendidikan yang melanda Indonesia saat ini, guna mengekang angka buta huruf ataupun merosotnya sumber daya manusia yang ada.
mengakibatkan terjadinya pergeseran penyelenggaraan pemerintah dari sentralisasi ke desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dalam waktu seketika. Pemberian otonomi ini dilaksanakan berdasarkan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah, dengan titik sentral otonomi pada tingkat wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu kabupaten dan kota. Hal yang lebih esensial dari otonomi adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah yang mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup di dalam pembangunan masyarakat di daerahnya, termasuk bidang pendidikan.
Salah satu prinsip otonomi daerah adalah bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat, propinsi, dan daerah, serta antardaerah. Oleh karena itu, perlu diciptakannya mekanisme yang harmonis diantara para “stakeholders” pendidikan. Dengan telah ditetapkannya UU No.22/1999 dan PP No.25/2000, maka menjadi jelas pembagian kewenangan di bidang pendidikan dan kebudayaan antara pemerintah, propinsi, dan kabupaten/kota.
ekonomi, karena jangkauan permasalahan begitu besar dan dilatar belakangi pergeseran system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi maka dilakukanlah strategi baru dalam menjawab semua tantangan tersebut yaitu pendidikan berbasis masyarakat. Tujuan pendidikan berbasis masyarakat adalah:
(1) membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat untuk mengambil bagian yang lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan pada semua tingkat, jenis, dan jalur pendidikan;
(2) merangsang terjadinya perubahan sikap dan persepsi tentang rasa kepemilikan masyarakat terhadap sekolah, rasa tanggung jawab, kemitraan, toleransi, dan kekuatan multikultural;
(3) mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi; (4) membantu mengatasi putus sekolah khususnya dari pendidikan dasar. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:200)
Sejalan dengan meningkatkan minat terhadap pendidikan berbasis masyarakat, pemerintah terus- menerus dituntut untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai dalam bidang ini. Rentangan pilihan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah amatlah luas, antara lain berikut ini. Pertama, memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada masyarakat dalam iklim yang Laissez Fraire. Pemerintah
Pengaturan ini dilakukan baik pada tingkat nasional (melalui instrument Pereaturan Pemerintah) atau tingkat local ( melalui Peraturan Daerah) yang menyangkut batas- batasan rambu- rambu, standar, lain- lain. Ketiga memberikan subsidi dan dukungan. Keempat, reformasi aturan. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:181)
Dilatarbelakangi oleh kebijakan tersebut maka muncul kelompok- kelompok independen yang terlibat di dalam pengadaan pendidikan bagi masyarakat. Tetapi mereka melihat ada hal yang rancu dalam kebijakan yang dihasilkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa kebijakan yang dihasilkan ataupun yang dibentuk oleh pemerintah tersebut kurang aplikatif bila diterapkan pada masyarakat pinggiran atau masyarakat kumuh yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin jika dilihat dari segi waktu dan kondisi sosial mereka . Masyarakat miskin dapat kita pahami ketika melihat ;
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
kemiskinan. Fenomena kemiskinan masih dijumpai di berbagai wilayah, yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Medan khususnya Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin dengan kondisi yang bervariasi. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa.
(http://openlibrary.org/b/OL16994384M/Analisis Kemiskinan Kota Medan
berdasarkan Karakteristik Sosial microform)
Peduli Karakter Bangsapun mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Talita Kum, dengan visi dan misi Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru.
Yayasan Peduli Karakter Bangsapun memberikan pendidikan gratis dan inovasi dalam system pendidikan yang mereka tawarkan kepada masyarakat pinggiran, tanpa harus keluar dari sistem pendidikan yang sedang berjalan di Indonesia. Tetap mengikuti kurikulum yang sedang berlaku tetapi memberikan beberapa inovasi agar relevan dan kontributif bagi masyarakat kumuh atau masyarakat pinggiran.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian :
1. Apa yang menjadi latar belakang Yayasan Peduli Karakter Bangsa melakukan pendidikan bagi masyarakat pinggiran?
2. Bagaimana strategi model Pendidikan character building dalam proses pendidikan masyarakat pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Untuk melihat seberapa jauh strategi model pendidikan character bulding yang dikembangkan Yayasan peduli Karakter bangsa tersebut dapat memberi kontribusi positif dalam memberdayakan masyarakat pinggiran dalam kaitannya dengan usaha pembangunan bangsa.
1.4 Manfaat penelitian
Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis
pengembangan teori ilmu-ilmu social khususnya ilmu Sosiologi Pendidikan. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.
1.4.2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya dan juga dapat memberikan sumbangan kepada Yayasan Peduli Karakter Bangsa di Jalan Pabrik Tenun Medan.
1.5 Defini Konsep
1. Masyarakat Pinggiran adalah kumpulan manusia tinggal di suatu wilayah kumuh dan memiliki pendapatan yang relative sangat rendah. Dalam penelitian ini masyarakat pinggiran yang dimaksud adalah masyarakat pinggiran yang ada di daerah Pabrik Tenun Medan sumatera Utara.
2. Pendidikan Masyarakat Pinggiran adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran bagi masyarakat yang kurang mampu atau pinggiran agar masyarakat pinggiran dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Dimana Yayasan ini bergerak dalam pendidikan bagi masyarakat pinggiran.
4. Daerah pinggiran adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. Daerah dalam penelitian ini adalah daerah rel kereta api Pabrik tenun yang banyak dihuni oleh masyarakat kurang mampu yang terlibat dalam pendidikan yang diberikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa.
5. Character Building adalah pembangunan karakter, dalam penelitian ini dimana pendidikan yang ditawarkan bagi masyarakat pinggiran oleh Yayasan peduli Karakter Bangsa adalah pendidikan yang lebih berbasis kepada pembangunan nilai, budi pekerti, atau moral. Dengan menjadikan 46 karakter Yesus di dalam Alkitab sebagai salah satu karakter yang menjadi panutan bagi pendidikan karakter. Indikator pembnagunan karakter dapat dilihat tercapai atau tidaknya dari kebiasaan anak yang berubah kearah yang lebih positif dan berguna bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. 6. Strategi Pendidikan Karakter adalah menyelingkan pendidikan nilai
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia melihat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Tilaar, H.A.R, 2008 Kebijakan Pendidikan Hal. 51) pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun
1. Sudut orang dewasa susila: “Pendidikan adalah bantuan, pengaruh orang dewasa susila kepada orang belum dewasa susila tertuju ke pendewasaan diri orang belum dewasa susila”.
2. Sudut orang belum dewasa susila: “Pendidikan adalah penggunaan bantuan dari orang dewasa susila oleh belum dewasa susila demi pendewasan dirinya” 3. Sudut interaksi keduanya : “Pendidikan adalah kegiatan interaksi orang
dewasa susila dan orang belum dewasa susila demi pendewasaan orang yang belum dewasa susila
Ki Hadjar Dewantara juga membedakan antara sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia merdeka itu adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani berpikir sendiri atau memakai istilah Kant, sapere aude (Muhammad Nur Wangid, 135 Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep dan Praktik Pendidikan ). Dalam arti luas maksud
individu juga memiliki hak yang sama seperti dirinya yang juga berhak menuntut kemerdekaannya.
Dalam masyarakat, pimpinan kebijaksanaan dengan laku ‘Tutwuri Handayani. ‘Among’ (mengemong) berarti memberi kebebasan kepada anak didik dan guru akan bertindak bila tindakan anak didik membahayakan keselamatan dirinya. Dalam keadaan biasa pimpinan harus tegas, anak didik harus tunduk pada pimpinan yang berlaku, kedudukan pimpinan diatas peraturan yang berlaku. Sistem ‘among’ adalah cara pendidikan yang dilakukan Tamansiswa yaitu mewajibkan para pamong agar mengikuti dan mementingkan kodrat pribadi anak didik dengan tidak melupakan pengaruh-pengaruh yang melingkunginya (hand out Taman Siswa).
Metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “Educatethe head, the heart, and the hand”.
menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.)
Oleh karena itu boleh dapat disimpulkan bahwa sistem ‘among’ adalah suatu sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua asas yaitu:
a. Kodrat alam, sebagai syarat mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
b. Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir-batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat.
Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan berlangsung dalam tiga lingkungan yang disebut “Tri pusat Pendidikan” yaitu:
1. Lingkungan keluarga: terutama mengenai budi pekerti, keagamaan dan kemasyarakatan secara informal.
2. Lingkungan sekolah: mengenai ilmu pengetahuan, kecerdasan dan pengembangan budi pekerti secara formal.
3. Lingkungan masyarakat: pengembangan keterampilan, latihan kecakapan, dan pengembangan bakat secara non formal. (hand out
Tamansiswa)
2.2 Peran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberdayaan masyarakat pinggiran
Menurut Horton dan Hunt, peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. (Janah, Lailia Fatkul. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia:
dapat diprediksi, dan bahwa perilaku individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya.
Dalam penelitian ini, untuk mencapai tujuannya sebagai agen sosial, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa melakukan pendekatan bertahap untuk menarik simpati masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat yang sedang mereka bentuk melalui peran- peran sosial yang dapat membuka diri masyarakat ataupun kepercayaan masyarakat terhadap pemberdayaan yang mereka lakukan. Sehingga peran yang mereka lakukan mampu membendung resistensi masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap peran- peran lembaga apapun yang bertujuan untuk menolong kehidupan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan
.
2.3 Tahap Perkembangan Anak oleh Herbert Mead
Mead sangat tertarik pada asal- usul diri. Ia melihat percakapan isyarat sebagai latar belakang bagi diri, tetapi hal itu tidak menyangkut diri, karena dalam percakapan semacam itu orang tidak menempatkan dirinya sebagai objek. Mead menurut asal- usul diri melalui dua tahap dalam perkembangan masa kanak- kanak.
1. Tahap Bermain ( Play Stage )
dan mempunyai stimuli untuk menjawab Indian”. Akibat dari permainan ini, sang anak menjadi subjek dan objek dan mulai mampu membangun diri. Tetapi, itu adalah diri terbatas karena anak hanya dapat mengambil peran orang lain yang berbeda dan terpisah. Di dalam tahap ini mereka belum memahami pengertian yang lebih umum dan terorganisir mengenai diri mereka sendiri.
2. Tahap Permainan ( Game Stage )
Ini diperlukan agar manusia dapat mengembangkan diri menurut makna istilah itu sepenuhnya. Dalam tahap ini anak harus mengambil peran orang lain manapun yang terlibat dalam permainan. Lebih lanjut, peran yang berlainan ini harus mempunyai hubungan nyata satu sama- lain. Dengan kata lain, dalam permainan ini anak telah berani mengambil peran, mereka berani bersaing dan terlibat dalam suatu permainan.
3. Generalized Other
Dalam penelitian Guru harus benar- benar memahani kehidupan anak. Sehingga peran guru sebagai pendidik karakter dapat terpenuhi dengan baik. Oleh sebab itu guru harus memahami tahap perkembangan anak didiknya. Sudahkah mereka benar- benar melewati ketiga tahap ini dengan baik. Sehingga pendidikan karakter yang diajarkan dan diterapkan dapat berjalan dengan seimbang. Tidak sekedar berlangsung di dalam lingkungan sekolah saja tetapi juga lingkungan di luar sekolah.
2. 4 Pendidikan Nilai atau Karakter
Tujuan pendidikan adalah pembentukan sikap ataupun tingkah laku seseorang. Pemikir seperti Smith ( 1996) dan Spranger (1928) menyebutkan bahwa nilai- nilai mewarnai sikap dan tindakan individu. Di samping itu, nilai juga erat kaitannya dengan perhatian akan hidup serta kebudayaan, karena sistem ini merupakan kumpulan dari nilai- nilai kebudayaan. Oleh sebab itu, pendidikan harus membantu peserta didik untuk mengalami nilai- nilai dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup mereka.
ditempuh agar pendidikan nilai berdaya guna, yaitu:
1. Para pendidik terlebih dahulu harus tahu dan jelas dengan akal budinya
memahami dengan hatinya nilai- nilai apa saja yang akan diajarkan ( entah yang tersembunyi di balik setiap bidang studi atau nilai-nilai kemanusian lainnya). 2. Para pendidik mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik
dengan sentuhan hati dan perasaan, melalui contoh-contoh konkret dan sedapat mungkin teladan si pendidik sehingga peserta didik dapat melihat dengan mata kepala sendiri alangkah baiknya nilai itu. Metode yang dapat ditempuh misalnya Problem solving, metode VCT ( Value Clarification Technique), dan lain-lain.
3. Langkah selanjutnya adalah membantu peserta didik untuk menginternalisasikan
nilai-nilai tersebut tidak hanya dalam akal budinya, tetapi terutama dalam hati sanubari si peserta didik sehingga nilai-nilai yang dipahaminya menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Dalam tahap ini diharapkan peserta didik merasa memiliki dan menjadikan nilai tersebut sebagai sifat dan sikap hidupnya.
4. Peserta didik yang telah memiliki sifat-sifat atau sikap hidup sesuai dengan
nilai-nilai tersebut didorong dan dibantu untuk mewujudkan atau mengungkapkannya dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
bukanlah soal yang mudah bagi para pendidik. Namun, tanpa member teladan tidak ada gunanya mengajarkan nilai-nilai pada peserta didik. (Koesoema,2009:78-79)
2.4 Desentralisasi pendidikan
Memasuki pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi, kewenangan pemerintah pusat dalam mengurus dan mengatur tugas pemerintahan telah mengalami perubahan. Pemerintah pusat tidak lagi bersifat sentralis, tidak sedikit urusan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah. Urusan pemerintah yang didelegasikan kepada pemerintah Kabupaten/ Kota termasuk bidang pendidikan, yang sebelum diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan diamendemen UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah pusat sebagai perencana dan sekaligus pelaksana semua urusan dan kegiatan di seluruh wilayah negara. Berbeda dengan sebelum diberlakukannya Undang- Undang ini, di mana kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan tidak ada sama sekali.
terbatas dengan dukungan sumber pembiayaan terbatas pula. Sementara itu peranan Daerah Provinsi sebagai daerah otonom maupun sebagai wilayah administrasi lebih terbatas dengan perimbangan sumber keuangan lebih sedikit.
Dalam situasi demikian, baik dari segi kewenangan maupun sumber pembiayaan di bidang pendidikan dan kebudayaan, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya. Ini perlu disadari karena semua masyarakat berharap dengan otonomi daerah layanan di bidang pendidikan khususnya dapat lebih memenuhi kebutuhan, lebih cepat, lebih efektif dan efisien, serta lebih menegakkan aparat yang bersih dan berwibawa.
Desentralisasi pendidikan merupakan upaya memindahkan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan yang semuala terpusat ( sentralistik ) menjadi pendidikan yang berbasis kepentingan daerah atau masyrakat. Titik berat pelaksanaan desentralisasi pendidikan adalah lebih mengutamakan pada peningkatan peran dan partisipasi daerah termasuk masyarakat dalam rangka terselenggaranya pendidikan seperti apa yang diinginkan untuk dilaksanakan di daerah. Sehingga desentralisasi pendidikan menghasilkan otonomi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek peneliti. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati (Moelong, 2006; 6). Maka dalam hal ini peneliti akan menggambarkan tentang Strategi Model pendidikan character building dalam proses pendidikan masyarakat pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa.
3.2 Lokasi Penelitian
3.3 Unit Analisis Dan Informan 3.3.1 Unit Analisis
Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian social adalah menggunakan apa yang disebut “Unit of Analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status social, dan tingkat pengahsilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, social, artefak (Dnandjaja, 2005:31). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah Guru,
Kepala sekolah, Pemilik Yayasan, siswa, dan orangtua siswa. 3.3.2 Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah Pemilik Yayasan, Guru, dan Kepala Sekolah Yayasan Peduli Karakter Bangsa, siswa, dan orangtua siswa yang memperoleh dampak dari pendidikan karakter yang diberikan Yayasan Peduli Karakter Bangsa.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.4.1. Data Primer
pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:
3.4.1.1. Wawancara
Wawancara disebut juga metode interview. Metode wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. (Burhan, Bungin, 2007:108) Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview). Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti akan mengadakan pertemuan yang berulang kali secara langsung dngan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang inovasi pendidikan yang ditawarkan Yayasan Peduli Karakter Bangsa, sehingga kontributif dengan keadaan masyarakat pinggiran dan apa yang melatar- belakangi Yayasan Peduli Karakter Bangsa mendirikan Sekolah bagi masyarakat pinggiran dengan mengadopsi daerah Pabrik Tenun yang ada di kota medan.
Observasi Partisipan adalah engumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan onjek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul- betul menyelami kehidupan objek pengamtan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya yang diteliti (Bungin,2008). Data yang diperoleh dari observasi ini terdiri dari rincian tentang model pendidikan karakter yang dilakukan, bagaimana cara penerapan pendidikan karakter bagi anak pinggiran dan bagaimana hasil pendidikan karakter yang dilakukan terhadap perilaku anak. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan. 3.4.2. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literatur diantaranya adalah : buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan, membantu member keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding. ( Bungin, 2001:129).
3.5 Interpretasi Data
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
3.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini terutama disebabkan kerena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah.
BAB IV
PROFIL LEMBAGA DAN PROFIL INFORMAN
4. 1 Profil Lembaga
4.1.1 Yayasan Peduli Karakter Bangsa
Yayasan Peduli Karakter Bangsa adalah sebuah yayasan yang didirikan karena dilatarbelakangi oleh krisis yang melanda bangsa Indonesia tahun 1997, yang telah mengakibatkan penderitaan di masyarakat diantaranya kehilangan pekerjaan, anak-anak putus sekolah, kesehatan yang semakin memburuk. Melihat keadaan yang memprihatinkan di berbagai kota medan. Di dorong oleh tanggung jawab sebagai warga Negara Indonesia untuk turut serta dalam rangka memulihkan keadaan bangsa, maka dimulai dari mengadakan pelayanan kerohanian, pendidikan dan kesehatan di berbagai tempat yang ada di kota Medan.
Namun karena melihat pelayanan tersebut dalam membangun dan menyalurkan bantuan ke masyarakat, membutuhkan wadah formal untuk memudahkan pelayanan dan kerjasama dengan Lembaga dan Struktur Masyarakat, maka dibentuklah Yayasan Peduli Karakter Bangsa, yang bergerak dibidang sosial kemanusiaan tanpa membedakan suku, ras dan agama. Dengan struktur kepengurusan:
Ketua : Soramuli M. Tarigan.SE
Sekretaris : Hotmaida Sinaga, Amd Farmasi Bendahara : Tiurmawati Damanik
Dan Badan Hukum :
Belgiana T.Y. Hutapea, SH, Sp.N Natoris
Jl. Pabrik Padi No 12 ( Sekip ) Telp (061) 4149148 Nomor Akta : 27
Tanggal : 18 Agustus 2006 NPWP : 01.974.729.4-121.000
Adapun yang menjadi tujuan atau MOTTO dari Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini adalah: “Membangun Karakter Mempersiapkan Generasi” Dengan Visi dan Misi “Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru”
Adapun aktifitas yang telah dan sedang dikerjakan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa hingga saat ini adalah
2. Mobile Clinic. Program ini bertujuan untuk menolong masyarakat pra sejahtera melalui pengobatan keliling yang dilakukan secara berkala. Hingga saat ini sudah 5 ( lima )daerah yang dilayani melalui pengobatan gratis. 3. Prolife, yang diprogramkan khusus untuk melayani wanita yang hamil diluar
nikah, program ini berjalan sejak tahun 2002.
Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih pendidikan bagi masyarakat miskin atau masyarakat pinggiran yang berdomisili di daerah rel kereta api Medan Skip Sumatera. Dengan mendirikan sebuah sekolah Talita Kum tepatnya di jalan Pabrik Tenun Gang Cikditiro nomor 16. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih masyrakat pinggiran dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan masyarakat miskin terutama di daerah medan. Dengan mengadopsi daerah pabrik tenun yang jika dilihat dari data statistik merupakan salah satu daerah yang banyak dihuni oleh masyarakat yang kurang mampu di kota Medan.
Mengangkat Character Building ( pembangunan karakter) sebagai sebuah sebuah visi yang harus dicapai dalam pemberdayaan masyarakat khususnya bagian pendidikan. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memilih pendidikan character building ( pembangunan Karakter ) karena mereka melihat pentingnya pendidikan karakter
Peduli Karakter Bangsa memaksudkan pendidikan character building ( pembangunan karakter) sebagai salah satu situasi dimana subyek di didik dalam artian positif, mencoba mengafeksi berbagai tindakan moral, struktur kognitif, nilai, dan emosi pihak lain melalui wacana.
Bekerjasama dengan compassion yang merupakan sebuah organisasi yang memusatkan nilai yang menjunjung tinggi Integritas (Integrity), melakukan yang terbaik (Excellent), penatalayanan (Stewardship), dan harga diri (Dignity).
Compassion berdiri sebagai pembela anak untuk membebaskan mareka dari kemiskinan rohani, ekonomi, sosial, dan jasmani serta memampukan mereka menjadi orang – orang yang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab. Didorong bekerja dengan sikap yang didasarkan pada Nilai- nilai inti ( Core Values ) seperti yang tertulis di atas. Dimana compassion akan menunjukkan teladan yang terbaik dalam pelayanan yang luas bagi anak yang berada dalam kemiskinan. Compassion akan menolong anak yang paling membutuhkan yang dapat dijangkau pada usia muda dan mengakhirinya dengan baik.
4.1.2 Latar Belakang Berdirinya Sekolah Talitakum oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa
Cikditiro 16 Medan Skip keluran Sei Putih, tidak jauh dari daerah rel kereta api pabrik tenun yang sudah menjadi pusat pelayanan masyarakat sebelumnya tepatnya di jalan Danau Sipinggan Medan Skip. Memilih daerah yang tidak jauh dari daerah rel kereta api Pabrik Tenun, dikarenakan fokus pelayanan masyarakat yang sedang dilangsungkan adalah masyarakat pinggiran yang ada di daerah rel kereta api Pabrik Tenun, dengan status sosial kurang mampu dan rata- rata bekerja sebagai pemulung dan tukang becak. Juga agar murid- murid tidak terlalu jauh untuk bersekolah, dan mereka bisa dengan cepat memantau perkembangan anak di luar sekolah. Sekaligus melakukan pelayanan masyarakat lainnya untuk bisa membantu keluarga yang kurang mampu secara ekonomi terutama orangtua siswa- siswi yang bersekolah di Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Ibu Sora menjual mobilnya untuk bisa membeli tempat itu dan mengagunkan surat tanahnya di Bank Panin yang sampai saat ini masih berjalan angsurannya, untuk bisa memulai pembangunan sekolah dasar buat anak- anak yang tidak mampu. Selama 3 (Tiga) tahun menunggu Sekolah Yayasan Kristen Talita Kum berdiri, akhirnya Sekolah Talitakum berdiri pada tahun 2007 dengan dimulai pada anak- anak usia 4-6 tahun untuk disekolahkan di taman kanak- kanak .
4.1.3 Sruktur Organisasi Yayasan Peduli Karakter Bangsa
Sama halnya dengan Yayasan Peduli Karakter Bangsa, agar sah secara hukum maka Yayasan ini harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Oleh karena itu kita dapat melihat bagaimana struktur kepemimpinan ataupun struktur organisasi Yayasan peduli Karakter Bangsa adalah sebagai berikut;
4.1.4 Sarana dan Prasarana Yayasan Pedili Karakter bangsa
Sarana dan Prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian suatu
didukung sarana dan prasarana yang baik dan memadai, maka tujuan dari perencanaan dalam
suatu program atau kegiatan kemasyarakatan akan sulit tercapai. Untuk mendukung tugas
pelayan kepadsa masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka
Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang terletak di jalan Pabrik Tenun, Gg. Cikditiro Medan
mendirikan gedung sekolah yang diberikan nama Yayasan Kristen Talitakum untuk Sekolah
Dasar (SD) dan Taman Kanak- kanak (TK). Tersedia berbagai sarana dan prasarana seperti
ruangan kelas sebanyak 8 kelas, aula, lapangan olahraga, perpustakaan, kantor guru, ruang
administrasi, kantor PPA (Pusat Pengembangan anak), kantin, dapur, kamar mandi, ruang
kesehatan.
4.2 Karakteristik Informan
Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya elemen yang sangat penting dalam pengumpulan data, yang pastinya menjadi kunci utama dalam penulisan laporan penelitian ini. Penetapan di dalam pengambilan informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi akurat dan terjamin secara valid. Informan yang diambil oleh peneliti sebanya 9 orang. 1 orang diantaranya pendiri Yayasan Peduli Karakter Bangsa, 3 orang lagi menjabat sebagai Kepala sekolah dan staff pengajar, dan 3 orang lagi mewakili masyarakat yang bergabung dalam pendidikan yang ditawarkan Yayasan peduli Karakter Bangsa, dan 2 siswa yang belajar di Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Oleh karena itu, berikut ini adalah karakteristik dan profil informan.
4.2.1 Profil Informan
Ibu sora Tarigan adalah ketua Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang berada di Jl.Surau Gg. Cikditiro No. 16, Pabrik Tenun, sekaligus Penatua Gereja Kristen Baithani Blessing Comunity yang berada di jalan Setia Budi No. 170 bersama suami yang bernama bapak Ir. Hezron Purba. Sekarang ibu Sora berumur 47 dan beragama Kristen. Ibu Sora berasal dari suku Batak Karo dan telah cukup lama tinggal di kota medan. Dikaruniai 3 orang anak, 1 perempuan kelas 2 SMA dan 2 orang laki- laking masing- masing masih duduk di kelas 1 SMP dan 3 SMP. Ibu Sora Tarigan menyelesaikan pendidikan S-1 dengan gelar Sarjana Ekonomi.
Ibu Sora terpilih sebagai informan karena Ibu Sora adalah pendirikan Yayasan Peduli Karakter Bangsa pada tahun 2005 dengan menjadikan pendidikan sebagai aspek yang sangat perlu diperhatikan terkhususnya bagi masyarakat miskin yang ada di kota Medan. Pendidikan dianggap Ibu Sora sangat penting untuk diperhatikan, dengan mengangkat ungkapan Dirjen Pendidikan Tinggi, Sastro Soemantri Brodjonegoro pernah mengatakan bahwa :
“kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh penguasaan dan kuatnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pendidikan mampu mengubah cara berpikir seseorang, semakin tinggi pendidikan kemungkinan besar cara berpikirnya juga semakin baik”.
temukan orang pintar namun tidak memiliki karakter yang benar. Untuk itu sangat dibutuhkan sistem pendidikan yang benar-benar dirancang untuk mencapai tujuan yang dinginkan yakni menghasilkan generasi yang berkarakter dan cerdas”. Didasarkan pada data yang ada pada Harian Sinar Indonesia Baru pernah memuat berita dengan headline:
“84 % Anak 4 – 6 Tahun Belum Dapat Layanan Pendidikan”. Keadaan ini sebagian besar berasal dari keluarga pra sejahtera. Disamping orang tuanya yang mungkin kurang antusias untuk
menyekolahkan anaknya, hal ini juga disebabkan oleh biaya pendidikan anak pra sekolah yang sangat tinggi. Situasi seperti ini
benar-benar sangat memprihatinkan, padahal menurut para ahli psikologi masa usia dini merupakan usia emas dimana kemampuan intelektual, emosional dan spritual manusia sangat cepat berkembang bila dirangsang dan dilatih dengan baik.”
yang diselingkan di dalam setiap pelajaran. Ibu sora mengatakan bahwa bangsa kita tidak kekurangan orang pintar tetapi orang berkarakter. Sudah banyak orang pintar di Indonesia tetapi mereka menggunakan kepintaran mereka untuk kepentingan diri mereka sendiri, bahkan sampai merugikan banyak orang. Oleh karena itu Ibu sora berpikir bahwa sangat perlu untuk mengajarkan anak tentang karakter sejak mereka kecil, agar mereka mengerti. Apalagi anak-anak pra-sejahtera ini berasal dari keluarga yang memang tidak banyak mengajarkan tentang nilai-nilai dan aturan. Sehingga mereka menjadi anak-anak yang kasar, liar, dan tidak ada aturan. Padahal setiap mereka jika dibina dengan baik dan digali potensinya, mereka memiliki kemampuan dan potensi yang sama dengan anak-anak yang ada diluar mereka.
2. Ibu Hotmaida Sinaga ( Sekretaris/ koordinator/ Guru Talita Kum ) Ibu Hotmaida adalah sekretaris, merangkap juga sebagai koordinator dan guru di sekolah Talita Kum. Ibu Hotmaida Sinaga berusia 31 tahun ( belum menikah ) beragama Kristen Protestan dan berasal dari suku Batak, tinggal di jalan Pembangunan Gg. Rukun No.23. Latar belakang pendidikan Ibu Hotmaida sebagai D-3 ( Diploma 3) Farmasi Sari Mutiara, dan sekarang sedang menyelesaikan Strata satu ( S-1 ) di Universitas Prima Indonesia. Ibu Hotmaida melakukan pelayanan masyarakat bersama Talita Kum sejak dia masih duduk di bangku kuliah. Sejak awal pelayanan masyarakat dirintis Ibu Hotmaida sudah terlibat, kurang lebih 12 tahun.
Hotmaida juga sangat ingin mengaplikasikan ilmunya untuk membantu masyarakat pinggiran dalam aspek kesehatan. Ibu Hotmaida mengatakan bahwa kehidupan masyarakat sangat memprihatinkan dan sangat perlu kita perhatikan. Mereka membutuhkan uluran tangan yang nyata untuk menolong mereka keluar dari kemiskinan, dan jalan satu- satunya adalah pendidikan lewat anak- anak mereka. Kami melakukan pelayanan fokus di bidang pendidikan terutama dari anak- anak, dikarenakan anak- anak adalah generasi penerus nantinya dan kami ingin anak- anak yang berasal dari masyarakat pinggiran juga berpikir bahwa mereka sama dengan anak- anak yang lain. Mereka memiliki peluang dan kesempatan yang sama, jika mereka mau diajar dan di didik terutama masalah karakter.
3. Ibu Tince Natalia ( Kepala Sekolah SD )
diperdulikan supaya bisa berguna bagi diri mereka sendiri dan orang tua mereka.
Walaupun awal menjadi seorang pendidik Ibu Tince merasa kesulitan, dikarenakan anak-anak pra-sejahtera atau anak-anak pinggiran ini sangat berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dalam lingkungan yang baik. Anak-anak pinggiran sangat jorok dan itu sering sekali menimbulkan rasa jijik pada Ibu Tince. Selain itu sikap dan karakter anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu ini sangat susah diatur, dan kasar. Ditambah lagi respon atau kerjasama dari orangtua yang sama sekali tidak ada dengan pihak sekolah, membuat Ibu Tince sangat kesulitan dalam menangani sikap atau karakter para anak didiknya.
Tetapi dikarenakan Visi dan Misi yang dimiliki oleh Ibu Tince secara Pribadi yaitu, ingin menjadikan anak-anak yang tidak mampu mengecap dunia pendidikan dan diperdulikan supaya bisa berguna bagi diri mereka sendiri dan orang tua mereka, membuat Ibu Tince semangat dalam mndidik anak-anak pra-sejahtera ini. Selain itu Ibu Tince juga ingin membuktikan kepada masyarakat luas. Bahwa tidak selamanya anak-anak yang berasal dari masyarakat kumuh itu bodoh atau tidak memiliki potensi. Mereka sama dengan anak-anak lain yang ada diluar lingkungan mereka saja, hanya saja kesempatan saja yang berbeda. Untuk mengatasi kesulitan tersebut Ibu Tince mencoba melakukan beberapa usaha untuk mengatasinya.
karakter yang benar ( tidak lagi berkata sia-sia atau bahasa kotor ), anak-anak didiknya juga sudah lebiih tau tentang kebersihan , intelektual semakin maju, lebih mandiri, dan secara spiritual juga terbangun. Dari anak didiknya juga sudah terlihat rasa percaya diri, satu sama lain saling terbuka dan saling berbagi lewat wadah interaksi kelompok yang dibuat oleh Ibu Tince.
4. Ibu Erni Hutajulu ( Kepala Sekolah TK dan Guru Bahasa Indonesia ) Ibu Erni Hutajulu adalah kepala sekolah TK sekaligus pengajar untuk SD Talitakum yang didirikan oleh YPKB untuk mendukung pendidikan bagi anak-anak pra-sejahtera. Ibu Erni berusia 37 tahun berasal dari suku Batak dan beralamat di Jl. Perwira 2 No.69. Ibu Erni pada dasarnya tdak memiliki hati atau minat dalam mendidik anak-anak. Tetapi ketika melihat keadaan anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam membiayai mereka di bidang pendidikan, Ibu Erni pun mulai membangun visi secara pribadi yaitu “ membangun sebuah generasi yang berintelektual, terutama bagi anak-anak yang berasal dari masyarakat kumuh.
lingkungan sosial anak, membentuk pribadi yang liar, kasar, dan tidak tau aturan bagi si anak.
Ibu Erni juga menyayangkan peran pemerintah yang kurang di implementasikan bagi kesejahteraan pendidikan anak-anak pra-sejahtera. Sudah hampir 5 tahun Yayasan Peduli karakter Bangsa berdiri, tetapi peran pemerintah baru terlihat hanya 2 kali. Itupun hanya dalam bentuk imunisasi bagi anak-anak yang ada disekolah Talitakum. Selanjutnya sampai saat ini belum ada bantuan langsung yang secara signifikan ataupun sustainable dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung program kerja Yayasan Peduli Karakter Bangsa, dalam mendidik anak-anak yang kurang mampu.
Pemerintah justru sangat sibuk dengan berbagai hal yang dapat menghasilkan devisa bagi Negara tetapi tidak memikirkan bagaimana kesejahteraan masyarakatnya dikarenakan pendidikan yang sangat rendah. Kalaupun pemerintah mencanangkan anggaran buat pendidikan, tetapi justru yang menikmati sekolah-sekolah yang masih mampu.
tentang tujuan yang harus mereka capai lewat motivasi-motivasi yang dapat membangun karakter yang benar dalam diri anak misalnya; masalah percaya diri.
5. Ibu Desi Natalia Sembiring ( Guru Bahasa Inggris )
Ibu Desi Natalia adalah salah seorang pengajar atau guru di Sekolah Talitakum. Ibu desi berusia 26 tahun tamatan Strata-1 sastra Inggris Universitas Medan. Ibu desi berasal dari Karo, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Amaluhur No.25 Medan. Ibu Desi terlibat di dalam Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini dikarenakan sejak dulu Ibu Desi suka meneliti kehidupan orang miskin dan suka berhubungan dengan masyarakat yang ada di daerah kumuh. Memiliki sebuah kesempatan untuk bisa menjadi pengajar di Sekolah Talitakum, yang memang mendidik anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu memiliki tantangan pribadi bagi Ibu Desi.
pembelajaran yang aplikatif sehingga tidak hanya berdampak bagi intelektual mereka, tetapi juga sikap dan kepribadian mereka ( karakter).
Selain itu sering sekali bobot kurikulum yang harus diikuti tidak sesuai dengan waktu dalam artinya kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah terlalu tinggi dan berat. Sementara daya tangkap anak-anak yang berasal dari masyrakat kumuh tidak sama dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang memiliki didiplin hidup lebih baik. kurikulum yang diberikan terlalu berat untuk diikuti oleh anak-anak pra-sejahtera. Sementara sekolah harus mengikuti sistem pendidikan yang sudah diatur oleh Negara, sebagai lembaga yang sah secara hukum
Untuk mengatasi hal tersebut di dalam mengajar Ibu Desi mengambil point-point penting saja dari topik pelajaran yang akan diajarkan dan membuatnya sederhana supaya dapat diterima dengan mudah oleh anak didiknya. Dan memotivasi anak dengan mengatakan mereka mampu walaupun mereka harus mencoba beribu kali. Dan untuk mengatasi sikap kasar dan tidak bisa diatur dari anak, Ibu Desi memberi ilustrasi atau contoh sebuah kisah yang mampu member nilai-nilai yang bisa dibawa si anak kemanapun dia pergi.
6. Juliani Tarigan ( Orangtua Murid/ Penjaga Sekolah )
bertempat tinggal di Jl. Pabrik Tenun No.16 Gg. Cikditiro Medan. Ibu Juliani Tarigan terlibat di dalam Yayasan Peduli Karakter Bangsa ini dikarenakan waktu itu ibu Juliani tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya yang pada saat itu masih berusia 5 tahun. Sementara suami ibu Juliani Tarigan pergi mencari nafkah ke luar daerah dan tidak memberi kabar sampai saat ini. Yayasan Peduli Karakter Bangsa memberikan tempat tinggal dibelakang sekolah, dan memberi tanggungjawab kepada ibu Juliani Tarigan untuk menjaga sekolah dan kantin. Ibu Juliani Tarigan merasa sangat terbantu, ditambah lagi anaknya bisa bersekolah di sekolah yang didirikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa dengan biaya yang sangat murah.
Ibu Juliani sangat tau bahwa mendidik anak tanpa peran seorang ayah sangatlah berat. Tidak hanya memikirkan masalah ekonomi saja, tetapi juga bagaimana mengantikan peran ayah buat anaknya laki- laki yang butuh sosok kepemimpinan. Tetapi sejak anaknya mengecap pendidikan di Yayasan Peduli Karakter Bangsa, Ibu Juliani merasa banyak kemudahan. Karena sekolah banyak mendidik anaknya menjadi pemimpin yang berkarakter dari hal- hal kecil tanpa harus memandang latarbelakang siapa kamu. Memberikan kata- kata motivasi buat anaknya untuk maju dan menjadi sepeti apa yang dia impikan tanpa lepas dari pribadi yang tetap empati terhadap orang- orang yang disekelilingnya.
7. Rosanna Pandiangan ( Orangtua Murid )
8. Rukia Regar ( Orangtua Murid )
Ibu Rukia Regar adalah salah satu orangtua murid yang bernama Estetika ( 5SD). Ibu Rukia Regar berusia 45 tahun, pendidikan terakhir Rukia Regar adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). Ibu Rukia berasal dari suku batak Toba, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Pabrik Tenun No.27 Gg. Bersama, Medan. Ibu Rukia memiliki 4 orang anak. Anak yang pertama laki- laki berusia 16 tahun bernama Daniel (2 SMA), anak kedua perempuan berusia 15 tahun bernama Uli Artha (1 SMA), anak ketiga perempuan bernama Margaretha berusia 14 Tahun ( 2SMP ), dan yang terakhir bernama Estetika berusia 10 tahun sekarang sedang bersekolah di TALITA KUM kelas 5 SD. Ibu Rukia bekerja sebagai Cleaning Servis dan pengurus makanan bagi anak- anak di sekolah TALITA KUM. Suami Ibu Rukia bernama Halomoan Sinaga berusia 48 tahun, bekerja sebagai supir angkot.
disampaikan di depan umum. Tetapi ibu Rukia juga mendapatkan pembinaan dari guru- guru Talita Kum untuk ikut berperan dalam pendidikan anak dan pertumbuhan karakter anak dalam kehidupan sehari- hari.
Selain itu dalam mendidik anak- anaknya yang sedang beranjak dewasa Ibu Rukia sangan banyak terbantu lewat penyuluhan- penyuluhan ataupun seminar yang sering diadakan oleh yayasan. Pembinaan rohani yang sering di ikuti juga banyak membantunya dalam merubah emosionalnya, krtika menghadapi situasi- situasi yang sering memaksanya bertindak di luar control dan akhirnya banyak melukai orang disekelilingnya dan tidak menjadi berkat buat anak- anaknya.
9. Gaslen Rajagukguk (orangtua murid)
tahun (3 SD ) bersekolah di TALITA KUM juga. Bapak Gaslen Rajagukguk bekerja sebagai supir angkot. Istri Bapak Gaslen Rajaguguk bernama Ningsih Sinaga berusia 45 tahun, bekerja sebagai Ibu rumah tangga.
Bapak Gaslen rajaguguk mengatakan dia sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberian sekolah murah kepada masyarakat yang kurang mampu. Selama ini Bapak Gaslen sangat susah dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari ditambah lagi biaya pendidikan yang sangat tinggi. Keinginan Bapak Gaslen untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin sangat besar, oleh karena itu walaupun dia bekerja hanya sebagai supir angkot dengan pendapatan yang sangat terbatas dia tetap mengutamakan pendidikan anaknya.
Beliau juga merasa sangat diberkati dengan banyaknya pelayanan yang dilakukan oleh yayasan dalam mebantu kehidupan keluarganya. Mereka tidak hanya mendapat bantuan secara dana tetapi juga secara spiritual, karena yayasan tidak pernah lupa memberikan motivasi- motivasi kepada keluarganya dalam berbagai bentuk acara yang sering diadakan. Sehingga keluarganya lebih rukun walaupun keadaan ekonomi yang sulit sering menjadi masalah dalam keluarga.
10. Dimaren Hutagaol (orangtua murid)
beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Kuali No.83, Medan. Bapak Dimaren Hutagaol memiliki 7 orang anak. Bapak Dimaren Hutagaol bekerja sebagai tukang becak dan istrinya yang bernama Ibu Tioida ( 45 tahun) Sidabutar bekerja sebagai tukang cuci. Bapak Dimaren Hutagaol mengatakan dia sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa dalam pemberian sekolah murah kepada masyarakat yang kurang mampu. Dengan jumlah anak yang banyak dan pekerjaan yang sangat tidak cukup memenuhi kebutuhan secara penuh, Bapak Dimaren Hutagaol merasa sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Dia sangat berharap bahwa anak- anaknmya nanti tidak merasakan susahnya kehidupan yang dia rasakan saat ini. Walaupun sebanrnya secara kebutuhan Bapak Dimaren Hutagaol lebih membutuhkan bantuan secara finansial ataupun usaha. Tetapi dia juga bersyukur, setidaknya biaya sekolah yang murah mengurangi bebannya. Kerohanian keluarganya juga banyak terbantu dikarenakan guru sering rutin datang kerumah melakukan kunjungan dan berdoa untuk keluargsa beliau.
11. Juliana Manalu ( orangtua murid )
bernama mariana Ginting (2 SD), anak kedua perempuan berusia 6 tahun bernama Mariani Ginting (2 SD), anak ketiga perempuan bernama Ruth Helina berusia 5 Tahun ( TK Besar ), dan yang terakhir bernama Grace Ginting berusia 4 tahun ( TK Kecil) keempatnya bersekolah di Talita Kum dan anak yang kelima dan keenam masi berumur 3 tahun bernama Jena dan Jeni Ginting. Ibu Juliana Manalu bekerja tukang cuci dan tukang gosok ( pembantu rumah tangga) untuk bebrapa rumah. Suami Ibu Juliana Manalu bernama Pohan Ginting berusia 35 tahun, bekerja sebagai penarik becak.
Ibu Juliana Manalu terlibat dalam pelayanan Yayasan Peduli Karakter Bangsa pada waktu dilakukan perekrutan dengan mendatangi rumah ke rumah. Ibu Juliana Manalu merasa sangat terbantu dengan kehadiran Yayasan peduli Karakter Bangsa. Dengan jumlah anak yang banyak dan pekerjaan yang sama sekali tidak bisa mencukupi biaya pendidikan, Ibu Juliana Manalu merasa sangat tertolong. Dia bisa bisa mencicil biaya sekolah anaknya tanpa harus takut anaknya berhenti sekolah hanya karena biaya pendidikan yang sangat mahal. Karakter anaknya juga sudah dibina sejak usia mereka masih dini, sehingga beliau merasa beban dikarenakan waktu untuk mendidik anak yang kurang dan situasi lingkungan yang kurang sehat untuk pertumbuhan anak bukan lagi menjadi maslah yang dikhawatirkan terlalu besar.
12. Jhon H purba ( orangtua murid )
tahun, pendidikan terakhir Bapak Jhon H Purba adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). Bapak Jhon H Purba berasal dari suku batak simalungun, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl Pengayoman No.21 depan Danau Poso Medan. Bapak Jhon H Purba memiliki 2 orang anak. Bapak Jhon H Purba bekerja sebagai tukang bengkel dan istrinya yang bernama Ibu Rosnauli Damanik ( 29 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga.
13. Mondang Saragih ( orangtua murid )
Ibu Mondang Saragih adalah salah satu orangtua murid bernama Vincen Sius Fianata Girsang kelas 3 SD . Ibu Mondang Saragih berusia 36 tahun, pendidikan terakhir Ibu Juliana manalu adalah SMA ( Sekolah Menengah Atas). Ibu Mondang Saragih berasal dari suku batak simalungun, beragama Kristen dan bertempat tinggal di Jl. Surau No. 31 B Medan. Ibu Mondang Saragih memiliki 3 orang anak. Anak yang pertama perempuan berusia 15 tahun bernama Cristella Elma Yunita Girsang ( 3 SMP) bersekolah di SMP Negeri 19 Medan, anak kedua perempuan berusia 10 tahun bernama Erika Girsang (5 SD) bersekolah di CendRA Mata, , anak ketiga perempuan bernama Vincen Sius Fianta Girsang 8 Tahun ( 3 SD ) bersekolah di Talita Kum. Ibu Mondang Saragih bekerja sebagai pedagang kaporit . Suami Ibu Mondang Saragih bernama Jon Saud Girsang berusia 40 tahun, bekerja sebagai tukang sablon.
hanya mengikuti komsel dan PPA. Beliau mengatakan bersyukur untuk kehadiran Yayasan Peduli Karakter Bangsa, dikarenakan masih ada orang yang mau member hidup mereka untuk menolong mereka yang kurang mampu. Beliau juga mengatakan bahwa kegiatan- kegiatan rohani yang sering dilakukan sangat memberkati mereka dalam banyak hal. Terutama dalam memahami kehidupan dari sudut pandang Tuhan sebagai pemeberi kehidupan itu sendiri.
14. Berkat Zaluku ( Siswa)
tidak mau menghabis- habiskan tenaganya lagi untuk hal yang sia- sia seperti; marah, bertengkar dengan teman, melawan orangtua, tidak bisa mengurus diri sendiri, berkata kotor . karena semua tidak memberikan dampak apapun kepadanya jika dilakukan, melainkan mencuri banyak hal darinya salah satunya sukacitanya. Dia sudah menjadi anak yang mudah diajar, banyak membantu orangtua, mulai bisa membedakan yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Semakin belajar menghargai orang lain dan menghormati orang yang lebih tua darinya.
15. Yohanes Sihol Siahaan ( siswa)
kali sembulan. Yohanes diberikan arahan dan bimbingan, sampai dia berubah perlahan- lahan. Dan sampai hari ini dia terus belajar samapi dia bisa menjadi anak yang berkarakter. Adapun perubahan Yohanes saat ini yaitu; tidak lagi mengeluarkan kata- kata kotor, tidak lagi berbohong, sopan terhadap yang lebih tua darinya, dan tidak lagi melawan orangtua. Yohanes mengatakan dia berubah dikarenakan dia menyadari bahwa semua yang dilakukannya itu sia- sia dan tidak ada artinya untuk dilakukan. Walaupun sampai saat ini dia msih harus terus belajar. Tetapi dia memberi diri untuk dibina dan ditegur supaya dia jadi anak yang berguna bagi bangsa dan keluarganya melalui karakternya. 16. Kevin Pratama Panjaitan ( siswa)
Kevin Pratama Panjaitan adalah seorang siswa yang duduk di kelas 4 SD, Kevin Pratama Panjaitan sekarang berusia 9 tahun, berasal dari suku batak toba, agama Kristen protestan. Anak ketiga dari tiga orang bersaudara. Abangnya yang pertama berusia 13 tahun, sekarang duduk di kelas 2 SLTP dan abangnya yang ketiga sekarang duduk di kelas 6 SD. Ayahnya bernama R. Panjaitan, berusia 47 tahun, bekerja sebagai seorang wiraswata. Ibunya bernama R. Nasution sekarang berusia 43 tahun, bekerja sebagai tukang cuci. Kevin Pratama Panjaitan mengatakan dulu dia anak yang suka berbohong, melawan orangtua, keras kepala, tidak bisa diatur, berkata kotor, liar, suka dan bertengkar.
BAB V
TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA
5.1 Faktor Pendorong Pemberdayaan Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa
Yayasan Peduli Karakter Bangsa ( pada saat dirintis masih berbentuk organisasi kecil yang dibentuk oleh seorang Penatua Gereja Kristen Baithani ) berdiri dilatarbelakangi oleh krisis yang melanda Indonesia tahun 1997, yang telah mengakibatkan penderitaan di masyarakat terutama dalam aspek ekonomi. Pada saat itu banyak orang mulai kehilangan pekerjaan, anak- anak putus sekolah, kesehatan juga yang semakin memburuk. Terutama masalah pendidikan yang akhirnya tidak mengalami pemerataan sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor finansial atau keuangan.
kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin dengan kondisi yang bervariasi.
Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut, Ibu Sora Tarigan yang pada saat itu berprofesi sebagai penatua sebuag Gereja Baithani Blessing Comunity, terbeban untuk melakukan pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang kurang mampu terutama masyarakat pinggiran. Ibu Sora pun- mulai membagikan isi hatinya kepada jemaat tentang kerinduannya menolong masyarakat miskin. Di dukung oleh beberapa anak muda yang mau memberi waktu dan hidup mereka untuk pemberdayaan masyarakat dengan Visi “membantu masyarakat pra- sejahtera keluar dari kemiskinan”. Ibu Sora Tarigan mulai membentuk komunitas kecil yang dibuka di
bawah kolong jembatan Juanda tepatnya pada tahun 2000. Memilih daerah Juanda sebagai daerah awal merintis pemberdayaan masyarakat dikarenakan pada saat itu keadaan masyarakat di bawah kolong jembatan Juanda sangat memprihatinkan baik secara ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dimana sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pemulung. Ibu Sora Tarigan memulai pemberdayaan masyarakat dengan mengadopsi 12 anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu untuk disekolahkan di sekolah informal yang dibangun sangat sederhana diantara perumahan kumuh yang ada di bawah kolong jembatan Juanda. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Sora Tarigan ( Pr 47 thn) pada waktu melakukan wawancara:
masyarakat, dengan mengumpulkan semua anak- anak dari usia 4- 12 tahun untuk belajar bagaimana menyikat gigi, mandi, dan mengurus diri mereka”
Dikarenakan kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam hal Pembangunan Kota Medan maka daerah Juanda diratakan untuk dibangun bangunan- bangunan baru seperti Hotel dan Rumah Toko. Ibu Sora Tarigan dengan team melakukan survei ke daerah- daerah pinggiran untuk mencari wilayah yang bisa ditolong, setelah melakukan survei Ibu Sora memindahkan pemberdayaan masyarakatnya ke daerah Medan Skip jalan Danau Sipinggan, tepatnya pada tahun 2002. Daerah yang tidak jauh dari perumahan masyarakat pinggiran yang ada di sekitar rel kereta api pabrik tenun Medan Skip. Saat itu kondisi masyarakat sangat memprihatinkan, tepatnya masyarakat yang kurang mampu di daerah Sei Putih I, Sei Putih Tengah II, Sei Putih Timur II, Sei Putih Barat, Sei Agul. Pekerjaan mereka sebagian besar adalah pemulung, supir, penarik becak, bekerja di bengkel, kuli bangunan, pembantu rumah tangga, penjual makanan di pinggir- pinggir jalan raya. Dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari saja masih kurang.