• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miskin (Studi pada Masyarakat di Pemukiman Kumuh Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miskin (Studi pada Masyarakat di Pemukiman Kumuh Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung)"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Departemen Sosial RI. 2006. Rencana Strategi Penangggulangan

Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin 2006-2010. Jakarta.

Dhini, Sita. 2009. Strategi Bertahan Buruh Kontrak Dalam Memenuhi

Kebutuhan Pokok. Skripsi (S1). Medan: Program Studi Sosiologi

Sumatera Utara.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Moeleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Sarman, Mukhtar dan Sajogyo. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan.

Jakarta: Puspa Swara.

(2)

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Sugyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Sumarno. 1996. Masyarakat Pinggiran Rel. Skripsi (S1). Medan: Program

Studi Sosiologi Universitas Sumatera Utara.

Suparlan, Parsudi. 1983. Kemiskinan Di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan. Jakarta:

Rineka Cipta

Sumber Online:

09.36 wib).

wib).

Landasan Teori Strategi Coping, (Diakses 12 September 2013 pukul

20.45)

Hartika, Dewi, Nasution. 2006. Jurnal Pemberdayaan Komunitas: Adaptasi

Masyarakat Miskin Terhadap Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM,

(3)

Hidayah, Nur. 2004. Jurnal Strategi Bertahan: Strategi Bertahan Hidup

Pedagang Asongan Di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta Dan

Balapan Solo, (Online)

wib).

Suhartini, Tina. 2008. Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan. Skripsi (S1),

(Online), Bogor: Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan

Masyarakat Institute Pertanian Bogor, (http://repository.ipb.ac.id/bitstr

eam/123456789/2923/1/A08tsu_abstract.pdf

/ Diakses 8 Oktober 2013

pukul 20.25 wib).

Wahyudi, Hendra. 2007. Jurnal harmoni sosial: Strategi Adaptasi Sosial

Ekonomi Keluarga Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar

Minyak, (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/292

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan

metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yamg dialami

oleh objek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai,

secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk

kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan

berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:1). Dengan menggunakan metode

penelitian kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih

mendalam mengenai strategi bertahan hidup masyarakat miskin di Jalan Tirtosari

Ujung, Kecamatan Medan Tembung.

Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan

untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, ka

rakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang

satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

3.2. Lokasi Penelitian

(5)

dengan kondisi perekonomiannya yang masih sangat rendah, terlihat dari bentuk

pemukiman mereka yang kumuh dan pekerjaan yang mereka lakukan yaitu

mencari dan mengumpulkan barang-barang dan plastik bekas yang di bersihkan

lalu di keringkan di depan rumah mereka untuk di jual kembali.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek

penelitian (Arikunto, 2002:22). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah

semua kepala keluarga dari masyarakat miskin yang bermukim di jalan Tirtosari

Ujung, Kecamatan Medan Tembung. didalam penelitian ini, peneliti merupakan

instrument kunci yang sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif. untuk itu

peneliti secara individu akan turun langsung ke tengah-tengah masyarakat guna

memperoleh data dari informan. dari keseluruhan unit analisis akan diambil

informan yang dianggap dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh

pewawancara. Informan dianggap orang yang menguasai dan memahami data,

informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin 2008: 108)

Adapun orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah

orang-orang yang dapat mendukung terjadinya proses penelitian, yaitu:

(6)

2.

Jumlah keluarga miskin di Jalan Tirtosari Ujung ada sekitar 100 kk,

namun hanya beberapa keluarga miskin saja yang menjadi informan

dalam penelitian ini yaitu yang bekerja di sektor informal seperti

pemulung, dan telah tinggal dan menetap lebih dari satu tahun di

pinggiran rel tersebut.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2005:62). Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data

primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian melalui observasi dan wawancara di lapangan, oleh karena itu untuk

mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a.

Metode Observasi

(7)

(Nawawi, 2005:100). Pada penelitian ini peneliti mengobservasi

apa-apa saja kegiatan yang sering dilakukan masyarakat miskin di jalan

tirtosari ujung agar dapat bertahan hidup.

b.

Metode Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu untuk mendapatkan data secara lengkap

sebagaimana yang diinginkan,dibantu oleh instrument penelitian. menu

rut (Moleong, 2000:196), wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu. percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

itu. wawancara dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan

informasi yang akurat dengan menggunakan bantuan alat perekam dan

pedoman wawancara. dalam hal ini peneliti nantinya akan

mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian guna

mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup masyarakat miskin di

Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung.

3.4.2 Data Sekunder

(8)

3.5. Interpretasi Data

(9)

3.6. Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Bulan ke-

1

2

3

4

5

6

7

8

1

Pra observasi

2

Acc Judul Penelitian

3

Penyusunan Proposal

4

Bimbingan Proposal

5

Seminar Proposal

5

Revisi Proposal

6

Penelitian Lapangan

7

Pengumpulan dan Interpretasi Data

8

Penulisan Laporan

9

Bimbingan Skripsi

(10)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1.

Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Kelurahan Bantan

Kelurahan Bantan adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan

Medan Tembung, Kotamadya Medan. Menurut penuturan dari bapak Sekretaris

Lurah yaitu pak Nur Hasibuan, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung

pada awalnya bernama Kampung Kebun Pisang, hal ini dikarenakan di Kelurahan

Bantan ini dulunya banyak terdapat pohon pisang. Lalu pada tahun 1952 namanya

berubah menjadi Kampung Bantan ataupun Desa Bantan yang dikepalai oleh

seorang kepala kampung yang bernama Saad yang berasal dari Daerah Banten

yang diangkat berdasarkan hasil pemilihan kepala kampung oleh warga

masyarakat yang memegang jabatannya sampai tahun 1953. Kelurahan Bantan ini

sebagaimana keberadaan kelurahan pada umumnya merupakan lembaga

pemerintahan terendah di antara lembaga pemerintahan yang ada.

(11)

Perkembangan selanjutnya, sampai pada Bulan Juni 1966 Kampung

Bantan masih berstatus sebagai kampung dan masih tetap dipimpin oleh seorang

kepala kampung bernama Mulardi. Barulah pada Juli 1966 Kampung Bantan

ataupun Desa Bantan ini berubah menjadi Kelurahan Bantan yang dikepalai oleh

seorang Lurah yang bernama Tengku Anwar yang menjabat sebagai Lurah

Kelurahan Bantan dari tahun 1966 sampai tahun 1984.

Kelurahan Bantan sendiri saat ini dipimpin oleh seorang Lurah yang

bernama ibu Nila Juwita S.Sos yang telah menjabat selama dua setengah tahun

dan pak Sekretaris Lurah yang bernama Nur Hasibuan. Kelurahan Bantan saat ini

memiliki 14 lingkungan dimana jalan tirtosari ujung yang menjadi tempat

penelitian saya berada di lingkungan 12 yang dipimpin oleh kepala lingkungan

yang bernama pak Wahidin yang telah menjabat selama 2 tahun. Kantor kelurahan

Bantan sendiri saat ini memiliki anggota sebanyak 8 perangkat kelurahan, 5

kepala urusan, 14 kepala lingkungan dan 1 orang staf.

(12)

4.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kelurahan Bantan

Letak geografis suatu daerah merupakan salah satu faktor yang

menentukan bagi perkembangan sosial ekonomi maupun budaya suatu daerah.

Begitu pula dengan Kelurahan Bantan yang terletak sangat strategis dan dilewati

jalur perkeretaapian sebagai penghubung antara daerah yang satu dengan daerah

yang lainnya. Secara geografis kelurahan ini terletak pada ketinggian 3-8 m dari

permukaan laut, merupakan dataran rendah serta memiliki suhu rata-rata 35°c.

Luas wilayah kelurahan ini adalah 105,5 ha dan jarak dari pusat pemerintahan

Kecamatan Medan Tembung 1,5 km serta jarak dari pusat Kota Medan 6,0 km,

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

-

Sebelah Utara berbatasan dengan Bandar Selamat dan Kelurahan

Tembung.

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai dan Percut

Sei Tuan.

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bantan Timur.

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tembung, Kecamatan

Medan Tembung.

4.1.3. Gambaran Penduduk Kelurahan Bantan

(13)

keterampilan tidak selalu menjadi jaminan keberhasilan dari suatu pembangunan.

Gambaran mengenai penduduk itu bisa saja berupa jumlah penduduk berdasarkan

jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, kewarganegaraan dan kelompok

tenaga kerja. Jumlah penduduk Kelurahan Bantan sendiri berdasarkan sumber

yang peneliti dapatkan dari dari Kantor Kelurahan Bantan berjumlah sekitar

35.983 jiwa yang terdiri dari 18.096 jiwa laki-laki dan perempuan sekitar 17.887

jiwa dan tersebar di 14 lingkungan. Jumlah kepala keluarga (kk) di Kelurahan

Bantan adalah sebanyak 6288 kk.

4.1.3.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari struktur penduduk berdasarkan jenis kelamin ini akan terlihat berapa

besarnya penduduk pria dan berapa jumlahnya penduduk wanita. Banyaknya pria

dan wanita di Kelurahan Bantan ini memiliki perbedaan jumlah akan tetapi tidak

begitu besar perbandingannya. Perbandingan ini dapat kita lihat dalam bentuk

tabel berikut ini :

Tabel 2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No.

Jenis Kelamin

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2.

Pria

Wanita

18.096

17.887

50.30

49.70

JUMLAH 35.983 100.00

(14)

Dari tabel di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa jumlah

penduduk pria lebih banyak dari jumlah penduduk wanita yaitu 18.096 jiwa atau

50,30%, sedangkan wanita 17.887 jiwa atau 49,79% dengan selisih 209 jiwa atau

0,59%.

4.1.3.2. Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan

Berdasarkan kewarganegaraan, penduduk Kelurahan Bantan dapat

dibedakan atas Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA).

Komposisi penduduk berdasarkan kewarganegaraan dapat dilihat dalam

perbandingan dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan

No.

Kewarganegaraan

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2

.

Warga Negara Indonesia

Warga Negara Asing

35.634

349

99.03

0.97

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(15)

4.1.3.3. Penduduk Berdasarkan Agama

Ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Bantan,

terdapat perbedaan jumlah penganutnya yang dikelompokkan atas penganut

Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No.

Agama

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

Islam

Protestan

Katolik

Hindu

Budha

18.642

5.427

1.829

36

10.049

51.80

15.09

5.08

0.11

26.92

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(16)

banyak dianut oleh penduduk yang bersuku bangsa Batak Toba, Nias dan orang

asing. Sedangkan Agama Katolik dianut oleh sebahagian orang suku bangsa

Batak Toba, sebahagian suku bangsa Karo dan sebahagian orang Jawa, dan untuk

Agama Hindu dianut oleh penduduk bersuku bangsa Tamil.

4.1.3.4. Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja

Komposisi penduduk menurut usia tenaga kerja, berdasarkan usia tertentu.

Di sini kita dapat melihat jumlah penduduk berdasarkan usia kerja. Tabel di

bawah ini akan memperjelas jumlah penduduk kelompok tersebut.

Tabel 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja

No.

Kelompok Umur

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

10 – 14

15 – 19

20 – 26

27 – 40

41 – 56

57 lebih

4.270

7.670

4.104

7.490

896

540

17.10

30.72

16.43

29.99

3.59

2.17

JUMLAH 24.970 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(17)

57 tahun ke atas jumlahnaya sebanyak 896 jiwa atau 3,59% dan 540 jiwa atau

2,17%.

4.1.3.5. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan dalam berpikir, baik itu secara formal maupun informal. Dengan

bekal pendidikan yang dimiliki, seseorang diharapkan dapat berdiri sendiri dalam

menunjang kehidupannya di kemudian hari. Bila ditinjau dari segi pendidikannya,

penduduk Kelurahan Bantan cukup bervariasi tingkatannya, sebagaimana terlihat

dalam tabel di bawah ini :

Tabel 6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Belum sekolah

Taman kanak-kanak

Tidak tamat sd

Tamat sd

Tamat smp

Tamat sma

Akademi/D1 – D3

Sarjana (S1 – S3)

565

2.163

2.573

6.195

9.426

11.730

1.991

1.340

1.58

6.02

7.16

17.21

26.19

32.59

5.53

3.72

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(18)

pendidikan D1 – D3 juga tergolong banyak yaitu 1991 jiwa atau 5,53% dan juga

penduduk yang berpendidikan sarjana mencapai 1340 jiwa atau 3,72%. Adapun

salah satu faktor yang membuat kelurahan ini tidak ketinggalan dalam bidang

pendidikan adalah karena perkembangan yang masuk ke kelurahan ini sehingga

mereka mulai sadar akan pentingnya pendidikan meskipun belum semua

penduduk yang menyadarinya.

4.1.3.6. Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Penduduk kelurahan bantan memiliki berbagai sumber mata

pencaharian, antara lain ada yang berprofesi sebagai pegawai, pedagang, buruh,

jasa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No.

Mata Pencaharian

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Pegawai negeri sipil

TNI

Pegawai swasta

Pedagang/wiraswasta

Pertukangan

Buruh

Pensiunan

Pemulung

Jasa

816

52

9.053

7.800

1.160

811

548

247

630

3.86

0.24

42.88

36.94

5.49

3.84

2.59

1.17

2.99

JUMLAH 21.117 100.00

(19)

Dilihat dari sumber mata pencaharian, pekerjaan penduduk Kelurahan

Bantan yang terbesar adalah pegawai swasta yaitu 9.053 jiwa atau 42,88%,

pedagang 7.800 jiwa atau 34,57%, pertukangan 1.160 jiwa atau 5,49% dan yang

terkecil adalah yang bekerja sebagai tentara yaitu sebesar 52 jiwa atau 0,24%.

Apabila kita perhatikan angka-angka di atas memang secara ekonomi sudah baik,

mengingat kawasan ini memang sebagai kawasan yang sangat pesat

pertumbuhannya sebagai kawasan perdagangan dan industri. Akan tetapi sektor

kawasan ini banyak didominasi oleh WNI keturunan cina. Sedangkan WNI

pribumi lebih banyak yang menjadi buruh. Hal ini disebabkan rendahnya skill dan

keahlian WNI pribumi, terutama dalam bidang perdagangan.

4.1.4. Gambaran Sarana dan Prasarana Kelurahan Bantan

(20)

4.1.4.1. Sarana di Bidang Kesehatan

Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Bantan adalah

puskesmas, rumah sakit, poliklinik, apotik dan posyandu yang semuanya

diharapkan dapat menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih

terperinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 8

Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Bantan

No.

Sarana Kesehatan

Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Puskesmas

Rumah sakit swasta

Rumah sakit bersalin

Poliklinik

Posyandu

1 unit

2 unit

5 unit

1 unit

11 unit

JUMLAH 20 unit

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(21)

4.1.4.2. Sarana di Bidang Agama

Dalam kehidupan beragama, untuk memudahkan masyarakat dalam

melaksanakan ibadah, maka di Kelurahan Bantan ini telah didirikan sejumlah

rumah ibadah, seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini :

Tabel 9

Keadaan Sarana di Bidang Agama

No.

Sarana Agama

Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Mesjid

Mushalla

Gereja

Vihara

Pura

17 buah

1 buah

3 buah

1 buah

JUMLAH 16 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(22)

4.1.4.3. Sarana di Bidang Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa, dibutuhkan sarana pendidikan berupa yayasan atau lembaga-lembaga

pendidikan. Adapun sarana-sarana di bidang pendidikan yang ada di Kelurahan

Bantan adalah Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,

Sekolah Menengah Atas dan Akademi yang berstatus negeri dan swasta seperti

yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 10

Keadaan Sarana di Bidang Pendidikan

No.

sarana

negeri

swasta

jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Taman kanak-kanak

Sekolah dasar

SMP

SMA

Akademi

5

1

1

4

6

5

3

1

4 buah

11 buah

6 buah

4 buah

1 buah

JUMLAH 7 19 26 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(23)

4.1.4.4. Sarana di Bidang Perhubungan

Sarana pendukung lainnya untuk melancarkan roda pemerintahan dan

perekonomian masyarakat Kelurahan Bantan adalah dibangunnya jalan sesuai

dengan prasarana untuk memudahkan jalur akses keluar-masuknya dari dan ke

Kelurahan Bantan ataupun untuk memudahkan hubungan antara wilayah yang

satu dengan wilayah yang lainnya. Pada umumnya kondisi jalan di Kelurahan

Bantan ini sudah mulai baik, hal ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 11

Keadaan Sarana Perhubungan

No.

Sarana Perhubungan

Jumlah

1.

2.

3.

4.

Jalan Lingkungan

Jalan Protokol

Jalan Provinsi

Rel Kereta Api

14 buah

1 buah

1 buah

1 buah

JUMLAH 17 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

(24)

4.1.4.5. Pola Pemukiman/Perumahan

Rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia karena rumah tidak

hanya berfungsi sebagai tempat untuk tinggal dan beristirahat bagi seluruh

anggota keluarga, tetapi juga berfungsi sebagai sarana sosial bagi anak-anak

mereka. Perumahan penduduk di Kelurahan Bantan terdiri dari berbagai tingkatan

yaitu rumah permanen dan semi permanen seperti yang bisa kita lihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 12

Keadaan Pola Pemukiman/Perumahan

No.

Sarana Perumahan

Jumlah

1.

2.

3.

Rumah Permanen

Rumah Semi Permanen

Rumah Non Permanen

3.872 buah

2.381 buah

JUMLAH 6.253 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

- Rumah Per

manen adalah rumah yang berdinding batu secara keseluruhan

dan atap yang terbuat dari bahan yang tahan lama seperti seng atau

genteng. Mayoritas perumahan di Kelurahan Bantan ini adalah rumah

permanen, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah runah permanen di

kelurahan ini yaitu berjumlah 3.872 buah.

(25)

tempat penelitian saya. Rumah-rumah di pinggiran rel ini kebanyakan

memang sudah tergolong semi permanen, akan tetapi status rumah yang

mereka huni dapat dikatakan sebagai rumah atau hunian liar, karena

didirikan di atas tanah milik PJKA.

-

Rumah Non Permanen adalah rumah-rumah yang terbuat dari bahan-bahan

bekas, diantaranya kayu bekas, seng bekas, papan bekas, dan lain

sebagainya. Rumah jenis ini sepertinya sudah tidak ada lagi di Kelurahan

Bantan ini terbukti dari tidak adanya yang terdata di Kantor Kelurahan

Bantan setempat.

4.2.

Kondisi Sarana di Jalan Tirtosari Ujung, Kelurahan Bantan

(26)

papan-papan bekas dan seiring berjalannya waktu rumah tempat tinggal penduduk

di Jalan Tirtosari ini sudah mulai berubah menjadi tergolong semi permanen yaitu

terbuat dari setengah batu dan berdinding setengah papan dan berlantai semen dan

tempat tinggal mereka ada yang milik sendiri dan ada juga yang masih menyewa,

akan tetapi tanah tempat mereka mendirikan bangunan pun masih milik PJKA,

jadi sewaktu-waktu jika pihak PJKA ingin menggusur mereka, mereka tidak akan

bisa berbuat apa-apa. Seperti yang diutarakan oleh salah satu informan yang saya

wawancarai yaitu pak Wahidin (Lk, 55 tahun) yang mengatakan:

“Kalau lokasi pinggiran rel itu setau saya sudah dari tahun 80-an orang

mulai tinggal di situ, dulunya itu cuman seng-seng dan papan bekas

ajanya rumahnya dan pun tanah tempat mereka tinggal itu masih milik

PJKA jadi kapan aja bisa kena gusur mereka.” (wawancara 14

September 2014)

(27)

hal ini pastinya sangat mengganggu kenyamanan ataupun kesehatan mereka

dalam beraktivitas.

Jalan mereka pun masih terbuat dari tanah yang mana jika turun hujan

pasti mengalami becek dan banjir. Belum lagi kereta api yang lewat setiap 20

menit sekali sangat mengganggu kenyamanan masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung

ini, hal ini dikarenakan sudah mulai beroperasinya Bandara Udara Kualanamu

yang memiliki akses jalur rel kereta api untuk menuju kesana. Hal itu seperti yang

diutarakan oleh salah satu informan yang saya wawancarai yaitu bapak L.

Panjaitan (Lk, 40 tahun) yang mengatakan:

“Sekarang makin gak nyamanlah kami tinggal disini dek, semenjak ada

bandara kualanamu itu makin sering aja kereta api lewat disini, tiap 20

menit ada itu kereta api lewat, kalo dulu gak sesering inilah.”

(wawancara 17 September 2014)

(28)

4.3.

Profil Informan

4.3.1. Informan Kunci (Beberapa Keluarga Yang Tinggal di Jalan Tirtosari

Ujung)

1.

Nama

: P. Saragih

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 52 tahun

Agama

: Kristen

Pendidikan Terakhir : SMP

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 56

Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah

: Dari Medan

(29)

belum bekerja alias pengangguran. Sedangkan anak pak Saragih yang kedua

bernama Brigjen Putra Mandala Saragih dan berumur 21 tahun. Menurut

penuturan beliau alasan kenapa putra pertamanya ini di beri nama Brigjen Putra

Mandala karena dulunya mereka berasal dari Mandala sehingga di belakang

namanya di beri nama Mandala agar dia ingat daerah asalnya. Putra pertama pak

Saragih ini dulunya sempat bersekolah di Sekolah Pariwisata, akan tetapi karena

sifatnya yang bandel akhirnya dia putus sekolah dan tidak menyelesaikan

pendidikan terakhirnya sederajat SMA. Saat ini beliau mengatakan mereka sedang

mengurus paket C untuk status kelulusan putra pertamanya tersebut agar memiliki

ijajah sederajat SMA. Anak pak Saragih yang ketiga bernama Roy Natal Rejeki

Saragih serta lahir pada tahun 2001 dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di

kelas 6 SD.

(30)

kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dikarenakan pengeluaran keluarga

mereka perbulannya lebih banyak dari penghasilannya yaitu berkisar

Rp.1.500.000 – Rp.2.000.000,-perbulannya. Untuk makan saja mereka

mengeluarkan uang Rp.50.000,-perharinya, belum lagi biaya listrik yang berkisar

Rp.100.000,-perbulannya dan untuk uang jajan anaknya yang SD pak saragih

memberikan Rp.3.000,-perhari. untuk air minum mereka membeli dengan harga

Rp1.000,-per jerigen setiap harinya.

Pak Saragih mengatakan anaknya belum ada yang bekerja dan untuk saat

ini hanya dialah yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan sekali-kali

istrinya juga membantu pak Saragih dalam mencari barang-barang bekas. Mereka

mulai mencari barang-barang bekas dari jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 siang

dimana mereka pulang dan beristirahat, lalu pada siang harinya mereka

melanjutkan pekerjaan dengan membersihkan, mencuci dan memilah-milah

barang-barang bekas dan plastik bekas yang telah mereka kumpulkan lalu

menjualnya pada toke barang bekas.

2.

Nama

: J. Pasaribu

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 63 tahun

Agama

: Kristen

Pendidikan Terakhir : SMA

Status

: Menikah

(31)

Jumlah Tanggungan : 6 orang

Asal Daerah

: Luar Kota Medan

(32)

ketiga bernama Jayit Pasaribu, seorang laki-laki berumur 28 tahun dan telah

menikah juga sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengan bapak J.Pasaribu. Anak

pak Pasaribu yang keempat bernama Priska Pasaribu, seorang perempuan yang

berumur 22 tahun dan untuk saat ini hanya membantu pekerjaan pak pasaribu

dalam membuat keranjang dirumahnya. Anak bapak pasaribu yang kelima dan

keenam adalah anak kembar, mereka bernama Dewi Pasaribu dan Dewi Paula

Pasaribu. Keduanya saat ini berumur 17 tahun dan saat ini mengenyam

pendidikan di kelas 3 SMA di SMA Teladan.

(33)

sehari-hari. Biaya keperluan makan mereka dalam satu hari saja bisa mencapai

Rp.60.000,- untuk makan 7 orang. Belum lagi untuk biaya uang sekolah untuk

anaknya yang masih bersekolah yaitu Rp.200.000,-perorangnya, yang berarti

menjadi Rp.400.000,-perbulannya untuk biaya sekolah mereka. Juga untuk uang

jajan anak dalam sehari, dia mengeluarkan uang Rp.10.000,-. Untuk biaya listrik,

dalam sebulannya keluarga pak j.pasaribu harus membayar Rp.80.000,- dan untuk

biaya air minum pun mereka membeli air mentah seharga

Rp1.000,-per-jerigennya.

3.

Nama

: Tiur Simatupang

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 40 tahun

Agama

: Kristen

Pendidikan Terakhir : SMP

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 34

Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah

: Luar Kota Medan

(34)

Tiur berasal dari daerah Siborong-borong Tapanuli Utara, sedangkan suaminya

berasal dari Porsea. Keduanya sama-sama hanya dari tamatan SMP. Selama

menikah kedua pasangan ini telah dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu terdiri

dari 3 (tiga) orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Menurut

penuturan ibu Tiur keempat anaknya saat ini sama-sama berada di bangku sekolah

dasar. Anak pertama ibu Tiur Simatupang ini bernama L.Roni Marpaung,

berumur 13 tahun dan sekarang bersekolah di kelas 6 SD. Sedangkan anaknya

yang kedua bernama Marta Marpaung, berumur 12 tahun dan saat ini bersekolah

di kelas 6 SD juga. Ibu Tiur mengatakan dulu anaknya yang pertama itu pernah

tinggal kelas jadi sekarang memiliki tingkatan kelas yang sama dengan adiknya.

Anak ibu Tiur yang ketiga bernama Agung Marpaung, berumur 9 (Sembilan)

tahun dan sekarang mengenyam pendidikan di kelas 4 SD, dan anak ibu tiur yang

terakhir bernama Ervan Marpaung, berumur 8 (delapan) tahun dan sekarang

berada di tingkatan kelas 3 SD. Dari penjelasan ibu Tiur, keempat anaknya saat

ini memang bersekolah, tapi karena sekarang mereka masih di sekolah dasar, ibu

Tiur mengatakan dia tidak mengeluarkan biaya uang sekolah untuk sekolah

keempat anaknya karena mereka bersekolah di SD negeri dan mereka mendapat

dana BOS dari pemerintah yang membuat mereka tidak harus membayar uang

sekolah.

(35)
(36)

untuk minum dikarenakan tidak tersedianya fasilitas air bersih dari PDAM

sehingga mereka harus mencuci dan mandi dengan menggunakan air sumur yang

ada di belakang rumah.

Untuk saat ini keluarga ibu Tiur belum memiliki rumah sendiri sehingga

rumah yang ditempati mereka sekarang masih mereka sewa dengan harga

Rp.3.500.000,- per tahunnya. Menurut penuturan ibu Tiur, tanah tempat mereka

tinggal, juga tanah tempat warga lainnya tinggal masih milik PJKA.

4.

Nama

: R. Silalahi

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 45 tahun

Agama

: Kristen

Pendidikan Terakhir : SD

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 46

Jumlah Tanggungan : 2 orang

Asal Dearah

: Luar Kota Medan

(37)

tamatan SD. Alasan awal dulunya ibu silalahi ini datang ke medan adalah untuk

mendapatkan pekerjaan guna memiliki hidup yang lebih baik, namun karena

ketatnya persaingan hidup sedangkan dia hanyalah tamatan SD maka dari itu dia

hanya bisa bekerja di sektor informal seperti membuat kaporit ataupun pemutih

yang sedang digelutinya sekarang. Dari hasil pernikahannya, ibu silalahi memiliki

2 (dua) orang anak yaitu Josua Manahan Siregar dan Erfa Septia Siregar di mana

keduanya saat ini masih menjadi tanggungan dari ibu Silalahi. Anaknya yang

pertama, Josua Manahan Siregar berumur 17 tahun dan sekarang sedang

mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA tepatnya di SMA Budi Satria. Sedangkan

anaknya yang kedua bernama Erfa Septia siregar berumur 14 tahun yang sekarang

bersekolah di kelas 2 SMP. Alasan beliau sendiri kenapa memilih tinggal di jalan

tirtosari ujung ini adalah kerena di tempat ini dia bisa mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua

orang anaknya itu, ibu R.Silalahi bekerja sebagai pembuat kaporit ataupun

pemutih. Kebetulan ketika saya menjumpai ibu r.silalahi ini, beliau sedang

mencuci botol-botol aqua bekas yang bakalan menjadi tempat pemutih/kaporit

yang bakal dijualnya nanti. Pagi hari dari jam 09.00 sampai jam 12.00 siang

beliau mengumpulkan botol-botol aqua bekas, setelah itu dia mencuci botol-botol

aqua bekas tersebut dan mengisinya dengan air kaporit/pemutih untuk di jual

seharga Rp.1.000,- per botolnya.

(38)

beliau mengeluarkan uang sebesar Rp 4.000.000 setiap tahunnya untuk biaya

sewa rumah karena ibu Silalahi memang belum memiliki rumah sendiri maka dari

itu beliaupun menyisihkan uang sebesar Rp.100.000, – Rp.300.000,- dalam

sebulan untuk biaya sewa rumah tiap tahunnya. Setau ibu silalahi tanah tempat

mereka saat ini tinggal itu masih milik PJKA. Menurut ibu silalahi pendapatannya

yang segitu bisa di bilang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari,

karena penghasilan yang dia dapatkan juga dia habiskan untuk uang sekolah

anaknya yang SMA sebesar Rp.160.000,-perbulannya dan untuk anaknya yang

SMP, biaya untuk uang sekolahnya sebesar Rp.120.0000,-, jadi jika di total untuk

biaya pendidikan anak sekolah saja dia harus mengeluarkan Rp.280.000,- setiap

bulannya. Belum lagi untuk biaya ongkos dan jajan anak-anaknya, beliau harus

mengeluarkan uang paling tidak Rp.12.000,- dalam sehari. Untuk biaya sewa

rumah pun beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.4.000.000,- setiap tahunnya

karena ibu silalahi memang belum memiliki rumah sendiri. Untuk biaya makan

bagi 3 orang dalam satu rumah, beliau harus mengeluarkan biaya sebesar

Rp.40.000,- setiap harinya, Dan untuk air minum mereka sekeluarga juga harus

membeli air gallon isi ualng yang di beli tiap 2 hari sekali yang harganya

Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk biaya listrik, ibu silalahi bisa membayar mencapai

Rp80.000,- setiap bulannya.

5.

Nama

: N. Purba

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 53 tahun

(39)

Pendidikan Terakhir : SMA

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nimor 52

Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah

: Luar Kota Medan

(40)

pemuda berumur 27 tahun yang bernama Tison Hamonangan Purba. Anak pak

N.Purba yang kedua ini belum bekerja alias masih pengangguran dan

kesehariannya hanya bantu-bantu pekerjaan pak N.Purba dalam mencari

barang-barang bekas seperti membersihkan dan memilah-milah barang-barang-barang-barang dan

plastik-plastik bekas hasil pulungan beliau dan istrinya. Saat saya mendatangi

rumah mereka, bang Tison ini juga ada di situ dan dia sedang memasak sesuatu di

depan rumahnya bersama adiknya yang nomor 4, Melinda Veronika. Anaknya

yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Megawati Purba yang telah

berumur 16 tahun dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA di

SMA teladan yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan anak pak

N.Purba yang keempat juga perempuan yang bernama Melinda Veronika Purba

yang sudah berumur 14 tahun dan berada di kelas 2 SMP di smp Jambi.

(41)

semakin tua dia berhenti dari pekerjaannya sebagai tukang parkir dan memilih

untuk memulung untuk saat ini. Penghasilan yang mereka dapatkan dari hasil

memulung sebesar Rp.50.000,- perhari, jadi jika kita rata-ratakan penghasilan

mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulannya. Pak n.purba mengatakan

penghasilannya bekerja sebagai pemulung ini sangat tidak mencukupi kebutuhan

hidup keluarganya sehari-hari. Dalam satu hari saja untuk makan mereka bisa

menghabiskan 2kg beras dimana beras yang mereka beli adalah beras yang

harganya paling murah yaitu Rp.7.000,-perkilogramnya. Belum lagi untuk ikan

dan sayur mereka bisa menghabiskan Rp.20.000,- setiap harinya. Jadi jika di total

pengeluaran mereka itu perharinya untuk makan saja bisa mencapai sekitar

Rp.35.000.-.

(42)

Rp.1.700.000,- dari pendapatannya yang hannya berkisar Rp.1.500.000,- setiap

bulannya.

6.

Nama

: L. Panjaitan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 40 tahun

Agama

: Kristen Protesten

Pendidikan Terakhir : SMA

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 90

Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah

: Dari Medan

(43)

orang yang bekerja dan memiliki penghasilan di keluarga mereka hanya pak

Panjaitan seorang, sementara itu istri pak Panjaitan hanya beraktivitas sebagai ibu

rumah tangga. Anak pak L.Panjaitan yang pertama bernama Rilan Panjaitan yang

sekarang berumur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA. Sedangkan anaknya yang

kedua bernama Riksman Panjaitan yang berumur 16 tahun dan sekarang juga

sedang bersekolah di kelas 2 SMA. Kedua anak pak L.Panjaitan ini juga

bersekolah di SMA teladan, dikarenakan jaraknya yang tidak jauh dari rumah

mereka. Anak pak L.Panjaitan yang ketiga bernama Wahyu Panjaitan yang

sekarang berumur 9 tahun dan sedang mengenyam pendidikan di kelas 3 SD.

Anak beliau yang terakhir bernama Gresia Panjaitan yang masih bayi dan baru

berumur dua setengah tahun. Beliau mengatakan rumah tempat dia tinggal saat ini

adalah peninggalan milik orangtuanya, dulunya dia tinggal dan besar di rumah ini

bersama orangtuanya akan tetapi sekarang kedua orangtuanya sudah meninggal

jadi sekarang dia dan keluarganyalah yang tinggal di rumah ini. Pak L.Panjaitan

juga mengatakan dulu orangtuanya bekerja sebagai pemulung disini, akan tetapi

dia sekarang tidak bekerja sebagai pemulung juga. Dia saat ini bekerja sebagai

toke botot kecil-kecilan yaitu menampung semua barang-barang hasil pulungan

warga lainnnya untuk dijualnnya kembali ke toke botot besarnya di belawan.

(44)

dalam rumahnya, ada beberapa tikus yang lewat sana sini, hal ini pasti juga

mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan beserta anak-anak dan istrinya, tapi

pak L.Panjaitan dan keluarganya sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi seperti

itu. Pak L.Panjaitan mengatakan dulunya kenapa orang tuanya memilih tinggal

disini karena disini mereka bisa bekerja sebagai peternak babi dan mencari botot

katanya. Selain itu mereka juga tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain.

Akan tetapi sekarang pak L.Panjaitan tidak meneruskan pekerjaan orangtuanya

sebagai peternak babi dan pencari botot melainkan dia sekarang menjadi toke

botot kecil-kecilan. Dari pekerjaannya sebagai toke botot kecil-kecilan dia bisa

mendapatkan penghasilan sebesar sekitar Rp.2.100.000,- setiap bulannya. Beliau

juga mengatakan dengan penghasilannya ini bisalah untuk mencukupi kehidupan

keluarganya sehari-hari. Pengeluaran keluarga pak panjaitan untuk biaya makan 6

orang setiap harinya adalah Rp.50.000,-, sedangkan untuk sekolah, beliau

mengeluarkan uang sebesar Rp.700.000.- setiap bulannya untuk ketiga orang

anaknya yang saat ini bersekolah. Untuk jajan anak-anaknya beliau bisa

memberikan mereka bertiga jajan sebesar Rp.20.000,- setiap harinya. Kalau untuk

biaya listrik, keluarga pak l.panjaitan bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.50.000,

– Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangakan untuk air minum mereka sama seperti

warga lainnya yaitu membeli air galon isi ulang sekali sehari dengan harga

Rp.4.000,-pergalonnya.

(45)

menit sekali jadi hal itu juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan

sekeluarga. Tapi karena uangnya yang belum mencukupi, pak Panjaitan pun

belum bisa pindah dari sini dan untuk sekarang bertahan tinggal di jalan tirtosari

ujung ini.

7.

Nama

: M. Sianipar

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 42 tahun

Agama

: Kristen Protestan

Pendidikan Terakhir : SMEA

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 39

Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah

: Kota Medan

(46)

suaminya ini sepertinya sudah menikah lagi disana karena pernah dulu ketika bu

sianipar ini menelepon suaminya, suaminya itu tidak mau di sebut sebagai bapak

Joni, nama anak pertamanya. Hal ini membuat ibu Sianipar merasa sedih karena

disini dia hidup susah mengurus anak-anaknya akan tetapi suaminya disana malah

menikah lagi dan tidak memberi nafkah kepada mereka. Akibatnya untuk saat ini

ibu Sianiparlah yang bekerja seorang diri untuk memenuhi dan mengurus

kebutuhan kelima orang anaknya. Bu Sianipar ini pun dulu pernah tinggal di

batam bersama suaminya juga yaitu selama tahun 2008 – 2009. Namun karena

kondisi hidup mereka yang juga masih susah disana, mereka memutuskan untuk

kembali ke medan dan tinggal di rumah mertuanya yang saat ini dia tinggali.

Beliau juga mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah rumah

orangtua suaminya alias mertuanya, akan tetapi mertuanya itu sekarang sudah

meninggal sehingga yang tinggal di rumah mereka saat ini hanya dia dan kelima

orang anaknya. Sepengetahuan bu Sianipar tanah tempat rumahnya ini berdiri

masih milik PJKA.

(47)
(48)

beliau mengatakan kemarin dia datang kesekolah anaknya untuk meminta

keringanan ke pihak sekolah agar anaknya bisa ikut ujian walaupun belum bayar

uang sekolah. Beliau juga menambahkan kalau beberapa hari yang lalu dia sempat

ingin meminjam ke renenir untuk membayar biaya sekolah anaknya ini, tapi

karena bunganya yang terlalu besar bu sianipar pun mengurungkan niatnya untuk

meminjam uang dari rentenir. Selain itu, untuk uang jajan kelima orang anaknya

saja bu sianipar bisa mengeluarkan uang Rp.9.000,-perharinya dimana

masing-masing anaknya yang SD mendapat Rp.2.000,- sedangkan yang SMP Rp.3.000,-

dan untuk dua anaknya yang belum sekolah bu sianipar mengeluarkan uang

masing-masing Rp.1.000,- setiap hari. Sedangkan untuk listrik beliau menumpang

ke tetangga di sebelah rumahnya karena tidak punya listrik di rumah sendiri,

itupun mereka harus membayar Rp.50.000,- setiap bulannya untuk listrik tersebut.

Untuk air minum sendiri mereka membeli air galon isi ulang tiap 2 hari sekali

yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Sedangkan untuk mencuci dan mandi beliau

mengatakan mereka harus menggunakan air dari sumur karena belum ada air dari

PDAM di rumah mereka.

8.

Nama

: Robert Hutabarat

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 48 tahun

Agama

: Kristen

Pendidikan Terakhir : SMP

Status

: Menikah

(49)

Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah

: Luar Kota Medan

Bapak Robert Hutabarat seorang laki-laki yang telah berumur 48 tahun,

beliau lahir tahun 1966. Beliau juga merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari

Ujung ini yang sudah lumayan lama menetap disini yaitu sekitar 11 tahun, dari

tahun 2003. Bapak Robert hanyalah tamatan SMP dan dia telah menikah dengan

seorang perempuan yang bernama Fransiska Tambunan yang berpendidikan

terakhir SMA dan sekarang telah berumur 45 tahun. Pak Robert sendiri berasal

dari samosir sedangkan istrinya bu fransiska tambunan berasal dari daerah

sidikalang. Pak Robert memiliki 3 orang anak yaitu satu orang anak laki-laki dan

dua orang anak perempuan dimana ketiganya masih menjadi tanggungan pak

Robert dan ketiga anaknya tersebut masih bersekolah semuanya. Anaknya yang

pertama bernama Edgar Rio Hutabarat, sekarang telah berumur 17 tahun dan

bersekolah di kelas 3 SMA. Anak pak Robert yang kedua seorang perempuan

yang bernama Novalia Hutabarat yang sekarang telah berumur 14 tahun dan

bersekolah di kelas 3 SMP. Sedangkan anak beliau yang terakhir bernama

Saridewi Hutabarat yang berumur 11 tahun dan bersekolah di kelas 6 SD. Beliau

mengatakan dia tidak terlalu khawatir dengan status tanah rumahnya yang masih

milik PJKA, karena beliau mengatakan dia Cuma menyewa di tempat ini, dan jika

seandainya di gusur beliau masih bisa mencari tempat tinggal di tempat lain

walaupun pasti sulit mencari sewa rumah dengan harga yang murah katanya.

(50)

beliau yang bekerja dan istri dan ketiga anak-anaknya menjadi tanggungannya.

Sehari-harinya beliau bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi pekerjaan sebagai

buruh bangunan ini tidak bisa ia dapatkan setiap hari katanya. Terkadang dia

mendapatkan pekerjaan sebagai buruh bangunan ini hanya selama 2 bulan, akan

tetapi setelah itu dia juga bisa tidak bekerja selama 1 bulan karena tidak mendapat

kerjaan sebagai buruh bangunan. Penghasilan pak Robert sendiri dari bekerja

sebagai buruh bangunan adalah Rp.70.000,- setiap harinya. Jadi jika kita

rata-ratakan penghasilan pak Robert bisa mencapai Rp.2.100.000,- setiap bulannya.

Dari pekerjaanya sebagai buruh bangunan pak Robert pun bisa menabung sebesar

200.000 tiap bulannya, tapi tabungannnya itu juga bisa habis sewaktu-waktu

karena pekerjaan pak Robert yang tidak selalu ada dan tabungannya tersebut pun

juga digunakan untuk membayar sewa rumah setiap tahunnya. Beliau mengatakan

pengeluarannya bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Memang dari

penghasilannya dia masih bisa menabung sekitar Rp.300.000, - Rp.500.000,-

setiap bulannya, akan tetapi uang tabungannya itu juga sering habis jika

seandainya dia lagi tidak bekerja karena di pakai untuk menutupi kebutuhan hidup

sehari-harinya.

(51)

9.

Nama

: Binsar Matondang

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 50 tahun

Agama

: Kristen Protestan

Pendidikan Terakhir : SMP

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 67

Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah

: Luar Kota Medan

(52)

dia belum bekerja dan masih pengangguran, maka dari itu dia belum bisa

membantu perekonomian keluarga mereka sehingga anak pertama pak binsar ini

hanya bantu-bantu saja di rumah sembari menunggu mendapatkan pekerjaan.

Anak pak binsar yang kedua adalah seorang perempuan yang bernama Bella

Amelia Matondang yang sekarang telah berumur 16 tahun dan saat ini masih

bersekolah di kelas 2 SMA. Sedangkan anak pak binsar yang terakhir bernama

Calvin Matondang yang sekarang berumur 13 tahun dan bersekolah di kelas 2

SMP.

(53)

Pak Binsar juga menambahkan alasan beliau tinggal disini karena tidak

memiliki cukup uang untuk tinggal di tempat lain dan pak binsar juga mengatakan

rumah mereka ini milik sendiri, namun tanhnya masih milik PJKA sehingga

membuat pak Binsar juga merasa was-was jika seandainya mereka di gusur dari

sini.

4.3.2. Informan Tambahan (Kepala Lingkungan Jalan Tirtosari Ujung)

1.

Nama

: Wahidin

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 55 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Status

: Menikah

Alamat

: Jalan Tirtosari Gang Sentosa Nomor 114 f

(54)

Wahidin yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Melani yang

sekarang berumur 12 tahun dan bersekolah di kelas 5 SD, dan anak pak Wahidin

yang terakhir bernama Wahyu yang berumur 10 tahun dan saat ini bersekolah di

kelas 3 SD.

(55)

terbukti dari tidak adanya terjadi kasus-kasus pencurian atau perselisihan antar

warga yang masuk laporan kepadanya.

Pak Wahidin juga menambahkan sifat umum masyarakat di jalan Tirtosari

Ujung ini cukup terbuka dan cukup akur satu sama lain, terbukti tidak adanya

kasus-kasus konflik yang sering terjadi di jalan ini dan mereka juga cukup terbuka

bagi orang-orang yang ingin berkunjung ke daerah mereka. Sedangkan untuk

mata pencaharian warga di jalan Tirtosari Ujung ini, pak Wahidin mengatakan

cukup bermacam-macam dan pada umumnya bergerak di sektor swasta atau

informal katanya. Ada warga yang bekerja sebagai pemulung, berjualan dan buruh

bangunan. Beliau juga mengatakan memang mayoritas pekerjaan penduduk

disana adalah sebagai pemulung. Kalau untuk pendidikan pak Wahidin

mengatakan memang orang tuanya kebanyakan hanya tamatan SD dan SMP, tapi

kalau untuk anak-anak mereka sepengetahuan pak Wahidin semua bisa bersekolah

sampai lulus SMA. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga di jalan

Tirtosari Ujung ini secara bersama biasanya adalah kegiatan dalam rangka hari

besar keagamaan seperti hari Natal, dan kegiatan di tanggal 17 Agustus dimana

mereka juga mengadakan lomba untuk semakin meningkatkan kebersamaan antar

warganya.

4.4.

Gambaran Umum Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan

Tirtosari Ujung

(56)

kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan

adalah suatu fakta di mana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau

lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan

ketidakmampuannnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksudnya dalam

menjelaskannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang menggambarkan

kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan mereka dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

(57)

“Kalo untuk minum belinya kami dek, biasanya kami beli air galon isi

ulang itu untuk dua hari sekalilah, cemana lagi mau dibilang orang air

pun belum masuk kesini, untunglah ada air sumur itu, jadi untuk mandi

sama nyuci ngambil dari situ lah kami.” (wawancara 2 Oktober 2014)

Penjelasan diatas juga di perkuat oleh penuturan salah satu informan,

Bapak J.Pasaribu (Lk, 63 tahun) yang mengatakan:

“Listrik kami memang udah dapat, tapi kami masih numpang tiang sama

orang belakang, jadi kami belum punya tiang listrik sendiri karena gak

boleh pasang tiang listrik dekat rel kereta api, ya apa boleh buatlah,

samanya itu bisa dapat listrik udah baguslah.” (wawancara 8 September

2014)

(58)

“Kalo untuk penghasilan ya gak cukuplah untuk kehidupan sehari-hari

ito, penghasilan saya aja cuman Rp.50.000,-sehari itupun

kadang-kadang untuk dua hari nyari botot. Pengeluaran kami sekeluarga bisa

nyampek Rp.1.500.000,-sebulannya. Uang sekolah anakku yang smp aja

Rp.110.000,-perbulan, belum lagi untuk jajan orang itu sama makan

kami setiap hari nyampeklah itu Rp.50.000,-. Uang sekolah anakku yang

smp itu aja pun belum ku bayar sampe sekarang tok.” (wawancara 17

September 2014)

Dengan demikian dapat kita lihat bahwa masyarakat yang berada di

pinggiran rel pada jalan Tirtosari Ujung tergolong miskin. Hal ini terbukti dari

penjelasan diatas yang mengatakan kemiskinan dapat dilihat dari dua aspek yaitu

kemiskinan berdasarkan kondisi dan kemiskinan berdasarkan proses. jika dilihat

dari kondisinya, kemiskinan pada masyarakat dijalan Tirtosari Ujung dapat

terlihat dari kondisi tempat tinggal mereka yang kumuh karena dipenuhi

sampah-sampah dan jalan mereka yang masih rusak serta fasilitas-fasilitas yang belum

mereka dapatkan seperti air bersih dari PAM dan tiang listrik sendiri bagi fasilitas

listrik mereka. Sedangkan dari prosesnya, kemiskinan mereka dapat terlihat dari

ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, padahal mereka

sudah bekerja dan memiliki pendapatan tapi hal itu belum bisa membuat

kehidupan mereka lebih baik seperti yang di alami oleh ibu M.Sianipar tersebut.

Selain dari penjelasan diatas, ada beberapa indikasi yang menjelaskan dan

membuktikan bahwa seseorang atau sekelompok orang memang tergolong pada

masyarakat yang miskin.

(59)

Emil Salim, dalam Kemiskinan dan Solusi (2012:23) menunjukkan adanya lima

karakteristik kemiskinan, yakni:

1.

Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki

faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,

ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas

ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Hal ini sama seperti yang

terjadi pada masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung karena saat ini mereka

mendirikan tempat tinggal di tanah milik PJKA, oleh karena itu keamanan

mereka dalam bertempat tinggal pun masih belum terjamin karena

sewaktu-waktu mereka bisa saja kena gusur oleh pihak PJKA. Selain itu tanah tempat

mereka tinggal juga cukup sempit dan hanya berjarak 5 meter saja dari rel

kereta api serta mereka juga tidak memiliki modal dan keterampilan yang

memadai, hal ini dapat terlihat dari pekerjaan mereka yang kebanyakan

adalah bekerja sebagai pemulung yang tentunya tidak bisa mencukupi

kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

(60)

3.

Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD,

atau hanya tamat SD. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap

wawasan mereka. Beberapa penelitian antara lain menyimpulkan bahwa

waktu mereka pada umumnya habis tersita hanya semata-mata untuk mencari

nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar atau meningkatkan

keterampilan. Demikian juga anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan

sekolahnya, karena harus membantu orang tua mencari tambahan

pendapatan. Hal ini sama seperti yang dialami masyarakat miskin pada jalan

tirtosari ujung. Mereka pada umumnya para pendatang yang berasal dari luar

daerah dan hanya tamatan SD maupun SMP sehingga pengetahuan mereka

tentang bagaimana hidup dan bersaing di kota pun minim dan akhirnya

membuat mereka menjadi masyarakat di pnggiran rel. selain itu dikarenakan

minimnya pengetahuan dan keterampilan mereka, mereka hanya bisa bekerja

sebagai pekerja kasar seperti buruh bangunan dan pemulung sehingga waktu

mereka kebanyakan mereka habiskan untuk bekerja mencari penghasilan dan

terkadang anak mereka juga ada yang ikut dalam proses tersebut. seperti

yang di kemukakan oleh salah satu informan, Bapak P.Saragih (Lk, 52 tahun)

yang mengatakan:

“Kalo saya cuman tamatan smp nya saya, dulu gak punya uang memang

buat sekolah ditambah saya memang orangya bandel jadi gak terlalu

mikirin buat sekolah makanya sekarang kerjaan cuman bisa jadi

pemulng kayak gini lah.” (wawancara 8 September 2014)

(61)

rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor

formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki

sektor-sektor informal. Bahkan pada umumya mereka bekerja serabutan maupun

musiman. Hal-hal seperti penjelasan tersebut juga sama seperti yang terjadi

pada warga miskin di jalan tirtosari ujung ini. Dikarenakan tingkat

pendidikan dan keterampilan mereka yang rendah, mereka tidak bisa bekerja

di sektor formal maka dari itu warga pada jalan tirtosari ujung ini

kebanyakan atau bahkan semua bekerja pada sektor informal seperti

berjualan kaporit ataupun pemutih yang dilakukan oleh ibu R.Silalahi,

berjualan keranjang belanjaan seperti yang dilakukan oleh pak J.Pasaribu,

pemulung seperti yang dilakukan oleh pak p.saragih, buruh bangunan seperti

yang dilakukan oleh suami ibu Tiur Simatupang, bapak E.Marpaung dan pak

Robert Hutabarat dan toke botot seperti pekerjaan yang dilakukan oleh pak

L.Panjaitan. Penjelasan ini didukung oleh penuturan salah satu informan, Ibu

T.Simatupang (Pr, 40 tahun) yang mengatakan:

“Kalo pekerjaan saya cuman nyarik-nyarik botot ajanya dek,

kadang-kadang di bantu sama suami, cemana lah cuman tamatan SMP nya kami

dua. Kalo suami saya kerjaannya gak tentu, kalo lagi dapat, dia kerja

buruh bangunan, tapi paling cuman dapat seminggu aja dalam sebulan

habis itu udah gak kerja lagi dia. Supaya ada kegiatan sambil nunggu

dapat kerjaan lain dibantunyalah aku nyari-nyarik botot ini.”

(wawancara 8 September 2014)

(62)

tempat lain. Seperti juga yang di alami warga miskin di jalan tirtosari ujung,

saat ini mereka belum mendapatkan fasilitas seperti air bersih dan

mendapatkan kenyamanan berupa lingkungan yang bersih dan sehat, juga

jalan tempat mereka tinggal yang rentan terkena becek atau bahkan banjir

jika seandainya turun hujan. Mereka juga tinggal di pinggiran rel yang

membuat mereka semakin tidak nyaman karena suara dari kereta api, tapi

mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi kehidupan mereka yang

mengharuskan menerima semua ketidaknyamanan tersebut agar mereka bisa

terus bertahan hidup.

(63)

4.4.1. Gejala-Gejala Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan

Tirtosari Ujung

Untuk memahami kemiskinan secara akurat dan komprehensif diperlukan

data yang lengkap dan valid. Upaya seperti ini menuntut waktu yang panjang,

bahkan tenaga maupun dana yang besar. Akibatnya jarang dilakukan dan sangat

sedikit pihak yang melakukannya. Upaya memahami kemiskinan lebih sering

dilakukan dengan cara atau pendekatan lain, misalnya melalui gejala-gejala

kemiskinan, seperti:

1.

Kondisi kepemilikan faktor produksi.

Kemiskinan tidak datang secara serta merta. Demikian halnya dengan

pendapatan, juga tidak datang secara serta merta. Semuanya melalui

saluran, sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu

pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan

atau mata pencaharian, apa alat atau faktor yang digunakan saat bekerja

dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal

tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang

atau sekelompok orang tersebut miskin atau tidak.

2.

Angka ketergantungan penduduk.

(64)

Dalam sebuah keluarga dengan empat orang anak atau lebih, misalnya

sering hanya satu orang yang bekerja, sedangkan lima orang

menggantungkan hidupnya pada satu orang. Gejala seperti ini sangat

umum dalam Negara yang menawarkan lapangan atau kesempatan kerja

yang kecil seperti Indonesia. Tingginya angka ketergantungan di Indonesia

sangat nyata, dimana bekerja di negara lain saat ini menjadi alternatif,

termasuk bagi tenaga tidak terampil.

3.

Kekurangan gizi.

(65)

4.

Pendidikan yang rendah.

Di era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang

penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator utama

kedudukan dalam masyarakat. Berbagai kebijakan telah ditetapkan

pemerintah dalam rangka membuka dan mempermudah akses masyarakat

terhadap pendidikan. Namun hingga saat ini pendidikan masih belum

gratis, bahkan masih cukup mahal, terutama pendidikan dengan kualitas

dan tingkat yang tinggi. Di usia kemerdekaan Negara kita yang bagaikan

manusia yang makin dewasa, kesadaran akan pentingnya pendidikan

makin meningkat. Oleh karena itu, rendahnya pendidikan yang dimiliki

masyarakat bukanalah disebabkan oleh kesadaran atas pendidikan yang

rendah, melainkan disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat untuk

mendapatkan pendidikan. Dengan demikian pendidikan yang rendah juga

merupakan gejala kemiskinan.

(66)

Dengan pekerjaan mereka di sektor informal tersebut membuktikan bahwa

mereka termasuk kepada warga yang memiliki gejala atau bahkan sudah tergolong

masyarakat yang miskin. Penjelasan ini di dukung oleh penuturan salah satu

informan, Bapak N.Purba (Lk, 53 tahun) yang mengatakan:

“Kerja mulung kayak gini keluar jam lapan pagi lah, baru balek

kerumah jam-jam satu siang biar makan siang, kalo saya ya jalan kaki

aja kemana-mana mulung ini, mana ada make-make kendaraan, gak ada

duit belinya, mending uangnya dipake untuk yang lain dari pada beli

sepeda.” (wawancara 17 September 2014)

(67)

tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelima orang anak-anaknya.

Kondisi seperti ini pasti sangat memberatkan kondisi kehidupan orang-orang

seperti ibu sianipar ini yang menjadi bukti mereka juga termasuk kepada

orang-orang yang terkena gejala kemiskinan dan bahkan sudah masuk ke dalam jurang

kemiskinan tersebut.

4.4.2. Faktor Intelektual, Sosial Psikologis, Keterampilan dan Asset sebagai

Penyebab Kemiskinan Masyarakat Miskin Pada Jalan Tirtosari

Ujung

(68)
(69)

4.4.3. Pendapatan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari

Ujung

Pendapatan merupakan sumber penting yang utama bagi seseorang dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa pendapatan ataupun penghasilan tidaklah

mungkin seseorang atau sekelompok orang bisa memenuhi kebutuhan mereka dan

keluarganya. Selain itu pendapatan yang mereka dapatkan tersebut juga harus

memenuhi standar untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebab jika tidak

lama-kelamaan mereka akan masuk kedalam jurang kemiskinan. Kebutuhan hidup

yang layak adalah standar kebutuhan hidup yang harus dipenuhi seseorang atau

sekelompok orang untuk dapat hidup dengan layak baik secara fisik, non fisik,

maupun sosial, untuk satu bulannya. Berdasarkan hal tersebut kebutuhan hidup

seseorang atau sekelompok orang di bagi kedalam 7 kelompok kebutuhan yaitu

makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi,

dan rekreasi dan tabungan. Jika salah satu dari ketujuh hal tersebut tidak bisa

terpenuhi maka bisa dikatakan orang atau kelompok tersebut akan masuk menuju

kemiskinan.

(70)

dengan jumlah anggota keluarga mencapai 5 orang atau lebih. Hal ini bisa

menjelaskan bahwa mereka tergolong masyarakat miskin yang tidak mampu

memenuhi kebutuhannya. Mayoritas pekerjaan yang digeluti oleh warga di jalan

tirtosari ujung adalah bergerak di sektor informal seperti berjualan kaporit ataupun

keranjang, pemulung, buruh bangunan sampai dengan toke botot dengan

penghasilan yang tidak terlalu berbeda. Seperti penghasilan yang didapatkan oleh

bapak P.Saragih, penghasilan beliau hanya mencapai Rp.700.000, -

Rp.1.000.000,- setiap bulannya dengan angota keluarganya yang berjumlah 5

orang yaitu dia, istrinya dan ketiga orang anaknya dan pengeluaran mereka setiap

bulannya bisa lebih banyak yaitu mencapai Rp.1.500.000, - Rp.2.000.000,-. Hal

ini sama seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan, Bapak P.Saragih (Lk,

52 tahun) yang mengatakan:

“Kalo penghasilan saya di hitung-hitung berkisar Rp.700.000, -

Rp.1000.000,-lah perbulannya, karna memang gak tentu penghasilan

saya, kalo lagi banyak bisa nyampek satu juta, kalo lagi dapat sikit bisa

cuman tujuh ratus, cemanalah pula cuman mulung-mulung gininya

kerjaan saya.” (wawancara 8 September 2014)

Pak P.Saragih (Lk, 52 tahun) juga menambahkan dengan mengatakan:

“Kalo sama kami ya kuranglah segini dek, kami berlima sekeluarga,

sementara pengeluaran bisa sampek Rp.1.000.000, - Rp.2.000.000,-,

cemana mau tercukupi, ya gak bisalah.” (wawancara 8 September 2014)

(71)

penghasilan beliau perbulannya hanya mencapai Rp.1.500.000,-. Sementara itu

jumlah orang yang tinggal di rumah beliau berjumlah 7 orang termasuk dia,

istrinya, keempat orang anaknya dan satu orang cucunya. Kebetulan sumber mata

pencaharian keluarga pak Pasaribu adalah hanya dari membuat keranjang

belanjaan dan dalam keluarga mereka untuk saat ini hanya dia dan istrinya sajalah

yang bekerja, itupun sebagai pembuat keranjang belanjaan. Sedangkan

anak-anaknya yang lain belum bekerja karena dua anak-anaknya masih duduk di bangku

SMA dan dua lagi belum memiliki pekerjaan sehingga hanya membantu

pekerjaan pak pasaribu di rumah. Anak pertama pak Pasaribu sebenarnya sudah

menikah dan memiliki satu orang anak, akan tetapi dia telah di tinggal pergi

suaminya sehingga dia dan anaknya kembali tinggal bersama pak Pasaribu dan

untuk saat ini juga belum bekerja. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh

informan tersebut, Pak J.Pasaribu (Lk, 63 tahun) yang mengatakan:

“Beginilah kerjaan saya, bikin-bikin keranjang sama istri, nanti dijual.

Kalo gak cemana lagi bisa dapat uang, cuman ininya keahlian,

anak-anak belum ada yang kerja, sekarang bantu-bantu saya lah dulu disini.”

(wawancara 8 September 2014)

Pak Pasaribu (Lk, 63 tahun) juga menambahkan dengan mengatakan:

“Kalo penghasilan saya dari bikin keranjang ini paling Cuma

Rp.50.000,-lah perhari, mana cukupRp.50.000,-lah itu untuk kami, kami 7 orang serumah, yang

mau dikasi makan 7 orang, yang sekolah 2, belum lagi jajan si kecil,

pusinglah mikirinnya.” (wawancara 8 September 2014)

(72)

dari pekerjaannya sebagai pemulung. Jadi jika dirata-ratakan penghasilan

keluarganya hanya mencapai Rp.1.000.000,-perbulannya. Sementara pengeluaran

mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulan dengan jumlah anggota keluarga

sebanyak 5 orang dalam satu rumah. Penjelasan diatas di dukung dengan

penuturan salah satu informan, Bapak B.Matondang (Lk, 50 tahun) yang

mengatakan:

“Kalo penghasilan kami bisalah sampek Rp.250.000,- seminggu, tapi

pengeluaran bisa nyampek Rp.1.500.000,- sebulan, udah gak cukup lah

itu, untuk makan aja bisa nyampek Rp.50.000,- sehari.” (wawancara 2

Oktober 2014)

(73)

4.4.4. Kehidupan Ekonomi dan Pembagian Penghasilan Perekonomian

Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung

Penghasilan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam

bertahan hidup, tanpa penghasilan sudah pasti seseorang ataupun sekelompok

orang akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Penghasilan yang didapatkan setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan

yang mereka lakukan dan pembagian penghasilan yang mereka dapatkan tentunya

juga berbeda-beda tergantung dari kebutuhan yang mereka perlukan dan untuk

siapa saja kebutuhan tersebut. Pembagian penghasilan tersebut bisa berupa untuk

kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan, maupun perumahan. Berikut ini

merupakan hasil wawa

Gambar

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel  5
+7

Referensi

Dokumen terkait

□ Mengingkari penyakit yang diderita □ Menyalahkan hal-hal diluar dirinya.. Jelaskan

Aplikasi Business Intelligence memanfaatkan investasi dalam data dan sistem untuk menyediakan informasi yang mudah digunakan, yang dapat mendukung pengambilan

Eksplorasi Fungi Perombak di Bawah Tegakan Macaranga indica dan Hibiscus macrophyllus pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung

Dengan perhitungan Fuzzy RPN, mode kegagalan paling kritis pada koridor III adalah jalur yang belum steril dari pengguna kendaraan pribadi (0,742), sedangkan pada

Sampel Teh Daun Gaharu diberi label nomor dengan keterangan sebagai berikut : (1) Teh Daun Gaharu asal Jambi (bagian Pucuk).. (2) Teh Daun Gaharu asal Jambi (bagian Pangkal) (3)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman kepada masyarakat Islam, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan

Standar mutu internasional brokoli yaitu produk memiliki bunga yang kompak dan tidak memiliki warna kuning pada bagian bunga, Mutu brokoli dapat dipertahankan

Blok pengelolaan CA Tangkoko dan CA Duasudara didapatkan dari hasil skoring dan query antara parameter yang digunakan (penutupan lahan, penyebaran satwa liar,