DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Departemen Sosial RI. 2006. Rencana Strategi Penangggulangan
Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin 2006-2010. Jakarta.
Dhini, Sita. 2009. Strategi Bertahan Buruh Kontrak Dalam Memenuhi
Kebutuhan Pokok. Skripsi (S1). Medan: Program Studi Sosiologi
Sumatera Utara.
Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Moeleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sarman, Mukhtar dan Sajogyo. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan.
Jakarta: Puspa Swara.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sugyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sumarno. 1996. Masyarakat Pinggiran Rel. Skripsi (S1). Medan: Program
Studi Sosiologi Universitas Sumatera Utara.
Suparlan, Parsudi. 1983. Kemiskinan Di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan. Jakarta:
Rineka Cipta
Sumber Online:
09.36 wib).
wib).
Landasan Teori Strategi Coping, (Diakses 12 September 2013 pukul
20.45)
Hartika, Dewi, Nasution. 2006. Jurnal Pemberdayaan Komunitas: Adaptasi
Masyarakat Miskin Terhadap Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM,
Hidayah, Nur. 2004. Jurnal Strategi Bertahan: Strategi Bertahan Hidup
Pedagang Asongan Di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta Dan
Balapan Solo, (Online)
wib).
Suhartini, Tina. 2008. Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan. Skripsi (S1),
(Online), Bogor: Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan
Masyarakat Institute Pertanian Bogor, (http://repository.ipb.ac.id/bitstr
eam/123456789/2923/1/A08tsu_abstract.pdf
/ Diakses 8 Oktober 2013
pukul 20.25 wib).
Wahyudi, Hendra. 2007. Jurnal harmoni sosial: Strategi Adaptasi Sosial
Ekonomi Keluarga Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar
Minyak, (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/292
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan
metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yamg dialami
oleh objek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai,
secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:1). Dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih
mendalam mengenai strategi bertahan hidup masyarakat miskin di Jalan Tirtosari
Ujung, Kecamatan Medan Tembung.
Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan
untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah
maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, ka
rakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang
satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).
3.2. Lokasi Penelitian
dengan kondisi perekonomiannya yang masih sangat rendah, terlihat dari bentuk
pemukiman mereka yang kumuh dan pekerjaan yang mereka lakukan yaitu
mencari dan mengumpulkan barang-barang dan plastik bekas yang di bersihkan
lalu di keringkan di depan rumah mereka untuk di jual kembali.
3.3. Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitian (Arikunto, 2002:22). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah
semua kepala keluarga dari masyarakat miskin yang bermukim di jalan Tirtosari
Ujung, Kecamatan Medan Tembung. didalam penelitian ini, peneliti merupakan
instrument kunci yang sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif. untuk itu
peneliti secara individu akan turun langsung ke tengah-tengah masyarakat guna
memperoleh data dari informan. dari keseluruhan unit analisis akan diambil
informan yang dianggap dapat menjawab permasalahan penelitian ini.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh
pewawancara. Informan dianggap orang yang menguasai dan memahami data,
informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin 2008: 108)
Adapun orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
orang-orang yang dapat mendukung terjadinya proses penelitian, yaitu:
2.
Jumlah keluarga miskin di Jalan Tirtosari Ujung ada sekitar 100 kk,
namun hanya beberapa keluarga miskin saja yang menjadi informan
dalam penelitian ini yaitu yang bekerja di sektor informal seperti
pemulung, dan telah tinggal dan menetap lebih dari satu tahun di
pinggiran rel tersebut.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2005:62). Adapun teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data
primer dan data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian melalui observasi dan wawancara di lapangan, oleh karena itu untuk
mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a.
Metode Observasi
(Nawawi, 2005:100). Pada penelitian ini peneliti mengobservasi
apa-apa saja kegiatan yang sering dilakukan masyarakat miskin di jalan
tirtosari ujung agar dapat bertahan hidup.
b.
Metode Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam yaitu untuk mendapatkan data secara lengkap
sebagaimana yang diinginkan,dibantu oleh instrument penelitian. menu
rut (Moleong, 2000:196), wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu. wawancara dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan
informasi yang akurat dengan menggunakan bantuan alat perekam dan
pedoman wawancara. dalam hal ini peneliti nantinya akan
mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian guna
mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup masyarakat miskin di
Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung.
3.4.2 Data Sekunder
3.5. Interpretasi Data
3.6. Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
1
Pra observasi
√
√
2
Acc Judul Penelitian
√
3
Penyusunan Proposal
√
√
4
Bimbingan Proposal
√
√
5
Seminar Proposal
√
5
Revisi Proposal
√
√
6
Penelitian Lapangan
√
√
√
7
Pengumpulan dan Interpretasi Data
√
√
√
√
8
Penulisan Laporan
√
√
√
9
Bimbingan Skripsi
√
√
√
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Ringkas Kelurahan Bantan
Kelurahan Bantan adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan
Medan Tembung, Kotamadya Medan. Menurut penuturan dari bapak Sekretaris
Lurah yaitu pak Nur Hasibuan, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung
pada awalnya bernama Kampung Kebun Pisang, hal ini dikarenakan di Kelurahan
Bantan ini dulunya banyak terdapat pohon pisang. Lalu pada tahun 1952 namanya
berubah menjadi Kampung Bantan ataupun Desa Bantan yang dikepalai oleh
seorang kepala kampung yang bernama Saad yang berasal dari Daerah Banten
yang diangkat berdasarkan hasil pemilihan kepala kampung oleh warga
masyarakat yang memegang jabatannya sampai tahun 1953. Kelurahan Bantan ini
sebagaimana keberadaan kelurahan pada umumnya merupakan lembaga
pemerintahan terendah di antara lembaga pemerintahan yang ada.
Perkembangan selanjutnya, sampai pada Bulan Juni 1966 Kampung
Bantan masih berstatus sebagai kampung dan masih tetap dipimpin oleh seorang
kepala kampung bernama Mulardi. Barulah pada Juli 1966 Kampung Bantan
ataupun Desa Bantan ini berubah menjadi Kelurahan Bantan yang dikepalai oleh
seorang Lurah yang bernama Tengku Anwar yang menjabat sebagai Lurah
Kelurahan Bantan dari tahun 1966 sampai tahun 1984.
Kelurahan Bantan sendiri saat ini dipimpin oleh seorang Lurah yang
bernama ibu Nila Juwita S.Sos yang telah menjabat selama dua setengah tahun
dan pak Sekretaris Lurah yang bernama Nur Hasibuan. Kelurahan Bantan saat ini
memiliki 14 lingkungan dimana jalan tirtosari ujung yang menjadi tempat
penelitian saya berada di lingkungan 12 yang dipimpin oleh kepala lingkungan
yang bernama pak Wahidin yang telah menjabat selama 2 tahun. Kantor kelurahan
Bantan sendiri saat ini memiliki anggota sebanyak 8 perangkat kelurahan, 5
kepala urusan, 14 kepala lingkungan dan 1 orang staf.
4.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kelurahan Bantan
Letak geografis suatu daerah merupakan salah satu faktor yang
menentukan bagi perkembangan sosial ekonomi maupun budaya suatu daerah.
Begitu pula dengan Kelurahan Bantan yang terletak sangat strategis dan dilewati
jalur perkeretaapian sebagai penghubung antara daerah yang satu dengan daerah
yang lainnya. Secara geografis kelurahan ini terletak pada ketinggian 3-8 m dari
permukaan laut, merupakan dataran rendah serta memiliki suhu rata-rata 35°c.
Luas wilayah kelurahan ini adalah 105,5 ha dan jarak dari pusat pemerintahan
Kecamatan Medan Tembung 1,5 km serta jarak dari pusat Kota Medan 6,0 km,
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Bandar Selamat dan Kelurahan
Tembung.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai dan Percut
Sei Tuan.
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bantan Timur.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tembung, Kecamatan
Medan Tembung.
4.1.3. Gambaran Penduduk Kelurahan Bantan
keterampilan tidak selalu menjadi jaminan keberhasilan dari suatu pembangunan.
Gambaran mengenai penduduk itu bisa saja berupa jumlah penduduk berdasarkan
jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, kewarganegaraan dan kelompok
tenaga kerja. Jumlah penduduk Kelurahan Bantan sendiri berdasarkan sumber
yang peneliti dapatkan dari dari Kantor Kelurahan Bantan berjumlah sekitar
35.983 jiwa yang terdiri dari 18.096 jiwa laki-laki dan perempuan sekitar 17.887
jiwa dan tersebar di 14 lingkungan. Jumlah kepala keluarga (kk) di Kelurahan
Bantan adalah sebanyak 6288 kk.
4.1.3.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari struktur penduduk berdasarkan jenis kelamin ini akan terlihat berapa
besarnya penduduk pria dan berapa jumlahnya penduduk wanita. Banyaknya pria
dan wanita di Kelurahan Bantan ini memiliki perbedaan jumlah akan tetapi tidak
begitu besar perbandingannya. Perbandingan ini dapat kita lihat dalam bentuk
tabel berikut ini :
Tabel 2
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No.
Jenis Kelamin
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2.
Pria
Wanita
18.096
17.887
50.30
49.70
JUMLAH 35.983 100.00
Dari tabel di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa jumlah
penduduk pria lebih banyak dari jumlah penduduk wanita yaitu 18.096 jiwa atau
50,30%, sedangkan wanita 17.887 jiwa atau 49,79% dengan selisih 209 jiwa atau
0,59%.
4.1.3.2. Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan
Berdasarkan kewarganegaraan, penduduk Kelurahan Bantan dapat
dibedakan atas Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA).
Komposisi penduduk berdasarkan kewarganegaraan dapat dilihat dalam
perbandingan dalam bentuk tabel di bawah ini :
Tabel 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan
No.
Kewarganegaraan
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2
.Warga Negara Indonesia
Warga Negara Asing
35.634
349
99.03
0.97
JUMLAH 35.983 100.00
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
4.1.3.3. Penduduk Berdasarkan Agama
Ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Bantan,
terdapat perbedaan jumlah penganutnya yang dikelompokkan atas penganut
Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No.
Agama
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
Islam
Protestan
Katolik
Hindu
Budha
18.642
5.427
1.829
36
10.049
51.80
15.09
5.08
0.11
26.92
JUMLAH 35.983 100.00
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
banyak dianut oleh penduduk yang bersuku bangsa Batak Toba, Nias dan orang
asing. Sedangkan Agama Katolik dianut oleh sebahagian orang suku bangsa
Batak Toba, sebahagian suku bangsa Karo dan sebahagian orang Jawa, dan untuk
Agama Hindu dianut oleh penduduk bersuku bangsa Tamil.
4.1.3.4. Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja
Komposisi penduduk menurut usia tenaga kerja, berdasarkan usia tertentu.
Di sini kita dapat melihat jumlah penduduk berdasarkan usia kerja. Tabel di
bawah ini akan memperjelas jumlah penduduk kelompok tersebut.
Tabel 5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja
No.
Kelompok Umur
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
10 – 14
15 – 19
20 – 26
27 – 40
41 – 56
57 lebih
4.270
7.670
4.104
7.490
896
540
17.10
30.72
16.43
29.99
3.59
2.17
JUMLAH 24.970 100.00
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
57 tahun ke atas jumlahnaya sebanyak 896 jiwa atau 3,59% dan 540 jiwa atau
2,17%.
4.1.3.5. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan dalam berpikir, baik itu secara formal maupun informal. Dengan
bekal pendidikan yang dimiliki, seseorang diharapkan dapat berdiri sendiri dalam
menunjang kehidupannya di kemudian hari. Bila ditinjau dari segi pendidikannya,
penduduk Kelurahan Bantan cukup bervariasi tingkatannya, sebagaimana terlihat
dalam tabel di bawah ini :
Tabel 6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Belum sekolah
Taman kanak-kanak
Tidak tamat sd
Tamat sd
Tamat smp
Tamat sma
Akademi/D1 – D3
Sarjana (S1 – S3)
565
2.163
2.573
6.195
9.426
11.730
1.991
1.340
1.58
6.02
7.16
17.21
26.19
32.59
5.53
3.72
JUMLAH 35.983 100.00
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
pendidikan D1 – D3 juga tergolong banyak yaitu 1991 jiwa atau 5,53% dan juga
penduduk yang berpendidikan sarjana mencapai 1340 jiwa atau 3,72%. Adapun
salah satu faktor yang membuat kelurahan ini tidak ketinggalan dalam bidang
pendidikan adalah karena perkembangan yang masuk ke kelurahan ini sehingga
mereka mulai sadar akan pentingnya pendidikan meskipun belum semua
penduduk yang menyadarinya.
4.1.3.6. Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Penduduk kelurahan bantan memiliki berbagai sumber mata
pencaharian, antara lain ada yang berprofesi sebagai pegawai, pedagang, buruh,
jasa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No.
Mata Pencaharian
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pegawai negeri sipil
TNI
Pegawai swasta
Pedagang/wiraswasta
Pertukangan
Buruh
Pensiunan
Pemulung
Jasa
816
52
9.053
7.800
1.160
811
548
247
630
3.86
0.24
42.88
36.94
5.49
3.84
2.59
1.17
2.99
JUMLAH 21.117 100.00
Dilihat dari sumber mata pencaharian, pekerjaan penduduk Kelurahan
Bantan yang terbesar adalah pegawai swasta yaitu 9.053 jiwa atau 42,88%,
pedagang 7.800 jiwa atau 34,57%, pertukangan 1.160 jiwa atau 5,49% dan yang
terkecil adalah yang bekerja sebagai tentara yaitu sebesar 52 jiwa atau 0,24%.
Apabila kita perhatikan angka-angka di atas memang secara ekonomi sudah baik,
mengingat kawasan ini memang sebagai kawasan yang sangat pesat
pertumbuhannya sebagai kawasan perdagangan dan industri. Akan tetapi sektor
kawasan ini banyak didominasi oleh WNI keturunan cina. Sedangkan WNI
pribumi lebih banyak yang menjadi buruh. Hal ini disebabkan rendahnya skill dan
keahlian WNI pribumi, terutama dalam bidang perdagangan.
4.1.4. Gambaran Sarana dan Prasarana Kelurahan Bantan
4.1.4.1. Sarana di Bidang Kesehatan
Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Bantan adalah
puskesmas, rumah sakit, poliklinik, apotik dan posyandu yang semuanya
diharapkan dapat menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih
terperinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8
Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Bantan
No.
Sarana Kesehatan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Puskesmas
Rumah sakit swasta
Rumah sakit bersalin
Poliklinik
Posyandu
1 unit
2 unit
5 unit
1 unit
11 unit
JUMLAH 20 unit
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
4.1.4.2. Sarana di Bidang Agama
Dalam kehidupan beragama, untuk memudahkan masyarakat dalam
melaksanakan ibadah, maka di Kelurahan Bantan ini telah didirikan sejumlah
rumah ibadah, seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini :
Tabel 9
Keadaan Sarana di Bidang Agama
No.
Sarana Agama
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Mesjid
Mushalla
Gereja
Vihara
Pura
17 buah
1 buah
3 buah
1 buah
–
JUMLAH 16 buah
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
4.1.4.3. Sarana di Bidang Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, dibutuhkan sarana pendidikan berupa yayasan atau lembaga-lembaga
pendidikan. Adapun sarana-sarana di bidang pendidikan yang ada di Kelurahan
Bantan adalah Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas dan Akademi yang berstatus negeri dan swasta seperti
yang terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 10
Keadaan Sarana di Bidang Pendidikan
No.
sarana
negeri
swasta
jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Taman kanak-kanak
Sekolah dasar
SMP
SMA
Akademi
–
5
1
1
–
4
6
5
3
1
4 buah
11 buah
6 buah
4 buah
1 buah
JUMLAH 7 19 26 buah
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
4.1.4.4. Sarana di Bidang Perhubungan
Sarana pendukung lainnya untuk melancarkan roda pemerintahan dan
perekonomian masyarakat Kelurahan Bantan adalah dibangunnya jalan sesuai
dengan prasarana untuk memudahkan jalur akses keluar-masuknya dari dan ke
Kelurahan Bantan ataupun untuk memudahkan hubungan antara wilayah yang
satu dengan wilayah yang lainnya. Pada umumnya kondisi jalan di Kelurahan
Bantan ini sudah mulai baik, hal ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 11
Keadaan Sarana Perhubungan
No.
Sarana Perhubungan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
Jalan Lingkungan
Jalan Protokol
Jalan Provinsi
Rel Kereta Api
14 buah
1 buah
1 buah
1 buah
JUMLAH 17 buah
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
4.1.4.5. Pola Pemukiman/Perumahan
Rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia karena rumah tidak
hanya berfungsi sebagai tempat untuk tinggal dan beristirahat bagi seluruh
anggota keluarga, tetapi juga berfungsi sebagai sarana sosial bagi anak-anak
mereka. Perumahan penduduk di Kelurahan Bantan terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu rumah permanen dan semi permanen seperti yang bisa kita lihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 12
Keadaan Pola Pemukiman/Perumahan
No.
Sarana Perumahan
Jumlah
1.
2.
3.
Rumah Permanen
Rumah Semi Permanen
Rumah Non Permanen
3.872 buah
2.381 buah
–
JUMLAH 6.253 buah
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014
- Rumah Per
manen adalah rumah yang berdinding batu secara keseluruhan
dan atap yang terbuat dari bahan yang tahan lama seperti seng atau
genteng. Mayoritas perumahan di Kelurahan Bantan ini adalah rumah
permanen, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah runah permanen di
kelurahan ini yaitu berjumlah 3.872 buah.
tempat penelitian saya. Rumah-rumah di pinggiran rel ini kebanyakan
memang sudah tergolong semi permanen, akan tetapi status rumah yang
mereka huni dapat dikatakan sebagai rumah atau hunian liar, karena
didirikan di atas tanah milik PJKA.
-
Rumah Non Permanen adalah rumah-rumah yang terbuat dari bahan-bahan
bekas, diantaranya kayu bekas, seng bekas, papan bekas, dan lain
sebagainya. Rumah jenis ini sepertinya sudah tidak ada lagi di Kelurahan
Bantan ini terbukti dari tidak adanya yang terdata di Kantor Kelurahan
Bantan setempat.
4.2.
Kondisi Sarana di Jalan Tirtosari Ujung, Kelurahan Bantan
papan-papan bekas dan seiring berjalannya waktu rumah tempat tinggal penduduk
di Jalan Tirtosari ini sudah mulai berubah menjadi tergolong semi permanen yaitu
terbuat dari setengah batu dan berdinding setengah papan dan berlantai semen dan
tempat tinggal mereka ada yang milik sendiri dan ada juga yang masih menyewa,
akan tetapi tanah tempat mereka mendirikan bangunan pun masih milik PJKA,
jadi sewaktu-waktu jika pihak PJKA ingin menggusur mereka, mereka tidak akan
bisa berbuat apa-apa. Seperti yang diutarakan oleh salah satu informan yang saya
wawancarai yaitu pak Wahidin (Lk, 55 tahun) yang mengatakan:
“Kalau lokasi pinggiran rel itu setau saya sudah dari tahun 80-an orang
mulai tinggal di situ, dulunya itu cuman seng-seng dan papan bekas
ajanya rumahnya dan pun tanah tempat mereka tinggal itu masih milik
PJKA jadi kapan aja bisa kena gusur mereka.” (wawancara 14
September 2014)
hal ini pastinya sangat mengganggu kenyamanan ataupun kesehatan mereka
dalam beraktivitas.
Jalan mereka pun masih terbuat dari tanah yang mana jika turun hujan
pasti mengalami becek dan banjir. Belum lagi kereta api yang lewat setiap 20
menit sekali sangat mengganggu kenyamanan masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung
ini, hal ini dikarenakan sudah mulai beroperasinya Bandara Udara Kualanamu
yang memiliki akses jalur rel kereta api untuk menuju kesana. Hal itu seperti yang
diutarakan oleh salah satu informan yang saya wawancarai yaitu bapak L.
Panjaitan (Lk, 40 tahun) yang mengatakan:
“Sekarang makin gak nyamanlah kami tinggal disini dek, semenjak ada
bandara kualanamu itu makin sering aja kereta api lewat disini, tiap 20
menit ada itu kereta api lewat, kalo dulu gak sesering inilah.”
(wawancara 17 September 2014)
4.3.
Profil Informan
4.3.1. Informan Kunci (Beberapa Keluarga Yang Tinggal di Jalan Tirtosari
Ujung)
1.
Nama
: P. Saragih
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 52 tahun
Agama
: Kristen
Pendidikan Terakhir : SMP
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 56
Jumlah Tanggungan : 4 orang
Asal Daerah
: Dari Medan
belum bekerja alias pengangguran. Sedangkan anak pak Saragih yang kedua
bernama Brigjen Putra Mandala Saragih dan berumur 21 tahun. Menurut
penuturan beliau alasan kenapa putra pertamanya ini di beri nama Brigjen Putra
Mandala karena dulunya mereka berasal dari Mandala sehingga di belakang
namanya di beri nama Mandala agar dia ingat daerah asalnya. Putra pertama pak
Saragih ini dulunya sempat bersekolah di Sekolah Pariwisata, akan tetapi karena
sifatnya yang bandel akhirnya dia putus sekolah dan tidak menyelesaikan
pendidikan terakhirnya sederajat SMA. Saat ini beliau mengatakan mereka sedang
mengurus paket C untuk status kelulusan putra pertamanya tersebut agar memiliki
ijajah sederajat SMA. Anak pak Saragih yang ketiga bernama Roy Natal Rejeki
Saragih serta lahir pada tahun 2001 dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di
kelas 6 SD.
kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dikarenakan pengeluaran keluarga
mereka perbulannya lebih banyak dari penghasilannya yaitu berkisar
Rp.1.500.000 – Rp.2.000.000,-perbulannya. Untuk makan saja mereka
mengeluarkan uang Rp.50.000,-perharinya, belum lagi biaya listrik yang berkisar
Rp.100.000,-perbulannya dan untuk uang jajan anaknya yang SD pak saragih
memberikan Rp.3.000,-perhari. untuk air minum mereka membeli dengan harga
Rp1.000,-per jerigen setiap harinya.
Pak Saragih mengatakan anaknya belum ada yang bekerja dan untuk saat
ini hanya dialah yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan sekali-kali
istrinya juga membantu pak Saragih dalam mencari barang-barang bekas. Mereka
mulai mencari barang-barang bekas dari jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 siang
dimana mereka pulang dan beristirahat, lalu pada siang harinya mereka
melanjutkan pekerjaan dengan membersihkan, mencuci dan memilah-milah
barang-barang bekas dan plastik bekas yang telah mereka kumpulkan lalu
menjualnya pada toke barang bekas.
2.
Nama
: J. Pasaribu
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 63 tahun
Agama
: Kristen
Pendidikan Terakhir : SMA
Status
: Menikah
Jumlah Tanggungan : 6 orang
Asal Daerah
: Luar Kota Medan
ketiga bernama Jayit Pasaribu, seorang laki-laki berumur 28 tahun dan telah
menikah juga sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengan bapak J.Pasaribu. Anak
pak Pasaribu yang keempat bernama Priska Pasaribu, seorang perempuan yang
berumur 22 tahun dan untuk saat ini hanya membantu pekerjaan pak pasaribu
dalam membuat keranjang dirumahnya. Anak bapak pasaribu yang kelima dan
keenam adalah anak kembar, mereka bernama Dewi Pasaribu dan Dewi Paula
Pasaribu. Keduanya saat ini berumur 17 tahun dan saat ini mengenyam
pendidikan di kelas 3 SMA di SMA Teladan.
sehari-hari. Biaya keperluan makan mereka dalam satu hari saja bisa mencapai
Rp.60.000,- untuk makan 7 orang. Belum lagi untuk biaya uang sekolah untuk
anaknya yang masih bersekolah yaitu Rp.200.000,-perorangnya, yang berarti
menjadi Rp.400.000,-perbulannya untuk biaya sekolah mereka. Juga untuk uang
jajan anak dalam sehari, dia mengeluarkan uang Rp.10.000,-. Untuk biaya listrik,
dalam sebulannya keluarga pak j.pasaribu harus membayar Rp.80.000,- dan untuk
biaya air minum pun mereka membeli air mentah seharga
Rp1.000,-per-jerigennya.
3.
Nama
: Tiur Simatupang
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 40 tahun
Agama
: Kristen
Pendidikan Terakhir : SMP
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 34
Jumlah Tanggungan : 5 orang
Asal Daerah
: Luar Kota Medan
Tiur berasal dari daerah Siborong-borong Tapanuli Utara, sedangkan suaminya
berasal dari Porsea. Keduanya sama-sama hanya dari tamatan SMP. Selama
menikah kedua pasangan ini telah dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu terdiri
dari 3 (tiga) orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Menurut
penuturan ibu Tiur keempat anaknya saat ini sama-sama berada di bangku sekolah
dasar. Anak pertama ibu Tiur Simatupang ini bernama L.Roni Marpaung,
berumur 13 tahun dan sekarang bersekolah di kelas 6 SD. Sedangkan anaknya
yang kedua bernama Marta Marpaung, berumur 12 tahun dan saat ini bersekolah
di kelas 6 SD juga. Ibu Tiur mengatakan dulu anaknya yang pertama itu pernah
tinggal kelas jadi sekarang memiliki tingkatan kelas yang sama dengan adiknya.
Anak ibu Tiur yang ketiga bernama Agung Marpaung, berumur 9 (Sembilan)
tahun dan sekarang mengenyam pendidikan di kelas 4 SD, dan anak ibu tiur yang
terakhir bernama Ervan Marpaung, berumur 8 (delapan) tahun dan sekarang
berada di tingkatan kelas 3 SD. Dari penjelasan ibu Tiur, keempat anaknya saat
ini memang bersekolah, tapi karena sekarang mereka masih di sekolah dasar, ibu
Tiur mengatakan dia tidak mengeluarkan biaya uang sekolah untuk sekolah
keempat anaknya karena mereka bersekolah di SD negeri dan mereka mendapat
dana BOS dari pemerintah yang membuat mereka tidak harus membayar uang
sekolah.
untuk minum dikarenakan tidak tersedianya fasilitas air bersih dari PDAM
sehingga mereka harus mencuci dan mandi dengan menggunakan air sumur yang
ada di belakang rumah.
Untuk saat ini keluarga ibu Tiur belum memiliki rumah sendiri sehingga
rumah yang ditempati mereka sekarang masih mereka sewa dengan harga
Rp.3.500.000,- per tahunnya. Menurut penuturan ibu Tiur, tanah tempat mereka
tinggal, juga tanah tempat warga lainnya tinggal masih milik PJKA.
4.
Nama
: R. Silalahi
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 45 tahun
Agama
: Kristen
Pendidikan Terakhir : SD
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 46
Jumlah Tanggungan : 2 orang
Asal Dearah
: Luar Kota Medan
tamatan SD. Alasan awal dulunya ibu silalahi ini datang ke medan adalah untuk
mendapatkan pekerjaan guna memiliki hidup yang lebih baik, namun karena
ketatnya persaingan hidup sedangkan dia hanyalah tamatan SD maka dari itu dia
hanya bisa bekerja di sektor informal seperti membuat kaporit ataupun pemutih
yang sedang digelutinya sekarang. Dari hasil pernikahannya, ibu silalahi memiliki
2 (dua) orang anak yaitu Josua Manahan Siregar dan Erfa Septia Siregar di mana
keduanya saat ini masih menjadi tanggungan dari ibu Silalahi. Anaknya yang
pertama, Josua Manahan Siregar berumur 17 tahun dan sekarang sedang
mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA tepatnya di SMA Budi Satria. Sedangkan
anaknya yang kedua bernama Erfa Septia siregar berumur 14 tahun yang sekarang
bersekolah di kelas 2 SMP. Alasan beliau sendiri kenapa memilih tinggal di jalan
tirtosari ujung ini adalah kerena di tempat ini dia bisa mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua
orang anaknya itu, ibu R.Silalahi bekerja sebagai pembuat kaporit ataupun
pemutih. Kebetulan ketika saya menjumpai ibu r.silalahi ini, beliau sedang
mencuci botol-botol aqua bekas yang bakalan menjadi tempat pemutih/kaporit
yang bakal dijualnya nanti. Pagi hari dari jam 09.00 sampai jam 12.00 siang
beliau mengumpulkan botol-botol aqua bekas, setelah itu dia mencuci botol-botol
aqua bekas tersebut dan mengisinya dengan air kaporit/pemutih untuk di jual
seharga Rp.1.000,- per botolnya.
beliau mengeluarkan uang sebesar Rp 4.000.000 setiap tahunnya untuk biaya
sewa rumah karena ibu Silalahi memang belum memiliki rumah sendiri maka dari
itu beliaupun menyisihkan uang sebesar Rp.100.000, – Rp.300.000,- dalam
sebulan untuk biaya sewa rumah tiap tahunnya. Setau ibu silalahi tanah tempat
mereka saat ini tinggal itu masih milik PJKA. Menurut ibu silalahi pendapatannya
yang segitu bisa di bilang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari,
karena penghasilan yang dia dapatkan juga dia habiskan untuk uang sekolah
anaknya yang SMA sebesar Rp.160.000,-perbulannya dan untuk anaknya yang
SMP, biaya untuk uang sekolahnya sebesar Rp.120.0000,-, jadi jika di total untuk
biaya pendidikan anak sekolah saja dia harus mengeluarkan Rp.280.000,- setiap
bulannya. Belum lagi untuk biaya ongkos dan jajan anak-anaknya, beliau harus
mengeluarkan uang paling tidak Rp.12.000,- dalam sehari. Untuk biaya sewa
rumah pun beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.4.000.000,- setiap tahunnya
karena ibu silalahi memang belum memiliki rumah sendiri. Untuk biaya makan
bagi 3 orang dalam satu rumah, beliau harus mengeluarkan biaya sebesar
Rp.40.000,- setiap harinya, Dan untuk air minum mereka sekeluarga juga harus
membeli air gallon isi ualng yang di beli tiap 2 hari sekali yang harganya
Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk biaya listrik, ibu silalahi bisa membayar mencapai
Rp80.000,- setiap bulannya.
5.
Nama
: N. Purba
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 53 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nimor 52
Jumlah Tanggungan : 4 orang
Asal Daerah
: Luar Kota Medan
pemuda berumur 27 tahun yang bernama Tison Hamonangan Purba. Anak pak
N.Purba yang kedua ini belum bekerja alias masih pengangguran dan
kesehariannya hanya bantu-bantu pekerjaan pak N.Purba dalam mencari
barang-barang bekas seperti membersihkan dan memilah-milah barang-barang-barang-barang dan
plastik-plastik bekas hasil pulungan beliau dan istrinya. Saat saya mendatangi
rumah mereka, bang Tison ini juga ada di situ dan dia sedang memasak sesuatu di
depan rumahnya bersama adiknya yang nomor 4, Melinda Veronika. Anaknya
yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Megawati Purba yang telah
berumur 16 tahun dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA di
SMA teladan yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan anak pak
N.Purba yang keempat juga perempuan yang bernama Melinda Veronika Purba
yang sudah berumur 14 tahun dan berada di kelas 2 SMP di smp Jambi.
semakin tua dia berhenti dari pekerjaannya sebagai tukang parkir dan memilih
untuk memulung untuk saat ini. Penghasilan yang mereka dapatkan dari hasil
memulung sebesar Rp.50.000,- perhari, jadi jika kita rata-ratakan penghasilan
mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulannya. Pak n.purba mengatakan
penghasilannya bekerja sebagai pemulung ini sangat tidak mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya sehari-hari. Dalam satu hari saja untuk makan mereka bisa
menghabiskan 2kg beras dimana beras yang mereka beli adalah beras yang
harganya paling murah yaitu Rp.7.000,-perkilogramnya. Belum lagi untuk ikan
dan sayur mereka bisa menghabiskan Rp.20.000,- setiap harinya. Jadi jika di total
pengeluaran mereka itu perharinya untuk makan saja bisa mencapai sekitar
Rp.35.000.-.
Rp.1.700.000,- dari pendapatannya yang hannya berkisar Rp.1.500.000,- setiap
bulannya.
6.
Nama
: L. Panjaitan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 40 tahun
Agama
: Kristen Protesten
Pendidikan Terakhir : SMA
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 90
Jumlah Tanggungan : 5 orang
Asal Daerah
: Dari Medan
orang yang bekerja dan memiliki penghasilan di keluarga mereka hanya pak
Panjaitan seorang, sementara itu istri pak Panjaitan hanya beraktivitas sebagai ibu
rumah tangga. Anak pak L.Panjaitan yang pertama bernama Rilan Panjaitan yang
sekarang berumur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA. Sedangkan anaknya yang
kedua bernama Riksman Panjaitan yang berumur 16 tahun dan sekarang juga
sedang bersekolah di kelas 2 SMA. Kedua anak pak L.Panjaitan ini juga
bersekolah di SMA teladan, dikarenakan jaraknya yang tidak jauh dari rumah
mereka. Anak pak L.Panjaitan yang ketiga bernama Wahyu Panjaitan yang
sekarang berumur 9 tahun dan sedang mengenyam pendidikan di kelas 3 SD.
Anak beliau yang terakhir bernama Gresia Panjaitan yang masih bayi dan baru
berumur dua setengah tahun. Beliau mengatakan rumah tempat dia tinggal saat ini
adalah peninggalan milik orangtuanya, dulunya dia tinggal dan besar di rumah ini
bersama orangtuanya akan tetapi sekarang kedua orangtuanya sudah meninggal
jadi sekarang dia dan keluarganyalah yang tinggal di rumah ini. Pak L.Panjaitan
juga mengatakan dulu orangtuanya bekerja sebagai pemulung disini, akan tetapi
dia sekarang tidak bekerja sebagai pemulung juga. Dia saat ini bekerja sebagai
toke botot kecil-kecilan yaitu menampung semua barang-barang hasil pulungan
warga lainnnya untuk dijualnnya kembali ke toke botot besarnya di belawan.
dalam rumahnya, ada beberapa tikus yang lewat sana sini, hal ini pasti juga
mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan beserta anak-anak dan istrinya, tapi
pak L.Panjaitan dan keluarganya sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi seperti
itu. Pak L.Panjaitan mengatakan dulunya kenapa orang tuanya memilih tinggal
disini karena disini mereka bisa bekerja sebagai peternak babi dan mencari botot
katanya. Selain itu mereka juga tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain.
Akan tetapi sekarang pak L.Panjaitan tidak meneruskan pekerjaan orangtuanya
sebagai peternak babi dan pencari botot melainkan dia sekarang menjadi toke
botot kecil-kecilan. Dari pekerjaannya sebagai toke botot kecil-kecilan dia bisa
mendapatkan penghasilan sebesar sekitar Rp.2.100.000,- setiap bulannya. Beliau
juga mengatakan dengan penghasilannya ini bisalah untuk mencukupi kehidupan
keluarganya sehari-hari. Pengeluaran keluarga pak panjaitan untuk biaya makan 6
orang setiap harinya adalah Rp.50.000,-, sedangkan untuk sekolah, beliau
mengeluarkan uang sebesar Rp.700.000.- setiap bulannya untuk ketiga orang
anaknya yang saat ini bersekolah. Untuk jajan anak-anaknya beliau bisa
memberikan mereka bertiga jajan sebesar Rp.20.000,- setiap harinya. Kalau untuk
biaya listrik, keluarga pak l.panjaitan bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.50.000,
– Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangakan untuk air minum mereka sama seperti
warga lainnya yaitu membeli air galon isi ulang sekali sehari dengan harga
Rp.4.000,-pergalonnya.
menit sekali jadi hal itu juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan
sekeluarga. Tapi karena uangnya yang belum mencukupi, pak Panjaitan pun
belum bisa pindah dari sini dan untuk sekarang bertahan tinggal di jalan tirtosari
ujung ini.
7.
Nama
: M. Sianipar
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 42 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan Terakhir : SMEA
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 39
Jumlah Tanggungan : 5 orang
Asal Daerah
: Kota Medan
suaminya ini sepertinya sudah menikah lagi disana karena pernah dulu ketika bu
sianipar ini menelepon suaminya, suaminya itu tidak mau di sebut sebagai bapak
Joni, nama anak pertamanya. Hal ini membuat ibu Sianipar merasa sedih karena
disini dia hidup susah mengurus anak-anaknya akan tetapi suaminya disana malah
menikah lagi dan tidak memberi nafkah kepada mereka. Akibatnya untuk saat ini
ibu Sianiparlah yang bekerja seorang diri untuk memenuhi dan mengurus
kebutuhan kelima orang anaknya. Bu Sianipar ini pun dulu pernah tinggal di
batam bersama suaminya juga yaitu selama tahun 2008 – 2009. Namun karena
kondisi hidup mereka yang juga masih susah disana, mereka memutuskan untuk
kembali ke medan dan tinggal di rumah mertuanya yang saat ini dia tinggali.
Beliau juga mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah rumah
orangtua suaminya alias mertuanya, akan tetapi mertuanya itu sekarang sudah
meninggal sehingga yang tinggal di rumah mereka saat ini hanya dia dan kelima
orang anaknya. Sepengetahuan bu Sianipar tanah tempat rumahnya ini berdiri
masih milik PJKA.
beliau mengatakan kemarin dia datang kesekolah anaknya untuk meminta
keringanan ke pihak sekolah agar anaknya bisa ikut ujian walaupun belum bayar
uang sekolah. Beliau juga menambahkan kalau beberapa hari yang lalu dia sempat
ingin meminjam ke renenir untuk membayar biaya sekolah anaknya ini, tapi
karena bunganya yang terlalu besar bu sianipar pun mengurungkan niatnya untuk
meminjam uang dari rentenir. Selain itu, untuk uang jajan kelima orang anaknya
saja bu sianipar bisa mengeluarkan uang Rp.9.000,-perharinya dimana
masing-masing anaknya yang SD mendapat Rp.2.000,- sedangkan yang SMP Rp.3.000,-
dan untuk dua anaknya yang belum sekolah bu sianipar mengeluarkan uang
masing-masing Rp.1.000,- setiap hari. Sedangkan untuk listrik beliau menumpang
ke tetangga di sebelah rumahnya karena tidak punya listrik di rumah sendiri,
itupun mereka harus membayar Rp.50.000,- setiap bulannya untuk listrik tersebut.
Untuk air minum sendiri mereka membeli air galon isi ulang tiap 2 hari sekali
yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Sedangkan untuk mencuci dan mandi beliau
mengatakan mereka harus menggunakan air dari sumur karena belum ada air dari
PDAM di rumah mereka.
8.
Nama
: Robert Hutabarat
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 48 tahun
Agama
: Kristen
Pendidikan Terakhir : SMP
Status
: Menikah
Jumlah Tanggungan : 4 orang
Asal Daerah
: Luar Kota Medan
Bapak Robert Hutabarat seorang laki-laki yang telah berumur 48 tahun,
beliau lahir tahun 1966. Beliau juga merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari
Ujung ini yang sudah lumayan lama menetap disini yaitu sekitar 11 tahun, dari
tahun 2003. Bapak Robert hanyalah tamatan SMP dan dia telah menikah dengan
seorang perempuan yang bernama Fransiska Tambunan yang berpendidikan
terakhir SMA dan sekarang telah berumur 45 tahun. Pak Robert sendiri berasal
dari samosir sedangkan istrinya bu fransiska tambunan berasal dari daerah
sidikalang. Pak Robert memiliki 3 orang anak yaitu satu orang anak laki-laki dan
dua orang anak perempuan dimana ketiganya masih menjadi tanggungan pak
Robert dan ketiga anaknya tersebut masih bersekolah semuanya. Anaknya yang
pertama bernama Edgar Rio Hutabarat, sekarang telah berumur 17 tahun dan
bersekolah di kelas 3 SMA. Anak pak Robert yang kedua seorang perempuan
yang bernama Novalia Hutabarat yang sekarang telah berumur 14 tahun dan
bersekolah di kelas 3 SMP. Sedangkan anak beliau yang terakhir bernama
Saridewi Hutabarat yang berumur 11 tahun dan bersekolah di kelas 6 SD. Beliau
mengatakan dia tidak terlalu khawatir dengan status tanah rumahnya yang masih
milik PJKA, karena beliau mengatakan dia Cuma menyewa di tempat ini, dan jika
seandainya di gusur beliau masih bisa mencari tempat tinggal di tempat lain
walaupun pasti sulit mencari sewa rumah dengan harga yang murah katanya.
beliau yang bekerja dan istri dan ketiga anak-anaknya menjadi tanggungannya.
Sehari-harinya beliau bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi pekerjaan sebagai
buruh bangunan ini tidak bisa ia dapatkan setiap hari katanya. Terkadang dia
mendapatkan pekerjaan sebagai buruh bangunan ini hanya selama 2 bulan, akan
tetapi setelah itu dia juga bisa tidak bekerja selama 1 bulan karena tidak mendapat
kerjaan sebagai buruh bangunan. Penghasilan pak Robert sendiri dari bekerja
sebagai buruh bangunan adalah Rp.70.000,- setiap harinya. Jadi jika kita
rata-ratakan penghasilan pak Robert bisa mencapai Rp.2.100.000,- setiap bulannya.
Dari pekerjaanya sebagai buruh bangunan pak Robert pun bisa menabung sebesar
200.000 tiap bulannya, tapi tabungannnya itu juga bisa habis sewaktu-waktu
karena pekerjaan pak Robert yang tidak selalu ada dan tabungannya tersebut pun
juga digunakan untuk membayar sewa rumah setiap tahunnya. Beliau mengatakan
pengeluarannya bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Memang dari
penghasilannya dia masih bisa menabung sekitar Rp.300.000, - Rp.500.000,-
setiap bulannya, akan tetapi uang tabungannya itu juga sering habis jika
seandainya dia lagi tidak bekerja karena di pakai untuk menutupi kebutuhan hidup
sehari-harinya.
9.
Nama
: Binsar Matondang
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 50 tahun
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan Terakhir : SMP
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nomor 67
Jumlah Tanggungan : 4 orang
Asal Daerah
: Luar Kota Medan
dia belum bekerja dan masih pengangguran, maka dari itu dia belum bisa
membantu perekonomian keluarga mereka sehingga anak pertama pak binsar ini
hanya bantu-bantu saja di rumah sembari menunggu mendapatkan pekerjaan.
Anak pak binsar yang kedua adalah seorang perempuan yang bernama Bella
Amelia Matondang yang sekarang telah berumur 16 tahun dan saat ini masih
bersekolah di kelas 2 SMA. Sedangkan anak pak binsar yang terakhir bernama
Calvin Matondang yang sekarang berumur 13 tahun dan bersekolah di kelas 2
SMP.
Pak Binsar juga menambahkan alasan beliau tinggal disini karena tidak
memiliki cukup uang untuk tinggal di tempat lain dan pak binsar juga mengatakan
rumah mereka ini milik sendiri, namun tanhnya masih milik PJKA sehingga
membuat pak Binsar juga merasa was-was jika seandainya mereka di gusur dari
sini.
4.3.2. Informan Tambahan (Kepala Lingkungan Jalan Tirtosari Ujung)
1.
Nama
: Wahidin
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 55 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Tirtosari Gang Sentosa Nomor 114 f
Wahidin yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Melani yang
sekarang berumur 12 tahun dan bersekolah di kelas 5 SD, dan anak pak Wahidin
yang terakhir bernama Wahyu yang berumur 10 tahun dan saat ini bersekolah di
kelas 3 SD.
terbukti dari tidak adanya terjadi kasus-kasus pencurian atau perselisihan antar
warga yang masuk laporan kepadanya.
Pak Wahidin juga menambahkan sifat umum masyarakat di jalan Tirtosari
Ujung ini cukup terbuka dan cukup akur satu sama lain, terbukti tidak adanya
kasus-kasus konflik yang sering terjadi di jalan ini dan mereka juga cukup terbuka
bagi orang-orang yang ingin berkunjung ke daerah mereka. Sedangkan untuk
mata pencaharian warga di jalan Tirtosari Ujung ini, pak Wahidin mengatakan
cukup bermacam-macam dan pada umumnya bergerak di sektor swasta atau
informal katanya. Ada warga yang bekerja sebagai pemulung, berjualan dan buruh
bangunan. Beliau juga mengatakan memang mayoritas pekerjaan penduduk
disana adalah sebagai pemulung. Kalau untuk pendidikan pak Wahidin
mengatakan memang orang tuanya kebanyakan hanya tamatan SD dan SMP, tapi
kalau untuk anak-anak mereka sepengetahuan pak Wahidin semua bisa bersekolah
sampai lulus SMA. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga di jalan
Tirtosari Ujung ini secara bersama biasanya adalah kegiatan dalam rangka hari
besar keagamaan seperti hari Natal, dan kegiatan di tanggal 17 Agustus dimana
mereka juga mengadakan lomba untuk semakin meningkatkan kebersamaan antar
warganya.
4.4.
Gambaran Umum Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan
Tirtosari Ujung
kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan
adalah suatu fakta di mana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau
lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan
ketidakmampuannnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksudnya dalam
menjelaskannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang menggambarkan
kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
“Kalo untuk minum belinya kami dek, biasanya kami beli air galon isi
ulang itu untuk dua hari sekalilah, cemana lagi mau dibilang orang air
pun belum masuk kesini, untunglah ada air sumur itu, jadi untuk mandi
sama nyuci ngambil dari situ lah kami.” (wawancara 2 Oktober 2014)
Penjelasan diatas juga di perkuat oleh penuturan salah satu informan,
Bapak J.Pasaribu (Lk, 63 tahun) yang mengatakan:
“Listrik kami memang udah dapat, tapi kami masih numpang tiang sama
orang belakang, jadi kami belum punya tiang listrik sendiri karena gak
boleh pasang tiang listrik dekat rel kereta api, ya apa boleh buatlah,
samanya itu bisa dapat listrik udah baguslah.” (wawancara 8 September
2014)
“Kalo untuk penghasilan ya gak cukuplah untuk kehidupan sehari-hari
ito, penghasilan saya aja cuman Rp.50.000,-sehari itupun
kadang-kadang untuk dua hari nyari botot. Pengeluaran kami sekeluarga bisa
nyampek Rp.1.500.000,-sebulannya. Uang sekolah anakku yang smp aja
Rp.110.000,-perbulan, belum lagi untuk jajan orang itu sama makan
kami setiap hari nyampeklah itu Rp.50.000,-. Uang sekolah anakku yang
smp itu aja pun belum ku bayar sampe sekarang tok.” (wawancara 17
September 2014)
Dengan demikian dapat kita lihat bahwa masyarakat yang berada di
pinggiran rel pada jalan Tirtosari Ujung tergolong miskin. Hal ini terbukti dari
penjelasan diatas yang mengatakan kemiskinan dapat dilihat dari dua aspek yaitu
kemiskinan berdasarkan kondisi dan kemiskinan berdasarkan proses. jika dilihat
dari kondisinya, kemiskinan pada masyarakat dijalan Tirtosari Ujung dapat
terlihat dari kondisi tempat tinggal mereka yang kumuh karena dipenuhi
sampah-sampah dan jalan mereka yang masih rusak serta fasilitas-fasilitas yang belum
mereka dapatkan seperti air bersih dari PAM dan tiang listrik sendiri bagi fasilitas
listrik mereka. Sedangkan dari prosesnya, kemiskinan mereka dapat terlihat dari
ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, padahal mereka
sudah bekerja dan memiliki pendapatan tapi hal itu belum bisa membuat
kehidupan mereka lebih baik seperti yang di alami oleh ibu M.Sianipar tersebut.
Selain dari penjelasan diatas, ada beberapa indikasi yang menjelaskan dan
membuktikan bahwa seseorang atau sekelompok orang memang tergolong pada
masyarakat yang miskin.
Emil Salim, dalam Kemiskinan dan Solusi (2012:23) menunjukkan adanya lima
karakteristik kemiskinan, yakni:
1.
Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Hal ini sama seperti yang
terjadi pada masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung karena saat ini mereka
mendirikan tempat tinggal di tanah milik PJKA, oleh karena itu keamanan
mereka dalam bertempat tinggal pun masih belum terjamin karena
sewaktu-waktu mereka bisa saja kena gusur oleh pihak PJKA. Selain itu tanah tempat
mereka tinggal juga cukup sempit dan hanya berjarak 5 meter saja dari rel
kereta api serta mereka juga tidak memiliki modal dan keterampilan yang
memadai, hal ini dapat terlihat dari pekerjaan mereka yang kebanyakan
adalah bekerja sebagai pemulung yang tentunya tidak bisa mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
3.
Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD,
atau hanya tamat SD. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap
wawasan mereka. Beberapa penelitian antara lain menyimpulkan bahwa
waktu mereka pada umumnya habis tersita hanya semata-mata untuk mencari
nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar atau meningkatkan
keterampilan. Demikian juga anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan
sekolahnya, karena harus membantu orang tua mencari tambahan
pendapatan. Hal ini sama seperti yang dialami masyarakat miskin pada jalan
tirtosari ujung. Mereka pada umumnya para pendatang yang berasal dari luar
daerah dan hanya tamatan SD maupun SMP sehingga pengetahuan mereka
tentang bagaimana hidup dan bersaing di kota pun minim dan akhirnya
membuat mereka menjadi masyarakat di pnggiran rel. selain itu dikarenakan
minimnya pengetahuan dan keterampilan mereka, mereka hanya bisa bekerja
sebagai pekerja kasar seperti buruh bangunan dan pemulung sehingga waktu
mereka kebanyakan mereka habiskan untuk bekerja mencari penghasilan dan
terkadang anak mereka juga ada yang ikut dalam proses tersebut. seperti
yang di kemukakan oleh salah satu informan, Bapak P.Saragih (Lk, 52 tahun)
yang mengatakan:
“Kalo saya cuman tamatan smp nya saya, dulu gak punya uang memang
buat sekolah ditambah saya memang orangya bandel jadi gak terlalu
mikirin buat sekolah makanya sekarang kerjaan cuman bisa jadi
pemulng kayak gini lah.” (wawancara 8 September 2014)
rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor
formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki
sektor-sektor informal. Bahkan pada umumya mereka bekerja serabutan maupun
musiman. Hal-hal seperti penjelasan tersebut juga sama seperti yang terjadi
pada warga miskin di jalan tirtosari ujung ini. Dikarenakan tingkat
pendidikan dan keterampilan mereka yang rendah, mereka tidak bisa bekerja
di sektor formal maka dari itu warga pada jalan tirtosari ujung ini
kebanyakan atau bahkan semua bekerja pada sektor informal seperti
berjualan kaporit ataupun pemutih yang dilakukan oleh ibu R.Silalahi,
berjualan keranjang belanjaan seperti yang dilakukan oleh pak J.Pasaribu,
pemulung seperti yang dilakukan oleh pak p.saragih, buruh bangunan seperti
yang dilakukan oleh suami ibu Tiur Simatupang, bapak E.Marpaung dan pak
Robert Hutabarat dan toke botot seperti pekerjaan yang dilakukan oleh pak
L.Panjaitan. Penjelasan ini didukung oleh penuturan salah satu informan, Ibu
T.Simatupang (Pr, 40 tahun) yang mengatakan:
“Kalo pekerjaan saya cuman nyarik-nyarik botot ajanya dek,
kadang-kadang di bantu sama suami, cemana lah cuman tamatan SMP nya kami
dua. Kalo suami saya kerjaannya gak tentu, kalo lagi dapat, dia kerja
buruh bangunan, tapi paling cuman dapat seminggu aja dalam sebulan
habis itu udah gak kerja lagi dia. Supaya ada kegiatan sambil nunggu
dapat kerjaan lain dibantunyalah aku nyari-nyarik botot ini.”
(wawancara 8 September 2014)
tempat lain. Seperti juga yang di alami warga miskin di jalan tirtosari ujung,
saat ini mereka belum mendapatkan fasilitas seperti air bersih dan
mendapatkan kenyamanan berupa lingkungan yang bersih dan sehat, juga
jalan tempat mereka tinggal yang rentan terkena becek atau bahkan banjir
jika seandainya turun hujan. Mereka juga tinggal di pinggiran rel yang
membuat mereka semakin tidak nyaman karena suara dari kereta api, tapi
mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi kehidupan mereka yang
mengharuskan menerima semua ketidaknyamanan tersebut agar mereka bisa
terus bertahan hidup.
4.4.1. Gejala-Gejala Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan
Tirtosari Ujung
Untuk memahami kemiskinan secara akurat dan komprehensif diperlukan
data yang lengkap dan valid. Upaya seperti ini menuntut waktu yang panjang,
bahkan tenaga maupun dana yang besar. Akibatnya jarang dilakukan dan sangat
sedikit pihak yang melakukannya. Upaya memahami kemiskinan lebih sering
dilakukan dengan cara atau pendekatan lain, misalnya melalui gejala-gejala
kemiskinan, seperti:
1.
Kondisi kepemilikan faktor produksi.
Kemiskinan tidak datang secara serta merta. Demikian halnya dengan
pendapatan, juga tidak datang secara serta merta. Semuanya melalui
saluran, sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu
pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan
atau mata pencaharian, apa alat atau faktor yang digunakan saat bekerja
dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal
tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang
atau sekelompok orang tersebut miskin atau tidak.
2.
Angka ketergantungan penduduk.
Dalam sebuah keluarga dengan empat orang anak atau lebih, misalnya
sering hanya satu orang yang bekerja, sedangkan lima orang
menggantungkan hidupnya pada satu orang. Gejala seperti ini sangat
umum dalam Negara yang menawarkan lapangan atau kesempatan kerja
yang kecil seperti Indonesia. Tingginya angka ketergantungan di Indonesia
sangat nyata, dimana bekerja di negara lain saat ini menjadi alternatif,
termasuk bagi tenaga tidak terampil.
3.
Kekurangan gizi.
4.
Pendidikan yang rendah.
Di era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang
penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator utama
kedudukan dalam masyarakat. Berbagai kebijakan telah ditetapkan
pemerintah dalam rangka membuka dan mempermudah akses masyarakat
terhadap pendidikan. Namun hingga saat ini pendidikan masih belum
gratis, bahkan masih cukup mahal, terutama pendidikan dengan kualitas
dan tingkat yang tinggi. Di usia kemerdekaan Negara kita yang bagaikan
manusia yang makin dewasa, kesadaran akan pentingnya pendidikan
makin meningkat. Oleh karena itu, rendahnya pendidikan yang dimiliki
masyarakat bukanalah disebabkan oleh kesadaran atas pendidikan yang
rendah, melainkan disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan. Dengan demikian pendidikan yang rendah juga
merupakan gejala kemiskinan.
Dengan pekerjaan mereka di sektor informal tersebut membuktikan bahwa
mereka termasuk kepada warga yang memiliki gejala atau bahkan sudah tergolong
masyarakat yang miskin. Penjelasan ini di dukung oleh penuturan salah satu
informan, Bapak N.Purba (Lk, 53 tahun) yang mengatakan:
“Kerja mulung kayak gini keluar jam lapan pagi lah, baru balek
kerumah jam-jam satu siang biar makan siang, kalo saya ya jalan kaki
aja kemana-mana mulung ini, mana ada make-make kendaraan, gak ada
duit belinya, mending uangnya dipake untuk yang lain dari pada beli
sepeda.” (wawancara 17 September 2014)
tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelima orang anak-anaknya.
Kondisi seperti ini pasti sangat memberatkan kondisi kehidupan orang-orang
seperti ibu sianipar ini yang menjadi bukti mereka juga termasuk kepada
orang-orang yang terkena gejala kemiskinan dan bahkan sudah masuk ke dalam jurang
kemiskinan tersebut.
4.4.2. Faktor Intelektual, Sosial Psikologis, Keterampilan dan Asset sebagai
Penyebab Kemiskinan Masyarakat Miskin Pada Jalan Tirtosari
Ujung
4.4.3. Pendapatan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari
Ujung
Pendapatan merupakan sumber penting yang utama bagi seseorang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa pendapatan ataupun penghasilan tidaklah
mungkin seseorang atau sekelompok orang bisa memenuhi kebutuhan mereka dan
keluarganya. Selain itu pendapatan yang mereka dapatkan tersebut juga harus
memenuhi standar untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebab jika tidak
lama-kelamaan mereka akan masuk kedalam jurang kemiskinan. Kebutuhan hidup
yang layak adalah standar kebutuhan hidup yang harus dipenuhi seseorang atau
sekelompok orang untuk dapat hidup dengan layak baik secara fisik, non fisik,
maupun sosial, untuk satu bulannya. Berdasarkan hal tersebut kebutuhan hidup
seseorang atau sekelompok orang di bagi kedalam 7 kelompok kebutuhan yaitu
makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi,
dan rekreasi dan tabungan. Jika salah satu dari ketujuh hal tersebut tidak bisa
terpenuhi maka bisa dikatakan orang atau kelompok tersebut akan masuk menuju
kemiskinan.
dengan jumlah anggota keluarga mencapai 5 orang atau lebih. Hal ini bisa
menjelaskan bahwa mereka tergolong masyarakat miskin yang tidak mampu
memenuhi kebutuhannya. Mayoritas pekerjaan yang digeluti oleh warga di jalan
tirtosari ujung adalah bergerak di sektor informal seperti berjualan kaporit ataupun
keranjang, pemulung, buruh bangunan sampai dengan toke botot dengan
penghasilan yang tidak terlalu berbeda. Seperti penghasilan yang didapatkan oleh
bapak P.Saragih, penghasilan beliau hanya mencapai Rp.700.000, -
Rp.1.000.000,- setiap bulannya dengan angota keluarganya yang berjumlah 5
orang yaitu dia, istrinya dan ketiga orang anaknya dan pengeluaran mereka setiap
bulannya bisa lebih banyak yaitu mencapai Rp.1.500.000, - Rp.2.000.000,-. Hal
ini sama seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan, Bapak P.Saragih (Lk,
52 tahun) yang mengatakan:
“Kalo penghasilan saya di hitung-hitung berkisar Rp.700.000, -
Rp.1000.000,-lah perbulannya, karna memang gak tentu penghasilan
saya, kalo lagi banyak bisa nyampek satu juta, kalo lagi dapat sikit bisa
cuman tujuh ratus, cemanalah pula cuman mulung-mulung gininya
kerjaan saya.” (wawancara 8 September 2014)
Pak P.Saragih (Lk, 52 tahun) juga menambahkan dengan mengatakan:
“Kalo sama kami ya kuranglah segini dek, kami berlima sekeluarga,
sementara pengeluaran bisa sampek Rp.1.000.000, - Rp.2.000.000,-,
cemana mau tercukupi, ya gak bisalah.” (wawancara 8 September 2014)
penghasilan beliau perbulannya hanya mencapai Rp.1.500.000,-. Sementara itu
jumlah orang yang tinggal di rumah beliau berjumlah 7 orang termasuk dia,
istrinya, keempat orang anaknya dan satu orang cucunya. Kebetulan sumber mata
pencaharian keluarga pak Pasaribu adalah hanya dari membuat keranjang
belanjaan dan dalam keluarga mereka untuk saat ini hanya dia dan istrinya sajalah
yang bekerja, itupun sebagai pembuat keranjang belanjaan. Sedangkan
anak-anaknya yang lain belum bekerja karena dua anak-anaknya masih duduk di bangku
SMA dan dua lagi belum memiliki pekerjaan sehingga hanya membantu
pekerjaan pak pasaribu di rumah. Anak pertama pak Pasaribu sebenarnya sudah
menikah dan memiliki satu orang anak, akan tetapi dia telah di tinggal pergi
suaminya sehingga dia dan anaknya kembali tinggal bersama pak Pasaribu dan
untuk saat ini juga belum bekerja. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh
informan tersebut, Pak J.Pasaribu (Lk, 63 tahun) yang mengatakan:
“Beginilah kerjaan saya, bikin-bikin keranjang sama istri, nanti dijual.
Kalo gak cemana lagi bisa dapat uang, cuman ininya keahlian,
anak-anak belum ada yang kerja, sekarang bantu-bantu saya lah dulu disini.”
(wawancara 8 September 2014)
Pak Pasaribu (Lk, 63 tahun) juga menambahkan dengan mengatakan:
“Kalo penghasilan saya dari bikin keranjang ini paling Cuma
Rp.50.000,-lah perhari, mana cukupRp.50.000,-lah itu untuk kami, kami 7 orang serumah, yang
mau dikasi makan 7 orang, yang sekolah 2, belum lagi jajan si kecil,
pusinglah mikirinnya.” (wawancara 8 September 2014)
dari pekerjaannya sebagai pemulung. Jadi jika dirata-ratakan penghasilan
keluarganya hanya mencapai Rp.1.000.000,-perbulannya. Sementara pengeluaran
mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulan dengan jumlah anggota keluarga
sebanyak 5 orang dalam satu rumah. Penjelasan diatas di dukung dengan
penuturan salah satu informan, Bapak B.Matondang (Lk, 50 tahun) yang
mengatakan:
“Kalo penghasilan kami bisalah sampek Rp.250.000,- seminggu, tapi
pengeluaran bisa nyampek Rp.1.500.000,- sebulan, udah gak cukup lah
itu, untuk makan aja bisa nyampek Rp.50.000,- sehari.” (wawancara 2
Oktober 2014)
4.4.4. Kehidupan Ekonomi dan Pembagian Penghasilan Perekonomian
Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung
Penghasilan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam
bertahan hidup, tanpa penghasilan sudah pasti seseorang ataupun sekelompok
orang akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Penghasilan yang didapatkan setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan
yang mereka lakukan dan pembagian penghasilan yang mereka dapatkan tentunya
juga berbeda-beda tergantung dari kebutuhan yang mereka perlukan dan untuk
siapa saja kebutuhan tersebut. Pembagian penghasilan tersebut bisa berupa untuk
kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan, maupun perumahan. Berikut ini