• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

TESIS

OLEH

MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY

097009027/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY

097009027/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: KAJIAN PSIKOANALISIS

Nama Mahasiswa : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay Nomor Pokok : 097009027

Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.) (Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si.

Anggota : 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M. A.

2. Dr. Asmyta Surbakti, M. Si.

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya

sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil

karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara

jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, November 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay

Tempat dan Tgl.Lahir : Medan, 27 Januari 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jln. Batang Kuis G. Tirta Jaya Dusun IX Tanjung

Morawa

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Dosen

Pendidikan Formal:

1. SD Negeri 105855 Tamora 1992 - 1998

2. SLTP Swasta Harapan 2 Medan 1998 - 2001

3. SMA Negeri 18 Medan 2001 - 2004

4. S1 FBS Sastra Indonesia Unimed 2004 - 2008

5. S2 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2009 – 2011

Pendidikan Nonformal :

1. Pelatihan Bedah Buku Filosofi Kopi Dewi Lestari FBS Universitas Negeri

Medan (2006)

2. Pelatihan Prigel Menulis di Media Massa FBS Universitas Negeri Medan

(2007)

3. Pelatihan Menulis Karya Sastra KOMA UMN Al-Washliyah Medan (2009)

4. Pelatihan Akreditasi Tutor Universitas Terbuka Kerjasama antara UPBJJ UT

(7)

Pekerjaan :

1. Reporter Bidang Kemahasiswaan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Medan

(2007-2008)

2. Guru Komputer di Universitas Negeri Medan (2008-2009)

3. Asisten Dosen Luar Biasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muslim Nusantara

Al-Washliyah, Medan (2009-2010)

4. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muslim Nusantara

Al-Washliyah, Medan (Sejak 2009)

5. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Terbuka, Medan (Sejak

2009)

6. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Prima Indonesia, Medan

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur bagi Allah SWT karena limpahan rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat meneguhkan hati di tengah kebimbangan dan

keterputusasaan dalam menyusun, mengolah, dan menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini penulis beri judul “Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen

Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis”. Tesis ini membicarakan

struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh empat tokoh

dalam empat cerpen. Teori struktur kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan bagian dari kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Setiap manusia pasti

memiliki struktur kepribadian dalam dirinya, wujud dari struktur tersebut muncul

ketika manusia memiliki keinginan, penyaluran, dan penyeimbang sebagai benteng

dari keinginan yang tidak terpuaskan. Oleh karena itulah, struktur kepribadian cocok

digunakan dalam menganalisis antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’,

’Datanglah, Menjelang Kematian.’” yang banyak menawarkan problematika

kehidupan manusia beserta cara mereka meminimalisasi serta mengatasi masalah

tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan adanya dinamika kerja sistem id, ego, dan

superego yang hinggap pada kepribadian para tokoh. Tiga cerpen menunjukkan

keselarasan prinsip kerja ketiga struktur kepribadian tokoh-tokohnya. Artinya

masing-masing struktur tuntas bertanggung jawab atas dasar pijakan prinsip, cerpen

tersebut berjudul “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’”,

“Legenda Wongasu”, dan “Avi”. Namun ada satu judul cerpen yang salah satu

struktur kepribadiannya, justru tidak sesuai dengan prinsip kerja sebagai kontrol, nilai

(9)

manifestasinya menyebabkan masalah baru yang berakibat fatal bagi kehidupan

seseorang, walaupun pada akhirnya desakan id berhasil diwujudkan ego. Dinamika

seperti inilah yang terulas dalam penelitian ini.

Penyelesaian tesis ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis.

Kelemahan atau kesalahannya tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu,

penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan tesis ini.

Medan, November 2011 Penulis,

Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaikan tesis ini, penulis mendapat

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini,

penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan

kepada penulis oleh pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta

Dosen dan Staf Administrasinya.

4. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan

dorongan dan motivasi.

5. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta membangun

(11)

6. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen

Penguji, sekaligus sebagai teman bertukar pikiran serta telah rela berbagi waktu

menyalurkan dan mendiskusikan ilmu-ilmunya kepada penulis.

7. Bapak Seno Gumira Ajidarma selaku sastrawan yang menulis antologi cerpen

“’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Sebagai bahan

penelitian ini.

8. Alm. Drs. Antilan Purba, M.Pd selaku dosen sekaligus sastrawan yang semasa

hidup banyak memberikan masukan positif dan membangkitkan semangat penulis

dalam penyelesaian tesis ini.

9. Ayahanda Drs. Syahnan Daulay, M.Pd dan Ibunda Dra. Rosdiana Siregar, yang

telah memotivasi, memahami, dan senantiasa membimbing penulis dengan penuh

kasih dan sayang.

10.Abangda Ibrahim R. S. Daulay, S.E, Adinda Zulkarnain H. Daulay, S.H, dan Dian

Rosyalin Brangzo Daulay, S.Pd. yang telah memberikan doa tulus kepada penulis

dalam mengerjakan tesis ini.

11.Alfina Gustiany Siregar, S.S. selaku teman baik yang telah begitu banyak

mengorbankan waktu, perasaan, dan pikiran kepada penulis dalam penyelesaian

tesis ini.

12.Mama Lina, Alm. Wak Tarigan, Wak Lilik dan Mama Inun yang tidak

habis-habisnya mendoakan penulis dari awal perkuliahan sampai dapat terselesaikannya

(12)

13.Sahabat mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana

USU angkatan 2009. Sinta Diana, Yuna, Prinsi Daulay, Yelly, Irwan, Edy, Rico,

Elva, Henny, Cito, Kenny, serta teman-teman sepenanggungan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

14.Teman seprofesi penulis di UT, UNPRI, dan UMN Al-Washliyah Medan.

15.Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan

semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama

perkuliahan dan penyelesaian tesis ini

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa,

dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap

semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian sastra, khususnya yang

berhubungan dengan psikosastra dan psikoanalisis. Terima kasih.

Medan, November 2011 Penulis,

Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING

PANITIA PENGUJI

PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI . ... ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1. 2 Pembatasan Masalah ... 6

1. 3 Rumusan Masalah ... 7

1. 4 Tujuan Penelitian ... 8

1. 4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Praktis ... 9

1.5.2 Manfaat Teoretis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI ... 10

(14)

2. 2 Hakikat ... 15

2.2.1 Cerpen ... 15

2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi ... 17

2.2.2.1 Tema ... 18

2.2.2.2 Alur/Plot ... 18

2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan ... 19

2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen ... 19

2.2.2.4 Setting atau Latar ... 20

2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita ... 21

2.2.2.6 Gaya Bahasa... 22

2.2.3 Kategorisasi Tokoh ... 22

2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra ... 25

2.2.4.1 Teknik Ekspositori (Analitik) ... 25

2.2.4.2 Teknik Dramatik ... 25

2.3 Landasan Teori ... 29

2.3.1 Psikologi Sastra ... 29

2.3.1.1 Esensi Psikologi ... 29

2.3.1.2 Psikologi Sastra ... 29

2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud ... 31

2.3.3 Defenisi Kepribadian ... 32

2.3.4 Teori Struktur Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud ... 33

2.3.4.1 Id (das Es) ... 33

2.3.4.2 Ego (das Ich) ... 34

2.3.4.3 Superego (das uber Ich) ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian ... 37

3.2 Sumber dan Data Penelitian ... 38

(15)

3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.5 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Hasil Penelitian ... 42

4.1.1 Identifikasi Tokoh ... 42

4.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud berupa Analisis Id, Ego dan Superego ... 54

4.1.2.1 Analisis Struktur Kepribadian Id... 54

4.1.2.1.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 54

4.1.2.1.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 55

4.1.2.1.3 Cerpen ‘’Avi” ... 55

4.1.2.1.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 56

4.1.2.2 Analisis Struktur Kepribadian Ego ... 58

4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 58

4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 59

4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 59

4.1.2.2.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 60

4.1.2.3 Analisis Struktur Kepribadian Superego ... 62

4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 62

4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 63

4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 63

(16)

4.1 Pembahasan ... 81

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 100

5.1 Simpulan ... 100

5.1.1 Identifikasi Tokoh ... 100

5.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud ... 101

5.2 Saran ... 102

(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Identifikasi Tokoh ………. 49

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Biografi Seno Gumira

Ajidarma...

109

2. Biografi Sigmund Freud

...

114

3. Sinopsis Cerpen

...

122

4. Sejarah Penerbitan Cerpen

...

129

5. Sampul Cerpen

...

(19)

ABSTRAK

1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”

(20)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.

The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.

The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”

(21)

ABSTRAK

1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”

(22)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.

The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.

The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah lepas dari

permasalahan kehidupan, sebab manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan oleh

akal dan pikiran. Untuk itu, setiap manusia sebagai individu senantiasa mencoba

melibatkan diri dengan orang lain untuk berinteraksi dan menelurusi jati diri di dalam

kehidupan. Selain itu, manusia adalah pribadi yang sering mempertanyakan

keberadaannya seiring dengan perkembangan dunia. Dalam hal ini, manusia mulai

kehilangan pandangan tentang hubungan dengan sesama manusia dan nilai pribadi

individu yang cenderung menimpalkan kesalahan kepada diri sendiri tanpa

menghiraukan kesanggupan dan keberadaan potensi diri. Oleh karena itu, banyak

ditemukan manusia yang merasa tidak berdaya, tidak mampu atau bahkan tidak

bertahan dalam menghadapi suatu problematika kehidupan yang ada.

Manusia pada dasarnya selalu terhubung pada situasi-situasi tertentu di mana

pun berada. Namun situasi-situasi itu bukan miliknya secara utuh, sebab setiap

manusia harus membagi situasi-situasi itu dengan orang lain. Untuk itu, interaksi

antara manusia yang satu dengan yang lain sangatlah diperlukan, mengingat manusia

adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup berdampingan.

(24)

Selain itu, manusia juga harus menyadari bahwa setiap manusia pada dasarnya

adalah sama dan juga memiliki hasrat untuk berkomunikasi antara satu dengan

lainnya guna pencapaian maksud, keinginan ataupun sebagai sarana pemecahan

masalah dengan adanya solusi-solusi dari pandangan pihak lain.

Seni sastra, sebagai salah satu pandangan kehidupan manusia bukan hanya

sebuah karya seni estetika yang mampu menyajikan unsur kehidupan secara murni,

tulus, dan menarik bagi pembaca, tetapi juga merupakan faktor lain yang dapat

menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, terlebih bagaimana cara seseorang

mampu keluar dari berbagai persoalan yang terlukiskan dalam karya tersebut. Hal

semacam ini banyak tergambar dalam karya sastra.

Melalui karya sastra, pengarang mempunyai misi untuk membentuk pola

kepribadian dari masing-masing karakter tokoh guna menjalankan alur penceritaan

yang tidak monoton pada satu peristiwa saja. Lebih lanjut Supaat (2008:4)

menjelaskan bahwa ”Karakteristik kepribadian manusia dapat menjelma menjadi

suatu bahasa, suatu seni, dan suatu sastra”. Artinya, antara manusia dan karya sastra

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pengarang melalui prilaku

batin dan kejiwaannya mencoba menuangkan apa yang dirasa, dialami, dilihat, dan

diperhatikan dalam kehidupan nyata ke dalam karya sastra melalui simbol, ikon, dan

lambang.

Kelihaian pengarang merelevansikan kepribadian tokoh dalam kehidupan

(25)

terepresentasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Endaswara (2008: 86) yang

menyatakan:

Gejala-gejala kejiwaan yang dapat ditangkap oleh sang pengarang dari manusia-manusia lain tersebut, kemudian diolah dalam batinnya dipadukan dengan kejiwaannya sendiri lalu disusunlah menjadi suatu pengetahuan baru dan diendapkan dalam batin. Jika endapan pengalaman ini telah cukup kuat memberikan dorongan pada batin sang pengarang untuk melakukan proses kreatif, maka dilahirkannya endapan pengalaman tersebut dalam wahana bahasa simbol yang dipilihnya dan diekspresikan menjadi sebuah karya sastra.

Karya sastra berbentuk antologi cerita pendek (cerpen) pada umumnya banyak

disukai oleh pembaca, hal ini dapat dilihat melalui semakin merebaknya

antologi-antologi cerpen dewasa ini. Oleh karena itu, minat cerpenis-cerpenis untuk

melahirkan karya-karya tulis mutakhir pun semakin bergairah dan bergelora seiring

perkembangan minat baca oleh sebagian penikmat sastra yang terlalu bosan dengan

penceritaan-penceritaan klasik, menjadi nilai tambah pula apabila pengemasan cerpen

itu menarik lalu dikemas dalam satu kemasan yang terdiri dari berbagai cerita pendek

yang berbobot.

Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.’” merupakan salah satu penerbitan antologi cerpen yang ditulis oleh Seno

Gumira Ajidarma, seorang penulis teks perancang visual. Sebelum dikumpulkan

dalam satu buku cerpen antologi, karya-karya Seno Gumira Ajidarma lebih dulu

dimuat dalam beberapa media massa. Antara lain ”Melodrama di Negeri Komunis.”

(Media Indonesia, Minggu 1 Desember 2002), ”’Aku Kesepian, Sayang.’,

(26)

”Mmmwwwhhh!” (Eksotika Karmawibhangga Indonesia: Jakarta, 2002), ”Hari

Pertama di Beijing.” (Koran Tempo, Minggu 3 November 2002), ”Topeng Monyet”

(Suara Pembaruan, Minggu 10 Februari 2002), ”Layang-Layang” (Suara

Pembaruan, Minggu 23 Desember 2001), ”Dua Perempuan dengan HP-nya” (Koran

Tempo, Minggu 1 April 2001), ”Komidi Puter” (Media Indonesia, Minggu 16

Februari 2003).

Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.’” banyak mengungkap seputar perasaan, problematika, dan pengalaman

kehidupan yang selalu diwarnai oleh penderitaan lahir dan batin. Lima belas cerita

dalam antologi cerpen ini berkisah tentang mereka yang hidup dalam suatu dunia,

yang barangkali memang tidak dibuat untuk mereka, sehingga tampak aroma

kekalutan batin dan gangguan kejiwaan (psikis), seperti mungkin yang dialami setiap

orang yang terlanjur lahir meski tidak meminta.

Pada penelitian ini, peneliti hanya memokuskan penelitian pada empat judul

cerpen, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”,

”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Alasan empiris

pengambilan empat judul cerita ini adalah karena konflik batin yang dialami para

tokoh sangat mendominasi, di mana para tokoh sering melakukan percekcokan

kejiwaan baik kepada diri sendiri maupun menyikapi perlakuan tidak adil yang

dilakukan seseorang. Oleh sebab itu kepribadian para tokoh sedang diuji oleh

(27)

mereka tidak terdaftar dalam suatu kompetisi kejiwaan apapun. Gangguan-gangguan

dan keadaan yang tidak sesuai kerap dirasakan para tokoh, hal ini semakin membuat

tekanan dalam kondisi kejiwaan menjadi terganggu dan mengakibatkan suatu efek

tertentu sebagai respon dari ketidaksesuaian yang dirasakan. Tokoh yang diteliti

dalam penelitian ini, hanya terfokus pada tokoh utama saja, hal ini dikarenakan jenis

karya sastra cerpen yang hanya terdiri dari satu sampai tiga tokoh. Didukung pula

oleh keadaan empat cerita pendek tersebut yang memang menghadirkan satu sampai

dua orang tokoh untuk membangun cerita. Namun dalam empat cerpen tersebut,

hanya tokoh utamalah yang mendominasi terjadinya konflik batin baik terhadap diri

sendiri maupun orang lain.

Empat judul cerpen ini menggugah keingintahuan peneliti menyoal struktur

kepribadian yang tergambar dalam prilaku kejiwaan para tokoh dengan menggunakan

teori kepribadian Sigmund Freud melalui tiga jenis struktur kepribadian, yaitu id, ego

dan superego. Struktur dalam teori kepribadian tersebut merupakan bagian dari kajian

psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan cabang ilmu yang

dikembangkan Sigmund Freud dan para pengikutnya sebagai studi fungsi dan prilaku

psikologis, di mana dalam kajian psikoanalisis itu akan termanifestasi bagaimana

pola dan keadaan kejiwaan manusia yang terganggu oleh suatu sebab yang dalam hal

ini adalah kejiwaan para tokoh.

Sejalan dengan hal itu Eagleton (dalam Yustinus 2006: 47) menyatakan

(28)

merupakan praktik untuk menyembuhkan mereka yang mentalnya dianggap sakit atau

terganggu”.

Psikoanalisis merupakan sub cabang dari pendekatan psikologi sastra,

psikologi sastra sendiri merupakan kajian yang mendekati karya sastra dari sudut

pandang psikologi. Cakupan psikologi yang dimaksud dapat berupa neurosis dan

psikosis. Dalam penelitian ini aspek pengkajian struktur difokuskan kepada sisi

penokohan yang termuat dalam teks sastra. Lebih lanjut Endaswara (2008: 70)

menjelaskan:

Dapat disistemasikan bahwa fokus penelitian psikologi sastra bisa pada teks yang terkait dengan perwatakan tokoh, proses kreatif, dan pembaca. Masing-masing fokus memerlukan penelitian serius yang mungkin berbeda, yang paling utama adalah menemukan data kejiwaan apa saja dalam sastra atau yang melingkupinya.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditujukan untuk lebih memokuskan permasalahan dalam

suatu penelitian. Adapun masalah yang dibatasi dalam penelitian ini, diuraikan

sebagai berikut.

1.2.1 Identifikasi tokoh dalam antologi ”’Aku Kesepian, Sayang.’,

’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berdasarkan teknik-teknik

(29)

1.2.2 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku

Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa id

dalam kajian psikoanalisis.

1.2.3 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku

Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa

ego dalam kajian psikoanalisis.

1.2.4 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku

Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa

superego dalam kajian psikoanalisis.

1. 3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1.3.1 Bagaimanakah mengidentifikasi tokoh dalam antologi cerpen

”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’

berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra?

1.3.2 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi

cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.”’ berupa id dalam kajian psikoanalisis?

1.3.3 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi

cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

(30)

1.3.4 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi

cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.”’ berupa superego dalam kajian psikoanalisis?

1. 4 Tujuan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, tujuan penelitian merupakan langkah yang

paling mendasar. Sehubungan dengan hal itu, yang menjadi tujuan pada penelitian ini

adalah

1.4.1 Mendeskripsikan identifikasi tokoh yang dibentuk melalui

teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

1.4.2 Mendeskripsikan struktur kepribadian id para tokoh dalam

antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.’”

1.4.3 Mendeskripsikan strukur kepribadian ego para tokoh dalam

antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

Kematian.’”

1.4.4 Mendeskripsikan strukur kepribadian superego para tokoh dalam

antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang

(31)

1. 5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran

tentang adanya hubungan antara karya sastra, terutama cerpen dengan optimalisasi

struktur kepribadian manusia. Begitupun sebaliknya kajian psikoanalisis kepribadian

manusia dapat dipakai untuk membedah kejiwaan penokohan dalam sebuah cerpen.

Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu penikmat sastra dalam

upaya meningkatkan apresiasi dan pemahaman terhadap karya sastra, khususnya

terhadap cerpen-cerpen Indonesia yang beraromakan kehidupan psikologis.

1.5.2 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala masyarakat pada

umumnya untuk dapat lebih memahami dan menghayati struktur kepribadian pada

manusia yang ditinjau dari kajian psikoanalisis. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bersifat konstruktif bagi

perkembangan sastra dalam hal penerapan kritik sastra di dalam karya sastra itu

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam sub bab ini akan memaparkan penelitian-penelitian

terdahulu yang mengkaji fenomena stuktur kepribadian dalam perspektif kajian

psikoanalisis. Penelitian tersebut pernah dilakukan oleh Teguh Wirwan dengan judul

”Analisis Tokoh Ara dalam Roman ’Larasati’ Karya Pramoedya Ananta Toer:

Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra. (2009).

Roman Larasati merupakan salah satu roman karya Pramoedya Ananta Toer.

Seorang penulis yang hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, 3 tahun

dalam penjara Kolonial Belanda, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun pada

masa Orde Baru. Beberapa karyanya lahir dari penjara-penjara tersebut, di antaranya

Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan

Rumah Kaca). Dalam roman Larasati diceritakan bahwa Ara atau Larasati adalah

seorang artis panggung yang cantik, penampilannya banyak ditunggu oleh para

penontonnya, bahkan ia juga punya banyak penggemar di luar dunia panggung.

Ketika masa revolusi, tahun 1940-an ia tumbuh dewasa sebagai seorang gadis. Ketika

pergolakan revolusi pecah, ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa selama ini ia

selalu berada di pihak musuh. Pada saat menyaksikan penderitaan bangsanya,

(33)

akan bermain untuk propaganda Belanda, untuk maksud-maksud yang memusuhi

revolusi. Pada saat angkatan muda berjuang mati-matian, banyak angkatan tua

mendapatkan kedudukan enak. Banyak terjadi pengkhianatan, korupsi yang dilakukan

oleh para oportunis atau orang yang hanya mengambil keuntungan pribadi. Dalam

kisah perjalanannya, Ara dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menyebabkan

konflik dalam dirinya. Sebagai seorang perempuan dan juga artis, dengan caranya

sendiri ia menunjukkan sikapnya sebagai seorang pejuang. Dari kejadian-kejadian ini,

timbul berbagai konflik yang terjadi dalam dirinya yang harus diselesaikan. Untuk

menghadapi konflik yang terjadi, ia harus mengambil sikap serta penemuan dirinya

pada situasi semacam ini.

Roman ini memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang

mempengaruhi dan menjadi penyebab timbulnya berbagai sikap manusia dalam

menghadapi situasi tersebut. Dalam roman ini digambarkan pula situasi pergolakan

revolusi Indonesia pascaproklamasi yang tidak menentu akibat belum adanya

kestabilan kekuasaan. Fokus masalah yang dibahas dalam penelitian terdahulu ini

adalah kepribadian tokoh hanya kepada tokoh Ara dalam roman Larasati berdasarkan

teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, konflik psikologis yang dialami tokoh

Ara, serta sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut.

Karya-karya Seno dan Pram banyak memiliki kesamaan. Pergolakan dan

kekacauan batin menjadi topik utama dalam karya cerpen-cerpen mereka. Seno begitu

banyak memproduksi cerpen-cerpen yang bararoma psikologis. Ketakutan,

(34)

Seolah kehidupan nyata benar-benar menjadi acuan dalam menghasilkan karya

cerpen tersebut. Seperti dalam antologi cerpen hasil karyanya berikut ini. “Atas

Nama Malam”,

di atas berbau kehidupann psikologis tokoh-tokohnya.

Penceritaan terkadang dimulai dari ketidakberterimaan tokoh utama tentang

persoalan kehidupan, lalu menjadi pertentangan dalam batin yang nantiny berakhir

pada peristiwa yang tdiak seimbang, dan sepadan dengan apa yang diharapkan oleh si

tokoh. Alhasil, konflik jiwa pun terjadi. Dari hal ini, jelaslah tergambar bahwa Seno

merupakan sastrawan yang senang mengangkat kehidupan kejiwaan dalam karyanya

sebagai representasi dari kehidupan nyata.

Penelitian terdahulu selanjutnya menyoal stuktur kepribadian juga pernah

dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra

Universitas Diponegoro Semarang dalam bentuk skripsi di antaranya adalah Novianti

dalam “Analisis Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta

Karya Mira W” (2003) dan Andi Nurwahyudi dalam “Aspek Psikologis Tokoh

Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono”(2005). Di dalam

skripsinya Novianti mengungkap kepribadian dan konflik psikologis yang dialami

oleh tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta karya Mira W melalui teori

psikologi Gestalt.

Psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan peragaan untuk menunjukkan

(35)

Novianti berdasarkan teori psikologi Gestalt, ditemukan sifat menonjol yang dimiliki

tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta, diantaranya adalah rasa iri, dengki

dan pendendam. Sedangkan Andi Nurwahyudi dalam skripsi “Aspek Psikologis

Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono” mengungkap

aspek kepribadian dan moral tokoh Anggraini dalam novel Antara Dua Hati Karya

Maria A. Sarjono dengan menggunakan teori psikologi kepribadian Freud.

Berdasarkan struktur kepribadian tokoh Anggraini, Andi Nurwahyudi menyimpulkan

bahwa tokoh Anggraini memiliki superego yang mampu menggantikan tujuan-tujuan

realistis dengan tujuan moralitas.

Penelitian berikutnya oleh Diantika Permatasari Widagdho dengan judul

“Gangguan Kejiwaan Tokoh Nedena dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika.

Novel psikologi ini menceritakan tokoh-tokoh yang unik, dengan benang merah

perselingkuhan dan anak-anak yang lahir darinya. Tiap tokohnya mempunyai konflik

yang sedemikian rumit, namun mereka mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan

permasalahannya masing-masing, misalnya dengan mengakhiri hidup orang lain atau

dengan bunuh diri. Kekacauan tokoh dan alur dalam novel ini pada hakikatnya

merupakan gambaran manusia masa kini, yakni tentang orang-orang yang sibuk

menghadapi berbagai masalah tanpa sempat mendalami masing-masing masalahnya.

Selain menceritakan tokoh-tokoh dan alur yang unik, pada dasarnya

Dadaisme juga menggambarkan orang-orang kelas ekonomi menengah ke atas.

Tokoh-tokohnya adalah mereka yang telah “melek” teknologi dan menggunakan

(36)

sepuluh tahun yang mengalami gangguan kejiwaan. Aleda istri Asril, mantan pacar

Isabella yang kemudian berhubungan lagi setelah keduanya berkeluarga. Nedena

adalah anak Yusna yang berarti keponakan Isabella, sebab Yusna kakak Isabella.

Mereka tidak pernah mengetahui hubungan semacam itu karena mereka memang ada

dalam “ruang gelap perselingkuhan”.

Penelitian Diantika ini menganalisis kepribadian tokoh Nedena dan

faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan kepribadian tokoh Nedena dalam novel

Dadaisme karya Dewi Sartika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada

keseimbangan antara id, ego dan superego yang dialami Nedena. Pendorong id

bertentangan dengan kekuatan pengekang superego. Nedena cenderung

mementingkan prinsip kenikmatan daripada aspek sosiologis yang berkembang di

masyarakat, sehingga terjadi ketegangan di dalam diri atau pribadi Nedena.

Penyimpangan kejiwaan yang dialami Nedena adalah depresi dan skizofrenia,

kemudian Nedena mengalami halusinasi yang memicu Nedena melakukan bunuh diri.

Penyimpangan pada perilaku Nedena disebabkan tidak adanya sosok ayah yang

mampu menggantikan objek cintanya (kompleks Oedipus), ditambah trauma atas

kebakaran di rumahnya hingga menewaskan Ibu kandungnya.

Penelitian terdahulu yang mengkaji novel beraromakan kehidupan Negara

Jepang oleh Rizal Prabudi, juga peneliti cantumkan sebagai acuan dalam penulisan

tesis ini, adapun penelitian tersebut berjudul ‘Karakter Tokoh Utama dalam Novel

Utsukushisa to Kanashimi” (2006). Yang menjadi objek penelitian adalah novel

(37)

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti karakter tokoh utama, teknik penceritaan serta

simbol-simbol yang digunakan Kawabata Yasunari dalam menggambarkan karakter

dan kondisi kejiwaan tokoh utama. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tiga

permasalahan tersebut adalah pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, metode

karakteristik telaah sastra, dan semiotik.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, dapat dirangkum

sebagai landasan untuk menyusun alur berpikir teoretis dalam langkah kerja

penelitian ini.

2.2 Hakikat

2.2.1 Cerpen

Sebagaimana novel dan roman, cerpen termasuk jenis karya sastra fiksi yang

pendek. Sesuai dengan namanya cerpen merupakan cerita yang pendek, yaitu sebuah

cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah

sampai dua jam. Cerpen sesungguhnya lengkap dan selesai, maksudnya sebuah

cerpen meskipun pendek, tetap mencakup unsur intrinsik dan ekstrinsik suatu karya

sastra. Kedua unsur tersebut berfungsi saling mendukung dan membantu dalam

mencapai keutuhan dan kesatupaduan. Antara unsur yang satu dengan lainnya

memiliki hubungan yang erat sehingga akan mewujudkan sebuah karya yang

menarik. Unsur intrinsik meliputi tema, plot, suasana, setting, perwatakan, dan sudut

pandang, sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah biografi, psikologi, sosiologi, dan

(38)

Sebagai salah satu karya sastra, cerpen banyak disukai pembaca karena selain

bentuk ceritanya yang pendek, ia juga dapat dinikmati kapan dan di mana saja

pembaca berada. Hal ini yang membuktikan bahwa cerpen memang sudah menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sahari-hari, mengingat dewasa ini

sudah banyak vasiasi cerita yang unik dan menarik disajikan cerpenis-cepernis

pemula maupun yang sudah berpengalaman. Untuk itu kegiatan membaca cerpen

merupakan pilihan alternatif untuk mengisi waktu luang dalam menjalani kehidupan

sehari-hari. Di mana banyak contoh kasus yang dapat menjadi pelajaran dan renungan

pembaca di dalam wacana pergaulan sehari-hari.

Lebih lanjut Kratz, (2001:32) menjelaskan, ”Kegiatan membaca cerpen

merupakan hal yang amat penting guna mengimbangi pergaulan dengan kenyataan

sehari-hari yang semakin keras”. Di samping itu sebuah cerpen harus merupakan

suatu kesatuan bentuk yang betul-betul lengkap dan utuh. Dari sisi penceritaan atau

narasinya juga dituntut untuk hadir sehemat mungkin serta menimbulkan efek satu

kesan saja bagi pembacanya. Hal ini dimaksudkan agar sebuah cerpen dapat

menunjukkan kualitas yang bersifat pemadatan, pemusatan, dan pedalaman.

Lebih lanjut Soemardjo (1984: 92) berpendapat bahwa,

Cerpen itu harus memberi gambaran sesuatu yang tajam, inilah kelebihan bentuk cerpen dibanding sebuah novel. Kependekan dari bentuk cerpen harus mampu memberikan pukulan tajam pada pribadi pembaca, ketajaman ini dapat terletak pada unsur cerita, suasana maupun unsur watak tokohnya”.

Begitu juga tuntutan ekonomis serta efek satu kesan saja pada sebuah cerpen

(39)

sastra, misalnya unsur penokohan saja. Pementingan dan penekanan dalam hal ini

tidak berarti meniadakan unsur-unsur lain, tetapi untuk lebih memfokuskan cerita.

2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi

Istilah fiksi berasal dari ’fiction’ yang dalam kamus Hornby berarti rekaan,

khayalan, dan merupakan cabang sastra yang mencakupi cerita pendek, novel dan

roman. Di Indonesia Fiksi disebut juga cerita rekaan (cerkan). Sejalan dengan hal di

atas, Aminuddin (1990: 104) mengemukakan, ”Cerkan adalah sebuah tulisan naratif

yang timbul dari imajinasi pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah”.

Tarigan (1985: 120-121) juga berpendapat bahwa, ”Fiksi adalah sebuah cerita yang

disusun secara imajinatif suatu cabang sastra yang menyuruh karya-karya narasi

imajinatif: dalam bentuk prosa, termasuk di dalamnya roman, novel dan cerpen.”

Cerita rekaan atau fiksi memiliki unsur-unsur yang membangun dan saling

berhubungan sehingga terbentuklah suatu karya sastra. Salah satu unsur pembangun

yang dimaksud adalah unsur instrinsik. Unsur instrinsik merupakan unsur yang

berasal dari dalam sebuah fiksi tersebut, unsur instrinsik membatasi diri pada karya

sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya

sastra itu. Biografi pengarang, ssejarah realita zaman ketika seorang sastrawan sedang

menulis, dampak karya sastra terhadap masyarakat, dan hal-hal semacam itu tidak

dipertimbangkan dalam unsur ini, karena bagian-bagian itu merupakan ranah unsur

(40)

hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji

adalah unsur-unsur sastra itu sendiri. Unsur-unsur instrinsik terdiri dari:

2.2.2.1 Tema

Istilah tema berasal dari kata ’thema’ dalam bahasa Inggris yang berarti ide

pokok untuk menjalin sebuah cerita. Tema menyangkut pokok persoalan apa yang

dibahas dalam cerita rekaan. Sumardjo (1984: 57) mengemukakan bahwa, ”Tema

adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita.”

Sejalan dengan pendapat di atas Winarno (1990: 3) juga berpendapat, ”Tema

merupakan gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita yang

sekaligus menjadi catatan dari cerita itu.”

Dari dua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tema merupakan

unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat

membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir.

2.2.2.2 Alur/Plot

Plot merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang

menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui

kejadian yang akan datang. Setiap cerita terjadi dan berkembang dari beberapa

kejadian dan setiap kejadian merupakan bagian yang berkaitan antara peristiwa yang

(41)

sambung-sambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya

mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting mengapa hal itu terjadi”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plot merupakan stuktur

penceritaan yang sambung-menyambung berdasarkan hukum sebab akibat yang

mengemukakan mengapa hal itu terjadi.

2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan

Aminuddin (1990: 126) berpendapat, ”Penokohan adalah cara pengarang

menampilkan tokoh dan pelaku.”

Sejalan dengan pendapat di atas Jones (dalam Nurgiyantoro 1998:165) juga

mengemukakan bahwa, ”Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”

Dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan menyangkut siapa tokoh,

bagaimana watak tokoh dan bagaimana watak tokoh itu dilukiskan dalam fiksi.

2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen

Unsur penokohan suatu karya sastra, khususnya dalam sebuah cerpen menjadi

begitu menonjol dan sangat dominan. Namun demikian pribadi dalam cerpen tidak

sama dengan pribadi orang-orang yang ada dalam kehidupan sebenarnya.

Kepribadian dalam kehidupan sesungguhnya begitu kompleks, sedangkan dalam

cerpen hanya perlu menonjolkan beberapa sifat saja. Tokoh cerita harus digambarkan

(42)

berpendapat, ”Tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditujukan pada karakternya,

artinya hanya ditujukan tahapan tertentu pengembangan karakter tokohnya”. Meski

demikian, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih

menarik perhatian, karena dalam penokohan, dapat digambarkan tingkah laku

seseorang yang selalu digarap dalam lika-liku cerita. Oleh sebab itu dapat dikatakan

tanpa tokoh, tidak mungkin ada cerita, sebab sebuah cerita tentu terdiri atas suatu

peristiwa-peristiwa yang terjadi oleh sebab aksi dan reaksi tokoh-tokoh, baik antara

tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan sekitar maupun antara tokoh dengan

dirinya sendiri.

Tokoh yang bagus ialah tokoh yang riil dan dapat dipercaya. Maksudnya

tokoh yang tampak nyata seperti betul-betul hidup, yang manusiawi dan meyakinkan.

Dalam cerpen biasanya tokoh yang menonjol adalah tokoh utama, karena cerpen

merupakan sebuah cerita yang konflik-konfliknya terjadi berkisaran pada tokoh

utama. Menaruh perhatian pada tokoh utama adalah soal yang amat penting bagi

pembaca. Melalui perhatian itulah pembaca akan merasakan kesedihan, kegembiraan,

kegelisahan, keputusasaan, gejolak batin, dan semua yang dipikirkan serta dirasakan

oleh tokoh utama.

2.2.2.4 Setting atau Latar

Dalam sebuah cerita terdapat peristiwa-peristiwa yang menyangkut

(43)

yang disebut latar atau setting. Tarigan (1984:136) mengemukakan, ”Setting atau

latar adalah belakang fisik, unsur tempat, dan ruang dalam suatu cerita.”

Winarno (1990:18) ikut berpendapat, ”Setting atau latar adalah gambaran

tempat, waktu atau segala situasi tempat terjadi peristiwa.”

Dapat disimpulkan bahwa unsur instrinsik ini penting dalam sebuah cerita

karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di

dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.

2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita

Sudut pandang pencerita menyangkut penempatan diri pengarang dalam

cerita. Esten (1993: 27) mengemukakan beberapa sudut pandang pencerita:

a. pengarang sebagai tokoh utama;

b. pengarang sebagai tokoh samping;

c. pengarang sebagai orang ketiga (berdiri di luar cerita); dan

d. campur aduk, kadang-kadang masuk ke dalam cerita dan kadang-kadang

di luar cerita.

Dengan demikian unsur sudut pandang pencerita ini mengacu pada

posisi/penempatan pengarang atau pencerita, apakah ia ada di dalam cerita atau di

(44)

2.2.2.6 Gaya Bahasa

Situmorang (dalam Ambarita 2004: 2) mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah

cara pengarang mengekspresikan atau melahirkan isi hatinya.”

Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (dalam Ambarita 2004: 2) juga

mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk

meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda

atau hal lain yang lebih umum.”

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

adalah bahasa indah yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan isi hatinya

untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu

benda atau hal lain yang lebih umum.

2.2.3 Kategorisasi Tokoh

Dilihat dari segi keterlibatannya, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan

tokoh tambahan. Sayuti (2000: 74) berpendapat, ”Tokoh utama dapat ditentukan

melalui tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling banyak terlibat dengan makna atau

tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Dan

ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan”. Dapat

disimpulkan bahwa tokoh utama ialah tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam

setiap peristiwa dalam penceritaan, sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh

yang hanya muncul dalam beberapa kali cerita, dan itu pun hanya dalam takaran

(45)

Altenbernd dan Lewis (dalam Aminuddin 1990: 128) mengemukakan

pembagian tokoh menjadi dua bagian yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

Tokoh protagonis merupakan tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya masalah atau konflik dalam suatu cerita, berposisi dengan tokoh secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

Nurgiyantoro juga membagi-bagi tokoh dalam keterlibatan cerita, yaitu tokoh

sederhana dan tokoh bulat. ”Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu

kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh

manusia, ia tak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak

memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.

Sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki dan diungkapkan sebagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja

memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula

menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti

bertentangan dan sulit diduga. (Nurgiyantoro 1998: 178)

Altenbernd dan Lewis (dalam Sayuti 2000: 188) berpendapat, ”Tokoh dibagi

menjadi empat bagian, yaitu tokoh statis, tokoh berkembang, tokoh tipikal, dan tokoh

netral”. Tokoh statis berarti tokoh yang pada hakikatnya tidak mengalami perubahan

dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang

terjadi, sedangkan tokoh berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami

(46)

yang dikisahkan. Artinya ia aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan

sosial, alam, maupun lainnya yang pada akhirnya kesemuanya itu akan

mempengaruhi sikap watak dan tingkah lakunya.

Tokoh tipikal adalah tokoh yang lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan

atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan cerminan penggambaran,

pencerminan, atau pertunjukan terhadap orang, atau dengan kata lain seorang

individu sebagai bagian dari suatu lembaga di dunia nyata. Sedangkan tokoh netral

adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar

merupakan tokoh imanjiner yang hanya hidup dalam dunia imajinatif. Ia hadir atau

dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya

cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.

Dapat disimpulkan dalam penelitian ini, peneliti membatasi pelibatan tokoh

pada tokoh utama saja, namun keterlibatan tokoh pendamping relatif dicantumkan

apabila konflik yang terbangun melibatkan rutinitas tokoh utama. Hal ini didasarkan

pada defenisi cerpen yang merupakan cerita pendek dengan mayoritass penampilan

(47)

2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra

Setiap pengarang membuat penokohan dengan teknik yang berbeda, mereka

memiliki teknik masing-masing membuat penokohan dalam karyanya, Nurgiyantoro

(1998: 195-221) mengemukakan beberapa teknik yang biasanya digunakan

pengarang dalam penokohan yaitu:

2.2.3.1 Teknik Ekspositori (Analitik)

Teknik analitik adalah pelukisan tokoh dalam cerita dilakukan dengan

memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Sejalan dengan

pendapat ini, Saad (dalam Sukada 1993: 64) mengemukakan, ”Teknik analitik adalah

pengarang dengan kisahnya dapat menjelaskan karaterisasi seorang tokoh.”

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik analitik adalah

pengarang secara langsung menjelaskan karakterisasi tokoh melalui deskripsi, uraian,

atau penjelasan

2.2.3.2 Teknik Dramatik

Teknik dramatik ini merupakan teknik di mana pengarang tidak

mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.

Teknik dramatik dibagi atas beberapa bagian yaitu:

1) Teknik Cakapan/Dialog

Keraf (1982: 163) mengemukakan, ”Teknik cakapan adalah melukiskan watak

(48)

Sejalan dengan pendapat di atas Nurgiyantoro (1998: 201) mengemukakan, ”Teknik

cakapan adalah teknik yang melukiskan watak tokoh melalui percakapan yang

dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita, biasanya juga dimaksudkan untuk

menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan teknik cakapan adalah

teknik penggambaran watak tokoh melalui percakapan antartokoh.

2) Teknik Tingkah Laku/ Perbuatan

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik.

Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal

dapat dipandang sebagai penunjukkan reaksi, tanggapan sifat dan sikap yang

mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Keraf (1982: 203) mengemukakan, ”Teknik

tingkah laku adalah melukiskan watak tokoh melalui penampilan situasi-situasi yang

sangkut pautnya dengan unsur-unsur karakter dari seorang tokoh. Suatu unsur watak

seperti kejujuran misalnya harus didemonstrasikan melalui perbuatan-perbuatan;

mengembalikan barang yang ditemukan, memugari kesalahan yang dibuat terhadap

seseorang dan sebagainya.”

3) Teknik Arus Kesadaran/Psikologis

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan.

Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena

(49)

kesadaran adalah sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan

aliran proses mental tokoh, berupa tanggapan indera bercampur dengan kesadaran

dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.

Untuk memperkuat pendapat ini, Keraf (1982: 165) berpendapat bahwa, ”Teknik arus

kesadaran adalah deskripsi tentang watak seseorang dapat dilakukan melalui

pendekatan psikologis, terutama memakai metode bawah sadar.”

4) Teknik Reaksi Tokoh

Lubis (1960: 11) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh adalah teknik

melukiskan watak tokoh melalui reaksi pelakon itu terhadap kejadian.”

Dapat disimpulkan bahwa teknik reaksi tokoh adalah teknik melukiskan

watak tokoh melalui reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata,

dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa ”rangsang” dari luar

diri tokoh yang bersangkutan.

5) Teknik Reaksi Tokoh lain

Teknik ini merupakan reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh

utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat,

sikap, komentar dan lain sebagainya. Sependapat dengan Nugriyantoro, Lubis (1960:

12) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh lain adalah teknik melukiskan watak tokoh

melalui pandangan-pandangan pelakon-pelakon lain dalam suatu cerita terhadap

(50)

6) Teknik Pelukisan Fisik

Keraf (1982: 159) berpendapat, ”Teknik pelukisan fisik adalah melukiskan

watak tokoh melalui penampilan tokoh itu sendiri tanpa dikaitkan dengan

perbuatan-perbuatan. Ciri-ciri fisik seorang digambarkan dengan cermat.”

7) Teknik Pelukisan Latar

Teknik ini adalah melukiskan watak tokoh melalui penyituasian pembaca

terhadap suasana cerita yang akan disajikan. Misalnya suasana rumah yang bersih,

teratur, rapi, tidak ada barang yang bersifat mengganggu pandangan akan

menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah itu sebagai orang cinta kebersihan

lingkungan, teliti, teratur dan sebagainya yang sejenis.

8) Teknik Pikiran dan Perasaan

Nugriyantoro (1998: 204) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan

adalah melukiskan watak melalui bagaimana keadaan dan jalan pikiran dan perasaan,

apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan

dirasakan oleh tokoh. Lubis (1960: 13) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan

adalah melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang melintas dalam pikirannya.”

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teknik

pikiran dan perasaan merupakan teknik yang melukiskan watak tokoh melalui jalan

pikiran pelakon, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan serta apa yang

(51)

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Psikologi Sastra

2.3.1.1 Esensi Psikologi

Psikologi berasal dari perkataan Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan

‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologis psikologi berarti ilmu yang

mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya,

maupun latar belakangnya. Psikologi yang membicarakan tentang jiwa, ia merupakan

suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai

manifestasi hidup kejiwaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:792),

”Psikologi mengandung arti ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik

normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan

tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan

bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, baik mengenai

gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah

laku serta aktivitas manusia atau individu sendiri.

2.3.1.2 Psikologi sastra

Merupakan kajian sastra yang menitikberatkan pengkajian pada unsur-unsur

kejiwaan yang meliputi pergolakan psikis. Pantulan kejiwaan yang terjadi dalam

karya sastra itu dapat didekati dengan kajian psikologi guna menelusuri dan menguak

(52)

Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, atau kepada teks sastra. Sampai sekarang masih dipahami bahwa psikologi sastra diartikan sebagai penelitian terhadap pengarang dan proses penciptaan, secara teoritis dapat dipelajari hubungan antara kreativitas dan produksi karya sastra, sedangkan secara kongkret interaksi antara hidup seorang pengarang dan karyanya (biografi), atau secara umum adalah struktur kepribadian pengarang (neurosis, psikosis, trauma yang pernah dialami. Lewat tinjauan psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri”.

Sejalan hal di atas, Wellek dan Austin Warren (1990: 90) menerangkan,

”Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu (1) Studi

psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif, (3) Studi tipe

dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) Studi yang

mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca”.

Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra

sebagai kajian tentang analisis kejiwaan karya sastra sudah dianggap menjadi bagian

dari kehidupan dan realitas psikologis yang tergambar jelas dengan detil-detil

persoalannya. Psikologi sastra mampu mewadahi dunia batin dari pengarang sebagai

bagian dari kegiatan konstruksi sosial terhadap kenyataan, entah itu disebut sebagai

kisah nyata atau fiksi yang dimainkan dalam hasrat imajiner. Dengan demikian

psikologi sastra dapat aplikasikan untuk mengkaji bait-bait sajak, puisi, cerita pendek,

(53)

realitas kemanusiaan dalam berbagai bentuk pemaknaan subyektif terhadap dinamika

kehidupan.

2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud

sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis memiliki tiga

penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan

sistematis mengenai perilaku manusia, dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap

penyakit psikologis atau emosional. Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada

setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas

mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan

yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga

beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud

telah menjadi basis bagi terapi-terapi modern dan menjadi salah satu aliran terbesar

dalam psikologi.

Cakupan psikoanalisis sangat luas, bidang ilmu ini menyelidiki gejala fisik

dan psikis yang sangat kompleks. Selain disebabkan oleh bervariasinya tingkah laku

manusia, kompleksitas tersebut bisa didekati dari berbagai perspektif dan disiplin

ilmu. Psikoanalisis menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam

ketidaksadaran manusia. Dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang

insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia yaitu insting seks, dan selama

(54)

manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain,

mempunyai bentuk energi yang menopangnya yaitu libido

Freud berpendapat bahwa manusia dapat menjadi neurotik – bahkan psikotik

struktur mental menjadi tidak seimbang. Pada orang-orang normal, ego memiliki

kekuatan untuk mengontrol insting dari id dan untuk menahan hukuman dari

superego (Freud, 2006: 435). Freud sebagai pakar dibidang psikologi juga berhasil

menciptakan formulasi psikoanalisis tentang kepribadian, psikoanalisis yang

diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu struktur kepribadian, dinamika

kepribadian dan perkembangan kepribadian. Penelitian ini hanya meniliti para tokoh

melalui struktur kepribadiannya saja.

2.3.3 Defenisi Kepribadian

Kata 'kepribadian' sesungguhnya berasal dari kata latin, yaitu pesona. Pada

mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain

sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona

(personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial

tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu

tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial

yang diterimanya.

Kepribadian menurut Semiun (2006: 28) adalah, ”Organisasi-organisasi

dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan

Gambar

TABEL 1 IDENTIFIKASI TOKOH
TABEL 2 STRUKTUR KEPRIBADIAN SIGMUND FREUD

Referensi

Dokumen terkait

3.4 Dampak Kekerasan Negara terhadap Masyarakat pada Masa Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Penembak

Ketiga, gila merupakan sebuah proses ketika tokoh Aku bisa memikirkan banyak hal dalam kesadaran dia sebagai individu yang bernalar dan berpikir tentang persoalan

(2) Dalam cerpen “Maiasaura”, tokoh Ibu dan Fahd yang berperan sebagai orang dewasa yang awalnya memiliki id mendominasi atau tidak beraturan, tetapi dapat diatasi dengan ego dan

Pada gilirannya, cerpen ini menunjukkan betapa kuatnya wacana moral yang digunakan seba- gai penopang untuk memarginalkan PSK ka- rena wacana itu dapat menjelma secara mate- rial

Hasil penelitian ini adalah mengidentifikasi simulasi yang memproduksi hiperrealitas dalam trilogi cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma

Penelitian bertujuan mendeskripsikan aspek stilistika unsur pemakaian kata bahasa asing pada cerpen berjudul “Telepon dari Aceh”, “Sepotong Senja untuk Pacarku” dan aspek

memiliki perasaan sayang kepada ibunya yang dijadikan sebagai objek untuk bertahan hidup; (2) Renjani dominan terhadap id dan insting hidup, ia memperlakukan

Dari data 7 sampai 18 dapat diketahui bahwa deiksis persona ketiga tunggal bentuk ia dalam anatologi cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma referennya dapat