KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:
KAJIAN PSIKOANALISIS
TESIS
OLEH
MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY
097009027/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:
KAJIAN PSIKOANALISIS
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY
097009027/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: KAJIAN PSIKOANALISIS
Nama Mahasiswa : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay Nomor Pokok : 097009027
Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.) (Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.)
Telah diuji pada
Tanggal 17 November 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si.
Anggota : 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M. A.
2. Dr. Asmyta Surbakti, M. Si.
PERNYATAAN
Judul Tesis
KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:
KAJIAN PSIKOANALISIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya
sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara
jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini
bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya
bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, November 2011
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay
Tempat dan Tgl.Lahir : Medan, 27 Januari 1987
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. Batang Kuis G. Tirta Jaya Dusun IX Tanjung
Morawa
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan Formal:
1. SD Negeri 105855 Tamora 1992 - 1998
2. SLTP Swasta Harapan 2 Medan 1998 - 2001
3. SMA Negeri 18 Medan 2001 - 2004
4. S1 FBS Sastra Indonesia Unimed 2004 - 2008
5. S2 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2009 – 2011
Pendidikan Nonformal :
1. Pelatihan Bedah Buku Filosofi Kopi Dewi Lestari FBS Universitas Negeri
Medan (2006)
2. Pelatihan Prigel Menulis di Media Massa FBS Universitas Negeri Medan
(2007)
3. Pelatihan Menulis Karya Sastra KOMA UMN Al-Washliyah Medan (2009)
4. Pelatihan Akreditasi Tutor Universitas Terbuka Kerjasama antara UPBJJ UT
Pekerjaan :
1. Reporter Bidang Kemahasiswaan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Medan
(2007-2008)
2. Guru Komputer di Universitas Negeri Medan (2008-2009)
3. Asisten Dosen Luar Biasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muslim Nusantara
Al-Washliyah, Medan (2009-2010)
4. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muslim Nusantara
Al-Washliyah, Medan (Sejak 2009)
5. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Terbuka, Medan (Sejak
2009)
6. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Prima Indonesia, Medan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur bagi Allah SWT karena limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat meneguhkan hati di tengah kebimbangan dan
keterputusasaan dalam menyusun, mengolah, dan menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini penulis beri judul “Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen
Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis”. Tesis ini membicarakan
struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh empat tokoh
dalam empat cerpen. Teori struktur kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan bagian dari kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Setiap manusia pasti
memiliki struktur kepribadian dalam dirinya, wujud dari struktur tersebut muncul
ketika manusia memiliki keinginan, penyaluran, dan penyeimbang sebagai benteng
dari keinginan yang tidak terpuaskan. Oleh karena itulah, struktur kepribadian cocok
digunakan dalam menganalisis antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’,
’Datanglah, Menjelang Kematian.’” yang banyak menawarkan problematika
kehidupan manusia beserta cara mereka meminimalisasi serta mengatasi masalah
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan adanya dinamika kerja sistem id, ego, dan
superego yang hinggap pada kepribadian para tokoh. Tiga cerpen menunjukkan
keselarasan prinsip kerja ketiga struktur kepribadian tokoh-tokohnya. Artinya
masing-masing struktur tuntas bertanggung jawab atas dasar pijakan prinsip, cerpen
tersebut berjudul “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’”,
“Legenda Wongasu”, dan “Avi”. Namun ada satu judul cerpen yang salah satu
struktur kepribadiannya, justru tidak sesuai dengan prinsip kerja sebagai kontrol, nilai
manifestasinya menyebabkan masalah baru yang berakibat fatal bagi kehidupan
seseorang, walaupun pada akhirnya desakan id berhasil diwujudkan ego. Dinamika
seperti inilah yang terulas dalam penelitian ini.
Penyelesaian tesis ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis.
Kelemahan atau kesalahannya tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu,
penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan tesis ini.
Medan, November 2011 Penulis,
Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaikan tesis ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini,
penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan
kepada penulis oleh pihak-pihak berikut ini.
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya.
3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta
Dosen dan Staf Administrasinya.
4. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan
dorongan dan motivasi.
5. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta membangun
6. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen
Penguji, sekaligus sebagai teman bertukar pikiran serta telah rela berbagi waktu
menyalurkan dan mendiskusikan ilmu-ilmunya kepada penulis.
7. Bapak Seno Gumira Ajidarma selaku sastrawan yang menulis antologi cerpen
“’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Sebagai bahan
penelitian ini.
8. Alm. Drs. Antilan Purba, M.Pd selaku dosen sekaligus sastrawan yang semasa
hidup banyak memberikan masukan positif dan membangkitkan semangat penulis
dalam penyelesaian tesis ini.
9. Ayahanda Drs. Syahnan Daulay, M.Pd dan Ibunda Dra. Rosdiana Siregar, yang
telah memotivasi, memahami, dan senantiasa membimbing penulis dengan penuh
kasih dan sayang.
10.Abangda Ibrahim R. S. Daulay, S.E, Adinda Zulkarnain H. Daulay, S.H, dan Dian
Rosyalin Brangzo Daulay, S.Pd. yang telah memberikan doa tulus kepada penulis
dalam mengerjakan tesis ini.
11.Alfina Gustiany Siregar, S.S. selaku teman baik yang telah begitu banyak
mengorbankan waktu, perasaan, dan pikiran kepada penulis dalam penyelesaian
tesis ini.
12.Mama Lina, Alm. Wak Tarigan, Wak Lilik dan Mama Inun yang tidak
habis-habisnya mendoakan penulis dari awal perkuliahan sampai dapat terselesaikannya
13.Sahabat mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana
USU angkatan 2009. Sinta Diana, Yuna, Prinsi Daulay, Yelly, Irwan, Edy, Rico,
Elva, Henny, Cito, Kenny, serta teman-teman sepenanggungan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
14.Teman seprofesi penulis di UT, UNPRI, dan UMN Al-Washliyah Medan.
15.Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan
semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama
perkuliahan dan penyelesaian tesis ini
Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa,
dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap
semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian sastra, khususnya yang
berhubungan dengan psikosastra dan psikoanalisis. Terima kasih.
Medan, November 2011 Penulis,
Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
PANITIA PENGUJI
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI . ... ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAK ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1. 1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1. 2 Pembatasan Masalah ... 6
1. 3 Rumusan Masalah ... 7
1. 4 Tujuan Penelitian ... 8
1. 4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5.1 Manfaat Praktis ... 9
1.5.2 Manfaat Teoretis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI ... 10
2. 2 Hakikat ... 15
2.2.1 Cerpen ... 15
2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi ... 17
2.2.2.1 Tema ... 18
2.2.2.2 Alur/Plot ... 18
2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan ... 19
2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen ... 19
2.2.2.4 Setting atau Latar ... 20
2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita ... 21
2.2.2.6 Gaya Bahasa... 22
2.2.3 Kategorisasi Tokoh ... 22
2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra ... 25
2.2.4.1 Teknik Ekspositori (Analitik) ... 25
2.2.4.2 Teknik Dramatik ... 25
2.3 Landasan Teori ... 29
2.3.1 Psikologi Sastra ... 29
2.3.1.1 Esensi Psikologi ... 29
2.3.1.2 Psikologi Sastra ... 29
2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud ... 31
2.3.3 Defenisi Kepribadian ... 32
2.3.4 Teori Struktur Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud ... 33
2.3.4.1 Id (das Es) ... 33
2.3.4.2 Ego (das Ich) ... 34
2.3.4.3 Superego (das uber Ich) ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
3.1 Metode Penelitian ... 37
3.2 Sumber dan Data Penelitian ... 38
3.4 Instrumen Penelitian ... 40
3.5 Teknik Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1 Hasil Penelitian ... 42
4.1.1 Identifikasi Tokoh ... 42
4.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud berupa Analisis Id, Ego dan Superego ... 54
4.1.2.1 Analisis Struktur Kepribadian Id... 54
4.1.2.1.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 54
4.1.2.1.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 55
4.1.2.1.3 Cerpen ‘’Avi” ... 55
4.1.2.1.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 56
4.1.2.2 Analisis Struktur Kepribadian Ego ... 58
4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 58
4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 59
4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 59
4.1.2.2.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 60
4.1.2.3 Analisis Struktur Kepribadian Superego ... 62
4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 62
4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 63
4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 63
4.1 Pembahasan ... 81
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 100
5.1 Simpulan ... 100
5.1.1 Identifikasi Tokoh ... 100
5.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud ... 101
5.2 Saran ... 102
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Identifikasi Tokoh ………. 49
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Biografi Seno Gumira
Ajidarma...
109
2. Biografi Sigmund Freud
...
114
3. Sinopsis Cerpen
...
122
4. Sejarah Penerbitan Cerpen
...
129
5. Sampul Cerpen
...
ABSTRAK
1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.
Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.
Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”
ABSTRACT
The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.
The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.
The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”
ABSTRAK
1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.
Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.
Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”
ABSTRACT
The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.
The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.
The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah lepas dari
permasalahan kehidupan, sebab manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan oleh
akal dan pikiran. Untuk itu, setiap manusia sebagai individu senantiasa mencoba
melibatkan diri dengan orang lain untuk berinteraksi dan menelurusi jati diri di dalam
kehidupan. Selain itu, manusia adalah pribadi yang sering mempertanyakan
keberadaannya seiring dengan perkembangan dunia. Dalam hal ini, manusia mulai
kehilangan pandangan tentang hubungan dengan sesama manusia dan nilai pribadi
individu yang cenderung menimpalkan kesalahan kepada diri sendiri tanpa
menghiraukan kesanggupan dan keberadaan potensi diri. Oleh karena itu, banyak
ditemukan manusia yang merasa tidak berdaya, tidak mampu atau bahkan tidak
bertahan dalam menghadapi suatu problematika kehidupan yang ada.
Manusia pada dasarnya selalu terhubung pada situasi-situasi tertentu di mana
pun berada. Namun situasi-situasi itu bukan miliknya secara utuh, sebab setiap
manusia harus membagi situasi-situasi itu dengan orang lain. Untuk itu, interaksi
antara manusia yang satu dengan yang lain sangatlah diperlukan, mengingat manusia
adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup berdampingan.
Selain itu, manusia juga harus menyadari bahwa setiap manusia pada dasarnya
adalah sama dan juga memiliki hasrat untuk berkomunikasi antara satu dengan
lainnya guna pencapaian maksud, keinginan ataupun sebagai sarana pemecahan
masalah dengan adanya solusi-solusi dari pandangan pihak lain.
Seni sastra, sebagai salah satu pandangan kehidupan manusia bukan hanya
sebuah karya seni estetika yang mampu menyajikan unsur kehidupan secara murni,
tulus, dan menarik bagi pembaca, tetapi juga merupakan faktor lain yang dapat
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, terlebih bagaimana cara seseorang
mampu keluar dari berbagai persoalan yang terlukiskan dalam karya tersebut. Hal
semacam ini banyak tergambar dalam karya sastra.
Melalui karya sastra, pengarang mempunyai misi untuk membentuk pola
kepribadian dari masing-masing karakter tokoh guna menjalankan alur penceritaan
yang tidak monoton pada satu peristiwa saja. Lebih lanjut Supaat (2008:4)
menjelaskan bahwa ”Karakteristik kepribadian manusia dapat menjelma menjadi
suatu bahasa, suatu seni, dan suatu sastra”. Artinya, antara manusia dan karya sastra
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pengarang melalui prilaku
batin dan kejiwaannya mencoba menuangkan apa yang dirasa, dialami, dilihat, dan
diperhatikan dalam kehidupan nyata ke dalam karya sastra melalui simbol, ikon, dan
lambang.
Kelihaian pengarang merelevansikan kepribadian tokoh dalam kehidupan
terepresentasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Endaswara (2008: 86) yang
menyatakan:
Gejala-gejala kejiwaan yang dapat ditangkap oleh sang pengarang dari manusia-manusia lain tersebut, kemudian diolah dalam batinnya dipadukan dengan kejiwaannya sendiri lalu disusunlah menjadi suatu pengetahuan baru dan diendapkan dalam batin. Jika endapan pengalaman ini telah cukup kuat memberikan dorongan pada batin sang pengarang untuk melakukan proses kreatif, maka dilahirkannya endapan pengalaman tersebut dalam wahana bahasa simbol yang dipilihnya dan diekspresikan menjadi sebuah karya sastra.
Karya sastra berbentuk antologi cerita pendek (cerpen) pada umumnya banyak
disukai oleh pembaca, hal ini dapat dilihat melalui semakin merebaknya
antologi-antologi cerpen dewasa ini. Oleh karena itu, minat cerpenis-cerpenis untuk
melahirkan karya-karya tulis mutakhir pun semakin bergairah dan bergelora seiring
perkembangan minat baca oleh sebagian penikmat sastra yang terlalu bosan dengan
penceritaan-penceritaan klasik, menjadi nilai tambah pula apabila pengemasan cerpen
itu menarik lalu dikemas dalam satu kemasan yang terdiri dari berbagai cerita pendek
yang berbobot.
Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.’” merupakan salah satu penerbitan antologi cerpen yang ditulis oleh Seno
Gumira Ajidarma, seorang penulis teks perancang visual. Sebelum dikumpulkan
dalam satu buku cerpen antologi, karya-karya Seno Gumira Ajidarma lebih dulu
dimuat dalam beberapa media massa. Antara lain ”Melodrama di Negeri Komunis.”
(Media Indonesia, Minggu 1 Desember 2002), ”’Aku Kesepian, Sayang.’,
”Mmmwwwhhh!” (Eksotika Karmawibhangga Indonesia: Jakarta, 2002), ”Hari
Pertama di Beijing.” (Koran Tempo, Minggu 3 November 2002), ”Topeng Monyet”
(Suara Pembaruan, Minggu 10 Februari 2002), ”Layang-Layang” (Suara
Pembaruan, Minggu 23 Desember 2001), ”Dua Perempuan dengan HP-nya” (Koran
Tempo, Minggu 1 April 2001), ”Komidi Puter” (Media Indonesia, Minggu 16
Februari 2003).
Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.’” banyak mengungkap seputar perasaan, problematika, dan pengalaman
kehidupan yang selalu diwarnai oleh penderitaan lahir dan batin. Lima belas cerita
dalam antologi cerpen ini berkisah tentang mereka yang hidup dalam suatu dunia,
yang barangkali memang tidak dibuat untuk mereka, sehingga tampak aroma
kekalutan batin dan gangguan kejiwaan (psikis), seperti mungkin yang dialami setiap
orang yang terlanjur lahir meski tidak meminta.
Pada penelitian ini, peneliti hanya memokuskan penelitian pada empat judul
cerpen, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”,
”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Alasan empiris
pengambilan empat judul cerita ini adalah karena konflik batin yang dialami para
tokoh sangat mendominasi, di mana para tokoh sering melakukan percekcokan
kejiwaan baik kepada diri sendiri maupun menyikapi perlakuan tidak adil yang
dilakukan seseorang. Oleh sebab itu kepribadian para tokoh sedang diuji oleh
mereka tidak terdaftar dalam suatu kompetisi kejiwaan apapun. Gangguan-gangguan
dan keadaan yang tidak sesuai kerap dirasakan para tokoh, hal ini semakin membuat
tekanan dalam kondisi kejiwaan menjadi terganggu dan mengakibatkan suatu efek
tertentu sebagai respon dari ketidaksesuaian yang dirasakan. Tokoh yang diteliti
dalam penelitian ini, hanya terfokus pada tokoh utama saja, hal ini dikarenakan jenis
karya sastra cerpen yang hanya terdiri dari satu sampai tiga tokoh. Didukung pula
oleh keadaan empat cerita pendek tersebut yang memang menghadirkan satu sampai
dua orang tokoh untuk membangun cerita. Namun dalam empat cerpen tersebut,
hanya tokoh utamalah yang mendominasi terjadinya konflik batin baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain.
Empat judul cerpen ini menggugah keingintahuan peneliti menyoal struktur
kepribadian yang tergambar dalam prilaku kejiwaan para tokoh dengan menggunakan
teori kepribadian Sigmund Freud melalui tiga jenis struktur kepribadian, yaitu id, ego
dan superego. Struktur dalam teori kepribadian tersebut merupakan bagian dari kajian
psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan cabang ilmu yang
dikembangkan Sigmund Freud dan para pengikutnya sebagai studi fungsi dan prilaku
psikologis, di mana dalam kajian psikoanalisis itu akan termanifestasi bagaimana
pola dan keadaan kejiwaan manusia yang terganggu oleh suatu sebab yang dalam hal
ini adalah kejiwaan para tokoh.
Sejalan dengan hal itu Eagleton (dalam Yustinus 2006: 47) menyatakan
merupakan praktik untuk menyembuhkan mereka yang mentalnya dianggap sakit atau
terganggu”.
Psikoanalisis merupakan sub cabang dari pendekatan psikologi sastra,
psikologi sastra sendiri merupakan kajian yang mendekati karya sastra dari sudut
pandang psikologi. Cakupan psikologi yang dimaksud dapat berupa neurosis dan
psikosis. Dalam penelitian ini aspek pengkajian struktur difokuskan kepada sisi
penokohan yang termuat dalam teks sastra. Lebih lanjut Endaswara (2008: 70)
menjelaskan:
Dapat disistemasikan bahwa fokus penelitian psikologi sastra bisa pada teks yang terkait dengan perwatakan tokoh, proses kreatif, dan pembaca. Masing-masing fokus memerlukan penelitian serius yang mungkin berbeda, yang paling utama adalah menemukan data kejiwaan apa saja dalam sastra atau yang melingkupinya.
1.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ditujukan untuk lebih memokuskan permasalahan dalam
suatu penelitian. Adapun masalah yang dibatasi dalam penelitian ini, diuraikan
sebagai berikut.
1.2.1 Identifikasi tokoh dalam antologi ”’Aku Kesepian, Sayang.’,
’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berdasarkan teknik-teknik
1.2.2 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku
Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa id
dalam kajian psikoanalisis.
1.2.3 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku
Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa
ego dalam kajian psikoanalisis.
1.2.4 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku
Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa
superego dalam kajian psikoanalisis.
1. 3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1.3.1 Bagaimanakah mengidentifikasi tokoh dalam antologi cerpen
”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’
berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra?
1.3.2 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi
cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.”’ berupa id dalam kajian psikoanalisis?
1.3.3 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi
cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
1.3.4 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi
cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.”’ berupa superego dalam kajian psikoanalisis?
1. 4 Tujuan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, tujuan penelitian merupakan langkah yang
paling mendasar. Sehubungan dengan hal itu, yang menjadi tujuan pada penelitian ini
adalah
1.4.1 Mendeskripsikan identifikasi tokoh yang dibentuk melalui
teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.
1.4.2 Mendeskripsikan struktur kepribadian id para tokoh dalam
antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.’”
1.4.3 Mendeskripsikan strukur kepribadian ego para tokoh dalam
antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
Kematian.’”
1.4.4 Mendeskripsikan strukur kepribadian superego para tokoh dalam
antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang
1. 5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran
tentang adanya hubungan antara karya sastra, terutama cerpen dengan optimalisasi
struktur kepribadian manusia. Begitupun sebaliknya kajian psikoanalisis kepribadian
manusia dapat dipakai untuk membedah kejiwaan penokohan dalam sebuah cerpen.
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu penikmat sastra dalam
upaya meningkatkan apresiasi dan pemahaman terhadap karya sastra, khususnya
terhadap cerpen-cerpen Indonesia yang beraromakan kehidupan psikologis.
1.5.2 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala masyarakat pada
umumnya untuk dapat lebih memahami dan menghayati struktur kepribadian pada
manusia yang ditinjau dari kajian psikoanalisis. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bersifat konstruktif bagi
perkembangan sastra dalam hal penerapan kritik sastra di dalam karya sastra itu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam sub bab ini akan memaparkan penelitian-penelitian
terdahulu yang mengkaji fenomena stuktur kepribadian dalam perspektif kajian
psikoanalisis. Penelitian tersebut pernah dilakukan oleh Teguh Wirwan dengan judul
”Analisis Tokoh Ara dalam Roman ’Larasati’ Karya Pramoedya Ananta Toer:
Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra. (2009).
Roman Larasati merupakan salah satu roman karya Pramoedya Ananta Toer.
Seorang penulis yang hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, 3 tahun
dalam penjara Kolonial Belanda, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun pada
masa Orde Baru. Beberapa karyanya lahir dari penjara-penjara tersebut, di antaranya
Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan
Rumah Kaca). Dalam roman Larasati diceritakan bahwa Ara atau Larasati adalah
seorang artis panggung yang cantik, penampilannya banyak ditunggu oleh para
penontonnya, bahkan ia juga punya banyak penggemar di luar dunia panggung.
Ketika masa revolusi, tahun 1940-an ia tumbuh dewasa sebagai seorang gadis. Ketika
pergolakan revolusi pecah, ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa selama ini ia
selalu berada di pihak musuh. Pada saat menyaksikan penderitaan bangsanya,
akan bermain untuk propaganda Belanda, untuk maksud-maksud yang memusuhi
revolusi. Pada saat angkatan muda berjuang mati-matian, banyak angkatan tua
mendapatkan kedudukan enak. Banyak terjadi pengkhianatan, korupsi yang dilakukan
oleh para oportunis atau orang yang hanya mengambil keuntungan pribadi. Dalam
kisah perjalanannya, Ara dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menyebabkan
konflik dalam dirinya. Sebagai seorang perempuan dan juga artis, dengan caranya
sendiri ia menunjukkan sikapnya sebagai seorang pejuang. Dari kejadian-kejadian ini,
timbul berbagai konflik yang terjadi dalam dirinya yang harus diselesaikan. Untuk
menghadapi konflik yang terjadi, ia harus mengambil sikap serta penemuan dirinya
pada situasi semacam ini.
Roman ini memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang
mempengaruhi dan menjadi penyebab timbulnya berbagai sikap manusia dalam
menghadapi situasi tersebut. Dalam roman ini digambarkan pula situasi pergolakan
revolusi Indonesia pascaproklamasi yang tidak menentu akibat belum adanya
kestabilan kekuasaan. Fokus masalah yang dibahas dalam penelitian terdahulu ini
adalah kepribadian tokoh hanya kepada tokoh Ara dalam roman Larasati berdasarkan
teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, konflik psikologis yang dialami tokoh
Ara, serta sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut.
Karya-karya Seno dan Pram banyak memiliki kesamaan. Pergolakan dan
kekacauan batin menjadi topik utama dalam karya cerpen-cerpen mereka. Seno begitu
banyak memproduksi cerpen-cerpen yang bararoma psikologis. Ketakutan,
Seolah kehidupan nyata benar-benar menjadi acuan dalam menghasilkan karya
cerpen tersebut. Seperti dalam antologi cerpen hasil karyanya berikut ini. “Atas
Nama Malam”,
di atas berbau kehidupann psikologis tokoh-tokohnya.
Penceritaan terkadang dimulai dari ketidakberterimaan tokoh utama tentang
persoalan kehidupan, lalu menjadi pertentangan dalam batin yang nantiny berakhir
pada peristiwa yang tdiak seimbang, dan sepadan dengan apa yang diharapkan oleh si
tokoh. Alhasil, konflik jiwa pun terjadi. Dari hal ini, jelaslah tergambar bahwa Seno
merupakan sastrawan yang senang mengangkat kehidupan kejiwaan dalam karyanya
sebagai representasi dari kehidupan nyata.
Penelitian terdahulu selanjutnya menyoal stuktur kepribadian juga pernah
dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra
Universitas Diponegoro Semarang dalam bentuk skripsi di antaranya adalah Novianti
dalam “Analisis Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta
Karya Mira W” (2003) dan Andi Nurwahyudi dalam “Aspek Psikologis Tokoh
Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono”(2005). Di dalam
skripsinya Novianti mengungkap kepribadian dan konflik psikologis yang dialami
oleh tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta karya Mira W melalui teori
psikologi Gestalt.
Psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan peragaan untuk menunjukkan
Novianti berdasarkan teori psikologi Gestalt, ditemukan sifat menonjol yang dimiliki
tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta, diantaranya adalah rasa iri, dengki
dan pendendam. Sedangkan Andi Nurwahyudi dalam skripsi “Aspek Psikologis
Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono” mengungkap
aspek kepribadian dan moral tokoh Anggraini dalam novel Antara Dua Hati Karya
Maria A. Sarjono dengan menggunakan teori psikologi kepribadian Freud.
Berdasarkan struktur kepribadian tokoh Anggraini, Andi Nurwahyudi menyimpulkan
bahwa tokoh Anggraini memiliki superego yang mampu menggantikan tujuan-tujuan
realistis dengan tujuan moralitas.
Penelitian berikutnya oleh Diantika Permatasari Widagdho dengan judul
“Gangguan Kejiwaan Tokoh Nedena dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika.
Novel psikologi ini menceritakan tokoh-tokoh yang unik, dengan benang merah
perselingkuhan dan anak-anak yang lahir darinya. Tiap tokohnya mempunyai konflik
yang sedemikian rumit, namun mereka mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan
permasalahannya masing-masing, misalnya dengan mengakhiri hidup orang lain atau
dengan bunuh diri. Kekacauan tokoh dan alur dalam novel ini pada hakikatnya
merupakan gambaran manusia masa kini, yakni tentang orang-orang yang sibuk
menghadapi berbagai masalah tanpa sempat mendalami masing-masing masalahnya.
Selain menceritakan tokoh-tokoh dan alur yang unik, pada dasarnya
Dadaisme juga menggambarkan orang-orang kelas ekonomi menengah ke atas.
Tokoh-tokohnya adalah mereka yang telah “melek” teknologi dan menggunakan
sepuluh tahun yang mengalami gangguan kejiwaan. Aleda istri Asril, mantan pacar
Isabella yang kemudian berhubungan lagi setelah keduanya berkeluarga. Nedena
adalah anak Yusna yang berarti keponakan Isabella, sebab Yusna kakak Isabella.
Mereka tidak pernah mengetahui hubungan semacam itu karena mereka memang ada
dalam “ruang gelap perselingkuhan”.
Penelitian Diantika ini menganalisis kepribadian tokoh Nedena dan
faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan kepribadian tokoh Nedena dalam novel
Dadaisme karya Dewi Sartika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
keseimbangan antara id, ego dan superego yang dialami Nedena. Pendorong id
bertentangan dengan kekuatan pengekang superego. Nedena cenderung
mementingkan prinsip kenikmatan daripada aspek sosiologis yang berkembang di
masyarakat, sehingga terjadi ketegangan di dalam diri atau pribadi Nedena.
Penyimpangan kejiwaan yang dialami Nedena adalah depresi dan skizofrenia,
kemudian Nedena mengalami halusinasi yang memicu Nedena melakukan bunuh diri.
Penyimpangan pada perilaku Nedena disebabkan tidak adanya sosok ayah yang
mampu menggantikan objek cintanya (kompleks Oedipus), ditambah trauma atas
kebakaran di rumahnya hingga menewaskan Ibu kandungnya.
Penelitian terdahulu yang mengkaji novel beraromakan kehidupan Negara
Jepang oleh Rizal Prabudi, juga peneliti cantumkan sebagai acuan dalam penulisan
tesis ini, adapun penelitian tersebut berjudul ‘Karakter Tokoh Utama dalam Novel
Utsukushisa to Kanashimi” (2006). Yang menjadi objek penelitian adalah novel
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti karakter tokoh utama, teknik penceritaan serta
simbol-simbol yang digunakan Kawabata Yasunari dalam menggambarkan karakter
dan kondisi kejiwaan tokoh utama. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tiga
permasalahan tersebut adalah pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, metode
karakteristik telaah sastra, dan semiotik.
Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, dapat dirangkum
sebagai landasan untuk menyusun alur berpikir teoretis dalam langkah kerja
penelitian ini.
2.2 Hakikat
2.2.1 Cerpen
Sebagaimana novel dan roman, cerpen termasuk jenis karya sastra fiksi yang
pendek. Sesuai dengan namanya cerpen merupakan cerita yang pendek, yaitu sebuah
cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
sampai dua jam. Cerpen sesungguhnya lengkap dan selesai, maksudnya sebuah
cerpen meskipun pendek, tetap mencakup unsur intrinsik dan ekstrinsik suatu karya
sastra. Kedua unsur tersebut berfungsi saling mendukung dan membantu dalam
mencapai keutuhan dan kesatupaduan. Antara unsur yang satu dengan lainnya
memiliki hubungan yang erat sehingga akan mewujudkan sebuah karya yang
menarik. Unsur intrinsik meliputi tema, plot, suasana, setting, perwatakan, dan sudut
pandang, sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah biografi, psikologi, sosiologi, dan
Sebagai salah satu karya sastra, cerpen banyak disukai pembaca karena selain
bentuk ceritanya yang pendek, ia juga dapat dinikmati kapan dan di mana saja
pembaca berada. Hal ini yang membuktikan bahwa cerpen memang sudah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sahari-hari, mengingat dewasa ini
sudah banyak vasiasi cerita yang unik dan menarik disajikan cerpenis-cepernis
pemula maupun yang sudah berpengalaman. Untuk itu kegiatan membaca cerpen
merupakan pilihan alternatif untuk mengisi waktu luang dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Di mana banyak contoh kasus yang dapat menjadi pelajaran dan renungan
pembaca di dalam wacana pergaulan sehari-hari.
Lebih lanjut Kratz, (2001:32) menjelaskan, ”Kegiatan membaca cerpen
merupakan hal yang amat penting guna mengimbangi pergaulan dengan kenyataan
sehari-hari yang semakin keras”. Di samping itu sebuah cerpen harus merupakan
suatu kesatuan bentuk yang betul-betul lengkap dan utuh. Dari sisi penceritaan atau
narasinya juga dituntut untuk hadir sehemat mungkin serta menimbulkan efek satu
kesan saja bagi pembacanya. Hal ini dimaksudkan agar sebuah cerpen dapat
menunjukkan kualitas yang bersifat pemadatan, pemusatan, dan pedalaman.
Lebih lanjut Soemardjo (1984: 92) berpendapat bahwa,
Cerpen itu harus memberi gambaran sesuatu yang tajam, inilah kelebihan bentuk cerpen dibanding sebuah novel. Kependekan dari bentuk cerpen harus mampu memberikan pukulan tajam pada pribadi pembaca, ketajaman ini dapat terletak pada unsur cerita, suasana maupun unsur watak tokohnya”.
Begitu juga tuntutan ekonomis serta efek satu kesan saja pada sebuah cerpen
sastra, misalnya unsur penokohan saja. Pementingan dan penekanan dalam hal ini
tidak berarti meniadakan unsur-unsur lain, tetapi untuk lebih memfokuskan cerita.
2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi
Istilah fiksi berasal dari ’fiction’ yang dalam kamus Hornby berarti rekaan,
khayalan, dan merupakan cabang sastra yang mencakupi cerita pendek, novel dan
roman. Di Indonesia Fiksi disebut juga cerita rekaan (cerkan). Sejalan dengan hal di
atas, Aminuddin (1990: 104) mengemukakan, ”Cerkan adalah sebuah tulisan naratif
yang timbul dari imajinasi pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah”.
Tarigan (1985: 120-121) juga berpendapat bahwa, ”Fiksi adalah sebuah cerita yang
disusun secara imajinatif suatu cabang sastra yang menyuruh karya-karya narasi
imajinatif: dalam bentuk prosa, termasuk di dalamnya roman, novel dan cerpen.”
Cerita rekaan atau fiksi memiliki unsur-unsur yang membangun dan saling
berhubungan sehingga terbentuklah suatu karya sastra. Salah satu unsur pembangun
yang dimaksud adalah unsur instrinsik. Unsur instrinsik merupakan unsur yang
berasal dari dalam sebuah fiksi tersebut, unsur instrinsik membatasi diri pada karya
sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya
sastra itu. Biografi pengarang, ssejarah realita zaman ketika seorang sastrawan sedang
menulis, dampak karya sastra terhadap masyarakat, dan hal-hal semacam itu tidak
dipertimbangkan dalam unsur ini, karena bagian-bagian itu merupakan ranah unsur
hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji
adalah unsur-unsur sastra itu sendiri. Unsur-unsur instrinsik terdiri dari:
2.2.2.1 Tema
Istilah tema berasal dari kata ’thema’ dalam bahasa Inggris yang berarti ide
pokok untuk menjalin sebuah cerita. Tema menyangkut pokok persoalan apa yang
dibahas dalam cerita rekaan. Sumardjo (1984: 57) mengemukakan bahwa, ”Tema
adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita.”
Sejalan dengan pendapat di atas Winarno (1990: 3) juga berpendapat, ”Tema
merupakan gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita yang
sekaligus menjadi catatan dari cerita itu.”
Dari dua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tema merupakan
unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat
membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir.
2.2.2.2 Alur/Plot
Plot merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang
menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui
kejadian yang akan datang. Setiap cerita terjadi dan berkembang dari beberapa
kejadian dan setiap kejadian merupakan bagian yang berkaitan antara peristiwa yang
sambung-sambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting mengapa hal itu terjadi”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plot merupakan stuktur
penceritaan yang sambung-menyambung berdasarkan hukum sebab akibat yang
mengemukakan mengapa hal itu terjadi.
2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan
Aminuddin (1990: 126) berpendapat, ”Penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh dan pelaku.”
Sejalan dengan pendapat di atas Jones (dalam Nurgiyantoro 1998:165) juga
mengemukakan bahwa, ”Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”
Dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan menyangkut siapa tokoh,
bagaimana watak tokoh dan bagaimana watak tokoh itu dilukiskan dalam fiksi.
2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen
Unsur penokohan suatu karya sastra, khususnya dalam sebuah cerpen menjadi
begitu menonjol dan sangat dominan. Namun demikian pribadi dalam cerpen tidak
sama dengan pribadi orang-orang yang ada dalam kehidupan sebenarnya.
Kepribadian dalam kehidupan sesungguhnya begitu kompleks, sedangkan dalam
cerpen hanya perlu menonjolkan beberapa sifat saja. Tokoh cerita harus digambarkan
berpendapat, ”Tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditujukan pada karakternya,
artinya hanya ditujukan tahapan tertentu pengembangan karakter tokohnya”. Meski
demikian, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih
menarik perhatian, karena dalam penokohan, dapat digambarkan tingkah laku
seseorang yang selalu digarap dalam lika-liku cerita. Oleh sebab itu dapat dikatakan
tanpa tokoh, tidak mungkin ada cerita, sebab sebuah cerita tentu terdiri atas suatu
peristiwa-peristiwa yang terjadi oleh sebab aksi dan reaksi tokoh-tokoh, baik antara
tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan sekitar maupun antara tokoh dengan
dirinya sendiri.
Tokoh yang bagus ialah tokoh yang riil dan dapat dipercaya. Maksudnya
tokoh yang tampak nyata seperti betul-betul hidup, yang manusiawi dan meyakinkan.
Dalam cerpen biasanya tokoh yang menonjol adalah tokoh utama, karena cerpen
merupakan sebuah cerita yang konflik-konfliknya terjadi berkisaran pada tokoh
utama. Menaruh perhatian pada tokoh utama adalah soal yang amat penting bagi
pembaca. Melalui perhatian itulah pembaca akan merasakan kesedihan, kegembiraan,
kegelisahan, keputusasaan, gejolak batin, dan semua yang dipikirkan serta dirasakan
oleh tokoh utama.
2.2.2.4 Setting atau Latar
Dalam sebuah cerita terdapat peristiwa-peristiwa yang menyangkut
yang disebut latar atau setting. Tarigan (1984:136) mengemukakan, ”Setting atau
latar adalah belakang fisik, unsur tempat, dan ruang dalam suatu cerita.”
Winarno (1990:18) ikut berpendapat, ”Setting atau latar adalah gambaran
tempat, waktu atau segala situasi tempat terjadi peristiwa.”
Dapat disimpulkan bahwa unsur instrinsik ini penting dalam sebuah cerita
karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di
dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.
2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita
Sudut pandang pencerita menyangkut penempatan diri pengarang dalam
cerita. Esten (1993: 27) mengemukakan beberapa sudut pandang pencerita:
a. pengarang sebagai tokoh utama;
b. pengarang sebagai tokoh samping;
c. pengarang sebagai orang ketiga (berdiri di luar cerita); dan
d. campur aduk, kadang-kadang masuk ke dalam cerita dan kadang-kadang
di luar cerita.
Dengan demikian unsur sudut pandang pencerita ini mengacu pada
posisi/penempatan pengarang atau pencerita, apakah ia ada di dalam cerita atau di
2.2.2.6 Gaya Bahasa
Situmorang (dalam Ambarita 2004: 2) mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah
cara pengarang mengekspresikan atau melahirkan isi hatinya.”
Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (dalam Ambarita 2004: 2) juga
mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda
atau hal lain yang lebih umum.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah bahasa indah yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan isi hatinya
untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu
benda atau hal lain yang lebih umum.
2.2.3 Kategorisasi Tokoh
Dilihat dari segi keterlibatannya, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan
tokoh tambahan. Sayuti (2000: 74) berpendapat, ”Tokoh utama dapat ditentukan
melalui tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling banyak terlibat dengan makna atau
tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Dan
ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan”. Dapat
disimpulkan bahwa tokoh utama ialah tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam
setiap peristiwa dalam penceritaan, sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh
yang hanya muncul dalam beberapa kali cerita, dan itu pun hanya dalam takaran
Altenbernd dan Lewis (dalam Aminuddin 1990: 128) mengemukakan
pembagian tokoh menjadi dua bagian yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis merupakan tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya masalah atau konflik dalam suatu cerita, berposisi dengan tokoh secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.
Nurgiyantoro juga membagi-bagi tokoh dalam keterlibatan cerita, yaitu tokoh
sederhana dan tokoh bulat. ”Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh
manusia, ia tak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak
memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.
Sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki dan diungkapkan sebagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja
memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula
menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti
bertentangan dan sulit diduga. (Nurgiyantoro 1998: 178)
Altenbernd dan Lewis (dalam Sayuti 2000: 188) berpendapat, ”Tokoh dibagi
menjadi empat bagian, yaitu tokoh statis, tokoh berkembang, tokoh tipikal, dan tokoh
netral”. Tokoh statis berarti tokoh yang pada hakikatnya tidak mengalami perubahan
dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang
terjadi, sedangkan tokoh berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami
yang dikisahkan. Artinya ia aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan
sosial, alam, maupun lainnya yang pada akhirnya kesemuanya itu akan
mempengaruhi sikap watak dan tingkah lakunya.
Tokoh tipikal adalah tokoh yang lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan
atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan cerminan penggambaran,
pencerminan, atau pertunjukan terhadap orang, atau dengan kata lain seorang
individu sebagai bagian dari suatu lembaga di dunia nyata. Sedangkan tokoh netral
adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar
merupakan tokoh imanjiner yang hanya hidup dalam dunia imajinatif. Ia hadir atau
dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya
cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.
Dapat disimpulkan dalam penelitian ini, peneliti membatasi pelibatan tokoh
pada tokoh utama saja, namun keterlibatan tokoh pendamping relatif dicantumkan
apabila konflik yang terbangun melibatkan rutinitas tokoh utama. Hal ini didasarkan
pada defenisi cerpen yang merupakan cerita pendek dengan mayoritass penampilan
2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra
Setiap pengarang membuat penokohan dengan teknik yang berbeda, mereka
memiliki teknik masing-masing membuat penokohan dalam karyanya, Nurgiyantoro
(1998: 195-221) mengemukakan beberapa teknik yang biasanya digunakan
pengarang dalam penokohan yaitu:
2.2.3.1 Teknik Ekspositori (Analitik)
Teknik analitik adalah pelukisan tokoh dalam cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Sejalan dengan
pendapat ini, Saad (dalam Sukada 1993: 64) mengemukakan, ”Teknik analitik adalah
pengarang dengan kisahnya dapat menjelaskan karaterisasi seorang tokoh.”
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik analitik adalah
pengarang secara langsung menjelaskan karakterisasi tokoh melalui deskripsi, uraian,
atau penjelasan
2.2.3.2 Teknik Dramatik
Teknik dramatik ini merupakan teknik di mana pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
Teknik dramatik dibagi atas beberapa bagian yaitu:
1) Teknik Cakapan/Dialog
Keraf (1982: 163) mengemukakan, ”Teknik cakapan adalah melukiskan watak
Sejalan dengan pendapat di atas Nurgiyantoro (1998: 201) mengemukakan, ”Teknik
cakapan adalah teknik yang melukiskan watak tokoh melalui percakapan yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita, biasanya juga dimaksudkan untuk
menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan teknik cakapan adalah
teknik penggambaran watak tokoh melalui percakapan antartokoh.
2) Teknik Tingkah Laku/ Perbuatan
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik.
Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal
dapat dipandang sebagai penunjukkan reaksi, tanggapan sifat dan sikap yang
mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Keraf (1982: 203) mengemukakan, ”Teknik
tingkah laku adalah melukiskan watak tokoh melalui penampilan situasi-situasi yang
sangkut pautnya dengan unsur-unsur karakter dari seorang tokoh. Suatu unsur watak
seperti kejujuran misalnya harus didemonstrasikan melalui perbuatan-perbuatan;
mengembalikan barang yang ditemukan, memugari kesalahan yang dibuat terhadap
seseorang dan sebagainya.”
3) Teknik Arus Kesadaran/Psikologis
Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan.
Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena
kesadaran adalah sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan
aliran proses mental tokoh, berupa tanggapan indera bercampur dengan kesadaran
dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.
Untuk memperkuat pendapat ini, Keraf (1982: 165) berpendapat bahwa, ”Teknik arus
kesadaran adalah deskripsi tentang watak seseorang dapat dilakukan melalui
pendekatan psikologis, terutama memakai metode bawah sadar.”
4) Teknik Reaksi Tokoh
Lubis (1960: 11) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh adalah teknik
melukiskan watak tokoh melalui reaksi pelakon itu terhadap kejadian.”
Dapat disimpulkan bahwa teknik reaksi tokoh adalah teknik melukiskan
watak tokoh melalui reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata,
dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa ”rangsang” dari luar
diri tokoh yang bersangkutan.
5) Teknik Reaksi Tokoh lain
Teknik ini merupakan reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh
utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat,
sikap, komentar dan lain sebagainya. Sependapat dengan Nugriyantoro, Lubis (1960:
12) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh lain adalah teknik melukiskan watak tokoh
melalui pandangan-pandangan pelakon-pelakon lain dalam suatu cerita terhadap
6) Teknik Pelukisan Fisik
Keraf (1982: 159) berpendapat, ”Teknik pelukisan fisik adalah melukiskan
watak tokoh melalui penampilan tokoh itu sendiri tanpa dikaitkan dengan
perbuatan-perbuatan. Ciri-ciri fisik seorang digambarkan dengan cermat.”
7) Teknik Pelukisan Latar
Teknik ini adalah melukiskan watak tokoh melalui penyituasian pembaca
terhadap suasana cerita yang akan disajikan. Misalnya suasana rumah yang bersih,
teratur, rapi, tidak ada barang yang bersifat mengganggu pandangan akan
menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah itu sebagai orang cinta kebersihan
lingkungan, teliti, teratur dan sebagainya yang sejenis.
8) Teknik Pikiran dan Perasaan
Nugriyantoro (1998: 204) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan
adalah melukiskan watak melalui bagaimana keadaan dan jalan pikiran dan perasaan,
apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh tokoh. Lubis (1960: 13) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan
adalah melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang melintas dalam pikirannya.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teknik
pikiran dan perasaan merupakan teknik yang melukiskan watak tokoh melalui jalan
pikiran pelakon, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan serta apa yang
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Psikologi Sastra
2.3.1.1 Esensi Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan
‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologis psikologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya,
maupun latar belakangnya. Psikologi yang membicarakan tentang jiwa, ia merupakan
suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai
manifestasi hidup kejiwaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:792),
”Psikologi mengandung arti ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik
normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan
tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan
bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, baik mengenai
gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah
laku serta aktivitas manusia atau individu sendiri.
2.3.1.2 Psikologi sastra
Merupakan kajian sastra yang menitikberatkan pengkajian pada unsur-unsur
kejiwaan yang meliputi pergolakan psikis. Pantulan kejiwaan yang terjadi dalam
karya sastra itu dapat didekati dengan kajian psikologi guna menelusuri dan menguak
Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, atau kepada teks sastra. Sampai sekarang masih dipahami bahwa psikologi sastra diartikan sebagai penelitian terhadap pengarang dan proses penciptaan, secara teoritis dapat dipelajari hubungan antara kreativitas dan produksi karya sastra, sedangkan secara kongkret interaksi antara hidup seorang pengarang dan karyanya (biografi), atau secara umum adalah struktur kepribadian pengarang (neurosis, psikosis, trauma yang pernah dialami. Lewat tinjauan psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri”.
Sejalan hal di atas, Wellek dan Austin Warren (1990: 90) menerangkan,
”Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu (1) Studi
psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif, (3) Studi tipe
dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) Studi yang
mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca”.
Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra
sebagai kajian tentang analisis kejiwaan karya sastra sudah dianggap menjadi bagian
dari kehidupan dan realitas psikologis yang tergambar jelas dengan detil-detil
persoalannya. Psikologi sastra mampu mewadahi dunia batin dari pengarang sebagai
bagian dari kegiatan konstruksi sosial terhadap kenyataan, entah itu disebut sebagai
kisah nyata atau fiksi yang dimainkan dalam hasrat imajiner. Dengan demikian
psikologi sastra dapat aplikasikan untuk mengkaji bait-bait sajak, puisi, cerita pendek,
realitas kemanusiaan dalam berbagai bentuk pemaknaan subyektif terhadap dinamika
kehidupan.
2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis memiliki tiga
penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan
sistematis mengenai perilaku manusia, dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap
penyakit psikologis atau emosional. Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada
setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas
mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan
yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga
beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud
telah menjadi basis bagi terapi-terapi modern dan menjadi salah satu aliran terbesar
dalam psikologi.
Cakupan psikoanalisis sangat luas, bidang ilmu ini menyelidiki gejala fisik
dan psikis yang sangat kompleks. Selain disebabkan oleh bervariasinya tingkah laku
manusia, kompleksitas tersebut bisa didekati dari berbagai perspektif dan disiplin
ilmu. Psikoanalisis menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam
ketidaksadaran manusia. Dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang
insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia yaitu insting seks, dan selama
manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain,
mempunyai bentuk energi yang menopangnya yaitu libido
Freud berpendapat bahwa manusia dapat menjadi neurotik – bahkan psikotik
struktur mental menjadi tidak seimbang. Pada orang-orang normal, ego memiliki
kekuatan untuk mengontrol insting dari id dan untuk menahan hukuman dari
superego (Freud, 2006: 435). Freud sebagai pakar dibidang psikologi juga berhasil
menciptakan formulasi psikoanalisis tentang kepribadian, psikoanalisis yang
diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu struktur kepribadian, dinamika
kepribadian dan perkembangan kepribadian. Penelitian ini hanya meniliti para tokoh
melalui struktur kepribadiannya saja.
2.3.3 Defenisi Kepribadian
Kata 'kepribadian' sesungguhnya berasal dari kata latin, yaitu pesona. Pada
mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain
sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona
(personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial
tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu
tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial
yang diterimanya.
Kepribadian menurut Semiun (2006: 28) adalah, ”Organisasi-organisasi
dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan