• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tokoh Sandra dalam Pelajaran Mengarang Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)

Anhar Muhdar

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Tokoh Sandra dalam Pelajaran Mengarang Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud) "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Tokoh Sandra dalam Pelajaran Mengarang Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)

Sebagai pengawalan analisis ini, untuk menyelaraskan pemahaman mengenai aspek psikoanalisis Sigmund Freud maka diperlukan beberapa penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut diantaranya: Id (Das es) atau lebih dikenal dengan istilah prinsip kesenangan (Pleasure Principle) dapat merasakan kepuasan terhadap hal yang dituntut oleh id. Id pada seseorang telah terbentuk sejak lahir, sehingga id adalah aspek yang sulit bahkan tidak bisa diubah. Untuk mendapatkan rasa kepuasan pada id maka terdapat dua cara. Pertama, refleksi dan reaksi otimatisa seperti bersin, batuk, dan lainnya. Kedua, pross primer seperti menahan haus kemudian terbayang air minum. Dapat disimpulkan bahwa id adalah bentuk dari gejala tak sadar dari seseorang1. Aspek id mengacu pada keadaan mental tak sadar yang berlawanan terhadap kehidupan sosial masyarakat berdasarkan standar kesadaran pada individu. Oleh karena itu, konsep id membuat seseorang bertindak terpaksa melakukan suatu hal yang ditentang dalam masyarakat dan tidak terpengaruh atas pertimbangan dalam lingkup sosial dan moralitas. Prinsip kesangan yang dianut dalam konsep id, seperti dikemukakan oleh Freud bahwa ciri khusus id yaitu irasionalitas, tuntutan tanpa syarat untuk kepuasan, dan amoralitas2. Namun, apabila aspek kesenangan id tidak dapat terpenuhi atau tidak terdapat perantaraan untuk memperoleh kepuasan. Maka id akan terhubung pada sistem lain yang menunjuk dunia obyektif (realita) yang disebut dengan Ego (Das ich)3.

Ego yang berperan dalam eksekutor kepribadian yang mengontrol tindakan-tindakan seseorang untuk memperoleh respon, kemudian mencapai insting yang pantas sebagai objek kepuasan dan cara memperolehnya. Adapun kebutuhan id yang terpenuhi namun bertentangan dengan hati nurani, sehingga terciptanya konflik yang menimbulkan kecemasan pada diri seseorang. Maka Freud mengemukakan peran ego tersebut membentuk sistem mekanisme pertahanan diri (Defence Mechanism) sebagai bentuk pertahanan dari dorongan kebutuhan dan mengurangi ketegangan. Hal itu bertujuan untuk memperingatkan adanya gejala kecemasan pada

1Husin. “Id, Ego dan Superego dalam Pendidikan” Al-Qalam (Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol.

11, No.23 (Januari-Juni 2017): h. 50, Diakses pada Agustus 5, 2021, https://doi.org/10.35931/aq.v0i0.3

2Osbron Reuben, Marxim dan Freud, Diterjemahkan oleh M. Danil Herman (Yogyakarta: IRCiSoD, 2020) h. 34.

3Husin. “Id, Ego dan,” h. 51

(2)

diri seseorang sehingga terbentuknya reaksi adaptif dalam menghadapi gejala tersebut4. Bentuk pertahanan yang dilakukan oleh individu dalam bentuk sistem mekanisme dari ego yang melakukan perlawanan terhadap reaksi implus id dan menentang tekanan dari superego. Terdapat dua cara mekanisme pertahanan yang dilakukan ego, yaitu: (1) menghalangi implus supaya tidak menjadi tingkahlaku sadar; (2) membelokkan impuls sehingga intensitas asli dapat diubah atau dilemahkan. Terdapat beberapa menkanisme pertahanan yang biasa dilakukan menurut Freud dan pengikutnya, yaitu represi, pemindahan, proyeksi, sublimasi, kompensasi, identifikasi, dan intelektual5.

Dalam membatasi kebutuhan id dan ego maka terdapat sistem superego sebagai penengah keduanya. Superego yang merupakan aspek sosiologis kepribadian dapat mengendalikan keduanya dengan menciptakan insting benar atau salah, buruk atau baik dari suatu tindakan.

Sehingga tindakan tersebut dapat diterima dalam masyarakat baik dalam aspek norma dan moralitasnya. Freud mengemukakan bahwa dalam sistem superego mencakup dua bagian penting.

Pertama, suara hati (nurani) yakni hal yang bersifat menghukum, kritis dan negatif, sehingga apabila melakukan suatu kesalahan terhadap aturannya maka terbentuklah rasa bersalah . Kedua, ego ideal yakni suatu ide atau aspirasi positif yang jika dilakukan maka mendapat imbalan hadiah tindakannya6.

Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba menguraikan ketiga aspek tersebut kedalam analysis tokoh Sandra yang digambarkan sebagai seorang anak yang sedang mendapatkan tugas pelajaran mengarang dari gurunya yang membawa dia pada perenungan dan pengingatan kembali sosok ibunya didalam kehidupan yang ia jalani. Sedikit intermezzo bahwa penulis sebelumnya telah beberapa kali membaca cerita pendek serupa namun secara acak kemunculannya pada dinding sosial media Facebook beberapa tahun yang lalu, hingga ketika membaca cerita pendek yang berjudul Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma ini, terlintas salah satu judul lain yaitu cerita pendek yang berjudul Nurani Seorang Pelacur yang sudah tidak dapat menjangkau ingatan penulis mengenai pengarangnya. Untuk memperdalam analisis, penulis juga akan berusaha

4Herlambang Andi Prasetyo Aji. “ Struktur Peranti Mental (Id, Ego, Superego) Pesantren dalam Intimasi dengan Lawan Jenis” Jurnal Psikologi (Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan), Vol. 6, No. 2 (September 2019); h. 119-120, Diakses pada Agustus 6, 2021, https://doi.org/10.35891/jip

5M. Septian Eko P. N. “ Dinamika Id, Ego, Superego dalam Konteks Kebutuhan Intimasi” Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 4, No. 1 (2016): h. 154, Diakses pada Agustus 6, 2021.

36 Maghfur Ahmad. “Agama dan Psikoanalisa,” h. 284-285.

6Maghfur Ahmad. “Agama dan Psikoanalisa,” h. 284-285.

(3)

menguraikan aspek lain yaitu bentuk konflik yang dialami oleh tokoh Sandra dalam cerita pendek tersebut.

Id (Das es) Cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma

Id merupakan alam tak sadar bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan melakukan apapun yang ia sukai untuk memuaskan kebutuhannya. Sehingga sulit untuk dikendalikan, bersifat egoistis, tidak peduli dengan realitas, dan tidak bemoral7. Dalam cerpen ini sendiri terdapat beberapa penggalan yang menggambarkan Id yang dialami oleh sosok Sandra, terutama pada momen ketika ia menyadari bahwa kenyataan hidup dimana ia terlahir yang menjadikan ia susah dalam mengarang topik yang diberikan oleh Ibu Guru Tati, gurunya tersebut:

“Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal- bantal tak bersarung.

Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.”

Dalam penggalan tersebut, tergambar sebuah kesadaran yang tidak dapat diubah oleh tokoh Sandra dalam hidupnya yang terlahir sebagai seorang anak yang penuh dengan kekacauan dan amoral sebagaimana yang tergambar dalam cerita.

“Mama, apakah Sandra punya Papa?”

“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”

Sebuah gambaran realitas yang tidak sanggup diubah oleh tokoh Sandra, gejolak yang harus ia hadapi dalam dininya usia mengenai pertanyaan tentang kelahiran, sosok ayah hingga sosok dirinya sebagai seorang anak dari ibu yang bahkan tidak dia kenali sepenuhnya.

Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.

Ego (Das ich) tokoh Sandra dalam cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma

Ego memiliki prinsip kenyataan (reality principle) yang menghubungkan dengan baik kebutuhan kepribadian alam bawah sadar dengan dunia realita. Tujuan ego mereduksi perasaan tegang dari id dengan objek yang sesui dengan kenyataan8. Hal tersebut tergambar dari sikap

7Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2011) h. 81.

8Yudrik Jahja, Psikologi, h. 82.

(4)

Sandra yang walau kenyataannya selalu mendapatkan perilaku buruk dari sosok ibunya sendiri, namun ego kepatuhan dari tokoh Sandra sebagai antisipasi gejolak id juga tergambarkan dalam penggalan cerita lainnya, menyadari dirinya sebagai anak yang harus patuh terhadap ibunya. Rasa iba dan kasian muncul dari nurani seorang anak yang melihat sisi lain dari sosok ibu yang dikenalnya. Sebagaimana tergambar dalam potongan berikut:

Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh.

Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager ...

Bentuk Id lain tergambar ketika tokoh Sandra melawan kecamuk dalam pikirannya ketika dalam pelajaran mengarang, realitas dirinya memberikan solusi terhadap kebingungan yang dihadapinya.

Dengan terus merenung dan membiasakan dirinya berbisik dalam hati untuk menyadari lebih dalam tentang gejolak konflik batin dengan realitas yang ada.

Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.

Superego tokoh Sandra dalam cerpen Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira Ajidarma Aktivitas superego mengendalikan id dan ego. Superego yang mengandung nilai moral dan hati nurani, mengendalikan id dan ego dengan melihat konflik yang terdapat pada ego.

pengendalian itu ditunjukan berupa rasa bersalah, introspeksi diri, menyesal, observasi diri dan tindakan lainnya9. Sebagai aspek praktisnya dalam cerita ini, penulis mengambil beberapa aspek moralitas dari konflik yang dialami tokoh Sandra dengan ibunya. Aspek sosiologis yang berkaitan dengan pengaruh norma terhadap tindakan yang baik dilakukan oleh Sandra kepada ibunya maupun sebaliknya.

Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.

“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”

“Seperti Mama?”

“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”

Nurani tersebut tergambar dari tokoh Ibu dalam cerita tersebut yang memiliki kesadaran moral tentang konflik yang dihadapinya dengan Sandra. Membacakan cerita kepada anak sebelum tidur

9Yudrik Jahja, Psikologi, h. 84.

(5)

merupakan penggambaran kasih sayang dan harapan, kehangatan yang terkadang dibangun oleh sosok ibu bagi tokoh Sandra.

Selain itu, moralitas yang melahirkan nurani juga tergambar dari kontras sikap ibu kepada tokoh Sandra dalam cerita, walaupun dengan segala makian dan amarah, sosok ibu tersebut tetap menunjukkan kasih sayang kepada Sandra, kasih sayang yang umumnya diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya. Seperti yang tergambar juga dalam penggalan berikut:

Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seprti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra ...”

Tidak terbatas pada beberapa aspek tersebut, beberapa aspek lain juga dapat dilihat sebagai pisau analisis dalam menguraikan konflik yang dialami tokoh Sandra dalam cerita tersebut. Namun sepotong uraian ketiga hal ini bisa menjadi isyarat bagi keberlanjutan dari pengembangan aspek analisis lainnya. Berdasarkan Id, Ego dan Superego dalam tokoh Sandra pada cerpen tersebut maka dapat dilihat bahwa tokoh tersebut mengalami gejolak dan konflik dengan tokoh yang digambarkan sebagai tokoh ibu , membuatnya sedih, bingung dan tidak berdaya ketika dihadapkan dengan pelajaran mengarang sebagai suatu situasi dalam cerita tersebut, namun bahwa kesadaran moralitas dan nurani membawa tokoh Sandra kepada kepatuhan dan rasa kasih sayang kepada sosok ibu, yang bahkan tidak dikenalinya.

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal Pendidikan Tambusai 1868 Hak Asasi “Drupadi” karya Seno Gumira Adjidarma dengan Cerita “Drupadi” Versi India Studi Analisis Feminisme dalam tokoh Drupadi Annisa Chintiya