• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Inflasi Dan Variabel Makro Ekonomi Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Inflasi Dan Variabel Makro Ekonomi Di Indonesia"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INFLASI DAN VARIABEL MAKRO EKONOMI

DI INDONESIA

TESIS

Oleh

RITA HANDAYANI

087018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS INFLASI DAN VARIABEL MAKRO EKONOMI

DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RITA HANDAYANI

087018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS INFLASI DAN VARIABEL MAKRO EKONOMI DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Rita Handayani Nomor Pokok : 087018034

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Murni Daulay, MSi) Ketua

(Dr. Jonni Manurung, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, MSi)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 3 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, M.S

2. Dr. Rahmanta, M.Si

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi pengangguran (PG), Harga Minyak Dunia (HMD), Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah uang beredar (M1), Net-Goverment (NG), Tingkat Suku Bunga (SBI) dan nilai tukar (KURS) terhadap inflasi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Stastistik (BPS) dan Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data tahunan dalam kurun waktu 1984-2009.

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Auto Regression (VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error

Variance Decomposition (FEVD).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa inflasi berkontribusi terhadap harga minyak dunia, sementara pengangguran terkontribusi terhadap inflasi, harga minyak dunia berkontribusi terhadap inflasi, pengangguran dan jumlah uang beredar. Selanjutnya produk domestik bruto, jumlah uang beredar dan net-goverment berkontribusi terhadap inflasi dan pengangguran dan nilai tukar berkontribusi terhadap inflasi. Dari hasil respon dan varians decomposition harga minyak dunia merupakan variabel utama yang memberikan kontibusi paling besar terhadap inflasi di Indonesia.

(6)

ABSTRACT

The purpose ot this study was to analyze the contribution of unemployment, world oil price, gross domestic product, the amount of current financial circulation, net-government, rate of interest and exchange rate to the inflation in Indonesia. The data used in this study were the secondary data in the form of the annual data of 1984

– 2010 obtained from the Central Bureau of Statistics and Bank Indonesia.

The analysis used was based on Vector Auto Regression method which was initialized with unit root and co-integration tests which finally resulted in Impulse Response Function and forecast Error Variance Decomposition

The result of this study showed that inflation has contributed to the world oil price, while the unemployment has been contributed to inflation; the word oil price has contributed to inflation, unemployment and the amount of current financial circulation. In addition, the gross domestic product, the amount of current financial circulation, and the exchange rate have contributed to inflation. The result of response and decomposition variants of the world oil price was the main variable which has given the biggest contribution to the inflation in Indonesia.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan hidayah

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Inflasi

dan Variabel Makro Ekonomi di Indonesia” sebagai tugas akhir pada Program Magister

Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan

ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus pada semua pihak yang telah memberikan

bimbingan, dukungan dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus

penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I dan Bapak Dr. Jonni Manurung, MS,

sebagai Pembimbing II yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan

pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat

mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada

Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan

(8)

4. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Alm. Suparno dan Ibunda Halimah yang telah

memberikan kasih sayang dan do’a yang tulus sehingga Penulis dapat menyelesaikan

tesis ini dengan baik.

5. Buat orang yang paling spesial “Suamiku Tercinta” Aa’ Ferry, terima kasih atas

segalanya, pengorbanan, pengertian, perhatian dan semangat yang tiada akhir sehingga

Penulis termotivasi dalam mengerjakan tesis ini. Teristimewa buat anakku yang juga

turut hadir bersamaan dengan pengerjaan tesis ini, bunda ucapkan selamat datang dan

semoga kelak kamu akan menjadi anak yang sholeh, pintar dan berbakti pada kedua

orang tua……Amin.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara angkatan 15 kelas Regular yang telah sama-sama berjuang

dengan Penulis dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan

dukungan yang luar biasa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya menjadi lebih baik

dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat

dan hidayah-NYA kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya

selama ini.

Medan, Agustus 2010

Penulis

RITA HANDAYANI

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rita Handayani

Tempat dan Tanggal Lahir : Rantau Parapat, 28 Juni 1983

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama suami : Ferry Yuliasman

Nama orang tua

Ayah : Alm. Suparno

Ibu : Halimah

Alamat rumah : Jl. Sutrisno Gg. Rukun I No. 18 A Medan

Pendidikan

1. Tahun1989-1995 : SD Negeri 107446 Desa Pon Kec. Sei Rampah.

2. Tahun 1995-1998 : SLTP Negeri 2 Sei Rampah

3. Tahun 1998-2001 : SMU Negeri 1 Sei Rampah

4. Tahun 2003-2007 : Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara

Jurusan Ekonomi Islam.

5. Tahun 2008-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP………. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR GAMBAR……… xii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……...……… 1

1.2 Rumusan Masalah……… 7

1.3 Tujuan Penelitian………. 8

1.4 Manfaat Penelitian……… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 11

2.1. Landasan Teori………. 11

2.1.1. Penawaran Agregat……….. 11

2.1.1.1. Model Penawaran Agregat……….. 12

2.1.1.2. Model Harga yang Kaku………. 13

2.1.1.3. Model Upah Kaku……… 15

2.1.1.4. Model Informasi Tidak Sempurna……… 17

(11)

2.1.3. Harga Minyak Dunia……… 20

2.1.4. Permintaan Agregat……….. 21

2.1.4.1. Model IS……….. 22

2.1.4.2. Kebijakan Fiskal Menggeser IS………... 25

2.1.4.3. Model LM………..….. 26

2.1.2.4. Permintaan Agregat………... 27

2.1.5. Keseimbangan Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat……..……… 29

2.1.6. Inflasi……… 31

2.1.6.1. Demand Pull Inflation... 33

2.1.6.2. Cost Push Inflation……….……. 33

2.2. Peneliti Terdahulu………. 34

2.3. Kerangka Konsep………... 38

2.4. Hipotesis………... 39

BAB III METODE PENELITIAN………. 41

3.1. Ruang Lingkup Penelitian…….……… 41

3.2. Jenis dan Sumber Data……….………. 41

3.3. Uji Asumsi……… 42

3.3.1. Uji Unit Root Test……….……….. 42

3.3.2. Uji Kointegrasi……….……….. … 44

3.4. Model Analisis……….………. 47

(12)

3.4.2. Impulse Response Function (IRF)……….. 48

3.4.3. Forecast Error Variance Desomposition (FEVD)………. 49

3.5. Definisi Operasional………. 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 51

4.1. Perkembangan Inflasi di Indonesia……….. 51

4.1.1. Perkembangan Pengangguran (PG) 1984-2009….…..….. 53

4.1.2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (HMD) 1984-2009.. 54

4.1.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) 1984-2009 57 4.1.4. Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M1) 1984-2009…. 58 4.1.5. Perkembangan Net-Government (NG) 1984-2009………. 60

4.1.6. Perkembangan Tingkat Bunga (SBI) 1984-2009………... 62

4.1.7. Perkembangan Nilai Tukar (KURS) 1984-2009………… 64

4.2. Hasil Uji Akar-Akar Unit………. 66 4.3. Uji Kointegrasi……….…… 69

4.4. Uji Estimasi Model Vektor Autoregression………. 71

4.5. Analisis Impulse Response Functions (IRF) ………... 76

4.5.1. Analisis Response Functions Inflasi……….. 77

4.5.2. Analisis Response Functions Pengangguran………. 79

4.5.3. Analisis Response Functions Harga Minyak Dunia…….. 80

4.5.4. Analisis Response Functions Produk Domestik Bruto... 83

4.5.5. Analisis Response Functions Jumlah Uang Beredar…….. 85

(13)

4.5.7. Analisis Response Functions Tingkat Bunga... 90

4.5.8. Analisis Response Functions Nilai Tukar……… 91

4.6. Analisis Variance Decomposition……… 94

4.6.1. Analisis Variance Decomposition Inflasi……….. 94

4.6.2. Analisis Variance Decomposition Pengangguran……….. 95

4.6.3. Analisis Variance Decomposition Harga minyak Dunia… 97 4.6.4. Analisis Variance Decomposition Produk Domestik Bruto………... 99

4.6.5. Analisis Variance Decomposition Jumlah Uang Beredar.. 101

4.6.6. Analisis Variance Decomposition Net-Government…... 103

4.6.7. Analisis Variance Decomposition Tingkat Bunga………. 105

4.6.8. Analisis Variance Decomposition Nilai Tukar………….. 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 110

5.1. Kesimpulan………..…. 110

5.2. Saran ……….………... 111

DAFTAR PUSTAKA……….. 114

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Daftar Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi………...…. 5

4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi 1984-2010……….. 51

4.2 Perkembangan Pengangguran (PG) 1984-2009……….. 53

4.3 Perkembangan Harga Minyak Dunia 1984-2009……… 55

4.4 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) 1984-2009……… 57

4.5 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M1) 1984-2009………….. 59

4.6 Perkembangan Net-Government 1984-2009……… 61

4.7 Perkembangan Tingkat Bunga (SBI) 1984-2009……… 63

4.8 Perkembangan Nilai Tukar (KURS)……… 65

4.9 Hasil Pengujian Akar-akar Unit pada Tingkat Level……….. 67

4.10 Hasil Pengujian Akar-akar Unit pada Tingkat 1st Difference……. 67

4.11 Hasil Pengujian Akar-akar Unit pada Tingkat 2nd Difference…… 68

4.12 Hasil Pengujian Akar-akar Unit Stasioner……….. 68

4.13 Uji Kointegrasi……… 70

4.14 Nilai Modulus Seluruh Akar Unit……… 72

4.15 Hasil Estimasi VAR dengan Dasar Lag 1……… 74

4.16 Impulse Response Function Tingkat Inflasi………. 78

4.17 Impulse Response Function Pengangguran………. 80

4.18 Impulse Response Function Harga Minyak Dunia……….. 82

4.19 Impulse Response Function Produk Domestik Bruto (PDB)…….. 84

4.20 Impulse Response Function Jumlah Uang Beredar………. 87

4.21 Impulse Response Function Net-Government………. 89

4.22 Impulse Response Function Tingkat Bunga……….... 91

4.23 Impulse Response Function Nilai Tukar……….. 93

(15)

4.25 Variance Decomposition Pengangguran……….. 97

4.26 Variance Decomposition Harga Minyak Dunia……….. 99

4.27 Variance Decomposition Produk Domestik Bruto……….. 101

4.28 Variance Decomposition Jumlah Uang Beredar………. 103

4.29 Variance Decomposition Net-Government………. 105

4.30 Variance Decomposition Tingkat Bunga……… 107

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kurva Philips………... 18

2.2 Kerangka Konsep Analisis Inflasi dan Variabel Ekonomi Makro di Indonesia………... 38

4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi………. 52

4.2 Perkembangan Pengangguran.………... 54

4.3 Perkembangan Harga Minyak Dunia ………..……… 56

4.4 Perkembangan Produk Domestik Bruto ………..……… 58

4.5 Perkembangan M1………... 60

4.6 Perkembangan Net-Government ………. 62

4.7 Perkembangan Tingkat Bunga………... 64

4.8 Perkembangan Kurs………. 66

4.9 Nilai Modulus Seluruh Akar Unit……… 73

4.10 Respon Variabel Inflasi pada Perubahan Variabel Lain……... 78

4.11 Respon Variabel Pengangguran pada Perubahan Variabel Lainnya……..………... 80

4.12 Respon Variabel Harga Minyak Dunia pada Perubahan Variabel Lain……..………... 82

4.13 Respon Variabel Produk Domestik Bruto pada Perubahan Variabel Lain……..………. 85

4.14 Respon Variabel Jumlah Uang Beredar pada Perubahan Variabel Lain……..……… 87

4.15 Respon Variabel Net-Government pada Perubahan Variabel Lain……..……… 89

(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi pengangguran (PG), Harga Minyak Dunia (HMD), Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah uang beredar (M1), Net-Goverment (NG), Tingkat Suku Bunga (SBI) dan nilai tukar (KURS) terhadap inflasi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Stastistik (BPS) dan Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data tahunan dalam kurun waktu 1984-2009.

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Auto Regression (VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error

Variance Decomposition (FEVD).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa inflasi berkontribusi terhadap harga minyak dunia, sementara pengangguran terkontribusi terhadap inflasi, harga minyak dunia berkontribusi terhadap inflasi, pengangguran dan jumlah uang beredar. Selanjutnya produk domestik bruto, jumlah uang beredar dan net-goverment berkontribusi terhadap inflasi dan pengangguran dan nilai tukar berkontribusi terhadap inflasi. Dari hasil respon dan varians decomposition harga minyak dunia merupakan variabel utama yang memberikan kontibusi paling besar terhadap inflasi di Indonesia.

(18)

ABSTRACT

The purpose ot this study was to analyze the contribution of unemployment, world oil price, gross domestic product, the amount of current financial circulation, net-government, rate of interest and exchange rate to the inflation in Indonesia. The data used in this study were the secondary data in the form of the annual data of 1984

– 2010 obtained from the Central Bureau of Statistics and Bank Indonesia.

The analysis used was based on Vector Auto Regression method which was initialized with unit root and co-integration tests which finally resulted in Impulse Response Function and forecast Error Variance Decomposition

The result of this study showed that inflation has contributed to the world oil price, while the unemployment has been contributed to inflation; the word oil price has contributed to inflation, unemployment and the amount of current financial circulation. In addition, the gross domestic product, the amount of current financial circulation, and the exchange rate have contributed to inflation. The result of response and decomposition variants of the world oil price was the main variable which has given the biggest contribution to the inflation in Indonesia.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis

perekonomian sebuah negara selain pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Inflasi

juga sebuah dilema yang menghantui perekonomian setiap Negara karena kebijakan

yang diambil untuk mengatasi inflasi sering menjadi pisau bermata dua yang akan

berdampak pada tingkat pengangguran seperti yang dijelaskan oleh teori trade-off

antara inflasi dan pengangguran.

Perkembangan tingkat inflasi yang semakin meningkat akan memberikan

hambatan pada pertumbuhan ekonomi secara agregat, diantaranya keseimbangan

eksternal, daya saing, tingkat bunga bahkan distribusi pendapatan. Kegagalan atau

terjadinya shock (guncangan) dalam negeri akan menimbulkan fluktuasi harga

di pasar domestik yang berakhir dengan peningkatan inflasi pada perekonomian.

Inflasi juga berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga

keuangan formal. Tingkat harga merupakan opportunity cost bagi masyarakat dalam

memegang holding (asset financial). Artinya pada tingkat harga tinggi maka

masyarakat akan merasa beruntung jika memegang asset dalam bentuk ril dibanding

(20)

Jika asset financial luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan asset,

pada perekonomian terbuka, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan

internasional dapat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi

overvalued dan akhirnya mengurangi daya saing produk Indonesia.

Inflasi yang merupakan variabel makro ekonomi selain pertumbuhan dan

pengangguran semestinya mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah dalam hal

menjaga tingkat kestabilannya. Namun ditahun 1998 Bank Indonesia (BI) sebagai

institusi yang bertanggung jawab terhadap kestabilan tingkat inflasi malah lebih

mendominasikan sasaran kebijakan moneter pada nilai tukar.

Setelah disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 BI akhirnya

memfokuskan kebijakannya pada pencapaian kestabilan nilai rupiah dengan

menempatkan inflasi sebagai landasan dalam kebijakan moneter dan di tahun 2000,

Inflasi Targeting (IT) secara emplisit diterapkan di Indonesia dengan mengumumkan

target inflasi secara transparan kepada publik.

Setelah dahsyatnya goncangan krisis financial (1998) yang merembet pada

krisis kepercayaan, Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan bangkit kembali, namun

di tahun 2004 perlahan kondisi ekonomi Indonesia mulai merasakan tekanan imbas

dari kenaikan harga Minyak dunia dengan diumumkannya kenaikan harga BBM oleh

Menteri Kordinator Perekonomian Abu Rizal Bakri pada tanggal 1 Maret 2004.

Selanjutnya, selama tahun 2005 harga minyak dunia mengalami lonjakan

yang cukup tajam yaitu dari perkiraan sekitar 25 dolar/barrel menjadi 51,4

(21)

minyak yang membengkak, untuk mengatasi beban subsidi tersebut maka pemerintah

melakukan langkah penyesuaian melalui pengurangan dan relokasi subsidi bahan

bakar minyak (BBM) dalam negeri yaitu meningkatkan harga BBM pada tanggal 1

Maret 2005 rata-rata 30% dan 1 Oktober 2005 sekitar 100%.

Harga BBMpun naik diikuti oleh merambat naiknya harga-harga kebutuhan

pokok dan kenaikan harga akan memicu menurunnya daya beli masyarakat

selanjutnya diikuti oleh peningkatan inflasi, Pemerintah berusaha mengimbangi efek

dari naiknya harga BBM dengan pemberian kompensasi BLT (Bantuan Langsung

Tunai) kepada masyarakat miskin.

Kompensasi bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah untuk

mengurangi dampak kenaikan harga minyak ternyata juga merupakan beban bagi

masyarakat, karena dengan penyaluran BLT maka akan mendorong jumlah uang

beredar di masyarakat bertambah dan ini akhirnya memicu kembali kenaikan

harga-harga, belum lagi masalah kebocoran dana dan ketidaktepatan sasaran BLT serta

seluruh permasalahan kembali menjadi beban masyarakat.

Kenaikan BBM tetap saja menjadi beban tidak hanya masyarakat miskin

bahkan pada masyarakat ekonomi menengah, masyarakat harus menanggung dua kali

peningkatan inflasi, yang pertama saat kenaikan harga minyak diumumkan, pasar

langsung bereaksi dengan respon naiknya tingkat harga dan yang kedua saat

kompensasi BLT dibagikan, pasar kembali merespon dengan naiknya tingkat harga

(22)

Masih terus tertekan kenaikan inflasi ditahun 2007 Indonesia mulai merasakan

imbas dari kondisi ekonomi dunia yang mulai terserang virus krisis global, dan

ditahun 2008 tekanan krisis global yang semakin gawat ditandai dengan banyaknya

perusahaan raksasa dunia yang dinyatakan bangkrut dan memPHK karyawannya

secara besar-besaran. Harga minyak dunia mengalami kenaikan kembali yang sangat

tajam, nilai tukar rupiah terdepresiasi, ekspor melemah akibat turunnya daya beli

masyarakat dunia, masih ditambah keputusan pemerintah untuk menaikkan harga

BBM kembali sekitar 28,5% yang secara pasti berimplikasi terhadap kenaikan

harga-harga barang dan tentu saja kenaikan inflasi.

Inflasi sesungguhnya mencerminkan kestabilan nilai mata uang. Stabilitas

tersebut tercermin dari stabilitas tingkat harga yang kemudian berpengaruh terhadap

realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu negara seperti pemenuhan

kebutuhan dasar, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan, perluasan

kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi.

Faktor-faktor pemicu tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor,

sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus

perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara

langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi.

Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi

di negara kita antara lain berasal dari variabel domestik dan variabel eksternal.

Variabel domestik diantaranya berasal dari peningkatan jumlah uang beredar,

(23)

GDP, tingkat suku bunga, kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM,

kenaikan gaji pegawai sementara variabel eksternal diantaranya nilai tukar tingkatan

inflasi negara lain seperti Amerika.

Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga

minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya

pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik

pengolahan.

Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam

inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan energi batubara dan gas akan juga terjadi

dan mengakibatkan kenaikkan biaya energi, berikut ini digambarkan pergerakan

harga minyak dunia kuartal 3 : 2007 sampai kuartal 4 : 2008, dan juga respon dari

inflasi.

Tabel 1.1. Daftar Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi

Bulan Harga Minyak Dunia

(USS/Barrels)

Tingkat Inflasi (Indeks Harga Konsumen)

September 2007 Desember 2007

Maret 2008 Juni 2008 September 2008

Desember 2008

80.96 97,66 104,12 144,07 94,71 52,05

(24)

Dari data terlihat trend peningkatan harga minyak dunia dan diikuti oleh

pergerakan inflasi, Maret 2008 sampai Juni 2008 adalah terjadinya pergerakan harga

minyak tertinggi, dimana harga minyak meningkat tajam dari 104,12 dolar/barells

meningkat menjadi 144,07 dolar/barells yang diikuti oleh pengumuman pemerintah

tentang kenaikan harga BBM sebesar 28,7% pada Jum’at 23 Mei 2008. Harga

premium naik menjadi 6.000 dari 5.500, solar 5.500 dari 4.300, dan minyak tanah

2.500 dari 2.000 per liter. Kenaikan harga BBM ini jelas saja memicu peningkatan

inflasi yaitu dari 8,17% menjadi dua digit yaitu 11,03%. Bahkan walaupun harga

minyak dunia telah mengalami penurunan pada kuartal 3 September 2008, namun

tingkat inflasi masih tetap tinggi yaitu berada dikisaran 12,14%.

Padahal, hal yang sama sudah pernah dilakukan pemerintahan SBY-JK

(Pemerintah pada saat itu) pada tahun 2005 di mana pemerintah kemudian berjanji

untuk tidak menaikkan harga BBM lagi. Sebuah kebijakan yang banyak menuai

protes karena dinilai telah mempermainkan kepiluan nasib masyarakat miskin.

Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi

di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan

pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan

produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.

Inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk

menambah kapasitas produksinya, tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak

negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen,

(25)

Selanjutnya bagaimanakah dengan model interaksi antara inflasi dan variabel

makro ekonomi di Indonesia. Apa yang menjadi variabel yang sangat mempengaruhi

tingkat inflasi di Indonesia. Keadaan-keadaan tersebut di atas menggugah rasa ingin

tahu penulis untuk mencoba menganalisis dan mempelajari serta menulisnya dalam

bentuk tesis yang berjudul: “Analisis Inflasi dan Variabel Makro di Indonesia”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan beberapa fenomena

masalah dapat diuraikan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian

ini yaitu:

1. Apakah inflasi berkontribusi terhadap pengangguran, harga minyak dunia, produk

domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan nilai

tukar di Indonesia?

2. Apakah pengangguran berkontribusi terhadap inflasi, produk domestik bruto,

harga minyak dunia, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan

nilai tukar di Indonesia?

3. Apakah harga minyak dunia berkontribusi terhadap inflasi, produk domestik

bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar dan

pengangguran di Indonesia?

4. Apakah produk domestik bruto berkontribusi terhadap inflasi, jumlah uang

beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga

(26)

5. Apakah jumlah uang beredar berkontribusi terhadap inflasi, net-government,

tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran, harga minyak dunia dan produk

domestik bruto di Indonesia?

6. Apakah net-government berkontribusi terhadap inflasi, tingkat bunga, nilai tukar,

pengangguran, harga minyak dunia, produk domestik bruto dan jumlah uang

beredar di Indonesia?

7. Apakah tingkat bunga berkontribusi terhadap inflasi, nilai tukar, pengangguran,

harga minyak dunia, produk domestik bruto, jumlah uang beredar dan

net-government di Indonesia?

8. Apakah nilai tukar berkontribusi terhadap inflasi, pengangguran, harga minyak

dunia, produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government dan tingkat

bunga di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis kontribusi inflasi terhadap pengangguran, harga minyak

dunia, produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat

bunga dan nilai tukar di Indonesia.

2. Untuk menganalisis kontribusi pengangguran terhadap inflasi, harga minyak

dunia, produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat

(27)

3. Untuk menganalisis kontribusi harga minyak dunia terhadap inflasi, produk

domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar,

dan pengangguran di Indonesia.

4. Untuk mengenalisis kontribusi produk domestik bruto terhadap inflasi, jumlah

uang beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran dan

harga minyak dunia di Indonesia.

5. Untuk menganalisis kontribusi jumlah uang beredar terhadap inflasi,

net-government, tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga minyak dunia

dan produk domestik bruto di Indonesia.

6. Untuk menganalisis kontribusi net-government terhadap inflasi, tingkat bunga,

nilai tukar, pengangguran, harga minyak dunia, produk domestik bruto dan

jumlah uang beredar di Indonesia.

7. Untuk menganalisis kontribusi tingkat bunga terhadap inflasi, nilai tukar, tingkat

upah, pengangguran, harga minyak dunia, produk domestik bruto, jumlah uang

beredar dan net-government di Indonesia.

8. Untuk menganalisis kontribusi nilai tukar terhadap inflasi, pengangguran, harga

minyak dunia, produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government dan

(28)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai pengetahuan tambahan bagi Penulis dan pengembangan wawasan

keilmuan.

2. Sebagai masukan bagi masyarakat untuk mengetahui Inflasi dan Variabel

Ekonomi Makro di Indonesia.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah, dalam hal referensi untuk pengambilan

kebijakan.

4. Sebagai masukan bagi pengamat dan pelaku ekonomi dalam menambah

wawasan serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai Inflasi dan Variabel

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran Agregat

Penawaran Agregat atau Aggregat Supply adalah jumlah total dari barang dan

jasa yang ditawarkan dalam suatu perekonomian pada tingkat harga. Model

penawaran agregat secara klasik dibentuk dari fungsi faktor produksi. Secara umum

fungsi dari faktor produksi adalah fungsi dari modal (capital) dan tenaga kerja

(labor), karena jumlah output yang diproduksi tergantung pada jumlah modal dan

tenaga kerja maka model penawaran klasik terbentuk:

) . (K L f

Y  (2 .1)

Di mana Y adalah total output, K adalah capital (modal) dan L adalah labor (tenaga

kerja)

Dalam jangka panjang perusahaan biasanya menawarkan barang dan jasa

dengan harga yang fleksibel dan dalam jangka pendek tingkat harga umumnya

bersifat kaku, sehingga penawaran agregat sangat bergantung pada horison waktu.

Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara penawaran agregat jangka panjang

(long-run aggregate supply) dan penawaran agregat jangka pendek (short-(long-run aggregate

(30)

Penawaran agregat dalam jangka panjang bersifat vertikal, karena dalam

jangka panjang tingkat harga adalah fleksibel dan pergeseran dalam permintaan

agregat akan mempengaruhi tingkat harga tetapi output perekonomian tetap pada

tingkat alamiah. Pada jangka pendek, tingkat harga bersifat kaku dan penawaran

agregat bersifat horizontal, dan pergeseran permintaan agregat akan menyebabkan

fluktuasi pada output.

Untuk menjelaskan implikasi dari penawaran agregat jangka pendek terdapat

tiga model pendekatan, yaitu model harga kaku (sticky price model), model upah

kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna (imperfect information

model). Melalui ketiga model tersebut kita akan melihat implikasi dari penawaran

agregat jangka pendek.

Implikasi tersebut adalah membuktikan terjadinya trade-off antara tingkat

inflasi dan pengangguran. Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva phillips

yang menyatakan bahwa untuk menurunkan tingkat inflasi para pembuat kebijakan

secara sementara harus memperbesar tingkat pengangguran dan untuk mengurangi

pengangguran maka harus menerima inflasi yang lebih tinggi.

2.1.1.1.Model penawaran agregat

Model penawaran agregat jangka pendek bersifat horizontal dan pergeseran

dalam permintaan agregat menyebabkan tingkat output menyimpang dari tingkat

alamiah, kondisi ini menunjukkan kondisi booming dan penurunan dari siklus bisnis.

Meskipun berbeda secara teoritis, namun akhir dari ketiga model penawaran

(31)

)

(P P e

Y

Y     

0

 (2 .2 )

Di mana Y adalah output, Y

tingkat output alami, P adalah tingkat harga, P adalah e

tingkat harga yang diharapkan. Persamaan ini menunjukkan bahwa output

menyimpang dari tingkat alami bila tingkat harga menyimpang dari tingkat harga

yang diperkirakan. Parameter á menunjukkan berapa banyak output merespon

terhadap perubahan yang tidak diharapkan pada dalam tingkat harga, 1/á adalah

kemiringan dari kurva penawaran agregat.

2.1.1.2.Model harga yang kaku

Tingkat harga yang lebih tinggi menunjukkan bahwa biaya perusahaan lebih

tinggi, sehingga semakin tinggi tingkat harga keseluruhan maka semakin besar harga

yang akan dibebankan kepada konsumen, selanjutnya tingkat pendapatan yang lebih

tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan dan biaya

marginal akan naik pada tingkat model harga kaku (sticky price model) menekankan

bahwa perusahaan tidak secara instan menyesuaikan tingkat harga yang mereka

tetapkan sebagai respon terhadap perubahan permintaan karena tingkat harga

biasanya ditetapkan oleh kontrak jangka panjang. Tingkat harga tergantung pada dua

variabel makro yaitu tingkat harga keseluruhan P dan tingkat pendapatan agregat Y.

Produksi yang lebih tinggi sehingga semakin besar permintaan maka semakin

tinggi harga yang akan ditetatapkan produsen. Sehingga persamaannya dapat

dituliskan:

) (Y Y a

P

p   

(32)

Persamaan di atas meyatakan bahwa harga yang diinginkan p tergantung tingkat

harga keseluruhan P dan pada tingkat output agregat relatif terhadap tingkat

alamiah(YY). a > 0 mengukur besar harga yang diinginkan perusahaan untuk

tingkat output agregat.

Dengan mengasumsikan dua produsen dengan harga yang fleksibel dan harga

yang kaku, maka perusahaan dengan harga kaku menetapkan harga yang mengacu

pada:

)

( e e

e

Y Y

a P

p    (2 .4 )

Di mana e menunjukkan nilai yang diharapkan dari sebuah variabel, dengan asumsi

bahwa produsen mengharapkan output berada dalam tingkat alamiah, sehingga

) (Ye Ye

a  adalah nol. Maka perusahaan menetapkan harga:

e

P

p  (2 .5)

atau dapat diartikan bahwa produsen menetapkan harga berdasarkan prediksi

produsen lain menetapkan harga yang sama.

Dengan menggunakan kaidah penetapan harga dari dua produsen maka dapat

diderivasi persamaan penawaran agregat, dengan tingkat harga keseluruhan dari

perekonomian yang merupakan rata-rata tertimbang dari harga yang ditetapkan dari

dua produsen di atas. Jika s adalah fraksi dengan harga kaku dan (1-s) adalah fraksi

dengan harga fleksibel maka tingkat harga keseluruhan adalah:

) (

)[ 1

( s P a Y Y

sP

Pe    

) 6 . 2 (

(33)

) (

)[ 1

( s a Y Y

sP

sPe    (2 .7 )

bagi kedua sisi dengan s untuk tingkat harga keseluruhan, maka:

) ](

/ ) 1

[( s a s Y Y P

Pe    (2 .8)

dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa bila mengharapkan harga yang tinggi

maka produsen harus menetapkan biaya produksi yang lebih tinggi, tingkat harga

yang tinggi ini akan menyebabkan produsen lain menetapkan tingkat harga yang

tinggi pula. Sehingga tingkat harga yang diharapkan tinggi maka akan menyebabkan

tingkat harga aktual menjadi tinggi. Selanjutnya ketika tingkat output tinggi maka

permintaan akan barang juga akan naik dan produsen dengan harga fleksibel akan

menetakan harga yang tinggi yang menyebabkan tingkat harga secara umum menjadi

naik.

Dapat disimpulkan bahwa tingkat harga keseluruhan tergantung pada tingkat

harga yang diharapkan dan pada tingkat output. Sehingga persamaan penetapan harga

agregat menjadi:

)

(P P e

Y

Y     

) 2 . 2 (

Di mana

s /(1  s)a] . Model harga kaku menyatakan bahwa

penyimpangan output dari tingkat alamiah secara positif berkaitan dengan

penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan.

2.1.1.3.Model upah kaku

Model upah kaku (sticky wage model) menunjukkan implikasi dari upah

(34)

dikarenakan tingkat upah biasanya ditetapkan dalam kontrak jangka panjang,

sehingga tingkat upah tidak dengan cepat disesuaikan ketika kondisi ekonomi

berubah. Untuk mengkajinya model ini perlu diperhatikan apa yang terjadi pada

jumlah output yang diproduksi ketika tingkat harga naik.

Ketika upah nominal tidak berubah, kenaikan tingkat harga akan menurunkan

upah rill, yang akan membuat tenaga kerja menjadi murah. Selanjutnya upah rill yang

lebih rendah akan mendorong perusahaan mengunakan lebih banyak tenaga kerja dan

tenaga kerja tambahan ini akan memproduksi lebih banyak output. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tingkat harga dan jumlah output berhubungan positif, kenaikan

kenaikan tingkat harga akan menaikkan jumlah output selama upah nominal tidak

disesuaikan.

Para pekerja dan perusahaan menetapkan upah nominal W berdasarkan upah

rill target  dan tingkat harga yang mereka harapkan P , maka upah nominal e

adalah:

e

xP

W

) 9 . 2 (

setelah upah nominal ditetapkan sebelum tenaga kerja ditarik, perusahaan

mempelajari tingkat harga aktual P, maka upah rill menjadi:

) / (

/ P x P P

W

e

) 10 . 2 (

asumsi akhir dari model upah kaku adalah bahwa kesempatan kerja ditentukan oleh

(35)

) / (W P L

Ld

) 11 . 2 (

yang menyatakan semakin rendah upah rill maka semakin banyak tenaga kerja yang

digunakan perusahan, sehingga dapat disimpulkan karena upah bersifat kaku,

perubahan pada tingkat harga akan menjauhkan upah rill dari upah rill target, dan

perubahan upah rill akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang digunakan serta

output yang diproduksi, sehingga kurva penawaran agregat dapat ditulis:

)

(P P e

Y

Y     

) 2 . 2 (

2.1.1.4.Model informasi tidak sempurna

Model informasi tak sempurna (imperfect information model) mengasumsikan

bahwa dalam pasar semua upah dan harga akan bebas menyesuaikan diri untuk

menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Model ini juga mengasumsikan bahwa

setiap produsen dalam perekonomian memproduksi barang tunggal dan

mengkonsumsi banyak barang. Karena jumlah barang begitu banyak para produsen

tidak dapat mengamati seluruh harga baik dalam jangka panjang maupun jangka

pendek. Mereka memantau dengan ketat harga barang yang mereka produksi, tetapi

kurang memantau harga seluruh barang yang mereka konsumsi.

Ringkasnya, model informasi tak sempurna menyatakan bahwa bila harga

aktul naik melebihi harga yang diharapkan, maka para produsen akan meningkatkan

output mereka, sehingga persamaan penawaran agregat dapat ditulis:

(36)

2.1.2. Inflasi, Pengangguran dan Kurva Philips

Indikator kebijakan makro ekonomi adalah tingkat inflasi yang rendah dan

pengangguran yang rendah. Namun seringkali dua tujuan ini bertentangan atau

terjadinya trade off antara tingkat inflasi dan pengangguran. Seperti yang telah

dijelaskan Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva Philips yang

merupakan refleksi dari penawaran agregat jangka pendek dan ketika pembuat

kebijakan menggerakkan penawaran jangka pendek, maka pengangguran dan inflasi

[image:36.595.111.514.353.589.2]

akan bergerak pada arah yang berlawanan.

Gambar 2.1. Kurva Philips

Dalam sudut pandang kurva Philips tingkat inflasi tergantung pada inflasi

yang diharapkan, pengangguran siklis (deviasi pengangguran dari tingkat alami) dan

guncangan penawaran. Ketiga hal tersebut ditunjukkan dalam persamaan:

v u

u n

e

)

( 

  

 (2 .12 )

Inflasi

ðe + v

(37)

Di mana  adalah tingkat inflasi, e adalah tingkat inflasi yang diharapkan,

) (uun

 pengangguran siklis dan v guncangan penawaran. Tanda negatif pada

pengangguran siklis, dengan asumsi variabel yang lain tetap maka pengangguran

yang tinggi cenderung mengurangi inflasi.

Kurva Philips berasal dari derivasi dari persamaan untuk penawaran agregat

yaitu:

) )(

/ 1

( Y Y

P

P e

) 13 . 2 (

dengan satu penambahan, satu pengurangan dan satu subtitusi, kita bisa

memanipulasi untuk mendapatkan hubungan antara inflasi dan pengangguran.

Pertama ditambahkan sisi kanan dengan guncangan penawaran v untuk

menunjukkan peristiwa eksogen seperti fluktuasi harga minyak dunia, yang

mengubah tingkat harga dan menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek.

v Y

Y P

Pe  (1 / )(  )  (2.14 )

kedua, untuk mengubah tingkat harga menjadi tingkat inflasi kurangi tingkat harga

tahun lalu P-1 dari kedua sisi persamaan

v Y Y P P P

P1e1  (1 / )(  )  (2 .15 )

1

P

P adalah perbedaan tingkat harga sekarang dan tingkat harga tahun lalu, yang

merupakan tingkat inflasi (), sementaraPP1 e

adalah perbedaan antara tingkat

harga yang diharapkan dan tingkat harga tahun lalu atau merupakan tingkat inflasi

yang diharapkan e

)

(38)

v Y Y e   

  (1 / )( )

 (2 .16 )

Kxetiga, untuk beralih dari output ke pengangguran dengan menggunakan

Hukum Okun, yang menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah

berbanding terbalik dengan penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah. Bila

output lebih tinggi dari tingkat output alamiah, maka pengangguran lebih rendah dari

tingkat pengangguran alamiah, dan bentuk persamaannya:

) ( ) )( / 1

(  YY    uu n (2.17 )

Kita subtitusi ( n)

u u

 kepada (1/)(YY)pada persamaan sebelumnya, maka

didapat persamaan: v u u n e ) (     

 (2 .12 )

Dari derivasi kurva Philips dapat disimpulkan, bahwa persamaan kurva

Philips dan persamaan agregat jangka pendek menunjukkan gagasan makro ekonomi

yang sama atau menunjukkan hubungan antara variabel rill dan nominal atau

dikotomi klasik tidak berlaku dalam jangka pendek.

Menurut persamaan agregat jangka pendek, output terkait dengan pergerakan

yang tidak diharapkan dalam tingkat harga. Namun menurut persamaan kurva Philips

pengangguran terkait dengan pergerakan yang tidak diharapkan dalam tingkat inflasi.

Model penawaran agregat lebih tepat menjelaskan output dan tingkat harga dan kurva

Philips menjelaskan pengangguran dan inflasi.

(39)

Secara umum fungsi penawaran agregat adalah fungsi dari faktor produksi,

dan dalam penelitian ini penulis menambahkan variabel harga minyak sebagai salah

satu variabel faktor produksi. Hal ini disebabkan karena sangat berfluktuasinya

pergerakan harga minyak di pasaran dunia sehingga kenaikan harga minyak akan

serta merta menaikkan biya produksi, dan kenaikan produksi ini akan meningkatkan

harga.

Tidak hanya meningkatkan tingkat harga secara umum, kenaikan harga

minyak dunia juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat karena sangat

strategisnya kondisi pergerakan harga minyak dan berdampak pada kondisi makro

ekonomi, sehingga penetapan harga minyak dalam negeri juga menjadi pertimbangan

makro ekonomi yang sangat sulit dan penetapan kenaikan maupun penurunan harga

minyak selalu menuai pro dan kontra.

Masuknya harga minyak sebagai salah satu variabel makro ekonomi yang

merupakan salah satu bentuk guncangan penawaran (v) akan mengubah tingkat harga

dan menggeser penawaran agregat, harga minya dunia ditambahkan sebagai variabel

yang mempengaruhi pergerakan inflasi di Indonesia. Maka bentuk persamaannya:

v Y

Y P

Pe  (1/ )(  )  (2.14 )

Di mana P adalah tingkat harga, P tingkat harga yang diharapkan, v adalah e

guncangan penawaran yang berasal dari fluktuasi harga minyak dunia. Y adalah

tingkat output, Y adalah tingkat output alami dan (1/) adalah kemiringan dari

(40)

2.1.4. Permintaan Agregat

Permintaan agregat atau aggregat demand adalah jumlah total dari

barang-barang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan

hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga

permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang

pada setiap tingkat harga.

Model permintaan agregat dimulai dari model IS-LM yang merupakan

keseimbangan antara sektor rill dan pasar keuangan. Model IS-LM adalah

interprestasi terkemuka dari teori Keynes yang bertujuan untuk menunjukkan apa

yang menentukan pendapatan nasional pada tingkat harga tertentu. Model IS-LM juga

menunjukkan apa yang menyebabkan pendapatan berubah dalam jangka pendek

ketika tingkat harga adalah tetap.

Model IS diawali dari perpotongan keynesia (keynesian cros) dan model LM

diawali dari preferensi likuiditas. Model IS menyatakan tingkat investasi dan

tabungan yang terjadi pada pasar barang dan jasa, atau menggambarkan hubungan

antara tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa.

Model LM menyatakan hubungan tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang

muncul di pasar uang.

2.1.4.1. Model IS

Dalam The General Teory, Keynes menyatakan bahwa pendapatan total

perekonomian dalam jangka pendek sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga,

(41)

orang mengeluarkan pendapatannya maka semakin banyak barang dan jasa yang bisa

dijual perusahaan.

Keynesian cross diderivasi dari pengeluaran yang direncanakan, dengan

menggambarkan perbedaan antara pengeluaran aktual dan pengeluaran yang

direncanakan. Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah uang yang

dikeluarkan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah atas barang dan jasa yang

merupakan Produk Domestik Bruto (PDB). Pengeluaran yang direncanakan (planned

expenditure) adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan rumah tangga, perusahaan

dan pemerintah atas barang dan jasa.

Dalam perekonomian terbuka, maka pengeluaran yang direncanakan E,

sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, belanja pemerintah G dan

NX adalah net-eksport. Sehingga fungsi persamaannya:

NX G

I C

Y     (2 .18 )

E

Y  (2.19 )

NX G

I C

E     (2 .20 )

)

(Y T

f

C  

) 21 . 2 ( ) ,

(r Y

f

I  (2 .22 )

G

G  (2 .23 )

) ( e

f

NX  (2.24 )

maka pengeluaran yang direncanakan:

) ( ) , ( )

(Y T I r Y G NX e

C

(42)

) , , ,

(T G r e

f

E  (2.26 )

Di mana, Y pengeluaran aktual, E pengeluaran yang direncanakan,

C konsumsi, I investasi,G pemerintah, T pajak, r tingkat bunga, net-eksport

NX dan nilai tukar e

Keynesian cross adalah keseimbangan dari pendapatan yang yang berasal dari

pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Keynesian cross

menunjukkan bagaimana rencana pengeluaran rumah tangga, perusahaan dan

pemerintah dalam menentukan pendapatan perekonomian. Keynesian cross juga

menyederhanakan bahwa tingkat investasi yang direncanakan adalah tetap dan

investasi yang direncanakan tergantung pada tingkat bungar , dan hubungan tingkat

bunga juga investasi ditunjukkan pada persamaan

) ( r

I I

) 27 . 2 (

Tingkat bunga adalah biaya pinjaman untuk mendanai biaya investasi, maka

kenaikan tingkat bunga akan mengurangi investasi yang direncanakan, hal ini

menggambarkan hubungan tingkat investasi dan tingkat bunga adalah negatif.

Pendapatan akan berubah ketika tingkat bunga berubah. Dengan mengkombinasikan

fungsi investasi dan Keynesian croos kita dapat melihat bagaimana pendapatan

berubah ketika tingkat bunga berubah.

Investasi memiliki hubungan terbalik dengan tingkat bunga, sehingga

kenaikan tingkat bunga akan mengurangi jumlah investasi yang direncanakan dan

(43)

direncanakan akan menurunkan tingkat pendapatan sehingga kenaikan tingkat bunga

akan menurunkan tingkat pendapatan.

Investasi dan interaksi antara I dan Y yang ditunjukkan oleh Keynesian

croos. Setiap titik pada model IS menggambarkan keseimbangan di pasar barang dan

model IS mengilustrasikan bagaimana keseimbangan pendapatan bergantung pada

tingkat suku bunga. Karena naiknya tingkat bunga menyebabkan investasi yang

direncanakan turun sehingga model IS bergerak ke bawah.

2.1.4.2. Kebijakan fiskal menggeser IS

Model IS menjelaskan untuk tingkat bunga berapapun, tingkat pendapatan

akan mondorong pasar barang menuju ekuilibrium. Pada perpotongan keynesian,

tingkat pendapatan juga tergantung pada belanja Pemerintah G dan pajak T .

Ketika kita membangun model IS kita mempertahankan G dan T tetap, namun

ketika kebijakan fiskal berubah maka model IS juga akan bergeser.

Peningkatan belanja pemerintah G akan menggeser model IS ke kanan atas.

Keynesian cross menunjukkan bahwa perubahan kebijakan fiskal akan meningkatkan

pengeluaran yang direncanakan dan meningkatkan pendapatan keseimbangan. Kita

juga dapat menggunakan Keynesian cross pada perubahan dalam kebijakan fiskal

yang juga dapat menggeser model IS. Kebijakan fiskal tersebut adalah penurunan

pajak yang juga akan akan memperbesar pengeluaran dan pendapatan atau menggeser

(44)

akan mengurangi pendapatan dan karena perubahan dalam kebijakan fiskal akan

menggeser model IS kekiri.

Menurut (Mankiw, 2007) model IS menunjukkan kombinasi dari tingkat

bunga dan tingkat pendapatan terhadap keseimbangan pada pasar barang dan jasa.

Model IS digunakan untuk kebijakan fiskal tertentu dan perubahan pada kebijakan

fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser

model IS ke kanan, sementara perubahan kebijakan fiskal yang mengurangi

permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser model IS ke kiri.

2.1.4.3. Model LM

Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat

pendapatan yang muncul di pasar uang, dan untuk memulai pemahaman tentang

model LM kita akan mulai dari teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas

(theory of liquidity preference).

Dalam buku klasiknya The General Theory, Keynes menjabarkan

pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek,

atau biasa disebut teori preferensi likuiditas. Teori ini menyatakan bahwa tingkat

bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan untuk asset

perekonomian yang paling likuid yaitu uang.

Jika M menyatakan jumlah uang beredar, P menyatakan tingkat harga

maka M / P adalah penawaran keseimbangan uang rill dan menurut teori

(45)

) / ( ) /

(M P sM P . Karena penawaran keseimbangan uang rill adalah tetap

atau tidak tergantung pada tingkat suku bunga, maka model penawarannya berbentuk

vertikal.

Permintaan terhadap keseimbangan uang rill yang ditegaskan oleh teori

preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa

banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost

dari memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang lebih

sedikit uang. Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta

adalah tingkat bunga.

) (

) /

(M P d L r

) 28 . 2 (

Penawaran dan permintaan akan keseimbangan uang rill menentukan tingkat

bunga yang muncul di perekonomian, yaitu tingkat bunga disesuaikan untuk

menyeimbangkan pasar. Pada tingkat bunga keseimbangan jumlah uang rill yang

diminta sama dengan jumlah penawarannya.

Jika tingkat bunga berada di atas tingkat keseimbangan, maka jumlah uang rill

yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta sehingga orang-orang yang

memegang kelebihan jumlah uang beredar berusaha mengubah uang cash menjadi

bentuk yang menghasilkan bunga. Maka dapat disimpulkan teori preferensi likuiditas

menggambarkan hubungan terbalik dari jumlah uang beredar dengan tingkat suku

bunga, saat terjadi penurunan jumlah uang beredar maka akan menaikkan tingkat

(46)

Model LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat yang konsisten dengan

ekuilibrium dalam pasar keseimbangan uang rill. Penurunan dalam penawaran

keseimbangan uang rill menggeser model LM ke atas dan kenaikan dalam penawaran

keseimbangan uang rill akan menggeser model LM ke bawah.

2.1.4.4. Permintaan agregat

Model permintaan agregat atau aggregat demand diturunkan dari model

IS-LM, dari persamaan (2.18 ) dan persamaan (2.28 ) . Berdasarkan pada

persamaan tersebut, model IS memberikan kombinasi antara r dan Y yang memenuhi

persamaan pada pasar barang dan model LM memberikan kombinasi antara r dan Y

yang memenuhi persamaan pada pasar uang. Keseimbangan perekonomian adalah

titik di mana model IS dan LM saling berpotongan, titik ini menunjukkan tingkat

bunga r dan tingkat pendapatan Y yang memenuhi kondisi untuk keseimbangan baik

dipasar barang maupun pasar uang. Pada perpotongan ini juga menjelaskan bahwa

pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan dan permintaan

terhadap uang rill sama dengan penawarannya.

Permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan

tingkat pendapatan nasional, hubungan tersebut diderivasi dari teori kuantitas uang

yang menjelaskan bahwa pada jumlah uang beredar tertentu, tingkat harga yang lebih

tinggi akan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih rendah.

PY

(47)

Di mana M adalah jumlah uang beredar, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat

harga dan Y adalah jumlah output. Kenaikan jumlah uang beredar akan menggeser

kurva permintaan agregat ke kiri. Namun untuk memahami determinan permintaan

agregat secara lengkap kita menggunakan model IS-LM. Pada model IS-LM akan

terlihat pendapatan nasional turun ketika tingkat harga naik, dan permintaan agregat

miring ke bawah dan apa yang menyebabkan permintaan agregat bergeser.

Permintaan agregat miring ke bawah ketika tingkat harga berubah pada model

IS-LM, untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan

mengurangi penawaran keseimbangan uang rill M/P. Penawaran keseimbangan uang

rill yang lebih rendah akan menggeser model LM keatas dan akan mendongkrak

tingkat bunga keseimbangan, selanjutnya meningkatan harga dan akan menurunkan

pendapatan. Permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan

nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain permintaan agregat menunjukkan

ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga

dan melihat apa yang akan terjadi dengan pendapatan.

Semua hal yang merubah pendapatan pada model IS-LM selain perubahan

pada tingkat harga menyebabkan pergeseran pada permintaan agregat. Faktor yang

menyebabkan pergeseran permintaan agregat bukan hanya kebijakan moneter dan

fiskal, tetapi juga guncangan pada pasar barang (IS) dan guncangan pada pasar uang

(48)

Model permintaan agregat (aggregat demand) diderivasi dari model IS-LM,

dengan mensubtitusi persamaan (2.18 ) dan persamaan (2.28 ) .

) ( ) , ( ) ( , [

/ P L r C Y T I r Y G NX e

M      (2 .30 )

) ( ) , ( ) ( , [

.L r C Y T I r Y G NX e

P

M      (2.31 )

maka: ) ( ) , ( ) ( ,

[r C Y T r Y G NX e

L M P      ) 31 . 2 ( ) , , , ,

(M r G T e

f

P  (2.32 )

Sehingga kenaikan tingkat harga sangat dipengaruhi oleh jumlah uang

beredar, tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak serta nilai tukar.

2.1.5. Keseimbangan Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat

Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka

pendek ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat

harga mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM juga menggunakan model

IS-LM untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga

disesuaikan untuk menjamin bahwa perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah.

Sementara penawaran agregat diderivasi dari model harga kaku (sticky price

model), model upah kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna

(imperfect information model), model inflasi dan pengangguran (kurva Philips) dan

(49)

Keseimbangan penawaran agregat dan permintaan agregat diturunkan dari

derivasi penawaran agregat dan permintaan agregat. Penawaran agregat diturunkan

dari persamaan (2.41) dan permintaan agregat diturunkan dari dari persamaan (2.31) Maka keseimbangan agregat adalah:

AD AS

Subtitusi persamaan (2.14 ) kedalam persamaan(2 .31 )

) ( ) , ( ) ( ,

[r C Y T r Y G NX e

L M P      ) ( ) , ( ) ( , [ ) )( / 1 ( e NX G Y r T Y C r L M v Y Y Pe       

  (2.33 )

)} ( ) , ( ) ( , [ }{ ) )( / 1 (

{P Y Y v L r C Y T r Y G NX e

M e (2.34 )

) ( ) , ( ) ( , [ ) )( / 1

( Y Y v L r C Y T r Y G NX e

P

Me          (2.35 )

) ( ) , ( ) ( , [ ) )( / 1

( Y Y v L r C Y T r Y G NX e

M

Pe           (2.36 )

Maka fungsi tingkat harga pada interaksi penawaran dan permintaan agregat adalah:

) , , , , , , ,

(M u Y v G T r e

f

P  (2.37 )

Di mana P = tingkat harga

u = pengangguran

Y = produk domestik bruto

v = harga minyak dunia

(50)

r

= tingkat suku bunga

T

G  = net government

e = nilai tukar

2.1.6. Inflasi

Inflasi adalah fenomena moneter yang diakibatkan pertumbuhan moneter

yang berlebihan dan tidak stabil. Hal ini dapat dilihat dari efek fisher yang

menyatakan bahwa inflasi merupakan pengurangan dari tingkat bunga nominal (r)

dengan tingkat bunga rill (i)

   i

r (2.38 )

atau ð = r - i (efek fisher)

efek fisher menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena tingkat bunga rill

berubah atau tingkat inflasi berubah.

Keynes dalam Atmadja (1999) mengatakan bahwa inflasi terjadi karena

masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga

menyebabkan permintaan agregat melebihi penawaran agregat yang akan

menyebabkan terjadinya inflationary gap.

Menurut A.P Lehner inflasi adalah keadaan di mana terjadinya kelebihan

permintaan (Axcess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Menurut Budiono (1995) inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus.

(51)

kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari

barang-barang lain.

Sehingga dapat didefinisikan inflasi adalah fenomena moneter yang

menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan terjadi secara terus menerus.

Ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat sudah terjadinya inflasi yaitu

kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi secara terus menerus

Laju inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum dari setiap jenis

produk pada periode waktu tertentu. Indikator untuk menghitung laju inflasi adalah

indeks harga konsumen (consumer price index), indeks harga produsen dan indeks

harga implisit (GNP deflator).

Inflasi dapat dibedakan berdasarkan tingkat laju inflasi yaitu:

1. Moderat Inflation adalah laju inflasi antara 7-10% merupakan yang ditandai

dengan kenaikan harga-harga secara lambat.

2. Galloping Inflation adalah inflasi ganas dengan tingkat laju inflasi antara

20-100% yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap

perekonomian.

3. Hyper Inflation adalah inflasi dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi di atas

100%. Inflasi ini dapat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat.

Inflasi juga dapat dibedakan dasarkan sumber dan penyebab inflasi, dari

sebab-musababnya inflasi dapat timbul karena adanya peningkatan permintaan

masyarakat (demand pull inflation), karena desakan naiknya biaya produksi (cost

(52)

2.1.6.1 Demand pull inflation

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perkonomian yang sedang berkembang

pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan dan selanjutnya

menaikan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli akan mendorong permintaan

melebihi supply produk yang tersedia. Sehingga permintaan agregat meningkat lebih

cepat dibandingkan dengan supply produk sehingga harga akan naik dan terjadi

inflasi akses dari peningkatan demand masy

Gambar

Gambar 2.1. Kurva Philips
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Inflasi dan Variabel Ekonomi Makro  di Indonesia
Tabel 4.1. Perkembangan Tingkat Inflasi 1984-2010
Tabel 4.2. Perkembangan Pengangguran (PG) 1984 -2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Pengaruh Indeks Hang Seng, Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2018)”. Oleh karena itu untuk

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Melalui perancangan yang sistematik dalam menentukan latihan yang berkesan, elemen seperti kajian keperluan, pemantapan isi kandungan, pelaksanaan berasaskan sekolah dan

Perbedaan lainnya, dapat dilihat dari dinamika stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis tingkat berat dan tingkat sedang. Ibu yang

Hal ini ditunjukkan dengan peserta didik ikut terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, kelompok remaja di tempat tinggalnya, ikut membagikan masker

Dari beberapa kajian yang telah dipapar- kan di atas maka dapat disintesakan bahwa kinerja pengawas sekolah dasar adalah unjuk kerja yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ada pengaruh positif secara bersama-sama persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, persepsi keunggulan relatif, kesenangan, keinginan,

Ini menunjukkan bagaimana penatapan ke arah mata seseorang selama lebih dari tiga detik dapat membangkitkan emosi-emosi kuat dan dapat membawa orang yang ada di depan anda