PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAP TEGANGAN
PUTUS
BENANG KARET (RESISTANT AT BREAKS) COUNT-42 SW
ENDS 40
KARYA ILMIAH
LISA NURSYAM
072401021
PROGRAM DIPLOMA – 3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAP TEGANGAN PUTUS BENANG KARET ( RESISTENT AT BREAKS ) C- 42 SW ENDS 40
KARYA ILMIAH
Diajaukan unutuk melengkpi tugs dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
LISA NURSYAM
072401021
PROGRAM DIPLOMA -3 KIMIA ANALIS
DEPERTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMTERS UTARA MEDAN
PERSETUJUAN
Judul
:
PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAPTEGA
NGAN PUTUS BENANG KARET ( RESISTANT AT BREAKS ) COUNT -42 SW ENDS 40
Kategori : KARYA ILMIAH
Nma : LISA NURSYAM
Nomor Induk Mahasiswa : 072401021
Program Studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS
Deprtemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan,1 Juni 2010
Diketahui
Depertemen Matimatika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
PERNYATAAN
PENGURUS SWELLING INDEKS TERHDAP PUTUS BENANG KARET ( RESISTANT AT BREKS ) COUN -24 SW ENDS 40
KARYA ILMIAH
Saya mengkui karya ilmiah ini dalah hsil kerj sya sendiri , kecuali beberapa kutipan dan ringksan dan masing – masing di sebutkn sumbernya.
Medan , 1 Juli 2010
PENGHARGAAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa tiada henti melimpahkan kasih sayang dan segala kemurahan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul "Pengaruh Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet (Resistant at Breaks) C-42 SW ENDS 40" akhirnya dapat penulis selesaikan.
Karya ilmiah ini dapat disusun dan diselesaikan berkat bantuan dan do'a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada kata yang lebih patut untuk penulis sampaikan kecuali ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:
1) Keluarga tercinta, Ayahanda Khairuddin dan Ibunda tercinta Susilawati yang telah mencurahkan seluruh kasih saayang dan memberikan motivasi atau semangat dari segimoral dan material. Kepada saudara-saudara penulis: Kakanda Mardhiyah Hannum dan Adinda Tersayang Riza Umayah yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepadaa penulis.
2) Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing, yang dengan ikhlas dan sabar telah meluangkan sebagian waktunya dan berkenan memberikan bimbingan dan dorongan serta petunjuk selama penulisan karya ilmiah ini.
3) Ibu DR. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4) Bapak Erwin Lubis, ST dan seluruh staf pegawai PT. Industri Karet Nusantara yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
5) Dosen-dosen yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat pada penulis.
6) Aa Dedy Harsoyo dan Keluarga yang selalu memberikan semangat dan do'anya kepada penulis.
7) Teman-teman G'Ner yang selalu ada untuk penulis: Echa See-klit,Gocha, dan Wyne. 8) Teman-teman stambuk 2007 yang telah memberikan suasaana kuliah yang penuh
dengan ketenangan dan keceriaan selama perkuliahan
9) Yang tercinta dan tersayang yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini, baik dalam bentuk moral maupun material.
10)Semua pihak yang telah membantu penyelessaian karya ilmiah ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Seperti yang sering dikatakaan orang, “Tak ada Gading yang Tak Retak", penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendaha hati penulis mengharapkan saran kritikan yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat menyumbangkan pemikiran kepada pembaca.
Medan, Juli 2010 Penulis,
ABSTRAK
Salah satu tahap kendali mutu dalam pembuatan benang karet adalah swelling
indeks. Pemeriksaan swelling indeks dilakukan untuk mengetahui besar pengembangan
kompon. Swelling indeks mempengaruhi salah satu parameter fisik benang karet yaitu
ketahanan putus (resistant at break). Jika swelling indeks suatu benang karet rendah
maka resistant at break rendah yang mengakibatkan benang karet yang dihasilkan
menjadi mudah putus. Sebaliknya, jika swelling indeks sangat tinggi maka resistant at
break tinggi, mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah kendur. Nilai
swelling benang karet count 42 sw ends 40 yang baik adalah 2,02-2,13mm dan resistant
THE EFFECT OF COMPOUND SWELLING INDEX TO RESISTANT AT
BREAK IN RUBBER THREAD COUNT 42 SW ENDS 40
ABSTRACT
DAFTAR ISI
1.2 Permasalahan ... 3
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Manfaat ... 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 4
2.1 Karet alam ... 4
2.2 Lateks Pekat ... 5
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks ... 7
2.4 Penggumpalan lateks ... 9
Bab 4 Data dan Pembahasan ... 21
4.1 Data ... 22
4.2 Pembahasan ... 24
Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
Daftar Pustakan ... 26
ABSTRAK
Salah satu tahap kendali mutu dalam pembuatan benang karet adalah swelling
indeks. Pemeriksaan swelling indeks dilakukan untuk mengetahui besar pengembangan
kompon. Swelling indeks mempengaruhi salah satu parameter fisik benang karet yaitu
ketahanan putus (resistant at break). Jika swelling indeks suatu benang karet rendah
maka resistant at break rendah yang mengakibatkan benang karet yang dihasilkan
menjadi mudah putus. Sebaliknya, jika swelling indeks sangat tinggi maka resistant at
break tinggi, mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah kendur. Nilai
swelling benang karet count 42 sw ends 40 yang baik adalah 2,02-2,13mm dan resistant
THE EFFECT OF COMPOUND SWELLING INDEX TO RESISTANT AT
BREAK IN RUBBER THREAD COUNT 42 SW ENDS 40
ABSTRACT
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latex merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik
untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak
menunjang perekonomian Negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet
cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia
dengan melibat negara – negara lain dan negara asal tanaman karet
sendiri di daratan Amerika Selatan.(Setyamidjaja.D 1993)
Benang karet merupakan karet yang berbentuk, lentur jika ditarik
dan memiliki ketahannan yang tinggi. Benang karet ini nantinya yang
akan digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil yang
menghasilkan produk-produk seperti : pakaian olah raga, pakaian, rok
dan lain – lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi dibidang
perkaretan menjadikan industri karet dunia semakin berkembang. Banyak
industri yang menggunakan bahan baku karet, salah satunya adalah
industri hilir yang menghasilkan benang karet.
Pabrik benang karet telah menetapkan beberapa kendali mutu
untuk menghasilkan karet yang berkualitas. Salah satu kendali mutu
Nilai swelling indeks ini mempengaruhi salah satu parameter fisik
benang karet yang dihasilkan yaitu resistant at breaks (ketahanan putus).
Salah satu proses yang penting dalam pembuatan benang karet
adalah maturasi (pemeraman). Maturasi adalah waktu yang dibutuhkan
untuk mengetahui umur suatu kompon. Pada proses ini dilakukan
penambahan bahan kimia antara lain : ZnO (zinc oxide) sebagai aktivator
dan Occtocure sebagai bahan accelerator (pencepat), kemudian dilakukan
pemanasan pada suhu dan waktu tertentu.
Untuk menghasilkan benang karet yang mutu tinggi dan mampu
bersaing di pasaran selama proses pembuatan benang karet selalu
memperhatikan faktor – faktor TSC (Total Solid Content), MST
(Mechanical Stability Time), DRC (Dry Rubber Content) dan bahan
pendukung lainnya.
Melihat Analisa dan uraian diatas maka penulis tertarik dan ingin
membahas masalah tersebut dengan judul yaitu :
“Pengaruh Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet
(Resistant at Breaks) Count 42 sw ends 40”.
1.2. Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan ini
adalah : Bagaimana pengaruh swelling indeks terhadap tegangan putus
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh nilai swelling indeks terhadap
tegangan putus benang karet (resistant at breaks) Count 42 SW end 40.
1.4. Manfaat
Untuk memberikan informasi pengaruh swelling indeks terhadap
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Karet Alam
Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa.
Masyarakat modern sekalipun tidak dapat berjalan tanpa karet. Komoditi
ini ditemukan oleh orang Eropa pada abad ke – 16. Sejak abad ke – 19
industri karet mulai menggunakan cara manufaktural (lewat pabrik) dan
peralatan yang sederhana. Industri karet ini merupakan salah satu bagian
dari masyarakat sangat diperlukan.
Karet sudah lama sekali digunakan orang, penggunaan karet
meningkat sejak Charles Goodyear (1800 – 1860), menemukan proses
vulkanisasi pada tahun 1839. vulkanisasi pada pokoknya meliputi
pencampuran sulphur dengan karet. Lalu campuran tersebut dipanaskan
dan sesudah terjadi reaksi kimia struktur sifat bahan diubah secara
besar-besaran.
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan
kimia yang berbeda an memungkinkan untuk diubah menjadi
bahan-bahan yang bersifat elastis. Namun, bahan-bahan-bahan-bahan itu berbeda sifat bahan-bahan
dasarnya misalnya, kekuatan tensil, daya ulur maksimum, daya lentur dan
terutama pada porses pengolahannnya serta prestasinya sebagai barang
Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik.
Kualitas dan hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan
dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia.
Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan
dapat dibentuk dengan pansa yang rendah. Daya tahan karet terhadap
benturan, goresan, dan koyakan sangat baik. Namun karet alam tidak
begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan seperti oksidasi dan ozon.
Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap
bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak, pelarut,
pelumas sintesi, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik dan daya tahannya,
karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan
kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat
terbang, ban truk raksasa, dan ban-ban kendaraan) dan produksi –
produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi
(Spillane.JJ 1989).
Pembentukan Poli-isoprena (alami)
Poli-isoprena merupakan karet alam dengan monomer 2-metil-1,3
butadiena. Reaksi yang terjadi dengan membuka salah satu ikatan
rangkap dan ikatan rangkap yang lainnya berpindah
(http://www.wikipedia.ac.id)
2.2. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di
pasaran ada yang dibuat melalui proses pendidihan atau Creamed Lateks
dan melalui proses pemusingan atau Centrifuged lateks.
Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri
dari sekitar 32 – 35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam
lemak, gula, protein, sterol, ester, dan garam. Karet guayule merupakan
kekecualian, yang diperoleh melalui pulping dan parboiling tumbuhan
sebelum dimurnikan. Residu panen selulosik merupakansumber alkohol
fementasi yang potensial. Karet termasuk polimer dengan berat molekul
sangat tinggi (rata-rata sekitar 1 jam) dan amorfus, meskipun menjadi
Lateks merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses
benang karet. Lateks yang digunakan dalam pembuatan benang karet
harus dipekatkan terlebih dahulu yang disebut dengan lateks pekat.
Karet Havea brasilensis, diperkenalkan di Indonesia tahun 1876
yang berasal dari lembah Amazon, Brazil. Hasil yang diambil dari
tanaman karet adalah lateks yang diolah menjadi SIR, Lateks Pekat dan
Karet Remah. Lateks dapat diperoleh dengan cara menyadap antara
cambium dan kulit pohon yaitu merupakan cairan putih atau
kekuning-kuningan.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Lateks Segar
No. Nama Bahan Kadar
1. Karet 25,0 – 40,0 %
2. Karbohidrat 1,0 – 2,0%
3 Protein
danSenyawaNitrogen
1,0 – 2,0%
4 Lipid Dan Terpen 1,0 – 1,5%
5 Senyawa anorganik 0,1 – 0,5%
6 Air 60 – 75%
7 pH 6,8 – 7,0%
Komposisi kimia lateks dipengaruhi jenis klon, system deres, musim dan
cocok dan baik sebagai media tumbuh mikroorganisme, sehingga dengan
cepat mikroba dari lingkungan akan mencemari lateks (M. Ompusunggu
BSc, 1987).
Karet merupakan polimer alam terpenting dengan rumus struktur
CH3
|
-CH2C=CHCH2-
Bentuk utama dari karet alam adalah terdiri dari 97% cis
1,4-poliisoprena,dikenal sebagai Hevea rubber.Karet ini diperoleh dengan
menyadap kulit sejenis pohon (Hevea brasiliensis) yang tumbuh liar di
Amerika Selatan dan ditanam dibagian dunia yang lain.Ia juga ditemukan
dalam berbagai semak dan tumbuhan kecil,termasuk rumput milkweed
dan dandelion.Salah satu diantara semak-semak terpenting adalah
guayule yang tumbuh dengan baik diiklim kering sebagaimana
ditemukan di Meksiko Utara dan Amerika serikat Barat Daya.
Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri
dari sekitar 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain,termasuk asam
lemak,gula protein,sterol ester dan garam (Stevens,MP 2001).
2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas lateks
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki
kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
1.Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain –
lain)
2.Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau
keadaan lateks tidak stabil).
3.Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang
baik terbuat dari alumunium atau baja tahan karet).
4.Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu).
5.Kualitas air dalam pengolahan
6.Bahan – bahan kimia yang digunakan.
7.Komposisi lateks.
Kandungan bahan – bahan dalam lateks segar dan lateks yang
dikeringkan.
1.Kandungankaret 35,62 88,28
2. Resin 1,65 4,10
3. Protein 2,03 5,04
4. Abu 0,70 0,84
5. Zat gula 0,34 0,84
Dari bahan-bahan yang terkandung dalam lateks segar masih
terdapat fraksi kuning latoid (2 – 10 ppm), enzim peroksidase dan
tyroxzinase. Fraksi kuning dianggap normal bila mencapai 0,1 – 1,0 mg
tiap 100 gram lateks kuning (Tim Penulis,PS 1994).
2.3.1.Pengaruh Komponen Bukan Karet
Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan
senyawa-senyawa protein, lipida, karbohidrat serta ion – ion anorganik
mempengaruhi sifat karet.
Komponen senyawa-senyawa protein dan lipida selain berguna
menyelubungi partikel karet (memantapkan lateks), juga berfungsi
sebagai antioksidan alamiah dan bahan pencepat (accelerator) dalam
pembuatan barang jadi karet. Oleh karena itu dalam penanganan
bahanolah (lateks kebun atau koagulan) pengolahan karet ekspor (lateks
pekat, RSS, atau SIR) komponen non karet protein dan lipida harus
dijaga sebaik mungkin. Hilangnya protein dan lipida terjadinya
pembusukan yang terlalu lama, sehingga habis dimakan mikroba.
Menjaga kandungan protein dan lipida dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan peralatan dan pengawetan serta mencegah terjadinya proses
pencucian sewaktu pengolahan. (Setyamidjaja,D 1993)
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi,
penggumpalan lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihan harus
diperhatikan. Selain dari terjadinya pengotoran lateks oleh
kotoran-kotoran yang kelat sukar dihilangkan, kotoran-kotoran – kotoran-kotoran tersebut dapat
pula menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump
sebelum lateks sampai dipabrik untuk diolah.
Untuk menghindari terjadinya prakoagulasi tersebut, usaha
menghindarkan masuknya kotoran kedalam lateks tidak hanya dilakukan
pada saat penyadapan, tetapi juga dalam persiapan sebelum penyadapan
dimulai.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3 – 4 jam setelah penyadapan
dilakukan. Tetapi pada pohon – pohon yang aliran lateksnya lambat
berhenti (latedrops) dapat dilakukan penggumpalan kedua.
Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasanya
juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah
terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus
dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya. Antikoagulan memerlukan
larutan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya
harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses
koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan.
Bahan kimia yang digunakan sebagai anti koagulan adalah larutan
larutan soda 10% atau 5 – 10 cc larutan amoniak 2 – 2,5% atau 5 – 10 cc
larutan Natrium sulfite 10%. (PT.Industri Karet Nusantara Medan).
2.4.1.Pengaruh Waktu Penyadapan
Penyadapan harus dilakukan dengan dimulai sepagi mungkin. Hal
ini dimaksudkan agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena bila
penyadapan dilakukan pagi – pagi, turgor pembuluh lateks masih tinggi
sehingga keluarnya lateks dari pembuluh lateks yang terpotong
berlangsung dengan aliran yang kuat.
Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena penetralan
muatan artikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan
pelindungannya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan
bergabung membentuk gumpalan. Penggumpalan karet didalam lateks
kebun (pH ± 6,8) dapat dilakukan dengan penambahan asam untuk
menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan
positif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol.
Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun segar adalah pada pH
4,5 – 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak
digunakan adalah asam formiat atau asetat dengan karet yang dihasilkan
bermutu baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulphate atau nitrat
merusak mutu karet yang digumpalkan.
Penambahan bahan – bahan yang dapat mengikat air seperti
antara alkohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air
dengan protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestablan partikel
karet didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan
menggumpal. Penggumpalan alkohol sebagai penggumpal lateks secara
komersil jarang digunakan.
Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat
menetralkan muatan partikel karet (negative), sehingga interaksi air
dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet menjadi
menggumpal. Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik,
karena dapat mempertinggi kabar abu dan kotoran karet.
Adapun sifat-sifat yang menunjukkan mutu dari lateks adalah :
1. Kekuatan Tarik Dan Regangan Pada Pecahan
Adapun yang dinamakan kekuatan tarik yaitu gaya yang perlu
untuk meregang sepotong percobaan (tekstil) sampai patah. Yang
dikatakan regangan pada patahan yaitu panjang yang dialami pencobaan
sampai terjadi patahan atau pecahan pada lateks. Regangan disebut juga
dengan persen dari suatu panjang yang bermula.
2. Kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan yaitu kemampuan karetmenahan
sebuah peluru yang terletak pada timbangan atau tekanan pegas. Karena
adanya proses vulkanisasi maka kekerasannya semakin bertambah.
Adapun sifat kekuatan terhadap susutan terutama pada
barang-barang yang mudah rusak seperti ban luar, ban pengangkutan, telapak
dan tumit sepatu. Karet yang di vulkanisasi umumnya tahan terhadap
susutan. Kekuatan ini ditentukan oleh suatu percobaan karet dalam
jangka waktu yang tertentu pada permukaan yang kasar (G.deBoer,
1997).
2.5. Penerimaan lateks.
Setiap satuan bobot karet kering, atau diberikan suatu premi
tambahan untuk kelebihan hasil yang diperoleh diatas ketetapan yang
sudah ditentukan, maka sudah seharusnya untuk kedua keadaan tersebut
ditentukan pendapatan tiap hari untuk tiap penyadap. Walaupun
penyadapan dilakukan dengan upah harian, pengawasan atau tiap
penyadap seseorang, baik pemeriksaan atas produksi maupun kadar karet
dari lateks hasil sadapannya.
a)Bobot atau isi lateks
Caranya adalah : Penentuan hasil penyadapan atas dasar volume, dapat
juga ditetapkan beratnya. Untuk hasil lateksnya ditimbang sehingga
diketahui bobotnya.
b)Kadar karet kering (KKK)
Koagulasi berlangsung dengan cepat, lembaran dikeringkan dengan
menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat
c)Pengangkutan lateks
Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak
terlalu tergonceng dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat
terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks
dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan untuk mencegah
terjadinya prakoagulasi di dalam tangki (Setyamidjaja,D 1993).
2.6 Benang karet
Benang karet harus di produksi dari lateks pekat yang bermutu tinggi
dengan menjaga kebersihan pada saat pengumpulan lateks dari hasil
penyadapan.Benang karet yang diproduksi oleh PT. Industri Karet
Nusantara paling banyak jenis Count 42 SW Ends 40,hal ini dikarenakan
permintaan pasar yang lebih menginginkan jenis tersebut.Dari jenis
tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian dari :
• Count 42 yaitu : Jumlah benang karet yang terdapat didalam 1 inchi (25,4
mm) dengan diameter benang yang sama.
• SW yaitu : Warna dari benang tersebut (super white) • Ends 40 : Jumlah benang dalam satu ribbon.
( PT. Industri Karet
Nusantara)
2.7 Swelling Index
juga bisa dikatakan sebagai angka pemasakan kompon. Adapun swelling
test dari compound dilakukan pada titik akhir maturasi (pemasakan)
karena lateks yang telah mengalami vulkanisasi akan mempunyai sifat
yang tidak larut dalam suatu cairan organic, tetapi lateks akan mengalami
pengembangan.
Sebelum dilakukan proses pengolahan compound lebih lanjut perlu
dilakukan pengujian sifat dari lateks compound tersebut untuk
memastikan keadaanya sehingga tidak terjadi gangguan pada proses
produksi.
Didalam active compound tank (ACT) berlangsung proses
maturasi, lamanya waktu maturasi tergantrung dari banyaknya jumlah
lateks yang akan diolah, tetapi biasanya standard waktu yang menjadi
acuan maturasi compound adalah kira-kira 8 Jam. Untuk mempercepat
maturasi maka unit active compound dilengkapi dengan jacker yang
berfungsi sebagai pelapis tangki active agar suhu dalam tangki dapat
mencapai temperatur yang diharapkan sehingga waktu maturasi
berlangsung dengan cepat.Adapun temperatur maturasi ± 32oC.
Swelling test dilakukan sebanyak empat kali. Pengujian pertama
dilakukan setelah maturasi compound berlangsung selama 2 jam.
Demikianlah seterusnya sebanyak 4 kali dan range waktu setiap
pengujian adalah 2 jam. Adapun tujuan dilakukan swelling test sebanyak
4 kali adalah untuk menbgontrol jalannya proses maturasi dan
ditentukan selama proses maturasi berlangsung di active compound
sehingga dapat diatas bila swelling indeks diatas atau dibawah standart
sehingga tidak memp-engaruhi mutu produksi benang karet.
2.8 Tegangan Putus
Tegangan putus merupakan salah satu yang sangat penting diperhatikan
dalam pengujian hasil dari produksi benang karet yang telah siap sesuai
dengan order. Pada tahun 1678 seorang ilmuawan Inggris yang bernama
Robert Hooke dalam percobaannya menyatakan bahwa apabila
benda-benda yang diberikan gaya akan berubah bentuknya. Contoh pada benang
karet yang akan diuji tegangan putusnya, apabila pada pengujian
tegangan putus ini diberikan beban berlebih, maka benang karet itu akan
terputus.
Tegangan putus pada suatu penampang tetentu, disebabkan oleh
benda dibawah penampang tersebut. Tegangan putus secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut:
F
σ = ---
A
F = gaya yang diberikan
A = luas permukaan penampang
Dengan melakukan percobaan langsung terhadap batang prismatis
(batang dengan bentuk-bentuk) dan bermacam-macam bahan
disimpulkan bahwa dalam batas tertentu, perpanjangan batang itu
sebanding dengan gaya tariknya. Hubungan linier antara tegangan dengan
regangan disebut Hukum Hooke.
Pada benang karet tegangan putus dikenal dengan istilah Resistace
At Break. Alat yang digunakan utnuk mengetahui tegangan putus adalah
dynamometer.
Tegangan putus adalah perbandingan hasil pembacaan titik pustus pada
grafik dengan total section dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Hasil pembacaan skala titik putus (g)
Tegangan putus = ---
Total section (mm2)
Pembacaan skala titik putus dibaca tiap skala adalah 3200 g, total section
dapat dihitung dengan rumus :
Total section = 2 x section x jumlah loops
Dimana section pemotonmgan benang karet yang sangat kecil
dalam satuan g, jumlah loops merupakan standard pabrik sebesar 16
mm2/g pada benang karet Count 42 NS 40 (PT.Industri Karet Nusantara
2.7.1 Pengujian sifat kekuatan tarik (σ ), kemuluran (Ɛ) dan
kekuatan bentur
Sifat mekanisme biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan
tarik (σ ) menggunakan alat pengukur tensometer atau dynamometer, bila
terhadap bahan yang diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik
diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan
untuk memutuskan specimen bahan, dibagi dengan perubahan bentuk
(deformasi) maka defenisi tarik dinyatakan dengan luas penampang
semula (Ao)
σt = F maks/Ao
Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak
berubah, sehingga perbandingan luas penampangsemula dengan
penampang setiap saat, Ao =I/Io, dengan I dan Io masing-masing adalah
panjang specimen setiap saat dan semula. Bila didefiunisikan besaran
kemuluran (Ɛ ) sebagai nisbah pertambahan panjang specimen (Ɛ= AI/Io)
maka diperoleh hubungan.
A = Ao / (1 + Ɛ)
Hasil pengamatan kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk
kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang adalah F/A,
karakteriktik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak,
keras, kuat, lemah, rapuh atau liat.
Bila bahan polimer (elastis) dikenakan gaya tarikan dengan laju
yang tetap, mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan
berbanding lurus dengan perpanjangan specimen.Sampai pada titik elastis
bilamana dengan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang
besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini disebut modulus atau
kekakuan, sedangkan besarnya tegangan dan perpanjangan mencapai titik
elastis ini masing-masing desebut tegangan yield dan kemuluran pada
yield. Diatas titk elastis ini molekul-molekul polimer berorientasi searah
dengan tarikan, dan hanya memerlukan sedikit tegangan untuk
menaikkan perpanjangan. Bila semua rantai polim,er telah tersusun
teratur, membentuk struktur kristalin, bahan menjadi lebih liat dan
diperlukan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. Bahan
menjadi lebih liat dan diperlukan tegangan yang lebih besar untuk
menaikkan perpanjangan. Akhirnya bahan akan terputus bila tegangan
telah melampaui gaya interaksi total antara segmen. Perpanjanagn dan
tegangan pada saat bahan terputus ini masing-masing disebut kemuluran
(Ɛ) dan kekuatan tarik akhir (σ ).
Besaran sifat mekanis yang lain adalah kekuatan bentur, yang
didefinisikan sebagai energi yang diperlukan \untuk memecahkan
specimen. Ada dua cara umum sebagai energi yang diperlukan untuk
pada suatu “pemegang’ dengan slah satu ujungnya vertical diatas
pemegang. Suatu pendahuluan dengan bobot dan susut tertentu
diayunkan pada specimen sampai terjadi patahan. Cara kedua
menggunakan beban, yang berupa bola atau batang yang dijatuhkan pada
specimen dari ketinggian tertentu. Kekuatan bentur dihitung dari energi
benda yang digunakan untuk memecahkan specimen sampai setengah
bagian.
Parameter sifat-sifat fisik karet di laboratorium fisika.
1.Count adalah jumlah benang karet yang terdapat dalam satu inci (25,4 cm)
dengan diameter benang yang sama.
2.NS adalah jumlah helai benang karet dalam satu pita.
3.Green modulus CA 300% dan CA 500% adalah tegangan tarik 300% dan
500% pada benang karet.
4.Scwartz hysteresis ratio (RIS) yaitu hasil bagi tegangan tarik awal
(CA-300%) dengan tegangan tarik akhir.
5.Resistant at break yaitu ketahanan putus pada benang karet.
6.Elongation at break yaitu tegangan perpanjangan putus pada benang karet
min 300g/mm2
7.Permanen set yaitu elastisitas atau perpanjangan tetap benang karet
8.Moisture content yaitu besarnya kandungan air didalam benang karet
BAB 3 METODOLOGI
3.1. Metodologi
Pengambilan sample dilakukan secara acak pada tangki kompon
aktif atau tangki pendingin menggunakan suatu wadah setelah terjadi
pemeraman 6 – 8 jam dan diambil melalui lubang plug pada tangki aktif
tersebut, dan kemudian dilakukan analisa untuk mengetahui swellig
indeksnya terhadap tegangan putus benang karet di laboratorium qua lity
control di PT. Industri Karet Nusantara Tanjung Morawa – Medan.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat – Alat
- Gelas Beaker 600 ml
- Plat stainless
- Kipas angin
- Cetakan diamter lubang 38 mm
- Martil
- Gunting
- Alat dynamometer
- Loops machine
- Kertas grafik
- Kalkulator
- Pena rotring
- Meteran
- Alat potong benang special / cutting apparatus
3.2.2.Bahan – Bahan
- Kompon aktif
- Sikloheksana
- Metanol
- Kalsium nitrat isopropyl alkohol 5%
- Tepung talcum
3.3. Prosedur
3.3.1.Penentuan Nilai Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang
Karet
Adapun prosedur kerjanya sebagai berikut :
1.Plat stainless dicelupkan kedalam kalsium nitrat dalam 5% isopropil
alkohol dikeringkan menggunakan kipas angin selama 2 – 3 menit.
2.Sampel diambil sebanyak 500 ml dengan menggunakan Gelas Beaker 600
ml.
3.Plat stainless yang sudah dikeringkan dicelupkan separuh bagian kedalam
4.Plat stainless dicelupkan kembali ke dalam kalsium nitrat dalam 5%
isopropil alkohol diangkat dan dilanjutkan terus pencelupan ke dalam
metanol dan dikeringkan selama 30 menit.
5.Pinggiran plat di gunting dan dikeluarkan lembaran kompon yang telah
kering sambil diolesi tepung talcum, kemudian lembaran kompon itu
dilapisi dengan kertas karton, selanjutnya dicetak dengan alat pelubang
berdiameter 38 mm.
6.Sampel tersebut direndam kedalam sikloheksana selama 25 menit.
Perendaman dilakukan didalam wadah transparan agar dapat dilakukan
pembacaan pengembangannya selama 25 menit diatas kertas grafik.
3.3.2.Penentuan Tegangan Putus Benang Karet (Resistant at Breaks)
Diambil sampel benang karet sebanyak yang diperlukan untuk
loops yang sesuai dengan standart loops yang diinginkan. Loops adalah
jumlah gulungan benang karet yang sudah ditentukan berdasarkan
perbedaan count benang karet.
1.Digulung sesuai standart loops, kemudian diikat kedua pangkalnya
kemudian potong dan cabut gulungan sampel tersebut dan letakan pada
alat.
Uji dynamometer yang telah disetting.
a.Ukur kecepatan motor Dynamometer dengan kecepatan 550 mm / menit.
b.Pasang kertas grafik pada posisi yang telah ditentukan.
c.Pasang pena dan pastikan pena tersebut berfungsi dengan baik.
2.Ditekan tombol Down alat Dynamometer hingga benang putus dan
pastikan pena pencatat grafik berfungsi dengan baik.
3.Setelah benang putus, ditekan tombol stop.
4.Tutup pena pencatat grafik sebelum menekan tombol UP.
5.Ditekan tombol Up dan secara otomatis alat Dynamometer akan berganti.
6.Dibaca hasil pengujian tegangan putus benang karet (resistant at breaks)
pada kertas grafik.
7.Dihitung tegangan putus dengan rumus sebagai berikut :
Resistant at breaks =
Dimana total section = 2 x section x jumlah loops
Section adalah berat satu helai benang karet dengan panjang 1 meter.
3.4. Perhitungan
a. Untuk menentukan nilai swelling indeks count 42 sw menggunakan
Swelling =
b. Untuk menentukan tegangan putus benang karet (resistant at breaks)
menggunakan rumus :
Jumlah loops Standar untuk benang karet count 42 sw adalah 16 mm
Total section = 2 x section x jumlah loops (gulungan)
= 2 x 0,2853 x 16
c. Metode Least Square
a =
(
) (
)(
)
Dari hasil persamaan tersebut dapat dicari persamaan garis regresi
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
Data
Data dari hasil pengamatan dan penghitungan
Tabel 4.1
Hasil Penentuan Swelling Indeks dan Penentuan Tegangan Putus ( Ressitant at Breks )
Count No
No.compound : Tipe compound tau nomor yang diproduksi menjadi benang karet
Section : Berat suatu helai benang kret dengan panjang 1meter
Total Selection : Jumlah section x jumlah loops x 2
Mo : Sebelum mengalami perkembangan
M : Setelah mangalami perkembangan
Swelling Indeks : Besar pengembangan compound benang karet
Tabel 4.4
Penentuan Metode Least Square
X Y X2 XY
Data Hasil Persamaan Garis Registrasi
No X ( Swelling
Swelling indeks mempengaruhi parameter fisik benangkaret yang di hasilkan
yaitu tegangan putus benang karet ( resistant at brteaks) .Jika swelling indek yang
mengalami kerusakan yaitu benang karet akan mudah putus .Maka perlu di lakukan
pengkoreksian dengan menurunkan kecepatan roller di bak asam sampai di curring belt.
Dan sebaliknya jika Swelling indeks kompon yang dihasilkan tinggi ( > 2,13 )
maka resistant at beaks rendah sehingga benang karet yang di hasilkan akan mudah
kendur dan mudah putus . Maka perlu pengkoreksian dengan menaikan kecepatan roller
di bak asam sampai curring belt.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
Jika swelling indeks rendah maka resistant at breaks tinggi, sehingga benang karet yang
di hasilkan akan mudah putus . Swelling indeks yang baik pada benang karet count 42 SW ENDS 40 adalah pada 2,02 - 2,13 mm dan dengan resistant at breaks adalah 3089 – 3457 g/ mm2.
5.2 Sasaran
1. Sebaiknya pemerikasaan swelling indeks di setiap tahap proses pembuatan 2.
3. benang karet di lakuakan dalam jangka waktu yang tetap dan konstan agar hasil
yang di peroleh lebih kuat.
4. Pembhasan grafik harus teliti agar agar di dapat tegangan putus benang karet
( resistant at breaks )yang dan hendaknya di lakukan pengukuran resistnt at breaks
DAFTAR PUSTAKA
G,de Boer.1997.Pengetahuan Praktis Tentang Karet.Bogor:Iniro Indonesia
Ompusunggu,M.,1987.Pengolahan Lateks Pekat Havea.Medan:Balai Penelitian
Perkebunan Sungai Putih
PT.Industri Karet Nusantara.Medan
Stevens,M.P.,2001.Kimia Polimer.Jakarta:Pradnya Paramita.
Setyamidjaja,D.,1993.Seri Budi Daya Karet.Yogyakarta:Kanisius
Spillane,J.J.,1989.Komoditi Karet.Yogyakarta:Kanisius.
Tim Penulis PS.,1993.Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000,Budi Daya dan
Pengolahan.Jakarta:Penerbit Swadaya.
LAMPIRAN A
Parameter Sift – Sifat Fisika Benag kret di Labortorium Fisik
PT. Industri Karet Nusantara
Tanjong Morawa – Medn
No Parmeter Fisika Untuk
Count 42 SW End 40
Standar
1 Fillament Weiht ( mg ) 26,7 – 28,7
2 Exact count 37±3,5%
3 Seprability 80-120 g
4 Resistant at breaks Min.3000
5 Elongatoin at breaks Min.650
6 Green Modulus CA 300% ( g/ mm 2 ) 262-310-370-427 7 Green Modulus CA 500% ( g / mm 2 ) 750 - 1300 8 Schwart Value ( VRS ) ( g/ mm 2 ) 123-135-150-164
9 Schwart Hysteresis ratio ( RIS ) 1,00 – 1,85
10 Temp. 500 C Vulcanizationtest ( OC) -2 to -4
11 Retention at 149 0 C ( % ) Mn. 50
12 Permanet Set at 80% E.8 ( % ) 2 – 8
13 Talcum Content (%) Max 3,5%
14 Mostuure Content (%) 4 - 6 - 8 - 10
15 Water Extrct (%) 0,75 - 0,90