• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa pola pendayagunaan zakat pada Lembaga Amil Zakat Bangun sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa pola pendayagunaan zakat pada Lembaga Amil Zakat Bangun sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA POLA PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA LEMBAGA

AMIL ZAKAT BANGUN SEJAHTERA MITRA UMAT

(LAZNAS BSM)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)

Oleh:

TAUFIQ SHOLEH

NIM. 106046101702

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)

Oleh

TAUFIQ SHOLEH

NIM. 106046101702

Di Bawah Bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Asep Saipudin Jahar, MA Yuke Rahmawati, MA

NIP. 196912161996031001

NIP. 197509032007011016

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul: Analisa Pola Pendayagunaan Zakat Pada Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag (………...)

NIP. 19710701 199803 2 002

Sekretaris : Mu’min Roup, S.Ag., MA. (………...)

NIP. 150 281 979

Pembimbing I : Dr. Asep Saipudin Jahar, MA. (………...)

Pembimbing II :

NIP.19691216 199603 1 001 Yuke Rahmawati, MA. NIP. 19750903 200701 1 016

(………...)

Penguji I : Prof. Dr. H. Fathurrahman Jamil, MA. (………...) NIP. 19601107 198505 1 001

Penguji II : Dr. Alimin Mesra, M.Ag. (………...)

NIP. 19690825 200003 1 001 Jakarta, 10 Desember 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammmad SAW. Dalam kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Ibunda tercinta, yang tak kenal lelah dalam mendidik penulis untuk menjadi orang yang berguna, serta Ayahanda tercinta, semoga perjuanganmu dilipatgandakan oleh Allah swt dan diberikan tempat terbaik disisi-Nya.

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., dan Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

4. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA dan Ibu Yuke Rahmawati, MA. Dosen Pembimbing skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan pengetahun yang sangat bermanfaat untuk masa depan.

6. Pimpinan dan pegawai, serta karyawan LAZNAS BSM

7. Pimpinan beserta staf Perpustakaan Utama, juga Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

Pipin, Riri, Eli dan semuanya, yang bae-bae dan imut-imut. Masa-masa susah, senang dan indah bersama kalian tidak akan terlupakan! Keep in Touch....!!! 11. Kepala Sekolah dan Dewan Guru MI.Jamiatul Gulami yang sangat membantu

dan mendukung studi penulis

12. Sahabat-sahabatku, keluarga besar GRADIENT, semoga tetap jaya. 13. Segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.

Semoga Allah SWT meridhai dan menjadikan skripsi ini bermanfaat

Jakarta, 18 Dzulhijjah 1431 H 25 Nopember 2010 M

(7)

i

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Studi Pendahuluan ... 10

E. Kerangka Teori ... 13

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : LANDASAN TEORI A.Pengertian Penyaluran Zakat ... 19

B.Fungsi dan Tujuan Penyaluran Zakat ... 22

C.Prinsip – prinsip Syariah dan Fiqhiyyah dalam Penyaluran Zakat .. 24

(8)

c. Amil ( Petugas Zakat ) ... 26

d. Muallaf ... 26

e. Riqab ( Memerdekakan budak )... 27

f. Gharimin ( Orang yang berhutang ) ... 28

g. Fisabilillah (Di jalan Allah )... 28

h. Ibnu Sabil... 29

3. Menurut Pendapat Ulama Kontemporer ... 30

a. Yusuf Qardhawi ... 30

b. Sayyid Sabiq... 32

c. Didin Hafidhuddin ... 34

D.Sistem Penyaluran zakat yang ada di masyarakat saat ini ... 37

E.Pengertian Zakat Produktif ... 41

F. Analisis SWOT ... 43

1. Pengertian Analisis SWOT ... 43

2. Langkah-langkah Analisis Data dalam Analisis SWOT ... 46

G.Prinsip Manajemen dalam Ekonomi Islam ... 46

(9)

iii

BAB III : GAMBARAN UMUM LAZNAS BSM

A. Sejarah singkat LAZNAS BSM ... 51

1. Profil LAZNAS BSM ... 51

2. Hubungan LAZNAS BSM dan BSM ... 52

B. Visi dan Misi LAZNAS BSM ... 53

C. Landasan Hukum ... 54

D. Nilai – nilai dasar dan Tujuan LAZNAS BSM ... 54

E. Struktur Organisasi LAZNAS BSM ... 55

F. Program Kerja LAZNAS BSM ... 57

a. BSM Mitra Umat ... 57

b. BSM Didik Umat ... 58

c. BSM Simpati Umat ... 59

BAB IV : MEKANISME PENGHIMPUNAN DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA LAZNAS BSM A. Mekanisme Penghimpunan Zakat pada LAZNAS BSM ... 60

B. Mekanisme Penyaluran Zakat pada LAZNAS BSM ... 61

1. Mekanisme Penyaluran Zakat pada LAZNAS BSM ... 61

2. Mekanisme Penentuan Mustahik ... 64

3. Cara Kerjasama antar Lembaga Zakat ... 65

(10)

2. Metode Pendampingan ... 70 3. Hasil dan Manfaat ... 71 D. Analisis Peluang dan kendala pola pendayagunaan zakat

pada LAZNAS BSM ... 72 1. Analisis SWOT penyaluran zakat pada LAZNAS BSM... 72 2. Ancangan analisis SWOT penyaluran zakat ... 76

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 80

(11)

v

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

halaman

1. Tabel 1 Kerangka konsep 14

2. Tabel 2 Pola penyaluran zakat tahun 2000 & 2004 38

3. Tabel 3 Bagan Struktur Organisasi 56

4. Tabel 4 Jumlah dan prosentase penyaluran zakat 67

5. Tabel 5 Analisis SWOT pendayagunaan zakat 76

6. Tabel 6 Hasil identifikasi analisis SWOT 77

(12)
(13)

1

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan ajaran yang melandasi tumbuhkembangnya sebuah kekuatan sosial ekonomi umat Islam. Seperti empat rukun Islam yang lain, ajaran zakat menyimpan beberapa dimensi yang kompleks meliputi nilai privat-publik, vertical-horizontal, serta ukhrawi-duniawi. Nilai-nilai tersebut merupakan landasan pengembangan kehidupan kemasyarakatan yang komprehensif. Bila semua dimensi yang terkandung dalam ajaran zakat ini dapat diaktualisasikan, maka zakat akan menjadi sumber kekuatan yang sangat besar bagi pembangunan umat menuju kebangkitan kembali peradaban Islam.

Untuk mengilustrasikan betapa pentingnya kedudukan zakat, al-Qur’an dengan gamblang menyebut kata zakat (al-zakat) yang dirangkaikan dengan kata shalat (al-shalat) sebanyak 72 kali, menurut hitungan Ali Yafie. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa penunaian zakat memiliki urgensi yang sebanding dengan pendirian shalat.1 Menurut Yusuf Qardhawi, jumlah tersebut berlebihan karena menurut hitungannya hanya ada kurang lebih 30 kali atau 27 kali yang dibarengi dengan perintah sholat dalam satu ayat, 8 diantaranya berada di surat makkiyah dan yang lainnya berada di surah madaniyah.2 Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras,

1

Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial; Dari soal lingkungan hidup, asuransi hingga ukhuwah, Cet.III (Bandung: Mizan,1995), h.231

22

(14)

terdapat 32 ayat yang menerangkan tentang zakat, 26 ayat diantaranya diiringi dengan kata shalat dalam satu ayat.3

Shalat dan zakat merupakan dua pilar utama dari keislaman seseorang. Sholat dimaksudkan sebagai peneguh keislaman seseorang sebagai hamba Tuhan secara personal, sedangkan zakat dianggap sebagai cara untuk mengejawantahkan diri pada dimensi sosial selaku khalifah di muka bumi. Manusia tidak dianggap sempurna jika hanya berkecimpung pada satu dimensi saja. Penggabungan keduanya adalah keniscayaan.

Kelebihan ajaran zakat dibanding aspek-aspek lain dari rukun Islam yang lain adalah bahwa zakat memiliki dimensi sosial . Oleh sebab itu, zakat dalam mata rantai peningkatan kesejateraan umat Islam tak mungkin diremehkan. Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat Islam, ajaran zakat dengan segala dimensi yang dimiliki seringkali luput dari perhatian umat Islam. Zakat menjadi apa yang disebut sebagai ibadah mahdhah pribadi-pribadi kaum muslimin. Dari suatu ajaran yang kuat dan mendalam yang dikembangkan Rasul dan Sahabat, zakat menjadi ajaran yang sempit bersama mundurnya umat Islam dan menurunnya kemauan berijtihad.4

Pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad saw, kewajiban mengeluarkan zakat dari orang yang mampu (aghniya) dikontrol langsung oleh Nabi. Sehingga praktek zakat berjalan dengan baik sesuai tuntutan syariah, artinya muzaki

3

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Lil Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Daar al-Hadits, 2001), h.407

4

(15)

3

mengeluarkan zakatnya sesuai tata cara (hitungan dan kadar) yang benar dan mustahik pun menerima sesuai kondisi dan kapasitasnya sebagai orang yang berhak menerima zakat.5

Zakat yang dikumpulkan dari muzaki, langsung dibagikan kepada mustahik. Kalaupun ada yang disimpan jumlahnya tidak banyak. Sehingga manfaat zakat dapat dirasakan oleh mustahik saat itu juga. Dengan demikian, kesulitan mustahik dapat segera diatasi dengan dana zakat. Praktek seperti ini mengalami pergeseran tatkala Nabi Muhammad saw wafat. Wafatnya Nabi dianggap sebagian umat Islam sebagai akhir dari pelaksanaan kewajiban zakat sehingga banyak yang membangkang mengeluarkan zakat. Melihat kondisi demikian Abu Bakar As-Shiddiq ra angkat senjata memerangi golongan yang tidak mau mengeluarkan zakat. Pada masa kepemimpinan Umar ibn Khattab ra, zakat dikelola dengan lebih baik, pada saat itu keberadaan baitul maal difungsikan untuk menampung zakat, di mana pada saat itu kebutuhan jihad fisabilillah masih sangat tinggi dan zakat sebagai penopang utamanya. Hal ini dilakukan hingga kepemimpinan Umar digantikan oleh Usman dan dilanjutkan Ali Ibn Abi Thalib.6

Bagaimana pengelolaan zakat di Indonesia? Di Indonesia, pengelolaan zakat yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat secara substansial berpedoman kepada ketentuan hukum agama. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang bersejarah merupakan prakarsa

5

Kuntarto Noor Aflah dan Mohd. Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat (FOZ), 2006), h.vii

6

(16)

pemerintah melalui Menteri Agama, ditegaskan bahwa kewajiban pemerintah adalah memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahik dan pengelola zakat. Kata kunci; perlindungan, pembinaan, dan pelayanan yang merupakan tugas pemerintah dalam pengelolaan zakat di Indonesia mempunyai keterkaitan langsung dengan fungsi otoritatif Negara dan hal itu sejalan dengan semangat ajaran Islam.7

Salah satu tugas lembaga pengelola zakat yang keberadaannya dipayungi undang-undang adalah mewujudkan peran zakat sebagai solusi untuk menanggulangi kemiskinan. Zakat dan kondisi ekonomi umat memiliki hubungan timbal balik yang erat. Tingkat ekonomi umat semakin baik akan meningkatkan penerimaan zakat, dan sebaliknya dana zakat yang dikelola dan disalurkan secara benar kepada kelompok mustahik diharapkan dapat mengubah peta kemiskinan di tengah masyarakat.

Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di Indonesia diperlukan langkah strategis dan re-orientasi pengelolaan zakat yang selama ini dilakukan oleh masing-masing lembaga tanpa adanya koordinasi dan sinergi satu sama lain. Koordinasi dan sinergi antar lembaga pengelola zakat baik secara vertical maupun horizontal sudah waktunya sekarang diwujudkan jika kita menginginkan potret pengelolaan zakat Indonesia yang lebih memenuhi harapan umat. Dalam kaitan ini, sangat tepat peran koordinatif terhadap semua lembaga pengelola zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai badan resmi yang dibentuk di tingkat nasional.8

7

Ibid, h. xix

8

(17)

5

Sistem penghimpunan dan penyaluran zakat dari masa ke masa memiliki perbedaan. Awalnya, zakat lebih banyak disalurkan untuk kegiatan konsumtif, tetapi belakangan ini telah banyak pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan produktif, upaya ini diharapkan dapat merubah strata sosial dari yang terendah (mustahik) kepada yang tertinggi (muzakki). Pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ) di setiap tingkat atau membentuk unit pengumpulan zakat (UPZ) yang bertugas mengumpulkan zakat, infak, sedekah dan lainnya langsung melalui bank. Dalam pelaksanaannya pengumpulan zakat BAZ/LAZ dapat bekerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan.

Pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan dengan paksaan terhadap muzakki, melainkan muzakki melakukan dengan kesadaran sendiri, menghitung sendiri jumlah hartanya yang harus dibayarkan kewajibannya. Dalam hal, muzakki tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban zakatnya, muzakki dapat meminta bantuan kepada BAZ/LAZ atau lembaga pengelola zakat (LPZ). Idealnya LPZ menyediakan panduan dalam penghimpunan dana, jenis dana, dan cara dana itu diterima. Organisasi pengelola menetapkan jenis dana yang diterima sebagai sumber dana. Setiap jenis dana memiliki karakteristik sunber dan konsekuensi pembatasan berbeda yang harus dipenuhi oleh pengelola zakat.9

Salah satu pertanyaan yang sering muncul mengenai pengelolaan zakat adalah tentang bentuk penyaluran dana produktif. Pemahaman umum bahwa produktif artinya dana yang ada dipinjamkan oleh amil kepada mustahik untuk bisnis.

9

(18)

Kenyataan ini dapat menimbulkan dua pandangan yang berbeda yang berujung pada kesimpulan bahwa aksi bentuk usaha modal zakat melanggar syar’i atau tidak.

Kalau kita melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah Saw. dan para sahabat kemudian diaplikasikan pada zaman sekarang kita dapati bahwa penyaluran zakat dapat kita bedakan menjadi dua bentuk; yakni bantuan sesaat dan pemberdayaan. Bantuan sesaat bukan berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Bantuan sesaat dalam hal ini berarti bahwa penyaluran kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan) mustahik. Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri seperti pada diri para orang tua yang sudah jompo, orang dewasa yang cacat yang tidak memungkinkan ia mandiri.

Adapun pemberdayaan adalah penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima (lebih dikhususkan golongan fakir miskin) dan kondisi kategori mustahik manjadi kategori muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dicapai dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan.

(19)

7

Ada tiga sifat penyaluran dana dalam pemberdayaan; hibah, dana bergulir qordhul hasan, dan pembiayaan. Tiga sifat penyaluran ini dibedakan antara dana zakat dengan dana bukan zakat.10

Perkembangan industri perbankan syariah yang cukup pesat ini di Indonesia berdampak positif terhadap berkembangnya kuantitas zakat yang disalurkan kepada masyarakat. Karena selain kesadaran masyarakat untuk membayar zakat yang meningkat, bank-bank syariah juga menyediakan fasilitas yang dapat mempermudah nasabahnya untuk membayar zakat.

Direktur Bank Jabar Banten Syariah, Rukmana, mengatakan bagi bank syariah adanya dana zakat membuat bank syariah dapat turut serta membantu masyarakat yang membutuhkan. ''Di sisi lain kita juga ikut mendidik masyarakat dan ada proses pertukaran informasi yang cepat di antara masyarakat dalam menggunakan bank syariah untuk penyaluran zakat,'' ujarnya, Rabu (30/6).11

Salah satu bank syariah ternama di Indonesia adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Menurut Direktur Utama BSM Yuslam Fauzi, Selama lima tahun terakhir, nilai aset BSM terus meningkat. Pada tahun 2006, aset BSM sebesar Rp 9,5 triliun. Kemudian berturut-turut meningkat menjadi Rp 12,9 triliun (2007), Rp 17,1 triliun (2008), dan Rp 22 triliun (2009). Sekarang aset BSM sudah mencapai Rp 28,31

10

Ibid., h. 25

11

(20)

triliun per Oktober 2010. Adapun perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) BSM sampai Oktober mencapai Rp 25,06 triliun dengan pembiayaan sebesar Rp 22,03 triliun.12

Dengan omset yang besar tersebut, maka dana zakat yang dimiliki juga cukup besar. Jika zakat tersebut disalurkan dengan baik dan terprogram maka hasil yang dirasakan juga akan maksimal. BSM sendiri menjalin kerjasama dengan Lembaga Amil Zakat Bangun Sejahtera Mitra Umat atau lebih dikenal dengan LAZNAS BSM dalam pengelolaan zakat perusahaan, pegawai dan nasabah BSM agar dana zakat tersebut dapat dikelola dan tersalurkan dengan baik.

Jadi LAZNAS BSM memiliki peran aktif yang cukup strategis dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan memberdayakan zakat tersebut, agar kemiskinan dan permasalahan-permasalahan ekonomi yang dialami masyarakat miskin dapat diatasi dengan dana zakat yang dikelolanya. Tentunya, hal ini hanya dapat tercapai jika zakat tersebut dapat dikelola dengan baik dan disalurkan kepada mustahik tepat sasaran.

Dengan melihat wacana dan permasalahan di atas maka penulis berinisiatif untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul : “Analisa pola pendayagunaan zakat pada Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat ( LAZNAS

BSM)”

12

(21)

9

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berbicara tentang zakat, banyak sekali permasalahan yang akan kita temui, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu agar pembahasan ini tidak melebar, perlu kiranya dibuat batasan-batasan yang dapat menjadikan pembahasan ini fokus pada tujuannya. Adapun yang akan dibahas disini adalah sebatas bagaimana pola pendayagunaan dana zakat oleh Bank Syariah khususnya BSM pada LAZNAS BSM.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana mekanisme penghimpunan dan penyaluran dana zakat yang ada di LAZNAS BSM ?

b. Bagaimana pola pemberdayaan dana zakat bagi pengembangan usaha masyarakat pada LAZNAS BSM ?

c. Hal apa saja yang menjadi peluang dan kendala LAZNAS BSM dalam melaksanakan pendayagunaan dana zakat tersebut ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(22)

b. Mengetahui pola pemberdayaan dana zakat bagi pengembangan usaha masyarakat pada LAZNAS BSM

c. Mengetahui hal-hal yang menjadi peluang dan kendala LAZNAS BSM dalam melaksanakan pendayagunaan dana zakat tersebut

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

1) Bertambahnya tingkat pengetahuan tentang ekonomi syariah khususnya tentang zakat

2) Bagi Penulis, dapat menambah wawasan tentang pola - pola penyaluran zakat yang dilaksanakan oleh LAZNAS BSM

3) Bagi LAZNAS BSM, dapat menjadi rujukan dan perbandingan untuk penerapan pola-pola dan strategi-strategi penyaluran zakat yang efektif b. Manfaat Praktis

1) Agar masyarakat lebih memahami tentang pola penyaluran zakat yang dijalankan oleh LAZNAS BSM

2) Sebagai bahan masukan bagi LAZNAS BSM agar dapat menerapkan pola dan strategi penyaluran zakat yang efektif

D. Studi Pendahuluan

(23)

11

1. ”Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat untuk BAZDA Kota Tangerang terhadap

pemberdayaan pengusaha kecil dan mikro”

Oleh : Lisa Hafizah tahun 2005.

Skripsi tersebut membahas tentang pengelolaan zakat pada BAZDA Kota Tangerang khususnya dalam hal pemberdayaan pengusaha kecil dan mikro,apakah sudah efektif dan tepat sasaran atau belum. Kemudian juga tentang hubungan BAZDA Kota Tangerang dengan BAZDA-BAZDA Kecamatan

2. “Efektivitas penyaluran zakat dalam meningkatkan pendapatan mustahik pada

LAZNAS Bangun Sejahtera Mitra (BSM) Umat

Oleh : Faradilla, tahun 2006.

Skripsi tersebut membahas tentang pola penyaluran zakat yang efektif pada LAZNAS BSM Umat dan seberapa besar jumlah dana zakat yang yang dimiliki untuk dapat meningkatkan pendapatan mustahik, apakah dana zakat yang ada tersebut dapat meningkatkan pendapatan mustahik atau tidak.

3. “ Efektivitas pengelolaan zakat pada Lembaga Amil Zakat”

(studi kasus pada Baitul Maal Muamalat ) Oleh : Jamalullail, tahun 2003

Skripsi tersebut membahas tentang perkembangan Lembaga Amil Zakat di Indonesia, kemudian membahas juga tentang Baitul Maal Muamalat dalam menjalankan programnya serta peran dari Baitul Maal Muamalat dalam hal pemberdayaan masyarakat atau mustahik.

(24)

(studi kasus pada LAZ Al-Azhar peduli Ummat) Oleh : Muhamad Nurhadi, tahun 2009

Skripsi tersebut membahas tentang konsep pemberdayaan mustahik dengan zakat produktif di LAZ Al-Azhar Peduli Umat dan tingkat keberhasilan program tersebut.

Sedangkan penelitian yang saya kerjakan adalah tentang mekanisme penghimpunan dan pendayagunaan zakat pada LAZNAS BSM serta alasan yang mendasari mereka dalam menyalurkan zakatnya kepada mustahik dan bagaimana cara kerjasama mereka dengan LAZ-LAZ yang lain dalam hal penyaluran zakatnya kepada para mustahik agar lebih efektif. Penelitian saya juga berkaitan dengan penyaluran yang dilakukan LAZNAS BSM yang bersifat produktif atau dapat memberdayakan umat, seperti apa prosedurnya, usaha apa saja yang diberikan, apa alasan mereka menyalurkan kepada usaha tersebut, serta bagaimana pendampingan yang dilakukan oleh LAZNAS BSM kepada para mustahik agar tercapai tujuan yang diharapkan yaitu kemandirian umat. disertai dengan analisis SWOT pemberdayaan zakat untuk pengembangan usaha masyarakat.

(25)

13

E. Kerangka Teori

Allah telah menegaskan bahwa penyaluran zakat hanyalah untuk orang-orang yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, yaitu sebanyak delapan golongan yakni fakir, miskin, 'amil (petugas zakat), mualaf qulubuhum (orang yang baru masuk Islam), riqab (orang yang telah memerdekakan budak – zaman dulu), ghorim (orang yang berhutang), orang yang berjihad di jalan Allah (fi

sabilillah), dan ibnu sabil (yang dalam perjalanan). Dari delapan asnaf itu, yang

mesti didahulukan adalah fakir dan miskin. Para ulama telah sepakat atas delapan golongan penerima zakat yang termaktub dalam ayat diatas, tetapi mereka berbeda pendapat tentang tafsir makna setiap golongan. Diantara mereka ada yang mempersempit makna, sebagian lainnya memperluas.

Dalam penyaluran zakat ada 2 (dua ) macam cara dalam aplikasinya, yaitu bersifat konsumtif dan produktif. Yang bersifat konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan yang bersifat produktif yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mereka.

Bahkan Syekh Yusuf al-Qardhawi, dalam bukunya yang fenomenal, yaitu

Fiqh Zakat, menyatakan bahwa juga diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau

(26)

Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk pleh pemerintah, sedangkan LAZ didirikan oleh masyarakat. LAZ dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya, Lembaga Amil Zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya, sebagaimana dijelaskan pada pasal 9 dalam Undang-Undang tersebut.

[image:26.612.110.529.231.718.2]

Adapun alur pemikiran dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Kerangka konsep

DANA ZAKAT LAZNAS BSM

Mekanisme Penghimpunan  Melalui Kantor cabang BSM  Melalui mesin ATM BSM  Melalui SMS Banking BSM

Program Penyaluran  Mitra Umat  Didik Umat  Simpati Umat

Tujuan :

Pemberdayaan usaha masyarakat

Mekanisme Penyaluran  Langsung

 Tidak Langsung

(27)

15

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Lapangan (Field Research), Penelitian lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti. Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya berdasarkan konteks. Penelitian lapangan biasa diadakan di luar ruangan.13

2. Jenis data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara pihak perusahaan, yaitu hasil pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.14

b. Data Sekunder

Data sekuder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.15

13

Wikipedia, “Penelitian Lapangan” artikel diakses pada 25 Nopember 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_lapangan

14

Arif Irwansyah, “Penerapan Pasar Uang Antarbank Syariah Pada Bank Bukopin Unit Usaha Syariah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.14

15

(28)

3. Sumber data

Sumber data yang digali adalah dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang didapat dari studi lapangan di LAZNAS BSM melalui wawancara dengan pengelolanya. Data sekunder yaitu data yang didapat dari studi dokumentasi / pustaka, data yang didapat dari LAZNAS BSM maupun dari litereatur-literatur yang ada.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan studi dokumentasi. Teknik yang digunakan adalah berupa interview bebas terpimpin yaitu penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka.16 Wawancara dilakukan oleh penulis dengan pihak-pihak yang terkait yang dapat menjelaskan berbagai aspek mengenai LAZNAS BSM tentang pola pendayagunaan zakat. Tujuan wawancara ialah untuk mengumpulkan informasi dan bukannya untuk merubah ataupun mempengaruhi pendapat responden.

Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data-data yang diperlukan dengan cara memperoleh data dokumentasi tentang LAZNAS BSM dari lokasi penelitian serta mencari bahan pustaka/buku-buku rujukan yang berkaitan dengan judul penulisan skripsi yang sedang dibuat ini.

16

(29)

17

5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam penelitian ini dibutuhkan data deskriptif kualitatif, maka dalam mengalisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif evaluatif. Untuk menggambarkan dan menganalisis tentang prosedur yang dilaksanakan oleh LAZNAS BSM dalam mendayagunakan dana zakat yang ada secara objektif. Kemudian ditarik suatu kesimpulan yang diharapkan setiap fakta yang ada bisa diterima secara logis dan ilmiah.

6. Teknik Penulisan Laporan

Dan yang terakhir untuk teknik penulisan merujuk kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis dalam skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa hal dalam pembahasan sebagai berikut :

Bab I merupakan bab pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi pendahuluan, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.

(30)

sistem penyaluran zakat yang ada di masyarakat pada saat ini, pengertian zakat produktif dan pengertian analisis SWOT serta langkah-langkah analisa data dalam analisis SWOT.

Bab III merupakan bab yang membahas mengenai gambaran umum LAZNAS BSM Umat

Bab IV berisi tentang mekanisme penghimpunan dan penyaluran zakat LAZNAS BSM, pola pemberdayaan dana zakat bagi pengembangan masyarakat pada LAZNAS BSM dan analisis peluang dan kendala pola pendayagunaan dana zakat pada LAZNAS BSM.

(31)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Penyaluran Zakat

Secara bahasa, zakat berarti tumbuh (numuww), barakah dan bertambah kebaikan (ziyadatul khoir). Jika diucapkan, zaka al-zar’, artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah, artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati. Dan jika dikatakan ’Fulanu Zaakin’ berarti fulan banyak kebaikannya. Kata ini sering dikemukakan untuk makna ‘tathiir’ atau ‘thaharah’ (suci). Allah swt. Berfirman:



)

ﺲﻤﺸﻟا

٩١

:

٩

(

Artinya :"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu"

Berarti disucikan dari kotoran. Dan sering juga dikemukakan untuk makna ‘madhi’ (pujian). Allah swt berfirman :

)

ﻢﺠﻨﻟا

/

٥٣

:

٣٢

(

Artinya :"ِMaka janganlah kamu mengatakan dirimu suci."

Berarti kamu memujinya. Adapun zakat menurut syara’, 1 berarti nama dari ukuran (kadar) yang khusus dari suatu harta yang khusus yang wajib disalurkan kepada kelompok-kelompok (asnaf) yang khusus juga dengan syarat-syarat tertentu. Menurut Abdurrahman al-Jaziri, zakat menurut syara’ adalah penyerahan

1

(32)

(pemindahan) pemilikan tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula. Pengertian ini mempunyai kesamaan dengan pengertian pertama di atas, hanya saja dalam pengertian ini ditekankan pentingnya “tamlik” kepada orang yang berhak menerimanya dan benar-benar memberinya sebatas ukuran yang telah diwajibkan dalam zakat. padahal tamlik secara sungguh-sungguh bukanlah hal yang wajib.2 Dan dinamakan demikian karena harta itu tumbuh dengan kebarokahan pengeluarannya dan do’a orang yang menerimanya, dan juga karena zakat mensucikan orang yang mengeluarkannya dari dosa dan memujinya nanti ketika bersaksi baginya dengan kebenaran imannya.

Sedangkan ”penyaluran”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata ”salur” yang berarti :alir, arah. Kata kerjanya adalah menyalurkan yang berarti : mengalirkan; mengarahkan; meneruskan; dan mendistribusikan. Penyaluran sendiri berarti proses, cara, atau perbuatan menyalurkan3

Jadi penyaluran zakat bisa diartikan sebagai "proses, cara, atau perbuatan menyalurkan suatu ukuran (kadar) yang khusus dari suatu harta yang khusus yang wajib disalurkan kepada kelompok-kelompok (asnaf) yang khusus juga dengan syarat-syarat tertentu.

Zakat ibarat benteng yang melindungi harta dari penyakit dengki dan iri hati dan zakat ibarat pupuk yang dapat menyuburkan harta untuk berkembang dan

2

Abdurrahman Al-jaziri, Fiqih Empat Mazhab,bab 4. Penerjemah Chatibul Umam, dkk (T.tp., Darul Ulum press, 1996), h.95

3

(33)

21

tumbuh. Hubungan dengan Allah telah terjalin dengan ibadat shalat dan hubungan dengan sesama manusia telah terikat dengan infak dan zakat. Hubungan vertikal dan horizontal perlu dijaga dengan baik. Hubungan ke atas dipelihara, sebagai tanda bersyukur dan berterima kasih, dan hubungan dengan sesama dijaga sebagai tanda setia kawan, berbagi rahmat dan nikmat.4

Dalam al-Qur’an Allah berfirman:





















)

ﺔﺑﻮﺘﻟا

٩

:

١٠٤

-١٠٣

(

Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS. at-Taubah: 103-104).

Quraisy syihab menafsirkan firman allah



Artinya : “Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima

zakat”

Beliau menjelaskan bahwa ayat tersebut mengisayaratkan bahwa kehidupan atau hubungan timbal-balik hendaknya didasarkan oleh take and give. Memang,

4

(34)

dalam kehidupan nyata, hal tersebut seyogyanya terjadi, yaitu sebanyak Anda menerima sebanyak itu pula hendaknya anda memberi.5

B. Fungsi dan Tujuan Penyaluran zakat

Tujuan utama dari zakat adalah menghapus kefakiran, kemiskinan, dan kemelaratan. Yusuf al-Qardhawi, dalam kitabnya Hukum Zakat membagi tujuan zakat kepada tiga bagian, yaitu: dari pihak para Wajib zakat (Muzakki), pihak penerima zakat dan dari kepentingan masyarakat.

Tujuan zakat dan dampaknya bagi muzakki yaitu; zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir, mendidik berinfak dan memberi, berakhlak dengan Akhlak Allah, merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah, mengobati hati dari cinta dunia, mengembangkan kekayaan batin, menarik rasa simpati/cinta, serta dapat mengembangkan harta. Sedangkan bagi penerima zakat, antara lain untuk membebaskan penerima dari kebutuhan hidup dan dapat menghilangkan sifat benci dan dengki yang sering menyelimuti hati mereka jika melihat orang kaya yang bakhil. Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial, antara lain bahwa zakat bernilai ekonomik, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakkan agama Allah (jihad fi sabilillah), dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.

Lebih luas lagi Wahbah menguraikan tujuan zakat bagi kepentingan masyarakat, sebagai berikut:

5

(35)

23

1. Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam.

2. Merapatkan dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat

3. Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana seperti bencana alam dan sebagainya.

4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekacauan dalam masyarakat.

5. Menyediakan suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan biaya hidup bagi para gelandangan, para penganggur dan para tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah tetapi tidak memiliki dana untuk itu.

Al-Tayyar menambahkan, bahwa tujuan zakat selain sebagai ibadah, ia juga bertujuan untuk menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan, menolak bala bencana, serta mendorong meningkatkan semangat dan produktivitas kerja, sehingga pada gilirannya mampu menghilangkan sikap dan status seseorang dari kemiskinan dan tangan di bawah (yad al-sufla).6

Sebagaimana shalat yang menjadi tiang agama, maka zakat merupakan tiang masyarakat, yang apabila tidak ditunaikan dapat meruntuhkan sendi-sendi sosial ekonomi masyarakat, karena secara tidak langsung penahanan (tidak menunaikan)

6

(36)

zakat dari orang-orang kaya itu merupakan perekayasaan pemiskinan secara struktural. Zakat yang mempunyai dimensi sosial disamping dimensi sakral, bila tidak ditunaikan akan menimbulkan dampak negatif berupa kerawanan sosial, seperti banyaknya pengangguran dan masalah-masalah sosial.

C. Prinsip – prinsip Syariah dan Fiqhiyyah dalam Penyaluran Zakat

Para ulama mazhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada delapan. Dan semuanya sudah disebutkan dalam QS. At-Taubah (9): 60

























)

ﺔﺑﻮﺘﻟا

٩

:

٦٠

(

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Namun kalau tentang definisi golongan atau kelompok tersebut, semua ulam mazhab mempunyai pendapat yang berbeda.7 Para ulama juga berbeda pendapat berkaitan dengan delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya, atau sebatas yang memungkinkan. Dalam hal ini, terdapat dua pendapat:

7

(37)

25

Pertama, harus meliputi semuanya, ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i dan

sekelompok ulama. Kedua, tidak harus semuanya. Harta zakat boleh diberikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama salaf dan khalaf, diantaranya ‘Umar, Huzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Maimun bin Mihran. Ibnu Jarir berkata: “Ini adalah pendapat sebagian besar ulama.” Penyebutan kelompok-kelompok dalam ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mereka yang berhak, bukan karena keharusan memenuhi semuanya.8

1. Mustahik menurut Pendapat berbagai Mazhab a. Orang Fakir

Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud “fakir” adalah orang yang memiliki harta tidak sampai nisab, atau ia memiliki nisab tidak sempurna yang habis untuk kebutuhannya. Adapun orang yang mempunyai harta sampai nishab apapun bentuknya yang dapat memenuhi kebutuhan primer, maka orang tersebut tidak boleh diberikan zakat. Alasannya bahwa orang yang mempunyai harta sampai nishab, maka ia wajib zakat. Orang yang wajib mengeluarkan zakat berarti ia tidak wajib menerima zakat.9

Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa orang yang mempunyai separuh dari kebutuhannya, ia tidak bisa digolongkan orang yang fakir, dan ia tidak boleh menerima zakat. Imamiyah dan Maliki berpendapat bahwa orang fakir menurut

8

Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu katsir, jilid 4, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003) h. 150

9

(38)

syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi keluarganya.10

b. Orang Miskin

Hanafi, Maliki dan Imamiyah mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang kafir. Sedangkan Hambali dan Syafi’i mengatakan sebaliknya bahwa orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak memiliki separuh dari kebutuhannya, sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi dipenuhi dengan zakat.11

c. Amil ( Petugas zakat )

Amil adalah orang yang bertugas untuk mengelola pengumpulan dan pembagian zakat, menurut kesepakatan senua mazhab. Zakat diberikan kepada mereka bukan karena kemiskinan mereka, bukan juga karena ketidakmampuan mereka, tapi sebagai upah atau gaji atas kerja yang telah mereka lakukan dalam mengurus dan mengelola harta zakat.

d. Muallaf

Orang-orang muallaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang yang cenderung menganggap sedekah itu untuk kemaslahatan Islam. Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum mereka itu, tentang mansukh tidaknya dan

10

Ibid., h. 190

11

(39)

27

peruntukkannya khusus bagi non-islam atau bukan. Menurut Hanafi, hukum ini berlaku pada permulaan penyebaran Islam, karena lemahnya kaum muslimin. Kalau dalam situasi sekarabng dimana Islam sudah kuat, maka hilanglah hukumnya karena sebab-sebabnyasudah tidak ada.

Adapun mazhab-mazhab yang lain berpendapat bahwa hukum muallaf itu tetap tidak dinasakh, sekalipun bagian muallaf tetap diberikan kepada orang Islam dan non-muslim dengan syarat bahwa pemberian itu dapat menjamin dan mendatangkan kemaslahatan, kebaikan kepada Islam dan kaum muslimin.12 Mereka itu ada beberapa macam, di antaranya ada yang diberi zakat agar mereka masuk islam, ada yang diberi harta zakat untuk memperbaiki kualitas keimanannya dan memperkokoh hatinya, ada yang diberi bagian zakat, agar teman-temannya masuk Islam. Di antara mereka ada yang diberi bagian zakat, agar ia mau mengumpulkan zakat dari orang-orang sekelilingnya, atau untuk mengamankan wilayah kaum muslimin dari bahaya yang timbul di perbatasan.13

e. Riqab (memerdekakan budak)

Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam hal ini jumhur, adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdiannya tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas

12

Ibid., h. 192

13

(40)

dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri. Akan tetapi, menurut jumhur hukum ini sudah tidak berlaku, karena perbudakan telah tiada.

Dalam memahami ini, Rasyid Ridha (mufasir dari mesir) dan Mahmud Syaltut (tokoh fikih Mesir) mensinyalir, bahwa pengertian kata riqab dapat dialihkan kepada kelompok atau bangsa yang hendak membebaskan diri mereka dari penjajahan. Menurut Abd al-Sami’ al-Mishry dalam kitabnya berjudul

al-muqawwimaat al-iqtishad al-islamy, menganalogikan budak dengan para

pekerja/karyawan/buruh dengan upah yang minimum, sehingga dengan upah tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan dharuriyah (dasar).14

f. Gharimin (orang yang berhutang)

Menurut Abu Hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai hutang, dan dia tidak memiliki bagian yang lebih dari hutangnya. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai hutang terbagi kepada dua golongan. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan diri dan keluarganya. Kedua, orang yang berutang untuk kemaslahatan umum.

g. Fisabilillah (dijalan Allah)

Orang yang berada di jalan Allah menurut empat mazhab adalah orang-orang yang berpegang secara suka rela untuk membela Islam. Menurut Imamiyah mereka

14

(41)

29

adalah orang yang berperang, orang-orang yang mengurus masjid-masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, dan semua bentuk kegiatan kemaslaatan umum.15

Secara umum makna dari fisabilillah ini segala amal perbuatan dalam rangka di jalan Allah. Pada zaman Rosulullah, fisabilillah adalah para sukarelawan perang yang ikut berjihad bersama beliau yang tidak mempunyai gaji tetap sehingga mereka diberi bagian dari zakat. Para ulama baik salaf maupun khalaf berbeda pendapat tentang batasan fisabilillah. sebagian ada yang mempersempit, dan sebagian memperluas. Pendapat yang memperluas menyatakan bahwa segala amal perbuatan shaleh yang dilakukan secara ikhlas dalam rangka bertaqarrub kepada Allah, baik yang bersifat pribadi maupun kemasyarakatan, termasuk dalam kerangka fisabilillah. Adapun pendapat yang mempersempit menyatakan bahwa yang dimaksud dengan fisabilillah disini adalah khusus untuk jihad. Menurut Imam Ahmad, al-Hasan dan Ishaq, bahwa haji termasuk fi sabilillah.16

h. Ibnu Sabil

Ibnu sabil adalah orang yang sedang melakukan perjalanan dan terputus bekalnya. Perjalanan disini adalah perjalanan yang mempunyai nilai ibadah dan bukan perjalanan dalam rangka maksiat. Perjalanan yang mempunyai nilai ibadah misalnya orang yang menuntut ilmu didaerah lain, atau orang yang melakukan da’wah disuatu daerah, atau orang yang mencari kerja disuatu negeri untuk menafkahi keluarganya, kemudian apabila mereka semua terputus bekalnya dan

15

Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h.193

16

(42)

mereka membutuhkan harta untuk sekedar mencukupi kebutuhan mereka, maka mereka diberi zakat dari pos Ibnu Sabil.

2. Menurut Pendapat Ulama Kontemperer a. Yusuf Qardhawi

Menurut beliau fakir dan miskin sebenarnya adalah dua golongan tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang dalam kekurangan dan dalam kebutuhan.17 Beliau juga berpendapat bahwa negara (dalam hal ini BAZ atau LAZ) dapat membangun pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan dan sebagainya. Kemudian dijadikan milik orang-orang miskin seluruh atau sebagiannya. Dengan demikian usaha yang dimiliki dapat menghasilkan keuntungan dan dapat membiayai seluruh kebutuhan mereka. Akan tetapi janganlah diberi hak menjual dan memindahkan hak miliknya kepada orang lain, sehingga menyerupai harta wakaf bagi mereka.18

Amil adalah orang yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpul sampai kepada bendahara dan penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya. Menurut Qardhawi, apabila kebolehan muallaf diberi zakat masih berlaku maka bagian muallaf pada masa kita sekarang bisa diberikan sesuai tujuan yang diharapakan yaitu untuk merangsang adanya kecenderungan dan memantapkan hati orang terhadap Islam; membela yang lemah, membantu mereka yang mendukung

17

Yusuf Qhardawi. Hukum Zakat: studi komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Qur’an dan Hadis. Penerjemah Salman Harun, dkk (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1996), h. 511

18

(43)

31

Islam; atau mencegah kejahatan yang akan menimpa dakwah dan pemerintahannya. Kadangkala pemberian itu dimaksudkan untuk menolong sebagian pemerintahan non-Muslim agar mereka bersatu dengan barisan kaum non-Muslimin, atau menolong berbagai suku dan suatu kelompok masyarakat agar mereka cenderung kepada Islam, atau untuk mendirikan berbagai penerbitan dan percetakan untuk kepentingan Islam dan untuk mencegah adanya berita-berita bohong tentang Islam19

Menurutnya “gharimin” adalah orang yang mengalami bencana hidup dan mengalami musibah dalam hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan yang mendesak sehingga ia harus meminjam bagi dirinya dan keluarganya, berhak untuk mendapatkan zakat. Qardhawi juga mengatakan bahwa qiyas yang benar dan maksud umum ajaran Islam dalam bab zakat, memperbolehkan kepada kita memberikan pinjaman pada orang yang membutuhkannya dari bagian gharimin, hanya saja hal itu harus diatur sedemikian rupa dan dikeluarkan dari brankas khusus, sehingga dengan itu zakat dibagikan dengan pembagian yang praktis dalam memerangi riba dan menghapuskan segala bunga ribawi.20

Untuk bagian “sabilillah” beliau mengungkapkan bahwa jihad itu kadangkala bisa dilakukan dengan tulisan dan ucapan sebagaimana bisa dilakukan dengan pedang dan pisau. Kadangkala jihad itu dilakukan dalam bidang pemikiran, pendidikan, sosial, ekonomi, politik sebagaimana dilakukan dengan kekuatan bala tentara. Seluruh jenis jihad ini membutuhkan bantuan dan dorongan materi. Yang paling

19

Ibid., h.580

20

(44)

penting, terwujudnya syarat utama pada semuanya itu, yaitu hendaknya sabilillah itu dimaksudkan untuk membela kalimat Allah dimuka bumi ini. Setiap jihad yang dimaksudkan untuk menegakkan kalimat Allah, termasuk sabilillah, bagaimanapun keadaan dan bentuk jihad serta senjatanya.21

Sedangkan “ibnu sabil” dalam pandangan beliau adalah bahwa apa yang diserahkan pada ibnu sabil bukanlah menjadi miliknya, akan tetapi diserahkan sesuai dengan kemaslahatan yang timbul dalam perjalanan menuju kampung halamannya, atau apa yang dibutuhkannya untuk menyampaikan maksudnya. Karenanya zakat boleh dipindahkan untuk membeli sesuatu seperti membeli tiket pelayaran, tiket pesawat udara dan kereta api. Beliau juga menjelaskan beberapa jenis orang yang bisa dikatakan sebagai ibnu sabil pada saat ini, antara lain; orang yang diusir dan orang yang minta suaka, orang yang tinggal dipelosok atau gurun yang jauh, orang yang mempunyai harta, akan tetapi tidak mampu mendapatkannya walaupun di negerinya, musafir dalam kemaslahataan, Tunawisma, dan anak buangan.22

b. Sayyid Sabiq

Orang fakir dam miskin adalah orang-orang yang butuh tetapi tidak memiliki sesuatu yang mencukupi mereka, kebalikan dari orang kaya yang berkecukupan. Ukuran seseorang disebut kaya adalah nishab yang lebih dari kebutuhan pokok dirinya dan anak-anaknya, berupa makanan, minuman, pakaian, rumah, kendaraan,

21

Ibid., h.632

22

(45)

33

alat-alat kerja, dan semisalnya, yang setiap orang tidak bisa lepas darinya. Siapa saja yang tidak memiliki ukuran di atas, maka dinamakan fakir, berhak mendapatkan zakat.

Amil (para Pengurus) Zakat adalah orang-orang yang ditugaskan oleh pemimpin atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Mereka dinamakan al-Jubaah (para penarik zakat). Termasuk juga orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga harta zakat, pengembala zakat yang berupa ternak dan para pegawai administrasi.

(46)

Hamba sahaya menurut Sayyid Sabiq mencakup mukatab (budak yang sedang menebus pembebasan dirinya) dan budak. Zakat digunakan untuk membantu mukatab dalam membebaskan dirinya, serta untuk membeli budak, untuk kemudian dibebaskan. Sedangkan gharimun (orang-orang yang memiliki hutang) menurut beliau adalah orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup membayarnya

Fii Sabilillah adalah jalan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Lafazh (ﷲا ﻞﯿﺒﺳ ﻲﻓ) mencakup seluruh kemaslahatan agama secara umum, yang menjadi sendi tegaknya urusan agama dan negara. Salah satu perkara penting dalam kategori fii sabilillah pada zaman kita adalah menyiapkan dan mengirim para da’i ke negeri-negeri kafir, melalui lembaga-lembaga yang terorganisir untuk menyiapkan dana yang cukup bagi mereka.23

c. Didin Hafiduddin

Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tergambar dalam surat at-Taubah: 60, yang uraiannya antara lain sebagai berikut :

Pertama: Fakir dan miskin. Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang

cukup signifikan, akan tetapi dalam teknis operasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi

23

(47)

35

sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Kedua : Kelompok Amil (petugas zakat). kelompok ini berhak mendapat

bagian dari zakat, maksimal satu perdelapan atau 1,25 persen, dengan catatan bahwa petugas itu memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut. Ketiga : Kelompok Muallaf, yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk Islam. Pada saat sekarang mungkin bagian muallaf ini dapat diberikan kepada lembaga-lembaga dakwah yang mengkhususkan garapannya untuk menyebarkan Islam di daerah-daerah terpencil dan di suku-suku terasing yang belum mengenal Islam atau yang bertugas melakukan balasan dan jawaban terhadap pemahaman-pemahaman buruk tentang Islam. Mungkin juga diberikan kepada lembaga-lembaga yang melakukan training-training keislaman bagi muallaf atau untuk keperluan mencetak berbagai brosur dan media informasi lainnya yang dikhususkan bagi mereka yang baru masuk Islam.24

Keempat : Dalam memerdekakan budak belian. Cara membebaskan

perbudakan ini biasanya dilakukan dengan dua hal, yaitu sebagai berikut : Menolong

pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan

perjanjian dengan tuannya, bahwa dia sanggup membayar sejumlah harta (misalnya uang) untuk membebaskan dirinya. Dan seseorang atau sekelompok orang dengan

24

(48)

uang zakatnya atau petugas zakat, membeli budak atau budak perempuan (ammah) untuk kemudian membebaskannya. Menurut beliau, tidak tepat jika Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mempunyai permasalahan dengan majikannya, kemudian ingin keluar dari pekerjaannya dan membutuhkan dana, lalu diberi zakat atas nama fir-riqab.

Kelima : Kelompok gharimin, atau kelompok orang yang berutang, yang sama

sekali tidak melunasinya. Para ulama membagi kelompok ini pada dua bagian, yaitu kelompok orang yang mempunyai utang untuk kebaikan dan kemaslahatan diri dan keluarganya. Kelompok kedua adalah kelompok orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. Keenam : Dalam Jalan Allah SWT (fi sabilillah). Sebagian ulama membolehkan memberi zakat tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan para da’i, menerbitkan buku, majalah, brosur, membangun mass media, dan lain sebagainya.

(49)

37

D. Sistem Penyaluran Zakat yang ada di Masyarakat pada Saat ini

Pada dasarnya pendayagunaan zakat ada dua macam. Pertama, pendayagunaan yang bersifat konsumtif, yaitu pendayagunaan zakat yang diperuntukkan bagi pemenuhan hajat hidup para mustahik delapan asnaf. Penyaluran zakat kepada mereka bersifat sesaat untuk menyelesaikan masalah yang mendesak.

Kedua, pendayagunaan yang bersifat produktif, yaitu pendayagunaan zakat yang diperuntukkan bagi usaha produktif, apabila kebutuhan mustahik delapan asnaf sudah terpenuhi dan terdapat kelebihan. Penyaluran zakat dalam bentuk ini adalah bersifat bantuan pemberdayaan melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia memilki potensi dana ZIS yang cukup besar. Namun sayangnya data-data yang berhubungan dengan dana zakat selama ini relatif minim. Untuk mengisi kekosongan inilah PIRAC melakukan penggalian data mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan zakat di sepuluh kota, yaitu : Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Manado, dan Makassar.

Berdasarkan hasil survei PIRAC (Public In-terest Research and Advocacy Center) meskipun ada peningkatan ternyata belum ada perubahan yang signifikan antara tahun 2000 dan 2004, seperti digambarkan dalam tabel berikut ini : 25

25

(50)
[image:50.612.112.531.164.491.2]

Tabel 2

Pola Penyaluran zakat pada tahun 2000 & 2004 Tahun

No Pola Penyaluran 2000 2004

1 Masjid sekitar rumah 66% 64%

2 Langsung kepada mustahik 28% 20,5%

3 BAZ 4% 9%

4 LAZ & BMT - 1,5%

5 Yayasan Amal 2% 2%

6 Lainnya - 3%

(51)

39

memberikan sedekah kepada masyarakat di kawasan lain, dan hanya 5% yang pernah bersedekah kepada non-Muslim.26

Jika dilihat dari jumlah rata-rata sumbangannya, terlihat ada peningkatan yang cukup tinggi untuk program pemberdayaan ekonomi, dari Rp 121.737/orang/tahun (2004) menjadi Rp 198.738/orang/tahun (2007). Peningkatan juga terjadi pada program pembelaan hukum dan seni budaya, masing-masing dari Rp 114.338/orang/tahun (2004) menjadi Rp. 194.680/orang/tahun (2007) dan dari Rp.81.150/orang/tahun (2004) menjadi 275.830/orang/tahun (2007). Sementara sumbangan untuk program lainnya, seperti pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pelestarian lingkungan, secara umum mengalami penurunan. Penurunan jumlah sumbangan yang signifikan terjadi pada jenis sumbangan untuk kesehatan (dari Rp 355.230/orang/tahun menjadi Rp 120.310/orang/tahun), olahraga (Rp 163.900/orang/tahun menjadi Rp 85.317/orang/tahun) dan pendidikan (Rp 290.280 menjadi Rp 213.684).

Seperti survei sebelumnya, metode penggalangan sumbangan yang ditemui masyarakat masih didominasi oleh dua metode konvensional, yakni didatangi ke rumah dan menyumbang lewat kotak amal. Meski demikian, dua metode ini mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dua survei sebelumya. Sementara metode-metode yang lain, seperti event amal, menyumbang lewat teman, atau menyumbang lewat tempat kerja relatif stabil. Survei 2007 juga ditandai dengan

26

(52)

mulai dikenalnya beberapa metode baru dalam penggalangan sumbangan, seperti sumbangan lewat SMS dan email atau internet. Ini menunjukkan metode penggalangan sumbangan yang digunakan oleh organisasi sosial mulai berkembang dan masyarakat mulai bisa menerima metode-metode baru dalam penggalangan sumbangan. Sementara metode yang banyak dipilih masyarakat dalam berderma juga tidak jauh dari survei sebelumnya, yakni dipotong dari pembelian barang, mengisi kotak amal, event amal, melalui tempat kerja dan didatangi ke rumah.27

Pada Seminar di Kampus Universitas Tadulako., Palu, Direktur Utama IMZ yang juga Pengurus Forum Zakat NAsional, Nana Mintarti, memaparkan hasil riset tahunan bertajuk Indonesia Zakat and Development Report (IZDR). “IZDR, merupakan laporan komprehensi yang memotret perkembangan zakat. Selain itu, laporan ini mencoba mempresentasikan sebuah figur perjalanan perzakatan dalam kurun satu tahun lalu, memproyeksikan sejumlah kemungkinan dan menawarkan Arsitektur Perzakatan Indonesia berlandaskan fakta terkini,” jelas Nana.

IZDR melaporkan terjadi peningkatan yang signifikan dalam pengumpulan zakat. Total dana ZISWAF yang berhasil dikumpulkan meningkat dari Rp 61,3 milyar menjadi Rp 249,6 milyar selama periode 2004-2008, atau mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan (AAGR) sebesar 52,88% selama periode 2004 – 2008. Data ini diambil dari 9 (sembilan) lembaga pengelola zakat besar yang berskala nasional sebagai sampel. Sementara dana Zakat-Infak-Sedekah dan Wakaf

27

(53)

41

(ZISWAF) nasional yang berhasil dikumpulkan pada tahun 2007 mencapai 361 milyar rupiah. IZDR memperkirakan sekitar 2/3 dana ZISWAF yang disetorkan masyarakat pada tahun 2007 melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Sementara itu, Direktur IMZ Kushardanta menegaskan, “Tren serupa juga muncul dalam hal penyaluran dan pendayagunaan ZISWAF. IZDR mencatat terdapat peningkatan yang signifikan penyaluran dana ZISWAF, dari sekitar 42 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi sekitar 226 milyar pada tahun 2008, atau pertumbuhan rata-rata sepanjang periode 2004-2008 mencapai 67.2% per tahun. Penyaluran dana ZISWAF oleh kesembilan LAZ besar pada periode 2004-2008 masih difokuskan untuk kegiatan konsumsif terutama program bantuan kemanusiaan (23.1%), hibah langsung kepada asnaf (15.0%), pendidikan (10,7%), kesehatan (5.8%), dan bantuan dakwah (3.9%). Sementara kegiatan ekonomi produktif secara rata-rata mendapatkan alokasi sebesar 10,7%.”28

E. Pengertian Zakat Produktif

Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu “productive” yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga, yang mempunyai hasil baik. “productivity” daya

28

(54)

produksi”.29 Sebagaimana yang dicanangkan dalam Buku Pedoman Zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244), untuk pendayagunaan dana zakat, bentuk inovasi distribusi dikategorikan dalam empat bentuk berikut.

1. Distribusi bersifat ”Konsumtif tradisional”, yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah

2. Distribusi bersifat ’konsumtif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat sekolah dan beasiswa.

3. Distribusi bersifat ’produktif tradisional’, dimana zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya.

4. Distribusi bersifat ’produktif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan, baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil.

Sedangkan yang dimaksud produktif dalam skripsi ini adalah pendayagunaan zakat yang tujuannya dapat menghasilkan sesuatu agar mustahik tersebut dapat memenuhi kebutuhannya dengan hasil tersebut yaitu yang bersifat “Produktif Kreatif”. Produktif di sini juga berarti bahwa cara dan metode penyaluran zakat yang

29

(55)

43

dilakukan amil kepada mustahik memiliki tujuan-tujuan jangka panjang sesuai dengan tujuan disyariatkannya zakat itu sendiri.

Dengan demikian yang dimaksud zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus-menerus dengan harta zakat yang diterimanya. Atau dengan kata lain, zakat di mana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan berjalannya usaha mereka, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya secara terus-menerus.

F. Analisis SWOT

1. Pengertian Analisis SWOT

Analisis swot adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapatmemaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

(56)

saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.30

Analisis SWOT mempunyai diagram yang terdiri dari 4 kuadran, yaitu:

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat diterapkan adala

Gambar

Tabel 1  Kerangka konsep
Tabel 2
Tabel 3 Bagan Struktur Organisasi
Tabel 4 Jumlah dan Prosentase Penyaluran Zakat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat adanya peningkatan bahan plastik yang meleleh dan bahan organik yang ikut terpisahkan seiring peningkatan suhu, maka dalam pengembangan menjadi alat

bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 23 Tahun 2006 tentang Tata Cara Tetap Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan

Penelitian ini menggunakan data sekunder atau subjek dari rumah sakit (hospital based) sehingga data yang diperoleh sangat tergantung dari hasil pelaporan dan

Berbagai tingkat pembenaran untuk penggelapan pajak yang ditunjukan oleh nilai mean 3 Suminarsasi (2011) Dependen : Etika Penggelapan pajak Independen: Keadilan Pajak,

Tahapan awal dalam metode Fuzzy Tsukamoto adalah menentukan fungsi keanggotaan, kemudian tahap selanjutnya adalah menentukan rules dari kriteria atau parameter yang

Untuk itu, pada aliran informasi ini akan dilihat dari bagiamana mekanisme menyewa lahan surutan dan bagimana kegiatan penyuluhan dan pembinaan dilakukan pada

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah adalah sebuah Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang bertugas untuk membantu masyarakat yang akan

Pengelolaan dana pada lembaga filantropi berbasis agama secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor baik pendukung maupun penghambat. PenyuluhAgama Islam Kec Sooko