DI SEKOLAH KHUSUS AL IHSAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
HILMA AZMI
NIM : 1110104000038
PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2014
Hilma Azmi, NIM : 1110104000038
Images of Stress Levels of the Physical and Emotional Aspects of theTeacher of Children with Autism in Special Schools of Al-Ihsan
xviii + 68 pages, 14 tables, 2 chart
Keywords : Stress, teacher of children with autism, children with autism
ABSTRACT
To be a teacher of children with autism could increase the vulnerability to stress and fatigue because many of challenges faced by teacher during learning process. These are cerrtainly an issue that will affect the teacher own life and also to students, considering a child with autism require more the supervision of the teacher. This study aimed to describe the stress level seen from the physical and emotional aspects of the teaching autistic children in Special School of Al-Ihsan.
This research was a quantitative research used a cross-sectional design which get the data by total sampling techniques by 30 respondents. Analysis of the data used was univariate. This study was conducted at special School of Al-Ihsan.
The result of the research on teacher with 30 children with autism at Special School of Al-Ihsan showed that seen from the physical aspect there were 13 teachers (43.3%) had very severe stress and when viewed from the emotional aspect there were 15 (50%) experienced teachers very stress. The data indicated that the physical aspect and the emotional aspect of most of the teaching at Al-Ihsan School suffered stress in teaching students with autism. Based on the results, the authors suggest to the school to provide he emotional support to the teachers.
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014
Hilma Azmi, NIM : 1110104000038
Gambaran Tingkat Stres dilihat dari Aspek Fisik dan Emosional pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan
xviii + 68 halaman, 14 Tabel, 2 Bagan
Kata kunci : Stres, pengajar anak autis, anak autis
ABSTRAK
Menjadi pengajar anak penyandang autis dapat meningkatkan kerentanan terhadap stres dan kelelahan kerja bagi para pengajar karena banyak tantangan yang dihadapi pengajar selama proses belajar mengajar. Hal ini tentu menjadi suatu permasalahan yang akan berdampak bagi kehidupan pengajar sendiri maupun kepada muridnya mengingat anak penyandang autis justru jauh lebik banyak membutuhkan pengawasan dari pengajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional dengan teknik pengambilan data total sampling yang terdiri dari 30 responden dan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah univariat. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus al-Ihsan.
Hasil penelitian pada 30 pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan menunjukkan bahwa dilihat dari aspek fisik terdapat 13 pengajar (43,3%)
mengalami stres sangat berat dan jika dilihat dari aspek emosional terdapat 15 pengajar (50%) mengalami stres sangat berat. Data tersebut menunjukkan bahwa dari aspek fisik dan aspek emosional sebagian besar pengajar di Sekolah Al-Ihsan mengalami stres berat dalam mengajar siswa autis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan kepada pihak sekolah agar lebih memberikan dukungan emosional pada pengajar.
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hilma Azmi
Tanggal Lahir : Jeunieb, 29 September 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Masjid lama Ds. Janggot Seungko Kec. Jeunieb
Kab. Bireuen Provinsi Aceh
Hp : 085260343441
Email : hilmaazmi@gmail.com
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan
Latar Belakang Pendidikan
1 TK Mujahidin Jeunieb 1996-1998
2 MIN Jeunieb 1998-2004
3 MTsS Dayah Jeumala Amal 2004-2007
4 PONPES MAS Ruhul Islam Anak Bangsa 2007-2010
5 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010- Sekarang
Pengalaman Organisasi
1. OSMID 2005-2006
2. OPDA 2009-2010
3. BEMJ Ilmu Keperawatan 2011-2012
4. CSS Mora UIN Jakarta 2011-2012
5. IMAPA Cab. Ciputat 2012-2013
viii
LEMBARAN PERSEMBAHAN
Jika Kau Percaya Akan Ada Akhir Yang Indah Yang Telah Dirancang
OlehNYA
Maka Jalankanlah, Lakukanlah, Lewatilah
Walau Sepahit Apapun Awal Dari Perjalanan Itu
Karena Keindahan Pelangi Terbit Setelah Riuhnya Gemuruh Petir
….
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Bunda, motivator terhebat di jagad raya ini. Alhamdulillah, bisa menjadi anak
yang lahir dari rahimmu, banyak kasih sayang dan ilmu yang telah kudapat
selama ini.Terima kasih untuk semuanya Bunda. Love you Mom, Miss you so
much.
Ayah, laki-laki pertama yang kucinta, yang selalu memberikan cinta dan kasih
y
y .T
y y , y ’
man who I ever knew. Love you more and more
K
y ’ y
,
&
F
y ’ y
.
, I ’
I y, y `
I
, y ’ y y
.
y
brotha... I love you
Teruntuk sahabat-
, y ’ y
,
y y
bestfriends.
Semua orang yang telah mendoakan tanpa aku ketahui. DanTerima kasih untuk
orang-orang yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, semoga Allah
membalas semua kebaikan kalian.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Tingkat Stres
dilihat dari Aspek Fisik dan Emosional pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan”.
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna
mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan
mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi san
sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa
penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis dalam melihat fakta,
memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan ataupun
saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk
menyempurnakan skripsi akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima
kasih.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan
yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada
x
1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And., selaku
dekanFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan
Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Gusrina Komara Putri, MSN, dan Bapak Karyadi, Mkep, PhD, selaku
Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah
meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar
kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Nia Damiati, S.Kp,MNS, Ibu Gusrina Komara Putri, MSN, Bapak
Karyadi, Mkep, PhD, selaku Dosen Penguji Skripsi, terima kasih
sebesar-besarnya atas saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
5. Bapak Jamaluddin, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima
kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing, menjadi
tempat curhat, dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku
kuliah.
6. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya
xi
7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan
Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensireferensi
sebagai bahan rujukan skripsi.
8. Staff karyawan Sekolah Khusus Al-Ihsan yang telah memberikan
kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh selama
proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa
menikmati indahnya nikmat kuliah gratis.
10.Orang tuaku, Bpk. H. Djamaluddin AR dan Bunda Hj. Mursyidah yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan penulis, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakaku Riza Sabrina dan Ulfa Jazila, Abangku Zahrial Fakhri dan Rahmatul Fadhil, Adikku Akmal Adila, Abang Ipar Nasrun dan Fadli Azhari dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.
11.Sahabat-sahabatku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat
walaupun dari kejauhan, Misrul Hayati, Afifah, Isra Rizki Muntari, Inas
Ghina, Mulyadi, Murni Mustari, Ista‟ana dan teman-teman lainnya yang
tidak akan habis jika saya sebutkan disini.
12.Teman-teman FKIK 2010-2014, PSIK 2010, CSS MoRA 2010, IMAPA
Jakarta, penghuni kosan“white house” Shulcha, Ariyanti, Reka, Nia, Lina
walaupun berbeda jurusan tapi tekad kita berjalan dan berjuang bersama,
memberi inspirasi, menghibur, memberi masukan, dan mengundang tawa
saya selama menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah
xii
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya.
Jakarta, Juli 2014
xiii
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan... .i
Abstract ... ii
Abstrak ... iii
Pernyataan Persetujuan ... iv
Lembar Pengesahan ... v
Daftar Riwayat Hidup ... vii
LembarPersembahan...viii
Kata Pengantar ... ix
Daftar Isi... xi
Daftar Singkatan...xv
Daftar Tabel...xvi
Daftar Bagan......xvii
Daftar Lampiran...xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
xiv
2. Bagi Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 8
3. Bagi Peneliti ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Stres ... 10
1. Pengertian Stres ... 10
2. Sumber Stres ... 11
3. Reaksi Stres atau Dampak Stres ... 13
4. Gejala-gejala Stres ... 14
5. Mekanisme Koping Stres ... 16
6. Faktor yang Mempengaruhi Stres ... 17
7. Situasi Stres ... 18
8. Teori tentang Stres ... 19
9. Pengaruh Stres pada Kesehatan ... 21
10. Penelitian Terkait ... 23
11. Stres dalam Perspektif Islam ... 25
B. Autisme ... 27
1. Pengertian Autis ... 27
2. Kriteria Diagnostik Autis ... 28
xv
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep ... 32
B. Definisi Operasional ... 33
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 35
B. Subjek Penelitian ... 35
1. Populasi ... 35
2. Sampel ... 36
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
D. Validitas dan Reliabilitas ... 36
E. Alat Pengumpulan Data ... 39
F. Metode Pengumpulan Data ... 41
1. Sumber Data ... 41
2. Prosedur Pengumpulan Data ... 41
G. Pengolahan Data ... 42
H. Analisis Data... 44
I. Etika Penelitian ... 44
BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil Umum Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 46
xvi
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat ... 57
B. Keterbatasan Penelitian ... 66
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
xvii
DAFTAR SINGKATAN
SMA : Sekolah Menengah Atas
S1 : Strata Satu
S2 : Strata Dua
ASD : Autism Spectrum Disorder
LDL : Low Density Blood Cholesterol
xviii
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional 33
5.1 Distribusi Frekuensi Pengajar Berdasarkan Data Demografi 52
5.2 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik 53
5.3 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional 54
5.4 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Jenis Kelamin
54
5.5 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin
55
5.6 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Usia
55
5.7 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Usia
56
5.8 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Tingkat pendidikan
57
5.9 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Tingkat pendidikan
57
5.10 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Status Perkawinan
58
5.11 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Status Perkawinan
59
5.12 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Lama Megajar
59
5.13 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Lama Megajar
xix
DAFTAR BAGAN
No. Bagan
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 31
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan
Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuisioner
Lampiran 4. Hasil Olahan SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) memiliki keterbatasan kemampuan dalam menerima, memproses dan merespon sekitarnya sehingga
membuat mereka sulit belajar secara berkelompok. Jika selama di sekolah dibuat
interaksi kelompok, anak dengan ASD cenderung menarik diri (Probst & Leppert,
2008). Karena keterbatasan dalam interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, oleh
karena itu anak dengan ASD membutuhkan dukungan tambahan di sekolah
(Loveland, 2005 dalam Probst & Tobias, 2008).
Selain kekurangan sosial ini, anak-anak autis juga memperlihatkan
keabnormalan komunikasi yang berfokus pada masalah penggunaan bahasa dalam
rangka membangun komunikasi sosial, tidak adanya keselarasan dan kurangnya
timbal balik dalam percakapan, serta penggunaan bahasa yang stereotip dan
berulang-ulang. Sebanyak satu dari setiap dua orang anak autis tidak pernah
belajar berbicara (Santro, 1995 dalam Pujiani, 2007).
Menjadi pengajar anak autis tentu bukan hal yang mudah mengingat anak
autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan dalam berhubungan dengan
orang di sekitarnya. Ini sering menjadi stresor tersendiri bagi para pengajar anak
autis dalam komunikasi selama proses belajar berlangsung, stresor ini juga akan
mempengaruhi aspek lain dari kehidupan individu pengajar yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas mengajar dan juga mempengaruhi aspek kehidupan
pengajar sendiri maupun kepada muridnya mengingat anak penyandang autis
justru jauh lebik banyak membutuhkan pengawasan dari sang pengajar. Menjadi
pengajar murid penyandang autis akan meningkatkan kerentanan terhadap stres
dan kelelahan kerja bagi para pengajar, hal ini disebabkan karena banyak
tantangan yang dihadapi (Kokkinos, Davazoglou, 2009 dalam Ruble, 2011).
Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologis yang
terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar stresor yang
ada. Dimana dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan
menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi
stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya respon fisik, psikologis dan tingkah
laku (Bernstein dkk, 2008).
Sedangkan Arnold (1986) dalam Adypato (2011) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan (Arnold, 1986 dalam Adypato,2011). Stres yang dirasakan terus-menerus akan membahayakan kesehatan fisik dan emosi seseorang, stres menghasilkan berbagai gejala fisik dan
mental yang bervariasi sesuai dengan faktor-faktor situasional masing-masing
individu (Damayanti, 2010)
Paparan jangka panjang terhadap stres dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius. Stres kronis mengganggu hampir setiap sistem dalam tubuh. Hal ini
dapat meningkatkan tekanan darah, menekan sistem kekebalan tubuh,
meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, berkontribusi terhadap
merusak otak, membuat lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi (Melinda
dkk, 2013).
Sebuah penelitian oleh Paul dan Tobias (2008) yang dilakukan pada pengajar
anak autis didapatkan hasil bahwa stres pada pengajar anak autis berkurang
setelah diberikan training selama penelitian. Ia menjelaskan bahwa ada 80%
pengajar anak autis yang melaporkan bahwa mereka memiliki stresor yang tinggi
dalam mengajar anak autis (Probst and Tobias, 2008).
Ervasti (2012) dalam jurnalnya menjelaskan penelitiannya yang dilakukan
antara pengajar biasa dengan pengajar anak dengan kebutuhan khusus dan
didapatkan hasil bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat
stres yang tinggi terutama fisik dan emosional (Ervasti, 2012).
Robbert dkk (2013) juga melakukan penelitian pada pengajar anak autis yang
baru, dalam jurnalnya dijelaskan bahwa pengajar anak autis memiliki tingkat stres
kerja yang lebih dari pada pengajar lainnya, sehingga butuh bimbingan dari
pengajar anak autis yang lebih senior supaya pengajar yang baru masuk ini
mampu mengatasi stresor yang ada. Didapatkan hasil penelitian bahwa stresor
pengajar baru yang mendapat bimbingan dari pengajar senior lebih rendah
daripada pengajar baru tanpa bimbingan pengajar senior (Stempien & Loeb, 2002
dalam Roberts, 2013).
Berdasarkan laporan yang diterima dari beberapa penelitian yang pernah
dilakukan bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki rasa
kepuasaan yang sangat rendah terhadap pekerjaan akibat stres yang spesifik dan
frustasi yang dialami oleh pengajar sehingga akhirnya pengajar lebih memilih
stres lebih tinggi baik stres fisik maupun kondisi emosi pengajar (Stempien,
2013).
Terdapat penelitian yang termasuk beberapa anak-anak dengan ASD, masalah
perilaku anak dikaitkan dengan kelelahan emosional antara 27 guru dan 28 asisten
pengajar yang bekerja di sekolah-sekolah pendidikan khusus (Tellenback, 1983
dalam Lecavalier, 2006). Antara 20 % dan 40% laporan dari pengajar melaporkan
bahwa mengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki stres yang tinggi
(Kyriacou, 1978 dalam Lecavalier, 2006).
Sebagian besar guru yang mengajar siswa dengan autisme menunjukkan lebih
banyak menunjukkan stres dibandingkan dengan mengajar siswa penyandang
cacat seperti siswa dengan masalah emosional atau perilaku, atau cacat kognitif
(Ruble, McGrew, 2013).
Dalam sebuah buku psikologi klinis dijelaskan bahwa dasar pemikiran
psikologi kesehatan adalah adanya hubungan antara pikiran manusia (mind) dan tubuhnya. Penelitian menunjukkan bahwa variabel psikososial, personal, perilaku
berlebihan, kebiasaan - kebiasaan tertentu dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit kronis, kecelakaan dan cedera. Dalam buku tersebut juga dijelaskan
bahwa kesehatan psikologi memberi sumbangan pada peningkatan promosi
kesehatan, dan pencegahan serta penyembuhan penyakit (Slamet, 2004).
Di tengah perbedaan definisi dasar tentang stres, para ilmuan juga
mengambangkan konsep stres dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa pakar
membedakan antara pandangan subjektivitas dan objektivitas dari stres,
sama dari masing-masing individu. Dalam pandangan subjektif, stres diukur dari
pandangan masing-masing orang berdasarkan pengetahuan, familiaritas, dan
latar belakang masing-masing. Sementara itu, para peneliti lain juga membuat
pengukuran objektif berdasarkan jumlah stres yang dihubungkan dengan kejadian
kehidupan tertentu yang disimpulkan dari pendapat sejumlah besar orang.
Penelitian menunjukkan bahwa penilaian subjektif dan objektif dalam stres
penting untuk memperkirakan kesehatan fisik sebagai hasilnya (Hasan, 2008).
Sekolah Khusus Al-Ihsan adalah sekolah yang berisi siswa dengan kebutuhan
khusus, sekolah ini terletak di Serpong, Bintaro, Tangerang Selatan. Sekolah ini
memiliki cabang di daerah Pamulang dan Cilegon.
Uraian di atas telah menyebutkan bahwa menjadi pengajar anak autis tidaklah
mudah. Terlebih mengajar murid dengan autisma memerlukan perhatian yang
lebih daripada mengajar anak biasa. Seorang pengajar hanyalah manusia biasa
yang memiliki banyak kekurangan maka tidak jarang terkadang pengajar akan
merasa kecewa, lelah dan marah. Dengan kata lain, keterbatasan anak autis
menjadi stresor tersendiri bagi pengajar yang akan berdampak pada psikologis
pengajar dan akhirnya mempengaruhi kesehatannya (Kokkinos, Davazoglou,
[image:26.595.113.533.186.457.2]2009 dalam Ruble, 2011). Oleh karena itu peneliti disini ingin mengetahui
gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosioanal pada pengajar anak
autis di Sekolah Khusus Al-ihsan.
Hasil studi pendahuluan terhadap 5 orang pengajar anak autis di Sekolah
Khusus Al-Ihsan didapatkan data bahwa pengajar di sekolah tersebut sering
B. Rumusan Masalah
Telah dilakukan beberapa penelitian tentang bagaimana stres dapat
mempengaruhi kesehatan fisik. Berbagai jalur yang berbeda-beda dapat terjadi.
Pertama, stres dapat membuat individu melakukan perilaku kompromi terhadap
masalah kesehatannya. Misalnya stres kronik dapat membuat orang lupa
memerhatikan dirinya : kurang berolahraga, mengabaikan diet, kurang tidur,
menggunakan narkoba, dan lain-lain. Orang yang mengalami stres juga dapat
terpecah konsentrasinya dan membuatnya mengabaikan keselamatannya, seperti
lupa menggunakan sabuk pengaman sehingga lebih mudah mengalami
kecelakaan. Kedua, beberapa orang bereaksi terhadap situasi stres dengan
mengadopsi peran orang sakit dan mencari pengobatan sehingga memiliki alasan
untuk tidak berfungsi secara efektif. Misalnya, orang yang mengaku sakit
memiliki alasan untuk bolos kerja atau tidak melakukan kewajibannya seperti
biasanya. Ketiga, stres mempengaruhi perubahan fisiologis yang kondusif untuk
perkembangan penyakit. Dengan adanya stres, ketahanan fisik dapat terganggu
dan angka resiko penyakit tertentu juga akan meningkat (Hasan, 2008).
Penelitian stres sebagai suatu yang dinamik, banyak mengkaji mengenai stres
kronik (chronic stres) dan keruwetan sehari-hari (daily hassles) yang menyebabkan stres (Hasan, 2008). Stres kronik terjadi pada situasi hidup yang
membutuhkan penyesuaian yang signifikan dan persisten. Salah satu sumber stres
kronik terbesar saat ini adalah stres kerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan
dapat menyebabkan kecelakaan kerja, distres emosional, dan masalah kesehatan
merupakan kejadian kecil yang mengecewakan dimana tidak terdapat tanggapan
adaptif yang otomatis, terjadi secara tiba-tiba tapi membutuhkan penyesuaian.
Keruwetan sehari-hari yang terjadi jangka panjang terbukti memiliki akibat bagi
kesehatan (Hasan, 2008). Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran
tingkat stres pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah :
a. Bagaimana gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada
pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada pengajar anak autis di Sekolah
Khusus Al-Ihsan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik pada
kehidupan pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
b. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek emosional pada
kehidupan pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
c. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan jenis kelamin pada
pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
d. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan usia pada pengajar anak
e. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan tingkat pendidikan pada
pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
f. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan status perkawinan pada
pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
g. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan lama mengajar pada
pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
3. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat
bagi :
1. Ilmu Keperawatan :
Penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh perawat maupun mahasiswa
keperawatan dalam pemberian promosi kesehatan tentang mekanisme coping
terhadap stres.
2. Sekolah Khusus Al-Ihsan :
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang gambaran tingkat stres
dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis serta sekolah
turut memberikan solusi pada pengajar.
3. Peneliti :
4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggambarkan tingkat stres pada pengajar anak autis.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Al-Ihsan pada tanggal 16 Juni 2014.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Stres
Sepanjang masa perkembangan dari lahir hingga dewasa,
kebutuhan-kebutuhan seseorang tidak selalu dapat terpenuhi dengan lancar. Seringkali terjadi
hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif, dan keinginan. Keadaan
terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi. Keadaan frustasi
yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi oleh seseorang akan
menimbulkan stres. Frustasi dapat bersumber pada hambatan yang terjadi di luar
diri, maupun di dalam diri (Hasan, 2008).
1. Pengertian Stres
Stres adalah ketegangan dan tekanan yang dihasilkan ketika individu melihat
situasi yang menampilkan suatu tuntutan yang mengancam dari kemampuan yang
ia punya (Bisen, Priya, 2010). Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku
dan proses fisiologis yang terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan
atau menawar stresor yang ada. Dimana dapat mengganggu atau mengancam
fungsi sehari-hari individu dan menyebabkan individu tersebut untuk membuat
penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya
respon fisik, psikologis dan tingkah laku (Bernstein dkk, 2008). Stres merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena
kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perubahan yang terjadi di
lingkungan maupun diri sendiri. Karenanya, setiap orang pasti pernah mengalami
transaksi antara orang dan fisik mereka dan lingkungan psikologikal (Bernstein
dkk, 2008).
Stres terjadi ketika tekanan dirasakan melebihi kemampuan individu untuk
mengatasi masalah tersebut (Palmer dkk, 2003 ). Stres adalah suatu keadaan
dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk
mengatasi beban itu (Slamet, 2003).
Istilah „stres‟ sudah sejak lama kita gunakan dalam pembicaraan sehari-hari.
Stres adalah suatu keadaan tidak nyaman pada seseorang karena adanya
perubahan dalam diri atau lingkungan yang menuntut adanya penyesuaian.
Seseorang dituntut untuk menyesuaikan diri karena keadaan stres membebani
sumber daya orang tersebut dan mengganggu kesejahteraannya (Sumampouw &
Mundzir, 2011).
Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai definisi tentang stres di atas dapat
disimpulkan bahwa stres adalah ketegangan yang timbul sebagai reaksi dari
stresor yang dirasakan oleh seseorang dimana dapat mengganggu atau
mengancam fungsi sehari-hari individu dan dapat ditandai dengan adanya respon
fisik, psikologis dan tingkah laku.
2. Sumber Stres
Sumber penyebab stres (stresor) adalah sesuatu yang menghasilkan tekanan
fisik maupin mental. Stresor merupakan faktor penekan yang mempunyai potensi
menciptakan stres. Faktor penekan menghasilkan kondisi-kondisi yang menuntut
manusia memberikan energi atau perhatian khusus (Kartono, 2000 dalam Widiani
Stres kerja bisa muncul karena adanya sumber-sumber stres. Sumber-sumber
stres tersebut ditimbulkan oleh kondisi dilingkungan kerja, diluar lingkungan
kerja, maupun dari diri sendiri (Zahrotunnisa, 2001 dalam Ambarsari, 2011).
Lazarus (1983) dalam Ambarsari (2011) membagi sumber-sumber stres ke
dalam 3 bagian umum yaitu :
a. Cataclysmic Events
Stresor yang terjadi secara tiba-tiba dan berkekuatan besar dan terjadi pada
waktu yang singkat, sehingga individu tidak sempat mengantisipasi atau
memberikan respon. Sumber stres ini mempunyai dampak yang besar bagi orang
banyak, misalnya menyebabkan kematian. Namun jika peristiwa telah terjadi,
maka ketakutan akan ancaman serupa akan mudah hilang. Contoh dari sumber
stres ini adalah bencana alam, perang dan lain-lain.
b. Personal Stressor
Situasi yang menekan dan tidak diharapkan yang dirasakan hanya pada
orang-orang tertentu. Peristiwa ini menyangkut hal-hal yang cukup kuat dan menantang
individu untuk beradaptasi. Contoh dari sumber stres ini antara lain, kematian
orang yang dicintai, dikeluarkan dari pekerjaan, kejadian-kejadian khusus yang
tidak diharapkan, dan lain-lain.
c. Background Stressor
Kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan tekanan bagi
individu. Berbeda dengan jenis sumber stres lain, sumber stres ini tidak
mempunyai kekuatan besar, namun berlangsung secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama dan efek yang timbul adalah secara umum, misalnya
3. Reaksi Stres atau Dampak stres
Sumber stres yang berbeda dapat menimbulkan reaksi stres yang berbeda.
Secara umum, reaksi stress dalam diri seseorang dapat dilihat dalam
empat aspek yaitu: aspek fisik, aspek emosi, aspek perilaku dan aspek pikiran
(Slamet, 2003).
a. Aspek Fisik
Reaksi fisik seseorang dalam menghadapi stress merupakan reaksi yang
paling sulit dikendalikan. Reaksi fisik terjadi secara otomatis. Dalam menghadapi
stress, reaksi fisik yang dialami seseorang tampil sebagai reaksi yang dapat
diamati oleh orang lain maupun reaksi yang hanya dirasakan dan diketahui oleh
seseorang yang mengalaminya. Contoh reaksi fisik adalah: peningkatan detak
jantung, munculnya keringat, ketegangan pada otot, sakit kepala dan gangguan
tidur.
b. Aspek Emosi (Perasaan)
Seseorang yang mengalami stres akan merasakan berbagai jenis emosi. Pada
umumnya, emosi-emosi tersebut bersifat negatif seperti: sedih, marah, kecewa,
bingung, gelisah, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya.
c. Aspek Perilaku
Reaksi dalam aspek perilaku merupakan reaksi stres yang paling jelas karena
dapat diamati oleh orang lain. Orang lain dapat dengan mudah memberikan
penilaian bahwa orang lain sedang stres karena orang tersebut menunjukkan
perilaku yang berbeda dari biasanya ia lakukan. Reaksi stres dalam aspek perilaku
sekolah yang ibunya meninggal merasakan kesedihan yang mendalam (aspek
emosi) disertai dengan suhu badan yang tinggi (aspek fisik) dan menarik
diri dari interaksi dengan orang lain (aspek perilaku).
d. Aspek Pikiran
Aspek pikiran terdiri dari keadaan dan isi pikiran seseorang. Contoh keadaan
pikiran yang dipengaruhi oleh stres adalah sulit berkonsentrasi atau terus menerus
memikirkan masalahnya. Isi pikiran seseorang yang dipengaruhi oleh stres
cenderung bersifat negatif, seperti pikiran bahwa dirinya tidak berguna lagi,
pemikiran bahwa lebih baik mati daripada hidup namun menderita, atau
pemikiran bahwa tidak ada lagi orang lain yang peduli terhadap dirinya. Isi
pikiran seseorang ketika menghadapi stress sebenarnya dapat dikendalikan
menjadi lebih baik atau diubah menjadi lebih positif. Isi pikiran yang lebih
positif dapat membantu seseorang menghindari dampak stres yang lebih buruk
(Slamet, 2003).
4. Gejala-Gejala Stres
Gejala stres akan ditemukan dalam segala sisi dari orang yang mengalaminya :
fisik, emosi, intelektual dan interpersonal. Gejala ini tentu saja berbeda pada
setiap orang karena pengalaman stres sangat individual sifatnya (Hardjana,1994,
dalam Widiani 2011).
Hardjana (1994) dalam Widiani (2011) mengemukakan gejala-gejala yang
a. Gejala fisik yang terjadi pada saat orang mengalami stres antara lain : Sakit
kepala, pusing, tidur tidak teratur, insomnia (susah tidur), tidur melantur,
bangun tidur awal, sakit punggung, terutama dibagian bawah, diare dan radang
usus besar, gatal-gatal pada kulit, sulit buang air besar/sembelit, urat tegang
terutama pada leher dan bahu, gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi atau
serangan jantung, perubahan selera makan (anoreksia), terlalu banyak
mengeluarkan keringat, telah atau kehilangan daya energi
b. Gejala emosional stres antara lain :
- Gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah nangis, suasana hati dan jiwanya
berubah-ubah dengan cepat, mudah marah, gugup , harga diri rendah atau
merasa tidak nyaman, mudah tersinggung, gampang menyerang atau
bermusuhan
c. Stres juga berdampak pada kerja intelek, dan gejala-gejalanya yaitu :
- Sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa , pikiran kacau,
daya ingat menurun, sering melamun, kehilangan rasa humor yang sehat,
produktivitas menurun.
Everly dan Girdano (2001 dalam Hendiyansyah, 2010) mengajukan daftar
tanda-tanda distress. Menurut keduanya, stres akan mempunyai dampak pada
suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal), dan organ dalam badan
(viseral). Tanda-tanda distressnya adalah sebagai berikut : 1) Tanda-tanda suasana hati yaitu menjadi overexcited, cemas, menjadi bingung dan mudah lupa, gelisah, dan gugup. 2) Tanda-tanda otot kerangka yaitu jari-jari dan tangan gemetar, tidak
dapat duduk diam, sakit kepala, merasa otot menjadi tegang dan kaku, gagap
gangguan pencernaan, jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat
(Everly dan Girdano, 2001 dalam Hendiyansyah, 2010)
5. Mekanisme Koping Stres
Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaian diri untuk
mengatasi berbagai macam stres. Tiap orang mempunyai cara penyesuaian diri
yang khusus, tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan dan bagaimana ia mengembangkan dirinya.
Anak dan orang dewasa memiliki cara penyesuaian diri yang berbeda terhadap
stres dan lingkungan, begitu pula ada perbedaan dalam penyesuaian diri antara
orang yang berpendidikan tinggi dengan yang buta huruf, antara kelompok sosial
tinggi dan menengah dan sebagainya. Dalam menghadapi stres seseorang dapat
mengadakan penyesuaian diri secara efektif, yaitu mengarahkan tindakannya pada
sasaran tertentu untuk mengatasi sebab-sebab stres. Sifat-sifat dan tindakan yang
terarah pada sasaran ialah objektif, rasional dan efektif (Slamet, 2003).
Menurut Slamet (2003 ) secara berturut-turut, langkah yang dilakukan untuk
penyesuaian diri terhadap stres adalah :
a. Menilai situasi stres, yaitu menggolongkan jenis stres (kategorisasi), dan
memperkirakan bahaya yang berkenaan dengan stres itu ;
b. Merumuskan alternatif tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan
tindakan yang paling mungkin untuk dilakukan.
c. Melaksanakan tindakan adalah langkah yang sukar.
6. Faktor yang Mempengaruhi Stres
Faktor-faktor yang mempengaruhi stres pada individu (Kozier 1998, dalam
Faradiyati 2010) antara lain :
a. Sifat dari Stresor yang dihadapi
Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur.
Sifat ini pada setiap individu dapat berbeda-beda tergantung dari pemahaman
tentang arti stresor.
b. Persepsi terhadap Stresor
Persepsi terhadap stresor yaitu cara yang dihadapinya akan mempengaruhi
tingkat stres. Persepsi individu terhadap stresor dipengaruhi oleh kemampuan
kognitif, ketrampilan verbal, pengalaman masa lalu, hubungan interpersonal,
respon orang-orang yang disayangi dan perasaan yang menguasainya.
c. Jumlah Stresor
Banyaknya stresor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika
individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik, misalnya
marah pada hal-hal kecil.
d. Lama Stresor
Lamanya stresor merupakan lamanya individu terpapar oleh stresor. Jika
lamanya stresor melebihi batas pertahanan dan kekuatan koping, individu akan
merasa lelah sehingga sulit beradaptasi dan mengatasi stres pada situasi yang
e. Pengalaman Masa Lalu terhadap Stres
Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu terhadap masalah,
dapat membantu individu dalam beradaptasi dan mengatasi stres pada situasi
yang sama.
f. Usia
Usia seseorang mempengaruhi bagaimana individu mengatasi stresor
dengan baik.
7. Situasi stres
Stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi
stres sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau
memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 2005 dalam Faradiyati 2010). Potter
& Perry (2005) mengklasifikasikan stres dalam 3 tahap, yaitu :
a. Situasi stres ringan
Stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti dulu banyak tidur,
kritikan dari orang lain. Situasi ini termasuk dalam situasi yang tidak beresiko
karena biasanya hanya berlangsung beberapa menit atau jam. Stresor ringan yang
banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan risiko penyakit (Holmes &
Rahe, 1976 dalam Potter & Perry, 2005)
b. Situasi stres sedang
Berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari, seperti anak
yang sakit, ketidakhadiran yang lama dari orang terdekat. Situasi ini termasuk
c. Situasi stres berat
Situasi kronis yang dapat ber langsung beberapa minggu sampai beberapa
tahun, seperti penyakit fisik jangka panjang. Semakin sering dan lama situasi
stres, semakin tinggi resiko kesehetan yang ditimbulkan (Wiebe & William, 1992
dalam Potter & Perry 2005)
8. Teori tentang Stres
Selye (1956 dalam Hasan, 2008) mengadakan penelitian model biologis yang
melihat akibat stres pada kondisi fisiologis seseorang. Ia meneliti tentang
bagaimana tubuh manusia ketika melakukan respon terhadap stresor. Stres
dipandangnya sebagai suatu tanggapan tubuh yang bersifat tidak khusus terhadap
suatu situasi yang mengancam, dimana tidak terdapat kesiapan atau tanggapan
penyesuaian otomatis (Hasan, 2008).
Selye mengembangkan teori sindroma penyesuaian umum (general adaptation syndrome), yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, disebut dengan tahap tanda bahaya (alarm stage), dimana tubuh melakukan mobilisasi respon dan memperlihatkan perubahan karakter akibat paparan pertama stresor. Terdapat
peningkatan aktifitas kelenjar adrenal, kardiovaskular, dan fungsi pernafasan,
disini terjadi reaksi stres secara fisik. Jika stresor terlalu kuat maka dapat terjadi
kematian. Tahap kedua, disebut tahap pertahanan (resistance stage) individu melakukan upaya untuk mengatasi atau menyesuaikan diri terhadap stres, disini
terjadi reaksi stres emosional. Karakter tubuh pada tahap sebelumnya mulai
hilang. Pertahanan terhadap stresor mulai meningkat di atas normal, namun
pertahanan terhadap stimulus lain menurun. Tahap ketiga, disebut tahap kelelahan
paparan panjang dan terus-menerus ketika menyesuaikan diri terhadap stresor
yang sama. Karakter fisik pada saat tanda bahaya muncul kembali, namun
bersifat menetap, kemudian jika terlalu kuat maka individu akan mengalami
kematian. Menurut Selye (1956) kombinasi tahapan ini memiliki pengaruh
terhadap tekanan penyakit seseorang (Hasan, 2008).
Stres, sebagai respon atau tanggapan, adalah reaksi individu terhadap stressor. Ketika seseorang menggunakan kata stres, maka yang dimaksudnya adalah
keadaan tegangnya itu sendiri. Respon atau reaksi individu tersebut mengandung
dua komponen yang saling berhubungan, yaitu psikologis dan fisiologis. Reaksi
psikologis meliputi perilaku, pola pikir, dan emosi dalam ruang lingkup yang
luas. Sementara, reaksi fisiologis meliputi reaksi tubuh yang meningkat, seperti
jantung berdebar-debar, mulut terasa kering, perut kembung, dan sebagainya.
Kedua jenis tersebut juga disebut ketegangan (Hasan, 2008).
Lazarus (1983, dalam Hasan 2008) mengembangkan teori penilaian kognitif
(cognitive appraisal) untuk memberikan penjelasan tentang stres dalam lingkup yang luas. Ia memberikan definisi stres yang mencakup berbagai faktor, yang
terdiri dari stimulus, tanggapan, penilaian kognitif terhadap ancaman, gaya
pertahanan (coping styles), perlindungan psikologis dan situasi sosial. Lazarus menilai bahwa ancaman (threat) merupakan kata kunci dari stres, yang dinilai secara subjektif ketika seseorang mempersepsikan efek negatif potensial stresor.
Dalam teorinya ini, lazarus mengatakan bahwa terdapat dua tahap penilaian dari
stresor potensial. Penilaian utama (primary appraisal) merupakan penilaian pribadi, apakah kejadian memiliki implikasi negatif. Penilaian sekunder
kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk mengatasi potensi ancaman
dan bahaya. Menurut teori ini, seseorang baru mengalami stres sebagai reaksi
setelah penilaian diberikan (Hasan, 2008)
Selain penelitian Lazarus yang mengkaji stres dari segi penilaian pribadi, para
ilmuwan juga mengadakan penelitian yang lebih berorientasi pada stresor yang
dihadapi seseorang secara objektif. Beberapa peneliti melihat stresor sebagai suatu
yang dinamik, yang dihasilkan secara episodik, dan berlangsung terus-menerus
atau menetap. Sementara itu, peneliti yang lain mengkaji stres sebagai suatu yang
statik, yang terjadi pada suatu peristiwa yang tersendiri (Hasan, 2008)
9. Pengaruh Stres pada Kesehatan
Penelitian yang mencoba melihat bagaimana stres mempengaruhi fungsi
fisologis seseorang memiliki sejarah yang cukup panjang. Ilmuwan muslim,
seperti yang dilakukan oleh Al-Razi (841-926 M dalam Hasan, 2008) dan Ibnu
Sina (980-1037 M dalam Hasan, 2008), telah mengobati pasien-pasien
psikosomatik, dan memanfaatkan stimulus psikologis untuk mengobati penyakit
fisik pasiennya. Dalam buku Al-Qanun, Ibnu Sina (980-1037 M, dalam Hasan, 2008) juga menyatakan bagaimana denyut nadi seseorang bervariasi terhadap
kondisi fisik yang dialaminya. Dia menyatakan bahwa denyut nadi orang yang
marah kuat, tinggi, cepat, dan teratur. Untuk kebahagiaan, denyut rata-rata cukup
kuat tetapi pelan dan tidak teratur. Namun dalam kesedihan denyut rata-rata
rendah, lemah, tidak teratur dan pelan. Sementara denyut untuk perasaan
ketakutan yaitu cepat, bergetar dan tidak teratur (Hasan, 2008).
Pada awal tahun 1900-an, Walter Cannon mengadakan penelitian tentang
situasi yang membahayakan. Respon individu terhadap stresor disebutnya
sebagai stres kritikal (critical stres), dan Cannon juga mengidentifikasi tanggapan tempur atau lari (fight-or-flight response) pada individu yang mengalami stres. Secara fisiologis, tanggapan yang terjadi sangat mencolok : tekanan darah
meningkat, rata-rata detak jantung dan pernapasan meningkat, tingkat gula darah
naik, tangan berkeringat, otot menjadi tegang (Hasan, 2008).
Lazarus (1994) dalam Slamet (2003) ada 4 jenis penyakit yang diduga
berkaitan dengan emosi yang menimbulkan keadaan tidak senang (distressing) : emosi marah, iri, cemburu, cemas, bersalah, malu, sedih dan berharap. Friedman
dan Roseman (1993) telah melakukan penelitian terhadap penderita penyakit
jantung koroner. Penelitian menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner lebih
banyak berhubungan dengan stres kerja, dan kurang mampunyai seseorang dalam
mengolah kemarahan. Emosi yang tidak menyenangkan tersebut dapat
menimbulkan penyesuaian maladaptif (seperti merokok, makan banyak, dan
lain-lain) dan memacu produksi hormon-hormon yang mempunyai daya kuat dan
dapat meningkatkan penyebab primer dari penyumbatan arteri (meningkatkan low density blood cholesterol/LDL). Selanjutnya emosi ini dapat mengakibatkan produksi hormon yang menurunkan jumlah sel daya tahan tubuh (limfosit). Ini
yang memungkinkan terjadinya penyakit infeksi. Walaupun begitu, belum ada
jawaban yang pasti tentang fungsi tubuh mana (hormon, sistem, dan-lain) yang
dipengaruhi oleh emosi (Lazarus, 1994 dalam Slamet, 2003).
Selye (1956 dalam Hasan, 2008) yang kemudian juga mengadakan penelitian
model biologis yang melihat akibat stres pada kondisi fisiologis seseorang. Ia
stresor. Stres dipandangnya sebagai suatu tanggapan tubuh yang bersifat tidak
khusus terhadap suatu situasi yang mengancam, dimana tidak terdapat kesiapan
atau tanggapan penyesuaian otomatis (Hasan, 2008).
Teori Selye kemudian menjadi model penting yang melatarbelakangi berbagai
penelitian lanjutan tentang bagaimana stres dapat menyebabkan kerusakan
fungsi fisiologis. Stmulus yang memancing kemarahan dapat menyebabkan
peningkatan aktivitas adrenalin (Levi, 1965 dalam Hasan, 2008). Beban kerja
yang berat yang disertai kontrol yang kurang dapat meningkatkan tingkat
catecholamin (Theorell 1974 dalam Hasan, 2008). Pengeluaran epinephrine dan norephinephrine ditemukan sebagai tanggapan stimulus psikologis murni (Frankenheuser, 1975 dalam Hasan, 2008) dan terjadi perubahan tanggapan
adrenal pituitary mengikuti periode stres (Mason, 1975 dalam Hasan, 2008). Penemuan awal tersebut membawa penelitian tentang bagaimana peran stres
dalam perkembangan penyakit. Tiga garis penting perkembangan yang melihat
mekanisme stres dalam masalah kesehatan fisik dewasa ini adalah
pengembangan psikoneuroimunologi, penelitian stres pada penyakit
kardiovaskular dan penelitian gangguan psikofisiologis.
10.Penelitian Terkait
Sebuah penelitian oleh Paul dan Tobias (2008) yang dilakukan pada pengajar
anak autis didapatkan hasil bahwa stres pada pengajar anak autis berkurang
setelah diberikan training selama penelitian. Ia menjelaskan bahwa 80% pengajar
anak autis yang melaporkan bahwa mereka memiliki stresor yang tinggi dalam
Ervasti (2012) dalam jurnalnya menjelaskan penelitiannya yang dilakukan
antara pengajar biasa dengan pengajar anak dengan kebutuhan khusus dan
didapatkan hasil bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat
stres yang tinggi terutama fisik dan emosional (Ervasti, 2012).
Robbert dkk (2013) juga melakukan penelitian pada pengajar anak autis yang
baru, dalam jurnalnya dijelaskan bahwa pengajar anak autis memiliki tingkat stres
kerja yang lebih dari pada pengajar lainnya khususnya bagi pengajar baru,
sehingga butuh bimbingan dari pengajar anak autis yang lebih senior supaya
pengajar yang baru masuk ini untuk mengatasi stresor yang ada. Didapatkan hasil
penelitian bahwa stresor pengajar baru yang mendapat bimbingan dari pengajar
senior lebih rendah daripada pengajar baru tanpa bimbingan pengajar senior
sehingga (Stempien & Loeb, 2002 dalam Roberts, 2013).
Ervasti (2012) menjelaskan bahwa pengajar perempuan siswa dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres lebih tinggi daripada pengajar laki-laki. (Ervasti, 2012). Lecavalier (2006) menjelaskan bahwa usia dan jenis kelamin pengajar anak dengan autism mempengaruhi respon terhadap stres. Goliszek
(2005) bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
usia,kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain
sebagainya.
Singer (1992, dalam Adera, 2009) yang menjelaskan bahwa pengajar dengan
pengalaman kerja kurang dari 10 tahun memiliki resiko stres yang tinggi,
penelitian tersebut dilakukan pada 82 pengajar anak dengan kebutuhan khusus.
Stempien (2013) menjelaskan bahwa berdasarkan laporan yang diterima dari
kebutuhan khusus memiliki rasa kepuasaan yang sangat rendah terhadap
pekerjaan akibat stres yang spesifik dan frustasi yang dialami oleh pengajar
sehingga akhirnya pengajar lebih memilih untuk berhenti bekerja. Pengajar anak
dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres lebih tinggi baik stres fisik
maupun kondisi emosi pengajar (Stempien, 2013).
11. Stres dalam Perspektif Islam
Stres merupakan gejala penyakit terbesar di abad modern. Dengan demikian ,
kesempatan peneliti psikologi Kesehatan Islam i berkaitan dengan masalah ini
sangat terbuka lebar. Pengumpulan data-data empiris masih harus dilakukan,
untuk mengangkat wacan a serta menjadi ilmu pengetahuan. Ajaran islam
memberikan banyak cara untuk mengatasi konflik psikologis, kedukaan,
kemarahan, atau ketakutan yang dapat menjadi dasar penelitian dalam mengatasi
stres (Hasan, 2008)
Alquran telah menggunakan permisalan yang memakai prinsip mekanika
beban untuk menggambarkan masalah yang dihadapi manusia. Prinsip mekanika
beban merupakan konstruk awal yang melahirkan penelitian yang mendalam
tentang stres. Secara keseluruhan ayat alquran yang membahas konsep beban
dalam masalah manusia ini berbunyi :
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu ?. Dan Kami telah
lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS.
Al-Insyirah [ 94] : 1-8 )
Jika dianalisis, surat diatas telah memasukkan perspektif subjektif dan objektif
tentang stres. Ayat dua (beban) lebih berorientasi pada perspektif objektif, namun
ayat ketiga (punggung) dan ayat satu (dada) lebih mengandung perspektif
subjektif (Hasan, 2008).
Dalam teori penilaian kognitif tentang stres menyatakan bahwa stres timbul
sebagai reaksi subjektif setelah seseorang melakukan perbandingan antara
implikasi negatif dari kejadian yang menegangkan dengan kemampuan atau
sumber daya yang memadai untuk mengatasi kejadian tersebut. Dalam teori ini
stres terjadi karena seseorang memandang besar akibat dari kejadian yang
menegangkan ini, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengatasinya. Dalam
Alquran dinyatakan :
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa) : “ ya
Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS.
B. Autisme
1. Pengertian Autis
Autis adalah gangguan perkembangan yang parah yang meliputi
ketidkmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknormalan dalam
berkomunikasi dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang dan stereotip.
Ketidakmampun sosialisasi meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan
pandangan mata langsung untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari
orang lain untuk memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai
permainan dengan orang lain dan tidak memiliki relasi teman sebaya untuk
berbagi minat dan emosi secara timbal balik (Santro, 1995 dalam Pujiani, 2007).
Perilaku autistik digolongkan dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif
(berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku
eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul dan lain sebagainya. Di sini juga sering terjadi
anak menyakiti diri sendiri (self abuse). Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain
tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab menangis
tanpa sebab dan melamun (Handojo, 2003 dalam Pujiani, 2007).
Autisma adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat yang gejalanya
mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan
perkembangan ini meliputi keterlambatan pada bidang komunikasi, interaksi
2. Kriteria Diagnostik Autis
Kriteria diagnostik autis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mentat Disorder / DSM-IV (Hanjono, 2003 dalam Pujiani, 2007) adalah sebagai berikut :
a. Harus ada sedikitnya enam gejala dari 1,2 dan 3 dengan minimal dua indikasi
dari gejala 1 dan masing-masing satu indikasi dari gejala 2 dan 3.
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal-balik. Minimal harus
ada dua indikasi dibawah ini :
- Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata
sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup dan gerak-gerik kurang tertuju.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
- Tidak ada empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal-balik.
2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu indikasi
dibawa ini :
- Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak
tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
- Bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru.
3) Adanya pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat
dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari indikasi dibawa ini :
- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada
gunanya.
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
- Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
- Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam
bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa, cara bermain yang monoton dan
kurang variatif.
- Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Kanak.
Umumnya penyandang autisme memperlihatkan perilaku yang tidak wajar
dibandingkan anak-anak lainnya. Anak autisme terkesan tidak acuh, menyendiri,
individual dan pendiam. Mereka umumnya tidak mampu bereaksi terhadap
sesuatu dalam lingkungannya. Bahkan mereka tidak bisa berkomunikasi secara
sederhana sekalipun, seperti kontak mata dengan orang tuanya, orang yang paling
dekat secara emosional. Sebagian mereka bahkan tidak mempunya memori, tidak
bisa mengingat apa yang telah terjadi, atau yang dia lakukan sebelumnya.
Anak-anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Mereka umumnya melakukan
gerakan yang sama diulang-ulang hingga berjam-jam, atau memperlakukan suatu
barang, misalnya mainan mobil-mobilan tidak pada fungsi yang lazim (kompas,
1999 dalam Pujiani, 2007).
Penyandang autisme mempunyai karakteristik antara lain : Selektif berlebihan
terhadap rangsang, kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru,
respon stimulus diri sehingga mengganggu integrasi sosial, respon unik terhadap
mendapat imbalan berupa hasil penginderaan terhadap perilaku stimulus dirinya,
baik berupa gerakan maupun berupa suara. Hal ini menyebabkan anak autis selalu
mengulang perilakunya secara khas (Handjono, 2003 dalam Pujiani 2007).
C. Kerangka Teori
Lazarus (1983, dalam Hasan 2008) mengembangkan teori penilaian kognitif
(cognitive appraisal). Dalam teorinya ini, lazarus mengatakan bahwa terdapat dua tahap penilaian dari stresor potensial. Penilaian utama (primary appraisal)
merupakan penilaian pribadi, apakah kejadian memiliki implikasi negatif.
Penilaian sekunder (secundary appraisal) melibatkan determinasi pribadi, apakah ia memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk mengatasi potensi
ancaman dan bahaya. Menurut teori ini, seseorang baru mengalami stres sebagai
reaksi setelah penilaian diberikan (Hasan, 2008)
Selye (1956) mengembangkan teori sindroma penyesuaian umum (general adaptation syndrome), yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, disebut dengan tahap tanda bahaya (alarm stage). Tahap kedua, disebut tahap pertahanan
(resistance stage). Tahap ketiga, disebut tahap kelelahan (exhaustion stage)
Bagan 1.1 Modifikasi kerangka teori dari Lazarrus (1994) dan Selye (1956)
Sumber stres
Cataclysmic Events
Personal Stressor
Background Stressor
Respon penyesuaian individu :
Alarm stage
(respon fisik)
Reistance stage (respon emosi)
Exhaustion stage
Penilaian Kognitif (cognitive appraisal :
Primary appraisal Secundary appraisal
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Stres dapat mempengaruhi aspek fisik, emosional, perilaku dan pikiran.
Namun dalam penelitian ini penulis hanya menilai dampak stres dari aspek fisik
dan emosional. Dampak stres pada aspek fisik dan emosional akan dijelaskan
pada skema di bawah ini.
Bagan 1.2 Kerangka Konsep Sekolah Autis
Tingkat stres pengajar: Fisik
33
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala
1 Stres Stres adalah gambaran kondisi
psikologis responden pada aspek fisik dan emosional menurut Stress Indicator Questionnaire oleh
the counseling team international (2012)
Kuesioner
Mengunakan skala Likert 1-5, dengan jumlah 30 pertanyaan. Dengan rincian 11 pertanyaan aspek fisik dan 19 pertanyaan aspek emosional.
Level stres untuk aspek fisik :
1. Sangat ringan = 11-13 2. Sedang = 14-17 3. Berat = 18-21 4. Sangat berat = 22-25 5. Bahaya = 26- >29
Level stres untuk aspek emosional :
1. Sangat ringan = 31-37 2. Sedang = 38-44 3. Berat = 45-51 4. Sangat berat = 52-58 5. Bahaya = 59->65
(Hidayat, 2008)
34 2 Jenis Kelamin Karakteristik biologis
responden
Kuesioner
1= Laki-laki
2= perempuan
Nominal
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala
3 Usia Usia responden sampai ulang
tahun terakhir.
Kuesioner 1= Usia 20-35 tahun
2= Usia 36-50 tahun
35 4 Tingkat Pendidikan Pendidikan terakhir yang
ditempuh oleh responden.
Kuesioner 1= SMA
2= S1
3= S2
Ordinal
5 Status Perkawinan Status pernikahan responden. Kuesioner 1= Belum menikah
2= Menikah
3= Cerai
Nominal
6 Lama Mengajar Lama mengajar responden dari awal mengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan sampai saat dilakukan pengukuran.
Kuesioner 1= 1-10 tahun
2= 11-20 tahun
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan (Hidayat, 2008).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif sederhana yang
menggunakan variabel penelitian secara statistik sederhana. Metode deskriptif
kuantitatif sederhana yaitu suatu metode dalam penelitian sekelompok manusia,
suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang (Nazir dalam Konaah, 2010). Tujuan dari penelitian deskriptif
kuantitatif sederhana ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
B. Subjek Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam hidayat,
2008). Populasi pada penelitian ini berjumlah 30 orang pengajar anak autis di
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Metode sampling
yang digunakan adalah total sampling, karena sampel yang ada terbatas. Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan. Jumlah
sampel sebanyak 30 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Juni 2014 di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
Alasan peneliti memilih Sekolah Khusus Al-Ihsan sebagai lokasi penelitian
karena sekolah ini letaknya yang terjangkau, kemudahan dalam hal birokrasi, dan
belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran tingkat stres dilihat dari
aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.
D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Hasil Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara
tepat mengungkapkan variabel yang akan diukur tersebut. Uji ini dilakukan
dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari tiap
variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi
apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel
(Hidayat, 2008).
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat hasil perhitungan r hitung.
Apabila r > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan apabila r < r tabel,
maka pertanyaan tidak valid. Jenis uji validitas ini adalah content validity yang bertujuan untuk menguji ketepatan isi instrumen penelitian (kuesioner).
Pada penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan pada tanggal 12-15 Mei
tahun 2014. Uji coba dilakukan terhadap 20 orang pengajar di Sekolah Spectrum
di daerah Bintaro. Dari uji ini, pada poin B item yang tidak valid terdapat pada
nomor : 1,2,3,13,14,16,18,19,20 dan pada poin C item yang tidak valid terdapat
pada nomor : 5 dan 20. Item-item tersebut diperbaiki dan tetap digunakan dalam
kuesioner penelitian.
Selanjutnya, dilakukan uji validitas lagi dengan item yang telah diperbaiki
tersebut dan didapatkan hasil bahwa item-item tersebut tetap tidak valid, sehingga