• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INTENSITAS INFEKSI SOIL-TRANSMITTED

HELMINTHS DENGAN STATUS GIZI DAN NILAI RAPOR

PADA ANAK: STUDI KASUS SDN 102052 BAGAN KUALA

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Oleh

ERNI JUWITA

107027012

Magister Ilmu Kedokteran Tropis

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

MEDAN

(2)

HUBUNGAN INTENSITAS INFEKSI SOIL-TRANSMITTED

HELMINTHS DENGAN STATUS GIZI DAN NILAI RAPOR

PADA ANAK: STUDI KASUS SDN 102052 BAGAN KUALA

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ERNI JUWITA

107027012

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEDOKTERAN

TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Halaman Persetujuan TESIS

HUBUNGAN INTENSITAS INFEKSI SOIL-TRANSMITTED

HELMINTHS DENGAN STATUS GIZI DAN NILAI RAPOR

PADA ANAK: STUDI KASUS SDN 102052 BAGAN KUALA

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Yang Dipersiapkan Oleh

ERNI JUWITA / IKT 107027012

Tesis Ini Telah Diperiksa Dan Disetujui Untuk Diseminarkan

Medan Mei 2013

Disetujui Dosen Pembimbing

Prof.dr.A.A.P.Depari, DTM&H, SpPark dr.E.H.Gani,DTM&H, SpPark

(4)

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : ERNI JUWITA Nomor Pokok : 107027012

Program Studi : Magister Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.dr.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.Park dr.E.H.Gani,DTM&H, Sp.Park

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Tanggal lulus: 18 Juli 2013

HUBUNGAN INTENSITAS INFEKSI

SOIL-TRANSMITTED HELMINTHS DENGAN STATUS GIZI DAN NILAI RAPOR PADA ANAK: STUDI KASUS SDN 102052 BAGAN KUALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

(Prof.dr.Gontar.A.Siregar,Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001

(5)

Telah diuji pada Tanggal : 18 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.Park Anggota : 1. dr. E.H. Gani, DTM&H, Sp.Park

2. Dr. Sutarman, M.Sc

3. dr. Tiangsa Sembiring Sp.A(K)

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Erni Juwita

NIM : 107027012

(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Erni Juwita

NIM : 107027012

Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas

Tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN INTENSITAS INFEKSI SOIL-TRANSMITTED

HELMINTHS DENGAN STATUS GIZI DAN NILAI RAPOR

PADA ANAK: STUDI KASUS SDN 102052 BAGAN KUALA

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini,

Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola

dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau

sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 29Juni 2013

Yang menyatakan

(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Erni Juwita

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 Juni 1968

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Nama Ayah : M. Thaib

Nama Ibu : Rabiah

Nama Anak :1. Fadhilah Maisyara Nst

2. M. Mahathir Gibran Nst

Alamat Rumah : Taman Setia Budi Indah Blok VV no 11 Medan

e-mail : Ernijuwita@pruaini.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

SD : SD Taman Harapan Tamat : 1981

SMP : SMP Negeri 3 Medan Tamat : 1984

SMA : SMA Negeri 5Medan Tamat : 1987

Strata-1 : Fakultas Kedokteran UISU Medan Tamat : 1997

RIWAYAT PEKERJAAN

Dinkes Kab. Asahan Tahun : 1999 – 2005

(9)

ABSTRAK

Infeksi STH masih sangat tinggi di Indonesia, terutama pada anak balita dan anak usia sekolah karena aktifitas mereka yang sering bermain di tanah. Infeksi STH dapat menyebabkan masalah kesehatan berupa penurunan status gizi, dan dapat menimbulkan gangguan kemampuan belajar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas infeksi STH dengan status gizi dan nilai rapor pada anak sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan pada 159 anak SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Maret 2013 dengan pendekatan cross sectional. Pemeriksaan feses dilakukan dengan metode Kato-Katz, penentuan status gizi dilakukan dengan menggunakan grafik Centers for Desease Control (CDC 2000) sebagai acuan. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square.

(10)

ii

ABSTRACT

Soil-Transmitted Helminthiasis is still very common in Indonesia, especially on children under five years old and school-age children because their activities are often play with soil. It can cause health problem in human being in the form of the decreasing of nutrition condition and can affect the ability performance in learning.

This study was conducted to know relationship between intencity of soil-transmitted helminthiasis with nutritional status and students school report of primary school. A cross-sectional study was done on 159 students of SDN 102052 Bagan Kuala Serdang Bedagai regency in March 2013. Kato-Katz method was used for stool examination, assessment of nutritional status is obtained by using the graphs Center for Disease Control (CDC 2000). The statistical analysis was done by chi-square test.

The study shows STH incidence is 78,6%, a significant relationship between intencity of soil-transmitted helminthiasis with nutritional status of students, and no significant relationship with students school report.

(11)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puji syukur penulis sampaikan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu dan kesehatan yang tidak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat beriring

salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawa kebenaran bagi

sekalian alam.

Tesis ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Program Magister

Ilmu Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan. Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas kesempatan yang diberikan

untuk menimba pengetahuan dan menambah wawasan khususnya mengenai Ilmu

Kedokteran Tropis.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu

Kedokteran Tropis.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar

A. Siregar, Sp PD-KGEH, atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Magister

Ilmu Kedokteran Tropis

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis, Prof. dr.

Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) beserta jajarannya atas kesempatan,

bimbingan serta petunjuk selama penulis menjadi mahasiswa pada Program Studi

Magister Ilmu Kedokteran Tropis.

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada

Bapak Prof. dr. A.A.P. Depari, DTM&H, SpPark dan dr. E.H. Gani, DTM&H,

Sp.Park selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan perhatian

untuk membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Seluruh komisi penguji, dr. Tiangsa Sembiring, Sp.A(K), dr. Nurfida

Khairina Arrasyid, M.Kes dan Dr. Sutarman, M.Sc yang telah banyak

(12)

iv Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis, Bappeda, Dinas Kesehatan, Kepala Sekolah SDN

102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai beserta jajarannya yang telah

memberikan dukungan data dan membantu penulis dalam penulis tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan

mahasiswa Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis angkatan 2010 yang telah

memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.

Kepada anak-anakku (Dila dan Gibran), kedua orang tua dan keluarga

yang telah banyak memberikan dukungan do’a dan keikhlasan kepada penulis

untuk menyelesaikan penelitian ini.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi sesama.

Medan, Juni 2013

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI Daftar Lampiran ……... DAFTAR SINGKATAN ………

i

1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Hipotesis ... 1.4. Tujuan Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ...

1 2.1.1. Ascaris lumbricoides ………... 2.1.2. Trichiuris trichiura ... 2.1.3. Ancylostoma duodenate dan Nector americanus 2.2. Gejala Klinis Infeksi Kecacingan ... 2.3. Status Gizi … ... 2.4. Prestasi Belajar ... 2.5. Dampak Kecacingan ………... 2.6. Pencegahan dan Pemberantasan Kecacingan ...

2.7. Alur Penelitian ………. 3.1. Desain Penelitian ... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.3. Populasi dan Sampel ... 3.4. Cara Kerja …... 3.5. Defenisi Operasional ... 3.6. Variabel ………... 3.7. Analisa Data ...

HASIL DAN PEMBAHASAN ………

4.1. Karakteristik Penelitian ………..

4.2. Hubungan Antar Variabel Penelitian ……….

(14)

vi

BAB V

4.2.2. Hubungan Antara Infeksi STH Dengan Nilai Rapor ………..

KESIMPULAN DAN SARAN ………..………

5.1. Kesimpulan ………

5.2. Saran ………...

32

33 33 33

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.

Penentuan Status Gizi Berdasarkan Grafik CDC 2000 …….... Karakteristik Penelitian ……… Hubungan Infeksi STH dan Status Gizi Anak ………. Hubungan Intensitas Infeksi STH dan Status Gizi Anak ……. Hubungan Infeksi STH dan Nilai Rapor ……….. Hubungan Intensitas Infeksi STH dan Nilai Rapor …………..

(16)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.

Siklus Hidup Ascaris lumbricoides ……….. Siklus Hidup Trichuris trichiura ………. Siklus Hidup Hookworm ……….. Alur Penelitian ……….. Kerangka Konsep ……….

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8

Lembaran Penjelasan Kepada Orangtua dan Subjek Penelitian Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian ………... Grafik CDC 2000 Untuk Anak Laki-laki ………. Grafik CDC 2000 Untuk Anak Perempuan ……….. Pemeriksaan Tinja Dengan Metode Kato-Katz ……… Mengukur Status Gizi Anak ………. Data Hasil Penelitian ………... Surat Persetujuan Komisi Etik ……….

(18)

i ABSTRAK

Infeksi STH masih sangat tinggi di Indonesia, terutama pada anak balita dan anak usia sekolah karena aktifitas mereka yang sering bermain di tanah. Infeksi STH dapat menyebabkan masalah kesehatan berupa penurunan status gizi, dan dapat menimbulkan gangguan kemampuan belajar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas infeksi STH dengan status gizi dan nilai rapor pada anak sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan pada 159 anak SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Maret 2013 dengan pendekatan cross sectional. Pemeriksaan feses dilakukan dengan metode Kato-Katz, penentuan status gizi dilakukan dengan menggunakan grafik Centers for Desease Control (CDC 2000) sebagai acuan. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square.

(19)

ABSTRACT

Soil-Transmitted Helminthiasis is still very common in Indonesia, especially on children under five years old and school-age children because their activities are often play with soil. It can cause health problem in human being in the form of the decreasing of nutrition condition and can affect the ability performance in learning.

This study was conducted to know relationship between intencity of soil-transmitted helminthiasis with nutritional status and students school report of primary school. A cross-sectional study was done on 159 students of SDN 102052 Bagan Kuala Serdang Bedagai regency in March 2013. Kato-Katz method was used for stool examination, assessment of nutritional status is obtained by using the graphs Center for Disease Control (CDC 2000). The statistical analysis was done by chi-square test.

The study shows STH incidence is 78,6%, a significant relationship between intencity of soil-transmitted helminthiasis with nutritional status of students, and no significant relationship with students school report.

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak sekolah yang sedang duduk di bangku sekolah dasar menjalani

pendidikan dasar yang merupakan titik awal anak mengenal sekolah yang

sesungguhnya dengan kurikulum dan mata pelajaran yang serius. Pada

periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkret,

rasional, dan objektif. Daya ingatnya menjadi kuat, sehingga anak

benar-benar berada pada stadium belajar. Karena itu, saat ini benar-benar-benar-benar

membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tua dalam menghadapi

perkembangan anak yang pesat. Anak memerlukan nutrisi yang cukup dan

seimbang agar proses berfikir, belajar, dan beraktivitas tidak terhambat (Devi,

2012).

Infeksi cacing usus merupakan salah satu masalah kesehatan yang

utama bagi masyarakat yang tinggal di negara sedang berkembang, terutama

anak-anak karena bisa berdampak berat oleh karena infeksi ini bisa berakibat

malnutrisi. Tingginya prevalensi infeksi cacing usus di negara sedang

berkembang berhubungan dengan kemiskinan, higiene pribadi dan

lingkungan yang buruk, kurangnya pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi atau

jamban dan sumber air bersih yang tidak ada atau tidak memadai (Chaudry,

2004).

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah

kesehatan, salah satu diantaranya ialah cacing usus yang ditularkan melalui

tanah atau yang disebut Soil-transmitted helminths (STH). Infeksi cacing ini

dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta

kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan,

dan produktifitas kerja, daya tahan tubuh juga menurun sehingga anak mudah

sakit dan menurunnya kemampuan belajar (Ideham, 2007).

Infeksi STH dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun

lebih sering ditemukan pada anak balita dan usia sekolah dasar, terutama

(21)

2

rumah, bermain di tanah tanpa memakai alas kaki, dan makan tanpa mencuci

tangan terlebih dahulu (Zulkoni, 2010).

Cacing STH terdiri dari Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura, dan

Hookworm. Menurut WHO (2006) melaporkan bahwa infeksi A.lumbricoides

telah menginfeksi mencapai 1 (satu) miliar orang, T.trichiura 795 juta orang,

dan Hookworm 740 juta orang. Di Asia Tenggara, infeksi cacing STH

mencapai 500 juta orang .

Prevalensi STH di Indonesia masih tinggi yaitu pada semua umur

berkisar antara 40% - 80%, dan pada anak sekolah dasar prevalensi berkisar

antara 2,2% - 96,3%.12 Hasil survey Ditjen P2PL tahun 2009 melaporkan

bahwa prevalensi kecacingan pada siswa SD adalah sebesar 31,8%. Dinas

Kesehatan tingkat 1 Sumatera Utara tahun 2009 melaporkan hasil survey

kecacingan pada anak sekolah dasar di 14 kabupaten/kota didapatkan

prevalensi A.Lumbricoides 39%, Hookworm 5%, T.trichiura 24%.

Pasaribu (2004) dalam penelitiannya pada anak SD di desa Suka

mendapat prevalensi kecacingan 89,7%. Hasil penelitian yang dilakukan

Maharani (2005) pada anak SDN Karang Mulyo 02 Kecamatan Pegandon

Kabupaten Kendal bahwa terdapat hubungan antara higiene sanitasi dengan

kejadian infeksi nematoda usus, namun tidak terdapat hubungan antara

kejadian infeksi nematoda usus dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U

dan TB/U. Ritarwan (2006) di kota Medan menemukan prevalensi

A.lumbricoides 29,2 %, T.trichiura 6,3 %, infeksi campuran 58,9 %, dan

mengemukakan adanya perbedaan cognitive performance antara anak SD di

kota Medan yang terinfeksi cacing usus dengan anak yang tidak terinfeksi.

Lestari (2009) dalam penelitiannya pada anak SD di daerah kumuh perkotaan

Medan mendapatkan hasil yaitu prevalensi STH 50,86%, tidak ada hubungan

yang bermakna infeksi cacing usus dengan status gizi anak, dan hasil prestasi

belajar anak yang terinfeksi cacing lebih rendah dibandingkan dengan siswa

yang tidak cacingan.

Hasil survey kecacingan Dinkes Tingkat I Sumatera Utara (2009)

didapatkan prevalensi kecacingan di Kabupaten Serdang Bedagai 50%. Desa

(22)

3

Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk di desa Bagan Kuala

tahun 2012 sebanyak 1.421 jiwa (257 kepala keluarga), yang terdiri dari

laki-laki sebanyak 689 jiwa (48,5%) dan perempuan sebanyak 732 jiwa (51,5%).

Mata pencaharian utama penduduk adalah nelayan dengan kondisi ekonomi

yang lemah dan taraf pendidikan yang rendah. Infrastruktur jalan menuju desa

Bagan Kuala sangat jelek dengan jarak tempuh ± 7 km dari ibukota

kecamatan dengan sarana transportasi yang ada hanya ojek dan becak motor

dengan ongkos yang sangat mahal. Fasilitas sanitasi yang ada di desa Bagan

Kuala pada umumnya belum memadai, dimana masih ada masyarakat yang

menggunakan jamban cemplung di sungai. Kondisi ini memungkinkan

tingginya prevalensi kecacingan di desa Bagan Kuala. Satu-satunya fasilitas

pendidikan yang ada di desa Bagan Kuala adalah SDN 102052 Bagan Kuala.

Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan intensitas

infeksi STH dengan status gizi dan nilai rapor pada anak SDN 102052 Bagan

Kuala Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara intensitas

infeksi STH dengan status gizi dan nilai rapor pada anak SDN 102052 Bagan

Kuala Kabupaten Serdang Bedagai.”

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara intensitas infeksi STH dengan status gizi

dan nilai rapor pada anak SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang

(23)

4

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum

Untuk menganalisis hubungan antara intensitas infeksi STH

dengan status gizi dan nilai rapor pada anak SDN 102052 Bagan Kuala

Kabupaten Serdang Bedagai.

Tujuan khusus

1. Mengetahui prevalensi infeksi STH pada anak SDN 102052 Bagan Kuala

Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Mengetahui intensitas infeksi STH pada anak SDN 102052 Bagan Kuala

Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Mengetahui status gizi anak SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten

Serdang Bedagai.

4. Mengetahu nilai rapor anak SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang

Bedagai.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi tentang adanya infeksi cacing pada anak SDN 102052

Bagan Kuala dan pengaruhnya terhadap status gizi dan nilai rapor anak

sehingga masyarakat lebih memperhatikan kesehatan anak terhadap

kecacingan.

2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan Serdang Bedagai untuk

(24)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH)

STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah

yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Ukuran sangat

bervariasi, dimana cacing betina lebih besar dari pada cacing jantan. Siklus

hidup infeksi STH secara umum berupa; cacing dewasa dalam usus manusia

(A.lumbricoides dan hookworm di usus halus, T.trichiura di kolon),

bereproduksi secara seksual dan menghasilkan telur, telur tersebut akan

keluar bersama feses manusia dan akan berkembang pada kondisi lingkungan

yang sesuai. Telur A.lumbricoides dan T.trichiura dapat bertahan hidup di

tanah untuk beberapa bulan, dan larva hookworm dapat bertahan hidup

selama beberapa minggu, tergantung pada kondisi lingkungan yang sesuai.

Infeksi terjadi bila tertelan telur atau larva yang infektif, atau melalui

penetrasi kulit oleh larva hookworm (CDC, 2010).

2.1.1. Ascaris lumbricoides

Cacing dewasa habitatnya di usus halus, berbentuk silindris

memanjang berwarna keputihan. Cacing jantan berukuran 15-31 cm dengan

diamater 2-4 mm, sedangkan cacing betina 20-35 cm dengan diameter 3-6

mm. Dalam rongga usus halus cacing betina dapat bertelur sampai 200.000

telur sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi

(Ideham, 2007).

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi

infektif dalam waktu sekitar 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan

manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, untuk selanjutnya

menembus dinding usus halus dan masuk ke vena porta hati. Bersama aliran

darah vena, larva terbawa sampai ke jantung dan paru. Larva di

paru-paru menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke

(25)

6

ke usus halus dan menjadi cacing dewasa. Proses ini membutuhkan waktu

sekitar 2 bulan (Zulkoni, 2010).

Tanah gembur dengan kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar

25-30oC merupakan hal-hal yang sangat baik untuk perkembangan telur sampai

menjadi bentuk infektif (CDC, 2010).

Gambar 2.1. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides.

2.1.2. Trichiuris trichiura

Cacing ini dinamakan cacing cambuk karena tubuhnya menyerupai

(26)

7

tebal. Cacing ini umumnya hidup di sekum manusia dan tersebar secara

kosmopolitan (Holland, 2002).

Betina panjangnya 35-50 mm dan jantan panjangnya 30-45 mm, telur

betina berukuran 50-54 x 32 mikron, bentuk seperti tong dengan operkulum

di kedua ujungnya. Telur yang keluar bersama tinja penderita belum

mengandung larva, jika telur berada di tanah yang sesuai yaitu tanah yang

lembab di tempat yang teduh, dalam waktu 2-3 minggu telur berkembang

menjadi infektif. Bila telur yang infektif termakan oleh manusia, di dalam

usus halus dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum dan

tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing ini memasukkan bagian anterior

tubuhnya ke dalam mukosa usus. Satu bulan sejak masuknya telur ke dalam

mulut, cacing dewasa telah mulai mampu bertelur. Seekor cacing betina

mampu menghasilkan 3000-10.000 butir telur setiap hari. Cacing ini dapat

hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia (Zulkoni, 2010).

(27)

8

2.1.3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

Di Eropa, Cina, dan Jepang infeksi cacing ini banyak di jumpai pada

pekerja tambang sehingga dinamakan cacing tambang (Ideham, 2007).

Cacing dewasa berbentuk silindris berwarna putih keabuan. Cacing

betina panjangnya 9-13 mm dan cacing jantan panjangnya 5-11 mm,

mempunyai bursa kopulatriks di ujung posterior tubuhnya. Morfologi

telurnya mirip antara satu spesies dengan lainnya. Telur berbentuk lonjong

tidak berwarna, berukuran 65x40 mikron. Dinding telur tipis, tembus sinar,

dan berisi embrio (Zulkoni, 2010).

Telur yang keluar bersama tinja, 2-3 hari kemudian menetas dan

keluar larva rhabditiform (tidak infektif), selama 2 hari larva rhabditiform

berkembang menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap

perubahan iklim dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva

filariform yang menembus kulit akan memasuki pembuluh darah dan limfe,

beredar di dalam aliran darah, masuk ke dalam jantung kanan, lalu masuk ke

dalam kapiler paru. Larva menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli,

kemudian migrasi ke bronki, trakea, laring, dan faring, akhirnya tertelan

masuk ke esofagus. Larva filariform A.duodenale jika tertelan manusia

melalui makanan atau minuman juga dapat menimbulkan infeksi. Di esofagus

larva berganti kulit untuk yang ketiga kalinya. Migrasi ini berlangsung sekitar

10 hari. Dari esofagus larva masuk ke usus halus, berganti kulit untuk yang

keempat kalinya, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu

bulan cacing betina sudah mampu bertelur. Jumlah telur per hari yang

dihasilkan satu ekor cacing betina N.americanus berkisar antara 9.000 -

10.000, dan cacing betina A.duodenale sebanyak 25.000 – 30.000. Cacing

dewasa dapat hidup selama 5 – 7 tahun di dalam usus halus manusia

(28)

9

Gambar 2.3. Siklus hidup Hookworm

2.2. Gejala Klinis Infeksi Cacing STH

Migrasi larva STH menimbulkan reaksi pada jaringan yang dilaluinya.

Misalnya larva A.lumbricoides yang mati saat migrasi melalui hepar dapat

menimbulkan eosinophilic granuloma, di paru-paru migrasi antigen larva

menimbulkan infiltrat eosinofil, dan gangguan saat larva berada di paru yang

disebut sindrom Loeffler dengan gejala batuk, sesak nafas, nyeri pada bagian

subternal, demam dan kadang dapat dijumpai sputum yang bercampur darah.

Beberapa gejala pada kulit seperti pruritus, eritema, ditemukan saat terjadi

migrasi larva hookworm (Bethony, 2006).

Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya muncul jika

terdapat cacing dalam jumlah yang cukup besar. Cacing A.lumbricoides

menghisap karbohidrat dan protein. Terdapatnya cacing A.lumbricoides

dewasa dalam jumlah yang besar di usus halus dapat menyebabkan

(29)

10

lactose intolerance, malabsorpsi dari vitamin A dan nutrisi lainnya.

Hepatobiliary dan pancreatic ascariasis terjadi sebagai akibat masuknya

cacing dewasa dari dudenum ke orificium ampullary dari saluran

empedu,timbul kolik empedu, kolesistitis, kolangitis, pankreatitis dan abses

hati (Holland, 2002).

Pada infeksi T.trichiura yang berat gambaran klinisnya berupa anemia

berat, diare bercampur darah, sakit perut, mual, muntah, serta prolapsus

rectum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga

terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus,

sehingga mudah terinfeksi oleh Entamoeba histolityca, Shigella, dan bakteri

lain. Pada tempat perlekatannya dapat menimbulkan perdarahan (Zulkoni,

2010).

Pada infeksi Hookworm, akan timbul rasa gatal pada tempat larva

menembus kulit. Cacing dewasa di rongga usus halus selain menghisap darah

juga menyebabkan perdarahan pada luka tempat bekas isapan. Kehilangan

darah yang kronik ini menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi.

Kehilangan protein secara kronik akibat infeksi cacing tambang dapat

menyebabkan hipoproteinemia dan anasarka (Crompton, 2002).

2.3. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Kata gizi tidak hanya dikaitkan dengan

kesehatan tapi juga dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan

dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja

(Almatsier, 2009). Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi

4 (empat) penilaian, yaitu (Supariasa, 2002).

1. Antropometri

Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

(30)

11

dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pertumbuhan fisik dan

jaringan tubuh.

2. Klinis

Pemeriksan klinis adalah metode yang penting untuk menilai status

gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi di jaringan atau organ yang dekat permukaan tubuh, dihubungkan

dengan ketidak cukupan gizi.

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan yang diuji

secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah dengan melihat

kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur.

Penilaian status gizi secara tidak langsung, antara lain (Supariasa, 2002).

1. Survei konsumsi makanan

Yaitu metode penilaian dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi.

2. Statistik Vital

Merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan

dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi

Faktor ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain dipandang

sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.

Penentuan status gizi berdasarkan pemeriksaan antropometri adalah

dengan melihat proporsi berat badan menurut tinggi badan. Berat badan

menurut tinggi badan akan memberikan informasi tentang pertumbuhan dan

status gizi pada anak. Berat badan merupakan penghitungan rata-rata dari

status gizi secara umum yang memerlukan data lain seperti umur, jenis

(31)

12

optimal. Berat badan menurut tinggi badan lebih akurat dalam menetapkan

dan mengklasifikasikan status gizi pada anak (Pulungan, 2010).

Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik

Centers for Desease Control (CDC 2000). Berat badan menurut tinggi badan

dihitung dengan membagi berat badan aktual dengan berat badan ideal dan

dikalikan dengan 100%. Berat badan ideal di dapat dengan menggunakan

grafik CDC 2000. Berdasarkan grafik CDC 2000, status gizi dibagi menjadi 5

kelompok (Sjarif, 2011).

Tabel 2.1. Penentuan status gizi berdasarkan grafik CDC 2000

Status Gizi BB/TB (% median)

Obesitas

Overweight

Normal

Gizi Kurang

Gizi Buruk

> 120

> 110

> 90

70 – 90

< 70

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status

gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara

efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih

zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi

dalam jumlah berlebihan sehingga menimbukan efek toksik atau

membahayakan. Pada status gizi kurang maupun gizi lebih terjadi gangguan

gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor

primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau

kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kemiskinan,

ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah. Faktor sekunder meliputi semua

faktor yang menyebabkan zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah

makanan dikonsumsi. Faktor yang mengganggu absorbsi zat gizi adalah

(32)

13

mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat gizi adalah penyakit hati,

kanker, diabetes melitus. Faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga

banyak kehilangan zat gizi adalah polyuria, banyak keringat dan penggunaan

obat (Almatsier, 2009).

2.4. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil usaha yang menunjukkan ukuran

kecakapan yang dicapai dalam bentuk nilai. Prestasi belajar dapat

dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks

prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan lain-lain (Asnawi,

2012).

Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa,

yaitu: (Syah, 2005).

1. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri siswa yaitu kondisi

jasmani (fisik) dan rohani (psikologis). Keadaan yang sehat, segar, serta

kuat akan memberikan hasil belajar yang baik. Faktor psikologis juga

mempengaruhi prestasi belajar adalah inteligensia, bakat, minat, motivasi,

dan perhatian.

2. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa,

meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan

masyarakat. Dalam lingkungan keluarga setiap siswa memerlukan

perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya yang diwujudkan

dalam hal kasih sayang, memberi nasihat, keadaan ekonomi, dan lain-lain.

Kualitas guru, metode belajar, kesesuaian kurikulum dengan

kemampuan anak, fasilitas di sekolah, keadaan ruangan, dan lain-lain turut

mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Lingkungan masyarakat disekitar

siswa sangatlah berpengaruh terhadap belajar siswa. Siswa akan tertarik

untuk berbuat seperti yang dilakukan orang-orang disekitarnya.

Untuk menilai prestasi belajar siswa dilihat dari nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) setelah menerima rapor yaitu setelah ujian

sekolah dan pengolahan nilai oleh guru dalam rapor untuk menentukan nilai

(33)

14

dari pihak sekolah, yaitu “kurang” jika tidak semua mata pelajaran mencapai

nilai KKM, dan “baik” jika semua mata pelajaran mencapai KKM (PPRI

Nomor 19 Tahun 2005).

Hal ini sesuai dengan petunjuk Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP) Tahun 2006 yang menyangkut masalah Standar Kompetensi (SK)

dan Kompetensi Dasar (KD) yang dipandang perlu bagi setiap sekolah untuk

menentukan KKM nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah

tersebut. Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada

beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di

sekolah.Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah (Permendiknas Nomor

22 Tahun 2006).

1. KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran.

2. KKM ditetapkan oleh forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

sekolah.

3. KKM dinyatakan dalam bentuk prosentasi berkisar antara 0-100, atau

rentang nilai yang sudah ditetapkan.

4. Kriteria ditetapkan untuk masing-masing indikator idealnya berkisar 75 %

5. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kriteria ideal ( sesuai kondisi

sekolah)

6. Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat

kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta

kemampuan sumber daya pendukung.

7. KKM dapat dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS)

sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.

2.5. Dampak Kecacingan

Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat

gizi berupa kalori dan protein serta defisiensi vitamin A, karena satu ekor

cacing A.lumbricoides akan menghisap karbohidrat sebesar 0,14 gram dan

0,035 gram protein per hari, dan cacing STH membutuhkan vitamin A untuk

(34)

15

defisiensi zat besi, karena jumlah kehilangan darah yang disebabkan oleh

seekor cacing T.trichiura dalam sehari sebanyak 0,005 cc, dan hookworm

menyebabkan kehilangan darah sehari sebanyak 0,2 cc (Kepmenkes Nomor

424, 2006).

Kurang kalori ditandai dengan badan lemah, tidak bersemangat, tidak

bisa konsentrasi, dan kurus. Bila anak sekolah kurang kalori, akibatnya tidak

optimal saat menerima pelajaran dan berfikir, badan kurus karena asupan

kalori dari makanan tidak mencukupi. Kekurangan protein ditandai dengan

postur tubuh pendek, mudah sakit, dan perkembangan mental terganggu.

Dampak kekurangan protein pada anak sekolah adalah terhambatnya

pertumbuhan fisik terutama tinggi badan, terhambatnya perkembangan otak

karena otak membutuhkan protein untuk membangun dan menjaga sel-sel

otak, juga mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap

penyakit karena protein dibutuhkan untuk antibodi. Akibat dari kekurangan

vitamin A yaitu gangguan mata seperti rabun senja, dan dapat menyebabkan

terganggunya perkembangan otak karena vitamin A membantu membangun

protein otak (Almatsier, 2009).

Anemia defisiensi besi pada anak sekolah akan mengakibatkan anak

menjadi lesu, cepat lelah, tidak bersemangat, hal ini karena anak kekurangan

oksigen secara kronis. Anak yang pernah kekurangan zat besi menunjukkan

skor motorik dan tingkat kecerdasan (IQ, Inteligensi Quotient) lebih rendah,

sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan belajar dan gangguan

kecerdasan serta menurunnya daya ingat sehingga prestasi sekolah jadi

rendah. Zat besi juga turut berperan dalam pembentukan neurotransmitter

dopamine, sehingga anak yang kekurangan zat besi akan kekurangan

dopamine yang memperlihatkan perilaku hiperaktif. Ada hubungan yang

signifikan antara konsentrasi sel darah merah dan perkembangan kognitif atau

nilai prestasi di sekolah (Crompton, 2002).

2.6.Pencegahan dan pemberantasan kecacingan

WHO menganjurkan pencegahan dan pemberantasan kecacingan

(35)

16

Pengobatan bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dengan menurunkan

gangguan akibat infeksi STH. Pemberian obat pada masyarakat dapat

dilakukan secara: universal (semua penduduk tidak tergantung usia, jenis

kelamin, dan status infeksi diberikan pengobatan), populasi sasaran

(pengobatan diberikan pada kelompok usia dan jenis kelamin tertentu tanpa

memperhatikan status infeksi), selektif (pengobatan diberikan pada individu

yang dipilih berdasarkan diagnosisnya). Obat yang direkomendasikan yaitu

benzimidazole, albendazole, mebendazole, levamisole, pyrantel pamoate.

Anak usia sekolah merupakan kelompok risiko tinggi untuk menderita infeksi

STH dengan intensitas yang tinggi. Pengobatan secara teratur dapat

mencegah terjadinya kesakitan yang kemudian mampu memperbaiki keadaan

gizi dan kognitif anak anak (WHO, 2006).

Perbaikan sanitasi bertujuan untuk mengendalikan penyebaran STH

dengan cara menurunkan kontaminasi air dan tanah. Pendidikan kesehatan

bertujuan untuk menurunkan penyebaran dan terjadinya reinfeksi dengan cara

memperbaiki perilaku kesehatan (Bethony, 2006).

2.7.Alur Penelitian

Alur penelitian yang dibangun dalam penelitian ini sebagai alur

pengkajian guna menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian disajikan

(36)

17

Gambar 2.4. Alur Penelitian

2.8.Kerangka Konsep

Gambar 2.5. Kerangka konsep

INFEKSI STH

STATUS GIZI

NILAI RAPOR

Populasi terjangkau

(159 anak SDN Bagan Kuala)

Pemeriksaan Infeksi STH (Kato-Katz)

Status Gizi (BB & TB):

- Obesitas

- Overweight

- Normal

- Gizi kurang

- Gizi buruk

STH (+) STH (-)

Nilai Rapor

KKM

Status Gizi (BB & TB):

- Obesitas

- Overweight

- Normal

- Gizi kurang

- Gizi buruk

Nilai Rapor

KKM Albendazole

(400mg)

(37)

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan intensitas infeksi

Soil-Transmitted Helminths (STH) dengan status gizi dan nilai rapor pada

anak Sekolah Dasar Negeri 102052 Bagan Kuala, Kabupaten Serdang

Bedagai.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN 102052 Bagan Kuala kecamatan Tanjung

Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Maret 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang bersekolah di

SD N 102052 Bagan Kuala, Kabupaten Serdang Bedagai.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang jumlahnya

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi : 1. Anak kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD N 102052

Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin,

Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Bersedia mengikuti penelitian.

Kriteria Ekslusi : 1. Minum obat cacing dalam 1 bulan terakhir. 2. Menderita penyakit kronis

3.4. Cara Kerja

1. Pot yang telah dinomori dibagikan kepada setiap siswa sebagai wadah

untuk menampung tinja.

2. Tinja yang terkumpul diperiksa di laboratorium Parasitologi FK USU

(38)

19

3. Status gizi anak diukur dengan menimbang berat badan dan mengukur

tinggi badan anak, yang diproyeksikan ke persentil 50 dari grafik CDC

2000 yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin anak.

4. Nilai rapor dilihat dari KKM rapor yang terakhir.

5. Anak yang terinfeksi STH diobati dengan Albendazole 400mg.

3.5. Definisi Operasional

1. Infeksi STH adalah dijumpainya telur, larva, atau cacing dewasa dalam

tinja yang diperiksa dengan metode Kato-Katz di Laboratorium Parasit FK

USU.

dikategorikan menjadi:

a. Positif

b. Negatif

Skala data: nominal

2. Intensitas infeksi adalah derajat berat ringannya infeksi STH yang dihitung

berdasarkan jumlah telur per gram feses yang diperiksa dengan metode

Kato-Katz.

Dikategorikan menjadi: (Kepmenkes no 424 tahun 2006)

A.lumbricoides:

- Ringan : 1-4.999

- Sedang : 5.000-50.000

- Berat : > 50.000

T.trichiura:

- Ringan : 1-999

- Sedang : 1.000-10.000

- Berat : > 10.000

Hookworm:

- Ringan : 1-1.999

- Sedang : 2.000-7.000

- Berat : > 7.000

(39)

20

3. Status gizi anak adalah suatu keadaan gizi anak yang dinilai dengan

menggunakan diagram CDC 2000.

Dikategorikan menjadi:

a. Obesitas, BB/TB (% median) > 120

b. Overweight, BB/TB (% median) > 110

c. Normal, BB/TB (% median) > 90

d. Gizi Kurang, BB/TB (% median) 70 - 90

e. Gizi Buruk, BB/TB (% median) < 70

Skala data: ordinal

4. Nilai rapor adalah nilai dari rapor yang terakhir dengan melihat hasil KKM

berdasarkan ketetapan dari pihak sekolah.

Dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika KKM ≥ 60 b. Kurang, jika KKM < 60

Skala data: ordinal

3.6. Variabel

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah infeksi STH

sedangkan variabel tergantung adalah status gizi dan nilai rapor.

3.7. Analisis data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan program komputer

dengan menggunakan software SPSS versi 17, dan disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan dianalisa secara deskriftif dan analitik. Uji

(40)

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Penelitian

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang

bersekolah di SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

sebanyak 159 anak. Jumlah seluruh siswa SDN 102052 Bagan Kuala adalah

sebanyak 185 anak, tetapi yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian

pemeriksaan untuk penelitian ini hanya sebanyak 159 anak. Dari tabel 4.1

dapat dilihat bahwa responden laki-laki lebih banyak dari responden

perempuan, yaitu laki-laki sebanyak 87 anak (54,7 %), perempuan sebanyak

72 anak (45,3 %).

Usia responden diketahui antara 6-14 tahun, dengan rerata usia anak

adalah 9,58 (SD 2,25). Kelompok usia 6-10 tahun sebanyak 101 anak (63,5%)

dan kelompok usia 11-14 tahun sebanyak 58 anak (36,5%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 159 anak SDN Bagan

Kuala yang dilakukan pemeriksaan feses secara laboratorium didapatkan

sebanyak 125 anak (78,6 %) positif terinfeksi STH, dan sebanyak 34 anak

(21,4 %) negatif terinfeksi STH. Anak laki-laki yang terinfeksi STH

berjumlah 70 anak (56%) dan anak perempuan yang terinfeksi STH

berjumlah 55 anak (44%).

Dari 125 anak yang positif terinfeksi STH ini dengan rincian infeksi

berdasarkan jenis cacing yaitu infeksi cacing A.lumbricoides sebanyak 111

anak (69,8 %), infeksi cacing T.trichiura sebanyak 100 anak (62,9 %), dan

tidak dijumpai adanya infeksi hookworm.

Intensitas infeksi STH pada anak SDN 102052 Bagan Kuala yang

terbanyak adalah infeksi dengan intensitas sedang, yaitu sebanyak 70 anak

(63,1 %) pada infeksi cacing A.lumbricoides, dan 58 anak (58 %) pada infeksi

(41)

22

Tabel 4.1 Karakteristik Penelitian

No Karakteristik Responden n (%) 4. Infeksi STH berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki 5. Infeksi STH berdasarkan jenis cacing

Tunggal:

A.lumbricoides T.trichiura Campuran

A.lumbricoides + T.trichiura

25 6. Infeksi STH berdasarkan intensitas infeksi

(42)

23

Data hasil pengukuran perbandingan berat badan aktual anak dengan

berat badan ideal anak menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan grafik

CDC 2000 diolah untuk kemudian ditentukan status gizinya. Hasil analisa

status gizi anak menunjukkan bahwa ada 63 anak (39,6%) memiliki status

gizi kurang, 79 anak (49,7%) dengan status gizi normal, sebanyak 11 anak

(6,9%) dengan status gizi overweight, dan ada 6 anak (3,8%) dengan status

gizi obesitas.

Nilai rapor anak dilihat dari nilai KKM dari rapor yang terakhir. Tabel

4.1 menunjukkan bahwa anak yang mempunyai nilai rapor yang baik, yaitu

sebanyak 107 anak (67,3%), dan anak yang mempunyai nilai rapor kurang

sebanyak 52 anak (32,7%).

Hasil penelitian ini mendapatkan angka prevalensi STH pada anak

sekolah dasar di desa Bagan Kuala jauh lebih tinggi daripada angka

kecacingan Kabupaten Serdang Bedagai (2008) yaitu sebesar 50%.

Tingginya prevalensi STH pada anak sekolah dasar di desa Bagan Kuala ini

kemungkinan disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang buruk serta

perilaku higiene anak yang kurang memperhatikan kesehatan.

Chaudhry (2004) menyatakan bahwa tingginya prevalensi infeksi

cacing usus berhubungan dengan kemiskinan, higiene pribadi dan

lingkungan yang buruk, kurangnya pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi

atau jamban dan sumber air bersih yang tidak ada atau tidak memadai.

Penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2004) pada anak sekolah dasar di

desa Suka juga menemukan prevalensi kecacingan yang cukup tinggi yaitu

sebesar 89,7%. Berbeda dengan hasil penelitian Lalandos (2008) pada anak

sekolah dasar di Menado didapatkan prevalensi STH sebesar 11,3%. Hasil

penelitian Ritarwan (2006) di kota Medan menemukan prevalensi

A.lumbricoides sebesar 29,2%, T.trichiura sebesar 6,3%. Hal ini mungkin

karena kedua penelitian tersebut dilakukan di perkotaan dimana kondisi

higiene dan sanitasi lingkungan lebih baik sehingga angka kecacingannya

juga lebih kecil. Hasil penelitian Sayono (2003) yang meneliti infeksi cacing

usus yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar di perkotaan

(43)

24

pedesaan berbeda secara signifikan diperoleh prevalensi 14,81% di

perkotaan, 65,43% di pedesaan. KEPMENKES no 424 (2006) tentang

Pedoman Pengendalian Cacingan menyebutkan bahwa prevalensi STH pada

anak sekolah dasar berkisar antara 2,2% - 96,3%.

4.2. Hubungan Antar Variabel Penelitian

4.2.1. Hubungan Antara Infeksi STH Dengan Status Gizi Anak

Distribusi anak menurut kejadian infeksi dan status gizi diperoleh hasil

bahwa dari sebanyak 63 orang anak dengan status gizi kurang, sebanyak 57

anak (90,5%) positif terinfeksi STH, dimana yang terinfeksi cacing

A.lumbricoides sebanyak 50 anak (79,37%) dan terinfeksi cacing T.trichiura

sebanyak 51 anak (81%). Anak dengan status gizi normal yang positif

terinfeksi STH yaitu sebanyak 65 anak (82,3%). Anak dengan status gizi

overweight yang positif terinfeksi STH yaitu sebanyak 3 anak (27,3%),

sedangkan pada anak dengan status gizi obesitas terlihat bahwa tidak ada

anak yang positif terinfeksi STH.

Untuk menguji hubungan antara infeksi STH dengan status gizi anak

dilakukan dengan uji chi square. Hasil uji chi square hubungan infeksi STH

dan status gizi anak menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna

antara infeksi STH dengan status gizi (p = 0,001). Hasil analisa statistik uji

chi square didapatkan hubungan yang bermakna antara infeksi STH

berdasarkan jenis cacing dengan status gizi anak, yaitu p=0,006 pada

(44)

25

Tabel 4.2. Hubungan infeksi STH dan status gizi anak

Kejadian infeksi

Status gizi

Total p

Gizi kurang Normal Overweight Obesitas

n % n % n % n %

Pada tabel 4.3 dapat dilihat hasil analisis status gizi anak berdasarkan

intensitas infeksi STH, diperoleh hasil bahwa anak yang positif terinfeksi

A.lumbricoides terdapat 50 anak dengan status gizi kurang, dimana

sebanyak 12 anak (24%) dengan intensitas berat, 35 anak (70%) dengan

intensitas sedang, dan 3 anak (6%) dengan intensitas ringan. Anak yang

menderita infeksi cacing T.trichiura terdapat 51 anak dengan status gizi

kurang, dimana 9 anak (17,6%) terinfeksi dengan intensitas berat dan 28

anak (54,9%) dengan intensitas sedang. Hasil uji chi square menyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara intensitas infeksi STH dengan

status gizi, yaitu p = 0,000 (intensitas infeksi A.lumbricoides), dan p = 0,004

(45)

26

Tabel 4.3. Hubungan intensitas infeksi STH dan status gizi anak

Intensitas infeksi

Status gizi

Total p

Gizi kurang Normal Overweight Obesitas

n % n % n % n %

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Junaidi

(2003) yang mendapatkan prevalensi gizi kurang sebesar 37,5%, prevalensi

cacingan sebesar 73,9%, dan hasil analisa bivariat menunjukkan hubungan

yang bermakna antara intensitas kecacingan dengan status gizi anak sekolah

(p=0,001). Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Hazwan

(2012) yang menyatakan terdapat hubungan antara intensitas infeksi

A.lumbricoides dengan status gizi. Siregar (2006) menyatakan infeksi

cacing usus berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan,

serta metabolisme makanan, yang dapat berakibat hilangnya protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan darah dalam jumlah yang besar. Sehingga

anak penderita infeksi cacing usus merupakan kelompok resiko tinggi untuk

mengalami malnutrisi.

Lestari (2009) menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara

infeksi kecacingan dengan status gizi anak sekolah. Maharani (2005) dalam

penelitiannya memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara kejadian

infeksi nematoda usus dengan status gizi.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi makanan (kuantitas

(46)

27

di saluran pencernaan, faktor yang mempengaruhi metabolisme serta

ekskresi zat gizi (Almatsier, 2009). Bethony (2006) menyebutkan secara

kumulatif infeksi STH dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori

dan protein. Satu ekor cacing A.lumbricoides akan menghisap karbohidrat

sebesar 0,14 gram dan 0,035 gram protein per hari, sehingga anak yang

positif terinfeksi STH akan beresiko tinggi untuk mengalami malnutrisi.

Kurang kalori ditandai dengan badan lemah, tidak bersemangat, dan anak

menjadi kurus. Kekurangan protein ditandai dengan postur tubuh yang

pendek.

4.2.2. Hubungan Antara Infeksi STH Dengan Nilai Rapor

Tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan hasil analisis hubungan antara

kejadian infeksi STH dengan nilai rapor, bahwasanya dari 52 anak dengan

nilai rapor kurang ada sebanyak 44 anak (84,6%) menderita infeksi STH,

dan anak dengan nilai rapor baik juga sebagian besar yaitu sebanyak 81

anak (75,7%) menderita infeksi STH. Demikian juga halnya dengan nilai

rapor anak berdasarkan kejadian infeksi STH menurut jenis cacing, yakni

pada anak dengan nilai rapor kurang terdapat sebanyak 39 anak (75%) yang

terinfeksi cacing A.lumbricoides, 34 anak (65,4%) terinfeksi cacing

T.trichiura, dan pada anak dengan nilai rapor baik ada sebanyak 72 anak

(67,3%) yang menderita infeksi A.lumbricoides, 66 anak (61,7%) menderita

infeksi cacing T.trichiura. Uji chi square yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara infeksi STH dengan nilai rapor memperoleh hasil bahwa

tidak ada hubungan antara infeksi STH dengan nilai rapor (p=0,198).

Hubungan antara intensitas infeksi STH dengan nilai rapor dapat

dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa

sebanyak 25 anak (64,1%) dengan nilai rapor kurang dan 45 anak (62,5%)

anak dengan nilai rapor baik menderita infeksi A.lumbricoides dengan

intensitas sedang. Uji chi square yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara intensitas infeksi cacing A.lumbricoides dengan nilai rapor

memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara intensitas infeksi cacing

(47)

28

Hubungan antara intensitas infeksi cacing T.trichiura dengan nilai

rapor juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

intensitas infeksi cacing T.trichiura dengan nilai rapor, yaitu pada tabel

tersebut terlihat bahwa ada 3 anak (8,8%) dengan nilai rapor kurang dan 6

anak (9,1%) dengan nilai rapor baik menderita infeksi cacing T.trichiura

intensitas berat, dengan nilai p = 0,149. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara intensitas infeksi STH dengan nilai

rapor.

Tabel 4.4. Hubungan infeksi STH dan nilai rapor

(48)

29

Tabel 4.5. Hubungan intensitas infeksi STH dan nilai rapor

Intensitas

dilakukan pada anak sekolah dasar di kota Medan diperoleh nilai p=0,400,

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan dengan

prestasi belajar. Prestasi belajar yang dianalisa adalah nilai rapor.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Yeni (2008) yang

meneliti hubungan penyakit cacingan dengan prestasi belajar pada anak

sekolah dasar di Mojokerto diperoleh hasil pada siswa yang terinfeksi

cacing ada sebanyak 90,9% mempunyai prestasi belajar yang kurang baik

dan pada siswa yang tidak terinfeksi cacing ada sebanyak 82,35% dengan

prestasi belajar yang baik, hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan

yang bermakna antara penyakit cacingan dengan prestasi belajar (p=0,000),

prestasi belajar yang dinilai disini adalah nilai rapor.

Nilai KKM pada anak SDN Bagan Kuala 67,3% adalah baik, dengan

angka kecacingan yang sangat tinggi (78,6%) dimana ada sebanyak 62,5%

terinfeksi cacing A.lumbricoides dengan intensitas sedang dan 11,1%

intensitas berat, dan ada sebanyak 51,5% terinfeksi cacing T.trichiura

dengan intensitas sedang dan 9,1% dengan intensitas berat. Menurut

(49)

30

sehingga lebih bersifat subjektif dan tidak mencerminkan prestasi belajar

anak.

Crompton (2002) menyebutkan infeksi STH dapat menyebabkan

anemia defisiensi zat besi, karena seekor cacing T.trichiura akan

menyebabkan penderitanya kehilangan darah sebanyak 0,005 cc dalam

sehari, dan seekor cacing hookworm menyebabkan kehilangan darah

sebanyak 0,2 cc per hari. Anemia defisiensi besi pada anak sekolah akan

mengakibatkan anak menjadi lesu, cepat lelah, tidak bersemangat, hal ini

karena anak kekurangan oksigen secara kronis. Anak yang pernah

kekurangan zat besi menunjukkan skor motorik dan tingkat kecerdasan (IQ,

Inteligensi Quotient) lebih rendah, menyebabkan berkurangnya kemampuan

belajar dan gangguan kecerdasan serta menurunnya daya ingat sehingga

prestasi sekolah jadi rendah. Zat besi juga turut berperan dalam

pembentukan neurotransmitter dopamine, sehingga anak yang kekurangan

zat besi akan kekurangan dopamine yang memperlihatkan perilaku

hiperaktif. Ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi sel darah

merah dan perkembangan kognitif atau nilai prestasi di sekolah.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri siswa

yaitu kondisi fisik dan psikologis. Keadaan yang sehat, segar, serta kuat

akan memberikan hasil belajar yang baik. Faktor psikologis yang

mempengaruhi prestasi belajar adalah inteligensia, bakat, minat, motivasi,

dan perhatian. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri

siswa, meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan

masyarakat. Setiap siswa memerlukan perhatian orang tua dalam mencapai

prestasi belajarnya yang diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi

nasihat, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Kualitas guru, metode belajar,

kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, fasilitas di sekolah,

keadaan ruangan, dan lain-lain turut mempengaruhi keberhasilan belajar

anak. Lingkungan masyarakat disekitar siswa sangatlah berpengaruh

terhadap belajar siswa, siswa akan tertarik untuk berbuat seperti yang

(50)
(51)

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil penelitian pada anak SDN 102052 desa Bagan Kuala Kabupaten

Serdang Bedagai menunjukkan bahwa terdapat hubangan antara

intensitas infeksi STH dengan status gizi anak (p=0,000 pada

ascariasis, p=0,004 pada trichuriasis) dan tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara intensitas infeksi STH dengan nilai rapor anak

(p=0,912 pada ascariasis, p=0,149 pada trichuriasis).

2. Terdapat sebanyak 125 anak SDN 102052 desa Bagan Kuala

Kabupaten Serdang Bedagai (78,6%) yang positif terinfeksi STH.

3. Intensitas infeksi pada ascariasis yaitu infeksi ringan ada sebanyak 28

anak (25,2%), 70 anak (63,1%) intensitas sedang, dan 13 anak (11,7%)

intensitas berat. Pada trichuriasis ada sebanyak 33 anak (33%)dengan

intensitas ringan, 58 anak (58%) intensitas sedang, dan 9 anak (9%)

intensitas berat.

4. Anak sekolah yang memiliki status gizi kurang ada sebanyak 63 anak

(39,6%), 79 anak (49,7%) dengan status gizi normal, sebanyak 11 anak

(6,9%) dengan status gizi overweight, dan ada 6 anak (3,8%) dengan

status gizi obesitas.

5. Anak SDN 102052 desa Bagan Kuala yang mempunyai nilai rapor

yang baik sebanyak 107 anak (67,3%), sedangkan yang memiliki nilai

rapor kurang sebanyak 52 anak (32,7%).

5.2. Saran

1. Infeksi STH terkait dengan perilaku hidup bersih pada anak-anak, oleh

karena itu dibutuhkan peran orang tua, pihak sekolah dan stake holder

terkait lainnya dalam menjaga anak-anak dari hal yang dapat

(52)

34

hubungan antara infeksi STH dan nilai rapor, tetapi infeksi STH dapat

menyebabkan terjadinya malnutrisi yang lama kelamaan akan

berpengaruh pada daya kognitif anak.

2. Perlu adanya UKS untuk pendidikan anak agar terbiasa dengan

perilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga kebersihan diri dan

lingkungan.

3. Perlu adanya penyuluhan kesehatan terutama dari dinas kesehatan dan

puskesmas tentang pengaruh infeksi STH terhadap perkembangan dan

pertumbuhan anak agar masyarakat dapat memahaminya dan

mengaplikasikan terhadap anak dan keluarganya.

4. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk menghindari bias dengan melihat

hubungan antara infeksi STH, status gizi anak dan tingkat kelulusan

(53)

35

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S, 2009, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Asnawi Y, Prestasi Belajar kajian teoritis. Diunduh dari:

http//www.scribd.com/doc/17318020/prestasi-belajar.Diakses Mei 2012.

Bethony J,Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al, 2006 May, Soil-transmitted Helminth Infections : Ascariasis, trichuriasis, and hookworm, The lancet, 367 : 1521-32

CDC, 2000, diunduh dari: http://www.cdc.gov/growthcharts. Diakses Maret 2013.

Chaudhry Z.H., Afzal M., Malik M.A., 2004, Epidemiological Factors Affecting Prevalence of Intestinal Parasites in Children of Muzaffarabd District, Pakistan J. Zool, 36(4): 267-71.

Crompton DWT, Neisheim MC, 2002, Nutritional Impact of Intestinal

Helminthiasis during the Human Life cycle, Annual review of Nutrition, 22: 35-59.

Dalyono M, 2009, Psikologi Pendidikan, Rineta Cipta, Jakarta.

Depkes RI 2010, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009.

Devi N, 2012, Gizi Anak Sekolah, Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2009, Laporan Kegiatan Program Cacingan.

Global Health-Divicion of Parasitic Disease and Malaria. 2010, Di unduh dari : http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis. Diakses April 2012.

Holland VC, Kennedy WM, 2002, The Geohelminth : Ascaris, Trichuris and Hookworms, Klauwer Academic Publisher.

Ideham B, Pusarawati S, 2007, Helmintologi kedokteran, Edisi ke-1, Airlangga University Press, Surabaya.

Junaidi, 2003, Hubungan Cacingan dan Faktor Lain Dengan Status Gizi Pada Anak SD/MI di Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa Tahun 2003.

[Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Diunduh dari

http://lontarui.ac.id/opac/thesis/libri, pada 20 Desember 2012.

Lalandos, J.L., Karevi, D.G., Desember 2008, Prevalensi Infeksi Cacing Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang, MKM, 3(2) :86-91.

Lampiran KEPMENKES no.424 tahun 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan.

Lestari S, Arrasyid NK, Fujiati II, 2009, Status Gizi Infeksi kecacingan dan Prestasi Belajar seta Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar pada Anak SD di Daerah Kumuh Perkotaan Kota Medan. USU Repository, Medan.

(54)

36

Parasites of the Intestinal Tract. Diunduh dari : http://www.dpd.cdc.gou/dpdx. Diakses Mei 2012.

Pasaribu S, 2004, Penentuan Frekuensi Optimal Pengobatan Massal Askariasis dengan Albendazol pada Anak Usia SD di Desa Suka. [Desertasi]. Program Pasca Sarjana USU, Medan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 tahun 2006, Tentang Standart Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar & Menengah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 2005, Tentang Standar nasional Pendidikan.

Pulungan, A.B., Batubara, J., Tridjaja, B., 2010, Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I, Badan Penerbit IDAI, Jakarta,

Ritarwan K, 2006, Perbedaan Cognitive Performance antara Anak yang terinfeksi Cacing Usus dengan yang Tidak Terinfeksi. [Tesis]. Pasca Sarjana USU. Medan.

Sayono, 2003, Infeksi Cacing Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Anak Sekolah Dasar di Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran, J. Kesehatan Masyarakat Indonesia,; Vol 1(1)

Siregar, C.D, September 2006, Pengaruh Infeksi Cacing Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar, Sari Pediatri, Vol 8 (2): 112-117.

Sjarif, D., Nasar, S.S., Devaera, Y., Tanjung, C, 2011, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, IDAI, Jakarta.

Sorengan, W.C., Capello, M., Bell D., Difedele L.M., Brown M.A, 2011 Jan, Poly-helminth Infection in East Guatemala, School Children, J. Glob Infect Dis; 3(1): 25-31.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar T, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.

Supriadi, 2005, Hubungan Kecacingan Dengan Status Anemia, Gizi Anak Sekolah Dasar (Studi Pada Anak SD di SDN Gembol I Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Ngawi). [Tesis]. Diunduh dari

http://eprint.undip.ac.id/9844/repository. Diakses 15 Desember 2012.

Syah, M, 2005, Psikologi Dasar, Rajawali Press. Jakarta.

WHO. Intestinal Worms, Soil transmitted Helminths. Diunduh dari

http://www.who.int/intestinal-worms/en. Diakses April 2012.

Yeni, S, 2008, Hubungan Penyakit Cacingan Dengan Prestasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar (Studi Kasus Pada Siswa-siswi MI Miftahul Ulum Pesanggrahan Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto, [Tesis]. Diunduh dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgn/article. Diakses 1 April 2013.

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides.
Gambar 2.2. Siklus hidup Trichiuris trichiura
Gambar 2.3. Siklus hidup Hookworm
Tabel 2.1. Penentuan status gizi berdasarkan grafik CDC 2000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang diajukan dalam makalah ini adalah Nilai Islam telah sejalan dengan Hukum Indonesia dalam upaya penanggulangan pencemaran sungai akibat tumpahan minyak

Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks pada ibu yang berusia 20-55 tahun di Dusun Mangkudranan Desa Margorejo Tempel Sleman Yogyakarta tahun 2015 termasuk dalam kategori

Dalam Injil Matius 14:16 dikatakan bahwa kita sebagai manusia diajak untuk melihat situasi yang ada di sekitar kita, terutama situasi kemiskinan yang membawa penderitaan

Apabila kita dapat mengetahui efek pembingkaian informasi terhadap suatu keputusan yang dibuat, diharapkan hasil penelitian ini akan meningkatkan lulusan akuntansi

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, dengan cara membagikan Kuisioner pada 9 Bidan, Dari 9 Bidan terdapat 4

(1) Seksi Pengendalian, Evaluasi dan Pelaporan Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, mempunyai tugas pokok membantu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana potensi bencana gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir lahar dingin, angin puting beliung, kebakaran

Pengaruh Laba Kotor, Laba Operasi, Laba Bersih Dalam Memprediksi Arus Kas Masa Mendatang. Studi ini meneliti