• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

HOLINDA

102070026002

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

liujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

'yarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06 September 2006. Skripsi ini telah

iterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 06 September 2006

"

Sidang Munaqasyah

:etua Mer

セセォ。ー

Anggota,

Sekretais Merangkap Anggota

/

!

M.Si

M.Si

Anggota:

Penguji II

Dra . F dhilah Surala

M.Si

NIP.

150.215.283

I Gani Psi

Pembimbing II

(3)

(B) Juli 2006

(C) Holinda

(D) HUBUNGAN

ANTARA PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK

DALAM JOGET DANGDUT DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP

(E)

xvi

+

65 Halaman

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU

APP, adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yang

berisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengatur

masalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. lsi pasal RUU APP ini

menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok yang mendukung dan

kelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU ini dianggap masih

mengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini mengandung atau

memuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan tidak

bisa dirumuskan secara absolut.

Pornogarfi dan pornoaksi adalah masalah yang amat subjektif karena tak

ada batasan yang jelas dan pasti, maka sikap yang dimunculkan terhadap

RUU APP tak terlepas dari pandangan masing-masing tentang pornografi

dan pornoaksi, Joget dangdut era 2000-an menampilkan goyangan yang

yang erotis dan sensual yang juga menuai kontroversi, ada yang

menganggap hal tersebut bagian dari kreasi seni dan ada yang memandang

sebagai pornoaksi,

oleh sebab itulah peneliti ingin melihat hubungan antara

persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap

RUU APP, guna melihat keeratan hubungan di antara kedua variable

(4)

Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan nilai

r=

-

0,75 pada taraf signifikansi 0,01, sehingga hipotesis alternatif yang

menyatakan adanya hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam

joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP dapat diterima, yang artinya

persepsi negatif terhadap gerakan erotik mengakibatkan sikap pro terhadap

RUU APP.

(5)

Nikmatnya yang tak pernah putus bagi segenap makhluknya, termasuk

memberikan kekuatan bagi penulis untuk merampungkan skripsi ini, serta

berbagai nikmat lain yang tak terkira.

Shalawat serta Salam tak lupa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,

teladan bagi seluruh alam. Penulisan skripsi ini memiliki makna tersendiri

bagi penulis, karena banyak perjuangan yang mesti dilakukan dalam proses

perampungan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini dalam waktu singkat tak terlepas dari bantuan dan

dorongan berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan ribuan rasa terima

kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, yaitu kepada:

1. Ora. Netty Hartati, M.Psi, Dekan Fakultas Psikologi dan Ora.

Zahrotunnihayah, Msi, Pembantu Dekan I dan dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing dan mengajar saya selama ini.

2. Drs. Asep Haerul Gani, Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah

membuka pandangan penulis untuk mampu menjadi pribadi yang maju

dengan mendorong penulis untuk berpikir kreatif, berwawasan luas, cepat,

dan tepat waktu, serta bertanggung jawab, terima kasih untuk semua

inspirasi yang telah bapak berikan.

(6)

dan perlindungannya, dan semoga rampungnya skripsi ini memudahkanku

membantu meringankan beban hidup kalian berdua.

6. Kakakku Holilah yang banyak mambantu dan telah memberikan suri

tauladan dan tanggungjawab yang baik untuk adikmu ini, semoga semua

asamu tercapai.

7. Adik-adikku, Adi, Dani, dan Anan terima kasih atas dukungan dan

bantuannya terlebih selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-temanku, Seha, Aas, Rita; Dwi, Yoga, Ratna, Yani, Dewa, Ana,

Jamal, Refi, Eye, dan semua teman-teman yang tak dapat kusebutkan

satu persatu di sini terima kasih untuk sebuah persahabatan yang kalian

berikan selama ini, semoga kita tetap bersama meraih sukses.

9. Teman-teman angkatan 2002 yang telah banyak membantu penulis

selama proses kuliah dan perampungan skripsi penelitian ini.

10. Teman-teman keluarga besar RW 10, khususnya untuk RT 11 dan RT 9

terima kasih telah membantu penulis dalam pengisian angket.

11.Mbah dan Ka Agus yang banyak bantu dalam editing dan printing

tugas-tugas kuliah dan skripsi ini.

12.Juga untukAdi, Dede, Dudu, Ika, Iwan, Afat, Butet, Sari, terima kasih

telah menemani hari-hari penulis selama ini.

(7)

Jakarta, 23 Juli 2006

Penulis

(8)

dan 6erama{sfioCefi) dan yang menyeru{an pada

(9)

merawatku

dengan

penuh

kasih

sayang.

2. Kakakku Holilah, semoga langkahmu

ke pelaminan menjadi mudah dengan

rampungnya skripsi ini.

3. Sahabat

sekaligus

kakakku

Eka

Dahlia, terima kasih telah memenuhi

(10)

KATA PENGANTAR

iii

MOTTO

vi

LEMBAR

peセsembahan

vii

DAFTAR lSI

viii

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

BAB 1

PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang Masalah

1

1.2. Identifikasi Masalah

9

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

10

1.3.1. Pembatasan Masalah

10

1.3.3. Perumusan Masalah

11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

11

1.4.1. Tujuan Penelitian

11

1.4.2. Manfaat Penelitian .

11

1.5. Kaidah dan Sistematika Penulisan

12

1.5.1. Kaidah Penulisan

12

(11)

2.1.2.

Komponen Sikap

16

2.1.3.

Obyek sikap

19

2.1.4.

Fungsi sikap

20

2.1.5.

Pembentukan sikap

20

2.1.6.

Perubahan sikap

23

2.2.

Pengertian Pornografi

24

2.3.

Dampak Pornografi Terhadap Tindak Kriminal...

29

2.4.

RUU

APP

32

2.5.

Persepsi

35

2.5.1.

Pengertian persepsi.

35

2.6.

Pengertian Gerakan Erotik...

40

2.7. Kerangka Berpikir

41

2.8. Hipotesis Penelitian

43

BAB 3

METODE PENELITIAN

44

3.1.

Jenis Penelitian...

44

3.1.1.

Metode Penelitian

44

3.1.2.

Definisi Variabel dan Operasional Variabel...

45

(12)

3.4. Teknik Analisa Data

50

3.5. Prosedur penelitian ..

52

BAB 4

PRESENTASI DAN ANALISA DATA

53

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian

53

4.1.1. Jenis Kelamin Responden

53

4.1.2. Usia Responden ...

54

4.1.3. Pekerjaan Responden

55

4.1.4. PendidikanResponden

55

4.2. Analisa Data

56

4.2.1. Skor Responden Secara Keseluruhan

56

4.2.2. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

57

4.2.3.

Perbedaan

Skor

Responden

Berdasarkan

Pendidikan

57

4.2.4. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Usia..

58

4.2.5.

Perbedaan

Skor

Responden

Berdasarkan

Pekerjaan

59

(13)

5.3. Saran

64

(14)

TabeI2.2. Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi

27

TabeI3.1. Bobot nilai

48

Tabel 3.2. Blue print skala persepsi tentang gerkan erotik dalam joget

dangdut

49

Tabel 3.3. Blue print skala sikap terhadap RUU APP

39

Tabel 4.1. Jenis kelamin responden

53

Tabel 4.2. Usia responden

54

TabeI4.3. Pekerjaan responden

55

Tabel 4.4. Pendidikan responden

55

TabeI4.5. Skor responden secara keseluruhan

56

TabeI4.6. Skor responden berdasarkan jenis kelamin

57

TabeI4.5. Skor responden berdasarkan pendidikan

,.57

\

Tabel 4.5. Skor responden berdasarkan usia

58

(15)

Validitas dan Reliabilitas penelitian

70

Korelasi Penelitian

83

Skala Penelitian

84

Tabulasi Data Penelitian

91

(16)

1.1. Latar belakang masalah

Permasalahan dalam dunia musik dangdut seolah tak pernah padam,

dangdut yang diklaim group musik 'Project P' sebagai musik bangsa

Indonesia (dalam lagu dangdut is music of my country) menjadi sorotan dunia

entartaiment terlebih setelah Inul dengan goyangan ngebornya muncul di

berbagai media massa pada awal tahun 2000-an. Setelah Inul bermunculan

penyanyi dangdut lain dengan goyangan khas masing-masing, seperti

goyang ngecor, patah-patah, goyang gergaji, dan goyangan vibrator.

Dangdut memang bukan lagu Melayu melainkan berasal dari lagu India, lagu

Melayu didominasi oleh akordion, biola dan gendang sedangkan lagu India

didominasi oleh gendang dan suling. Dikatakan dangdut karena gendangnya

dipukul demikian rupa sehingga berbunyi dang dang duut (tangan ditekankan

kegendang sehingga berbunyi duut). Beberapa tahun kemudian lagu-Iagu

irama India ini dilagukan dengan syair bahasa Melayu (Indonesia).

(17)

Goyang

ngebor

Inul ternyata adalah fenomena yang belum juga berhenti.

Akhir-akhir ini fenomena itu seakan-akan menjadi sebuah antiklimaks yang

menghebohkan, pro dan kontra seputar goyangan erotis dalam dangdut

masih diperdebatkan, atas nama moral bangsa, Raden Haji Oma Irama

mengecam Inul. Bahkan, menurut Anisa Bahar, penyanyi dangdut yang juga

dikecam karena goyang patah-patahnya mengatakan bahwa Rhoma

mengharamkan lagu-Iagunya dinyanyikan oleh Inul atau Anisa Bahar

(www.pikiranrakyat.com).

Rhoma juga menyebut goyangan

ngebor

Inul telah merusak citra dangdut.

Lebih jauh lagi, tokoh kharismatik dangdut yang muncul pada tahun '70-an

yang menjadi idola ini, menyebut

performance

Inul telah merusak moralitas

bangsa. Dia pun mendesak SCTV untuk menghentikan program tayangan

"Duet Maut" yang menampilkan Inul (www.pikiranrakyat.com). Rhoma juga

lalu mengumpulkan sejumlah penyanyi-penyanyi dangdut senior dari mulai

Elvi Sukaesih, Camelia Malik hingga Meggy. Z untuk turut mengecam Inul.

(18)

FSRO ITS berpandangan, jika soalnya adalah moralitas karena goyangan

Inul dituduh erotis dan sensual, sepatutnya juga diamati realitas yang lebih

holistik dalam dunia entertaiment. Oi dalamnya erotisme dan sensualitas

adalah sebuah resiko, yang juga lebih jauh bisa dijenguk sebagai bagian dari

kreasi (www.pikiranrakyat.com).

Masing-masing individu memiliki pandangan yang berbeda tentang obyek

yang disikapinya, "beda kepala beda pendapat" mungkin kata itulah yang

cukup mewakili perseteruan dua kubu yang pro dan kontra terhadap

goyangan erotis dalam joget dangdut dan terhadap rancangan

undang-undang anti pornografi dan pornoaksi, semua ini tergantung dari bagaimana

mereka mempersepsikannya.

RUU APP sebagai undang-undang yang mengatur masalah pornografi dan

pornoaksi di Indonesia memunculkan beragam sikap masyarakat, hal ini

menjadikan proses pengesahan UU APP tersebut menjadi alot, perbedaan

pandangan hingga saat ini masih hangat dan seolah tak memiliki akhir. Oua

kubu yang dengan alasan dan pendirian masing-masing mencoba

(19)

Mereka yang pro RUU APP umumnya beranggapan bahwa bangsa ini perlu

dilindungi dari ancaman bahaya dekadensi moral yang diakibatkan oleh

pornografi dan pornoaksi. Bagi kelompok ini, melindungi kepentingan bangsa

dari dekadensi morallebih penting dibanding sekedar memberikan ruang

kebebasan berekspresi yang tidak berbatas (Setiawan, 2006).

Elemen masyarakat Islam, baik perseorangan maupun ormas-ormasnya

adalah pendukung utama RUU APP, adanya RUU APP bagi kelompok yang

pro justru akan mengarahkan setiap kreativitas menjadi bernilai positif,

bukan sekedar kebebasan dalam penyampaian aspirasi seni dan kreasi yang

nantinya membawa bahaya yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.

Kelompok yang anti RUU APP khawatir terjadi penafsiran tunggal oleh

kelompok tertentu yang kuat terhadap si lemah mengenai apa yang dimaksud

dengan pornografi dan pornoaksi. Umumnya mereka mengusung isu tentang

hak kebebasan ekspresi melalui media apapun. Mereka khawatir kebebasan

berekspresi dipasung UU APP (Setiawan, 2006).

(20)

dan sebagainya, memang harus ditolak dengan tegas. Tapi tidak menyetujui

bahwa untuk mencegah dan menghentikan pornografi lewat sebuah

undang-undang yang hendak mengatur moral dan akhlak manusia Indonesia secara

pukul rata, seperti yang tertera dalam

RUU

APP (Nathanael, 2006).

RUU

ini

juga dianggap tidak mengakui kebhinnekaan masyarakat Indonesia yang

terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan agama.

Meski

RUU

APP banyak yang menentang namun tak bisa ditolak bahwa

pornografi dan pornoaksi dapat dikatakan sebagai salah satu faktor pemicu

tindak kriminal. Robert Peters (dalam www.ppuii.com). mengatakan dalam

artikelnya,

The Link Between Pornography And Violent Sex Crimes,

bahwa

ketika pendapat umum dan berbagai penelitian i1miah telah menyepakati

adanya hubungan antara pornografi dan 'kekerasan seksual', maka

"the

burden of proof should shift to those who deny

a

connection"

(beban

pembuktian harus dialihkan kepada mereka yang menolak adanya hubungan

tersebut). Dengan kata lain, apapun alasannya, pornografi jelas berbahaya

bagi masyarakat, dan kalau ada yang mengatakan tidak berbahaya, maka ia

harus membuktikan melalui riset.

(21)

perkembangan pornografi di negara kita. Pornografi juga merupakan faktor

signifikan bagi timbulnya kekerasan seksual. Meminjam ungkapan Blanchard

(dalam

www.

ppuiLcom.), "pornografi berperan laksana 'bahan bakar' yang

menyalakan api

(serves

as

fuel for the fire)

bagi para penjahat seksual."

Penelitian yang dilakukan National Law Center for Children

&

Families

menunjukkan adanya hubungan antara bisnis seks dengan kejahatan, di

Iingkungan Phoenix, lokasi bisnis seks, angka kejahatan seksual 506% lebih

tinggi dibandingkan dengan di area yang tidak terdapat bisnis seks. Dr. Mary

Anne Layden, direktur pendidikan, University of Pennsylvania Health System,

menyatakan:

"Saya telah memberikan per/akuan terhadap pelaku dan korban

kekerasan seksua/ selama

13

tahun. Saya be/um pernah menangani satu

kasus pun yang tidak diakibatkan oleh pornografi

(Gov, Haven

Bradford,2000).

Pornografi tak hanya menarik perhatian orang dewasa, remaja dan mungkin

anak-anak baik sengaja ataupun tidak disengaja mengkonsumsinya.

(22)

Unit Eksploitasi Seksual Anak pada Departemen Kepolisian Los Angeles

menemukan bahwa pornografi dewasa dan anak-anak digunakan pada lebih dari

87% kasus penganiayaan anak-anak. Angka pemerkosaan di Amerika telah

meningkat lebih dari 500% dibandingkan dengan angka yang ada pada tahun

1960, 57% pelaku pemerkosaan (Iebih dari sekali) berturut-turut mengaku bahwa

mereka mencontoh adegan-adegan yang mereka dapatkan dari pornografi

(Nada,2006).

(23)

Khaerunnisa (2003) dalam penelitiannya tentang perbedaan sikap

mahasiswa UKM Kerohanian dengan UKM Kesenian terhadap Inul Daratista,

mendapatkan bahwa sikap tehadap Inul Daratista mahasiswa UKM

Kerohanian lebih rendah dari UKM Kesenian, kedua penelitian ini

menunjukkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi persepsi, sikap dan

perilaku seseorang atas obyek sikap, dalam hal ini adalah masalah

pornografi dan pornoaksi, kedua hal ini akan disikapi berbeda dengan cara

pandang yang berbeda pula, karena semuanya akan berpulang kembali pada

masing-masing individu, tergantung pada bagaimana dan apa yang menjadi

pertimbangan dalam dirinya. Maka pandangan tiap orang yang berbeda

tentang masalah pornografi dan pornoaksi juga akan berakibat pada

dukungan dan penolakan mereka terhadap RUU APP yang saat ini masih

diperdebatkan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Saefuddin Azwar (1998) bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dalam diri

(24)

Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti korelasi antara persepsi

tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU

APP, guna melihat bagaimana hubungan antara keduanya.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, maka identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah:

1) Apakah ada hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam

joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti

pornografi dan pornoaksi?

2) Bagaimana hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam

joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti

pornografi dan pornoaksi?

3) Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap gerakan erotik dalam

joget dangdut?

(25)

1.3.1. Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah masyarakat umum yang

bukan dari kalangan seni ataupun dewan perwakilan rakyat, yang berusia 17

tahun ke atas, memiliki latar belakang pendidikan manimum SLTP dan

mengetahui atau bersedia membaca RUU APP terlebih dahulu sebelum

pengisian skala, hal ini untuk menjamin keakuratan data dan mengetahui

bagaimana persepsi masyarakat umum tentang joget erotik dangdut serta sikap

mereka terhadap RUU APP, yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah

warga yang berdomisili di RT 11 dan RT 09, RW 10 Menteng Dalam, Tebet,

Jakarta Selatan.

(26)

1. "Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang gerakan

erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP?"

2. "Bagaimana persepsi masyarakat umum tentang gerakan erotik dalam joget

dangdut dan bagaimana pula sikap mereka terhadap RUU APP?"

3. Bagaimana pandangan masyarakat tentang gerakan erotik dan sikap mereka

terhadap RUU APP berdasarkan karakteristik usia, latar belakang pendidikan,

pekerjaan, jenis kelamin dan pekerjaan?"

1.4. Tujuan dan manfaat penelitian

1.4.1.

Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menjawab permasalahan yang teridentifikasi dalam

penelitian hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan

sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru bagi disiplin ilmu psikologi,

khususnya bidang psikologi sosial tentang peranan persepsi seseorang terhadap

sikap yang dimunculkan, khususnya persepsi tentang gerakan erotik dengan sikap

terhadap RUU APP. dan sebagai panduan bagi penelitian lanjutan yang terkait

dengan permasalahan ini.

(27)

1.5. Kaidah Penulisan Dan Sistematika Penulisan

1.5.1. Kaidah Penulisan

Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kaidah American

Psychological Association (APA style).

1.5.2. Sistematika Penulisan

BAB 1. Pendahuluan

Pada bab pertama ini penulis menyampaikan latar belakang masalah

penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian baik manfaat akademik maupun manfaat praktis,

selanjutnya adalah kaidah dan sistematika penulisan.

BAB 2. Kajian Pustaka

(28)

terhadap tindak kriminal, pro dan kontra terhadap RUU APP, kerangka

berpikir, serta hipotesis dari penelitian ini.

BAB 3. Metode penelitian

Dalam bab ini penulis menjabarkan hal - hal yang berkaitan dengan

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

adalah: jenis penelitian yang digunakan, populasi, sampel dan teknik

penarikan sampel, instrumen penelitian, blue print penelitian, teknik

analisa data, prosedur penelitian, dan lokasi penelitian.

BAB 4. Hasil penelitian

Pada bab ini dijelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang telah

didapatkan berikut analisa data berdasarkan statistika.

BAB 5. Kesimpulan diskusi dan saran

Pada bab akhir ini penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh

dari penelitian dan mendiskusikannya dengan teori-teori dan

(29)

2.1. Sikap

2.1.1. Pengertian sikap

Konsep sikap merupakan konsep sentral dalam psikologi sosial, sikap sering

digunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perseorangan,

tingkah laku kelompok, bahkan tingkah laku suatu bangsa atau negara.

Secara terbalik dapat dikatakan bahwa tingkah laku sebagian merupakan

fungsi dari sikap. Pernyataan ini harus dimengerti secara hati-hatL Kata

sebagian di sini mengandung arti bahwa ada hal-hal lain selain sikap yang

ikut menentukan tingkah laku seseorang. Banyak sosiolog dan psikolog

memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk

merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam

Iingkungan sosial.

(30)

positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,

pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.

Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal

(internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap

beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Dua definisi sikap yang sangat

dominan pengaruhnya sampai saat ini adalah yang dikemukakan oleh

Gordon

W.

Allport dan David Krech beserta Richard S. Crutchfield

sebagaimana dikutip oleh Sears (1994).

Allport membatasi sikap sebagai:

"...a mental and neural state

of

readiness, organized through experience,

exerting

a

directive or dynamic influence upon the individual's response to a/l

objects and situations with which it

is

related" .

Dengan batasan ini tampak bahwa Allport menekankan pentingnya

pengalaman masa lalu dalam membentuk sikap.

Krech dan Crutchfield membatasi sikap sebagai

"... an enduring

organization

of

motivational, emotional, perceptual and cognitive processes

with respect to some aspect

of

individual's world".

Di sini tampak penekanan Krech dan Crutchfield pada pengalaman subyektif

seseorang pada masa sekarang. Mereka memandang individu sebagai

(31)

Sikap diartikan sebagai kesiapan, kesediaan dan kecenderungan untuk

bertindak terhadap suatu objek tertentu dalam hal ini adalah masalah

Iingkungan, sebagai hasil interaksi sosial (Dushkin, 1970, dalam Mar'at,

1981 ).

2.1.2. Komponen Sikap

Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni:

kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech

dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen

kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu

terhadap obyek atau sUbyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia,

melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru

yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah

ada di dalam otak manusia1. Nilai - nilai baru yang diyakini benar, baik,

indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau

komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat

dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek,

yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedangkan komponen

(32)

Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau

negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia

menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau

sUbyek.

Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar

komponen sikap dan secara bersama-sama komponen kognitif, afektif, dan

kecenderungan bertindak menumbuhkan sikap individu. Dari manapun kita

memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan

satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka.

Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap

seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana

yang dikemukan oleh Krech (1962).

Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu

kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga

komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi

(33)

sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya,

dan sebagainya.

[image:33.526.54.432.284.651.2]

Inferensi tau penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada suatu

fenomena yang diamati dan dapat diukur. Fenomena ini berupa respon

terhadap objek sikap dalam berbagai bentuk. Rosenberg dan Hovland

melakukan analisis terhadap berbagai respon yang dapat dijadikan dasar

penyimpulan sikap dari perilaku, yang dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap

Tipe respon

Kategori respon

Verbal

Kognitif

Afektif

Konatif

Pernyataan

Pernyataan

Pernyataan

Keyakinan

Perasaan

Intensi

mengenai

terhadap

perilaku

objek sikap

objek sikap

Non-Verbal

Reaksi

Perseptual

terhadap objek

sikap

Reaksi

Fisiologis

terhadap

objek sikap

Perilaku

Tampak

sehubungan

dengan objek

sikap

(34)

2.1.3. Obyek sikap

Obyek sikap dapat berupa apa saja yang ada bagi atau menurut individu.

Oleh karena itu seseorang memiliki sejumlah besar dan beraneka ragam

sikap terhadap obyek dalam dunia fisik di sekelilingnya. la mungkin memiliki

sikap terhadap orang lain dan kelompok-kelompok tertentu, terhadap

organisasi-organisasi sosial polotik, terhadap peristiwa yang sedang

berlangsung, ia juga mungkin memiliki sejumlah sikap terhadap seni, filsafat,

Tuhan, dan sebagainya, bahkan ia juga memiliki sejumlah sikap tertentu

terhadap dirinya sendiri.

Seseorang dapat memiliki sekian banyak sikap. Tetapi jumlah sikap yang

dimiliki seseorang mestilah terbatas. Batasnya adalah dunia psikologis

seseorang itu terbatas (oleh pengalaman hidupnya), maka aneka macam

sikap yang dapat dimiliki seseorang juga terbatas. Misalnya saja, tidak semua

orang Indonesia memiliki sikap terhadap Rancangan Undang-Undang Anti

Pornografi dan Pornoaksi, karena mungkin sebagian orang tidak mengetahui

dan memahami apa itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan

Pornoaksi.

(35)

baru berarti bila orang yang diukur sikapnya tersebut memang memiliki sikap

yang hendak diukur. Orang memang dapat memberikan jawaban atau respon

terhadap alat ukur sikap, akan tetapi hal ini tidak berarti mereka memiliki

sikap yang sedang diteliti.

2.1.4. Fungsi sikap

Sikap memiliki beberapa fungsi yang sangat penting dalam kehidupan

seseorang.

Hollander

(1976) mengatakan setidaknya ada dua fungsi penting

dari sikap, yaitu:

(1). Menyediakan dasar atau kerangka untuk menginterpretasi dunia dan

memproses informasi-informasi baru.

(2).merupakan cara untuk mendapatkan dan mempertahankan identitas

sosial.

2.1.5. Pembentukan sikap

Sikap manusia berkembang bersamaan dengan perkembangan dirinya.

Dalam kehidupan, seseorang selalu berkembang di tengah-tengah orang lain

dan berkembang pula bersama-sama dengan orang lain. Di tengah

(36)

Dalam interaksi sosial juga terjadi saling mempengaruhi antara individu yang

satu dengan individu lainnya, melalui interaksi inilah sikap seseorang

terbentuk.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Saefuddin

Azwar (1988) adalah sebagai berikut:

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman dengan obyek sikap akan memberikan kesempatan kepada

individu untuk memiliki pengetahuan dan tanggapan serta penghayatan

atas obyek tersebut. Pengetahuan dan tanggapan inilah yang kemudian

menjadi salah satu unsur dalam komponen sikap seseorang.

b. Kebudayaan

Kebudayaan masyarakat dimana seseorang hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap

orang yang bersangkutan. Nilai-nilai dan norma-normanya kebudayaan

telah memberikan arah bagi sikap yang sesuai terhadap berbagai

masalah dalam kehidupan.

c. Orang Lain yang dianggap penting

Seseorang yang dianggap penting, yang istimewa, yang tak ingin

dikecewakan, yang dibutuhkan persetujuannya, akan banyak

(37)

status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman

kerja, isteri atau suami, dan lain-lain.

d. Media massa

Informasi yang disampaikan oleh media massa, terselip pula pesan-pesan

yang dapat membentuk opini seseorang. Adanya informasi baru

mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya

sikap terhadap hal tersebut. Sementara itu pesan-pesan sugestif yang

menyertainya, apabila cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif

dalam menilai hal tersebut.

e. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh dalam

pembentukan sikap karena keduanya adalah yang meletakkan dasar

pengertian konsep moral dalam diri individu. Konsep-konsep moral

menentukan sistem kepercayaan seseorang tentang segala sesuatu. Ini

merupakan unsur komponen kognitif yang sang at penting dalam sikap

seseorang.

f.

Emosi

(38)

2.1.6. Perubahan sikap

Sikap dapat berubah atau dapat diubah melalui banyak cara. Telah kita

ketahui bahwa sikap seseorang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan

perilaku. Pada dasarnya perubahan sikap terjadi melalui perubahan

komponen-komponen ini. Sikap seseorang dapat saja berubah setelah ia

menerima informasi baru yang mengubah komponen kognitifnya mengenai

suatu obyek tertentu.

Selanjutnya oleh karena adanya pengalaman langsung dengan obyek sikap

yang berbeda dengan sikap terhadap obyek tersebut selama ini, contohnya

seseorang yang benci terhadap suku "X" dapat berubah pendapatnya setelah

suatu saat ia dalam kesulitan ia dibantu oleh seseorang yang berasal dari

suku"X" tersebut. Disini pengalaman yang menyenangkan atau positif dengan

seseorang dari suku "X" telah menimbulkan disonansi

(disonance)

di dalam

komponen kognitif orang tersebut. Ini akan meyebabkanterjadinya proses

reorganisasi anggapan mengenai suku "X".

Selanjutnya, sikap sesorang dapat berubah oleh karena adanya

kekuatan

yang_memaksa

orang tersebut berperilaku berlawanan dengan sikapnya. Hal

(39)

akan berubah setelah teman kerjanya itu menempati pangkat atau

kedudukan yang lebih tinggi atau menjadi atasannya.

2.2. Pengertian pornografi

Terdapat beberapa pengertian yang berbeda yang diberikan atas apa yang

dimaksud dengan pornografi. Penulis dalarn hal ini memberikan beberapa

pendapat para ahli mengenai Istilah Pornografi, yaitu antara lain:

Menurut Hamzah (1987), pornografi berasal dari dua kata, yaitu Porno dan

Grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani,

Pome

artinya pelacur, sedangkan

grafi

berasal dari kata

graphein

yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara

harfiah pornografi berarti ungkapan tentang pelacur. Dengan demikian

pornografi berarti

a.

suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau

prostitusi.

b.

suatu pengungkapan dalam bentuk tUlisan atau lukisan tentang

kehidupan erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks

kepada yang membaca, atau yang yang melihatnya.

Sedangkan Webster Illustrated Dictionary (dalam www.mappi.com).

(40)

sugesti atas sebuah subyek yang

obscene

(tidak senonoh) atau

unchaste

dalam literatur atau perbuatan)"

Ensyclopedia Britannica (dalam www.mappLcom.) menyebutkan bahwa

pornografi adalah:

"The representation or erotic behaviour,

as

in book, picture or films, intended

to cause sexual excitement

(terjemahan bebas: representasi atau tindakan

erotik dalam buku, gambar atau film yang ditujukan untuk membangkitkan

gairah seksual)."

Pornografi menurut Microsoft Encarta online ensyclopedia (dalam

www.mappLcom.) adalah:

"Written, graphic, or oral depictions of erotic subjects intended to arouse

sexual excitement in the audience

(tulisan, gambar, atau oral depictions dari

subyek erotik yang ditujukan untuk membangkitkah gairah seksual banyak

orang)."

Selanjutnya seorang sastrawan Indonesia, HB Jassin (dalam

[image:40.525.42.453.173.477.2]

www.hukumonline.com) mengartikan pornografi sebagai suatu tulisan atau

gambar yang dianggap kotor, karena dapat menimbulkan perasaan nafsu

seks atau perbuatan immoral, seperti tulisan-tulisan yang sifatnya

(41)

Departemen Penerangan RI (dalam www. mappLcom.) mengartikan

pornografi sebagai penyajian tulisan atau gambar-gambar:

1. Mempermainkan selera rendah masyarakat dengan semata-mata

menonjolkan masalah seks dan kemaksiatan,

2. Bertentangan dengan:

a. kaidah-kaidah moral dan tata susila serta kesopanan;

b. kode etik jurnalistik;

c. ajaran-ajaran agama yang merupakan prima causa di Indonesia;

d. kemanusiaan yang adil dan beradab.

[image:41.524.42.453.186.481.2]

Organisasi Pengarang memberi definisi pornografi sebagai suatu tulisan atau

gambar yang dapat melanggar perasaan kesopanan jika tulisan atau gambar

itu tak sedikit pun mengandung nilai, melainkan hanya mengandung

keinginan atau semangat untuk dengan sengaja membangkitkan nafsu birahi

belaka, sehingga menurut norma-norma yang berlaku dalam suatu zaman

dan dalam suatu masyarakat menimbulkan pikiran-pikiran negatif

(www.hukumonline.com).

(42)

TabeI2.2.

Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi

No.

Kategori Perbuatan Haram

1.

Menggambarkan, secara langsung maupun tidak langsung, tingkah

laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara

reklame, iklan, ucapan, baik melalui media cetak

maupun

media

elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah

haram.

2.

Membiarkan aurat terbuka dan/atau berpakaian ketat atau tembus

pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya baik untuk dicetak

maupun divisualisasikan adalah

haram.

3.

Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2

adalah

haram.

4.

Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang,

melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan

seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat

hubungan seksual atau adegan seksual tersebut adalah

haram.

5.

Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau

memperlihatkan gambar orang, baik cetak maupun visual, yang

terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang

dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual

atau adegan seksual adalah

haram.

6.

Berbuat intim atau berdua-duaan

(kha/wat)

antara laki-Iaki dan Wanita

yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang

mendekati dan/atau mendorong melakukan hUbungan seksual di luar

pernikahan adalah

haram.

7.

Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi

laki-Iakidan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak

kaki bagi Wanita adalah

harain,

kecuali dalam hal-hal yang

dibenarkan secara syar'i.

8.

Memakai pakaian tembus18ndang atau ketat yang dapat

memperlihatkan lekuk tubuh adalah

haram.

9.

Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan yang dapat

mendorong terjadinya hubungan seksual diluar pernikahan atau

(43)

10.

Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa

pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah

haram.

11.

Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari

perbuatan-perbuatan yang diharamkan diatas adalah

haram.

Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata

pronos

yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan,

dan kini meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau

menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang

membaca atau melihatnya (www.mappLcom)

Melalui beberapa definisi yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian dari pornografi berbeda antara pendapat yang satu dengan yang

lain. Hal ini disebabkan sifatnya yang relalif, artinya tergantung pada waktu,

tempat, pribadi manusia serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha

mendefinisikan islilah pornografi ilu sendirL

Namun lerdapat kesamaan unsur yang lermaksud dalam sualu hal yang

dikategorikan pornografi, yaitu:

1. Pornografi dapat berwujud gambar maupun tulisan.

2. Bersifat tidak senonoh

(obscene).

(44)

4. Melanggar perasaan kesusilaan, kesopanan dan norma-norma

Masyarakat.

2.3. Dampak pornografi terhadap tindak kriminal

Pornografi tak dapat ditampik sebagai salah satu ancaman bagi kehidupan,

riset telah menunjukkan bahwa pornografi dan pesan di dalamnya

membentuk sikap dan mendorong terbentuknya perilaku yang dapat

merugikan individu pengguna dan keluarga mereka. Pornografi meningkatkan

dorongan perzinaan, prostitusi, dan harapan khayali yang dapat

mengakibatkan perilaku promiscuous yang berbahaya (melakukan sesuatu

tanpa memilih-milih mana yang baik mana yang buruk) (Nada, 2006).

Banyak studi menemukan bahwa pronografi sangat menimbulkan

kecanduan.

The National Council on Sexual Addiction Compulsivity

memperkirakan bahwa 6-8

%

orang Amerika kecanduan seks. Dr. Victor

Cline, (dalam Nada, 2006) seorang pakar kecanduan seks, menemukan

bahwa ada 4 tahap perkembangan kecanduan seksual di antara orang-orang

yang mengkonsumsi pornografi:

(45)

2.

Eska/asi:

adiksi dalam waktu yang lama akan membutuhkan material

yang lebih eksplisit dan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan

seksual mereka.

3.

Desensitisasi:

apa yang sebelumnya dianggap kotor, mengguncang

Qiwa), dan mengganggu, pada tahap ini menjadi suatu hal yang biasa

dan bisa diterima.

4.

Tindakan seksua/:

terjadi peningkatan kecenderungan untuk mencontoh

atau berperan sesuai dengan perilaku yang dilihat dalam pornografi.

Oi Indonesia, pornografi juga sudah mengakibatkan tindak kejahatan seksual

di berbagai penjuru negeri. Beberapa kejadian yang dilaporkan oleh media

massa seperti yang dikutip di bawah ini menunjukkan adanya bahaya

pornografi.

1.

Oi Lampung Utara, seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian

Resor Lampung Utara karena diduga memperkosa keponakannya.

Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton,

Bandar Lampung. Belum lama berselang, pria berusia 60 tahun ini

pura-pura lupa mengingat peristiwa setahun lalu. Tersangka akhirnya

mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tidak kuasa

menahan berahi setelah menonton film porno

(www.liputan6.com).

(46)

Sektor Jagakarsa di Depok, Jawa Barat, awal bulan ini, setelah

menonton VCD porno dan mabuk minuman keras

(www.tv7.co.id.

).

3.

Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk,

Imr (20), warga Gang Rulita RT 1 RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor

Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga

setempat, Kamis (20/2)

(www.pikiran-rakyat.com).

4.

Kasus kekerasan terhadap Wanita dan anak-anak, seperti pemerkosaan

dan pencabulan, yang terjadi di Jakarta Timur tahun 2003 meningkat

dibandingkan dengan tahun 2002. Data mengenai dugaan peningkatan

kasus itu hanya berdasarkan pada kasus-kasus yang terpantau pihak

kepolisian lewat laporan korban. Data di unit Ruang Pelayanan Khusus

(RPK) Polres Jakarta Timur, Senin (6/1) menunjukkan, jumlah kasus

pemerkosaan yang terjadi antara Januari hingga akhir September lalu

mencapai 24 kasus. Jumlah itu meningkat tiga kali Iipat dibandingkan

dengan tahun 2002 yang hanya delapan kasus pada bulan yang sama.

Sementara itu, untuk pencabulan terhadap anak-anak, tercatat 28 kasus.

Dibandingkan dengan tahun 2002 pada bulan yang sama, jumlah itu

meningkat dua kali Iipat. Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku yang

sudah tertangkap, 75 persen kasus pemerkosaan dan pencabulan

dilakukan akibat menonton video compact disc (VCD) porno

(Kompas,

(47)

5.

Di sebuah SD di Lombok Barat, misalnya, seorang anak kelas dua SD

coba diperkosa empat kawannya yang duduk di kelas empat. Di

kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam mau memperkosa

siswa kelas empat. "Kasus pemerkosaan yang melibatkan pelajar ini

sudah sangat memprihatinkan," kata Kerniasih. Dari kasus-kasus yang

terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat

pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu

dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan

seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas.

(www.Balipost.co.id/balipost cetak/2004).

2.4. RUU APP

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU

APP adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan

(48)

RUU APP disusun berdasarkan pasal29 ayat (1), pasal 5 ayat (1), dan pasal

20 ayat (1) UUO 1945, serta undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang

Peradilan Agama, undang-undang nomor 1 tahun 1946, undang-undang

nomor 73 tahun 1958, undang-undang tentang Pers, undang-undang tentang

Penyiaran, undang-undang tentang Ham, undang-undang tentang

Pendidikan, serta undang-undang tentang Kesehatan (Ojubaedah, 2003).

Pada rancangan kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus sehingga

tersisa 82 pasal dan 8 bab. Oi antara pasal yang dihapus tersebut adalah

pasal mengenai sanksi pidana dan pembentukan badan antipornografi dan

pornoaksi nasional. Selain itu, rancangan kedua juga mengubah definisi

pornografi dan pornoaksi.

Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "substansi dalam

media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan

gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotik"

(49)

adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau

mempertontonkan pornografi" (www.wikipedia.com.23/03/06).

lsi pasal RUU APP ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok

yang mendukung dan kelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU

ini dianggap masih mengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini

mengandung atau memuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas,

atau bahkan tidak bisa dirumuskan secara absolut. Misalnya, eksploitasi

seksual, erotis, kecabulan, ketelanjangan, aurat, gerakan yang menyerupai

hubungan seksual, gerakan menyerupai masturbasi, dan lain-lain (Nathael,

2006) alam KUHP sendiri tidak dirumuskan pengertian pornografi. Pasal 281,

Pasal 282, Pasal 532, Pasal 534, dan Pasal 535, Demikian pUla dalam Pasal

411 sampai dengan pasal 416, Pasal 420 dan pasal 422 RUU-KUHP istilah

pornografi (pornoaksi) tidak disebutkan dan dirumuskan secara eksplisit

(Djubaedah, 2003).

(50)

anggota masyarakat, dengan mengabaikan aspirasi atau kepentingan

masyarakat banyak (www.ppuii.com).

2.5. Persepsi

2.5.1. Pengertian persepsi

Persepsi dalam Psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis

yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan

sesuatu objek yang ada di Iingkungannya. Menurut Scheerer persepsi

adalah representasi phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari

pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan

proksinal (Salam; 1994). Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau

stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik,

kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis).

Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat

mengalami persepsi (proses psikologis).

(51)

pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu

menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang

mengandung arti khusus sekali bagi dirinya (Chaplin, J.P; 1999).

Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat dipengaruhi oleh

pengalaman, pendidikan dan lingkung an sosial secara umum. Sarwono

mengemukakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh

pengalaman-pengalaman dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat tiap-tiap

orang sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu

tidak mengherankan jika seringkali terjadi perbedaan paham yang

disebabkan oleh perbedaan persepsi antara 2 orang terhadap 1 objek.

Persepsi tidak sekedar pengenalan atau pemahaman tetapi juga evaluasi

bahkan persepsi juga bersifat inferensional (menarik kesimpulan)

(Sarwono, 1983).

(52)

Persepsi sosial menyangkut atau berhubungan dengan adanya

rangsangan-rangsangan sosial. Rangsangan-rangsangan-rangsangan sosial ini dapat mencakup

banyak hal, dapat terdiri dari (a) orang atau orang-orang berikut ciri-ciri,

kualitas, sikap dan perilakunya, (b) persitiwa-peristiwa sosial dalam

pengertian peristiwa-peristiwa yang melibatkan orang-orang, secara langsung

maupun tidak langsung, norma-norma, dan lain-lain (Istiqomah, dkk, 1988).

Penelitian lain menunjukkan bahwa proses persepsi juga dipengaruhi oleh

pengalaman belajar dari masa lalu, harapan dan preferensi (Bartol & Bartol,

1994). Terkait dengan persepsi sosial, Istiqomah menyebutkan ada 3 hal

yang mempengaruhi, yakni 1) variabel obyek-stimulus, 2) variabellatar atau

suasana pengiring keberadaan obyek-stimulus, dan 3) variabel diri preseptor

(pengalaman, intelegensia, kemampuan menghayati stimuli, ingatan,

disposisi kepribadian, sikap, kecemasan, dan pengharapan) (Istiqomah, dkk,

1988).

Ada tiga dimensi yang terkait dengan persepsi, menurut Osgood tentang

konsep

diferensial semantik

menjelaskan tiga dimensi dasar yang terkait

dengan persepsi, yakni

evaluasi

(baik-buruk),

potensi

(kuat-Iemah), dan

(53)

Persepsi kerap ditafsirkan sebagai sebuah konsep dengan dua macam

pengertian. Pengertian yang pertama menunjuk pada persepsi sebagai suatu

proses dan pengertian, yang kedua mengacu kepada hasil daripada proses

itu sendiri.

Banyak ahli di bidang psikologi sosial yang condong untuk mendefinisikan

persepsi sebagai: suatu proses melekatkan atau memberikan makna kepada

informasi sensori yang diterima seseorang.

Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut, misalnya seorang melintas di

depan kita , melalui indera penglihatan kita dapat menagkap sejumlah ciri

yang terdapat pad a dirinya. Ciri-ciri tersebut merupakan kumpulan informasi

sensoris yang tidak mempunyai makna apa-apa sebelum kita melekatkan

'suatu' makna padanya.

(54)

bekerja pada diri kita. Tanpa pemaknaan , maka pengalaman yang kita kita

peroleh hanyalah suatu pengalaman penginderaan biasa.

Persepsi juga didefinisikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,

atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli

inderawi

(sensory stimuly).

Walaupun begitu makna informasi inderawi tidak

hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan

memori (Walgito, 2002).

Di sisi lain Felley,

et. al.

(dalam Unika, 2006) mengidentifikasi tiga komponen

utama dari proses persepsi. Pertama, seleksi atau

screening

yang sangat

erat hubungannya dengan pengamatan dan stimulus yang dilihat.

Kedua,

interpretasi,

yaitu proses pengorganisasian informasi sehingga mempunyai

arti bagi seseorang. Interpretasi ini tergantung pad a berbagai faktor, seperti

pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dipunyai seorang, motivasi

kepribadian, kecerdasan dan sebagainya.

Ketiga,

kemampuan seseorang

untuk mengadakan kategorisasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi

informasi yang komplek, menjadi lebih sederhana, yaitu interpretasi

behavior

(55)

Branca, Woodworth dan Marquis sebagaimana dikutip Walgito ( 2002)

mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh

penginderaan. Penginderaan adalah merupakan suatu proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu indera. Namun proses

tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut

diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses

selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak

dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan

proses yang mendahului terjadinya persepsi, dengan persepsi individu dapat

menyadari, dapat mengerti tentang keadaan Iingkungan yang ada di

sekitarnya, dan juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan

(Davidoff, 1981).

2.6. Pengertian gerakan erotik

(56)

Namun tidak berarti semua penyanyi dangdut melakukan gerakan erotik

dalam jogetnya.

Ada beberapa definisi gerakan erotik atau goyangan erotik diantaranya

adalah:

a) Bergoyang erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara

berirama, tidak mengikuti prinsip-prinsip seni tari, dan lebih

menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan

tersebut dapat diduga bertujuan merangsang nafsu birahi ( Penjelasan

RUU APP, pasal 28).

b) Gerakan yang menyerupai hubungan seksual, gerakan menyerupai

masturbasi, dan lain-lain (Nathanael, 2006).

c) Dalam erotika seseorang tidak terlepas dari integritas ketubuhannya, temlasuk

diantaranya gerakan menonjolkan lekuk tubuh (Haris, 2006)

2.7. Kerangka berpikir

Pandangan masing-masing orang tidak terlepas dari pengalaman dan faktor

budaya yang ada dalam dirinya (Azwar, 1998), sama halnya dengan

penilaian individu tentang gerakan erotik dalam joget dangdut. Jika

(57)

2.8.

Hipotesis penelitian

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian Hubungan

Persepsi tentang Gerakan Erotik Dalam Joget Dangdut dengan Sikap

terhadap Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yaitu:

H

o

=

Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang

gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan

undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.

H

a

=

Ada hUbungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang gerakan

(58)

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian inl adalah metode korelaslonal,

yang bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan

dengan faktor lain (Jalaludin Rahmat,1999). Metode korelasional merupakan

kelanjutan dari metode deskrlptif. Menurut Jalaludin Rahamat, metode

korelaslonal dlgunakan untuk :

1. Mengukur hubungan antar variabel.

2. Meramalkan varlabel tak bebas darl pengetahuan kita tentang variabel

bebas.

3. Meratakan jalan (memudahkan) untuk membuat rancangan penelitian

eksperlmental.

Penelitian inl bertujuan untuk mengetahui bagaimana "Hubungan Persepsi

tentang Gerakan Erotik dalam Joget Dangdut dengan Sikap terhadap

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografl dan Pornoaksi."

(59)

responden tentang persepsi gerakan erotik dalam joget dangdut (variabel X) dan

sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi

(variabel Y).

3.1.2.

Definisi

varia bel

dan operasional variabel

Varia bel Persepsi tentang gerakan erotik

da/am

joget dangdut

Definisi variabel : Bergoyang erotis adalah melakukan gerakan-gerakan

tubuh secara berirama, tidak mengikuti prinsip-prinsip seni tari, dan lebih

menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan

tersebut dapat diduga bertujuan merangsang nafsu birahi ( Penjelasan

RUU APP, pasal 28).

Operasional variabel : Persepsi tentang gerakan erotik dalam joget

dangdut adalah skor yang diperoleh melalui penyebaran skala yang

diberikan kepada responden mengenai gerakan-gerakan erotik.,

diantaranya gerakan bibir yang sensual, gerakan menggetarkan buah

dada, gerakan pinggul yang bolak-balik seperti gerakan masturbasi, dan

goyangan pantat, gerakan-gerakan tersebut didapat melalui survey

pendahuluan tentang gerakan apa yang dianggap merangsang nafsu

(60)

Variabel Sikap terhadap RUU APP

a. Definisi variabel : Howard dan Kendler (dalam Gerungan, 2000)

menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kecenderungan untuk

mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai

keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep,

sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap terhadap

RUUAPP.

b.

Operasional variabel : sikap terhadap RUU APP adalah skor yang

diperoleh melalui penyebaran skala mencangkup aspek kognisi, afeksi

dan perilaku tentang isi RUU APP, dampak RUU APP terhadap wanita,

serta dampak RUU APP terhadap seni.

3.2. Populasi,

Sam pel

dan Teknik Penarikan Sampel

3.2.1.

Populasi

(61)

3.2.2. Sampel

dan teknik penarikan sampel

Sampel adalah sejumlah orang yang dipilih untuk diteliti sebagai contoh atau

dapat mewakili keseluruhan populasi (Jefkins, 1995). Sevilla et all (1993)

mengatakan bahwa ukuran sampel minimum dalam penelitian korelasional

adalah 30 sUbjek, sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 50

orang.

Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah non acak dengan

metode pengambilan sampel kuota, langkah dalam metode sampling ini

menurut Vockell (dalam Sevilla, 1993) adalah dengan mengidentifikasi

kumpulan karakteristik penting dari populasi dan kemudian memilih sampel

yang diinginkan secara non acak, hal ini diasumsikan bahwa sampel-sampel

tersebut sesuai dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan.

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah :

1. Masyarakat umum yang bukan dari kalangan seni ataupun dewan

perwakilan rakyat.

2. Telah berusia 17 tahun ke atas.

(62)

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah

dengan menggunakan skala model Likert untuk kedua variabel dalam penelitin

ini. Skala model Likert merupakan instrumen utama yang digunakan dalam

penelitian ini.

Pernyataan yang diajukan adalah tentang persepsi tentang gerakan erotik dalam

joget dangdut, dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi

dan pornoaksi, pernyataan-pernyataan yang ada dalam skala model Likert ini

terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable dan setiap pernyataan diberi

nilai sebagai berikut:

Tabe/3.1.

Sobot nilai

Kode

Favourable Unfavourable

5T5

(sangat tidak setuju)

1

6

T5

(tidak setuju)

2

5

AT5

(agak tidak setuju)

3

4

A5

(agak setuju)

4

3

5 (setuju)

5

2

(63)

TabeI3.2.

Blue print skala "persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut"

No.

Aspek persepsi gerakan erotik

No. Item

No. Item

dalam joget dangdut

Favourable

Unfavourable

1.

Gerakan bibir

yang sensual, seperti

1*, 5*, 6, 17*,30*,

3*,11*,26*, 34*,37*,

mendesah atau gerakan

33*

42*

mencium/mencumbu

2.

Gerakan menggetarkan/

mengoyangkan buah dada

2*,7*,15,22*, 27*

4*,8*,16* , 39, 44*,

43*

46*

3.

Gerakan pinggul yang bolak-balik

seperti gerakan masturbasi

(bersetubuh)

4.

Goyangan pantat atau bokong

total

(* item valid)

9*,12*,18*,28*,

31*,35*

14*,20*,36* , 41*.

45*, 48*

24

13*, 21, 23*,25*,

38*,47*

10*,19*,24*,29*,

32*,40*

24

TabeI3.3.

Blue print Skala Sikap terhadap RUU APP

(omponen

No. Item berdasarkan komponen sikap

Total

Ibjek

sikap

Kognitif

Afektif

Konasi

terhadap

Favourable

Un-

Favourable

Un-

Favourable

Un-RUU APP

favourable

favourable

favourable

spek

2*, 1*

3*, 28*

4*,5*

8*,11*,34

6*, 21*

30*,37*

13

i RUUAPP

spek

16*,22*,

9*,25*

7*,26

15*, 27*

18, 32*

13*, 23*

13

ampakRUU

39*

PP

irhadap

anita

spek

20*, 31

14*,29*

17*,38*

12*, 33

19*,24*,36

10*,35*

13

ampakRUU

PP

rhadap

セョゥ

Dtal

7

6

6

7

7

6

39

(64)

3.5. Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis statistik

deskriptif, di mana data yang telah didapat dan telah diolah ditabulasikan

untuk kemudian dijelaskan. Sedangkan untuk melihat dan menetukan tingkat

hubungan yang lebih tepat antara persepsi tentang gerakan erotik dalam

joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti

pornografi dan pornoaksi maka digunakan metode Pearson Product moment,

yang menghasilkan indeks yang biasanya ditandai dengan

r.

Koefisien produk momen

r

bervariasi dari korelasi positif yang sempurna

(r =

+ 1,00) dan korelasi negatif yang sempurna

(r=

-1,00). Dan jika tidak ada hUbungannya ditandai dengan

r

=

0,00.

Rumus untuk menghitung korelasi dan validitas digunakan

Pearson Product

moment

dengan rumus sebagai berikut :

rxy

=

Angka indeks korelasi 'r'

product moment

(65)

LXY

=

Jumlah hasil antara X dan Y

LX

=

Jumlah seluruh skor X

L

Y

=

Jumlah seluruh skor Y

Dari hasil uji coba penelitian dengan total item 48 untuk skala gerakan erotik

dalam joget dangdut, ada 44 item yang valid dan 4 item yang tidak valid,

sedangkan untuk skala sikap terhadap RUU APP dari seluruh item yang

berjumlah 39 ada 34 item yang valid dan 6 item yang tidak valid.

Adapun untuk mengetahui reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rumus

Alpha Cronbach

(Azwar, 2003).

Dengan rumus :

a

=

2

[1

-

8

12

+

8

22 ]

8

2

X

a

=

Koefisien reliabilitas

8 12

dan

822

=

Varians skor belahan 1 dan 2

8/

=

Varians skor skala

(66)

3.6. Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap persiapan, yaitu pada tahap ini penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini, menentukan varia bel yang akan

diteliti, melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data-data yang

terkait dan teori-teori yang menunjang penelitian ini. Kemudian

dilanjutkan dengan menentukan menyusun dan menyiapkan alat ukur

penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.

Tahap pengambilan data, dalam tahap ini penulis menentukan sample

penelitian, meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian,

serta melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur

penelitian kepada responden penelitian.

3.

Tahap pengolahan data, pada tahapan ini penulis mengumpulkan data

yang diterima dari responden dan menskoring data hasil penelitian,

kemudian mentabulasikan dan melakukan analisis data, yaitu analisis

validitas dan relibilitas, dan korelasi dari kedua varia bel penelitian.

4.

Tahap Pembahasan, pada tahap ini hasil olah data diinterpretasikan ,

(67)

4.1. Garnbaran Urnurn Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah warga Rt 11 dan Rt 09 Kelurahan

Menteng-Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, dengan total responden 50 orang

berikut penjelasan data responden dalam penelitian ini.

4.1.1. Jenis kelamin responden

Tabel4.1

Jenis kelamin responden

No.

Jenis Kelamin

Jumlah

Prosentase

1.

Laki-Iaki

22

44%

2.

Wanita

28

56%

Jumlah

50

100 %

[image:67.524.36.426.259.509.2]
(68)

4.1.2. Usia responden

Usia responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkann kategori usia

Levinson (dalam FJ.Monks, 2002) menjadi tiga kategori yaitu, usia 17-39

tahun sebagai dewasa awal, usia 40-59 tahun sebagai dewasa madya, dan

usia 60 tahun ke atas sebagai dewasa akhir. Dalam penelitian ini responden

yang memiliki usia17-39 tahun berjumlah 42 orang (84 %), sedangkan yang

masuk kelompok usia 40-59 tahun berjumlah 8 orang (16%) dan tidak ada

responden yang berusia 60 tahun ke atas (lihat Tabel 4.2)

TabeI4.2.

Usia responden

No

Usia

Jumlah

Prosentase

1.

17-39 tahun

42

84%

2.

40-59 tahun

8

16 %

3.

60 tahun ke atas

0

0%

(69)
[image:69.528.40.454.102.697.2]

4.1.3. Pekerjaan responden

Tabel4.3

Pekerjaan responden

No

Pekerjaan

Jumlah

Prosentase

1.

Pelajar

8

16 %

2.

Mahasiswa

19

18 %

3.

Karyawan

10

20%

4.

Wirausaha

5

10 %

5.

Ibu rumah tangga

8

16 %

Jumlah

50

100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dalam penelitian inj terdjrj

pelajar 8 orang (16%), mahasiswa sebanyak 19 orang (18%), karyawan 10

orang (20%), wirausaha 5 orang (10%), dan ibu rumah tangga 8 orang (16%).

4.1.4. Pendidikan responden

TabeI4.4.

Pendidikan responden

No.

Pendidikan

Jumlah

%

1.

S1

26

52%

2.

SMUt Aliyah

19

38%

3.

SLTP

5

10 %

(70)

Berdasarkan tabel di atas didapat bahwa responden dalam penelitian ini

terdiri dari 26 orang yang berlatang belakang S1( 52

%),

19 orang (38

%)

berlatang belakang SMU atau Aliyah dan selebihnya yaitu, 5 orang (10

%)

memiliki latar belakang pendidikan SLTP.

4.2 Analisa Data

4.2.1 Skor responden secara keseluruhan

[image:70.524.32.463.165.532.2]

TabeI4.5.

Tabel Skor responden secara keseluruhan

Variabel

kategori

Interval skor

Jumlah

%

Skala persepsi tentang

Positif

192-264

5

10%

gerakan erotik

biasa

118-191

21

42%

negatif

44-117

24

48%

total

50

100%

Skala sikap terhadap

Pro

148-204

30

60%

RUU APP

Netral

91-147

15

30%

Kontra

34-90

5

10%

total

50

100%

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam

penelitian ini (48

%)

memandang negatif gerakan erotik dalam joget dangdut

dan hanya lima orang (10

%)

responden yang memandang positif.

Responden dalam penelitian ini cenderung pro dengan RUU APP (60

%)

dan hanya 5 orang yang netral dan sisanya (10

%)

kontra terhadap RUU

(71)

4.2.2. Perbedaan skor responden berdasarkan jenis kelamin

TabeI4.6.

Perbedaan skor berdasarkan jenis kelamin

Variabel penelitian

Mean

. Laki-Iaki

Wanita

Persepsi tentang gerakan

163.90

91.71

erotik

5ikap terhadap RUU APP

120.04

158.78

dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persepsi kaum laki-Iaki tenta

Gambar

Tabel 2.1. respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap
gambar yang dianggap kotor, karena dapat menimbulkan perasaan nafsu
gambar yang dapat melanggar perasaan kesopanan jika tulisan atau gambar
JenisTabel4.1 kelamin responden
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kompensasi yang diterima oleh karyawan Bank BRISyari’ah KCP Cijerah terdiri dari gaji yang memakai sistem waktu secara periodik setiap bulannya, lalu para karyawan

Belajar sains sarat akan kegiatan berpikir yang dikembangkan melalui 8 macam keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2000), yang meliputi: (1) pengamatan langsung dan tak

Implikasi penelitian ini adalah: 1 Model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur bisa dikatakan efektif untuk meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik, hal

Oleh karena itu, perancangan Lokananta Solo mengangkat tema The Time Tunnel dengan perpaduan gaya Art Deco dan Retro untuk merepresentasikan dua masa yaitu Lokananta dulu

Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang belum lahir baru, walaupun mungkin merupakan perbuatan-perbuatan yang diperintahkan oleh Allah, dan memiliki manfaat yang

Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus diri sendiri urusan

Hamdani Harahap, MA selaku Penguji Tamu serta Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled