• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran LSM Forum Peduli Pendidikan (FORPPENDIK) dalam memonitoring pendidikan di Kota Depok : studi kasus SDN Tugu 8 Cimanggis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran LSM Forum Peduli Pendidikan (FORPPENDIK) dalam memonitoring pendidikan di Kota Depok : studi kasus SDN Tugu 8 Cimanggis"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Jajang Heriyana

NIM : 102054025788

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemajuan akan cepat dicapai bilamana didukung oleh sumber daya alam yang mencukupi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, kemajuan akan terhambat jika faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia relatif terbatas. Sumber daya alam merupakan sumber daya pasif yang keberadaannya sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang mengelola. Apabila sumber daya manusia memiliki kualitas yang unggul, maka sumber daya alam dapat diolah sedemikian rupa sehingga menyumbangkan manfaat dan kontribusi yang besar bagi pembangunan manusia seutuhnya.

(3)

menempati peringkat 102, tahun 1997 dan 1998 Indonesia menduduki peringkat 99, dan tahun 1999 berada pada urutan 105.1

Pendidikan adalah senjata perang jaman modern, pendidikan berwujud kemampuan berpikir dan skil yang tinggi. Desakan akan sumber daya manusia yang bermutu menjadi modal untuk bisa hidup di zaman sekarang, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk memenuhi tuntutan dunia luar. Sumber daya manusia yang bermutu tentunya ditunjang oleh lembaga pendidikan yang bermutu pula. Lembaga pendidikan merupakan lembaga awal yang akan mencetak skil dan pembentukan karakter dasar pada seseorang. Jika anak-anak Indonesia tidak mengecam lembaga pendidikan yang telah diwajibkan yakni 9 tahun atau setara dengan tamatan SMP, maka bisa dibayangkan betapa banyaknya anak-anak Indonesia yang akan hidup dalam kebodohan dan mereka hanya akan menjadi pekerja kasar. Tentunya ini akan menjadi beban tersendiri bagi negara dan menjadi pekerjaan rumah bersama.

Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini miskin harta, dan jangan sampai nantinya masyarakat Indonesia miskin ilmu (pendidikan). Pekerjaan untuk mengentaskan kemiskinan harta adalah pekerjaan rumah jangka pendek, hal ini berguna untuk meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka pekerjaan ini tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sedang pekerjaan untuk memajukan pendidikan adalah kebijakan jangka panjang, dan kalau bangsa Indonesia tidak ingin jadi bangsa yang bisanya hanya mencetak tukang kuli atau jadi bulan-bulanan kaum kapitalis, maka keberpihakan semua lapisan pada

1

(4)

pendidikan adalah suatu keniscayaan. Tanpa peran serta semua elemen yang ada dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan di Indonesia maka dirasakan belum bisa tercapai. Dan dalam hal ini, peran negara sangat penting sekali dalam menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas.

Seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk merancang nasib pendidikan di masa depan, seperti termaktub dalam pasal 6 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 bahwa “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pendidikan”.2 Demikian pula dalam pasal 8 “Masyarakat berhak berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan”. Sehingga dimanapun kita tinggal diseluruh kawasan di Indonesia, kita bisa berpartisipasi merancang pendidikan yang bermutu, layak dan sebisa mungkin tanpa memungut biaya sepeserpun.3

Kondisi sumber daya manusia yang dipersiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus juga belum sepenuhnya memuaskan, terutama jika dilihat dari segi akhlak, moral dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa. Fakta-fakta empiris tersebut menunjukkan bahwa kinerja lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia jauh dari memadai. Kondisi tersebut juga tidak terlepas dari peran guru. Sebagai pengajar dan pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja pendidikan yang jauh dari maksimal antara lain disebabkan oleh kinerja guru yang tidak maksimal pula.

2

Edi Susanto, Pendidikan Gratis Bagi Rakyat Miskin, makalah disampaikan dalam acara Diskusi Publik, “Apa dan Bagaimana Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS) Kota Depok ke Depan”, oleh LSM Forppendik di Balaikota Depok: 5 Maret 2005, hal. 1

3

(5)

Tidak konsisten atau lambannya kinerja guru antara lain dipicu oleh tidak jelasnya konsep dan penerapan sistem pendidikan yang dirasa masih kurang dan masih perlu dilakukannya perbaikan-perbaikan. Selama ini, pihak otoritas sekolah sering sekali berbicara tentang mutu pendidikan, tentang sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang masih perlu lagi diperbaiki tetapi lagi-lagi hal itu terbentur oleh minimnya anggaran dana, dan masih dibutuhkannya bantuan dari pihak pemerintah. Adapun anggaran bantuan dari pemerintah untuk pendidikan dirasa masih minim dan banyak terjadi kesimpang-siuran dalam pencairan dananya, serta transparansi penerima dana masih kurang, hal ini dikarenakan rumitnya birokrasi yang ada di Indonesia.

Upaya menjaga agar tidak terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti: manipulasi dana bantuan pendidikan dari pemerintah, dll, maka perlu adanya keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang orientasinya jelas dan hanya fokus dibidang pendidikan saja. LSM ini nantinya sebagai wadah aspirasi masyarakat guna memonitoring terhadap regulator/penyelenggara dan pengguna pendidikan, dan sebagai wadah yang akan berperan aktif dalam melakukan sosialisasi terhadap segala bentuk kebijakan dan program-program penyelenggara pendidikan guna mendorong kepada peningkatan kualitas sektor pendidikan yang berpihak kepada masyarakat luas.4 Juga memfasilitasi antara pihak lembaga sekolah dengan pemerintah, memfasilitasi antara pihak murid dengan pihak sekolah dan sebagainya.

4

(6)

Wajib belajar (Wajar) 9 tahun yang telah dicanangkan oleh pemerintah sampai saat ini masih belum berhasil. Padahal kita ketahui bersama bahwa tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari tingkat pendidikannya. Dan rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah, dan tidak menutup kemungkinan sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang buta aksara atau tidak bisa membaca dan menulis. Apalagi, menurut data Dinas Pendidikan di Kota Depok mencatat sejumlah 3.900 siswa dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya terancam Drop Out (DO) (per April 2005).5 Maka dari itulah diperlukan pembenahan dibidang pendidikan, baik sarana dan prasarana untuk menunjang pendidikan, juga sistem pendidikan itu sendiri perlu juga harus dilakukan pembenahan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dan salah satu peran pengawasan dalam upaya membenahi pendidikan ini, salah satunya melalui peran LSM.

Kota Depok dalam visi dan misinya mencanangkan sebagai kota pendidikan, akan tetapi para pemerhati pendidikan seperti LSM Forppendik mensinyalir bahwa masih banyak permasalahan pendidikan di Kota Depok yang perlu segera dibenahi. Seperti: mahal atau tingginya biaya pendidikan di Kota Depok6, masih banyaknya siswa yang di duga DO dan rawan DO7, serta masih minimnya kualitas pendidikan di Kota Depok (peringkat ke 24 dari 25

5

Monitor Depok, “9.240 Siswa Depok diduga Putus Sekolah; Disdik Alokasikan Bantuan”, Sabtu 4 Maret 2006, hal. 6

6

Sampai saat ini masyarakat Depok masih belum merasakan keringanan biaya pendidikan dari strata SDN, SMPN maupun SMAN apalagi swasta. Seperti biaya UAS menjadi sangat mahal karena ada biaya ikutan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah seperti biaya perpisahan, buku kenang-kenangan atau yang lainnya diluar APBS. (Monitor Depok , Rabu 13 April 2005)

7

(7)

Kabupaten/Kota se-Jawa Barat)8, yang perlu diperhatikan oleh stakeholders pendidikan seperti: Komisi D DPRD Depok, Dewan Pendidikan Kota Depok (DPKD), PGRI Kota Depok dan LSM maupun elemen pemerhati pendidikan lainnya.

Memasuki tahun ajaran baru, seringkali para orang tua murid merasa terbebani karena pihak sekolah yang selalu saja menuntut para orang tua murid untuk membayar dan menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi seperti: biaya bangunan sekolah, biaya ujian sekolah, dana buku, dan lain-lain. Padahal, masih banyak orang tua murid yang tidak tahu akan adanya dana bantuan dari pemerintah, dan ketidaktahuan para orang tua siswa bahwa dana yang dibebankan orang tua murid tersebut dari pihak sekolah tanpa terlebih dahulu dilakukan musyawarah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan kebijakan sekolah yang terjadi, dan imbasnya adalah orang tua siswa atau juga masyarakat.

Banyaknya permasalahan pendidikan di Kota Depok yang harus segera dibenahi, menuntut peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dan turut andil guna perbaikan mutu pendidikan, misalnya dengan ikut serta menyumbang dana pendidikan, memberikan masukan/ide konstruktif bagi pendidikan, me-monitoring bantuan dana, dan sebagainya. Peran serta masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Depok, dan dapat membantu menekan tingginya biaya pendidikan di Kota Depok.

8

(8)

Dari uraian tersebut, maka beralasanlah bila penulis menyusun dan menulis skripsi dengan judul: “PERAN LSM FORUM PEDULI

PENDIDIKAN (FORPPENDIK) DALAM MEMONITORING

PENDIDIKAN DI KOTA DEPOK (Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga dan biaya, serta untuk menjaga agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian ini dibatasi pada upaya mengungkap informasi mengenai peran LSM Forppendik dalam membenahi permasalahan pendidikan di Kota Depok dalam hal: (1) peran LSM Forppendik dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok dan memantau bantuan dana pendidikan dari pemerintah Kota Depok, (2) faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(9)

2) Bagaimana peran LSM Forppendik tahun 2006 dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok?

3) Apa faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui peran LSM Forppendik pada tahun 2006 dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok dan memantau bantuan dana pendidikan dari Pemkot Depok.

2) Untuk mengetahui faktor apa saja pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian terhadap peran LSM Forppendik dalam membangun Kota Depok sebagai kota pendidikan di tahun 2006 ini diharapkan memberikan sejumlah manfaat, antara lain:

(10)

2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/media informasi bagi jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dalam melakukan proses pengembangan masyarakat terutama memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, atau juga dalam hal sebagai fasilitator dengan pihak penyelenggara pendidikan serta menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemberdayaan masyarakat yang erat kaitannya dengan pengembangan masyarakat terutama dalam hal pemberdayaan pendidikan.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik bermakna dilapangan. 9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

9

(11)

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.10

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak 04 November 2007 dan penelitian ini berakhir pada tanggal 18 April 2008. Adapun tempat penelitian di sekretariat LSM Forppendik yang beralamat di Jl. Raya Tole Iskandar Griya Lembah Blok B No.1 Kecamatan Sukmajaya Kota Depok 16417 dan di SDN Tugu 8 Jl. Akses UI Inpres Kelapa Dua Kelurahan Tugu Cimanggis–Depok.

4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih responden ini dipilih secara sengaja, setelah sebelumnya membuat tipologi berdasarkan latar belakang subyek penelitian, yang penting dalam pendekatan kualitatif bukan jumlah subyek peneliti kasusnya, melainkan potensi tiap kasus untuk memberi pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.

(12)

Pilihan responden tergantung pada jenis informasi yang hendak dikumpulkan. Cara termudah mendapatkan responden adalah teknik ‘bola salju’. Dalam teknik ini peneliti harus mengenal beberapa responden kunci dan meminta memperkenalkannya kepada responden lain.11

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih subyek-subyek penelitian diantaranya adalah: Sebagai data primer utama, penulis akan mewawancarai ketua LSM Forppendik. Adapun untuk data primer pendukung penulis akan mewawancarai Kepala Sekolah SDN Tugu 8 yang pernah menjalin kerjasama dengan LSM Forppendik, hal ini penulis lakukan karena keterbatasan dari penulis baik mengenai waktu, dana, tenaga dan lainnya.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui catatan atau dokumentasi LSM Forppendik, kliping media cetak Monitor Depok, data-data instansi dan sebagainya.

5. Teknik Pencatatan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan (data lapangan). Catatan lapangan (data) tidak lain dari pada catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan lapangan (data) itu dibuat dalam bentuk kata-kata, singkatan, pokok utama saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah pulang ke tempat tinggal.

11

(13)

Pencatat data dilapangan yang mencatat apa yang akan direkam, apa yang perlu dan tidak perlu dicatat. Uraian tentang latar dan orang-orang yang diamati atau di wawancarai, bagaimana menghadapi perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat dan tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan.12

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka peneliti menggunakan teknik pencatatan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian dilapangan, baik berasal dari hasil wawancara maupun dari kumpulan kliping media cetak yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah ke tempat tinggal.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan atau melalui wawancara, dimana dua orang atau lebih secara fisik langsung berhadap-hadapan yang satu dapat melihat muka yang lain dan masing-masing dapat menggunakan saluran komunikasi secara wajar dan lancar.13 Wawancara mempunyai arti penting karena melalui proses wawancara dapat diketahui segi-segi kehidupan seseorang baik yang terpendam maupun yang nampak. Dalam wawancara terdapat dua pihak yang masing-masing mempunyai kedudukan yang berlainan. Pihak yang satu sebagai pencari informasi sedang yang lain sebagai pemberi informasi.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-16, hal. 100

13

(14)

Sebagai pencari informasi pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatat dan mengingat jawaban serta menggali pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah: pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.14 Yang harus dilakukan seorang pewawancara yakni menyampaikan pertanyaan kepada responden, merangsang responden untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih jauh bila dikehendaki dan mencatatnya.

b. Observasi/pengamatan

Observasi yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung ke lembaga atau institusi dalam rangka mencocokkan data yang diperoleh dari angket atau wawancara. Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:191-193) sebagai berikut:15

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.

14

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: Penerbit: LP3ES), hal. 192

15

(15)

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Jadi, penggunaan pengamatan yakni: pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian.

7. Teknik Analisa Data

Data yang ada dianalisa dengan cara direduksi. Dalam hal ini seluruh data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian diringkas dan dikelompokkan menurut kategori yang diinginkan untuk mengidentifikasi aspek penting dari tema yang diteliti. Reduksi membantu peneliti untuk memutuskan data yang dikumpulkan. Tujuan terpenting dari reduksi data adalah untuk mengidentifikasi tema utama yang diteliti dengan memberikan kategori pada informasi yang telah dikumpulkan.16

Dari rumusan tersebut bahwa dalam menganalisa data memerlukan proses seperti: mengorganisasikan, mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan

16

(16)

mengkategorikan data. Setelah data dianalisa kemudian dirumuskan. Data yang telah didapat dari catatan lapangan (hasil wawancara) kemudian dirumuskan dan disajikan.

8. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini pendekatannya lebih kepada triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1979) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987:331). Hal itu dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.17

17

(17)

Berdasarkan konteks diatas, dalam hal ini penulis mencoba membandingkan hasil wawancara dengan LSM Forppendik dengan kepala sekolah dan juga para dewan guru, selain itu, penulis juga akan membandingkan dengan kumpulan kliping media cetak Monitor Depok sehingga akan menghasilkan keabsahan data yang akurat dan disajikan dalam penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam proses penelitian, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan meliputi: (a) Latar Belakang Masalah, (b) Pembatasan dan Perumusan Masalah, (c) Tujuan dan Manfaat Penelitian, (d) Metodologi Penelitian, (e) Sistematika Penulisan BAB II : Tinjauan Pustaka meliputi: (a) Peran terdiri dari (1) Pengertian

peran, (2) Peran LSM dalam masyarakat. (b) Pendidikan terdiri dari (1) Pengertian pendidikan (2) Peran pendidikan dalam masyarakat. (c) Monitoring terdiri dari: (1) pengertian monitoring, (2) peraturan pemerintah RI No. 30 Tahun 1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil.

(18)

BAB IV : Analisis Hasil Penelitian, meliputi (a) Peran LSM Forppendik dalam menyoroti pendidikan di Kota Depok, (b) Peran LSM Forppendik dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok tahun 2006, (c) Peran LSM Forppendik dalam memonitoring bantuan dana pendidikan di Kota Depok, (d) Faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam buku Perilaku Organisasi Shakerspeare mengatakan bahwa: peran adalah seperangkat pola perilaku yang diharapkan yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu satuan sosial. Selain itu juga peran mempunyai identitas yaitu sikap-sikap tertentu dan perilaku-perilaku yang sebenarnya konsisten dengan suatu peran menciptakan identitas peran. Peran juga ada yang mempersepsikan mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam suatu situasi, berdasarkan suatu penafsiran bagaimana seharusnya perilaku kita.18

Menurut Robert Linton teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Menurut teori ini seseorang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, guru, orang tua, wanita dan sebagainya, diharapkan agar berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Contoh dalam hal mengapa seseorang mengajari orang lain? karena dia adalah seorang pendidik. Kemudian menurut Glen Edler memperluas penggunaan teori peran tersebut berdasarkan pada tahapan usia yang dibagi dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa tua. Dalam kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah bagian dari

18

(20)

tugas utama yang harus dilaksanakan.19 Bisa berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.

Sedangkan, Grass Masson dan A.W, Eachern, sebagaimana dikutip oleh David Berry, mendefinisikan peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat. Artinya seseorang diwajibkan untuk menentukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat. Peran akan menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan suatu tujuan. Misalnya, setiap organisasi menghadapi keterbatasan kemampuan menyediakan dan memperoleh sumber-sumber yang diperlukannya, baik dalam arti dana, sarana prasarana, waktu dan tenaga kerja. Menghadapi kenyataan demikian, peran manajemen perlu melakukan suatu analisis yang objektif agar dapat ditentukan kemampuan organisasi berdasarkan sumber yang sudah dimiliki atau mungkin diperolehnya.20

2. Peran LSM dalam Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah (Ornop) sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Indonesia merdeka. Sebagai contoh, dijaman kolonial sudah ada organisasi bernama Budi Utomo dan Taman Siswa. Dua organisasi ini bisa disebut representasi dari Ornop, karena fungsi substitusinya dari organisasi-organisasi yang ada saat itu, baik yang berbentuk lembaga pendidikan maupun yang bercorak sosial dan bergerak dibidang

19

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1990, hal. 667

20

(21)

kesejahteraan lebih banyak yang digunakan untuk kepentingan penjajah dan tidak memberi peluang kebangkitan bagi pribumi.

Sesudah Indonesia merdeka organisasi semacam itu tumbuh lebih subur. Salah satu faktor penyebabnya, karena sistem politik yang ada saat itu relatif bebas dimana organisasi swadaya masyarakat yang juga masih berpengaruh oleh dinamika partai politik, berkeinginan mendapat simpati dan legitimasi dari basis masyarakat. Tetapi setelah G 30 S/PKI meletus dan Orde Baru lahir disusul perubahannya sistem politik dan ekonomi, keberadaan organisasi swadaya masyarakat/LSM dan peranannya bergeser cukup mendasar. LSM-LSM tradisional, khususnya yang bergerak dalam bidang kesejahteraan dan pendidikan seperti yayasan, kumpulan-kumpulan/paguyuban dan sejenisnya baik yang berlabel agama maupun yang sekuler tetap berjalan. Sementara LSM-LSM tradisional yang struktur dan kulturalnya lama dengan utopia politik negara mengadaptasikan diri dengan struktur dan kultur politik orde baru yang sebenarnya sama. Pola patront client tetap dipegang sebagai ciri golongan oportunis.21

Kebijakan otonomi daerah yang dilancarkan dalam era reformasi telah mengundang berbagai pendapat dan pandangan yang banyak dilontarkan orang, terutama terhadap UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Ada yang menganggap UU ini terlalu kebablasan memberikan keleluasaan kepada daerah, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan (disintegrasi) karena terkotak-kotaknya antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, dan tidak

21

(22)

terkendali oleh pemerintah pusat, pada akhirnya daerah yang merasa sangat kuat akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI. Sebaliknya, ada yang beranggapan bahwa UU ini masih berbau ‘status quo’ pemerintah yang menamakan dirinya sebagai ‘pemerintah orde reformasi’ nyatanya tidak reformis.22

Krisis ekonomi, politik dan kepercayaan yang berkepanjangan, yang melanda bangsa Indonesia, telah membawa dampak hampir kepada seluruh aspek dan tatanan kehidupan. Walaupun terasa pahit yang menimbulkan keterpurukan bagi bangsa dan rakyat Indonesia, namun hikmah positif yang merupakan ‘blessing in disguised’ adalah timbulnya ide dan pemikiran dasar yang menumbuhkan ‘reformasi total’ didalam aspek kehidupan bernegara dan berbangsa. Fokus utama reformasi total ini adalah untuk mewujudkan terciptanya masyarakat madani (civil society) dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai ‘good governance’ yang memunculkan nilai demokrasi dan sikap keterbukaan, kejujuran, keadilan, berorientasi kepada kepentingan rakyat, serta bertanggung jawab (akuntabel) kepada rakyat.

Dari sejarah perkembangan LSM tersebut sebenarnya tersirat keberadaan dan peran masing-masing LSM terhadap perkembangan masyarakat. Yang pertama, adanya orientasi LSM yang concern terhadap pembelaan masyarakat yang tertindas. Sementara yang kedua adanya misi sosial politik (pendidikan dan kesejahteraan) yang masih terkait dengan struktur politik yang berkembang.

22

(23)

Dimana sistem yang dianut dibalik kiprah LSM tersebut masih terjebak pada sistem global yang sebenarnya juga tidak adil, baik dalam bentuk hubungan ekonomi negara maju dan berkembang maupun struktur politik dan ekonomi dimasing-masing negara. Yang ketiga, saat orde baru berkuasa dimana pendekatan pembangunan dan modernisasi menjadi pegangan utama, tidak sedikit LSM yang menjadi perpanjangan pemerintah, karena keterlibatan LSM tersebut dalam pola pendekatan semacam itu. Karena alasan pertumbuhan ekonomi yang menjadi jargon pemerintah, LSM ikut sibuk dalam program-program/proyek rekayasa sosial ekonomi (social economic engineering); program mana yang dikemudian hari dikecam banyak kalangan karena dianggap top down dan tidak partisipatif. Dengan kata lain, LSM lebih banyak memperkuat sektor pemerintah/negara dan tidak memihak pada sektor masyarakat lemah yang tertindas.

Organisasi gerakan sosial seperti LSM adalah organisasi yang mengajukan perubahan radikal pada aras akar rumput. LSM juga mengklaim memberdayakan rakyat untuk mengontrol dan menggunakan pengetahuannya sendiri. Kemungkinan organisasi gerakan sosial menjadi gerakan kontra–hegemonik maupun gerakan kontra–diskursus tergantung pada komitmen aktivis gerakan sosial pada rakyat. Hal ini penting untuk melihat bagaimana aktivis bekerja bersama-sama rakyat menciptakan paradigma dan ideologinya sendiri maupun diskursus alternatif bagi transformasi sosial.23 Dalam hal ini transformasi sosial didefinisikan sebagai penciptaan hubungan ekonomi, politik, kultural dan lingkungan yang secara mendasar baru dan lebih baik. Juga dalam hal ini

23

(24)

transformasi sosial dianggap sebagai salah satu model atau bentuk alternatif tentang perubahan sosial, yang merupakan tujuan utama setiap gerakan sosial.24

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan pengejawantahan dari program pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat di sini memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Milson (1974, 14-15) mengemukakan bahwa ada ketumpang tindihan yang terkait dengan istilah pengembangan masyarakat dalam kaitan dengan penggunaannya di negara ‘sedang berkembang’ (developing countries) dan negara ‘yang sudah berkembang’ (developed countries). Pada negara ‘yang sudah berkembang’ pengembangan masyarakat tidak terlalu difokuskan pada penyediaan kebutuhan dasar masyarakat (seperti layanan kesehatan, pendidikan dasar dan menengah), tetapi lebih diarahkan pada upaya mengembangkan proses demokrasi, memperbaiki proses demokrasi yang ada, dan mengembangkan konklusi logis dari masalah-masalah yang ada. Tujuan utama pergerakan adalah pengembangan ‘harga diri’ (dignity) dan kepuasan berpartisipasi.25

Pada sisi yang lain, pada berbagai negara yang sedang berkembang, fokus perhatian dari pengembangan masyarakat lebih diarahkan pada peningkatan kondisi ekonomi masyarakat, pembuatan fasilitas infrastruktur, membangun fasilitas rumah untuk kelompok ‘miskin’, mengembangkan pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, serta menyiapkan lapangan kerja. Di Indonesia, istilah

24

Ibid, hal. 38 25

(25)

pengembangan masyarakat juga sering diidentikkan dengan ‘pembangunan masyarakat dalam arti luas’ (pembangunan = development; masyarakat = community) pengertian ini digunakan untuk menggambarkan pembangunan bangsa secara keseluruhan. Dilain hal, terkadang pengembangan masyarakat itu bergerak dalam lembaga-lembaga seperti LSM.

Pengembangan masyarakat atau LSM sering kali di implementasikan dalam bentuk: (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.26

Pengembangan masyarakat (Community Development) terdiri dari dua konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya. “Masyarakat” dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu : masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh: sebuah rukun tetangga atau sebuah kampung diwilayah pedesaan. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti pada kasus orang tua yang memiliki anak dengan

26

(26)

kebutuhan khusus (anak cacat phisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan.

Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya dengan pelayanan sosial kelembagaan. Istilah masyarakat juga sering dikontraskan dengan “negara”. Misalnya, sektor masyarakat sering diasosiasikan dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang kecil, informal dan bersifat bottom-up. Sedangkan lawannya yakni sektor publik kerap diartikan sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar dan lebih birokratis.

Pengembangan masyarakat dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial yang dikembangkan dari dua perspektif yang berlawanan, yakni aliran kiri (sosialis–marxis) dan kanan (kapitalis–demokratis) dalam spektrum politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya sistem ekonomi pasar bebas dan “swastanisasi” kesejahteraan sosial, pengembangan masyarakat menekankan pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung strategi penanganan kemiskinan dan penindasan, maupun dalam memfasilitasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

(27)

familimisme dan analisis anti-rasis, pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya mengubah ketidak seimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-sebab kelemahan mereka, serta menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.

Pengembangan masyarakat dapat diklasifikasikan kedalam enam model sesuai dengan gugus profesional dan radikal. Ke enam model tersebut meliputi: 1. Perawatan masyarakat merupakan kegiatan volunter yang biasanya dilakukan oleh warga kelas menengah yang tidak dibayar. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kesenjangan legalitas pemberian pelayanan.

2. Pengorganisasian masyarakat memiliki fokus pada perbaikan koordinasi antara berbagai lembaga kejahteraan sosial

3. Pembangunan Masyarakat memiliki perhatian pada peningkatan keterampilan dan kemandirian masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 4. Aksi masyarakat berdasarkan kelas bertujuan untuk membangkitkan kelompok-kelompok lemah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan melalui strategi konflik, tindakan langsung dan konfrontasi.

5. Aksi masyarakat berdasarkan gender bertujuan untuk mengubah relasi-relasi sosial kapitalis-patriakal antara laki-laki dan perempuan, perempuan dan negara, serta orang dewasa dan anak-anak.27

Peran LSM sebagai gerakan kontra-hegemonik adalah memperkuat masyarakat sipil dan membantu mereka melahirkan “kesadaran kritis”. Juga tugas utama LSM diantaranya adalah melakukan penetrasi terhadap kemajuan semua

27

(28)

yang diciptakan oleh sistem modernisasi dan developmentalisme.28 Juga bisa diantara peran LSM adalah sebagai fasilitator dalam hal menengahi antara kepentingan pemerintah dan kepentingan rakyat. Dalam hal ini menggunakan pendekatan bottom- up.

B. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam kehidupan sehari-hari kata pendidikan diartikan dengan lembaga pendidikan dan ada kalanya diartikan dengan hasil pendidikan. Misalnya, pendidikannya SMP berarti sekolah atau lembaga pendidikan; pendidikannya lulus SMEA berarti menunjukkan pada hasil pendidikannya. Pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Serangkaian proses dengannya seseorang/anak mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai/ berguna dimasyarakat.

2. Proses sosial dimana orang/anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru disekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individual yang optimal.29

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1989; 32-33) mengenai definisi mengenai pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan sasaran dan objek.

28

Mansour Fakih, Op.Cit, hal. 153 29

(29)

2. Secara mutlak, pendidik yang sebenarnya hanyalah Allah, Pencipta fitrah dan Pemberi berbagai potensi.

3. Pendidikan menurut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah di susun secara sistematis. Anak melakukan kegiatan itu fase demi fase.

4. Kerja pendidikan harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah, sebagaimana harus mengikuti Syara dan Din Allah. Pendidikan itu adalah suatu proses pembentukan kepribadian. Proses dalam hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan terdiri dari serangkaian tindakan yang menuju kesuatu hasil tertentu. Tindakan tersebut bisa saja suatu perbuatan yang tampak tetapi juga bisa tidak tampak. Pada umumnya tindakan dalam pendidikan itu merupakan tindakan yang tidak tampak nyata. Namun demikian, tindakan dalam pendidikan itu hampir selamanya bersifat formal, dalam artian tindakan-tindakan itu dibuat sengaja dan bertujuan.30

Kesengajaan proses pendidikan ini akan lebih nyata bila pendidikan itu dipandang secara sosiologis. Pendidikan adalah proses sengaja untuk meneruskan atau mentransmisi budaya orang dewasa kepada generasi yang lebih muda. Proses ini mengandung suatu tindakan asasi yaitu pemilihan atau seleksi keterampilan, fakta, nilai dan sikap yang paling berharga dan penting dari kebudayaan untuk

30

(30)

diajarkan kepada generasi yang lebih muda itu. Pemilihan dan pengambilan keputusan itu merupakan tindakan yang sengaja.31

Dalam pendidikan itu terdapat dua jenis proses, yaitu proses pendidikan dan nonpendidikan. Proses pendidikan sering juga disebut proses teknis sedangkan nonpendidikan sering disebut nonteknik. Administrasi tergolong proses non teknis yang pada dasarnya berfungsi agar proses teknik berjalan dengan mulus. Fungsi proses administrasi itu adalah merancang, mengatur, mengkoordinasikan, menyediakan fasilitas, mengarahkan, memperbaiki proses teknis. Sedangkan proses teknis itu merupakan proses yang secara langsung berkenaan dengan pendidikan itu sendiri seperti perencanaan, penilaian, pelaksanaan pengajaran dan kurikulum. Abdurrahman An-Nahlawi (1989; 50) menyatakan bahwa proses pendidikan adalah pengembangan kepribadian manusia, agar seluruh aspek ini dapat terlaksana secara harmonis dan sempurna, disamping seluruh potensi manusia dapat terpadu untuk mencapai tujuan yang merupakan pangkal segala usaha, konsep, tingkah laku dan getar perasan hati.32

Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No.IV/MPR/1973) dikatakan bahwa: “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Menurut ketentuan umum, Bab I Pasal 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”.

31

Ibid, hal. 6 32

(31)

Sedangkan menurut Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pada Bab I Pasal 1, ayat 1, menjelaskan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya, ilmu pendidikan mengemukakan beberapa macam faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Para ahli pendidikan membagi faktor-faktor pendidikan menjadi lima faktor; yaitu (1) faktor tujuan; (2) faktor anak didik; (3) faktor pendidik; (4) faktor alat; (5) faktor milieu/lingkungan.

Adapun tujuan pendidikan dalam Bab II Pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003; yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

(32)

baru telah memperhatikan prinsip otonomi daerah dan mengantisipasi adanya persaingan global. UU-SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 merupakan Undang-undang Republik Indonesia yang baru berisikan ketentuan-ketentuan yang mengatur pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan Indonesia.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, antara lain mengemukakan tentang pengertian dan tujuan pendidikan nasional, sebagai berikut:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1, Ayat 1).

2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia yang tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman (Pasal 1, Ayat 2).

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang sangat terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal1, Ayat 3).33

33

(33)

Selanjutnya pada Bab II, Pasal 3, mengemukakan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

2. Peran Pendidikan dalam Masyarakat

Pendidikan dan masyarakat merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini, Adolphe E. Mayer, sebagaimana dikutip oleh Imam Sutari Barnadib, menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan dan masyarakat tidaklah bersifat linear, melainkan hubungan timbal balik (mutual simbiosis). Sementara Figerland menyebut hubungan keduanya bersifat dialektis. Bila demikian bentuk hubungan antara pendidikan dan masyarakat, dapat dipastikan bahwa perubahan yang terjadi terhadap masyarakat akan mempengaruhi pendidikan.

Demikian juga sebaliknya, perubahan yang terjadi dalam pendidikan akan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Secara teoritik, masyarakat berubah dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.34 Oleh karenanya pendidikan pun akan mengalami perubahan yang kurang lebih serupa dengan

34

(34)

perubahan dalam masyarakat - berubah dari pendidikan tradisional kepada pendidikan modern.

Konsekuensi logis dari terjadinya perubahan dalam kehidupan sosial adalah adanya dampak positif ataupun negatif terhadap pendidikan, baik dalam tatanan teoritik maupun aplikatif. Artinya, perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat, baik dalam pola pikir ataupun pola perilaku dalam berbagai bidang kehidupan, ekonomi, budaya, politik ataupun agama, secara langsung akan mempengaruhi penetapan sistem pendidikan dan pelaksanaan dari sistem pendidikan itu sendiri.35 Contoh konkrit dari perubahan sosial yang dapat mempengaruhi pendidikan adalah diterapkannya sistem sentralisasi pendidikan sebagai respon dari adanya perkembangan politik bangsa Indonesia yang menuntut diberlakukannya otonomi daerah secara proporsional. Demikian juga halnya perubahan orientasi kurikulum kepada kurikulum dengan pendekatan kompetensi yang saat ini diberlakukan, tidak terlepas dari adanya perubahan orientasi masyarakat dalam bidang ekonomi, dimana dunia usaha lebih menuntut pekerja terampil dari pada pekerja yang menguasai ilmu ekonomi secara teorietis.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana pendidikan akan mempersiapkan output-nya dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus melaju sehingga mereka bisa menghadapi perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut, bisa berperan mewarnai serta bisa terakomodasikan dalam semua sektor masyarakat tersebut.

35

(35)

Pandangan Gramsci yang dipakai sebagai landasan teorietis dalam melihat peran kependidikan organisasi gerakan sosial bagi perubahan, kiranya perlu memahami bagaimana konsepnya tentang “intelektual organik” berhubungan dengan konsepnya tentang hegemoni. Gramsci mendefinisikan intelektual organik sebagai intelektual yang secara organis berakar di dalam rakyat dan bagian dari rakyat yang mengakuinya sebagai aktivis gerakan sosial, atau sebagai orang-orang yang memberikan homogenitas dan kesadaran fungsinya kepada kelompok sosial.36 Lain halnya dengan Paulo Freire, tema pendidikan yang dikemukakannya adalah peningkatan kesadaran kritis, ia mengakui manusia sebagai hal sentral dalam konsep pendidikannya bagi perubahan. Peningkatan kesadaran kritis adalah proses dimana peserta pendidikan mencapai tingkat kesadaran yang memungkinkannya memandang sistem dan struktur sosial secara kritis.

Ada pengaruh timbal balik antara sekolah dengan masyarakat, yaitu masyarakat itu maju karena sekolah, dan sekolah yang maju hanya dapat dijumpai dalam masyarakat yang maju. Hal ini sejalan dengan pendapat Ilmu Sosiologi pendidikan yang menyatakan bahwa sekolah sebagai institusi masyarakat itu berfungsi sebagai “The agent of social changes”, yaitu sekolah berfungsi sebagai agen pembaharu/kemajuan masyarakat. Peran tersebut wajar karena pada hakikatnya sekolah itu sengaja didirikan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka memajukan masyarakat.37

36

Mansour Faqih, Masyarakat Sipil untuk Trasformasi Sosial, hal. 64 37

(36)

Sejalan dengan pendapat diatas Crow & Crow dalam bukunya “Introduction to Education”, mengemukakan tiga peran / fungsi pokok sekolah terhadap masyarakat; yaitu:

1. Memelihara/melindungi budaya masyarakat.

2. Menggunakan/mengembangkan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat.

3. Sekolah dijadikan sebagai pusat masyarakat, baik pusat studi dan pusat untuk mewariskan budaya masyarakat. (Crow & Crow: 1960: 488-495). Menurut Sanapiah Faisal, ada empat pengaruh yang dapat dilakukan sekolah guna mengembangkan masyarakat di lingkungannya; yaitu:

1. Mencerdaskan kehidupan masyarakat- semua pengetahuan yang diberikan sekolah ditunjukkan untuk mengembangkan intelek yang akhirnya dapat mencerdaskan kehidupan anak sebagai anggota masyarakat.

2. Bahwa “virus”pembaharu bagi perkembangan masyarakat- program pendidikan disekolah selain untuk peningkatan mencerdaskan, juga mengupayakan transformasi pengetahuan baru, teknologi baru, pemikiran inovatif yang fungsional guna peningkatan kualitas hidup masyarakat. 3. Melahirkan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan

(37)

4. Melahirkan sikap- sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga tercipta integrasi sosial yang harmonis ditengah-tengah masyrakat- sikap-sikap positif dan konstruktif yang diperlukan untuk hidup bernegara dan bermasyarakat, ditanamkan sekolah melalui pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarga negaraan. (Tim Dosen IKIP Malang, 1987:179).

C. Monitoring

1. Pengertian Monitoring

Monitoring didefinisikan sebagai sistem pengawasan yang digunakan oleh mereka yang bertanggung jawab atas suatu proyek, untuk memastikan bahwa semuanya berjalan menurut rencana, dan bahwa sumber daya tidak terbuang.38 Ini merupakan sistem umpan balik yang berkesinambungan, yang berlangsung selama siklus proyek atau program, dan meninjau setiap kegiatan pada setiap tingkat pelaksanaan.

Dalam Kamus Ilmiah Kontemporer, Monitor diartikan sebagai pemantau atau pemberi ingat. Dan monitoring adalah hal memonitor, pemantauan atau pemonitoran.39 Monitoring merupakan alat untuk belajar dari pengalaman- dari keberhasilan dan kegagalan- untuk kemudian melakukan yang lebih baik di masa depan. Monitoring mempunyai dua tujuan: (a) Merupakan alat manajemen yang dapat membantu orang meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya, (b) Merupakan

38

Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, (Penerbit Yayasan Obor Indonesia), hal. 231

39

(38)

proses pendidikan dimana para partisipan meningkatkan kesadaran dan pemahamannya akan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi mereka, dan dengan demikian meningkatkan kontrol mereka terhadap proses pembangunan.

Monitoring melibatkan para calon pemakai suatu proyek dalam pengukuran, pengumpulan, pengolahan dan penyampaian informasi untuk membantu baik personel manajemen maupun para anggota kelompok sendiri dalam pembuatan keputusan. Data yang dikumpulkan pada waktu monitoring memberi dasar untuk analisis evaluasi. Monitoring atau pengawasan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur/sistem yang telah ada berjalan semestinya, dan untuk mengetahui keabsahan suatu data.

2. Peraturan Pemerintah RI No.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil

Bagian, C. Larangan bagi Pegawai Negara Sipil:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau PNS.

b. Menyalahgunakan wewenang.

c. Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing tanpa izin pemerintah. d. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau

meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah.

(39)

f. Melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langssung atau tidak langsung merugikan negara.

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahan atau orang lain.

h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian.

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali kepentingan jabatan.

j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan.

k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani.

l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan

m. Membocorkan/memanfaatkan rahasia negara yang diketahui untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.

n. Bertindak selaku perantara.

o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.

(40)

q. Melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta bagi pembina (golongan 11V / a) keatas.

r. Melakukan pungutan tidak sah.

Bagian, d. tingkat dan jenis hukuman disiplin: a. Tingkat Hukuman Disiplin

1) Hukuman disiplin ringan 2) Hukuman disiplin sedang 3) Hukuman disiplin berat b. Jenis Hukuman Disiplin Ringan

1) Teguran lisan. 2) Teguran tertulis.

3) Pernyataan tidak puas secara tertulis. c. Jenis Hukuman Sedang.

1) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun

2) Penurunan gaji sebesar dua kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun

3) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun. d. Jenis Hukuman Disiplin Berat

1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun. 2) Pembebasan dari jabatan

3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri 4) Pemberhentian tidak dengan hormat.40

40

(41)

BAB III

GAMBARAN UMUM LSM FORPPENDIK

A. Latar Belakang Berdirinya LSM Forppendik

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan organisasi non-pemerintah, yang sering disebut dengan Non-Government Organization (NGO). Organisasi seperti ini dibentuk oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam konteks kepentingan kesejahteraan masyarakat. Terdapat cerita cukup menarik berkaitan dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Istilah ini lahir dari ‘kurang tepat’-nya terjemahan NGO menjadi organisasi non-pemerintah atau Ornop. Terdapat dua pengertian dari istilah ini, sebagaimana dikemukakan oleh Bambang Ismawan, seorang aktivis LSM yang sudah malang melintang selama ini, sebagai berikut:

Pertama, organisasi apapun asalkan bukan pemerintah. Tentu hal ini dapat berdimensi luas. Seperti organisasi bisnis, kalangan pers, paguyuban seni, olahraga, dan lainnya.

Kedua, istilah non-pemerintah dapat berkonotasi negatif yaitu tidak mau bekerja sama atau memberontak. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, banyak LSM/NGO yang perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat.41

Penjelasan lain yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama Internasional Jerman Barat adalah Self-Help Promotion Institute (SHPI) yaitu

41

(42)

lembaga yang didirikan untuk menolong orang lain dan Self-Helf Organization (SHO) yaitu lembaga yang didirikan untuk menolong dirinya sendiri. Dengan menyimak nama lembaga yang berkembang di Jerman Barat itu, maka atas saran Prof. Dr. Sajogyo, Guru Besar dari IPB, lembaga seperti SHO yang ada di Indonesia tersebut diusulkan untuk dinamakan dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kemudian istilah LSM sebagaimana didefinisikan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahun 1990–Lampiran II, dinyatakan sebagai “… organisasi/lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya…”.

(43)

lain-lainnya. Dalam konteks pengentasan masyarakat dari kemiskinan, tampaknya perhatian LSM banyak ke kawasan pedesaan, mengingat jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih banyak dibandingkan dengan di daerah perkotaan. LSM dan Organisasi Masyarakat (Ormas) merupakan baris terdepan yang mampu be-reaksi cepat dalam memperjuangkan hak-hak, terutama hak-hak kaum miskin.

Menurut Syahrullah, seorang tokoh aktivis mahasiswa Gunadarma mengatakan, “Disaat sekarang ini, kalau kita melarat, kita tidak mungkin menjadi pintar. Semua peralatan, baik ruang maupun waktu untuk menjadi pintar hari ini harus dibeli dengan uang. Uang telah menguasai hidup kita.” Pernyataan tersebut adakalanya benar, karena itu adalah fakta yang memang Ia rasakan setiap hari. Tidak hanya aktivis mahasiswa tersebut yang merasakan, namun hari ini juga setiap orang dipaksa untuk merasakan hal yang sama. Hampir tidak ada dalam dunia ini yang tidak bisa dibeli dengan uang. Bahkan rasa kemanusiaan dan moralitas pun pada saat-saat tertentu terkadang bisa dibeli dengan uang. Betapa uang telah menguasai kehidupan. Demonstrasi yang menentang kedzaliman politik tertentu, dengan dalih moral force, misalnya, seringkali dapat ditukar dengan uang. Karenanya tidak heran jika demokrasi pun merupakan barang yang dapat ditegakkan dengan kapital.42

Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. Salah satu upaya dalam menanggulangi kemiskinan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia. Faktor manusia ini mengandung empat elemen yang menentukan sumber daya manusia itu sendiri yakni:

42

(44)
(45)

manusia ini dengan membangun pertanian dan penduduk miskin di pedesaan.43

2. Elemen kedua adalah sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan etos kerja. Elemen ini berkaitan dengan apa yang sering disebut sebagai “budaya kemiskinan”. Menurut teori ini, kemiskinan seringkali disebabkan karena budaya kemiskinan dan kemiskinan budaya (the poverty of culture). Contoh dari sikap dan perilaku yang menyebabkan kemiskinan ini, antara lain malas kerja, boros dalam konsumsi, rasa rendah diri atau tiada kepercayaan pada diri sendiri, cepat puas (nrimo), pasrah dengan nasib, dan semacamnya. Arthur lewis menyebut juga kehendak berekonomi (the will to economize) yang memperhitungkan untung rugi dalam bekerja. Pentingnya pendekatan budaya dalam pemberantasan kemiskinan ini juga dilontarkan oleh Oscar Lewis.

3. Elemen ketiga adalah keterampilan teknis yang berkaitan dengan menggunakan alat-alat dan energi. Elemen ini berkaitan dengan perkembangan teknologi yaitu sistem peralatan untuk mengolah alam dan masyarakat.

4. Elemen keempat adalah kewiraswastaan. Kaum wiraswasta ini menjadi penggerak ekonomi dengan inovasinya yang menghubungkan dunia teknik dengan pasar.

43

(46)

Dunia pendidikan saat ini menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat umum. Hal ini bisa dilihat hampir di setiap media, baik media cetak maupun media elektronik selalu ada muatan berita perihal pendidikan. Pendidikan tidak hanya mencakup lembaga pendidikan formal ataupun non formal. Memaparkan permasalahan pendidikan sangat luas sekali dan tidak ada habisnya, tergantung dari perspektif mana permasalahan pendidikan tersebut dibicarakan. Perspektif tersebut diantaranya: permasalahan biaya pendidikan di Indonesia, sekolah negeri versus sekolah swasta, dan sebagainya. Ada pula yang melihat pendidikan dari perspektif kebijakan pemerintah seperti: alokasi APBN tahun 2007 untuk pendidikan sebesar 20% yang masih belum terwujud, Program wajib belajar 9 tahun, bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, dan sebagainya.

(47)

Ketika proses menuju kemajuan pendidikan di Indonesia diterapkan pemerintah, pendidikan juga mengalami permasalahan yang cukup serius. Seperti: mahal/tingginya biaya pendidikan dibeberapa sekolah swasta dan perguruan tinggi, kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang berimplikasi menurunnya kualitas pendidikan, dan sebagainya. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti dan jangan dibiarkan berlarut-larut. Karena tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari tingkat kemajuan pendidikannya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang berpendidikan, pendidikan adalah parameter (ukuran) dari kemajuan suatu bangsa.

Pendidikan diupayakan agar dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas tersebut diharapkan nantinya percepatan kemajuan suatu bangsa, baik dalam hal pembangunan dan lain sebagainya akan mudah dilaksanakan dan tentunya pula hal ini akan mengurangi lajunya angka tingkat pengangguran di Indonesia. Untuk tujuan tersebut tentunya dibutuhkan dana yang tidak sedikit dan perlu adanya kesadaran dari semua pihak. Mengingat bahwa pendidikan adalah tolak ukur sebuah kemajuan, maka peran serta masyarakat dalam mendukung kemajuan pendidikan di Indonesia sangat dibutuhkan karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya dibebankan pada pemerintah saja.44

Saat ini pemerintah pusat banyak memberikan bantuan biaya untuk pendidikan seperti: Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan lainnya. Tetapi kenyataannya masih banyak pungutan-pungutan biaya sekolah yang dibebankan kepada orang tua murid atau masyarakat dan masih banyaknya terjadi

44

(48)

penyimpangan dana bantuan dari pemerintah sehingga lagi-lagi yang menjadi korban adalah masyarakat (orang tua murid).

Pemerintah Kota Depok mencanangkan dirinya sebagai kota pendidikan. Maka konsekuensinya segala infrastruktur penunjang harus turut dibangun pula guna meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri seperti sarana dan prasarana pendidikan, dan lain-lain.45 Tetapi fakta justru sebaliknya seperti belum terwujudnya perpustakaan daerah, masih adanya siswa DO & rawan DO, dan masih banyak permasalahan pendidikan yang perlu dibenahi di Kota Depok. Kota Depok bila ditinjau dari permasalahan pendidikan berada dalam kondisi dilematis. Disatu sisi Pemerintah Kota (Pemkot) menyatakan bahwa Depok sebagai Kota Pendidikan, namun disisi lain biaya pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK Negeri dinilai oleh masyarakat Depok khususnya terkait dengan biaya DSP (Dana Sumbangan Pendidikan) yang terangkum dalam RAPBS disetiap sekolah dirasa lebih mahal dibanding daerah-daerah lain di Jabotabek. Memang tidak ada data yang mendukung argumen ini namun masyarakat luas merasakan akan beban biaya pendidikan di Kota Depok yang tinggi.46

Menyadari kebutuhan adanya pembenahan pendidikan di Kota Depok itulah yang melatar belakangi terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Peduli Pendidikan (LSM Forppendik). Sebuah forum yang peduli akan dunia pendidikan khususnya di Kota Depok dan terbentuknya forum ini diharapkan bisa bersama-sama LSM lainnya menjadi mitra dalam pembinaan pendidikan kedepan agar kualitas pendidikan di Kota Depok lebih baik.

45

Monitor Depok, “Perpustakaan daerah belum terwujud”, Jumat 31 Maret 2006, hal. 7 46

(49)

B. Sejarah Singkat Terbentuknya LSM Forppendik

Pengurus Forppendik sebelum dideklarasikan menjadi lembaga yang berbentuk LSM adalah para orang tua korban dari kebijakan kepala sekolah dan komite sekolah SMAN 4 Cimanggis yang sewenang-wenang menetapkan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) atau sebut saja uang bangunan yang tinggi/mahal. Mereka tanpa terlebih dahulu me-musyawarahkan kepada orang tua murid telah menetapkan besaran biaya yang harus dibayar dan dibebankan kepada orang tua siswa.47 Padahal Pemkot Depok telah menganggarkan biaya bangunan fisik, dan kepada sekolah-sekolah diharapkan jangan ada lagi yang memungut biaya bangunan sekolah.

Namun faktanya, kepala sekolah melalui komite sekolah gencar menaikkan DSP maupun Sumbangan Operasional Sekolah (SOP) yang dulu dikenal dengan Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP). Hal ini bisa dikatakan sebagai “konspirasi” dalam dunia pendidikan.48 Seperti yang terjadi di SMAN 4 Cimanggis Kota Depok. Sekolah tersebut sama sekali tidak mendengar aspirasi maupun keluhan orang tua siswa, musyawarah RAPBS/APBS di sekolah tersebut hanya formalitas belaka, boleh dibilang hanya sosialisasi dari keputusan yang telah dirancang sebelumnya tanpa mendengarkan keluhan dan aspirasi orang tua siswa dengan menaikkan biaya pembangunan sekolah sebesar Rp.2,5 juta,49 untuk menutupi kebijakan tersebut, maka kepala sekolah maupun ketua Komite Sekolah (KS) meng-cover dengan kebijakan bahwa bagi orang tua siswa yang

(50)

tidak mampu boleh mencicilnya, apalagi, menurut Cornelis, tidak ada satupun institusi yang mempunyai wewenang dalam mengontrol kinerja Komite Sekolah, pengontrolan kinerja Komite Sekolah ini hanyalah mengandalkan kejelian/kritik dari orang tua murid, yang dalam kenyataannya orang tua murid tidaklah mempunyai waktu untuk itu.50

Seharusnya pada saat pembuatan dan pengajuan RAPBS pihak sekolah dan komite sekolah memusyawarahkan terlebih dahulu bersama orang tua murid kelas 1 baru, karena merekalah yang memikul dana pendidikan yang diminta sekolah. Jangan ada lagi manipulasi informasi yang menyatakan seolah-olah RAPBS ini sudah disetujui oleh pihak orang tua murid atau main ketok palu bahwa RAPBS sudah final.51 Hal inilah yang membuat biaya pendidikan di Depok menjadi mahal. Sedangkan banyak orang tua murid yang hanya pasrah dan mengeluh terhadap RAPBS yang diajukan pihak sekolah karena mereka khawatir bila mereka protes maka anak mereka akan ditekan di sekolah.

Pada saat itu, Cornelis Leo Lamongi selaku orang tua siswa SMAN 4 Cimanggis Depok bersama orang tua siswa lainnya yang tidak jauh tempat tinggalnya merasa resah melihat kebijakan sekolah yang justru membebankan dan tidak memihak kepada orang tua siswa, terutama masalah Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) atau biaya bangunan sekolah yang mahal. Bahkan setelah Cornelis melakukan penyelidikan ke sekolah-sekolah lainnya di Kota Depok, ternyata SMAN 4 Cimanggis Depok adalah sekolah tingkat SLTA Negeri termahal di Kota Depok. Maka Cornelis dan enam orang temannya itu bertekad

50

Cornelis Leo Lamongi, “Quo Vadis Komite Sekolah?”, Monitor Depok, 18 Febuari 2005.

51

(51)

akan mengusut dan mengupayakan agar DSP atau biaya bangunan sekolah di SMAN 4 Cimanggis bisa dikurangi.

Forum atau pertemuan yang dilakukan oleh Cornelis dan temannya itu guna mengkritisi kebijakan sekolah khususnya di SMAN 4 Cimanggis Depok ternyata membuahkan hasil. DSP di SMAN 4 Cimanggis turun menjadi Rp. 1,5 juta dan menjadi DSP termurah di tingkat SLTA Negeri Kota Depok.52 Tidak sampai disana saja, forum itu terus berlanjut, karena banyak penyimpangan-penyimpangan terjadi disekolah baik berkaitan dengan kebijakan pemerintah seperti: penyimpangan dana BOS, maupun permasalahan pendidikan lainnya.

Berangkat dari pengalaman banyaknya orang tua siswa baru di Kota Depok yang mengeluhkan besarnya biaya masuk sekolah negeri (sumbangan pendidikan), diadakanlah pertemuan-pertemuan dari para pemerhati dan pengamat pendidikan yang berdomisili di Kota Depok. Agenda diskusi dalam setiap pertemuan hanya satu yaitu seputar permasalahan dan perkembangan kemajuan pendidikan di Kota Depok. Dari hasil pertemuan dan pengkajian yang dilakukan berulang-ulang, akhirnya disepakati perlu adanya sebuah lembaga non-pemerintah guna memperkuat komitmen dan rasa kepedulian dalam bidang pendidikan. Maka melalui Notaris Pria Takari Utama, SH, dengan Akta Pendirian No. 10 pada tanggal 27 Januari 2005 berdirilah secara formal sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan nama Forum Peduli Pendidikan Kota Depok yang disingkat dengan Forppendik.

52

(52)

C. Sifat Kelembagaan:

Lembaga LSM Forppendik bersifat Nirlaba, Independen dan Objektif dengan Strategi Operasional yaitu Transparan, Kritis, Faktual, Konseptual dan Solutif dengan mengedepankan Semangat Kemitraan dan Kesetaraan.

D. Fungsi dan Tujuan LSM Forppendik:

a) LSM Forppendik sebagai wadah pengkajian ilmiah membahas sektor pendidikan dengan melibatkan aspirasi potensi masyarakat untuk menghasilkan sebuah gagasan berupa konsep alternatif guna disampaikan kepada pihak terkait dengan masalah pendidikan.

b) LSM Forppendik sebagai wadah pemantau/pemerhati, melakukan monitoring terhadap regulator, penyelenggara dan pengguna pendidikan yang dilakukan secara Independen, Objektif, Faktual dan Konseptual. c) LSM Forppendik sebagai wadah yang akan berperan aktif dalam

melakukan sosialisasi terhadap segala bentuk kebijakan dan program-program regulator/penyelenggara pendidikan guna mendorong kepada peningkatan kualitas sektor pendidikan yang berpihak kepada masyarakat luas

E. Program Kerja LSM Forppendik:

1. Program Jangka Pendek:

Gambar

Gambaran Umum LSM Forppendik meliputi (a) Latar Belakang
GAMBARAN UMUM LSM FORPPENDIK

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat pada Tabel 5, perbedaan karakteristik pengguna bus AC dan KRL ekspress berdasarkan atribut pelayanan moda terjadi pada atribut jarak tempuh total

Sedangkan pada temuan kedua, membahas hambatan yang dialami orang tua dalam menanamkan nilai-nilai karakter relegius pada anak dikeluarga nelayan di Desa Dahari Selebar

Tabel 3, dapat dilihat rata-rata gejala risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 10,88,

maka sistem akan menampilkan menu utama dengan fitur fungsionalitas sebagai bagian psikologi klinis yaitu maintain data pelaku, edit nilai CF gangguan, edit nilai

Universitas mercubuana Page 8 Berdasarkan keterangan bahwa terdapat gaya pemotongan maka perlu adanya perhitungan yang tepat pada mesin bubut sehingga kita bisa

Di sektor jasa, waktu pengurusan perizinan usaha menjadi lebih lama yaitu dari 9 sampai 18 hari kerja tahun 2010 menjadi 10 sampai 25 hari kerja tahun 2014..

Rona lingkungan awal komponen kesehatan masyarakat dalam rencana kegiatan Pengembangan Panakkukang Mall di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar dapat dilihat dengan

Menggunakan persamaan (3.1) safety factor yang didapat sebesar 2,74. Hal ini berarti komponen tidak akan mengalami kegagalan bila diberi beban statis ini. LPG 3kg material SG295: