• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMPN 1 Kota Cisauk)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh EVI MASPIAH NIM: 106016100575

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

pada konsep Bioteknologi" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 15 September 2011 di hadapan dewan penguji. oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana sl (s.pd.) pada jurusan Pendidikan Pengetahuan Alam (Biologi)

J akafia, 1 5 Septemb er 20ll

Panitia Uj ian Munaqasah Tanggal

1 ' t o 'e P l l

Ketua Prodi Jurusan Pendidikan Biologi

Dr. Zulfiani" M.Pd

NIP. 19760309 2005012 002

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih. M.Pd

NIP. 19790s10 200604 2 001

Penguji I

Eny Supriyati Rosyidatun. S.Si. M.A NIP. 197s0924 200604 2 00r

Penguji II

Meiry Fadilah Noor. M .Si NrP. 150 4ll 174

3 - to-aotl

3' 1o

-?at

3a// 2atl

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

T9571

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR

TEACHING LEARNING BIOLOGI SISWA

Cisauk) (Kuasi Eksperimen di SMPN 1

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh EVI MASPIAH N I M : 1 0 6 0 1 6 1 0 0 5 7 5

Mengesahkan,

Pembimbing II

Nengsih Juanengsih. M.Pd NIP : 19790s10 2006042001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

Tempat / Tgl Lahir Jurusan

Judul Skripsi

EviMaspiah

Tangerang / 8 Januari 1987

Pendidikan Pengetahuan Alam (Biologi)

PengaruhPendekatan Contextual Teaching Learning

(CTL) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Bioteknolosi

Dosen Pembimbing Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd Nengsih Juanengsih, M.Pd

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh ujian Munaqasah.

Jakarta, l5 Agustus 2011

TETffiW

H/rrilsiltru&trs Y_
(5)

i

ABSTRACT

Evi Maspiah, 106016100575. The Influence of Contextual Teaching and

Learning (CTL) on the Students Learning Achievement (Quasi Experiment in

SMPN 1 Cisauk). Thesis, Biology Education Program, Science Education

Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The aim of this study was to know the influence of Contextual Teaching and Learning (CTL) on the Students’ Learning Achievement for Biotechnology concept. This research was done at SMPN 1 Cisauk. This study used quasi experiment method with Control Group Pre test – Post test Design. Sample was taken by using technique of purposive sampling. The amount reaseach sample for the experiment class 35 student and class control is 35 students. Instrument that used was test and observation sheet. The use of data analysis was t-test, from the

result of data calculation the value of t count 2,38, while t-table at the level of

significant 5% with degree of freedom (dk) = 70 that is equal to 1,998. So it can be said that by t-test > t-table. It shows that there was influence of Contextual

Teaching and Learning (CTL) on the Students’ Learning Achievement. The CTL of experiment class was higher (65,4) than of control class (57,06). It shown that there was influence of Contextual Teaching and Learning (CTL) on the Students’ Learning Achievement

(6)

ii ABSTRAK

Evi Maspiah, 106016100575. Pengaruh Strategi Pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 1 Cisauk). Skripsi, Program Studi Biologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah and Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa pada konsep Bioteknologi. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Cisauk. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain Control Group Pretes-Postes Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian kelas eksperimen berjumlah 35 siswa dan kelas kontrol berjumlah 35 siswa. Instrumen yang digunakan berupa tes dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2,38, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan

derajat kebebasan (dk)= 70 yaitu sebesar 1,998, maka dapat dikatakan bahwa

thitung > ttabel. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh Pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Siswa. Rata-rata CTL kelas eksperimen lebih tinggi (65,4) dibandingkan kelas kontrol (57,06). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa

(7)

iii

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat dan rahmat kepada makhluk-Nya. Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang tiada putus dan henti-hentinya. Shalawat serta salam semoga selalu teriringkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada keluarga dan sahabat yang selalu istiqomah dalam menjalankan sunnah-nya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi S1 Program Studi Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dengan judul “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa”.

Apresiasi dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ahmad Sofyan, M.Pd dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran-saran, masukan serta pengarahannya yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini dan Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran-saran dan arahannya yang bermanfaat kepada peneliti dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Ratna Suminar, S.Pd, Kepala SMPN 1 Cisauk Serta Ibu Sri Rubiyanti,

S.Pd, Guru mata pelajaran Biologi di SMPN 1 Cisauk, yang telah memberikan izin penelitian, arahan dan bimbingan selama penelitian berlangsung.

5. Ayahanda tercinta, H. Aspani yang selalu mencurahkan kasih sayangnya,

(8)

6. tersayang, Alm. Salbiyah yang kasih sayangnya selalu menemani ananda di setiap hari, Semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana ia menyayangi peneliti.

7. Kakak-kakak khususnya Abdul Rosyid, Abdul Rojak, Yayah Rosadah yang sabar menuntun dan memotivasi peneliti dalam penyelesaian skripsi

ini, serta adik Saidil Hudri terima kasih atas do’a dan dukungannya selama

ini baik secara moril maupun materil.

8. Rekan-rekan pendidikan (biologi, kimia dan fisika) angkatan 2006, yang memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat, Nina Hasanah, Lia Hermawati, Diah, La Rosi, yolanda dan Eliawati terima kasih untuk do’a dan semangatnya selama ini.

Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 15 September 2011

(9)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 7

A. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 9

a. Pengertian CTL ... 9

b. Komponen Pembelajaran CTL ... 13

c. Prinsip dan Strategi CTL ... 19

B. Hakikat Belajar... 33

a. Pengertian Belajar ... 25

b. Pengertian Hasil Belajar ... 32

(10)

vii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

B. Metode dan Desain Penelitian ... 51

C. Populasi dan Sampel ... 52

D. Teknik Pengumpulan Data ... 52

E. Instrumen Penelitian ... 53

F. Kalibrasi Instrumen ... 55

G. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

(11)

viii

2. Tabel 2.2 Dimensi Proses Kognitif ... 36

3. Tabel 3.1 Desain Pretes-Postes Kelompok Kontrol Tanpa Acak ... 50

4. Tabel 3.2 Kisi-kisi Tes Pilihan Ganda ... 52

5. Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Esay ... 53

6. Tabel 3.4 Lembar Observasi ... 54

7. Tabel 3.5 Konservasi Skor ... 59

8. Tabel 4.1 Data Pretest Kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 64

9. Tabel 4.2 Data Posttest Kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 64

10. Tabel 4.3 Perhitungan Persentase Normal Gain ... 65

11. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 65

12. Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 65

13. Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ... 66

14. Tabel 4.7 Uji-t Data Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 67

15.Tabel 4.8. Uji-t Data Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 67

(12)

ix

Gambar 2.2 Proses Perubahan Tingkah Laku ... 30

Gambar 2.3 Kerucut Pengalaman Belajar ... 32

Gambar 2.4 Hasil Belajar Siswa ... 35

(13)

x

Lampiran 2. RPP Kelas Kontrol... 88

Lampiran 3. Lembar Kerja Kelompok ... 101

Lampiran 4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pilihan Ganda... 105

Lampiran 5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Esay ... 114

Lampiran 6. Rekapitulasi Analisis Butir Soal Pilihan Ganda dan Esay ... 118

Lampiran 7. Soal Uji Coba Instrumen ... 122

Lampiran 8. Instrumen Penelitian ... 128

Lampiran 9. Perhitungan Uji Normalitas ... 135

Lampiran 10. Perhitungan Uji Homogenitas ... 154

Lampiran 11. Perhitungan Uji-t ... 157

Lampiran 12. Perhitungan N-Gain ... 159

(14)

1 A. Latar Belakang

Prestasi pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Jepang dan Malaysia. Hal ini disebabkan lemahnya sumber daya manusia yang dihasilkan dalam pendidikan Indonesia, untuk itulah sektor pendidikan harus mendapatkan perhatian yang lebih, sehingga SDM yang dihasilkan benar-benar berkualitas.1

Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakikat dan ciri kemanusiannya.2

Pendidikan adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan tertentu. Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter wawasan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.3

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan perkembangan itu secara alami adalah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan dan kematangan. 4

1

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), cet ke-1, hal. 1-2

2

Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan Perspektif Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003) hal. 5

3

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006, hal. 8

4

(15)

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut.5

Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannnya mereka tidak memahaminya. Mereka merasa memahami apa yang sudah dipelajari, tetapi dua mingggu kemudian ketika ulangan mereka tidak ingat apa yang sudah dipelajari. Banyak guru, ketika pengajaran konsep hanya berpusat pada kemampuan berpikir tingkat rendah, mengingat dan menghafal, bukan melengkapi dengan pengembangan tingkat tinggi. 6

Kegiatan belajar merupakan langkah-langkah yang sistematik agar terlaksana sesuai tujuan pembelajaran. Langkah yang sistematik inilah yang merupakan hal terpenting dalam melakukan strategi mengajar. Strategi mengajar merupakan suatu strategi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa agar tujuan pendekatan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Salah satu usaha guru dalam strategi mengajar adalah menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat sesuai materinya sehingga menunjang terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan menarik bagi peserta didik. Peserta didik sebaiknya ikut serta dalam proses pembelajaran secara aktif untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga guru mengetahui kesulitan yang dialami peserta didik dan selanjutnya mencari alternatif pemecahannya.

Pada masa lalu, masyarakat lebih memperhatikan sifat moral guru daripada kemampuannya mengajar dengan efektif. Akan tetapi, sekarang ini guru dipandang sebagai professional dan bertanggung jawab terhadap

5

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008) hal. 1

6

(16)

penggunaan metode mengajar yang baik, yang didasarkan kepada pengetahuan ilmiah.

Mengajar dapat dipandang sebagai menciptakan situasi dimana diharapkan anak-anak akan belajar dengan efektif. Situasi belajar terdiri dari berbagai faktor seperti anak, fasilitas, prosedur belajar, cara penilaian. Dalam situasi belajar guru mengatakan apa yang harus dilakukan oleh anak-anak, ia membimbing atau membantu anak-anak dalam menyelesaikan rencana atau tugas masing-masing, ia juga memberi intruksi-intruksi yang tegas.7

Guru sekarang bukan hanya seorang ahli mengajar, tapi mereka sebaiknya menjadi pengajar yang disenangi anak didiknya. Mereka harus menjadi pemimpin, pendengar, pelatih, kepercayaan dan pengingat, guru harus bisa menjadi apapun untuk anak didiknya.8 Guru harus mengatur dan memahami dan mengubah anak didik untuk menciptakan kondisi mengajar. Perubahan menunjukan harapan, latihan dan kepercayaan pondasi pedagogi.9

Guru berperan untuk mengorganisir lingkungan yang berhubungan dengan anak didik dan bahan dalam rangka pencapaian tujuan belajar. Dalam proses mengajar ini guru dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman, harmonis, interaktif dan melibatkan siswa untuk aktif mengikuti pelajaran sehingga daya pikirnya berkembang.

Pendidik seringkali menemukan siswa-siswa yang kurang memahami konsep-konsep biologi secara mendalam pada pendekatan biologi. Padahal pemahaman konsep-konsep biologi sangat diperlukan dalam pengintegrasian alam dan teknologi di dalam kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini dikarenakan kurangnya motivasi dalam diri siswa,

7

J. Mursell dan S. Nasution, Mengajar Dengan Sukses (Succesful Learning), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 8-9

8

John E. Colman, The Master Teachers and The Art of Teaching, (New York Toronto, London: Pitman Publishing Corparation, 1967), hal. 5

9

(17)

didalam pembelajaran ditemukan kurangnya keterlibatan siswa dan penekanan guru terhadap keterkaitan antara sikap biologi dengan lingkungan nyata. Selain itu, guru menyampaikan konsep kurang menarik.10

Selama ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah selalu menjadi pilihan utama strategi belajar yang hanya mengutamakan penjelasan materi dari guru saja. Hal ini menjadikan siswa menjadi pasif dan tujuan pembelajaran selalu tidak mencapai maksimal. Telah banyak cara-cara yang dikembangkan oleh para peneliti pendidikan agar siswa dapat mencapai belajar bermakna dan mengembangkan keterampilan diri. Cara dan strategi yang dikembangkan mulai dari cara mengajar guru, cara belajar siswa, pengelolaan kelas maupun perubahan kurikulum.11

Metode ceramah yang dominan banyak di sekolah, cenderung membuat banyak siswa belajar konsep-konsep secara abstrak, belajar konsep-konsep tanpa melalui proses penggunaan konsep-konsep tersebut atau belajar konsep-konsep tanpa mengalami atau mengamati acuan konkrit konsep-konsep. Belajar yang demikian cenderung bersifat menerima pengetahuan bukan membangun sendiri pengetahuan.12

Belajar akan lebih bermakna jika proses pendekatan berlangsung dalam bentuk kegiatan praktek siswa serta mengaitkan semua konsep kehidupan sehari-hari dan bukan sekedar memberi ilmu pengetahuan. Pendekatan yang hanya berorientasi pada target penguasaan konsep terbukti berhasil dalam kompetensi untuk waktu jangka pendek, tetapi gagal dalam

10

Cheiriyah Idha, Meningkatkan Pemahaman Konsep Mata Pelajaran Biologi Melalui Performance Assesment, (jurnal pendidikan inovatif, maret, 2008), Vol.3 No. 2, hal. 69

11

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hal.

208

12

Dharma Kesuma dkk, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal

(18)

membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan untuk waktu jangka panjang.

Hal ini didasari dari hasil observasi di SMPN 1 Cisauk. Diketahui bahwa selama proses pembelajaran siswa terlihat kurang aktif. Hal ini dikarenakan guru selalu menggunakan metode ceramah. Siswa hanya bertindak pasif selama di kelas karena hanya berperan sebagai audience.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi maka perbaikan dalam proses pendekatan sudah menjadi suatu keharusan bagi guru biologi. Sudah saatnya guru mencoba menerapkan metode pendekatan yang menghasilkan siswa mencapai belajar bermakna, salah satunya dengan menggunakan

pendekatan “Contextual Teaching Learning (CTL)”. Proses pendekatan dengan pendekatan CTL berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa aktif bekerja bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Sebuah penelitian tentang implementasi CTL menyebutkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar. Siswa selau berusaha untuk menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran dengan proses bertanya, diskusi, praktikum dan refleksi.

Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya denganpenerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Selain itu pembelajaran biologi yang bersifat

„guru menjelaskan, murid mendengarkan’ akan diganti paradigma baru „siswa aktif mengkontruksi, guru sebagai fasilitator (membantu)’, sehingga siswaakan mendapatkan konsep biologi secara jelas dan benar.

Pembelajaran dengan pendekatan CTL guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru tersebut yaitu pengetahuan dan keterampilan datang dari „menemukan sendiri’ bukan dari „apa kata

(19)

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja bukan transfer dari guru ke siswa.

Suatu hal yang merupakan pencerahan, karena pada saat ini berkembang pemikiran di kalangan para ahli pendidikan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, tidak hanya mengetahui saja. Menurut Nurhadi dalam Yulia Krisnawati pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.13

CTL adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah biologi yang berkaitan erat dengan mencari tahu dan memahami tentang alam. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang menggunakan pendekatan CTL termasuk pada konsep bioteknologi.

B. Identifikasi Masalah

Banyak masalah yang ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik. Namun dari sekian masalah yang dipaparkan dapat diidentifikasi masalah-masalah tersebut sebagai berikut:

13

(20)

1. Proses kegiatan belajar mengajar masih menggunakan pengajaran konvensional (ceramah)

2. Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

3. Metode pembelajaran guru bersifat monoton (Teacher Centered).

4. Faktor keterlibatan siswa yang belum optimal (pasif) karena siswa berperan hanya sebagai audience.

5. Siswa kesulitan ketika mengingat pelajaran, karena siswa hanya dituntut menghafal konsep bukan memahami konsep.

6. Hasil belajar siswa yang belum sesuai yang diharapkan.

C. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penelitian dibatasi pada:

1. Penggunaan pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) yang dikembangkan oleh Elaine B. Johson.

2. Hasil belajar siswa yang dibatasi pada aspek kognitif tingkat pertama. 3. Konsep yang dibahas adalah konsep Bioteknologi.

D. Perumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah pengaruh pendekatan Contekstual Teaching Learning

(CTL) terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep Bioteknologi?

E. Tujuan dan Manfaat penelitian

(21)
(22)

9

A. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) a. Pengertian CTL

CTL adalah sebuah sistem menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan secara terpisah.1

Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran CTL adalah pengajaran yang memungkinkan siswa mampu menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata.

Pendekatan CTL menjadi alternatif karena sudah cukup lama disadari bahwa kelas-kelas menjadi tidak produktif bila pembelajaran hanya diisi dengan ceramah. Sementara siswa dipaksa untuk menerima atau menghapal. Pembelajaran CTLmenyadari hakikat bahwa pembelajaran ialah suatu proses berbagai bentuk yang kompleks dengan memperhatikan kaidah-kaidah berbagai jenis latihan, rangsangan dan tindakan.

CTL membantu siswa mengaplikasikan isi dengan pengetahuan di lingkungan keluarga, masyarakat dan di tempat kerja. Keefektifan CTL terdiri

1

Elaine B. Johson, Contextual Teaching Learning: menjadikan kegiatan belajar mengajar dan

(23)

dari pelajaran menitikberatkan pada pemecahan masalah (problem-solving), melibatkan bermacam-macam konteks, siswa dan guru bekerjasama dalam mengatur kegiatan belajar mengajar, guru memberikan semangat terhadap kelompok belajar dan menggunakan penilaian autentik.2

Pembelajaran CTL menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan CTL harus menekankan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi konsep pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempersentasikan penemuannya kepada orang lain.

Kedua, Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata. Yang mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.

Ketiga, Belajar Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Belajar bukanlah kegiatan mengkonsumsi melainkan kegiatan memproduksi dengan

2

Matthew Clifford and Marica Wilson, Contextual Teaching Prefesional Learning and

(24)

mengetahui apa yang menjadi kebutuhan keingintahuan dan mencari sendiri jawabannya.

Keempat Belajar berbasis proyek atau tugas (Project Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komprehensif dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk belajar secara mandiri dalam mengkonstruk (membentuk) pelajarannya, dan mengulminasikan dalam produk nyata. Proyek membantu untuk melibatkan keseluruhan mental dan fisik, saraf, indera, termasuk kecakapan sosial dengan melakukan banyak hal sekaligus.

Kelima, Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja atau sejenisnya berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Untuk membuat belajar lebih efektif belajar harus didasarkan pada pengalaman dan bukan kata-kata semata. Jika kita mencari informasi, kita perlu membaca. Jika kita perlu melakukan pengalaman, kita perlu melakukannya. Belajar adalah bekerja, dan ketika orang bekerja ia belajar banyak hal.

Keenam, Belajar Berbasis Layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis.

(25)

teman-teman. Suatu kelas besar yang belajar bersama akan menghasilkan prestasi lebih baik daripada setiap individu belajar sendiri-sendiri, karena persaingan yang terus menerus antar pribadi justru akan melelahkan dan mereduksi hasil belajar.

Tahapan pembelajaran CTL meliputi empat tahapan yaitu: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan. Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:3

Gambar 2.1. Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Tahap intivasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahaman tentang konsep tersebut.

Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang

3Udin Saefudin Sa’ud,

Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008) hal.173 INVITASI

EKSPLORASI

PENJELASAN DAN SOLUSI

(26)

masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingitahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasi ditambahnya dengan penguatan guru. Dengan demikian siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.

Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat mengambil keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilannya, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.4

Berbagai penjelasan mengenai pembelajaran CTL dapat disimpulkan terdapat tiga hal yang harus dipahami:

Pertama, pembelajaran CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.

Kedua, pembelajaran CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.

Ketiga, pembelajaran CTL untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, hal demikian bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.5

b. Komponen Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Ada beberapa komponen pembelajaran CTLyang dikembangkan oleh Elaine B. Johson. Adapun komponen CTL antara lain:6

4Udin Saefudin Sa’

ud, Op .Cit., hal. 174

5

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008) hal. 205

6

(27)

1. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang dibangun oleh siswa berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang dibangun oleh siswa akan fungsional. Maka penerapan asas kontruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa didorong untuk mampu mengkontruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontruktivisme adalah guru dapat membawa siswa ke dalam situasi belajar yang dapat menghubungkan apa saja yang diperoleh siswa di sekolah atau di kelas dan dapat menghubungkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.

2. Inquiry

(28)

dalam “menemukan” adalah observasi, bertanya, mengajikan hipotesis, pengumpulan data dan membuat kesimpulan.

Pembelajaran menemukan (inquiry) dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Seperti yang dikutip Trianto, hasil penelitian Schlenker menunjukan bahwa latihan inqury dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir dan siswa menjadi trampil dalam memperoleh dan menganalisis data atau informasi.

Inquiry adalah istilah dalam bahasa inggris, ini merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok dan didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik.

Siklus inkuri terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hyphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion). Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya dan mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

(29)

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Ketiga, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

3. Question

Question (Kegiatan bertanya) dilakukan dalam rangka menggali informasi mengkomunikasikan apa yang sudah diketahui, serta untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa dan untuk menyegarkan kembali ingatan siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa selalu bermula dari bertanya. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir kritis siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi, baik administrasi maupun akademis, mengecek pemahaman siswa, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa dan menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Learning Community

(30)

teman, antara kelompok dan antara yang tahu terhadap yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana semua adalah anggota masyarakat belajar.

Kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di atasnya atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.

Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar dan ini berarti setiap orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.

5. Modeling

(31)

model yang digunakan dalam belajar dibuat dengan melibatkan siswa. Sehingga siswa dapat mengikuti pelajaran secara optimal.

6. Reflection

Reflection (refleksi) merupakan cara berpikir tentang apa yang dipelajari atau berpikir kebelakang tentang hal-hal yang sudah kita lakukan dimasa lalu. Refleksi merupakan respon kejadian atau respon yang kita terima. Pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya hari itu. Dalam tataran pelaksanaan refleksi bisa dilakukan dengan menggunakan angket ataupun wawancara. Tujuan dari refleksi agar pembelajaran yang sudah dilakukan bisa terlihat seberapa jauh siswa termotivasi dalam belajar agar pembelajaran selanjutnya dapat lebih meningkatkan motivasi belajar siswa.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengedap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya itu, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi dan hasil karya.

7. Authentic Assesment

(32)

ada dari siswa baik selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini data tentang aspek kognitif siswa, afektif siswa dan tentang psikomotornya. Penilaian autentik dilakukan siswa dapat memberikan informasi tentang pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan. Penilaian autentik memiliki karakteristik alami, berguna dan bermakna, objektif serta valid.

Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assesmen tidak dilakukan diakhir periode pembelajaran, seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegitan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekanan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.

(33)

atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil karya tulis dan karya tulis.

c. Prinsip dan Strategi Pendekatan CTL

Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: 1. Keterkaitan

Keterkaitan, Relevansi (Relating) adalah proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan dunia sebenarnya seperti manfaat untuk bekal bekerja dikemudian hari dalam kehidupan masyarakat. Jadi Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata.

2. Pengalaman Langsung

Pengalaman Langsung (Experiencing) adalah proses pembelajaran siswa siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan, penelitian dan lain-lain. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.

“Pengalaman dipandang sebagai jantung pendekatan kontekstual”. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.

3. Aplikasi

(34)

4. Kerja sama

Kerja sama (Cooperating) adalah kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antar siswa dengan guru, siswa dengan narasumber. Memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pokok pembelajaran dalam pendekatan kontekstual.

Alih pengetahuan adalah pendekatan kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk menstransfer pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekedar untuk menghapal tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain.

Center for Occupational Research (COR) di Amerika menjabarkan konsep pembelajaran kontekstual menjadi lima konsep yang disingkat REACT yaitu: Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transfering.7

Pendekatan CTL didasarkan empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO, (1) Learning to do, maksudnya pembelajaran diupayakan untuk memberdayakan peserta didik agar mau dan mampu memperkaya pengalaman belajarnya. (2) Learning to know, yaitu proses pembelajaran yang didesain dengan cara mengintensifkan interaksi dengan lingkungan baik lingkungan fisik, sosial dan budaya sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia di sekitarnya. (3) Learning to be, yaitu proses pembelajaran yang diharapkan siswa mampu membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya. Pengetahuan dan kepercayaan diri itu diperoleh setelah peserta didik aktif melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. (4) Learning to Live Together, pembelajaran yang lebih diarahkan upaya membentuk kepribadian untuk memahami dan mengenai keanekaragaman sehingga melahirkan sikap dan

7

(35)

perilaku positif dalam melakukan respon terhadap perbedaan atau keanekaragaman.8

Hal-hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL:9 Siswa dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menentang. Dengan demikan, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.

Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau hubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.

Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema yang telah baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi. Sebelum anak mampu menyusun skema baru, ia dihadapkan pada posisi ketidakseimbangan (disequalibrum) yang akan mengganggu psikologi

8

M. Saekhan Muchith, M.Pd. Pembelajaran Kontekstual. (Semarang: Rasail, 2008) hal. 5

9

(36)

anak. Manakala skema telah disempurnakan atau anak berhasil membentuk skema baru, anak akan kembali pada posisi seimbang (equilibrium) untuk kemudian ia akan dihadapkan pada perolehan baru.10 Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah siswa mengolah informasi sendiri, membangun struktur pengetahuan dan menemukan sendiri konsep atau pengetahuan yang sedang dipelajari, siswa mempunyai kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif, penemuan-penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi milikinya dan sulit dilupakan, siswa dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, siswa dapat menggalang kerjasama dan kekompakan dengan teman-teman atau kelompok untuk belajar atau menyelesaikan masalah, siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik dalam berdiskusi maupun bertanya atau mencari informasi dan nilai yang didapatkan siswa sesuai dengan peningkatan kemampuan dan keaktifan belajarnya.

Pembelajaran CTL siswa tidak harus menghafal fakta-fakta yang hasilnya tidak tahan lama, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka melalui keaktifan dalam proses pembelajaran. Dengan begitu siswa belajar dari mengalami sendiri. Pembelajaran CTL mendorong pendidik memilih atau mendisain lingkungan pembelajaran. Caranya dengan memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, fisik dan lingkungan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran CTL dilakukan dengan cara belajar mandiri dan kerjasama. Pengetahuan dan kecakapan mandiri terdiri dari mengambil

10

(37)

tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan, membangun kesadaran diri dan kerja sama.11

Proses belajar mandiri secara umum telah berhasil dirumuskan oleh Deming, guru total quality management, yaitu PDSA (plan, do, study, act): perencanaan, pelaksanaan, studi dan tindakan. Para siswa yang mandiri ketika bekerja secara individual ataupun dalam kelompok melakukan langkah-langkah yang sama seperti yang dari Deming di atas.12 Siswa yang mandiri menetapkan tujuan, setelah memiliki tujuan yang ingin dicapai, siswa diminta membuat rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Siswa yang mandiri juga mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri. Siswa yang mandiri memperoleh hasil akhir dan siswa yang mandiri menunjukan kompetensi melalui penilaian yang otentik.

CTL berfungsi untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut: 13

1. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses pengalaman dalam kehidupan nyata.

2. Kelas dalam CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.

3. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang lain.

4. CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

11

Dharma Kusuma, dkk. Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam

Pengembangan PBM, (Yogyakarta: Rahayasa, 2010), hal.23

12

Ibid, hal. 27

13

(38)
[image:38.595.116.526.92.467.2]

Tabel 2.1. Perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan tradisional:14

No CTL Tradisional

1. Menyesuaikan pada materi spasial (pemahaman makna)

Menyusuaikan pada hapalan

2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima pelajaran

3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi berpikir kritis atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individu)

5. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik

Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes atau ujian atau ulangan

6. Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

B. Hakikat Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Sejak bayi hingga dewasa manusia selalu belajar. Hal tersebut perlu karena sebagai individu harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Individu yang telah dewasa mempunyai pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap yang pembentukan dan pengembangannya terjadi melalui proses belajar. Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang ulang

14

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hal.

(39)

dalam situasi ini, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan, respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang berada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan-tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang dijadikan yang dijadikan bahan ajar.15

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dan penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan kependidikan.16

Pengertian belajar yaitu tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Pengalaman diperoleh berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungan. William Burton menyatakan bahwa: Experiencing includes whatever one does or undergoes which result in changed behavior, in changed values, meaning, attituds or skill. Pengalaman adalah sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinu dan interaktif, membantu integritas pribadi murid.17

15

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2006), hal. 7

16

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 63

17

(40)

Secara garis besarnya pengalaman itu terbagi menjadi dua, yaitu:18 Pertama pengalaman langsung partisipasi sesungguhnya, berbuat dan sesungguhnya. Kedua pengalaman pengganti melalui observasi langsung (melihat kejadian aktual, menangani objek-objek dan benda-benda yang konkrit dan melihat drama dan pantomimik), melalui gambar (Melihat gambar hidup dan melihat fotografi), melalui grafis (peta, diagram, grafik, blue print), melalui kata-kata (membaca dan mendengar) dan melalui simbol-simbol teknis, terminologi, rumus-rumus dan indeks.

Sementara itu pengertian belajar dalam buku psikologi karangan Zikri Neni Iska mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu.19

Belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.

Sementara Wittig seperti dikutip oleh Muhibin Syah mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai pengalaman.20 Perubahan yang menyangkut seluruh aspek psikofisik organisme yang didasarkan pada kepercayaan bahwa tingkah laku lahiriyah organisme itu sendiri bukan indikator adanya peristiwa belajar, karena proses belajar itu tidak dapat diobservasi langsung.21

Definisi lain seperti yang dikutip oleh E.L. Torndike tentang pengertian belajar, yaitu: "Belajar merupakan suatu bentuk perubahan perilaku yang dapat diamati yang terjadi melalui hubungan rangsangan, jawaban menurut prinsip-prinsip yang mekanistik".22

18

Ibid. hal. 29-30

19

Zikri Neni Iska, Psiokologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), Cet. 1, hal. 76

20

Muhibin Syah, M.Ed Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 90

21

Ibid, hal. 66

22

(41)

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through eksperimen). Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Yakni mengalami.23

Perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar, perubahan belajar bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan belajar bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan dan berarah, Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Cronbach dalam Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan adanya tujuh unsur-unsur belajar, yaitu:24

Pertama, tujuan. Belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi suatu kebutuhan. Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas dan berarti bagi individu.

Kedua, kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik anak atau individu perlu memiliki kesiapan baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.

Ketiga, situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak dipengaruhi oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu siuasi aspek dari situasi belajar ini lebih dominan sedang pada individu atau waktu lain aspek lain yang berpengaruh.

23

Oemar hamalik, Op.Cit., hal. 27

24

(42)

Keempat, interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu melihat hubungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak dapat mencapai tujuan.

Kelima, respon. Berpegang kepada hasil dari interpretasi apakah individu mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respon. Respon ini mungkin berupa suatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha yang penuh perhitungan dan perencanaan atau pun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut.

Keenam, konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi itu keberhasilan ataupun kegagalan, demikian juga dengan respons atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha-usaha belajar berikutnya.

Ketujuh, reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kegagalan dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat dan memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Tetapi, juga bisa sebaliknya, kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan menutupi kegagalan tersebut.25

Belajar adalah proses perubahan perilaku. Namun demikian, kita akan sulit melihat bagaimana proses terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang, oleh karena perubahan tingkah laku berhubungan dengan perubahan sistem saraf dan perubahan energi yang sulit dilihat dan diraba. Walaupun kita tidak dapat melihat proses terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang, tapi sebenarnya kita bisa menentukan apakah seseorang

25

(43)
[image:43.595.139.529.116.264.2]

telah belajar atau belum yaitu dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.26

Gambar 2.2. Proses Perubahan Tingkah Laku

Gambar di atas, menunjukan bahwa efektivitas pembelajaran atau belajar dan tidaknya seseorang tidak dapat dilihat dari aktivitasnya selama terjadinya proses belajar. Tetapi hanya bisa dilihat dari adanya perubahan dari sebelum dan sesudah terjadi proses pembelajaran. Seorang siswa yang sepertinya aktif belajar yang ditunjukan dengan caranya memperhatikan guru dan rapinya ia membuat catatan, belum tentu ia belajar dengan baik manakala ia tidak menunjukan adanya perubahan perilaku.

Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan belajar diharapkan dapat memberikan hasil belajar (prestasi belajar).

Satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman. Sebagaimana yang

ungkapan konfucius yang dikutip dari Melvin L. Silberman, “Apa yang saya

dengar, saya lupa. Apa yang yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan saya paham.27

Ketiga pernyataan ini sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru. Terkait dengan pernyataan tersebut guru perlu memahami modus atau pengalaman belajar siswa dan kemungkinan hasil belajar yang dicapainya, dalam diagram pengalaman belajar pada gambar 2.2.28

26

Wina Sanjaya, Op.Cit., hal. 57

27

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara belajar Siswa Aktif, Edisi Terjemah, penerj. Raisul Muttaqien, (Bandung: Nusamedia, 2006), hal. 23

28

Mansur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal. 75

Proses S

Input

S1

(44)

Berdasarkan gambar 2.2 tersebut dapat dipahami bahwa apabila kita melakukan kegiatan membaca maka kita ingat 10%. Apabila kita melakukan kegiatan mendengar maka kita ingat 20% dari yang kita dengar, apabila kita melakukan kegiatan melihat dan mendengar maka yang kita ingat 50% dari yang yang kita lihat dan dengar, apabila melakukan kegiatan mengatakan maka kita ingat 70% dari yang kita katakan, apabila kita melakukan kegiatan mengatakan dan melakukan maka kita ingat 90% dari yang kita katakan dan lakukan.29

Kegitan belajar mengajar dengan metode ceramah, berarti siswa hanya mampu mengingat 20% dari apa yang didengarnya. Sebaliknya apabila guru dalam pembelajaran di kelas mengemas dalam bentuk siswa mengerjakan tugas-tugas kelompok dan melaporkan hasilnya maka siswa akan mampu mengingat sampai 90% dari apa yang dikerjakan.

[image:44.595.190.510.499.618.2]

Oleh karena itu apabila dikaitkan dengan diagram kerucut pengalaman belajar gambar 2.4. di bawah ini, ketika akan menentukan strategi pembelajaran, guru harus berpikir dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah.

Gambar 2.3. Kerucut Pengalaman Belajar b. Pengertian Hasil Belajar

Guru perlu mengevaluasi hasil belajar siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

29

Ibid, hal. 76

BACA DENGAR

LIHAT LIHAT DAN DENGAR

(45)

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.30 Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Benjamin S Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi acuan pada hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.31 Ranah kognitif yaitu hasil belajar berdasarkan pemahaman konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar berdasarkan sikapdan ranah psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan keterampilan.

Sistem Pendidikan Nasional, rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi 3 ranah yaitu:

1. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari:

a). pengetahuan yang mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.32 Ingatan merupakan kemampuan psikis untuk memasukan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang lampau.33

b) pemahaman, mencakup kemampuan makna dan arti dari bahan yang dipelajari,

c) aplikasi, mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasatuan problem yang konkret dan baru, d) analisis, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan ke

dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik,

30

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 22

31

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 117

32

WS Winkel SJ, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo 1999), hal. 245

33

(46)

e) sintesis, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru, dan

f) evaluasi pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.34

Namun seiring berjalannya waktu maka taksonomi Bloom mengalami perubahan, dimana kategari C6 menjadi menciptakan (creating) bukan evaluasi (evaluation). Dimensi proses kognitif perubahan taksonomi bloom dapat dilihat pada tabel 2.2. dimensi proses kognitif (Cognitive Prosess Dimension) 35

2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai36 terdiri dari 5 aspek yakni;

a). penerimaan, mencakup kepekaan adanya suatu perangsang dan kesedian untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran dan penjelasan yang diberikan oleh guru,

b) partisipasi atau reaksi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan,

c) penilaian atau penentuan sikap, mencakup kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu,

d) organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagi pedoman dan pegangan dalam kehidupan dan

e) pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.37

3. Ranah Psikomotoris adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak. Terdiri atas:

34

WS. Winkel Op. Cit., hal. 245-247

35

Ahmad Sopyan dkk . Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta. UIN Jakarta Press, 2006) h. 18

36

Nana Sudjana, Op. Cit., hal. 29

37

(47)

a). persepsi, mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan,

b) kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan,

c) gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan,

e) gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien,

f) penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran, dan

g) kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.38

Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi acuan

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan
Gambar 2.2. Proses Perubahan Tingkah Laku
Gambar 2.3. Kerucut Pengalaman Belajar
Gambar  2.4. Hasil Belajar Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengajuan/Usulan dari Kopertais untuk Dosen Swasta, sedangkan Dosen Negeri diusulkan oleh Lembaga PTKIN terkait. • Data Dosen (yang mengajukan KP) dapat diinput sendiri oleh Dosen

Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.Kawasan penelitian ini merupakan kawasan yang memiliki potensi kemenyan terbesar pada kawasan Batang Toru.Adiankoting

Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-organisasi Publik.. Yogyakarta: Gajah Mada

IMPROVING YOUNG LEARNER’S VOCABULARY BY USING HAND PUPPETS (AN ACTION RESEARCH IN PERMATA SARI KID’S SCHOOL OF BOYOLALI IN 2011/2012 ACADEMIC YEAR). School of

Nilai uji keakuratan Nash-Sutcliffe antara debit simulasi dan debit pengamatan diperoleh sebesar 0.72 untuk banjir tanggal 16 Januari 2013 dan 0.66 untuk banjir tanggal 4 Maret 2013,

Berikut ini adalah Algoritma untuk menyisipkan I TEM ke dalam list, tepat sesudah simpul A, atau jika LOC = NULL, maka I TEM disisipkan sebagai simpul pertama dari list.. Misalkan

Sebagai alternatif, digunakan fuzzy use case points yang merupakan modifikasi dari use case points yaitu dengan menambahkan atau memodifikasi nilai pengali dari

Aliran baru I mam Qalyubi menjelaskan ada 10 pengertian yang dikandung dalam hadis shumu liru'yatihi, diantaranya adalah ru'yah diartikan pada ilmu pengetahuan,