• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica ganatum) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR

HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

NOVARINA RATNANINGTYAS

G0007114

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin

pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel

NOVARINA RATNANINGTYAS: G0007114: Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Rabu, Tanggal 29 Desember 2010

Pembimbing Utama

Nama :Isna Qodriyati, dr.,M.Kes.

NIP : 19670130 199603 2 001 ...

Nama : Sutarmiadji D.P., Drs. ,M.Kes.

NIP : 19511211 198602 1 001 ...

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah,dr., M.Kes Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr.,M.S.

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

   

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 29 Desember 2010

Novarina Ratnaningtyas

(4)

iv ABSTRAK

Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak

Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan

Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar

Gelombang Elektromagnetik Ponsel.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik post uji

only goup design. Hewan uji yang digunakan adalah 32 ekor tikus putih jantan

yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan : (1) Kelompok kontrol; (2) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel; (3) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan dan (4) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama dan sesudah pemaparan. Penelitian ini berjalan selama 41 hari dan berakhir dengan pengambilan darah melalui sinus orbitalis tikus putih jantan. Sampel darah kemudian diberi EDTA, lalu dihitung jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin di Laboratorium PK FK UNS, Surakarta. Data yang diperoleh diolah secara statistik diuji dengan uji t tidak berpasangan menggunakan SPSS for

Windows release 16.0. Signifikansi yang digunakan adalah p<0,05.

Hasil Penelitian: Jumlah eritrosit pada kelompok perlakuan (1)

695,38±38,311;(2)627,00±42,393; (3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035.Kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489; (3) 11,857 ± 0,378;(4) 11,914 ± 0,598. Analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil yang signifikan antara kelompok (1) dan (2), tetapi tidak signifikan antara kelompok lain.

Simpulan Penelitian: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan (p>0,05).

Kata kunci: Gelombang elektromagnetik ponsel, kulit buah delima merah,

(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. The Effect of Red Pomeganate

(Punica ganatum) Peel Extract with Erythrocyte Count and Hemoglobin

Level Rats Exposed to Mobile Phone Electromagnetic Radiation.

Objective: To examine the effect of red pomeganate (Punica ganatum) peel extract with erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation.

Methode: This study was a laboratory experimental post test only control goup design. The subjects used were 32 male rats divided into 4 goups: (1) Control goup; (2) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup; (3) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre and during exposed; (4) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre, during, and post exposed. After 41 days, blood was collected in clean tube with EDTA from orbitalis sinus rats. Blood used for erythrocyte count and hemoglobin level in Patology Clinic Laboratory, Faculty of Medicine Sebelas Maret University. The data obtained were statistic analyzed by independent t test using SPSS Progamme for Microsoft Windows release 16.0. Significance was set at p<0,05.

Result: Erythrocyte count of goup (1) 695,38±38,311;(2)627,00±42,393;

(3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035. Hemoglobin level of goup (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489;(3) 11,857 ± 0,378; (4) 11,914 ± 0,598. Statistical analyses with independent t test showed that the result was significance between goup (1) an (2), but not significance for the other goup.

Conclusion: The experiment result showed that red pomeganat peel extract can increase the erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation but statistically insignificance (p>0,05).

Keyword: Mobile phone electromagnetic radiation, red pomeganate peel,

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr.H. A.A Subijanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Isna Qodriyati, dr.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan bagi penulis.

4. Arif Suryawan, dr., selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Enny Ratna S., drg., selaku Penguji Utama yang telah memberikan

masukan dan saran dalam melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Sutarmiadji D.P., Drs., M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan naskah skripsi ini.

7. Seluruh Staf Laboratorium Fisika, Biokimia dan PK Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu proses penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, 29 Desember 2010

(7)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel ………... 5

2. Sel Darah Merah (Eritrosit)………... 7

3. Hemoglobin ……….. 10

4. Kulit Buah Delima Merah………. 12

5. Tikus Putih ………... 18

6. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan Hemoglobin……….. 21

7. Hubungan Gelombang Elektromagnetik Ponsel dengan Mekanisme Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah…. 22 B. Kerangka Pemikiran ………. 23

C. Hipotesis ………... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 24

(8)

viii

C. Subyek Penelitian... 24

D. Teknik Sampling... 24

E. Rancangan Penelitian... 26

F. Identifikasi Variabel Penelitian... 27

G. Definisi Operasional Variabel... 27

H. Alat dan Bahan Penelitian... 30

I. Cara Kerja... 31

J. Teknik Analisis Data... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian... 38

B. Analisis Data... 40

BAB V PEMBAHASAN... 48

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA... .. 56

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi……… 6

Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah………... ……… 14

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)………... 19

Tabel 4. Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok………... 38

Tabel 5. Rerata Kadar Hemoglobin dari Setiap Kelompok……… 39

Tabel 6. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok………...………….. 41

Tabel 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1……… 41

Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2……… 41

Tabel 9. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3………... 42

Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2………... 42

Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3………... 43

Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji tTidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3………. 43

Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok………... 44

Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin pada Kelompok K dan P1………. 44

(10)

x

Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P3.………... 45

Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P2………... 46

Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P3………... 46

Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P2 dan P3………. 47

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit……….. 9

Gambar 2. Struktur Hemoglobin……… 11

Gambar 3. Buah Delima Merah ….………... 13

Gambar 4.Ellagic Acid……….. 15

Gambar 5.Punicalagin……… 16

Gambar 6. Rancangan Penelitian……… 26

Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit……….. 39

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok…… 61

Lampiran 2. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok 62 Lampiran 3. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok.... 69

Lampiran 10. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap

Kelompok……….. 70

Lampiran 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P1……… 71

Lampiran 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P2……… 72

Lampiran 13. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P3……… 73

Lampiran 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P2………... 74

Lampiran 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

(13)

commit to user

xiii

Lampiran 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P2 dan P3……… 76

Lampiran 17. Surat Keterangan Kelaikan Etik... 77

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi komunikasi telah banyak membantu memenuhi

kebutuhan manusia. Ponsel sebagai bagian dari kemajuan teknologi

menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai medianya sehingga praktis

dan bisa digunakan di manapun (Mahardika, 2009). Potensi radiasi ponsel

tersebut semakin besar, mengingat penggunaan ponsel telah demikian luas di

masyarakat. Paling tidak ke depan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar

220 juta jiwa, sudah 25 juta pelanggan yang menggunakan ponsel

(Swamardika, 2009).

Efek gelombang elektromagnetik tergantung jenis, frekuensi, energi dan

durasi paparan (Balmori, 2005). Energi yang ditimbulkan oleh radiasi

elektromagnetik ponsel, secara kuantitas relatif kecil namun bila jarak antara

ponsel dengan kepala diperhitungkan maka dampak radiasi elektromagnetik

yang dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan begitu saja. Hal ini

disebabkan intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi akan

berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin dekat dengan sumber

(15)

commit to user

 

Pada penelitian yang menggunakan pemaparan gelombang

elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus), didapatkan

penurunan sistem antioksidan yang ditunjukkan dengan peningkatan stres

oksidatif pada hati dan otak (Achudume dkk, 2009). Penelitian yang

dilakukan Devrim (2002) memperoleh hasil gelombang elektromagnetik

ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada eritrosit, hati, jantung, dan

ovarium tikus putih (Rattus norvegicus) dan vitamin C sebagai antioksidan,

terbukti dapat melindunginya stres oksidatif. Menurut Yurekli dkk (2006),

radiasi mempuyai efek terhadap struktur dan fungsi sel terutama sel yang

mempunyai membran lipid.

Eritrosit memiliki struktur membran yang salah satu komposisinya

adalah lipid. Komponen di dalamnya, yakni hemoglobin mempuyai fungsi

penting untuk membawa oksigen ke jaringan. Perubahan struktur dan fungsi

membran sel pada eritrosit dapat menyebabkan hal yang mengganggu bahkan

membahayakan (Muray dkk, 2003).

Antioksidan sangat penting untuk menjaga kerusakan sel yang

disebabkan oleh stres oksidatif. Untuk memperlambat proses oksidasi,

diperlukan penambahan antioksidan dari luar tubuh. Berdasarkan jenisnya,

antioksidan ada yang berbentuk sintetik, yaitu diperoleh dari hasil sintesa

reaksi kimia, dan ada yang alami, yaitu hasil ekstraksi bahan alami. Beberapa

contoh antioksidan sintetik antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil

Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG), Tert-Butil Hidrokuinon (TBHQ),

(16)

diketahui dapat meningkatkan terjadinya kanker sehingga penggunaan

antioksidan alami mengalami peningkatan. Antioksidan alami adalah

antioksidan yang terdapat dalam makanan, seperti sayuran, buah, atau susu

sapi (Amarowicz dkk, 2000). Salah satu sumber antioksidan alami adalah

Delima Merah (Amalia dan Balittro, 2009).

Bagian pohon Delima Merah seperti buah, kulit, dan akarnya mempunyai

rasa yang sepat. Rasa yang sepat ini merupakan tanda bahwa di dalam bagian

tanaman tersebut mengandung senyawa polifenol (Wiryowidagdo, 2007).

Kandungan polifenol pada ekstrak kulit buah Delima Merah yang berfungsi

sebagai antioksidan mencapai 26% dari seluruh kandungan kimia yang

terdapat di dalamnya (Ferlina, 2009). Namun manfaat kulit buah Delima

Merah kurang banyak diketahui oleh masyarakat sehingga penggunaan kulit

Delima Merah masih minimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum)

terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus

norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

B. Perumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih

(17)

commit to user

 

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan

kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar

gelombang elektromagnetik ponsel.

D. Manfaat Penelitian

1.Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh pemberian kulit buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus

putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik

ponsel sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk

penelitian selanjutnya

2.Manfaat aplikatif

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan buah Delima

(18)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terbentuk dari

medan magnetik dan medan listrik. Kedua medan ini bergetar dalam arah

yang saling tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik pembentuk

gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal, yang arah

rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya (Mahardika, 2005).

Berdasarkan kemampuannya dalam membentuk ion, radiasi

gelombang elektromagnetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan

radiasi non-pengion. Radiasi pengion didefinisikan sebagai penyebaran

atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses

penyerapan, berkas energi tersebut akan mampu menginduksi terjadinya

proses ionisasi dalam media tersebut. Termasuk dalam kelompok radiasi

pengion adalah sinar-x dan sinar gamma. Sedangkan radiasi non pengion

didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui

suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut

(19)

commit to user

tersebut. Contoh gelombang elektromagnetik nonpengion antara lain

sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro

(microwave) dan gelombang radio (Alatas dan Lusiyanti, 2003).

Gelombang elektromagnetik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan

frekuensinya. Berikut ini adalah spektrum gelombang elektromagnetik

jika dilihat dari frekuensinya (Mahardika, 2005).

Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi

Spektrum Frekuensi

Sinar gamma 1019 – 1025 Hz

Secara umum sistem yang digunakan telepon seluler terbagi menjadi

dua yaitu Global Sytem for Mobile Telecommunication (GSM), yang

menggunakan frekuensi 800 MHz = 8 x 108 Hz , 900 MHz = 9 x 108 Hz

dan 1800 MHz = 1,8 x 109 Hz, dan Code Division Multiple Acces

(CDMA), yang menggunakan frekuensi 450 MHz = 4,5 x 108 Hz, 800

MHz = 8 x 108 Hz dan 1900 MHz =1,9 x 109 Hz (Mahardika, 2005).

Berdasarkan kemampuanya dalam membentuk ion, gelombang

elektromagnetik ponsel termasuk dalam kelompok gelombang

(20)

gelombang yang digunakan oleh ponsel berada pada spektrum

gelombang mikro (Mahardika, 2005).

2. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf yang mempunyai garis

tengah rata-rata sekitar 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan 2,5

mikrometer diukur dari bagian yang paling tebal, dan di tengahnya

mempunyai tebal 1 mikrometer atau kurang (Guyton dan Hall, 2007).

Proses pembentukan eritrosit (eritropoesis) bersifat sangat aktif.

Sekitar 2,5 juta eritrosit diproduksi setiap detiknya. Faktor utama yang

dapat merangsang produksi eritrosit adalah hormon eritropoetin yang

disekresi oleh ginjal terutama pada saat kadar O2 dalam darah menurun

(Fox, 2002).

Sel pertama yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian pembetukan

sel darah merah adalah proeritroblas. Proeritroblas adalah sel yang

terbesar dari rangkaian pembentukan sel darah merah, dengan diameter

sekitar 15-20 µm, inti mempunyai pola kromatin yang seragam, dan satu

atau dua anak inti yang mencolok. Setelah pewarnaan Leishman atau

Giemsa, sitoplasma proeritroblas bersifat basofilik sedang (berwarna biru

muda). Proeritroblas kemudian menjadi eritroblas basofil. Eritroblas

basofil agak lebih kecil dari pada proeritroblas dan diameternya rata-rata

10µm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar,

(21)

commit to user

 

Giemsa, sitoplasma eritroblas basofil bersifat basofilik (berwarna biru

tua). Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah ribosom bebas dan

polirobosom. Pada stadium eritroblas basofil mulai disentesis

hemoglobin di mitokondria (Guyton dan Hall, 2007).

Eritroblas basofil membelah berkali-kali secara mitosis dan

menghasilkan eritroblas polikromatofil. Setelah pewarnaan Leishman

atau Giemsa, sitoplasma eritroblas polikromatofil warnanya

berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-abu. Jadi mereka adalah

polikromatofil. Inti eritroblas polikromatofil mempunyai jala kromatin

lebih padat dari pada eritroblas basofil, dan selnya lebih kecil.. Eritroblas

polikromatofil membelah beberapa kali secara mitosis. Sifat basofil

sitoplasma berkurang dan jumlah hemoglobin bertambah sampai

mencapai suatu jumlah sehingga sitoplasmanya terpulas kurang lebih

merah seperti eritrosit dewasa. Sel-sel yang menunjukkan derajat asidofil

yang demikian disebut normoblas (Guyton dan Hall, 2007).

Normoblas lebih kecil dari pada eritroblas polikromatofil dan

mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya

secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis.

Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis

sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh

makrofag-makrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang. Normoblas

kemudian menjadi retikulosit. Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum

(22)

berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan

dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Seperti

eritrosit, retikulosit tidak memiliki inti sel (nukelus). Sel ini disebut

retikulosit karena memiliki jaringan seperti retikuler pada ribosom RNA.

Retikuler ini hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan

tertentu seperti perwarnaa supravital dengan metilen biru baru (Guyton

dan Hall, 2007).

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit

Jumlah eritrosit normal pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada

wanita 4,2-5,4 juta/mm3. Eritrosit memiliki struktur yang lebih sederhana

dibandingkan dengan sel manusia yang lain. Walaupun tidak

mempunyai inti, lisosom (apparatus golgi) dan mitokondria, eritrosit

mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang sanggup mensintesis ATP

(23)

commit to user

 

Eritrosit dibungkus oleh membran dengan permeabilitas yang

selektif dan berfungsi sebagai sawar untuk mempertahankan perbedaan

komposisi antara bagian dalam dan bagian luar. Perubahan nyata pada

struktur membran dapat mempengaruhi keseimbangan air serta aliran ion,

dan demikian pula segala proses di dalamnya (Muray dkk, 2003).

Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida

dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid

yang jumlahnya paling banyak. Membran eritrosit dapat ditembus air dan

mudah dilalui ion H+, OH-, NH4, PO42-, HCO3-, glukosa, asam amino,

urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+,

fosfat organik dan protein plasma (Indera dkk,2006). Enzim-enzim

dalam eritrosit berfungsi mempertahankan kelenturan membran sel,

mempertahankan transport ion melalui membran, menjaga besi

hemoglobin agar tetap dalam bentuk fero, dan mencegah oksidasi protein

di dalam eritrosit (Guyton dan Hall, 2007). NADPH, yang diproduksi

dalam reaksi yang dikatalis oleh enzim glikosa 6-fosfat dehidrogenase,

memainkan peran penting dalam memasok ekuivalen pereduksi di dalam

eritrosit (Muray dkk, 2003).

3.Hemoglobin

Sintesis hemoglobin terjadi di mitokondria dalam stadium eritroblas

basofil (Guyton dan Hall, 2007). Proses pembentukan hemoglobin

(24)

berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian,

empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang

kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.

Akhirnya setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida

panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu

subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin (Guyton dan Hall,

2007). Dalam tiap molekul hemoglobin terkandung 4 Fe. Salah satu

fungsi hemoglobin yaitu mengangkut oksigen. Hemoglobin membawa 20

ml oksigen dalam setiap 100 ml darah (Ganong, 2002).

Proses penguraian hemoglobin sangat kompleks. Hemoglobin yang

dilepaskan saat eritrosit lisis, akan difagosit oleh sel-sel makrofag dalam

tubuh, terutama oleh sel-sel Kuplffer hati, makrofag limpa, dan

makrofag sumsum tulang. Makrofag melepaskan besi dari hemoglobin

untuk pembentukan eritrosit yang baru, sedangkan bagian purpirin akan

menjadi pigmen empedu bilirubin(Guyton dan Hall, 2007).

(25)

commit to user

 

4.Kulit Buah Delima Merah

Delima Merah atau Punica ganatum adalah salah satu pohon kecil

atau semak belukar, termasuk dalam keluarga Punicaceae. Pohon

ditemukan tumbuh liar di Arabia, Afghanistan dan Pakistan. Berbagai

bagian pohon Delima Merah bermanfaat untuk kesehatan manusia

(Wiryowidagdo, 2007).

a. Taksonomi buah Delima Merah menurut Yuniarti (2008).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Klasis : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Familia : Punicaceae

Genus : Punica

Spesies : Punica ganatum L

Varietas yang dipakai dalam penelitian adalah Delima Merah

b. Nama lokal

Delima mempunyai nama berbeda di beberapa daerah di

Indonesia, antara lain disebut delima oleh Melayu di Sumatera, glima

(Aceh), glineu mekah (Gayo), dalimo (Batak), gangsalan (Jawa),

dalima (Sunda), dhalima (Madura), jeliman (Sasak), talima (Bima),

dila dae lok (Roti), lele kase dan rumu (Timor), dan sedang di daerah

(26)

c. Morfologi

Pohon Delima Merah berupa perdu atau pohon kecil dengan

tinggi 2-5 m. Batang berkayu, percabangan banyak, lemah, berduri

pada ketiak daunnya, berwarna cokelat. Daun tunggal, bertangkai

pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun bentuknya lonjong

sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan

menyirip, permukaan mengilap, panjang 1-9 cm, lebar 0,5-2,5 cm,

warnanya hijau (Dalimartha, 2007).

Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar dari ujung ranting atau

ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat satu sampai lima

bunga, warnanya merah, putih atau ungu. Berbunga sepanjang tahun.

Buahnya buah buni bentuknya bulat dengan diameter 5-12 cm, warna

kulitnya beragam seperti hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan

atau ungu kehitaman. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat

panjang tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu atau

putih (Dalimartha, 2007).

(27)

commit to user

d. Kandungan kimia kulit buah Delima Merah

Kulit buah Delima Merah mengandung alkaloid pelletierene,

ganatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, resin, triterpenoid,

kalsium oksalat dan pati. (Dalimartha, 2007). Selain itu terdapat

kandungan seperti beta-sitosterol, casuarin, casuarinin, D-mannitol,

ellagic acid, ellagitanin, friedelin, isopelletierine,

methyl-isopelletierine, methyl-pelletierine, psuedopelletierine,

punicacorteins, dan punigluconin (Duke, 2010).

e. Efek farmakologis kulit buah Delima Merah

Masyarakat sudah banyak menggunakan kulit buah Delima

Merah untuk sakit perut karena cacing, buang air besar yang

mengandung darah dan lendir (disentri amoeba), diare kronis,

perdarahan (wasir berdarah, muntah darah, batuk darah, perdarahan

rahim, perdarahan rektum), prolaps rektum, radang tenggorok,

radang telinga, keputihan, dan nyeri lambung (Dalimartha, 2007).

Menurut Duke (2010) kandungan kulit buah Delima Merah yang

mempunyai efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah

Kandungan Kimia Efek Farmakologis

pelletierene Antihelmintes

ganatin Antihepatotoksik

betulic acid Anthelmintes, antibakterial, antikanker,

(28)

Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah (lanjutan)

Kandungan Kimia Efek Farmakologis

ursolic acid Analgesik, antialzeimer, antiarthritis,

antibakterial, antikanker, antihelmintes, antimalaria, antiinflamasi

elligatanin Antialergik

beta-sitosterol Antibakterial, antikanker, antiinflamasi

antigonadotropik,

ellagic acid Ankanker, antianafilaksis, antikatarak,

antiinflamasi, antiseptik, antiviral, antioksidan

punicalagin Antioksidan

Antioksidan ellagic acid dan punicalagin termasuk senyawa

polifenol (Carballo dkk, 2009). Ellagic acid berdasarkan IUPAC

(International Union of Pure and Apllied Chemistry) mempunyai

nama 2,3,7,8-Tetrahydroxy-chromeno

[5,4,3-cde]chromene-5,10-dione. (Ardhi, 2010).

(29)

commit to user

 

Senyawa polifenol lain yang adalah punicalagin. Punicalagin

mempunyai nama IUPAC

2,3-(S)-hexahydroxydiphenoyl-4,6-(S,S)-gallagyl-D-glucose (Shaanxi, 2000).

Gambar 5. Punicalagin (Thomas, 2009)

Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang bersifat

antioksidan kuat. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat

yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi.

Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan

oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Sifat

antioksidan polifenol 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C

dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Polifenol ini

berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas

(30)

Bila terjadi reaksi oksidasi pada membran eritrosit di mana

reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas

(OH-) maka tanpa adanya kehadiran antioksidan, radikal bebas ini

akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini

akan dapat menghasilkan radikal bebas yang lain yang siap

menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk

reaksi berantai yang sangat membahayakan.

Tanpa adanya antioksidan

Reaktan → Produk + OH-

OH- + (DNA,protein, lipid) →Produk + Radikal bebas yang lain

Radikal bebas yang lain akan memulai reaksi yang sama dengan

molekul yang ada di sekitarnya.

Berbeda halnya bila terdapat antioksidan. Radikal bebas akan

segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil

dan tidak berbahaya. Reaksi radikal bebas dengan molekul sel

tubuhpun berhenti sampai di sini.

Dengan adanya antioksidan

Reaktan → Produk + OH-

OH-+ H+ →Produk yang stabil

Senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu

menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan

(31)

commit to user

 

5.Tikus Putih

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu spesies tikus

yang dijumpai di perkotaan dan digunakan sebagai hewan percobaan

(Abel, 2008).

a. Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Sugiyanto

(1995)

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

b. Morfologi tikus putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar mempunyai ciri

kepala lebar, telinga panjang, dan mempunyai ekor yang panjangnya

tidak melebihi panjang tubuhnya, berbulu putih, mata berwarna

merah, moncong tumpul, telinga dan mata kecil. Tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar memiliki sifat pemalu, gugup jika ada

(32)

menyukai daging dan kacang, ahli berenang, bisa memanjat namun

tidak ahli (Sugiyanto, 1995).

c. Sifat biologi tikus putih (Rattus norvegicus)

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988)

Sifat Biologis Tikus Putih Keterangan

Berat badan

Kelahiran 5-6 g

Menyapih 30-55 g

Pubertas 150-200 g

Usia12 minggu (jantan) 200-400 g

Dewasa (jantan) 300-800 g

Perkembangan

Mantel bulu 9 hari

Gigi seri muncul 8-10 hari

Geraham pertama muncul 19 hari

Turunya testis 15-50 hari

Pubertas (jantan) 39-47 hari

Fisiologi

Suhu rektal 38-39 º C

Denyut jantung 320-480 bpm

Tekanan darah sistolik 75-120 mm Hg

Tekanan darah diastolik 60-90 mm Hg

Respiratory rate 85-110 napas / menit

Konsumsi makanan

Makanan 5 g/100 g BB

Minuman 8-11 ml/100 g BB

Urine out put perhari 5,5 ml/100g BB

Darah

Volume darah 5,6-7,1 ml/100 g BB

Volume plasma 3,08-3,67 ml/100 g BB

Jumlah eritrosit 7-10 x 106 eritrosit/mm3

(33)

commit to user

 

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988) (lanjutan)

Sifat Biologis Tikus Putih Keterangan

Leukosit total 9 (6-18) x 103/mm3

d. Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan percobaan

relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak

begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit (Mus musculus) dan

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu

besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di

sekitarnya (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988).

Tikus putih jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus

putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih

besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan

laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan (Mangkoewidjojo

dan John Smith, 1988).

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang

percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil

(34)

siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina.

Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat

yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil

dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995).

6.Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan

Hemoglobin

Menurut penelitian Achudume (2009), gelombang

elektromagnetik ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada hati dan

otak tikus putih (Rattus norvegicus). Sedangkan menurut penelitian

Devrim (2002), radiasi gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus

putih selama 40 menit perhari selama 28 hari didapatkan peningkatan stes

oksidatif yang ditandai dengan adanya peroksidasi lipid eritrosit.

Indera dkk (2006) mengemukakan bahwa peroksidasi lipid pada

membran eritrosit dapat meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran

eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau

hemolisis dan menyebabkan hemoglobin terbebas. Destruksi hemoglobin

akan menghasilkan heme dan globin, sehingga hemoglobin yang terbebas

(35)

commit to user

 

7.Hubungan Gelombang Elektomagnetik Ponsel dengan Mekanisme

Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah

Telah diketahui bahwa gelombang elektromagnetik dapat

menyebabkan peroksidasi lipid. Dalam proses peroksidasi lipid, akan

terbentuk radikal bebas hidroksil (OH-) (Yasoubi dkk, 2007). Radikal

hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal

hidroksil tersebut dapat bereaksi dengan hampir semua substrat biologik

(Gitawati, 1995).

Antioksidan yang paling banyak terdapat di buah Delima Merah

adalah polifenol (Amalia dan Balittro, 2009). Penelitian yang dilakukan

oleh Toklu dkk (2009) membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima

Merah yang diekstrak dengan methanol mengandung antioksidan

polifenol yang dapat menurunkan stes oksidatif pada ilueum tikus putih

(Rattus norvegicus).

Senyawa polifenol mampu memutus rantai reaksi pembentukan

radikal bebas hidroksil. Dalam hal ini memberikan atom hidrogen yang

berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa

yang stabil. Dengan demikian reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga

kerusakan sel darah merah akibat stres oksidatif dapat dicegah (Winarsi,

(36)

B. Kerangka Pemikiran

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah

(Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus

(Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

Hemolisis eritrosit

Fragilitas membran eritrosit meningkat Peroksidasi lipid

b i i

Stres oksidatif pada membran eritrosit

Paparan gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus)

Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin menurun

(37)

commit to user

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik (Arief,

2004).

B. Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar

dengan umur kurang lebih 2 bulan jenis kelamin jantan dan berat ± 200 gam.

D. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan metode

purposive sampling, yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi. Sedangkan pengelompokan sampel dilakukan dengan teknik simple

random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu

kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk

(38)

yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil.

Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok

sampel (Arief, 2004).

Sampel akan dibagi menjadi empat kelompok. Besar sampel tiap

kelompok dihitung dengan rumus Federer. Penelitian ini membagi sampel

menjadi 4 kelompok sehingga t=4.

(n-1)(t-1) > 15

(n-1)(4-1) > 15

3n > 18

n > 6 (Federer, 1974)

Keterangan:

n = jumlah sampel tiap kelompok

t = jumlah kelompok

Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang

diperlukan adalah 6 ekor tikus putih untuk setiap kelompok percobaan.

Peneliti memakai 8 tikus dalam tiap kelompok percobaan. Sehingga besar

(39)

commit to user

 

E. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan ThePost Uji Only Control Goup

Design (Arief, 2004).

Gambar 6. Rancangan Penelitian

Keterangan:

K = Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel.

P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi.

P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah

peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.

HK = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok kontrol.

HP1= Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan I.

(40)

HP3 = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan III.

F. Idetifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum).

2. Variabel terikat : jumah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih

(Rattus norvegicus).

3. Variabel luar

a.Variabel luar terkendali : genetik, makanan, minuman, jenis

kelamin, jenis ponsel.

b.Variabel luar tak terkendali : hormonal, stres saat perlakuan.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah

Ekstrak kulit buah Delima Merah dibuat dengan ekstraksi ethanol

dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari mengacu pada penelitian Toklu dkk

(2009). Tikus putih (Rattus norvegicus) pada kelompok perlakuan II

diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama

pemaparan gelombang elektromagnetik. Pemberian dengan dosis yang

sama pada kelompok perlakuan III diberikan pada tikus putih sebelum,

selama, dan sesudah pemaparan. Tikus putih pada kelompok perlakuan I

dan kontrol tidak diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah. Skala yang

(41)

commit to user

 

2. Variabel terikat

a. Perhitungan jumlah eritrosit tikus putih (Rattus norvegicus)

Perhitungan eritrosit dilakukan dengan cara mengambil darah

tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler

berukuran 1,5 ml. Jumlah eritrosit dihitung dalam 5 kotak sedang

kamar hitung Improved Neubeur. Jumlah eritrosit yang didapat

kemudian dikalikan 10.000. Satuan yang digunakan adalah jumlah

eritrosit dalam 1 mm3 (Gandasoebrata, 2001). Jumlah eritrosit normal

tikus putih 7-10 x 106 eritrosit/ mm3 (Mangkoewidjojo dan John Smith,

1988). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio (Arief,

2004).

b. Perhitungan kadar hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil

darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung

mikrokapiler berukuran 1,5 ml. Kadar hemoglobin diukur

menggunakan metode Sahli. Satuan yang digunakan adalah g/dl

(Gandasoebrata, 2001). Kadar hemoglobin normal tikus putih 11-19

g/dl (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988) .Skala pengukuran yang

(42)

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali

1) Genetik

Faktor genetik seperti adanya sel benih hematopoietik yang

mengalami proliferasi (pada polisitemia), pembentukan eritrosit

dalam kuantitas atau kualitas yang rendah (anemia) menentukan

jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Faktor ini dapat

dikendalikan dengan cara menggunakan tikus dari strain yang

sama, yakni strain Wistar sehingga sampel bersifat homogen.

2) Makanan dan Minuman

Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara pemberian

makanan pada kelompok perlakuan dibuat sama jenisnya, yaitu

makanan buatan pellet BR2. Pemberian makanan buatan pellet

BR2 dan air minum pada perlakuan disebut sebagai diet standar.

3) Jenis kelamin

Jumlah eritrosit pada pria dan wanita berbeda. Oleh karena itu

peneliti menggunakan sampel tikus putih (Rattus norvegicus)

yang berjenis kelamin jantan.

4) Jenis Ponsel

Jenis ponsel mempengaruhi jumlah eritrosit dan kadar

(43)

commit to user

 

b. Variabel luar tak terkendali

1) Hormonal

Hormon tiroksin, hormon pertumbuhan, epinefrin dan kortisol

meningkatkan eritropoesis sehingga dapat meningkatkan jumah

eritrosit. Hormon-hormon ini disekresi dalam tubuh dapat

berfluktuasi dalam keadaan tertentu misalnya dalam keadaan

sakit, stres dan hipoksia. Faktor ini tidak dapat dikendalikan.

2) Stres

Stres tidak mungkin dapat dihindari pada tikus yang

mendapat perlakuan. Faktor ini tidak dapat dikendalikan.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

a. Kandang tikus berbentuk kontak ( 60 x 30 x 30 cm) dilengkapi tempat

makan dan minum.

b. Timbangan dan wadah untuk menimbang berat badan tikus

c. Ponsel

d. Tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml

e. Tabung reaksi untuk menampung sampel darah

f. Rak tabung reaksi

g. Pipet air

(44)

i. Hemositometer : bilik hitung Improved Neuber dan pipet darah eritrosit

j. Satu set haemometer Sahli

k. Sonde lambung

2. Bahan

a. Makanan dan minuman hewan percobaan (pellet BR2 dan air PAM)

b. Ekstrak kulit buah Delima Merah

c. EDTA

d. Larutan Hayem untuk meghitung jumlah eritrosit

e. HCl 0,1 N

f. Aquades

I. Cara kerja

1. Persiapan Percobaan

a. Sampel

Sampel yang sudah diperoleh dengan metode purposivesampling

yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

kemudian dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 7 hari dan

dilakukan pengelompokkan dengan teknik simple random sampling.

Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian

ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk

(45)

commit to user

 

sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang

telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi

anggota kelompok sampel (Arief, 2004). Sampel dikelompokkan

menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok 8 ekor. Pada hari I dilakukan

penimbangan dan penandaan.

b. Ekstrak Kulit Buah Delima Merah

Ekstraksi kulit buah Delima Merah dilakukan di LPPT UGM

dengan menggunakan metode ekstraksi ethanol dengan cara maserasi.

Kulit buah Delima Merah halus dimasukkan ke dalam sebuah bejana

kemudian menambahkan ethanol 90% ditutup rapat dan dibiarkan

selama 3 hari, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk sesekali

setiap hari. Ekstrak ethanol cair sampel tersebut dipekatkan

menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat

ethanol (Darmawan, 2004). Bentuk akhir ekstrak kulit buah Delima

Merah adalah pasta atau semisolid. Dosis yang diberikan sebesar

50mg/Kg BB tikus /hari (Toklu dkk, 2009). Bila setiap tikus

mempunyai berat 200 gam, maka :

mg

Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus

adalah 5 ml/100g BB tikus (Ngatijan, 1991), disarankan takaran

(46)

karena itu dilakukan pengenceran ekstrak, dengan rincian 1 gam

ekstrak dilarutkan dalam 100 ml .

Bila dosis tiap tikus adalah 10 mg maka volume ekstrak yang

diberikan adalah 1 ml tiap tikus.

c. Ponsel

Ponsel diletakkan di dalam kandang tikus. Setiap kelompok satu

ponsel. Ponsel ditelepon selama 4 jam/hari pada pukul 7.00 sampai

11.00 selama 14 hari pada kelompok P1, P2, dan P3.

d. Kandang Pemaparan

Hewan coba ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu

dengan luas 3600 cm2 (60 x 30 x 30 cm). Setiap kandang dapat

menampung setiap kelompok (8 ekor hewan coba).

2. Pelaksanaan Percobaan

Pada minggu I, keempat kelompok perlakuan diberi pellet BR2 dan air

PAM agar semua tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada

(47)

commit to user

 

kelompok. Sebelumnya masing-masing tikus ditimbang untuk menentukan

dosis perlakuan.

Pada minggu II, kelompok P1 dipapar gelombang elektromagnetik

yang berasal dari ponsel selama 4 jam setiap hari selama 14 hari. Kelompok

P2 dan P3 diberi ekstrak buah Delima Merah terlebih dahulu selama 10

hari, kemudian pada hari ke sebelas dipapar gelombang elektromagnetik

ponsel dan ekstrak buah Delima Merah tetap diteruskan. Setelah

pemaparan, pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah pada kelompok P2

dihentikan sedangkan pada kelompok P3 pemberian ekstrak buah Delima

Merah masih diteruskan sampai 10 hari setelah pemaparan.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan jumlah eritrosit

dengan hemositometer dan pembacaan kadar hemoglobin darah dengan

metode Sahli dari sampel darah.

a. Perhitungan jumlah eritrosit menurut Gandasoebrata (2001).

1) Menghisap darah dengan pipet darah eritrosit sampai tanda 0,5.

2) Dengan pipet darah yang sama, cairan Hayem dihisap sampai tanda

101.

3) Menggerak-gerakkan pipet darah eritrost tegak lurus dengan sumbu

pipet untuk mencampur darah dengan larutan Hayem.

4) Membuang beberapa tetes cairan darah yang telah diencerkan

(48)

5) Meneteskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung

neubauer yang sudah ada kaca penutupnya.

6) Melihat di bawah mikroskop pada kotak eritrosit mula-mula

dengan pembesaran lemah, kemudian dengan pembesaran kuat.

7) Memastikan larutan tidak masuk (luber) ke kanal hemositometer

atau terbentuk gelembung udara di bawah kaca penutupnya.

8) Menghitung jumlah eritrosit dalam 5 kotak sedang dalam bilik

hitung Improved Neuber. Darah dihisap sampai tanda 0,5

diteruskan penghisapan larutan Hayem sampai tanda 101 berarti

terjadi pengenceran 200 kali. Berarti eritrosit yang didapat hanya

1/100 dari jumlah yang sebenarnya.

Luas 1 kotak sedang = 1/5 x 1/5 mm2

Luas 5 kotak sedang = 5 x 1/5 x 1/5= 5/25= 1/5 mm2

Tinggi kamar hitung = 0,1 mm2

Volume 5 kotak sedang= 1/5 mm x 0,1 mm =1/50 mm3

Bila dalam 5 kotak sedang didapatkan n eritrosit, berarti dalam

1/50 mm3= 200 n (pengenceran 200 kali). Dapat dikatakan bahwa

dalam 1 mm3= 10.000 n eritrosit.

b. Perhitungan kadar hemoglobin dengan metode Sahli menurut

Gandasoebrata (2001).

1) Mengisi ke dalam tabung pengukur haemometer dengan HCl 0,1 N

(49)

commit to user

 

2) Menghisap darah dengan pipet penghisap haemometer sampai tepat

pada garis 0,02 ml.

3) Darah yang tercecer pada ujung pipet diserap dengan kertas tisue.

4) Meniupkan darah ke dalam tabung pengukur haemometer yang

telah diisi HCl 0,1 N.

5) Mencampurkan larutan tersebut dengan batang pengaduk supaya

darah dan HCl 0,1 N bereaksi.

6) Membiarkan selama 3 menit.

7) Meneteskan aquades dengan pipet air dan mengaduk pelan-pelan

dengan batang pengaduk sampai warna coklat sama dengan warna

standart di sebelah kiri dan kanan tabung pengukur.

8) Membaca tinggi permukaan cairan dalam tabung pengukur dalam

g/dl.

J. Teknik Analisis Statistik

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada kelompok yang

tidak berpasangan dengan data berupa data numerik maka dilakukan uji t

tidak berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk untuk

mengetahui distribusi data. Data yang diperoleh harus berdistribusi normal

(nilai p> 0,05) sebagai syarat uji t tidak berpasangan. Varians data diuji

menggunakan uji Levene’s. Varians data boleh sama (p> 0,05), boleh juga

berbeda (p< 0,05). Untuk menentukan nilai significancy (p) pada uji t tidak

(50)

Levene’s. Bila varians data sama (p> 0,05), maka untuk melihat uji t tidak

berpasangan memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed).

Sedangkan bila varians data berbeda (p< 0,05), maka untuk melihat uji t tidak

berpasangan memakai hasil pada baris kedua (equal variances not assumed).

Nilai p< 0,05 berarti terdapat pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah

(Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih

(Rattus norvegicus). Sedangkan nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada

pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap

jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus)

(Sopiyudin, 2008).

(51)

commit to user

38 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data rasio yaitu jumlah

eritrosit dan kadar hemoglobin yang dihitung dari tiap sampel darah hewan

uji. Kemudian dicari rerata untuk setiap kelompok perlakuan.  Hasil

perhitungan rerata jumlah eritrosit dari setiap kelompok perlakuan

berdasarkan data pada lampiran 1 akan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan Rerata ± SD (x104)

K = Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel.

P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi.

(52)

P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah

peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.

Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan didapatkan :

580

Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit

Sedangkan hasil perhitungan rerata kadar hemoglobin dari setiap

kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 9 akan disajikan dalam

tabel 5.

Tabel 5. Rerata Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan Rerata ± SD (g/dl) 

K 12,425 ± 0,446

P1 11,600 ± 0,489

P2 11,857 ± 0,378

(53)

commit to user

 

Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan terlihat :

11

Gambar 8. Diagam Batang Rerata Kadar Hemoglobin

B. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t tidak

berpasangan menggunakan progam SPSS for Windows Release 16.0 dan

p<0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya.

Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah

sampel kurang dari 50). Didapatkan nilai signifikansi jumlah eritrosit untuk

semua kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi

kelompok tersebut adalah normal. Berikut ini hasil uji nomalitas

(54)

Tabel 6.Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok

Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji varians data

sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan

data pada lampiran 3 disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,976 0,004

Equal variances not assumed 0,005

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,976. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,004.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 4, disajikan

dalam tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,167 0,221

(55)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,167. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,221.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 5, disajikan

dalam tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,550 0,312

Equal variances not assumed 0,316

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,550. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,312.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 6, disajikan

dalam tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,927 0,794

Equal variances not assumed 0,794

(56)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,927. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,794.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 7, disajikan

dalam tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,641 0,053

Equal variances not assumed 0,053

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,641. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,053.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 8, disajikan

dalam tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,196 0,866

Equal variances not assumed 0,872

(57)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,196. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,866.

Untuk melakukan uji t tidak berpasangan data harus terdistribusi normal.

Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang

dari 50) didapatkan nilai signifikansi kadar hemoglobin untuk semua

kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok

tersebut adalah normal.Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk

berdasarkan data pada lampiran 10.

Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 11, disajikan

dalam tabel 14.

Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P1

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,716 0,011

Equal variances not assumed 0,011

(58)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,716. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,011.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 12, disajikan

dalam tabel 15.

Tabel 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,999 0,068

Equal variances not assumed 0,066

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,999. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,068.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan

untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 13, disajikan

dalam tabel 16.

Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,267 0,198

Equal variances not assumed 0,212

(59)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,267. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,198.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk

kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 14, disajikan dalam

tabel 17.

Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,695 0,281

Equal variances not assumed 0,273

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,695. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,281.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk

kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 15, disajikan dalam

tabel 18.

Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,461 0,283

Equal variances not assumed 0,292

(60)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,461. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0, 283.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk

kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 16, disajikan dalam

tabel 19.

Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,226 0,824

Equal variances not assumed 0,835

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,226. Karena nilai p >0,05 maka

varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk

melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

(61)

commit to user

48 BAB V

PEMBAHASAN

Pada gambar 7, didapatkan bahwa pada pemaparan gelombang

elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata jumlah

eritrosit kelompok perlakuan 1 menjadi (627,00 ± 42,393) x 104 dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang berkisar (695,38 ± 38,311) x 104. Pemberian

ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan pada kelompok

perlakuan 2 menunjukkan peningkatan rerata jumlah eitrosit dari (627,00 ±

42,393) x 104 menjadi (661,0 ± 63,833) x 104. Sedangkan pemberian ekstrak

kulit buah Delima Merah sebelum, selama, dan sesudah pemaparan juga

menunjukkan peningkatan menjadi (673,57 ± 420,035) x 104 bila dibandingkan

dengan kelompok perlakuan 1 dan 2.

Pada gambar 8, didapatkan bahwa pada pemaparan gelombang

elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata kadar

hemoglobin kelompok perlakuan 1 menjadi 11,6 ± 0,489 g/dl dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang berkisar 12,425 ± 0,446 g/dl. Pemberian ekstrak

kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan pada kelompok

perlakuan 2 menunjukkan peningkatan rerata kadar hemoglobin dari 11,6 ±

0,489 g/dl menjadi 11,857 ± 0,378 g/dl. Sedangkan pemberian ekstrak kulit

Gambar

Tabel 18.  Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar
Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit…………………………..
Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi
Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat

Freedom House 2012 menilai Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki sistem terkuat dalam perlindungan hukum bagi kebebasan pers. Kebebasan pers dan

Demi pengembangan ilmuan pengetahuan , dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepeda pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

[r]

The Wavelet Transformation Technique (WTT) for providing rainfall total prediction output of rainy and transition seasons 2003 had been applied to the domain of interest

terapkan agar menghindari terjadinya tumpang tindih dalam melaksanakan kekerjaan .."Inf.2 Lalu kemudian hasil wawancara yang dilalrukan dengan staf bagian analisis jabatan,

Penulisan Ilmiah ini berisikan bagaimana merancang dan membuat suatu aplikasi pengolahan data klub dengan menggunakan Microsoft Visual Foxpro 8.0, yang merupakan salah satu sarana

[r]