TUGAS AKHIR
ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION
MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada
Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi
Oleh
NIKMANSYAH NASUTION NIM : 070402029
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION
MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)
Oleh:
070402029
NIKMANSYAH NASUTION
Disetujui oleh: Pembimbing,
NIP : 19790506 200501 2004 NAEMAH MUBARAKAH, S.T, M.T
Diketahui oleh:
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
NIP : 19540531 198601 1002 Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Saat ini perkembangan teknologi digital telah merambah ke segala aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam dunia penyiaran televisi. Digitalisiasi siaran televisi ini memberikan manfaat lebih dibanding sistem siaran analog, diantaranya kualitas gambar dan suara yang lebih baik, ketahanan terhadap gangguan dan efisiensi kanal yang tinggi. Sistem siaran digital telah dikembangkan di banyak negara maju dengan bermacam standar tersendiri. Salah satu standar yang cukup populer di Eropa dan negara-negara lain adalah standar DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial).
Dalam Tugas Akhir ini akan dianalisis perbandingan kinerja sistem DVB-T pada mode carrier FFT-IFFT 8k dengan sistem DVB-T pada mode carrier 2k pada kanal AWGN dengan metode simulasi menggunakan program Matlab.
Dari data hasil simulasi diketahui bahwa untuk nilai BER yang dipengaruhi oleh Eb/N0 pada OFDM DVB-T 2K yang paling kecil berada pada 15 dB dengan BER
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro pada Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas Akhir yang berjudul: “ Analisis Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)” ini, berisi analisis kinerja OFDM pada DVB-T yang dipengaruhi bit rate dan gangguan berupa AWGN.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa, yaitu
Ayahanda Iduar Nasution dan Ibunda Nurhabimah Malau serta abang-abang (Bg Izwar, Kuti Idat, Ogek Boy dan Nadik Didin) dan adik-adik penulis (Ucok, Nandar, Juwita dan Zulaila) yang selalu bersama penulis dalam menjalani lika-liku kehidupan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro dan Dosen Wali penulis, atas segala bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan pendidikan penulis di DTE USU.
4. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro, yang telah banyak memberi inspirasi dan masukan bagi penulis untuk lebih baik dalam bersikap.
5. Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh kawan-kawan Teknik Elektro USU. Teman-teman seperjuangan, Arif, Aprial, Dian, Fajar, Roy, Shobirin, Ridho, Nora, Putri, Arynda, Suryanto, Shandi, dll.
7. Seluruh teman-teman kos No. 7 lorong 9 Padang Bulan Medan.
8. Serta segala pihak yang sadar atau tidak saya telah mengambil inspirasi hidup dari kalian.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR ISTILAH ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Metode Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II TEKNOLOGI DIGITALVIDEO BROADCASTING- TERRESTRIAL (DVB-T) ... 5
2.1 ... Umum ... 5
2.3 Sistem Tranceiver DVB-T………...6
2.3.1 Transmitter ... 6
2.3.1.1 Source Coding dan Multipleksing ... 7
2.3.1.2 Splitter ... 8
2.3.1.3 Outer coding ... 8
2.3.1.4 Outer Interleaver ... 8
2.3.1.5 Inner Coding ... 9
2.3.1.6 Inner Interleaving... 9 2.3.1.7 Pemetaan dan Modulasi ... 9
2.3.1.8 Frame Adaptation ... 9
2.3.1.9 Penyisipan Sinyal Pilot dan Sinyal TPS (Transmission Parameter Signalling) ... 10
2.3.1.10 OFDM...10
2.3.1.11 Konversi Digital ke Analog………..11
2.3.2 Kanal ...11
2.3.3 Receiver ... 12
2.4 Mode Carrier ... 14
2.5 Modulasi dan Demodulasi QPSK (Quadrature Phase Shift Keying)...14
2.5.1 Modulasi QPSK……….15
2.6 Standar DVB-T………19
2.7 Karakteristik Sistem Penyiaran TV Digital Terestrial ... 20
2.7.1 Kualitas penyiaran TV digital ... 20
2.7.2 Manfaat penyiaran TV digital... 20
2.7.3 Keunggulan frekuensi TV digital ... 21
BAB III SISTEM OFDM PADA DVB-T ... 23
3.1. Umum ... 23
3.2 Ortogonalitas ... 23
3.3 Guard Interval ... 25
3.4 Sistem Tranceiver OFDM pada DVB-T ... 26
3.4.1 Transmitter ... 27
3.4.1.1 Pembangkitan Bit Informasi ... 27
3.4.1.2 Serial to Parallel Converter ... 29
3.4.1.3 Modulasi (mapping) ... 30
3.4.1.4 IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) ... 31
3.4.1.5 Penyisipan Guard Interval ... 32
3.4.2 Kanal AWGN (Addition of White Gaussian Noise)... .. 32
3.4.3 Receiver ... 34
3.4.3.1 Pengeluaran Guard Interval ... 35
3.4.3.2 FFT (Fast Fourier Transform) ... 35
3.4.3.4 Demodulasi ... 37
3.4.4 Perhitungan BER (Bit Error Rate) ... 37
BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA OFDM PADA DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL) ... 38
4.1 Umum ... 38
4.2 Prinsip Kerja Sistem ... 39
4.3 Pengaruh Eb/N0Terhadap Kinerja OFDM pada DVB-T...40
4.4 Pengaruh Bit Rate Terhadap Kinerja OFDM pada DVB-T...44
BAB V PENUTUP ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran... ... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Blok Transmitter DVB-T ... 7
Gambar 2.2 Bentuk Umum Kanal ... 11
Gambar 2.3 Kanal dan Respon Kanal dari Dekomposisi Multicarrier ... 12
Gambar 2.4 Blok Receiver DVB-T ... 13
Gambar 2.5 Blok Diagram Modulator QPSK ... .16
Gambar 2.6 Blok Diagram Demodulator QPSK ... ...17
Gambar 3.1 Fungsi Gelombang Orthogonal ... 24
Gambar 3.2 Blok Stasiun Pemancar OFDM ... 27
Gambar 3.3 Sinyal informasi ... 28
Gambar 3.4 Proses Serial to Parallel ... 29
Gambar 3.5 Konstelasi Sinyal QPSK ... 30
Gambar 3.6 Sinyal Hasil modulasi QPSK ... 31
Gambar 3.7 Bentuk sinyal kirim dengan diberi cyclic prefix... 32
Gambar 3.8 (a) Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise ... 33
Gambar 3.8 (b) Fungsi Kepadatan Probabilitas AWGN ... 33
Gambar 3.9 Pemodelan Kanal AWGN ... ...34
Gambar 3.10 Blok Stasiun Penerima OFDM ... 34
Gambar 3.11 Bentuk sinyal yang diterima tanpa cyclic prefix ... 35
Gambar 3.12 Proses Parallel to Serial ... 36
Gambar 4.2 (a) Grafik Perbandingan BER sistem OFDM DVB-T 2K Terhadap Eb/N0 ... 42
Gambar 4.2 (b) Grafik Perbandingan BER sistem OFDM DVB-T 8K Terhadap Eb/N0 ...43
Gambar 4.3 (a) Grafik Perbandingan BER sistem OFDM DVB-T 2K Terhadap Bit Rate ... 45
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nilai numerik parameter OFDM untuk mode 8K dan 2K ... 26 Tabel 4.1 Kinerja OFDM DVB-T dengan Variasi Nilai Eb/N0 ... 41
DAFTAR SINGKATAN
AWGN : Additive White Gaussian Noise
BER : Bit Error Ratio
BPSK : Binary Phase Shift Keying
CDMA : Code Division Multiple Access
DAC : Digital to Analog Converter
DFT : Discrete Fourier Transform
DIF : Decimation in Frequency DIT : Decimation in Time
ETS : European Telecommunication Standard
FFT : Fast Fourier Transform
I : In-phase
ICI : Intercarrier Interference
IDFT : Inverse Discrete Fourier Transform
IFFT : Invers Fast Fourier Transform
ISI : Intersymbol Interference
LPF : Low Pass Filter
MPEG : Moving Picture Experts Group
OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing
Q : Quadrature
QPSK : Quadrature Phase Shift Keying
RF : Radio Frequency
SNR : Signal to Noise Ratio
UHF : Ultra High Frequency
DAFTAR ISTILAH
AWGN (Additive White Gaussian Noise)
Noise yang memiliki fungsi kepadatan probabilitas menyerupai Distribusi Gaussian.
Bandwidth
Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik seperti jaringan komunikasi, bus komputer dan komputer channel.
BER (Bit Error Ratio)
Jumlah angka kesalahan dari suatu transmisi data antar dua sistem komputer dalam sebuah jaringan.
Bit
Satuan terkecil dari data yang nilainya merupakan bilangan biner.
Bit Rate
Banyaknya bit yang dikirim melalui suatu media dalam satuan waktu.
Delay
Waktu tunda yang disebabkan oleh proses transmisi dari satu titik ke titik lain yang menjadi tujuannya.
Interferensi
Interleaving
Cara menyusun data tanpa berdekatan untuk meningkatkan kinerja Modulasi
Teknik yang dipakai untuk memasukan informasi dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang sinus.
Multimedia
Istilah bagi kata tersebut, semuanya diolah dari
Multipath
Fenomena dimana sinyal dari pengirim (transmitter) tiba di penerima (receiver) melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.
Point-to-multipoint
Sitem transmisi dari satu transmitter ke banyak receiver Propagasi
Proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima.
Transceiver
Singkatan dari transmitter dan receiver.
Wireless
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir proses transmisi ke end-user umumnya masih dilakukan secara analog. DVB (Digital Video Broadcast) adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV digital hingga ke end-user. Saat ini salah satu pengembangan DVB yang menarik adalah penggunaan standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held (DVB-H).
DVB-T lebih dikenal dengan siaran televisi digital menjadi standar yang banyak dipakai di dunia karena beberapa kelebihannya, terutama karena kehandalan DVB-T yang mampu mengirimkan sejumlah besar data pada kecepatan tinggi secara point-to-multipoint. Sistem DVB-T merupakan sistem penyiaran langsung dari pemancar bumi (terrestrial) ke pemirsa di rumah. Fungsi pemancar bumi adalah untuk mentransmisikan data digital MPEG-2 yang telah dimodulasi menjadi gelombang VHF/UHF untuk dipancarkan menggunakan antena pemancar[1].
memungkinkan modulasi sub-carrier di OFDM saling berdekatan tanpa mengalami interferensi. DVB-T menggunakan 2 mode carrier FFT-IFFT yaitu mode 2K dan 8K.
Pada Tugas Akhir ini penulis akan membandingkan hasil kinerja sistem DVB-T pada mode carrier FFT-IFFT 2K dengan sistem DVB-T pada mode carrier 8K yang diperoleh dari kanal AWGN.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Apa itu DVB-T?
2. Bagaimana arsitektur OFDM pada sistem DVB-T?
3. Bagaimana pengaruh Eb/N0 terhadap Bit Error Rate (BER) pada OFDM
DVB-T?
4. Bagaimana pengaruh bit rate terhadap BER pada OFDM DVB-T?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tugas Akhir
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini ialah untuk melakukan analisa dan membandingkan kinerja OFDM sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terrestrial) mode carrier 2K dan 8K dengan menggunakan simulasi.
1.4 Batasan Masalah
1. Hanya membahas sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terrestrial) secara umum.
2. Tidak membahas pengkodean kanal dalam proses perhitungan BER. 3. Teknik modulasi yang digunakan adalah modulasi QPSK.
4. Model kanal yang digunakan adalah kanal AWGN. 5. Simulasi menggunakan Matlab 7.7.0
6. Parameter yang digunakan untuk mengukur performansi sistem hanya meliputi perhitungan BER (Bit Error Rate) , Eb/N0, dan Bit Rate
7. Tidak membahas rangkaian elektronik pada DVB-T .
1.5 Metode Penulisan
Adapun metode yang dipakai dalam analisis penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur yaitu dengan mempelajari berbagai referensi yang berhubungan dengan permasalahan di atas.
2. Simulasi yaitu mengumpulkan data-data BER (Bit Error Rate) akibat pengaruh Eb/N0 dan Bit Rate yang berkaitan dengan analisis dengan simulasi menggunakan
matlab 7.7.0.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TEORI DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL)
Bab ini berisi tentang landasan teori tentang DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) struktur yang membangun sistem tersebut, transport stream, modulasi/demodulasi QPSK, mode carrier, guard interval, karakteristik sistem penyiaran TV digital terestrial.
BAB III : MODEL OFDM PADA SISTEM DVB-T
Bab ini berisi tentang model blok OFDM pada DVB-T
BAB IV : ANALISIS KINERJA SISTEM DVB-T
Bab ini berisi tentang analisis kinerja sistem DVB-T berdasarkan simulasi dan perhitungan.
BAB V : PENUTUP
BAB II
TEKNOLOGI DIGITALVIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T)
2.1Umum
Saat ini salah satu pengembangan DVB yang menarik adalah penggunaan standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held (DVB-H).
DVB-T merupakan DVB standar konsorsium Eropa untuk transmisi penyiaran televisi terestrial digital yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1997 dan penyiaran pertama kali pada tahun 1998 di Inggris. Sistem ini mentransmisikan suara, video dan data digital lain yang terkompresi menggunakan modulasi OFDM [2].
Dengan teknologi digital, DVB-T dapat memanfaatkan penggunaan bandwidth secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya hanya dapat digunakan untuk satu program TV analog, dengan menggunakan DVB-T dapat digunakan untuk menyiarkan 8 kanal TV digital. Selain penambahan kapasitas kanal TV, pada media transmisi terestrial dapat diperoleh kualitas gambar yang lebih baik.
2.2 Transport Stream (TS)
satu atau lebih program dari data yang dikodekan dan data lainnya dalam lingkungan dimana kesalahan signifikan mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat dimanifestasikan sebagai kesalahan bit atau kehilangan paket [3].
Sinyal baseband yang ditransmisikan adalah MPEG-2 TS. Transport Stream (TS) adalah deret kontinu dari paket TS. Setiap paket memiliki panjang 188 byte. Pada 4 byte pertama mengandung header dari paket TS dan 184 byte berikutnya digunakan untuk payload. Komponen yang paling penting dari header adalah byte sinkronisasi (sync) dan paket ID (PID) [3].
2.3Sistem Tranceiver DVB-T
Blok sistem transceiver DVB-T dibagi menjadi 3 bagian yaitu transmitter, kanal dan receiver.
2.3.1 Transmitter
Gambar 2.1 merupakan skema dari pemancar DVB-T [3]. Proses transmisi paket MPEG-2 pada DVB-T terdiri dari 6 tahapan,yaitu [4]:
1. Outer coding (penyandian Reed-Solomon) 2. Outer interleaving (convolutional interleaving) 3. Inner coding (penyandian punctured convolutional) 4. Inner interleaving
6. Transmisi OFDM Video Coder Audio Coder Data Coder Program MUX Transport MUX Splitter 2 n Mux Adaptation Energy Dispersal Mux Adaptation Energy Dispersal Outer Coder Outer Coder Outer interleaver Outer interleaver Inner Coder Inner Coder Inner interleaver Mapper Frame Adaptation Pilot & TPS
Signal OFDM D/A Front End MPEG 2
Source Coding & Multiplexing
Channel Coding
Modulation Ke
Antena
Gambar 2.1 Blok Transmitter DVB-T
Penjelasan setiap blok pada bagian transmitter DVB-T diberikan di bawah ini.
2.3.1.1 Source Coding dan Multipleksing
lebih MPEG-PS yang bergabung bersama-sama menjadi transport stream MPEG (MPEG-TS), ini adalah aliran digital dasar yang sedang dikirim dan diterima oleh TV atau Set Top Box rumah (STB).
2.3.1.2 Splitter
Setelah proses pengkodean sumber dan pemultipleksian MPEG-2 (MUX), MPEG TS masuk ke splitter. Dua MPEG TS berbeda dapat ditransmisikan pada saat yang sama menggunakan teknik yang disebut transmisi hirarki. Ini dapat digunakan untuk mengirim, misalnya sinyal SDTV dan sinyal HDTV pada pembawa yang sama. Secara umum, sinyal SDTV lebih kuat dari sinyal HDTV. Pada penerima, tergantung pada kualitas sinyal yang diterima, STB mungkin dapat men-decode aliran HDTV atau, jika tidak memiliki kekuatan sinyal, dapat beralih ke sinyal SDTV (dengan cara ini, semua penerima yang dekat dengan lokasi transmisi dapat mengunci sinyal HDTV, sedangkan yang lain, bahkan yang terjauh, mungkin masih dapat menerima dan decode sinyal SDTV). MPEG-TS diidentifikasi sebagai urutan paket data dengan panjang yang tetap (188 bytes). Dengan teknik yang disebut penyebaran energi, urutan byte dipisahkan.
2.3.1.3 Outer coding
2.3.1.4 Outer Interleaver
Pada outer interleaver, interleaving konvolusi digunakan untuk mengatur ulang urutan data yang ditransmisikan. Hal ini berfungsi untuk memudahkan koreksi deret kesalahan pada data yang panjang.
2.3.1.5 Inner Coding
Inner coding adalah koreksi kesalahan tingkat kedua untuk koreksi kesalahan bit, yang sering dilambangkan dalam menu STB sebagai FEC (Forward Error Correction).
2.4.1.6 Inner Interleaving
2.3.1.7 Pemetaan dan Modulasi
Proses inner interleaving diikuti oleh pemetaan simbol. Pada proses ini tiap-tiap carrier dari sinyal OFDM dimodulasi secara terpisah dengan pilihan teknik modulasi QPSK, 16-QAM and 64-QAM.
2.3.1.8 Frame Adaptation
Setelah simbol-simbol dipetakan, frame adaptation mengelompokkan simbol-simbol yang kompleks dalam blok-blok panjang yang konstan (1512, 3024,
atau 6048 simbol per blok). Sebuah frame dibangkitkan dengan panjang 68 blok dan sebuah superframe dibangun oleh 4 frame.
2.3.1.10 OFDM
Urutan blok dimodulasi menurut teknik OFDM. Peningkatan jumlah carrier tidak mengubah payload bit rate yang tetap konstan. Dalam proses ini disisipkan guard interval yangbertujuan untuk menghindari Intersymbol Interference (ISI) akibat lintas jamak pada sinyal yang ditransmisikan. Lebar guard interval tersebut dapat 1/32, 1/16, 1/8, atau 1/4 dari FFT. Siklik awalan diperlukan untuk mengoperasikan jaringan frekuensi tunggal, dimana mungkin ada interferensi ineliminable datang dari beberapa lokasi yang mentransmisikan program yang sama pada frekuensi carrier yang sama.
2.3.1.11 Konversi Digital ke Analog
Sinyal digital diubah menjadi sinyal analog, dengan konverter digital-ke-analog (DAC), dan kemudian dimodulasikan ke frekuensi radio (VHF, UHF) oleh front-end RF. Bandwidth yang ditempati dirancang untuk mengakomodasi setiap sinyal DVB-T tunggal menjadi saluran lebar 5, 6, 7, atau 8 MHz. Kecepatan sampel baseband yang
diberikan pada input DAC tergantung pada bandwidth saluran dengan fs B 7 8
=
sampel/s, di mana B adalah bandwidth saluran dinyatakan dalam Hz (Hertz).
2.3.2 Kanal
disebut sebagai kanal Additive White Gaussian Noise. Gambar 2.2 mengilustrasikan sebuah kanal dengan dengan respon impuls h(t) dan noise additive.
u(t)
x(t) y(t)
Gambar 2.2 Bentuk Umum Kanal
Ketika jumlah subcarrier (N) adalah besar, fungsi transfer kontinu dari respon kanal H(f) dapat digambarkan sebagai kurva diskrit persegi empat seperti diilustrasikan pada Gambar 2.3
( )
f HH3
…….
0
H
Masing-masing persegi empat memiliki lebar band frekuensi
s
T
1 Hz. Semakin
besar N; lebar band frekuensi persegi empat akan semakin besar dan secara matematika dapat ditulis sebagai:
[ ]
k H X[ ] [ ]
k u k ,Yi = i i + i untuk i= 1,2,3 …, N
Dimana adalah output kompleks dari N-titik FFT dan adalah noise.
2.3.3 Receiver
Dari Antena
OFDM Demod (2K/8K FFT) A/D I & Q
Gen Analog
Front End
Sinkronisasi
frame & waktu
Sinkronisasi frekuensi Reference Symbols Extraction Reference Symbols Extraction Mapping Frequency Deinterleaving Viterbi Decoder Byte Deinterleaving Reed-Solomon Decoder Transport Demux (MPEG) MPEG Audio Decoder MPEG Video Decoder Synconization & Channel Estimation Channel Decoding
Source Decoding & Demultiplexing FFT window
amplitude
Gambar 2.4 Blok Receiver DVB-T
Secara garis besar pada sistem penerima DVB-T akan terjadi proses sebagai berikut: 1. Front-end dan ADC: sinyal RF analog dikonversi ke base band dan diubah
menjadi sinyal digital, menggunakan konverter analog-ke-digital (ADC).
2. Sinkronisasi waktu dan frekuensi: sinyal base band digital dicari untuk mengidentifikasi awal frame dan blok. Jika ada masalah dengan frekuensi dari komponen sinyal juga dikoreksi. Guard interval pada akhir simbol yang ditempatkan juga di awal dimanfaatkan untuk menemukan awal dari sebuah simbol OFDM yang baru.
4. OFDM demodulasi
5. Ekualisasi frekuensi: sinyal pilot menyamakan sinyal yang diterima 6. Demapping
7. Internal deinterleaving
8. Internal decoding: menggunakan algoritma Viterbi. 9. eksternal deinterleaving
10. eksternal decoding 11.MUX adaptasi
12.MPEG-2 demultiplexing dan pendekodean sumber
2.4 Mode Carrier
Pada spesifikasi DVB-T, terdapat dua mode carrier yang dapat digunakan dengan jumlah carrier yang berbeda, yaitu mode 2K dengan 2048 point FFT dan mode 8K dengan 8192 point FFT. Ukuran FFT diberikan sebagai pangkat dari 2. Pada mode 2K, pangkatnya adalah 11 sehingga menghasilkan 2048 point FFT, sedangkan pada mode 8K pangkatnya adalah 13 sehingga hasilnya 8192 point FFT. Jumlah carrier untuk 8K adalah 6817 dan untuk 2K adalah 1705 [4].
2.5 Modulasi dan Demodulasi QPSK (Quadrature Phase Shift Keying)
dimana sinyal informasi digital yang akan dikirimkan ditumpangkan pada fasa dari sinyal pembawa.
Modulasi sinyal digital multilevel, dalam prosesnya akan menyebabkan terjadinya simbolisasi kelompok-kelompok bit (dibit, tribit, ….) sehingga bit stream data disimbolkan dalam kelompok n-bit, maka akan diperlukan 2n symbol untuk mempresentasikannya. Selanjutnya symbol-simbol akan memodulasi kelakuan sinyal pembawa (amplitude, frekuensi, fasa, atau kombinasinya). Tujuannya adalah untuk menghemat penggunaan bandwidth.
Pada modulasi QPSK sinyal pembawa mempresentasikan empat keadaan fasa untuk menyatakan empat simbol . Satu simbol QPSK dipetakan oleh dua bit (dibit) yaitu ‘00’, ‘01’, ‘11’, ‘10’. Setiap dua bit akan mengalami perubahan fasa sebesar 900 sedangkan kecepatan bit informasinya sebesar dua kali kecepatan simbolnya.
2.5.1 Modulasi QPSK
Kemudian masing-masing aliran data akan memodulasi sinyal carrier yang beda
fasa antara keduanya sebesar 2
π . Sinyal carrier untuk data ganjil memiliki persamaan
cos 2π fct,sedangkan sinyal carrier untuk data genap memiliki persamaan sin 2π fct.
-900 I
Q
BPSK-I
X(t)
Cos 2πfct
sin 2πfct
BPSK-Q
QPSK S (t)
[image:33.612.132.524.242.426.2]͠
Gambar 2.5 Blok Diagram Modulator QPSK
Perkalian antara data masukan dengan sinyal carrier akan menghasilkan sinyal BPSK.
Sinyal BPSK-I akan dihasilkan dari perkalian sinyal carrier cos 2π fct dengan aliran
data ganjil. Sedangkan sinyal BPSK-Q akan dihasilkan dari perkalian sinyal carrier sin
2π fct dengan aliran data genap. Persamaan matematisnya dalam persamaan 2.3 dan 2.4
berikut:
dengan
= → = = → = 0 ' 0 ' 1 ' 1 ' φ ρ φ Q Q d d( )
−( )
ω −(
ω +φ)
−I I c c
BPSK t d t t V
S sin sin
(2.4) Dengan
= → = = → = 0 ' 0 ' ' 1 ' φ π φ I I d d( )
t S( )
t S( )
tSQPSK − BPSK−Q + BPSK−I
(2.5)
Kemudian sinyal QPSK didapatkan dengan menjumlahkan antara sinyal BPSK-I dengan sinyal BPSK-Q pada blok rangkaian adder. Secara umum persamaan sinyal QPSK dapat ditunjukkan oleh persamaan 2.6 :
( )
= +(
−)
2 1 2 cos 2 ππf t i
T E t S c S S
QPSK (2.6)
4 , 3 , 2 , 1 ; 0≤t≤Ts i=
s
E = Energi per simbol modulasi
s
T = Durasi simbol modulasi
2.5.2 Demodulasi QPSK
-900
LPF
LPF
Decision Circuit
Decision Circuit
P/S Converter Data Biner Carrier
Recovery S (t)
[image:35.612.132.514.121.289.2]QPSK
Gambar 2.6 Blok Diagram Demodulator QPSK
Persamaan matematis dari sinyal tersebut dapat diekspresikan dalam persamaan 2.7 berikut:
( )
t(
f t)
S( ) (
t f t)
SS'= i .cos 2
π
c +φ
+ q .sin 2π
c (2.7)Kemudian untuk mendapatkan data genap dan data ganjil, sinyal dengan persamaan di atas masing-masing dikalikan dengan sinyal carrier yang sama pada saat diproses pada modulator. Pada blok diagram sinyal carrier akan dihasilkan kembali setelah sinyal penerimaan diproses melalui carrier recovery. Dari hasil perkalian tersebut akan didapatkan pada lengan in phase sinyal, dengan persamaan 2.8 sebagai berikut:
( )
( )
( )
.( )
.cos[
2π( )
2 2ϕ]
2 1 .
' = +
=s t ct As t f t
t
Sedangkan pada lengan quadrature persamaan sinyalnya akan didapat persamaan 2.9 berikut:
( )
( )
( )
( )
.( )
.sin[
2π( )
2 2ϕ]
2 1 .
2 1 .
' = + +
=s t ct As t As t f t
t
q QPSK q q c (2.9)
Sinyal pada persamaan di atas selanjutnya akan difilter menggunakan filter LPF dengan tujuan untuk meredam komponen frekuensi tinggi dari sinyal tersebut sehingga pada kedua lengan tersebut hanya tersisa komponen frekuensi rendahnya saja. Sehingga persamaan sinyal pada lengan in phase menjadi persamaan 2.10:
( )
t As( )
tsi . i
2 1
' = (2.10)
Sedangkan persamaan sinyal pada lengan quadrature menjadi persamaan 2.11:
( )
ts A sq . q
2 1
'= (2.11)
2.6 Standar DVB-T
persyaratan, mode yang satu atau mode yang lain bisa dipilih. Mode 2K mempunyai subcarrier spacing yang lebih besar sekitar 4 KHz tetapi symbol period-nya lebih pendek. Mode 8K hanya memiliki subcarrier spacing sekitar 1 KHz [5].
Berbeda dengan panjang simbol, guard interval bisa disesuaikan dalam rentang
4
1 sampai dengan 32
1 dari panjang simbol FFT-IFFT. Hal ini memungkinkan untuk
memilih tipe modulasi (QPSK, 16QAM atau 64QAM). Proteksi kesalahan (FEC) pada transmisi DVB-T dapat disesuaikan pada persyaratan dengan menyesuaikan code rate dengan pilihan 12, 23, 34, 56 dan 78.
Standar DVB-T menyediakan pengkodean hirarki sebagai pilihan. Dalam pengkodean hirarki ada dua masukan transport stream dan dua kofigurasi bebas tapi memiliki FEC yang identik. Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan sejumlah besar koreksi kesalahan pada sebuah transport stream dengan kecepatan data yang rendah dan kemudian mentransmisikannya. Jalur transport stream ini disebut jalur High Priority (HP). Transport stream yang kedua memiliki kecepatan data yang lebih tinggi dan ditransmisikan dengan koreksi kesalahan yang rendah. Ini disebut jalur Low Priority (LP).
2.7 Karakteristik Sistem Penyiaran TV Digital Terestrial
2.7.1 Kualitas penyiaran TV digital
TV Digital memiliki hasil siaran dengan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih baik dari yang dihasilkan televisi analog. Sistem televisi digital menghasilkan pengiriman gambar yang jernih dan stabil meski alat penerima siaran berada dalam kondisi bergerak dengan kecepatan tinggi. TV Digital memiliki kualitas siaran berakurasi d tinggi mencapai Mbps untuk pengirima
2.7.2 Manfaat penyiaran TV digital
Ada beberapa manfaat penyiaran TV digital berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya dalam pengolahan sinyal digital, diantaranya:
1. TV Digital digunakan untuk siaran interaktif. Masyarakat dapat membandingkan keunggulan kualitas siaran digital dengan siaran analog serta dapat berinteraksi dengan TV Digital.
2. Teknologi siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan interaktif dimana TV Digital memiliki layana
4. TV Digital memungkinkan penyiaran saluran dan layanan yang lebih banyak daripada televisi analog. Penyelenggara siaran dapat menyiarkan program mereka secara digital dan memberi kesempatan terhadap peluan pertelevisian dengan konten yang lebih kreatif, menarik, dan bervariasi.
2.7.3 Keunggulan frekuensi TV digital
Siaran menggunakan sistem digital memiliki ketahanan terhadap gangguan dan mudah untuk diperbaiki kode digitalnya melalui kualitas gambar dan suara yang jauh lebih akurat dan beresolusi tinggi dibandingkan siaran televisi analog. Selain itu siaran televisi digital dapat menggunaka rendah.
Transmisi pada TV Digital menggunaka saluran dapat dipadatkan. Sistem penyiaran TV Digital menggunaka kuat dalam lalu lintas yang padat. Transisi dari teknologi analog menuju teknologi digital memiliki konsekuensi berupa tersedianya saluran siaran televisi yang lebih banyak. Siaran berteknologi digital yang tidak memungkinkan adanya keterbatasan frekuensi menghasilkan saluran-saluran televisi baru. Penyelenggara televisi digital
berperan sebagai
Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi analog dan sistem penerimaan televisi bergerak. TV Digital memiliki fungsi interaktif dimana pengguna dapat menggunakannya seperti internet. Sistem siaran televisi digital DVB mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan jalur kembali antara IRD dan operator melalui modul Sistem Manajemen Subscriber. Jalur tersebut memerlukan
BAB III
SISTEM OFDM PADA DVB-T
3.1 Umum
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) adalah skema transmisi paralel yang mana sebuah data laju tinggi yang bersifat seri dibagi ke dalam sebuah kumpulan substream dengan laju data yang lebih rendah. Setiap substream tersebut di modulasi dengan menggunakan subcarrierss yang berbeda. Dengan demikian, lebar pita dari subcarriers menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan lebar pita kanal yang berelasi. Subcarriers yang independen tersebut mengalami fading yang rata sehingga memudahkan pengaplikasian ekualisasi yang lebih sederhana. Hal ini akan memberikan implikasi berupa waktu simbol substream yang lebih panjang bila dibandingkan dengan delay spread dari waktu pentransmisian kanal radio tersebut. Selain itu, dengan menggunakan frekuensi carrier yang tegak lurus, maka effisiensi spectra dapat dicapai. Untuk mempertahankan agar frekuensi carrier tetap tegak lurus (orthogonal) maka diperkenalkan sebuah cara yang dikenal dengan sebutan cyclic prefix .
3.2 Ortogonalitas
Sinyal-sinyal dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika sinyal yang satu dengan
yang lainnya saling berdiri sendiri (mutually independent). Istilah orthogonal di dalam
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) mengimplikasikan hubungan yang
tetap dan terdefinisi diantara semua carrier pada rangkaian. Carrier-carrier tersebut diatur sedemikian rupa sehingga sideband dari tiap carrier overlap dan dapat diterima tanpa adanya intercarrier interference. Hal ini dimungkinkan dengan pengaturan carrier secara orthogonal. Orthogonalitas berarti bahwa tiap carrier diposisikan sedemikian rupa sehingga muncul pada zero energy frequency point terhadap semua carrier lainya. Penggambarannya dengan menggunakan fungsi sin(x)/x seperti ditunjukan Gambar 3.1
Frekuensi
Carrier A
Carrier B
[image:42.612.137.510.420.624.2]Carrier C
Dua buah sinyal dikatakan saling tegak lurus, dapat dinyatakan :
1. Untuk sinyal waktu kontinu
(
2)
cos(
2)
0cos
0
0
0 =
∫
nf t x mf t dtT
π
π ; n ≠ m (3.1)
2. Untuk sinyal diskrit
0 2 cos 2 cos 1 0 =
∑
− = N km x N kn I N k π π; n ≠ m (3.2)
Yang mana Ts adalah periode simbol dan N adalah jumlah subcarriers.
Jika terdapat sejumlah N- subcarriers pada sistem OFDM tertentu maka, secara
matematis besarnya frekuensi subcarriers yang digunakan dapat dinyatakan sebagai :
s k
T k f
f = 0 + ; k = 0,1,2,…,N-1 (3.3)
Dari Persamaan 3.3 di atas dapat diperoleh jarak setiap frekuensi subcarriers agar
orthogonal minimal harus dipisahkan sejauh 1Tsdan dapat dinyatakan sebagai:
s
T
f = 1
∆ (3.4)
Dimana: ∆f = jarak antara frekuensi subcarriers;
Ts = periode simbol
3.3Guard Interval
diakibatkan oleh kanal transmisi. Namun, hal ini sangat sulit tercapai karena pada umumnya kanal transmisi wireless dapat menyebabkan lintas jamak pada sinyal yang ditransmisikan. Hal ini mengakibatkan diterimanya sinyal asli yang ter-delay pada receiver. Dengan demikian, suatu simbol dapat mengakibatan interferensi pada simbol berikutnya atau suatu simbol dapat mengalami interferensi dari simbol sebelumnya.
Guard interval didefinisikan sebagai periode waktu di dalam keseluruhan symbol period dimana tidak ada data baru yang dimodulasikan ke carrier. Selama periode guard interval, sinyal yang mengalami time delay akan diterima dan ditambahkan ke sinyal utama tanpa menyebabkan interferensi.
[image:44.612.122.539.470.705.2]Tabel 3.1 berikut menunjukkan beberapa parameter untuk kedua mode pada DVB-T (2K dan 8K).
Tabel 3.1 Nilai numerik parameter OFDM untuk mode 8K dan 2K [3].
Parameter Mode 8K Mode 2K
Jumlah
carrier/symbol
6048 1512
Jumlah carrier K
6817 1705
Nilai jumlah carrier Kmin
0 0
Nilai jumlah carrier Kmax
6816 1704
Durasi symbol part
8192*T 2048*T
Guard Interval
u T
∆
3.4 Sistem Tranceiver OFDM pada DVB-T
Sama seperti sistem transceiver OFDM pada umumnya, sistem transceiver OFDM
pada DVB-T terdiri atas transmitter, kanal dan receiver.
3.4.1 Transmitter
Blok transmitter OFDM pada DVB-T terdiri dari pembangkit bit informasi, blok
[image:45.612.128.524.373.450.2]serial to parallel (S/P), blok modulasi, FFT, dan guard interval seperti ditunjukan oleh
Gambar 3.2
RANDOM DATA GENERATOR
SERIAL TO PARALLEL
MODULATOR
QPSK IFFT
GUARD INTERVAL INSERTION
Gambar 3.2 Blok Stasiun Pemancar OFDM
Setiap blok memiliki fungsi yang dijelaskan sebagai berikut.
3.4.1.1 Pembangkit Bit Informasi
dikirimkan dengan bit 0 sedangkan jika bit acak yang dibangkitkan lebih besar atau sama dengan 0.5 maka akan dikirimkan dengan bit 1. Bentuk keluaran sinyal informasi dapat ditunjukan pada Gambar 3.3
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
x 10-5
-0.5 0 0.5 1 1.5
bit
A
m
pl
it
[image:46.612.183.453.207.397.2]udo
Gambar 3.3 Sinyal informasi
Proses pembangkitan sinyal masukan pada simulasi ini dapat dijelaskan dengan contoh berikut, misalkan terdapat data yang dibangkitkan yang terdiri dari 1-10 vektor, elemen di dalam data tersebut terdiri dari bit 0 atau bit 1. Vektor ini dinamakan txdata, maka command yang digunakan pada software MATLAB adalah:
>> txdata = rand(1,10) > 0.5
txdata =
Jumlah data yang dikirimkan juga dapat dihitung dengan mengetahui ukuran vektor (length) dari txdata. Jumlah data yang ditransmisikan dinamakan dengan nod, dapat direpresentasikan sebagai berikut:
>> nod = length(txdata) nod = 10
3.4.1.2 Serial to Parallel Converter
Blok serial to parallel converter berfungsi mengubah aliran data yang terdiri dari 1 baris dan beberapa kolom menjadi beberapa baris dan beberapa kolom. Hasil dari blok ini adalah matriks bit-bit informasi dengan jumlah baris menyatakan banyaknya subcarrier yang digunakan. Data serial dari proses pemetaan sinyal diubah menjadi data parallel sesuai dengan jumlah lengan FFT [6].
C0,1 C0,2 ... C0,N C1,1 C1,2 ... C1,N ... Cn,N
C0,1
C0,2
... ...
...
...
C0,N C1,N
C1,1
C1,2
[image:48.612.125.511.111.428.2]Cn,N Cn,2 Cn,1
Gambar 3.4 Proses Serial to Parallel
3.4.1.3 Modulasi (mapping)
Input data informasi yang dikiriman pertama kali dimodulasikan oleh blok modulasi. Sinyal informasi tersebut akan dikodekan dan dipetakan (mapping) menurut skema modulasi yang digunakan oleh sistem OFDM pada DVB-T.
QPSK merupakan modulasi yang memetakan 2 bit menjadi 1 simbol data. Gambar 3.5 adalah konstelasi sinyal modulasi QPSK. Setiap simbol diwakili oleh 2 bit data informasi.
-1
-1 1 1
11 01
[image:49.612.270.388.203.321.2]10 00
[image:49.612.169.472.459.628.2]Gambar 3.5 Konstelasi Sinyal QPSK
Gambar 3.6 merupakan bentuk sinyal inphase dan quadrature dari modulasi QPSK.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
x 10-5 -1
0 1
waktu (detik)
A
m
pl
itudo
Inphase
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
x 10-5 -1
0 1
waktu (detik)
A
m
pl
itudo
Quadrature
3.4.1.4 IFFT (Inverse Fast Fourier Transform)
IFFT berfungsi sebagai Inverse Discrite Fourier Transform, tetapi dengan kecepatan proses perhitungan yang lebih tinggi dari pada IDFT. IFFT juga berfungsi sebagai OFDM baseband modulator, yang sekaligus menjamin ke-orthogonal-an antar subcarrier. Masukan dan keluaran IFFT adalah kompleks. Pendekatan untuk proses OFDM dengan IDFT sebagai vektor C ditunjukkan oleh persamaan 3.5 :
( )
∑
( )∑
− = − ==
=
1 0 / 2 1 0 / 21
1
N n T f j n N n N nm j n m m cC
N
e
C
N
C
π π (3.5)Dimana :
m = subcarrier dari 0 samapi N-1
t N n fn = ∆
t m tm = ∆
t
∆ = jarak dalam domain waktu antar aliran data Cm
Proses IDFT (Inverse Discrite Fourier Transform) bisa diimplementasikan menggunakan IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).
3.4.1.5 Penyisipan Guard Interval
penambahannya adalah vektor lengan satu dan seterusnya. Gambar 3.7 merupakan bentuk sinyal yang dikirim dengan diberi cyclic prefix.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
x 10-5 -0.1
-0.05 0 0.05 0.1
sinyal kirim dengan CP (real)
waktu (s)
am
pl
itudo
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
x 10-5 -0.1
-0.05 0 0.05 0.1
sinyal kirim dengan CP (imag)
waktu (s)
am
pl
[image:51.612.177.461.174.362.2]itudo
Gambar 3.7 Bentuk sinyal kirim dengan diberi cyclic prefix
3.4.2 Kanal AWGN (Addition of White Gaussian Noise)
Untuk sebuah model matematis bagi sinyal pada input penerima, saluran diasumsikan merusak sinyal dengan AWGN (Addition of White Gaussian Noise). Persamaan 3.6 menunjukan hubungan sinyal yang ditransmisikan, AWGN dan sinyal yang diterima sebagai sm(t ), n(t), dan r(t), sinyal yang diterima.
( )
t s( ) ( )
t ntr = m + (3.6)
dimana n (t) adalah fungsi sampel dari proses AWGN dengan fungsi probability density (pdf) dan kerapatan spektral daya ditunjukkan pada persamaan 3.7 berikut:
( )
f N[
W Hz]
dimana N0adalah konstan sering dan disebut kerapatan daya noise. Seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 3.8 (a) dan fungsi kepadatan probabilitas AWGN ditunjukkan pada Gambar 3.8(b).
2
0
N
0 frekuensi
[image:52.612.194.443.203.353.2]PSD White Noise
Gambar 3.8 (a) Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise
Prob f(n)
µ f(n)
[image:52.612.186.482.407.555.2]σ
Gambar 3.8 (b) Fungsi Kepadatan Probabilitas AWGN
+
sinyal kirim
S (t) m
sinyal terima
r(t) = S (t)+n(t)m
[image:53.612.191.461.119.251.2]noise n(t)
Gambar 3.9 Pemodelan Kanal AWGN
3.4.3 Receiver
Setelah mengalami efek dari kanal transmisi, sinyal OFDM kemudian diterima oleh receiver dan sinyal tersebut akan melalui blo-blok receiver hingga kembali menjadi bit-bit informasi data. Blok-blok pada penerima adalah: blok pengeluaran guard interval, blok FFT, demodulator, blok serial to parallel converter (S/P) dan output seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.10.
OUTPUT PARALLEL TO
SERIAL
DEMODULATOR
QPSK FFT
GUARD INTERVAL REMOVAL
[image:53.612.136.519.491.550.2]3.4.3.1 Pengeluaran Guard Interval
Pengeluaran guard interval berfungsi untuk memisahkan sinyal sebenarnya dengan ekstensi cyclic yang kemungkinan telah terkena efek intersymbol interference akibat pengaruh multipath. Hal ini dilakukan karena sinyal yang harus diterima oleh stasiun penerima adalah sinyal asli yang dikirimkan yaitu simbol tanpa Cyclic Prefix (CP). Gambar 3.11 merupakan bentuk sinyal yang diterima tanpa cyclic prefix adalah sama dengan bentuk sinyal yang dikirim sebelum penambahan cyclic prefix.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
x 10-5 -0.1
-0.05 0 0.05 0.1
sinyal kirim sebelum CP (real)
waktu (s)
am
pl
itudo
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
x 10-5 -0.1
-0.05 0 0.05 0.1
sinyal kirim sebelum CP(imajiner)
waktu (s)
am
pl
[image:54.612.158.477.341.553.2]itudo
3.4.3.2 FFT (Fast Fourier Transform)
Data paralel yang didapat kemudian dikonversi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi dengan jumlah point FFT yang digunakan sama dengan jumlah point IFFT yang digunakan pada blok pengirim.
3.4.3.3 Parallel to Serial Converter
Parallel to serial converter berfungsi mngubah sinyal data keluaran yang telah dipisahkan dari sinyal pilot dan masih berupa jalur paralel menjadi satu jalur bentuk seri dalam domain frekuensi.
Deretan simbol OFDM yang masih merupakan deret serial harus diubah lebih dahulu menjadi data parallel sebanyak jumlah lengan FFT.
x[1] x[N+1] . . . x[M-N+1]
x[2] x[N+2] . . . x[M-N+2]
x[3] x[N+3] . . . x[M-N+3]
. . . . . . . . . . . .
x[N] x[2N] . . . x[M]
[image:56.612.146.485.107.405.2]x[1] x[2] x[3] . . . x[M-1] x[M]
Gambar 3.12 Proses Parallel to Serial
3.4.3.4 Demodulasi
Demodulasi sinyal berfungsi untuk mengembalikan data bit yang dikirim berdasarkan konstelasi modulasi yang digunakan. Modulasi digital yang digunakan pada tugas akhir ini adalah QPSK.
3.5 Perhitungan BER (Bit Error Rate)
yang dibangkitkan. Definisi BER dapat diterjemahkan dalam bentuk rumus sederhana dalam persamaan 3.8
Terkirim Bit
Total Jumlah
Error Bit Jumlah
=
BER (3.8)
Pada Matlab, command yang digunakan adalah >> ber = noe/nod
Dimana noe (number of error) adalah jumlah bit error dan nod (number of data) adalah jumlah total bit terkirim.
BAB IV
SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA OFDM PADA DVB-T
4.1 Umum
Pada BAB IV ini akan ditampilkan hasil simulasi dan analisa kinerja sistem (BER) OFDM pada DVB-T yang dipengaruhi oleh Eb/N0 dan bit rate. Pada Tugas Akhir
ini analisa kinerja sistem OFDM dimodelkan seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.
RANDOM DATA GENERATOR
SERIAL TO PARALLEL
MODULATOR
QPSK IFFT
GUARD INTERVAL INSERTION
OUTPUT PARALLEL TO
SERIAL
DEMODULATOR
QPSK FFT
GUARD INTERVAL REMOVAL AWGN CHANNEL OFDM Transmitter
[image:58.612.118.534.361.599.2]OFDM Receiver
Gambar 4.1 Model Sistem OFDM
1. Ukuran FFT/IFFT : 4096 untuk 2K dan 16384 untuk 8K 2. Jumlah carrier : 1705 untuk 2K dan 6817 untuk 8K 3. Jumlah kanal parallel : 4096 untuk 2K dan 16384 untuk 8K
4. Jumlah simbol untuk satu loop : 188 5. Level modulasi: QPSK : 2
6. Symbol rate : 6750000
7. Bitrate per carrier : 13500000
(Symbol rate x Level modulasi) 8. Besaran Eb/N0 : 1 sampai dengan 15 dB
9. Ukuran guard interval : 128 untuk 2K dan 512 untuk 8K (Jumlah bin-IFFT/FFT x 1/32 )
4.2 Prinsip Kerja Sistem
Adapun prinsip kerja dari sistem yang disimulasikan adalah sebagai berikut: 1. Transmitter membangkitkan data bilangan acak yang terditribusi uniform. 2. Transmitter mengkonversikan data dari bentuk serial ke parallel.
3. Transmitter kemudian melakukan proses modulasi QPSK dengan konstelasi IQ. 4. Transmitter kemudian melakukan proses transformasi x-titik melalui IFFT yang
menghasilkan simbol OFDM.
6. Kemudian kanal transmisi ditambahkan gangguan, yaitu berupa variabel attenuasi dari AWGN untuk menganalisa kenerja BER.
7. Selanjutnya pada receiver dilakukan proses penghapusan cyclic prefix dengan mencuplik x-baris waktu terakhir pada setiap matrik sinyal domain waktu sesuai panjang FFT.
8. Receiver kemudian melakukan proses FFT.
9. Receiver selanjutnya melakukan proses demodulasi dengan pendeteksian magnitude dari simbol-simbol OFDM.
10.Receiver akhirnya mengkonversi data yang diterima dari bentu parallel ke serial untuk mendapatkan data asli yang dikirimkan oleh transmitter.
Agar lebih jelas, diagram alir simulasi dapat dilihat pada Lampiran I.
4.3 Pengaruh Eb/N0Terhadap Kinerja OFDM pada DVB-T
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Eb/N0yang digunakan terhadap
kinerja OFDM pada DVB-T. Adapun Eb/N0yang digunakan di dalam simulasi bervariasi
antara 1 sampai dengan 15 dB. Tabel 4.1 menunjukkan pengaruh ukuran Eb/N0 terhadap
Tabel 4.1 Kinerja OFDM DVB-T dengan Variasi Nilai Eb/N0
Eb/N0
BER 2K
Pada sistem OFDM DVB-T 2K, perbandingan Eb/N0 terhadap BER dapat dilihat
pada saat Eb/N0 1 dB didapat nilai BER sebesar 0.279587223 dan pada saat Eb/N0 15 dB
diperoleh nilai BER sebesar 0.254905686. Dan pada sistem OFDM DVB-T 8K, nilai BER untuk Eb/N0 1 dB adalah 0.279518994 dan nilai BER untuk Eb/N0 15 dB adalah
0.254928788. Dari Tabel 4.1, didapat grafik perbandingan antara Eb/N0 dan BER yang
ditunjukkan pada Gambar 4.2.
0 5 10 15
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
EbN0 (dB)
[image:62.612.153.526.347.612.2]BER
Grafik Perbandingan BER terhadapa EbN0 pada kanal AWGN
OFDM BER OFDM Teori
0 5 10 15 0
0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
EbN0 (dB)
[image:63.612.152.527.234.490.2]BER
Grafik Perbandingan BER terhadapa EbN0 pada kanal AWGN
OFDM BER OFDM Teori
Gambar 4.2 (b) Grafik Perbandingan BER sistem OFDM DVB-T 8K Terhadap Eb/N0
Dari Gambar 4.1 diperlihatkan bahwa besarnya Eb/N0 berbanding terbalik
dengan Bit Error Rate (BER) yang dihasilkan. Semakin besar Eb/N0 yang diberikan
dibandingkan dengan sistem OFDM DVB-T 8K menunjukkan kehandalan sistem OFDM DVB-T 2K yang lebih baik.
4.4 Pengaruh Bit Rate Terhadap Kinerja OFDM pada DVB-T
[image:64.612.218.439.426.703.2]Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bit rate yang digunakan terhadap kinerja OFDM pada DVB-T. Adapun bit rate yang digunakan di dalam simulasi diantaranya: 6000000 bps, 12000000 bps, 18000000 bps, 24000000 bps, 30000000 bps, 36000000 bps, 42000000 bps dan 48000000 bps. Tabel 4.2 menunjukkan pengaruh bit rate terhadap kinerja OFDM pada DVB-T.
Tabel 4.2 Pengaruh Bit Rate Terhadap Kinerja OFDM DVB-T
Bit Rate
BER 2K
Dari Tabel 4.2 dapat diamati pengaruh besarnya bit rate yang digunakan terhadap kinerja OFDM pada DVB-T.
Pada OFDM DVB-T 2K, untuk bit rate 6000000 bps sampai 18000000 bps, memberikan BER 0.250082020 sampai 0.250015277 dan untuk bit rate 240000000 bps sampai 480000000 bps, memberikan BER 0.250006193 sampai 0.249985684. Pada OFDM DVB-T 8K, untuk bit rate 6000000 bps sampai 18000000 bps, memberikan BER 0.250182699 sampai 0.250128920 dan untuk bit rate 240000000 bps sampai 480000000 bps memberikan BER 0.250078074 sampai 0.250025609 .
. Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan BER terhadap bit rate pada sistem OFDM DVB-T.
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
x 107 0.25
0.25 0.25 0.25 0.2501 0.2501 0.2501 0.2501
BIT RATE
[image:65.612.149.514.410.640.2]BER
GRAFIK PERBANDINGAN BER TERHADAP BIT RATE
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
x 107 0.25
0.2501 0.2502
BIT RATE
[image:66.612.144.527.175.396.2]BER
GRAFIK PERBANDINGAN BER TERHADAP BIT RATE
Gambar 4.2 (b) Grafik Perbandingan BER sistem OFDM DVB-T 8K Terhadap Bit Rate
Dari tabel 4.2 dan gambar 4.2 diperlihatkan bahwa besarnya BER berbanding terbalik dengan bitrate. Semakin tinggi bitrate semakin kecil BER yang diperoleh. Nilai BER sistem OFDM DVB-T 2K lebih kecil jika dibandingkan dngan sistem OFDM DVB-T 8K. Menunjukkan kehandalan sistem OFDM DVB-T 2K.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil simulasi yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
1. Perbedaan nilai Eb/N0 dan mode carrier mempengaruhi kinerja sistem OFDM
pada DVB-T. Dari data hasil simulasi diketahui bahwa nilai BER pada OFDM DVB-T 2K yang paling kecil berada pada 15 dB dengan BER 0.254905686. Dan pada OFDM DVB-T 8K yang paling kecil berada pada 15 dB dengan BER 0.254928788. Jadi, nilai BER paling kecil diperoleh pada OFDM DVB-T 2K.
2. Semakin besar bit rate yang digunakan kinerja sistem semakin baik. Pada OFDM
DVB-T 2K, kinerja yang paling baik diperoleh pada bitrate 42 Mbps dengan nilai BER 0.249984621. Pada OFDM DVB-T 8K, kinerja yang paling baik diperoleh pada bitrate 48 Mbps dengan nilai BER 0.250025609. Nilai BER paling rendah diperoleh pada sistem OFDM DVB-T 2K dengan bit rate 42 Mbps.
3. Dari hasil simulasi kedua mode carrier pada OFDM DVB-T berdasarkan variasi nilai Eb/N0 dan bit rate diperoleh nilai BER pada OFDM DVB-T 2K lebih kecil
5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil simulasi yang lebih baik, perlu penambahan parameter-parameter yang dilibatkan dalam simulasi antara lain:
1. Penggunaan pengkodean kanal (channel coding/decoding) untuk mendapatkan nilai BER yang minimum
DAFTAR PUSTAKA
1. Mulyadi,Erwin.14 Desember 2007.Mengenal Teknologi DVB-T dan DVB-H.
2011
2. DVB-T http://en.m.wikipedia.org/wiki/DVB-T
3. Ladebusch, Uwe. 2006. Proceedings of the IEEE. Terrestrial DVB (DVB-T): A Broadcast Technology for Stationary Portable and Mobile Use. 4: 183-186
. Diakses 31 Desember 2011
4. Hasibuan, Elvina. 2009. Analisa Interferensi Penerapan DVB-T/H terhadap TV PAL Analog pada masa Transisi ke Sistem Penyiaran Dijital di Jakarta. Depok: Tesis, Jurusan Teknik Telekomunikasi, Universitas Indonesia. 6: 7-12 5. Fischer,Walter.2003.Digital Video and Audio Broadcasting Technology.
Springer: London. 2: 371-372
6. Panggabean, Samuel Firmantua. 2009. Analisis Kinerja Sistem OFDM pada Jaringan HFC dengan menggunakan Spesifikasi DOCSIS. Medan : Tugas Akhir, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. 4: 32-35
7. Bruin, Ronald de.1999. Digital Video Broadcasting: Technology, Standards, and Regulations. Artech House Inc:Norwood.
8. Dito,Antonius.28 September
Mei 2011
and Modulation for Digital Terrestrial Television. 1: 6
10. Harada, Hiroshi dan Ramjee Prasad. 2000. Simulation and Software Radio for Mobile Communication. Boston: Artech House
11. Kumar,Amitabh.2007. Mobile TV: DVB-H, DMB, 3G Systems and Rich Media Applications. Elsevier Inc:New York
12. Panggabean, Samuel Firmantua. 2009. Analisis Kinerja Sistem OFDM pada Jaringan HFC dengan menggunakan Spesifikasi DOCSIS. Medan : Tugas Akhir, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. 4: 32-35
13. Satria 11. 29 Juli 2009. mengenal standar DVB.
Diakses
LAMPIRAN I
Flowchart Algoritma Simulasi Kinerja OFDM pada DVB-T
MULAI
Bangkitkan data random
Ubah data masukan menjadi bit data
Diproses di kanal dengan pengaruh AWGN TIDAK
Tambahkan cyclic prefix
YA Set Parameter
Ubah bit-bit data ke dalam bentuk paralel
Memodulasi tiap-tiap bit paralel pada subcarrier yang berbeda
Alirkan sinyal hasil modulasi ke dalam IFFT
Tampilkan prefis di data
Buang cyclic prefix
Alirkan sinyal ke FFT
Demodulasi tiap-tiap sinyal
Ubah sinyal ke bentuk serial
Hitung bit error rate
Selesai A
LAMPIRAN II Program Simulasi
1. Script File OFDM pada DVB-T 2K pengaruh Eb/N0
clear all; clc;
%****************** Bagian Persiapan ******************
para=4096; % Jumlah Kanal parallel yang ditransmisikan
fftlen=4096; % panjang FFT
noc=1705; % Jumlah carrier
nd=188; % Jumlah simbol OFDM untuk satu loop
ml=2; % Level Modulasi : QPSK
sr=6750000; % Symbol rate
br=sr.*ml; % Bit rate per carrier
gilen=128; % Panjang guard interval (points)
ebn0=1:15; % Eb/N0
%******************** Bagian loop utama ******************
nloop=100; % Jumlah loop simulasi noe = 0; % Jumlah data error
nod = 0; % Jumlah data ditransmisiskan
for s = 1:2 for ss=1:15
for iii=1:nloop
%******************** transmitter *********************
%****************** Pembangkitan Data *******************
seldata=rand(1,para*nd*ml) > 0.5 ;
%*********** Konversi seri ke paralel ************
paradata=reshape(seldata,para,nd*ml); % reshape : built in function
[ich,qch]=qpskmod(paradata,para,nd,ml);
kmod=1/sqrt(2); % sqrt : built in function if s == 1;
ich1=ich.*kmod; qch1=qch.*kmod; end
%************************ IFFT ************************ x=ich1+qch1.*1i;
y=ifft(x); % ifft : built in function ich2=real(y); % real : built in function qch2=imag(y); % imag : built in function
%************** Penyisipan Guard interval **************
[ich3,qch3]= giins(ich2,qch2,fftlen,gilen,nd); fftlen2=fftlen+gilen;
%**************** Perhitungan attenuasi *************
spow=sum(ich3.^2+qch3.^2)/nd./para; % sum : built in function
attn=0.5*spow*sr/br*10.^(-ebn0(ss)/10); attn=sqrt(attn);
%********************* Receiver *********************
%******************** Penambahan AWGN *******************
[ich4,qch4]=comb(ich3,qch3,attn);
%***************** Penghilangan Guard interval ************* %m2
[ich5,qch5]= girem(ich4,qch4,fftlen2,gilen,nd);
%*********************** FFT ************************
rx=ich5+qch5.*1i;
ry=fft(rx); % fft : built in function ich6=real(ry); % real : built in function qch6=imag(ry); % imag : built in function
%********************* demodulasi *******************
ich7=ich6./kmod; qch7=qch6./kmod;
%*********** Konversi parallel ke seri ************
demodata1=reshape(demodata,1,para*nd*ml);
%**************** Bit Error Rate (BER) ****************
% Jumlah error yang muncul dan data
noe2=sum(abs(demodata1-seldata)); % sum : built in function
nod2=length(seldata); % length : built in function
% Jumlah error kumulatif dan data pada noe dan nod noe=noe+noe2;
nod=nod+nod2;
fprintf ('Nilai BER untuk EbN0 %d percobaan ke %3.0f adalah %0.9f \n', ebn0(ss),iii,noe2/nod2);
end
%******************* Hasil Keluaran ********************
switch s case 1
berd(ss)=(noe/nod); case 2
berteori(ss) = (1/2)*erfc(sqrt((ebn0(ss)))); end
%fprintf('Nilai BER rata-rata untuk 100 kali percoba%f\t%e\t%d\t\n',ebn0,ber,nloop);
%********************* Akhir dari file ******************** end
end
disp (' '); disp (' ');
for s = 1:2 switch s case 1
ber = berd;
fprintf('Nilai BER rata-rata untuk tiap EbN0 pada OFDM\n'); case 2
ber = berteori;
fprintf('Nilai BER teori rata-rata untuk tiap EbN0 pada OFDM\n');
end
fprintf('| EbN0 | BER |\n'); fprintf('|---|\n');
for u = 1:15
fprintf('| %2.0f dB | %0.9f |\n',ebn0(u),ber(u)); % fprintf : built in function
end
fprintf('|---|\n\n\n');
if s ==1;
plot(ebn0,ber,'--b'); elseif s ==2;
plot(ebn0,berteori,'--r'); end
grid on;hold on end
xlabel('EbN0 (dB)'); ylabel('BER');
title ('Grafik Perbandingan BER terhadapa EbN0 pada kanal AWGN'); legend('OFDM','BER OFDM Teori');
2. Script File OFDM pada DVB-T 8K pengaruh Eb/N0
clear all; clc;
%****************** Bagian Persiapan ******************
para=16384; % Jumlah kanal parallel yang ditransmisikan
fftlen=16384; % Panjang FFT
noc=6817; % Jumlah carrier
nd=188; % Jumlah simbol OFDM dalam satu loop
ml=2; % level Modulasi : QPSK
sr=6750000; % Symbol rate
br=sr.*ml; % Bit rate per carrier
gilen=512; % Panjang guard interval (points)
ebn0=1:15; % Eb/N0
%******************** Bagian loop utama ******************
nloop=100; % jumlah loop simulasi noe = 0; % Jumlah data error
nod = 0; % Jumlah data yang ditransmisikan
for iii=1:nloop
%******************** transmitter *********************
%****************** Pembangkitan data *******************
seldata=rand(1,para*nd*ml) > 0.5 ;
%*********** Konversi seri e paralel ************
paradata=reshape(seldata,para,nd*ml); % reshape : built in function
%******************* modulasi QPSK ******************
[ich,qch]=qpskmod(paradata,para,nd,ml);
kmod=1/sqrt(2); % sqrt : built in function if s == 1;
ich1=ich.*kmod; qch1=qch.*kmod; end
%************************ IFFT ************************ x=ich1+qch1.*1i;
y=ifft(x); % ifft : built in function ich2=real(y); % real : built in function qch2=imag(y); % imag : built in function
%************** Penyisipan Guard interval **************
[ich3,qch3]= giins(ich2,qch2,fftlen,gilen,nd); fftlen2=fftlen+gilen;
%**************** Perhitungan Attenuation *************
spow=sum(ich3.^2+qch3.^2)/nd./para; % sum : built in function
attn=0.5*spow*sr/br*10.^(-ebn0(ss)/10); attn=sqrt(attn);
%********************* Receiver *********************
%******************** Penambahan AWGN *******************
[ich4,qch4]=comb(ich3,qch3,attn);
[ich5,qch5]= girem(ich4,qch4,fftlen2,gilen,nd);
%*********************** FFT ************************
rx=ich5+qch5.*1i;
ry=fft(rx); % fft : built in function ich6=real(ry); % real : built in function qch6=imag(ry); % imag : built in function
%********************* demodulasi *******************
ich7=ich6./kmod; qch7=qch6./kmod;
[demodata]=qpskdemod(ich7,qch7,para,nd,ml);
%*********** Konversi parallel ke seri ************
demodata1=reshape(demodata,1,para*nd*ml);
%**************** Bit Error Rate (BER) ****************
% Jumlah error yang muncul dan data
noe2=sum(abs(demodata1-seldata)); % sum : built in function
nod2=length(seldata); % length : built in function
% Jumlah error kumulatif dan data pada noe dan nod
noe=noe+noe2; nod=nod+nod2;
fprintf ('Nilai BER untuk EbN0 %d percobaan ke %3.0f adalah %0.9f \n', ebn0(ss),iii,noe2/nod2);
end
%******************* Hasil keluaran ********************
switch s case 1
berd(ss)=(noe/nod); case 2
berteori(ss) = (1/2)*erfc(sqrt((ebn0(ss)))); end
%fprintf('Nilai BER rata-rata untuk 100 kali percoba%f\t%e\t%d\t\n',ebn0,ber,nloop);
end
disp (' '); disp (' ');
for s = 1:2 switch s case 1
ber = berd;
fprintf('Nilai BER rata-rata untuk tiap EbN0 pada OFDM\n'); case 2
ber = berteori;
fprintf('Nilai BER teori rata-rata untuk tiap EbN0 pada OFDM\n');
end
fprintf('|---|\n'); fprintf('| EbN0 | BER |\n'); fprintf('|---|\n');
for u = 1:15
fprintf('| %2.0f dB | %0.9f |\n',ebn0(u),ber(u)); % fprintf : built in function
end
fprintf('|---|\n\n\n');
if s ==1;
plot(ebn0,ber,'--b'); elseif s ==2;
plot(ebn0,berteori,'--r'); end
grid on;hold on end
xlabel('EbN0 (dB)'); ylabel('BER');
title ('Grafik Perbandingan BER terhadapa EbN0 pada kanal AWGN'); legend('OFDM','BER OFDM Teori');
3. Script File OFDM pada DVB-T 2K pengaruh Bit Rate
%****************** Bagian Persiapan ****************** clear all;
para=4096; % Jumlah ka