• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Dan Perencanaan Gording Canal Akibat Pembebanan Yang Tidak Melalui Pusat Titik Berat Profil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Dan Perencanaan Gording Canal Akibat Pembebanan Yang Tidak Melalui Pusat Titik Berat Profil"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DAN PERENCANAAN GORDING CANAL

AKIBAT PEMBEBANAN YANG TIDAK MELALUI PUSAT

TITIK BERAT PROFIL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

pendidikan sarjana teknik sipil

Oleh :

DIDI SUSANTO

07 0404 068

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

Penguji I

Ir. Sanci Barus, MT NIP. 19520901 198112 1 001

Penguji III

Ir. Robert Panjaitan NIP. 19510708 198203 1 001

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA DAN PERENCANAAN GORDING CANAL AKIBAT

PEMBEBANAN YANG TIDAK MELALUI PUSAT TITIK BERAT

PROFIL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian

sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

DIDI SUSANTO

07 0404 068

Dosen Pembimbing :

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT NIP. 19590707 198710 1 001

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224 19103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

Penguji II

(3)

ABSTRAK

Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk mendesain suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan bangunan. Salah satunya adalah dengan menggunakan baja dalam perencanaan konstruksi. Dewasa ini, penggunaan baja profil light lip channel lebih sering digunakan sebagai gording dalam struktur atap bangunan.

Dalam perencanaan gording, secara analitis beban yang dihitung diasumsikan selalu bekerja pada titik berat profil. Berbeda dengan kenyataan di lapangan yang mana beban bekerja akibat beban atap, beban hidup serta beban-beban lainnya, yang menumpu adalah flens atas dari profil. Dalam tugas akhir ini, penulis mencoba menganalisa bagaimana jika beban yang kita tinjau tersebut bekerja tidak pada titik berat profil, dan apa efek yang terjadi?

Untuk penampang tipis yang hanya memiliki 1 sumbu simetris seperti light

lip channel (Clips), pusat berat profil dengan pusat geser tidaklah berhimpit. Oleh

karena itu, jika ada beban yang bekerja akan menimbulkan momen torsi akibat adanya jarak xo antara pusat geser (shear center) dengan pusat berat. Momen torsi

yang terjadi ternyata lebih kecil seiring dengan kenaikan variasi kemiringan atap (α). Hal ini disebabkan karena gaya ke arah sumbu-x semakin besar dan gaya ke arah sumbu-y semakin kecil, namun selisih pengurangan momen torsi ke arah sumbu-x lebih kecil dari momen torsi ke arah sumbu-y. Sehingga semakin besar sudut kemiringan atap bukan berarti momen torsi ke arah sumbu-x yang lebih besar, ternyata momen torsi ke arah sumbu-y yang lebih besar. Namun selisih yang diberikan menjadi semakin kecil.

Tegangan maksimum yang timbul akibat torsi ternyata jauh lebih kecil dari tegangan maksimum yang terjadi akibat lentur. Namun, nilai tegangan maksimum torsi yang dihitung secara analitis dan dibandingkan dengan geser ANSYS, terlihat nilainya cukup mendekati dan semakin kecil untuk sudut kemiringan yang semakin besar. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum analisa torsi dengan geser ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar -21% sampai -73%. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum pada perencanaan gording dengan normal ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar antara –8% sampai -35%. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum analisa lentur dengan normal ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar antara -8% sampai -35%.

Kata kunci : light lip channel, shear center, lentur, momen torsi, tegangan

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “Analisa Dan Perencanaan Gording Canal Akibat

Pembebanan Yang Tidak Melalui Pusat Titik Berat Profil”.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa

pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT selaku pembimbing, yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam MSME, selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

(5)

5. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, Bapak Ir. Torang Sitorus, MT, dan Bapak Ir.

Robert Panjaitan selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang

diberikan kepada Penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada

saya.

8. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, ayahanda Sarijo dan

ibunda Sulasmi yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup,

semangat dan nasehat kepada saya.

9. Buat seluruh keluarga saya, terutama kepada kedua paman dan bibi saya, Rudi

Sanjaya Ratta dan Riani Ratta, Fitri, kak Ayu, bang Dedek, Rodiah, Monika,

Maulia, Rudy, yang telah banyak membantu, memberikan motivasi,semangat

dan nasehat kepada saya.

10. Buat kawan-kawan seperjuangan, Aulia, Arie, Nanda, Alfi, Dhani, Rilly,

Juangga, Herry, Ari Manalu, Fadly, Yowa, Ghufran, Jay, Saki, Falah, Dipa,

Alfry, Bundo, Vina, Gina, Putri, Iwan, Gorby, Yusuf, Tomo, Dicky, Adit,

Arsyad, Kandar, Darwin, Hermanto, abang dan kakak senior: Kak Ani, bg

Angga, bg Aswin, bg Wahyudi, bg Tami, bang Fahim, bg Aidil, kak Diana.

Adik-adik 08,09,10, Risa, Cika, Reby, Dila, serta teman-teman angkatan 2007

yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan

bantuannya selama ini.

(6)

12.

Dan segenap pihak yang belum Penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu Penulis dari segi apapun, sehingga tugas akhir ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata

sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman

saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang

konstruktif dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 2

I.3. Tujuan ... 6

I.4. Pembatasan Masalah ... 7

I.5. Metodologi Penulisan ... 7

BAB II. STUDIPUSTAKA ... 8

II.1. Umum ... 8

II.2. Balok Terlentur ... 9

II.3. Teori Umum Lentur ... 10

II.3.1. Lentur dalam Bidang YZ ... 11

II.3.2. Lentur dalam Bidang XZ ... 12

II.3.3. Lentur di Luar Bidang XZ dan YZ ... 13

II.4. Torsi ... 14

II.4.1. Pendahuluan ... 14

II.4.2. Torsi Murni pada Penampang Homogen ... 15

II.4.2.1. Penampang Lingkaran ... 16

(8)

II.4.2.3. Profil I, Kanal, T dan Siku ... 18

II.4.3. Pusat Geser (Shear Center) ... 19

II.4.4. Tegangan Puntir pada Profil I ... 20

II.4.4.1. Torsi Murni (Saint-Vennant’s Torsion ... 21

II.4.4.2. Torsi Terpilin (Warping) ... 22

II.4.4.3. Persamaan Diferensial untuk Torsi pada Profil I ... 22

II.4.4.4. Tegangan Torsi pada Profil I ... 24

II.4.5. Analogi Torsi dengan Lentur ... 27

II.5. ANSYS ... 28

II.5.1. Pengertian & sejarah ANSYS ... 28

II.5.2. Cara Kerja ANSYS ... 28

BAB III.PEMBAHASAN ... 32

III.1.Struktur Atap ... 32

III.2.Gording ... 32

III.3.Pembebanan pada Gording ... 33

III.3.1.Beban Mati ... 34

III.3.2.Beban Hidup ... 35

III.3.3.Beban Angin ... 36

III.3.4.Beban Air Hujan ... 37

III.3.5.Kombinasi Pembebanan ... 37

III.4.Perencanaan Gording ... 38

III.4.1.Perhitungan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α)=10° .. 39

III.4.2.Perhitungan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α)=15° .. 44

III.4.3.Perhitungan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α)=20° .. 49

III.4.4.Perhitungan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α)=25° .. 55

III.5.Analisa Tegangan Pada Gording ... 62

III.5.1.Pusat Geser Profil C ... 62

(9)

III.5.2.1. Perhitungan Tegangan Lentur pada Gording untuk

Kemiringan Atap α = 10° ... 70

III.5.2.2. Perhitungan Tegangan Lentur pada Gording untuk

Kemiringan Atap α = 15° ... 73

III.5.2.3. Perhitungan Tegangan Lentur pada Gording untuk

Kemiringan Atap α = 20° ... 75

III.5.2.4. Perhitungan Tegangan Lentur pada Gording untuk

Kemiringan Atap α = 25° ... 78

III.5.3.Syarat Batas pada Tumpuan Sederhana

Perletakan Sendi-Sendi ... 80

III.5.4.Tegangan Torsi pada Profil C ... 82

III.5.5.PerhitunganTegangan Akibat Torsi pada Gording ... 83

III.5.5.1. Perhitungan Tegangan Akibat Torsi pada Gording

Untuk Kemiringan Atap α = 10° ... 84

III.5.5.2. Perhitungan Tegangan Akibat Torsi pada Gording

Untuk Kemiringan Atap α = 15° ... 87

III.5.5.3. Perhitungan Tegangan Akibat Torsi pada Gording

Untuk Kemiringan Atap α = 20° ... 90

III.5.5.4. Perhitungan Tegangan Akibat Torsi pada Gording

Untuk Kemiringan Atap α = 25° ... 94

BAB IV.PEMODELAN ANSYS ... 98

IV.1.Memodelkan Gording C pada ANSYS untuk

Kemiringan Atap α = 10° ... 98

IV.2.Perbandingan Hasil Analitis dengan Hasil ANSYS

untuk Kemiringan Atap α = 10° ... 110

IV.3.Memodelkan Gording C pada ANSYS untuk

(10)

IV.4.Perbandingan Hasil Analitis dengan Hasil ANSYS

untuk Kemiringan Atap α = 15° ... 115

IV.5.Memodelkan Gording C pada ANSYS untuk Kemiringan Atap α = 20° ... 116

IV.6.Perbandingan Hasil Analitis dengan Hasil ANSYS untuk Kemiringan Atap α = 20° ... 119

IV.7.Memodelkan Gording C pada ANSYS untuk Kemiringan Atap α = 25° ... 120

IV.8.Perbandingan Hasil Analitis dengan Hasil ANSYS untuk Kemiringan Atap α = 25° ... 124

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

V.1. Kesimpulan ... 126

V.2. Saran ... 127

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Ilustrasi perencanaan gording c 2

Gambar 1.2. Proyeksi gaya q bekerja pada titik berat profil 3

Gambar 1.3. Momen akibat gaya terbagi rata q 3

Gambar 1.4. Proyeksi gaya P bekerja pada titik berat profil 4

Gambar 1.5. Momen akibat gaya terpusat P 4

Gambar 1.6. Proyeksi akibat gaya q dan gaya P yang bekerja pada flens 5

Gambar 1.7. Gambar tegangan akibat warping 6

Gambar 1.8. Flens profil yang bengkok akibat warping 6

Gambar 2.1. Percobaan batang segi-empat dan segi-tiga yang dipuntir 9

Gambar 2.2. Balok terlentur 9

Gambar 2.3. Balok prismatis yang mengalami lentur murni 11

Gambar 2.4. Free body balok pada potongan sejarak z 12

Gambar 2.5. Torsi pada batang pejal 15

Gambar 2.6. Penampang lingkaran 16

Gambar 2.7. Torsi pada penampang persegi 17

Gambar 2.8. Tegangan pada penampang tipis terbuka akibat lentur 19

Gambar 2.9. Penampang dengan beban torsi 21

Gambar 2.10. Torsi pada profil I 22

Gambar 2.11. Perhitungan statis momen Q 24

Gambar 2.12. Analogi lentur dan torsi 27

Gambar 2.13. Material yang disusun dengan node 29

(12)

Gambar 3.1. Struktur Atap 33

Gambar 3.2. Tegangan lentur untuk α = 10° 73

Gambar 3.3. Tegangan lentur untuk α = 15° 75

Gambar 3.4. Tegangan lentur untuk α = 20° 77

Gambar 3.5. Tegangan lentur untuk α = 25° 80

Gambar 4.1. Deformasi atau Lendutan yang Terjadi untuk α = 10° 107

Gambar 4.2. Reaksi Perletakan untuk α = 10° 108

Gambar 4.3. Tegangan normal pada ANSYS untuk α = 10° 109

Gambar 4.4. Tegangan akibat geser pada ANSYS untuk α = 10° 110

Gambar 4.5. Deformasi atau Lendutan yang Terjadi untuk α = 15° 112

Gambar 4.6. Reaksi Perletakan untuk α = 15° 113

Gambar 4.7. Tegangan normal pada ANSYS untuk α = 15° 114

Gambar 4.8. Tegangan akibat geser pada ANSYS untuk α = 15° 114

Gambar 4.9. Deformasi atau Lendutan yang Terjadi untuk α = 20° 117

Gambar 4.10. Reaksi Perletakan untuk α = 20° 117

Gambar 4.11. Tegangan normal pada ANSYS untuk α = 20° 118

Gambar 4.12. Tegangan akibat geser pada ANSYS untuk α = 20° 119

Gambar 4.13. Deformasi atau Lendutan yang Terjadi untuk α = 25° 121

Gambar 4.14. Reaksi Perletakan untuk α = 25° 122

Gambar 4.15. Tegangan normal pada ANSYS untuk α = 25° 123

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Harga dan Untuk Persamaan 2.31 dan 2.32 18

Tabel 2.2. Konstanta torsi untuk berbagai jenis penampang 26

Tabel 2.3. Satuan-satuan dalam SI 30

Tabel 3.1. Kombinasi Pembebanan untuk α = 10° 41

Tabel 3.2. Kombinasi Pembebanan untuk α = 15° 46

Tabel 3.3. Kombinasi Pembebanan untuk α = 20° 51

Tabel 3.4. Kombinasi Pembebanan untuk α = 25° 57

Tabel 3.5. Rekapitulasi perhitungan gording 61

Tabel 3.6. Rekapitulasi Tegangan Maksimum Analisa Lentur dan Torsi 97

Tabel 4.1. Perbandingan Tegangan Maksimum Hasil Analitis

dengan Hasil ANSYS (α = 10°) 110

Tabel 4.2. Perbandingan Tegangan Maksimum Hasil Analitis

dengan Hasil ANSYS (α = 15°) 115

Tabel 4.3. Perbandingan Tegangan Maksimum Hasil Analitis

dengan Hasil ANSYS (α = 20°) 119

Tabel 4.4. Perbandingan Tegangan Maksimum Hasil Analitis

dengan Hasil ANSYS (α = 25°) 124

Tabel 4.5. Rekapitulasi Perbandingan Tegangan Maksimum

Hasil Analitis dengan ANSYS 125

Tabel 4.6. Persentase Perbandingan Tegangan Maksimum

(14)

DAFTAR NOTASI

q : Berat atap dan berat sendiri gording

: Beban mati arah sumbu-x

: Beban mati arah sumbu-y

P : Beban hidup

: Beban hidup arah sumbu-x

: Beban hidup arah sumbu-y

b : Lebar profil

h : Tinggi profil

d : Tinggi kait flens profil

: Jarak ke pusat berat profil arah sumbu-y

, αb : Jarak ke pusat berat profil arah sumbu-x

: Koefisien angin tekan

: Koefisien angin hisap

( , ) : Pusat geser penampang

α : Sudut kemiringan atap

L : Panjang bentang gording

E : Modulus Young/Elastisitas

: Modulus penguatan regangan

W : Beban Merata

: Regangan geser

: Tegangan Geser

(15)

υ : Potion Ratio

J : Konstanta Torsi atau Momen Inersia Polar

A : Luas Penampang

: Tegangan ijin

: Tegangan normal arah sb-x

: Tegangan normal arah sb-y

: Tegangan normal arah sb-z

: Momen inersia terhadap sb-x

: Momen inersia terhadap sb-y

: Momen inersia terhadap sb-xy

M : Momen lentur

: Momen lentur arab sb-x

: Momen lentur arab sb-y

: Tahanan momen nominal sumbu-x

: Tahanan momen nominal sumbu-y

Cw : Konstanta warping

: Momen Lentur pada satu flens

: Momen Inersia satu flens

: Gaya Lintang pada satu flens

: Momen torsi murni ( Saint-Venant’s torsion)

: Momen torsi akibat warping

: Momen torsi total

: Momen torsi arah sumbu-x

: Momen torsi arah sumbu-y

(16)

!" : Momen torsi total

# : Sudut puntir

#$ : Faktor tahanan beban momen desain LRFD = 0,9

: Tegangan geser akibat torsi saint venant

: Tegangan geser akibat torsi warping

tf : Tebal sayap profil baja, mm

tw : Tebal badan profil baja, mm

$ : Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dan flens

% : Statis Momen

u : Perpindahan lateral pusat geser

θ : Kelengkungan torsi

(17)

ABSTRAK

Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk mendesain suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan bangunan. Salah satunya adalah dengan menggunakan baja dalam perencanaan konstruksi. Dewasa ini, penggunaan baja profil light lip channel lebih sering digunakan sebagai gording dalam struktur atap bangunan.

Dalam perencanaan gording, secara analitis beban yang dihitung diasumsikan selalu bekerja pada titik berat profil. Berbeda dengan kenyataan di lapangan yang mana beban bekerja akibat beban atap, beban hidup serta beban-beban lainnya, yang menumpu adalah flens atas dari profil. Dalam tugas akhir ini, penulis mencoba menganalisa bagaimana jika beban yang kita tinjau tersebut bekerja tidak pada titik berat profil, dan apa efek yang terjadi?

Untuk penampang tipis yang hanya memiliki 1 sumbu simetris seperti light

lip channel (Clips), pusat berat profil dengan pusat geser tidaklah berhimpit. Oleh

karena itu, jika ada beban yang bekerja akan menimbulkan momen torsi akibat adanya jarak xo antara pusat geser (shear center) dengan pusat berat. Momen torsi

yang terjadi ternyata lebih kecil seiring dengan kenaikan variasi kemiringan atap (α). Hal ini disebabkan karena gaya ke arah sumbu-x semakin besar dan gaya ke arah sumbu-y semakin kecil, namun selisih pengurangan momen torsi ke arah sumbu-x lebih kecil dari momen torsi ke arah sumbu-y. Sehingga semakin besar sudut kemiringan atap bukan berarti momen torsi ke arah sumbu-x yang lebih besar, ternyata momen torsi ke arah sumbu-y yang lebih besar. Namun selisih yang diberikan menjadi semakin kecil.

Tegangan maksimum yang timbul akibat torsi ternyata jauh lebih kecil dari tegangan maksimum yang terjadi akibat lentur. Namun, nilai tegangan maksimum torsi yang dihitung secara analitis dan dibandingkan dengan geser ANSYS, terlihat nilainya cukup mendekati dan semakin kecil untuk sudut kemiringan yang semakin besar. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum analisa torsi dengan geser ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar -21% sampai -73%. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum pada perencanaan gording dengan normal ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar antara –8% sampai -35%. Persentase perbandingan antara tegangan maksimum analisa lentur dengan normal ANSYS untuk variasi α (10o, 15o,20o, dan 25o) berkisar antara -8% sampai -35%.

Kata kunci : light lip channel, shear center, lentur, momen torsi, tegangan

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Profil C merupakan baja profil berbentuk kanal, bertepi bulat canai,

yang digunakan untuk penggunaan umum dengan ukuran tinggi badan mulai

dari 30 mm sampai dengan 400 mm. Profil ini merupakan batang kerangka

tipe tarik sejajar yang digunakan untuk mendukung lantai dan atap. Biasanya

profil ini digunakan sebagai gording untuk menopang atap bangunan.

Pembebanan pada bidang yang tidak melalui pusat geser akan

mengakibatkan batang terpuntir (torsi) jika tidak ditahan oleh pengekang luar.

Tegangan puntir akibat torsi terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan

ini harus digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan

disebabkan oleh torsi.

Fenomena torsi sering dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada

balok-balok yang memiliki balok-balok anak dengan bentang yang tidak sama

panjang dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk

memikul torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada

penampang bulat tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya

torsi.

Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap

datar selama bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping (Vlasov,

1961). Sedangkan warping adalah perubahan bentuk flens pada profil selama

(19)

Warping dapa

tertutup, namun

sangat diperluka

1.2. Perumusan M

Pada

memperhatika

dikarenakan a

mempengaruhi

torsi ini juga

diketahui. Dal

terjadi terhada

melalui pusat t

dapat diabaikan pada penampang yang solid da

mun pada tampang tipis terbuka, perhitunga

rlukan.

Masalah

perencanaan gording, para perencana

kan faktor torsi pada struktur yang didesainnya

n asumsi beban sehingga torsi yang ditimbul

uhi jenis profil baja yang digunakan. Namun,

uga harus diperhitungkan sehingga tegangan

alam tugas akhir ini akan dibahas mengena

adap gording tersebut sebagai akibat pembe

at titik berat profil.

Gambar 1.1. Ilustrasi Perencanaan Gordi

d dan tampang tipis

ungan akibat warping

seringkali kurang

nnya. Hal ini mungkin

bulkan tidak terlalu

un, sebenarnya efek

n yang terjadi dapat

ngenai efek torsi yang

bebanan yang tidak

(20)

Pada pe

gording (q) se

pusat titik bera

Gamba

Momen akibat

q

1 /8 q

L

da perencanaan dimensi gording, berat atap

serta berat beban hidup (P) biasanya diproyeks

k berat profil.

mbar 1.2. Proyeksi Gaya q Bekerja pada Titik B

[image:20.595.256.461.167.311.2]

bat berat atap dan berat sendiri gording (q) :

Gambar 1.3. Momen Akibat Gaya Terbagi R α

q L

²

p dan berat sendiri

eksikan bekerja pada

k Berat Profil

(21)

Dan akibat beb

Gamba

Momen akibat

Sehingga mom

Mx Total = 1/

My Total = 1/

P

1/4 P L

L

beban hidup (P) :

mbar 1.4. Proyeksi Gaya P Bekerja pada Titik B

[image:21.595.259.481.119.274.2]

bat beban hidup P :

Gambar 1.5. Momen Akibat Gaya Terpusa

omen total yang terjadi :

1/8 q cos α L2 + 1/4 P cos α L

1/8 q sin α L2 + 1/4 P sin α L α

L

k Berat Profil

(22)

Namun

sedangkan di l

pada flens pro

[image:22.595.226.446.177.493.2]

Gambar 1.6. P

Jika be

beban q sin α,

sumbu y dapat

(shear centre) pr

un hal itu jika beban ditinjau bekerja pada pus

di lapangan gording menumpu beban atap (q) da

profil, seperti digambarkan sebagai berikut :

1.6. Proyeksi Akibat Gaya q dan Gaya P yang be

beban q dan beban P diproyeksikan demikian

n α, P sin α untuk arah sumbu x dan q cos α, P

pat menimbulkan momen torsi akibat adanya ja

e) profil.

α

α

pusat titik berat profil,

dan beban hidup (P)

bekerja pada Flens

kian maka akibat dari

α, P cos α untuk arah

(23)

MT fl

Dengan mengetahui tegangan, maka tingkat keefektifan profil yang

digunakan akan semakin baik. Berikut adalah gambar tegangan yang

[image:23.595.293.378.163.283.2]

disebabkan oleh warping :

Gambar 1.7. Gambar Tegangan Akibat Warping

Dan akibat tegangan warping yang timbul dapat menyebabkan flens

pada profil menjadi bengkok seperti gambar berikut :

Gambar 1.8 Flens profil yang bengkok akibat warping

1.3. Tujuan

- Untuk mengetahui mekanisme terjadinya tegangan akibat torsi yang

terjadi pada gording Canal akibat pembebanan yang tidak melalui

pusat titik berat profil.

- Untuk mengurangi efek kerusakan yang akan timbul pada konstruksi

(24)

- Untuk membandingkan hasil dari metode pendekatan analitis dan

metode pendekatan numerik dengan program ANSYS.

1.4. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah

penyelesaian adalah :

a. Perencanaan suatu gelagar dengan menggunakan profil baja C (Channel),

dimana h > b. Profil yang dipakai Light Lip Channel.

b. Mutu baja atau fy yang digunakan adalah 2400 kg/cm2.

c. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode pendekatan analitis

dan metode pendekatan dengan program ANSYS.

d. Aplikasi dalam gelagar sederhana saja.

e. Perletakan gelagar adalah sendi – sendi.

f. Variasi sudut kemiringan atap α = 10°, 15°, 20° dan 25°.

g. Beban gempa tidak diperhitungkan.

1.5. Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah kajian

literatur berdasarkan metode pendekatan analitis dengan menghitung

persamaan/rumus serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

Penganalisaan struktur dilakukan dengan program komputer yaitu Program

ANSYS untuk mendapatkan perbandingan hasil terhadap rumus umum yang

(25)

BAB II STUDI PUSTAKA

II.1. Umum

Dalam merencanakan suatu struktur, tegangan puntir ( torsi ) & warping

merupakan salah satu tegangan yang berpengaruh. Meskipun pengaruhnya bersifat

sekunder, namun tidak bisa diabaikan jika bergabung dengan jenis pengaruh lainnya.

Teori torsi awalnya dikembangkan oleh Coulomb (1787) untuk tampang

bulat. Torsi murni hanya terjadi pada batang bulat. Bila batang bulat padat dipuntir,

tegangan geser di suatu titik pada penampang transversal akan bervariasi sesuai

jaraknya dari pusat batang. Jadi, selama terpuntir, penampang lintang yang semula

datar tetap rata dan hanya berputar terhadap sumbu batang.

Navier (1785) menggunakan teori torsi Coulomb untuk tampang persegi,

tetapi asumsi ini kontradiksi dengan kenyataan sebenarnya. Kemudian teori torsi ini

diperbaiki oleh St. Venant.

Tahun 1853, insinyur Prancis yang bernama Adhemar Jean Barre de Saint

Venant mengemukakan pada French Academy of Sciences tentang teori torsi klasik.

Menurut teori ini, apabila batang yang tidak berpenampang lingkaran dipuntir, maka

penampang melintang yang semula datar menjadi berlekuk.

Percobaan sederhana terhadap batang segi empat yang terlihat pada gambar

2.1. menunjukkan bahwa penampang balok tidak tetap pada bidang pada saat

memuntir dan perlekukan yang paling besar terjadi pada tengah batang, yakni pada

(26)
[image:26.595.144.520.87.248.2]

Gambar 2.1. P

II.2. Balok Terlent

Suatu balok

kemudian terjadi lent

pada gambar 2.2. maka

Potongan yang semula

2.1. Percobaan batang segi-empat dan segi-tiga ya

entur

ok pada umumnya akan mentransfer beban

enturan. Misalnya, balok dibebani dengan P se

aka balok akan melentur dengan jari-jari R y

ula rata, setelah melentur akan tetap rata.

Gambar 2.2. Balok terlentur

yang dipuntir

ban vertikal sehingga

seperti yang terlihat

[image:26.595.155.503.458.717.2]
(27)

Bagian atas dari garis netral akan tertekan dan bagian bawah dari garis netral

tertarik, sehingga bagian atas garis netral terjadi perpendekan dan di bawah garis

netral terjadi perpanjangan. Akibat dari lenturan yang terjadi pada balok akan

menimbulkan tegangan normal dan tegangan geser pada balok.

Pada balok terlentur, selain tegangannya, juga lendutannya dibatasi oleh

lendutan ijin (lendutan maximum yang diijinkan), sehingga untuk mendimensi balok

terlentur, harus ditinjau :

I. σmax = &' ≤ σijin

II. fmax ≤ fijin (f = lendutan vertikal)

III. (!*+* = 0,58 σmax

Umumnya :

Balok yang panjang, lendutannya yang menentukan.

Balok dengan panjang medium, tegangan lenturnya yang menentukan.

Balok yang pendek, biasanya tegangan gesernya yang menentukan.

II.3. Teori Umum Lentur

Sejauh ini pembahasan hanya terbatas pada bentuk-bentuk profil simetris,

sehingga rumus 0 = . 1/ dapat digunakan untuk menghitung tegangan lentur

elastik. Pembahasan berikut akan lebih memperumum lenturan pada batang prismatis

(batang yang mempunyai bentuk penampang melintang sama di setiap potongannya).

Diasumsikan pula dalam balok ini tidak terjadi puntir.

Perhatikan balok dengan penampang seragam pada Gambar 2.9 yang dikenai

momen pada bidang ABCD. Bidang ABCD membentuk sudut γ terhadap bidang xz.

(28)
[image:28.595.145.487.87.253.2]

Gambar 2.3. Balok prismatis yang mengalami lentur murni

Perhatikan pula potongan sejarak z pada gambar 2.4. Syarat kesetimbangan

dalam free body dipenuhi bila:

∑ 0 = 0→45 67 = 0 2.1

∑ = 0→ = 4 .5 67 2.2

∑ = 0→ = 4 .5 67 2.3

Momen dan positif bila menghasilkan lentur positif, artinya lentur yang

mengakibatkan tekan pada bagian atas balok dan tarik pada bagian bawah.

II.3.1. Lentur dalam Bidang YZ

Jika lentur terjadi dalam bidang yz, tegangan σ proposional terhadap y,

sehingga:

σ = . 2.4

Gunakan persamaan 2.1 hingga 2.3 memberi hasil:

45 67 = 0 2.5

(29)
[image:29.595.195.444.117.280.2]

→ 45 67 = 2.7

Gambar 2.4. Free Body Balok pada Potongan sejarak z

Persamaan 2.5 menunjukkan bahwa x haruslah sumbu berat. Dari persamaan

2.6 dan 2.7 memberikan:

=&8

98 =

&:

98: 2.8

Dan sudut γ dapat ditentukan sebagai:

tan =&8

&: =

98

98: 2.9

Bila penampang memiliki minimal satu sumbu simetri ( = 0, γ = π/2) maka beban

dan lentur terjadi dalam bidang yz.

II.3.2. Lentur dalam Bidang XZ

Bila lentur terjadi dalam bidang xz, tegangan σ proposional terhadap x,

sehingga:

σ = . 2.10

Gunakan persamaan 2.1 hingga 2.3 memberi hasil:

(30)

→ 45 67 = 2.12

→ 45 67 = 2.13

Dan sudut γ haruslah:

>?@ =&8

&: =

98:

9: 2.14

Dalam kasus penampang yang memiliki paling sedikit satu sumbu simetri = 0

dan >?@ = 0, maka beban dan lentur terjadi dalam bidang xz.

II.3.3. Lentur di Luar Bidang XZ dan YZ

Tegangan total σ merupakan penjumlahan dari tegangan akibat lentur dalam

bidang xz dan yz.

σ = . + . 2.15

= . + . 2.16

= . + . 2.17

Menyelesaikan persamaan 2.16 dan 2.17 serta substitusi ke persamaan 2.15 akan

diperoleh:

= &8.9:B&:.98:

98.9:B98:C . y +

&:.98B&8.98:

98.9:B98:C . x 2.18

Persamaan 2.18 merupakan persamaan umum lentur, dengan mengasumsikan: balok

lurus, prismatis, sumbu x dan y adalah dua sumbu berat saling tegak lurus, material

elastik linear, tak ada pengaruh puntir.

Bila penampang mempunyai setidaknya satu sumbu simetri, maka dengan

mensubstitusikan =0, persamaan 2.18 menjadi:

σ=&8 98 . y +

&:

(31)

Dari persamaan 2.9 dan 2.14 didefinisikan >?@ =&8

&:

Bila tegangan dalam sumbu netral sama dengan nol, σ dalam persamaan 2.18

dapat disubstitusi dengan nol, selesaikan untuk –x/y, akan diperoleh bentuk:

− = [&8.9:B&:.98:

98.9:B98:C ][

98.9:B98:C

&:.98B&8.98:] 2.20

Dari Gambar 2.9 tampak bahwa tan α = -x/y, sehingga persamaan 2.20 dapat ditulis

sebagai:

tan α =

F8 F:.9:B98:

98BF:F8.98: =

9:.GHI JB 98:

98B 98:.GHI J 2.21

Jika penampang memiliki paling tidak satu buah sumbu simetri ( = 0):

tan α = 9:

98 tan γ 2.22

II.4. Torsi

II.4.1. Pendahuluan

Pengaruh torsi/puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain

struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok

anak dengan bentang yang tak sama panjang. Profil yang paling efisien dalam

memikul torsi adalah profil bundar berongga (seperti cincin). Penampang ini lebih

kuat memikul torsi daripada penampang bentuk I, kanal, T, siku, atau Z dengan luas

yang sama.

Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang

di tiap titik akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang, dan penampang yang

(32)

Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari Saint-Venant, ia mengatakan

bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka

penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir,

penampang ini menjadi terpilin (warping) keluar bidang.

II.4.2. Torsi Murni Pada Penampang Homogen

Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen.

Asumsikan tak ada pemilinan keluar bidang.

Kelengkungan torsi, θ, diekspresikan sebagai:

θ = KøK 2.23

dan regangan geser γ, dari suatu elemen sejarak r dari pusat adalah :

γ = MKø

K = r.θ 2.24

Dari hukum Hooke, tegangan geser akibat torsi:

[image:32.595.161.476.470.706.2]

τ = γ.G 2.25

(33)

Torsi T adalah sedemikian sehingga:

6 = . 67. M = . N. 67. M = M .( 6ø 6O⁄ ).G. 67 2.26

Mengintegralkan persamaan 2. Akan diperoleh:

T = 4 M . ( 6ø 6O⁄ ). N. 67= Kø

K . G4 M 67 = G.J.

K 2.27

Dengan:

G adalah Modulus Geser = R

( ST)

J adalah konstanta torsi, atau momen inersia polar (untuk penampang lingkaran)

Tegangan geser, τ, dari persamaan 2.24 dan 2.25 adalah:

τ = M.KøK .G = U.VW 2.28

Dari persamaan 2.28 dapat disimpulkan bahwa tegangan geser akibat torsi sebanding

dengan jarak dari titik pusat torsi.

II.4.2.1. Penampang Lingkaran

Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari-jari M dan M dimana

M< M

Gambar 2.6. Penampang Lingkaran

J = 4 M 67 = 4 2. Y. M VVC Z

[ . 6M

(34)

= . Y. (M − M )(M + M ) = . Y (M − M )(M + M ) (M + M )

= ]. . (M + M ) (M + M )

Jika M = M + > maka M = (M + >) = M + 2 M > + > , maka :

J = ]. .(2.M + >)(2. M +2M . > + > )

Untuk M = 0, maka:

J = ]. . >Z= ] ^ = ]( )Z ^ = Z . Y. 6\

(!_ = U.(

` C) [ aC.].K^

= ].Kb.U^

Untuk t → 0, maka:

J = ]. . M . c2 +

V[d . M . (2 + 2V[+ C

V[C) ≈ 2π.t.

( .V[)a

e

J =

\. Y. >. 6Z

(!_ = U.(

` CS ) [ ^.]. .Ka

= .U

]. .KC

II.4.2.2. Penampang Persegi

[image:34.595.110.457.69.498.2]

Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada

gambar 2.7.

Regangan geser = γ

[image:34.595.181.462.595.730.2]
(35)

Regangan geser, γ adalah:

γ = 2. Kø

K . c d= >. Kø

K 2.29

Berdasarkan hukum Hooke, tegangan geser, τ, diekspresikan sebagai:

τ = γ.G = t.G.Kø

K = U.

W 2.30

Dari teori elastisitas, (!_ terjadi ditengah dari sisi panjang penampang

persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari

rasio b/t dan dirumuskan sebagai:

(!_ = _$.[.UC 2.31

Dan konstanta torsi penampang persegi adalah:

f = . g. > 2.32

Besarnya dan tergantung dari rasio b/t, dan ditampilkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Harga dan untuk Persamaan 2.31 dan 2.32

b/t 1,0 1,2 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 ∞

4,81 4,57 4,33 3,88 3,88 3,75 3,55 3,44 3,0

0,141 0,166 0,196 0,229 0,249 0,263 0,281 0,291 0,333

II.4.2.3. Profil I, Kanal, T dan Siku

Dari Tabel tampak untuk b/t yang besar maka harga dan akan

cenderung konstan. Untuk penampang-penampang berbentuk I, kanal, T dan siku,

maka perhitungan konstanta torsinya diambil dari penjumlahan konstanta torsi

masing-masing komponennya yang berbentuk persegi, sehingga dalam hal ini:

(36)

II.4.3. Pusat geser (Shear Center)

[image:36.595.180.469.141.324.2]

Perhatikan elemen pada gambar berikut ini.

Gambar 2.8. Tegangan pada Penampang Tipis Terbuka Akibat Lentur

Kesetimbangan gaya dalam arah sumbu z adalah:

h(i )

h 6j. 6O + >.hkhl6O. 6j = 0 2.34

Atau

h(i )

h = -t. hkhl 2.35

Dari persamaan 2.18:

= &8.9:B&:.98:

98.9:B98:C . +

&:.98B&8.98:

98.9:B98:C .

Maka:

hkl

h =

m:.9:Bm8.98:

98.9:B98:C . +

m8.98Bm:.98:

98.9:B98:C . 2.36

Dan, τt = −m:9.9:Bm8.98:

8.9:B98:C .4 >6j −

o m8.98Bm:.98:

98.9:B98:C .4 >6j

o

2.37

Dari gambar 2.12, maka momen terhadap titik O (CG) adalah:

. - . = 4 (τt)r. ds = 4 ř x cτtuř

(37)

Karena : ř = xi + yj maka 6ř = 6 z + 6 {

ř 6ř = ( x.6 - y.6 ) k

Sehingga . - . = 4 τ>( . 6 − . 6 ) 2.39

Mengingat persamaan 2.37, maka:

4 >( . 6 − . 6 ) = 4 [ −m:.9:Bm8.98:

98.9:B98:C . 4 >6j −

o m8.98Bm:.98:

98.9:B98:C . 4 >6j

o ]( . 6 −

. 6 ) =

98.9:B98:C 4 [ ( . 4 >6j

o − . 4 >6j) + o

( . 4 >6jo − . 4 >6j)]( . 6 − . 6 ) o 2.40

Dari persamaan 2.39 dan 2.40, maka diperoleh:

= -

98.9:B98:C4 [ . 4 >6j −

o . 4 >6j]o

( . 6 − . 6 ) 2.41.a

= −9

8.9:B98:C4 [ . 4 >6j −

o . 4 >6j]o

( . 6 − . 6 ) 2.41.b

Titik ( , ) merupakan pusat geser penampang.

II.4.4. Tegangan Puntir pada Profil I

Pembebanan pada bidang yang tak melalui pusat geser akan mengakibatkan

batang terpuntir jika tidak ditahan oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi

terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini harus digabungkan dengan

tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi.

Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni (pure

torsional/Saint-Venant’s torsion) dan torsi terpilin (warping torsion). Torsi murni

mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah

(38)

keadaan torsi murni. Torsi terpilin timbul bila flens berpindah secara lateral selama

[image:38.595.165.493.142.288.2]

terjadi torsi.

Gambar 2.9. Penampang dengan Beban Torsi

II.4.4.1. Torsi Murni (Saint-Venant’s Torsion)

Seperti halnya kelengkungan lentur (perubahan kemiringan per satuan

panjang) dapat diekspresikan sebagai M/EI =6 /6O , yakni momen dibagi

kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, maka dalam torsi murni momen M

dibagi kekakuan torsi GJ sama dengan kelengkungan torsi (perubahan sudut puntir ø

per satuan panjang).

= NfKøK 2.42

Dengan: M : Momen torsi murni (Saint-Venant’s Torsion)

G : Modulus Geser

J : Konstanta torsi

(39)

II.4.4.2. Torsi terpilin (Warping)

Sebuah balok yang memikul torsi , maka bagian flens tekan akan

melengkung ke salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral

lainnya. Penampang pada Gambar memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan

diujung-ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping (arah lateral)

sebesar } . Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur (tarik dan tekan) serta

tegangan geser sepanjang flens.

Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni

[image:39.595.235.405.338.472.2]

dan torsi terpilin.

Gambar 2.10. Torsi pada Profil I

II.4.4.3. Persamaan Diferensial untuk Torsi pada Profil I

Dari Gambar 2.16 untuk sudut ø yang kecil akan diperoleh :

} = ø. 2.43

Bila } dideferensialkan 3 kali ke-z, maka:

Ka~

K a = .K aø

K a 2.44

(40)

Ka~

K a = − R.9&• 2.45

Dengan adalah momen lentur pada satu flens. adalah momen Inersia satu flens

terhadap sumbu-y dari balok. Karena V = dM/dz, maka:

Ka~

K a = −

m•

R.9• 2.46

Dan menyamakan persamaan dengan akan diperoleh bentuk:

= − . . .Kaø

K a 2.47

Dalam Gambar 2.10. komponen momen torsi yang menyebabkan lenturan lateral

dari flens, sama dengan gaya geser flens dikalikan h, sehingga:

= . ℎ = − . . C.Kaø

K a = - . .K aø

K a 2.48

Dengan =9• C , disebut sebagai konstanta torsi terpilin ( torsi warping)

Momen torsi total yang bekerja pada balok adalah jumlah dari dan , yakni:

= + = = NfKø

K - . . Kaø

K a 2.49

Jika persamaan 2.49 dibagi dengan – .

Kaø

K a−R.‚•.Wƒ.K

ø K = −

&l

R.‚ƒ 2.50

Dengan mensubstitusikan „ = •.W

R.‚ƒ akan didapatkan suatu persamaan dasar linear tak

homogen:

Kaø

K a− „ .K

ø

K = −R.‚&lƒ 2.51

Solusi persamaan dasar ini adalah:

(41)

Atau

Ø = A.sinh λz + B.cosh λz + C + f(z) 2.52.b

Dengan λ = ŠR.‚•.W

ƒ

II.4.4.4. Tegangan Torsi pada Profil I

Tegangan geser akibat torsi saint venant adalah:

= &‹.U

W = N. >. Kø

K 2.53

Tegangan geser akibat torsi warping :

= m•.Œ•

9•. • 2.54

Besarnya % diambil sebagai berikut:

% = 7. = $.•. ($

\) = eg . > 2.55

Dan dari persamaan 2.47 :

= − . . .Kaø K a

Sehingga dengan mengambil harga mutlaknya:

= . $C

b .K

aø

[image:41.595.266.377.571.696.2]

K a 2.56

(42)

Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dari flens adalah :

$ =&9. 2.57

Tegangan ini bervariasi secara linear sepanjang sayap, dan mencapai maksimal pada

x = b/2. Nilai diperoleh dari substitusi persamaan 2.43 ke 2.45 yaitu:

= . . .KCø

K C = R.‚ƒ.K Cø

K C 2.58

Dan pada x = b/2 :

$ = . . .K

Cø

K C. • $.9Ž 2.59

$ =R.$.\ .K

Cø

K C 2.60

Secara ringkas, 3 macam tegangan yang timbul pada profil I akibat torsi adalah:

a. Tegangan geser pada web dan flens (Torsi Saint Venant, )

b. Tegangan geser pada flens akibat lentur lateral (torsi warping, )

(43)
[image:43.595.144.531.120.484.2]

Tabel 2.2 Konstanta torsi untuk berbagai jenis penampang

J = 1/3 (2btf3 + htw3)

Cw = •$a \ ≈

C 9

J = 1/3 (2btf3 + htw3)

Cw = •$aℎ

C

•Z$ •S ƒ

b$ •S ƒŽ

J = 1/3 (2btf3 + htw3)

Cw =

Zbcƒa $a

(44)

II.4.5. Analogi Torsi

Penyelesaian

memakan waktu yang

keperluan praktis disa

beban torsi T dalam

maka gaya Ph dapat di

Sistem struktur

bentang balok, padah

hanyalah akibat war

menimbulkan gaya la

menimbulkan teganga

orsi dengan Lentur

n masalah torsi dengan menggunakan pers

ng cukup banyak, dan cukup digunakan dalam

disain, digunakan analogi antara torsi dan lent

m Gambar 2.12 dikonversikan menjadi mome

t dianggap sebagai beban lateral yang bekerja pa

uktur pengganti mempunyai gaya geser konstan s

dahal distribusi gaya geser yang menimbulka

arping/pemilinan saja. Sehingga struktur pe

lateral yang lebih besar dan akibatnya mom

gan normal juga lebih besar dari keadaan seben

Gambar 2.12. Analogi Lentur dan Torsi T

persamaan diferensial

m analisa saja. Untuk

entur biasa. Misalkan

omen kopel Ph kali h,

a pada flens balok.

n sepanjang setengah

bulkan lenturan lateral

pengganti ini akan

omen lentur Mf yang

(45)

II.5. ANSYS

II.5.1. Pengertian & Sejarah ANSYS

ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan

menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais,

1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara

memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil.

Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System),

kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr.

John Swanson pada tahun 1970.

ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk

secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang

ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear),

distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah

elektromagnetik.

Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang

bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur,

elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik

sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.

II.5.2. Cara Kerja ANSYS

ANSYS bekerja dengan sistem metode elemen hingga, dimana

penyelesaiannya pada suatu objek dilakukan dengan memecah satu rangkaian

(46)
[image:46.595.123.528.93.228.2]

Gambar 2.8. Material yang disusun dengan node

Hasil yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pendekatan dengan

menggunakan analisa numerik. Ketelitiannya sangat bergantung pada cara kita

memecah model tersebut dan menggabungkannya.

Secara umum, suatu solusi elemen hingga dapat dipecahkan dengan

mengikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan umum yang dapat digunakan untuk

menghitung analisis elemen hingga.

1. Preprocessing ; langkah-langkah dalam preprocessing yaitu:

• Mendefinisikan titik point, garis, luas, volume

• Mendefinisikan jenis elemen dan bentuk material/geometri

• Menghubungkan garis, luas, volume sesuai kebutuhan.

2. Solusi : menetapkan beban, perletakan dan menjalankan analisis ; beban

yang ada berupa beban terpusat dan terbagi rata, perletakan ( translasi dan

rotasi) dan terakhir menjalankan analisisnya .

3. Postprocessing: proses lebih lanjut dan menampilkan hasil analisisnya ;

(47)

• Tabel perpindahan nodal

• Tabel gaya dan momen

• Defleksi (penurunan)

• Diagram kontur tegangan dan regangan.

ANSYS juga memiliki sistem satuan di dalamnya, oleh karena itu kita harus

[image:47.595.121.527.608.680.2]

menggunakan sistem satuan yang konsisten untuk mengerjakannya.

Tabel 2.3. Satuan-satuan dalam SI

Dimana di dalam program ANSYS untuk menyamakan satuannya, maka nantinya

(48)

Setelah itu kita dapat melihat satuan-satuan yang ada pada bagian output windows di

[image:48.595.146.508.152.453.2]

bagian command prompt.

(49)

BAB III PEMBAHASAN

III.1. Struktur Atap

Atap merupakan bagian dari struktur bangunan yang befungsi sebagai

penutup/pelindung bangunan dari panas terik matahari dan hujan sehingga

memberikan kenyamanan bagi pengguna bangunan. Struktur atap pada umumnya

terdiri dari tiga bagian utama yaitu : struktur penutup atap, gording dan rangka

kuda-kuda. Beban-beban atap akan diteruskan ke dalam fondasi melalui kolom dan/atau

balok. Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai perencanaan gording saja.

III.2. Gording

Gording adalah bagian dari atap yang berfungsi untuk memindahkan beban

penutup atap yang berupa bidang ke bentuk garis. Gording membagi bentangan atap

dalam jarak-jarak yang lebih kecil pada proyeksi horisontal. Gording meneruskan

beban dari penutup atap atau berat sendiri atap, orang, beban angin, beban air hujan.

Gording berada di atas kuda-kuda, biasanya tegak lurus dengan arah kuda-kuda.

Bahan- bahan untuk Gording ada yang terbuat dari kayu, baja profil Canal

atau profil WF. Pada gording dari baja, gording satu dengan lainnya akan

dihubungkan dengan sagrod atau sering disebut trackstang untuk memperkuat dan

mencegah dari terjadinya pergerakan. Biasanya posisi trackstang diletakkan

sedemikian rupa sehingga mengurangi momen maksimal yang terjadi pada gording.

Gording dari baja profil canal (light lip channel) umumnya akan mempunyi

(50)

tebal sekitar 2,5 mm. Profil WF akan memiliki panjang 6 s.d. 12 meter, dengan tinggi

sekitar 10 s.d. 12 cm dan tebal sekitar 0,5 cm.

III.3. Pembebanan Pada Gording

[image:50.595.116.533.256.601.2]

Struktur atap seperti tergambar :

Gambar 3.1. Struktur Atap

i = jarak kuda-kuda dalam meter

j = jarak gording dalam meter

(51)

Pembebanan pada gor

1. Beban Mati ya

• Beban ata

• Berat sendi 2. Beban Hidup

3. Beban Angin

4. Beban Air Huj

III.3.1. Beban Mati

Mula-mula t

kemudian tentukan b

kg/m2. Ganti berat ata

sendiri profil gording.

Beban atap = c

Berat sendiri g

Beban Mati (

q

Pengaruh kemiringan ku

α

gording terdiri dari :

yang terdiri dari :

atap

endiri gording

ujan

ati

ula tentukan profil gording dari tabel baja deng

n berat atap beserta asesorisnya (PMI’70), mis

atap dalam satuan kg/m2, menjadi kg/m. Jumla

ng.

p = c kg/m2 x j m = cj kg/m

ri gording = d kg/m +

q

bs) = e kg/m

an kuda-kuda (α) :

dengan tipe kanal (C),

isalnya berat atap c

(52)

(

q

bs) (x) = (

q

bs) sin α

(

q

bs) (y) = (

q

bs) cos α

Mmaks bs(x) = e (

q

bs)

Mmaks bs(y) = e (

q

bs)

III.3.2. Beban Hidu

Beban hidup

gording, beban ini dipe

Besarnya beban hidup di

Pengaruh kemiringan ku

(

P

) (x) = P sin α

(

P

) (y) = P cos α

Mmaks (x) = \ (

P

)(y) L

Mmaks (y) = \ (

P

)(x)

α

n α

α

)(y) L2 =

e (

q

bs) cos α i2

)(x) L2 =

e (

q

bs) sin α i2

idup

dup adalah beban terpusat yang bekerja di tengah

diperhitungkan untuk pekerja yang bekerja di at

dup diambil dari PPURG 1987, P = 100 kg

an kuda-kuda (α) :

L2 =

\ P cos αi2

L2 =

\ P sin α i2

ngah-tengah bentang

(53)

III.3.3. Beban Angin

Beban Angin adalah beban yang bekerja pada struktur yang disebabkan

oleh selisih dari tekanan udara (kg/m2). Beban Angin ditentukan dengan menganggap

adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif (hisapan), yang bekerja

tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan negatif yang

dinyatakan dalam kg/m2 ini ditentukan dengan mengalikan tekanan angin dengan

koefisien – koefisien angin. Tekanan angin harus diambil minimum 25 kg/m2,

kecuali untuk daerah di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada

daerah tersebut tekanan hisap diambil minimum 40 kg/m2. Pada tugas akhir ini,

beban angin diambil 40 kg/m2.

Koefisien angin dengan sudut kemiringan α :

• Angin Tekan : α < 65°... (0,02 α - 0,4) 65° < α < 90° ...+ 0,9

• Angin Hisap, untuk semua α ... - 0,4

Misal : tekanan angin = W kg/m2

Angin Tekan (wt) = Ct x W x j

Angin Hisap (wh) = Ch x W x j

(54)

Dimana : Ct = koefisien angin tekan

Ch = koefisien angin hisap

j = jarak gording dalam meter

Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x, maka hanya ada harga Mx :

Mx (tekan) =

e. wt. L2 = eCt

W j i

2

Mx (hisap) =

e. wh. L2 = eCh W j i

2

III.3.4. Beban Air Hujan

Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar

(40 – 0,8 α) kg/m2 (PPIUG 1983 pasal 3.2.2.a). Dimana α adalah sudut kemiringan

atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban air hujan tersebut tidak perlu

diambil lebih besar dari 20 kg/m2 dan tidak perlu ditinjau bila α > 50o.

Maka : wair hujan = (40 - 0,8 α)

qair hujan = wair hujan x jarak gording

sehingga momen yang terjadi :

Mmaks ah(x) = 1/8 . (qah) . L2 = 1/8 (qah) cos α

i

2

Mmaks ah(y) = 1/8 . (qah) . L2 = 1/8 (qah) sin α

i

2

III.3.5. Kombinasi pembebanan

Kombinasi pembebanan menurut SNI 2002, maka kombinasi pembebanan

adalah sebagai berikut :

1. 1,4 D

(55)

3. 1,2 D + 1,6 (La atau H) + (ɣL L atau 0,8 W)

4. 1,2 D + 1,3 W + ɣL L + 0,5 (La atau H)

5. 1,2 D ± 1,0 E + ɣL L

6. 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E)

Keterangan : D = Beban mati

L = Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung

La = Beban hidup di atap yang ditimbulkan perawatan oleh pekerja

H = Beban air hujan

W = Beban angin

E = Beban gempa

Dengan ɣ = 0,5 bila L < 5 kPa, dan ɣ= 1 bila L ≥ 5 kPa.

III.4. Perencanaan Gording

Pada perencanaan gording, pengaruh kemiringan kuda-kuda (α) direncanakan

bervariasi dari 10°, 15°, 20°, dan 25°.Dengan asumsi ketentuan lainnya yaitu :

Sudut kemiringan atap (α) = 10°, 15°, 20°, dan 25°

Jarak antar gording (s) = 1,5 m.

Jarak antar kuda-kuda utama (L) = 6 m.

Tegangan ijin baja, fy = 2400 kg/cm2

Penutup atap seng gelombang, berat = 10 kg/m2.

Beban angin = 40 kg/m2.

Berat hidup (pekerja) = 100 kg.

(56)

Dicoba menggunakan

150 x 65 x 20 x 3,2 de

a. Berat gording =

b. h = 150 mm

c. b = 65 mm

d. d= 20 mm

e. t = 3,2 mm

f. Ix = 332 cm4

III.4.1. Perhitungan G Beban mati

Berat sendiri gording

Berat penutup atap, ge

qx = q sin α = 22,51 x

qy = q cos α = 22,51 x

Mx = 1/8 . qy . L2 = 1/8

My = 1/8 . qx . L2 = 1/8

an gording dengan dimensi profil baja tipe Light

3,2 dengan data-data sebagai berikut :

ng = 7,51 kg/m. g. Iy = 53,8 c

h. Zx = 44,3 c

i. Zy = 12,3 c

j. Cx = 7,5 c

k. Cy = 2,11 c

l. A = 9,567 c

gan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α

ng = =

p, genteng = 1,5 m x 10 kg/m2 =

q =

α = 100

22,51 x sin 10° = 3,909 kg/m. 22,51 x cos 10° = 22,168 kg/m.

x 22,168 x (6,0)2 = 99,756 kgm.

x 3,909 x (6,0)2 = 17,591 kgm.

Light Lip Channel

53,8 cm4

44,3 cm3

12,3 cm3

7,5 cm

2,11 cm

9,567 cm2

) = 10°

7,51 kg/m

15,0 kg/m

22,51 kg/m

(57)

Beban hidup

P diambil sebesar 100 kg.

Px = P sin α = 100 x s

Py = P cos α = 100 x c

Mx = 1/4 . Py . L = 1/4

My = 1/4 . Px . L = 1/4

Beban angin

Beban angin = 40 kg/m

Koefisien kemiringan

1) Koefisien angin te

2) Koefisien angin hi

Angin

100 kg.

α = 10°

100 x sin 10° = 17,365 kg. 100 x cos 10° = 98,481 kg.

x 98,481 x 6,0 = 147,721 kgm.

x 17,365 x 6,0 = 26,048 kgm.

g/m2.

an atap (α) = 10°. n tekan = (0,02α – 0,4)

= ((0,02 x 10) – 0,4) = – 0,2

n hisap = – 0,4

(58)

Beban angin :

1) Angin tekan (W1) = koef. Angin tekan x beban angin x s

= – 0,2 x 40 x 1,5 = – 12 kg/m.

2) Angin hisap (W2) = koef. Angin hisap x beban angin x s

= (– 0,4) x 40 x 1,5 = – 24 kg/m.

Beban yang bekerja tegak lurus sumbu x, maka hanya ada harga Mx :

Mx (tekan) = 1/8 . W1 . L2 = 1/8 x - 12 x (6,0)2 = - 54 kgm.

Mx (hisap) = 1/8 . W2 . L2 = 1/8 x - 24 x (6,0)2 = - 108 kgm.

Dalam perhitungan diambil Mx terbesar, Mx (tekan) = - 54 kgm.

Beban air hujan

wair hujan = (40 - 0,8 α)

= (40 – 0,8 (10o)) = 32 kg/m2, diambil wair hujan = 20 kg/m2

qair hujan = wair hujan x jarak gording

= 20 x 1,5 = 30 kg/m

Mx = 1/8 . qah . cos α L2 = 1/8 x 30 cos 10° x (6,0)2 = 132,949 kgm.

My = 1/8 . qah . sin α L2 = 1/8 x 30 sin 10° x (6,0)2 = 23,442 kgm.

[image:58.595.111.524.617.755.2]

Kombinasi Pembebanan

Tabel 3.1. Kombinasi Pembebanan untuk α = 10°

No. Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)

1 U = 1.4 D 139.658 24.627

2 U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 La 193.568 34.133

3 U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 H 186.182 32.830

4 U = 1.2 D + 1.6 La + 0.8 W 312.861 62.786

5 U = 1.2 D + 1.6 H + 0.8 W 289.226 58.616

6 U = 1.2 D + 1.3 W + ɣL L + 0.5 La 123.368 34.133

7 U = 1.2 D + 1.3 W + ɣL L + 0.5 H 115.982 32.830

(59)

Jadi, Mux = 312,861 kg.m

Muy = 62,786 kg.m

Kontrol Terhadap Tegangan

Asumsikan penampang kompak :

Mnx = Zx.fy = 44,3. 2400 = 106320 kgcm

Mny = Zy.fy = 12,3. 2400 = 29520 kgcm

Check tahanan momen lentur yang terjadi :

; (#b = faktor tahanan beban momen desain LRFD = 0,9)

Kontrol Terhadap Lendutan

cm

2,5

m

0,025

m

6,0

x

240

1

x L

240

1

=

=

=

=

ijin

z

Z

M

Z

M

y y x x

+

=

σ

1 M M M M ny y nx

x + ≤

b b

φ

φ

ok

....

1

563

,

0

)

29520

(

9

,

0

(100)

62,786

)

06320

1

(

9

,

0

(100)

312,861

+

=

(60)

cm

1,276

0,692

0,584

53,8

x

10

.

2,1

x

48

(600)

x

17,365

53,8

x

10

.

2,1

x

384

(600)

x

0,03909

x

5

I

x

x E

48

x L

P

I

x

x E

384

x L

q

x

5

6 3 6 4 y 3 x y 4 x

=

+

=

+

=

+

=

x

z

cm 1,172 0,636 0,536 332 x 10 . 2,1 x 48 (600) x 98,481 332 x 10 . 2,1 x 384 (600) x 0,22168 x 5 I x x E 48 x L P I x x E 384 x L q x 5 6 3 6 4 x 3 y x 4 y = + = + = + = y z

(

) (

)

cm

1,732

1,172

1,276

z

z

2 2 2 y 2 x

=

+

=

+

=

z

z ≤ zijin

1,732 cm ≤ 2,5 cm ……… aman !!!

Jadi, profil baja tipe light lip channel dengan dimensi 150 x 65 x 20 x 3,2 aman

dan mampu menerima beban bila digunakan sebagai gording dengan kemiringan

(61)

III.4.2. Perhitungan G Beban mati

Berat sendiri gording

Berat penutup atap, ge

qx = q sin α = 22,51 x

qy = q cos α = 22,51 x

Mx = 1/8 . qy . L2 = 1

My = 1/8 . qx . L2 = 1

Beban hidup

P diambil sebesar 100 kg.

gan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α

ng = =

p, genteng = 1,5 m x 10 kg/m2 =

q =

α = 150

22,51 x sin 15° = 5,826 kg/m. 22,51 x cos 15° = 21,743 kg/m.

1

/8 x 21,743 x (6,0)2 = 97,843 kgm. 1

/8 x 5,826 x (6,0)2 = 26,217 kgm.

100 kg.

α = 15°

) = 15°

7,51 kg/m

15,0 kg/m

22,51 kg/m

(62)

Px = P sin α = 100 x sin 15° = 25,882 kg.

Py = P cos α = 100 x cos 15° = 96,593 kg.

Mx = 1/4 . Py . L = 1/4 x 96,593 x 6,0 = 144,889 kgm.

My = 1/4 . Px . L = 1/4 x 25,882 x 6,0 = 38,823 kgm.

Beban angin

Beban angin = 40 kg/m2.

Koefisien kemiringan atap (α) = 15°. 1) Koefisien angin tekan = (0,02α – 0,4)

= ((0,02 x 15) – 0,4) = – 0,1

2) Koefisien angin hisap = – 0,4

Beban angin :

1) Angin tekan (W1) = koef. Angin tekan x beban angin x s

= – 0,1 x 40 x 1,5 = – 6 kg/m.

2) Angin hisap (W2) = koef. Angin hisap x beban angin x s

= (– 0,4) x 40 x 1,5 = – 24 kg/m.

Beban yang bekerja tegak lurus sumbu x, maka hanya ada harga Mx :

Mx (tekan) = 1/8 . W1 . L2 = 1/8 x – 6 x (6,0)2 = –27 kgm.

Mx (hisap) = 1/8 . W2 . L2 = 1/8 x –24 x (6,0)2 = –108 kgm.

Dalam perhitungan diambil Mx terbesar, Mx (tekan) = –27 kgm.

(63)

Beban air hujan

wair hujan = (40 - 0,8 α)

= (40 – 0,8 (15o)) = 28 kg/m2 , diambil wair hujan = 20 kg/m2

qair hujan = wair hujan x jarak gording

= 20 x 1,5 = 30 kg/m

Mx = 1/8 . qah . cos α L2 = 1/8 x 30 cos 15° x (6,0)2 = 130,399 kgm.

My = 1/8 . qah . sin α L2 = 1/8 x 30 sin 15° x (6,0)2 = 34,941 kgm.

Kombinasi Pembebanan

Tabel 3.2. Kombinasi Pembebanan untuk α = 15°

No. Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)

1 U = 1.4 D 136.980 36.704

2 U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 La 189.856 50.872

3 U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 H 182.611 48.931

4 U = 1.2 D + 1.6 La + 0.8 W 327.634 93.577

5 U = 1.2 D + 1.6 H + 0.8 W 304.450 87.366

6 U = 1.2 D + 1.3 W + ɣL L + 0.5 La 154.756 50.872

7 U = 1.2 D + 1.3 W + ɣL L + 0.5 H 147.511 48.931

8 U = 0.9 D + 1.3 W 52.959 23.595

Jadi, Mux = 327,634 kg.m

Muy = 93,577 kg.m

Kontrol Terhadap Tegangan

Z

M

Z

M

y y

x x

+

=

(64)

! ! ! aman ... ... kg/cm 2040 x 0,85 kg/cm 1500,369 kg/cm 760,789 kg/m 739,580 3 , 12 (100) 93,577 44,3 (100) 327,634 Z M Z M 2 2 2 2 y y x x = ≤ = + = + = + = σ σ σ

Asumsikan penampang kompak :

Mnx = Zx.fy = 44,3. 2400 = 106320 kgcm

Mny = Zy.fy = 12,3. 2400 = 29520 kgcm

Check tahanan momen lentur yang terjadi :

; (#b = faktor tahanan beban momen desain LRFD = 0,9)

Kontrol Terhadap Lendutan

cm

2,5

m

0,025

m

6,0

x

240

1

x L

240

1

=

=

=

=

ijin

z

cm 1,901 1,031 0,870 53,8 x 10 . 2,1 x 48 (600) x 25,882 53,8 x 10 . 2,1 x 384 (600) x 0,05826 x 5 I x x E 48 x L P I x x E 384 x L q x 5 6 3 6 4 y 3 x y 4 x = + = + = + = x z 1 M M M M ny y nx

x + ≤

(65)

cm 1,149 0,623 0,526 332 x 10 . 2,1 x 48 (600) x 96,593 332 x 10 . 2,1 x 384 (600) x 0,21743 x 5 I x x E 48 x L P I x x E 384 x L q x 5 6 3 6 4 x 3 y x 4 y = + = + = + = y z

(

) (

)

cm

2,082

1,149

1,736

z

z

2 2 2 y 2 x

=

+

=

+

=

z

z ≤ zijin

2,082 cm ≤ 2,5 cm ……… aman !!!

Jadi, profil baja tipe light lip channel dengan dimensi 150 x 65 x 20 x 3,2 aman

dan mampu menerima beban bila digunakan sebagai gording dengan kemiringan

(66)

III.4.3. Perhitungan G Beban mati

Berat sendiri gording

Berat penutup atap, ge

qx = q sin α = 22,51 x

qy = q cos α = 22,51 x

Mx = 1/8 . qy . L2 = 1

My = 1/8 . qx . L2 = 1

Beban hidup

P diambil sebesar 100 kg.

gan Gording untuk Sudut Kemiringan Atap (α

ng = =

p, genteng = 1,5 m x 10 kg/m2 =

q =

α = 200

22,51 x sin 20° = 7,699 kg/m. 22,51 x cos 20° = 21,152 kg/m.

1

/8 x 21,152 x (6,0)2 = 95,186 kgm. 1

/8 x 7,699 x (6,0)2 = 34,646 kgm.

100 kg.

α = 20°

) = 20°

7,51 kg/m

15,0 kg/m

22,51 kg/m

(67)

Px = P sin α = 100 x sin 2

Gambar

Gambar 1.3. Momen Akibat Gaya Terbagi Ri Rata q
Gambar 1.5. Momen Akibat Gaya Terpusapusat P
Gambar 1.6. P 1.6. Proyeksi Akibat Gaya q dan Gaya P yang be bekerja pada Flens
Gambar 1.7. Gambar Tegangan Akibat Warping
+7

Referensi

Dokumen terkait