REKONSTRUKSI FREE FLAP SETELAH BEDAH ABLATIVE
MAKSILOFASIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi
Oleh :
IVAN SALOMO SUMARTO
NIM : 070600088
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Ivan Salomo Sumarto
Rekonstruksi Free Flap Setelah Bedah Ablative Maksilofasial
viii + 27 halaman
Tumor rongga mulut adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
rongga mulut. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada bagian anterior rongga mulut, posterior
rongga mulut, dan tulang rahang.
Dalam dunia kedokteran gigi khususnya bagian bedah mulut dan maksilofasial banyak
teknik pembedahan yang dapat digunakan untuk melakukan pengangkatan tumor rongga mulut,
salah satunya adalah teknik bedah ablative maksilofasial. Bedah ablative maksilofasial adalah
tindakan bedah yang luas dengan mengangkat tumor sampai batas bersih dan memastikan tidak
adanya tumor yang tersisa. Bedah ini mengakibatkan defek yang luas, oleh karena itu bedah
ablative selalu berkaitan dengan rekonstruksi.
Rekonstruksi free flap adalah tindakan bedah rekonstruksi yang mengkhususkan diri pada
penanganan kecacatan serta defek pada kulit, jaringan lunak, tulang dan otot dengan
mencangkokkan jaringan dari bagian tubuh lain beserta pembuluh darahnya.
Daftar rujukan 21 (1992-2010)
Dengan
rekonstruksi free flap, dapat memberikan perbaikan yang signifikan dari sudut pandang
REKONSTRUKSI FREE FLAP SETELAH BEDAH ABLATIVE
MAKSILOFASIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi
Oleh :
IVAN SALOMO SUMARTO
NIM : 070600088
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 20 April 2011
Pembimbing : Tanda tangan
Indra Basar Siregar, drg., M. Kes ...
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 20 April 2011
TIM PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga skripsi ini dapat
selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat.
1. Prof.Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku kepala bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial
yang memberi motivasi dalam setiap kata-kata yang terucap.
4. Prof.Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku dosen pembimbing.
5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi USU.
6. Rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada kedua orangtua penulis, Harun
Pardede dan Tuti Harianja atas semua dukungan yang tiada henti, doa yang selalu
terucap disetiap ucapannya, tatapan penuh rasa bangga setiap melihatnya, inspirasi
terbaik dalam hidup penulis dan semua pengorbanan yang telah dilakukan.
7. Adik penulis, Joseph Edbert, Arie Benedict yang selalu memberikan dukungan kepada
8. Sebuah senyuman penuh rasa bangga yang tidak terucapkan dengan kata-kata dan rasa
terima kasih kepada Eridasari Situmorang atas setiap waktu yang diluangkan untuk
membantu penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini, selalu setia mendoakan dan
memberikan motivasi dengan caranya sendiri kepada penulis.
9. Sahabat penulis, Christo Billy, Rony A, Andri P, Yogi, M. Yusuf, Sandra yang ikut
membantu penulis.
10.Teman-teman yang mengambil skripsi dibagian Bedah Mulut dan Maksilofasial,
teman-teman angkatan 2007, dan orang-orang tak terduga yang selalu memberikan semangat
yang tidak dapat disebutkan semuanya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan,20 April 2011
Penulis,
(Ivan Salomo Sumarto)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...
HALAMAN PERSETUJUAN...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
BAB 2 BEDAH ABLATIVE MAKSILOFASIAL 2.1 Definisi... 3
2.2 Indikasi…... 5
2.3 Kontraindikasi... 6
2.4 Defek Paska Bedah... 7
BAB 3 REKONSTRUKSI FREE FLAP 3.1 Defenisi... 8
3.2 Indikasi... 8
3.3 Kontraindikasi... 10
3.4 Tindakan pra bedah... 10
3.5 Tindakan bedah……..………... 14
3.6 Tindakan paska bedah... 17
3.7 Komplikasi... 19
BAB 4 KESIMPULAN ... 23
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bedah ablative... 4
2. 3. Tumor hasil pengangkatan dengan bedah ablative…... 4
Kanker dalam rongga mulut indikasi bedah ablative... 5
5. Defek paska bedah ablative………...………... 7
4. Tumor pada dagu atau mandibula yang memiliki ukuran yang besar... 6
6. Tabel jenis dan bagian flep yang digunakan serta fungsinya………... 9
7. Daerah donor pada rekonstruksi free flap……….... 12
8. Komposisi radial forearm flap………. 13
9. Instrument anastomosis……… 15
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Ivan Salomo Sumarto
Rekonstruksi Free Flap Setelah Bedah Ablative Maksilofasial
viii + 27 halaman
Tumor rongga mulut adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
rongga mulut. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada bagian anterior rongga mulut, posterior
rongga mulut, dan tulang rahang.
Dalam dunia kedokteran gigi khususnya bagian bedah mulut dan maksilofasial banyak
teknik pembedahan yang dapat digunakan untuk melakukan pengangkatan tumor rongga mulut,
salah satunya adalah teknik bedah ablative maksilofasial. Bedah ablative maksilofasial adalah
tindakan bedah yang luas dengan mengangkat tumor sampai batas bersih dan memastikan tidak
adanya tumor yang tersisa. Bedah ini mengakibatkan defek yang luas, oleh karena itu bedah
ablative selalu berkaitan dengan rekonstruksi.
Rekonstruksi free flap adalah tindakan bedah rekonstruksi yang mengkhususkan diri pada
penanganan kecacatan serta defek pada kulit, jaringan lunak, tulang dan otot dengan
mencangkokkan jaringan dari bagian tubuh lain beserta pembuluh darahnya.
Daftar rujukan 21 (1992-2010)
Dengan
rekonstruksi free flap, dapat memberikan perbaikan yang signifikan dari sudut pandang
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor rongga mulut adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
rongga mulut. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada bagian anterior, posterior rongga mulut, dan
tulang rahang. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (maligna) atau jinak (benigna).
Tindakan bedah dibutuhkan untuk mengangkat tumor, agar tumor tidak tumbuh lebih besar dan
bermetastase ke tempat lain yang dapat mengganggu kesehatan, estetis dan fungsi organ.
Tindakan bedah ablative maksilofasial merupakan tindakan operasi yang dilakukan untuk
mengangkat jaringan tumor yang terdapat pada bagian maksilofasial. Hasil dari pemotongan
tumor berakibat kecacatan pada bagian maksilofasial. Kecacatan hasil dari pemotongan berupa
hilangnya bentuk anatomis yang mengakibatkan terganggunya fungsi secara nyata dan estetika
pada bagian maksilofasial.
Kecacatan yang dihasilkan dari tindakan bedah ablative harus ditangani dengan tindakan
bedah rekonstruksi. Tujuan dari rekonstruksi setelah tindakan bedah ablative adalah
penyembuhan luka secara konsisten, membangun bentuk asli dan mengembalikan fungsi yang
telah hilang.
1
Pengembalian fungsi dasar dan tujuan estetika pada cacat maksilofasial dapat dicapai
melalui prosedur rekonstruksi free flap. Rekonstruksi free flap dapat secara simultan
memperbaiki jaringan lunak dan jaringan keras pada bagian maksilofasial yang mengalami
kecacatan. Rekonstruksi free flap merupakan suatu perkembangan dalam bidang bedah
mengalami kecacatan, dengan teknik ini jaringan tubuh yang rusak seperti tulang, otot, kulit atau
kombinasi jaringan dapat ditutup atau diganti dengan jaringan tubuh yang diambil dari bagian
lain.
Bagaimanapun juga, usaha untuk meningkatkan kualitas hidup pasien merupakan tujuan
utama. Oleh karen itu perlu perencanaan dan pertimbangan. Dalam hal ini dituntut keterampilan,
pengetahuan dan pengalaman dokter ahli. 1,2,3
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan hal - hal yang perlu diketahui oleh
seorang dokter gigi berkenaan dengan cara melakukan Rekonstruksi setelah tindakan bedah
ablative dengan teknik rekonstruksi free flap.
Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan dokter gigi dan
mahasiswa kedokteran gigi tentang cara melakukan Rekonstruksi setelah tindakan bedah ablative
dengan teknik rekonstruksi free flap, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan dental
BAB 2
BEDAH ABLATIVE MAKSILOFASIAL
Tumor ganas dapat terjadi pada daerah maksilofasial. Pada umumnya tumor ganas pada
daerah maksilofasial adalah karsinoma sel squamous. Untuk menangani keadaan ini dilakukan
terapi kanker. Terapi kanker terbagi atas bedah, radioterapi, kemoterapi, hormonterapi,
imonoterapi. Ablative termasuk dalam tindakan bedah . Pada bab ini akan dibahas mengenai
defenisi, indikasi, kontraindikasi, dan defek paska bedah pada bedah ablative.
2.1 Definisi Bedah Ablative Maksilofasial
Bedah ablative maksilofasial adalah tindakan bedah yang luas dengan mengangkat tumor
sampai batas bersih, maksudnya dilakukan eksisi yang luas sehingga jaringan sehat sekililing
harus dikorbankan dengan batas aman minimum 1-2 cm. Banyaknya jaringan sehat yang harus
dikorbankan dimaksudkan agar tidak ada jaringan tumor yang tertinggal, karena skuamous
karsinoma jauh menginfiltrasi jaringan lunak dan cepat mengadakan metastase. Bedah ablative
juga dapat dikombinasikan dengan terapi kanker seperti penyinaran atau radiasi untuk
memastikan jaringan bersih sempurna dari tumor ganas. Selain itu apabila sudah terjadi
metastase pada kelenjar limfe, bedah ablative dikombinasikan dengan diseksi leher radikal untuk
Gambar 1. Bedah Ablative. ( K Deepak. Oral cancer. www.mayoclinicproceedings.com)
Gambar 2. Tumor hasil dari pengangkatan dengan bedah ablative. ( K
2.2 Indikasi
Bedah ablative sangat efektif dilakukan pada tumor kecil, tetapi biasanya digunakan pada
tumor yang ukurannya sampai lebih dari 5 cm, pada penderita skuamous sel karsinoma karena
tumor ini sangat jauh menginfiltrasi jaringan lunak dan jaringan keras sehingga dibutuhkan
pembedahan yang luas. 4,12,15
Gambar 3. Kanker dalam rongga mulut indikasi bedah ablative. (K Deepak. Oral cancer.
Gambar 4. Tumor pada dagu atau mandibula yang memiliki ukuran yang besar. (National cancer institute. www.cancer.gov)
2.3 Kontra indikasi
Kontra indikasi untuk bedah ablative adalah kanker stadium IV (empat). Karena pada
kanker stadium IV kanker sudah bermetastase jauh dari tumor primer atau sudah melewati
kelenjar limfe servikal. Selain itu keadaan kelenjar limfe dengan N3 ( sudah besar teraba, ukuran
> 6 cm, dan melekat), karena apabila pengangkatannya tidak sempurna dapat menyebabkan
pertumbuhan yang lebih cepat.
2.4 Defek Paska Bedah 4,15
Defek adalah keadaan kehilangan stuktur normal pembentuk bagian tubuh. Defek ini
terjadi akibat pengangkatan jaringan yang luas pada saat tindakan bedah. Karena anatomi yang
kompleks pada maksilofasial, bedah ablative akan mengakibatkan hilangnya kontuinitas jaringan
(jaringan keras dan jaringan lunak), penurunanan fungsi jaringan dan adanya keterbatasan
Oleh karena itu bedah ablative selalu berkaitan dengan rekonstruksi. Pada kebanyakan
kasus, prinsip ablative dan teknik rekonstruksi tidak dapat dianggap secara terpisah tetapi
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perawatan bedah.
Gambar 5. Defek paska bedah ablative ( R Malika. Case 5: CA
BAB 3
REKONSTRUKSI FREE FLEP
3.1 Definisi
Rekonstruksi free flap adalah tindakan bedah rekonstruksi yang mengkhususkan diri pada
penanganan kecacatan serta defek pada kulit, jaringan lunak, tulang dan otot dengan
mencangkokkan jaringan dari bagian tubuh lain beserta pembuluh darahnya. Tidak seperti graft,
flep berisi pembuluh darah, jaringan, otot, kulit, lemak dan fasia. Kemampuan untuk
mencangkokkan jaringan hidup dari bagian tubuh ke bagian lainnya sangat mempermudah
proses rekonstruksi cacat yang kompleks.
Rekontruksi free flap telah menjadi pilihan utama untuk mengatasi kecacatan yang
kompleks. Banyak keuntungan yang didapat diantaranya cakupan luka stabil, meningkatkan nilai
estetika dan fungsional, dan morbiditas bagian yang didonorkan minimal.
3.2 Indikasi
2,3,5,8,9,10,11
Rekonstruksi free flap saat ini digunakan untuk rekonstruksi cacat kompleks dan
gangguan diseluruh tubuh, seperti semua teknik bedah rekonstruksi, kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip dasar dan konsep rekonstruksi sangat penting. “ Jenjang Rekonstruktif” bahwa semua
ahli bedah didasarkan pada pelaksanaan prosedur sederhana untuk memperbaiki kondisi
tertentu. Meskipun prinsip ini hampir selalu di benarkan, pertimbangan estetis dan fungsional
kadang-kadang harus membuat prosedur menjadi lebih rumit. Pertimbangan ini menjadi nyata
ketika diikuti oleh prosedur ablative kanker, untuk pengembalian fungsi, dan untuk perbaikan
Penggunaan free flap pada rongga mulut, memberikan perbaikan yang signifikan dari
sudut pandang fungsional dan estetik dibandingkan dengan teknik rekonstruksi yang lain. Contoh
penggunaan free flap dalam perbaikan dalam rekonstruksi mandibula memerlukan penggunaan
flep fibula bebas, yang menghasilkan penampilan dan fungsi yang lebih baik dan Penggunan flep
muscle-sparing free transverse rectus abdominis myocutaneos (TRAM) untuk mengatasi defek
yang kompleks di bagian fasial. 9,11
Gambar 6. Tabel jenis dan bagian flep yang digunakan serta fungsinya. (Charles W.
3.3 Kontra Indikasi
Kontraindikasi tentu ada untuk transfer jaringan bebas juga. Kontra indikasi mutlak
adalah ketidakmampuan pasien untuk mentolerir prosedur bedah panjang risiko tinggi
komplikasi atau kematian. Dibetes mellitus yang tidak terkontrol atau yang belum terdiagnosa,
masalah pembesaran pembuluh darah, arterosklerosis, dan penyakit kardiopulmoner. Selain itu
kontraindikasi termasuk komorbiditas pasien seperti pendarahan diatesis dan hiperkoagulopati,
karsinoma metastasis dengan potensi kelangsungan hidup pasien yang terbatas, dan kurangnya
pembekuan darah penerima yang memadai di leher. Mengingat sumber daya yang diperlukan
untuk transfer jaringan bebas, telah menyarankan bahwa teknik ini harus dihindari pada pasien
yang memiliki prognosis buruk.
3.4 Tindakan Prabedah 11
1.
Persiapan prabedah merupakan komponen penting dalam keberhasilan rekonstruksi free
flep. Evaluasi prabedah meliputi analisis dari bagian si penerima, pertimbangan dari ketersediaan
bagian donor dan status klinis pasien. Pemilihan jaringan yang sesuai penting ketika menganalisa
hasil. Faktor spesifik yang ditinjau adalah sebagai berikut :
Analisa bagian penerima dan donor
Faktor yang berhubungan dengan bagian si penerima mencakup ukuran, kedalaman, dan
lokasi yang cacat, kualitas jaringan sekitarnya; terpaparnya stuktur vital atau jaringan keras;
daerah yang cedera; adanya kolonisasi bakteri atau infeksi, radiasi sebelumnya; dan
pertimbangan fungsional dan estetika. Faktor yang berhubungan dengan bagian donor termasuk
jaringan yang cocok; panjang pedikel pembuluh darah; kemampuan pembuluh darah penerima;
pembuluh darah yang pendek memerlukan cangkok vena dan flep dengan komponen tulang yang
dihubungkan dengan tingkat peningkatan kehilangan flep dalam beberapa kasus. Bagian kepala
dan leher memiliki berbagai pilihan pembuluh darah penerima, karena itu diperlukan
pemahaman anatomi secara menyeluruh.
2. Status klinis pasien
3.
Status klinis pasien tergantung pada berbagai faktor yang mungkin juga berpengaruh
pada flep bebas. Ini termasuk usia lanjut, status gizi, penggunaan tembakau, dan adanya penyakit
sistemik ( diabetes mellitus, kardiopulmoner, penyakit pembuluh darah perifer). Status gizi buruk
dapat menghambat penyembuhan luka. Pasien dengan kontrol diabetes mellitus yang buruk dan
penyakit pembuluh darah perifer memerlukan kontrol glukosa yang memadai dan mungkin
memerlukan prosedur revaskularisasi sebelum dilakukan rekonstruksi. Izin pembedahan
diperlukan dari dokter diperlukan untuk pasien dengan beberapa masalah medis.
Donor jaringan
a.
Jaringan donor yang khusus merupakan variabel, dan bagian donor yang dipilih
berdasarkan kebutuhan penerima bagian. Jaringan yang tersedia termasuk otot,
muskuluskutaneus, fasiakutaneus, osteokutaneus, dan flep tulang. Pada umumnya, flep otot
bebas diindikasikan untuk menutupi jaringan lunak tulang dan bahan sintesis dan menghilangkan
ruang mati yang besar.
b.
Inervasi flep otot berguna untuk operasi pengembalian ekspresi wajah dan untuk
rekonstruksi ekstremitas atas.
Flep muskuluskutaneus bebas berguna untuk cacat besar yang membutuhkan
c.
d.
Flep fasiakutaneus memungkinkan tendon meluncur pada ekstremitas dan
memberikan pembentukan yang sangat baik pada kepala dan leher.
e.
Flep oseus dan oseuskutaneus bebas digunakan untuk cacat tulang segmental yang
melibatkan mandibula dan ekstremitas.
Flep adipokutaneus atau perforator sangat berguna untuk me minimalkan morbiditas bagian
donor.
Gambar 7. Daerah donor pada rekonstruksi free flap. (The centre of advanced
Gambar 7. Komposisi Radial Forearm flep. (W Hilko. Reconstructive facial plastic
surgery.2001:125)
4. Pemilihan waktu
5.
Rekonstruksi flep bebas segera lebih banyak dilakukan untuk luka operasi didapat,
terutama yang terdapat struktur vital dan jaringan keras dan sebagai pertimbangan estetika dan
fungsional. Pertimbangan rekonstruksi flep bebas tertunda ketika keadaan pasien tidak stabil.
Pertimbangan lainnya
Faktor lain yang memerlukan pertimbangan termasuk pilihan anestesi dan posisi pasien
untuk operasi. Pilihan anastesi mencakup umum,tulang belakang,atau epidural dan tergantung
pada sifat dan lokasi rekonstruksi. Anastesi umum lebih disukai untuk sebagian besar pasien dan
dapat diberikan melalui rute oral, hidung,atau trakea.
1. Brachial arteri
2. Radial arteri
3. Otot pronator teres
4. Otot flexor carpi
radialis
5. Otot brakioradialis
6. Flep
7. Otot pollicis longus
8. Deep fasia
9. Nervus antebrakial
cutaneus
3.5 Tindakan Bedah
Bagian operasi dari rekonstruksi flep bebas mutlak membutuhkan perhatian secara detail.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang sukses. Ini termasuk
penggunaan obat yang tepat, peralatan dan instrumen yang benar, masalah anastomosis, dan
insetting flep .
1. 3
Obat Intraoperasi
2.
Diperlukan obat antibiotik intravena, larutan antibiotik untuk irigasi luka, heparin
intravena diberikan 5 menit sebelum dilakukan rekonstruksi flep bebas, topikal papaverine irigasi
30 mg/cc untuk vasodilatasi dan perfusi . Obat lain yang digunakan adalah Dexametason untuk
mengurangi edema dan pembengkakan.
Anastomosis
Berbagai faktor terkait dengan anastomosis. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan
anastomosis termasuk radiasi, bekas luka, dan infeksi. Prinsip dasar prosedur anastomosis:
a.
9,11
Menyiapkan dan memeriksa instrument mikro dan mikroskop untuk memastikan
Gambar 8. Instrumen Anastomosis. ( W Hilko. Reconstructive
facial plastic surgery.2001:128)
b.
c.
Diameter arteri dan vena baik untuk daerah donor dan resipien harus 1-3 mm untuk
memungkinkan aliran masuk dan keluar yang cukup.
Pembuluh darah harus bebas dari semua adventitia longgar, dan pendekatan vaskular
d.
e.
Anastomosis baik dengan menggunakan coupler vascular atau menjahit dengan
tangan. Coupler lebih banyak digunakan terutama untuk anastomosis vena dalam
meningkatkan patensi dan mengurangi waktu operasi.
Anastomosis dijahit dengan menggunakan benang jahit nilon 8-0, 9-0, atau 10-0 yang
dilakukan dengan metode interrupted. Secara umum, anastomosis pembuluh darah
yang besar (2-3 mm) dengan benang 8-0 atau 9-0 dan pembuluh darah yang lebih
kecil (1-2 mm) dengan benang 9-0 atau 10-0.
Gambar 9. Penjahitan anastomosis. (W Hilko. Reconstructive facial
plastic surgery.2001:132)
f. Tindakan operasi ini dilakukan dibawah mikroskop atau kaca pembesar operasi
g. Waktu iskemia
h. Setelah penyelesaian anastomosis, flep harus dengan benar disisipkan. Periksa
pedikel pembuluh darah dengan Klinks, diputar, kompresi, dan untuk memastikan
bahwa tidak ada ketegangan sepanjang anastomosis. Periksa bagian distal flep untuk
perdarahan arteri dan vena. Gunakan unit Doppler untuk menilai aliran arteri dan
vena melalui pedikel pembuluh darah untuk memastikan dengan dengan baik,
tentunya aliran nontwisting sebelum menyelesaikan penjahitan akhir flep, terutama
jika posisi pasien telah berubah.
flep yang ditoleransi tergantung pada komposisi dari jaringan yang
ditransfer. Secara umum, flep perforator mentolelir waktu yang lama untuk terjadinya
iskemia karena tidak ada otot yang terlibat. Waktu iskemia diatas 4 jam untuk flep
perforator dapat ditoleransi dengan baik. Flep muskuluskutaneus, disisi lain, tidak
mentolelir waktu iskemia yang berkepanjangan karena kebutuhan metabolik otot.
Secara umum, 2-3 jam iskemia adalah waktu maksimum yang ditoleransi.
i. Tempatkan sebuah penghisap untuk menghisap darah dari pembuluh darah dan jahit
flep pada posisinya.
3.6 Tindakan Paska Bedah
Keberhasilan flep bebas bergantung pada pemeliharaan aliran darah pada bagian
anastosmosis arteri dan vena resipien. Penggunaan obat paska operasi sangat diperlukan untuk
mengatasi terjadinya thrombosis, hiperkoagulasi, dan injuri pembuluh darah pada anastomosis.
Ada tiga pilihan obat yang dianjurkan yaitu heparin, dekstran, dan aspirin. Pada umumnya
digunakan aspirin dengan dosis 1.4 mg/kg selama 2 minggu. Setelah itu barulah dilakukan
pemantauan pasca operasi.
Teknik untuk memantau flep bebas tergantung pada komposisi jaringan dan lokasi flep.
Teknik pemantauan khusus mencakup evaluasi warna, isi ulang kapiler, turgor, suhu permukaan,
adanya perdarahan, perlekatan skin graft, dan penilaian pendengaran aliran darah. Penggunaan
teknik ini tergantung apakah flep memiliki komponen fasiakutaneus, ditutup dengan cangkok
kulit, atau dibenamkan dan tidak dapat diakses dengan penilaian visual.
1. Karateristik Permukaan
Untuk flep fasiakutaneus, adipokutaneus, muskuluskutaneus, dan osteokutaneus,
karateristik permukaan adalah penting. Flep warna normal adalah sama dengan daerah penerima.
Peredaran darah normal kapiler adalah setelah 1-2 detik. Suhu permukaan flep dapat dimonitor
dengan menggunakan pita perekat (untuk nomor akurat) atau punggung tangan (untuk
memberikan penilaian komparatif dengan kulit sekitarnya). Permasalahan pada aliran masuk
arteri kemungkinan saat flep padat, edema, dan ketika peredaran darah kapiler cepat dan laju.
Warna dan tampilan flep padat dapat bervariasi tergantung pada apakah penyumbatan ringan
atau berat dan berkisar dari rona merah muda menonjol ke warna ungu tua kebiruan.
Penilaian permukaan dengan Doppler untuk flep dengan komponen fasiakutaneus dapat
menghasilkan hasil positif palsu dengan mengambil sinyal dari sekitar atau pembuluh darah arah
dalam. Karateristik darah dari penusukan peniti flep berikut juga dapat memberikan petunjuk.
Darah vena yang hitam menunjukkan terjadinya oklusi vena, dan tidak adanya perdarahan
menunjukkan terjadinya oklusi arteri.
2. Flep Otot dengan Cangkok Kulit
Flep otot dengan cangkok kulit sering lebih mudah untuk dipantau. Suhu permukaan dan
kulit yang dicangkok, dan sinyal Doppler masih digunakan. Tanda-tanda obstruksi vena
termasuk flep kongesti dan edema, darah berwarna gelap pada cocokan peniti, dan hilangnya
sinyal Doppler vena. Tanda-tanda oklusi arteri termasuk flep datar dan pucat, perlekatan kulit
yang dicangkok dengan flep buruk, tidak ada perdarahan di cocokan peniti, dan hilangnya sinyal
arteri.
3. Flep yang Dalam atau Terbenam
Flep yang paling sulit untuk dimonitor adalah flep yang dalam atau terbenam (misalnya,
fibula flep tanpa kulit pendukung). Sinyal permukaan Doppler sering tidak dapat diandalkan.
Dalam situasi ini, penempatan probe Doppler implan sementara berdekatan dengan arteri dan
vena pada saat operasi dilakukan.
3.7 Komplikasi 18
Komplikasi yang terjadi pada donor diantaranya:
Secara umum komplikasi yang mungkin terjadi adalah peradangan, perdarahan, udema,
bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa, kegagalan flep, dan kurangnya
mobilitas pada area rekonstruksi dan disertai timbunan saliva maupun sisa-sisa makanan dalam
perawatan.
1.
17
Hematom
Biasanya komplikasi yang umum dijumpai adalah berupa hematom paska bedah setelah
diambilnya jaringan. Keadaan ini dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi keadaan ini dapat
berlanjut menjadi infeksi. Apabila terjadi komplikasi seperti ini maka pengobatan dapat
dilakukan dengan perawatan lokal seperti irigasi, debridement dan pemberian obat-obatan
2. Hiperestesia kulit
3.
Komplikasi ini dapat terjadi dengan adanya peningkatan kepekaan kulit terhadap
rangsangan, terutama terhadap sentuhan.
Hipersensitivitas kulit dihubungkan dengan reaksi penolakan
Komplikasi yang terjadi pada resipien diantaranya:
Komplikasi ini terjadi apabila terdapat keadaan perubahan reaktifitas dimana tubuh
bereaksi dengan respon imun secara berlebihan terhadap benda asing sehingga mengakibatkan
hipersensitivitas kulit terhadap substansi kimia yang bersifat antigen.
1. Infeksi
2.
Komplikasi yang paling sering dijumpai pada bagian penerima adalah infeksi. Perawatan
dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis antimikroba selama pembedahan dan 24 jam
setelah operasi. Jika infeksi tidak dapat dirawat dengan antimikroba dosis tinggi, maka dapat
dilakukan drainase.
Deformitas yang berulang
3.
Komplikasi ini dapat terjadi karena rencana yang kurang baik, teknik bedah yang buruk
atau infeksi yang meluas yang menyebabkan kehilangan tulang.
Kerusakan nervus
Sebelum melakukan tindakan operasi sebaiknya diperiksa keadaan nervus trigeminus dan
nervus fasial. Nervus fasial dapat terluka karena teknik pemotongan yang salah dimana terjadi
pembengkakan dan edema. Terdapat beberapa pasien yang mengalami kehilangan sensori
4. Luka berlubang (dehiscence)
5.
Komplikasi ini berupa perforasi intra oral yang juga dapat terjadi walaupun diseksi
dilakukan secara hati-hati karena sulit menentukan kedalaman dataran untuk tempat cangkok
yang akurat. Daerah tersebut harus diirigasi dengan cairan antiseptik atau antimikroba dan
dilapisi dengan kain kasa untuk proteksi.
Hematom
6.
Daerah hematom dapat berperan sebagai media kultur yang baik bagi bakteri akibat
kontaminasi pada waktu pembedahan. Bila terjadi hematom yang besar makadapat dibuat
drainase untuk mencegah terjadinya penumpukan cairan kembali, kemudian dilakukan irigasi
dengan larutan saline atau larutan antibakteri apabila dijumpai pus.
Rasa sakit paska bedah
Komplikasi ini biasanya terjadi dimana diperoleh tanda atau gejala rasa sakit berupa nyeri
setelah dilakukan pembedahan.
Seperti operasi apapun, ada komplikasi dan resiko seperti pendarahan, infeksi, atau reaksi
merugikan. Untuk menanggulangi itu dokter akan memberikan resep atau obat untuk
menghilangkan komplikasi maupun rasa nyeri yang ditimbulkan. Penting untuk menjaga perban
tetap bersih dan kering. Waktu pemulihan berkisar satu sampai tiga bulan. Tidak diperkenankan
melakukan angkat berat atau mengedan selama masa pemulihan karena dapat merusak stuktur.
Bekas luka akan memudar dari waktu ke waktu, dapat memakan waktu hingga dua tahun untuk
BAB 4
KESIMPULAN
Penanganan tumor dengan bedah ablative didaerah maksilofasial yang melibatkan
jaringan lunak, jaringan keras dan kelenjar pada umumnya tidak dipertahankan. Karna untuk
menghilangkan tumor dibutukan pengangkatan jaringan sekitar agar tumor tidak tertinggal.
Karena anatomi yang kompleks pada maksilofasial, bedah ablative memberikan defek yang luas
paska operasi. Defek berupa hilangnya kontuinitas jaringan, penurunan fungsi dan aktivitas
jaringan seperti pengucapan, penelanan, dan pengunyahan.
Oleh sebab itu tindakan bedah ablative tidak terpisahkan dari bedah rekonstruksi. Usaha
rekonstruksi yang dilakukan untuk menangani defek akibat tidakan bedah ini adalah rekonstruksi
free flep. Dengan rekonstruksi free flep bagian yang kekurangan jaringan dapat dicangkok dari
bagian tubuh lain baik itu berupa tulang, lemak, otot, kulit, maupun kombinasi jaringan dengan
cara menyambungkan pembuluh darah. Dengan rekonstruksi free flep, estetik dan fungsi jaringan
dapat dikembalikan sekaligus. Keadaan jaringan setelah rekonstruksi memiliki stabilitas yang
baik.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan kerjasama yang baik antara tim
dokter dengan pasien. Dalam melakukan kontrol setiap hari setelah operasi, dokter yang
bersangkutan harus mengawasi perkembangan pasien sebagai rencana perawatan yang
berlangsung lama untuk penyembuhan.
Disamping itu, juga diperlukan penyampaian informasi tentang komplikasi paska
rekonstruksi free flep kepada keluarga pasien yang mungkin dapat terjadi dalam proses
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam hal penulisan ini. Oleh
karena itu diharapkan adanya suatu pembahasan lain yang lebih baik mengenai topik ini. Namun
demikian, diharapkan tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. Samman N, Cheung LK, Tideman H. Surgical reconstruction of the jaws after ablative
surgery. HKMJ 1996 ; 2 : 466-69.
2. Ip WY, Chow SP. Microvascular free flaps for reconstruction. HKMJ 1994 ; 46.
3. Cheung WY, Ho CM, Yip AWC. Microvascular free flap reconstruction: the Kwong
Wah Hospital experience. HKMJ 1998; 4: 275-8.
4. Booth WP, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd
5. Keith DA. Atlas of oral and maxillofacial surgey. Philadelpia: W.B Saunders Company,
1992: 132-138
edition,volume 1.
Churcill Livingstone: Elseiver Ltd,2007: 420-546.
6. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of surgery.
18th
7. Valey JG, Howes DG, Pitts KD, McAlpine JA. A protocol for maxillary reconstruction
following oncology resection zygomatic implant. Int J Prostodont 2007; 20: 521-31.
edition. Saunders: Elseiver Ltd,2008: 840-845
8. H Weerda. Reconstructive facial plastic surgery. New York : Thieme, 2001 : 125-136.
9. Nahabedian MY. Flaps,free tissue transfer. <http://www.medscape.com>.
10.Hollier LH. Free flep reconstruction. 2010. <http
://www.debakeydepartementofsurgery.org/home/content.cfm> (23 Aug.2010).
11.Ciocca L, Scotti R. Residual facial disfigurement after ablative surgery of a lachrymal
gland. Int J Cancer 2004; 41: 85-88.
12.Ramkarasignh J. Ablation surgery for varicose veins. 2003. <http://www.livestrong.com>
13.Fernandes R, Ord R. Access surgery for oral cancer. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am
2006; 18 : 565-71.
14.Riden K. Key topics in oral and maxillofacial surgery. UK : BIOS Scientific Publishers
Limited, 1998 : 52-57.
15.Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. Principles and practice of head and neck
oncology. UK : Martin Dunitz, 2003 : 177-79.
16.E Ramon, F Michael. Lip cancer. Head and neck surgery otolaryngology. 4th
17.K Deepak. Oral cancer. Mayo clinic proceedings. 2007. <http://
www.mayoclinicproceedings.com>.
edition.
2006 : 110.
18.Y Masashi, H Kazuki, U Narikazu, M Yasuyuki, I Junichi. Complications and outcome of
free flep transfer for oral and maxillofacial reconstruction:Analysis of 213 cases. Oral
science International, May, 2005: 46-54.
19.Devine JC, Rogers SN, McNally D, brown JS, Vaughan ED. A comparison of
asethetic,functional and patient subjective outcomes following lip-split mandibulotomy and mandibular lingual releasing access procedures. Int. J. Oral maxillofac. Surg 2001;
30 : 199-204.
20.R Sjamsuhidajat, W dejong. Buku ajar ilmu bedah. 2th
21.D G Sukardja. Onkologi klinik. 2
edition. Jakarta: EGC, 2002:157.
nd
edition. Surabaya : Airlangga University Press, 2000: