• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan flep bebas bergantung pada pemeliharaan aliran darah pada bagian anastosmosis arteri dan vena resipien. Penggunaan obat paska operasi sangat diperlukan untuk mengatasi terjadinya thrombosis, hiperkoagulasi, dan injuri pembuluh darah pada anastomosis. Ada tiga pilihan obat yang dianjurkan yaitu heparin, dekstran, dan aspirin. Pada umumnya digunakan aspirin dengan dosis 1.4 mg/kg selama 2 minggu. Setelah itu barulah dilakukan pemantauan pasca operasi.

Teknik untuk memantau flep bebas tergantung pada komposisi jaringan dan lokasi flep. Teknik pemantauan khusus mencakup evaluasi warna, isi ulang kapiler, turgor, suhu permukaan, adanya perdarahan, perlekatan skin graft, dan penilaian pendengaran aliran darah. Penggunaan teknik ini tergantung apakah flep memiliki komponen fasiakutaneus, ditutup dengan cangkok kulit, atau dibenamkan dan tidak dapat diakses dengan penilaian visual.

1. Karateristik Permukaan

Untuk flep fasiakutaneus, adipokutaneus, muskuluskutaneus, dan osteokutaneus, karateristik permukaan adalah penting. Flep warna normal adalah sama dengan daerah penerima. Peredaran darah normal kapiler adalah setelah 1-2 detik. Suhu permukaan flep dapat dimonitor dengan menggunakan pita perekat (untuk nomor akurat) atau punggung tangan (untuk memberikan penilaian komparatif dengan kulit sekitarnya). Permasalahan pada aliran masuk arteri kemungkinan saat flep padat, edema, dan ketika peredaran darah kapiler cepat dan laju. Warna dan tampilan flep padat dapat bervariasi tergantung pada apakah penyumbatan ringan atau berat dan berkisar dari rona merah muda menonjol ke warna ungu tua kebiruan.

Penilaian permukaan dengan Doppler untuk flep dengan komponen fasiakutaneus dapat menghasilkan hasil positif palsu dengan mengambil sinyal dari sekitar atau pembuluh darah arah dalam. Karateristik darah dari penusukan peniti flep berikut juga dapat memberikan petunjuk. Darah vena yang hitam menunjukkan terjadinya oklusi vena, dan tidak adanya perdarahan menunjukkan terjadinya oklusi arteri.

2. Flep Otot dengan Cangkok Kulit

Flep otot dengan cangkok kulit sering lebih mudah untuk dipantau. Suhu permukaan dan isi ulang kapiler umumnya tidak digunakan dalam situasi ini, namun, warna, turgor, perlekatan

kulit yang dicangkok, dan sinyal Doppler masih digunakan. Tanda-tanda obstruksi vena termasuk flep kongesti dan edema, darah berwarna gelap pada cocokan peniti, dan hilangnya sinyal Doppler vena. Tanda-tanda oklusi arteri termasuk flep datar dan pucat, perlekatan kulit yang dicangkok dengan flep buruk, tidak ada perdarahan di cocokan peniti, dan hilangnya sinyal arteri.

3. Flep yang Dalam atau Terbenam

Flep yang paling sulit untuk dimonitor adalah flep yang dalam atau terbenam (misalnya, fibula flep tanpa kulit pendukung). Sinyal permukaan Doppler sering tidak dapat diandalkan. Dalam situasi ini, penempatan probe Doppler implan sementara berdekatan dengan arteri dan vena pada saat operasi dilakukan.

3.7 Komplikasi 18

Komplikasi yang terjadi pada donor diantaranya:

Secara umum komplikasi yang mungkin terjadi adalah peradangan, perdarahan, udema, bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa, kegagalan flep, dan kurangnya mobilitas pada area rekonstruksi dan disertai timbunan saliva maupun sisa-sisa makanan dalam perawatan.

1.

17

Hematom

Biasanya komplikasi yang umum dijumpai adalah berupa hematom paska bedah setelah diambilnya jaringan. Keadaan ini dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi keadaan ini dapat berlanjut menjadi infeksi. Apabila terjadi komplikasi seperti ini maka pengobatan dapat dilakukan dengan perawatan lokal seperti irigasi, debridement dan pemberian obat-obatan antibiotika yang tepat.

2. Hiperestesia kulit

3.

Komplikasi ini dapat terjadi dengan adanya peningkatan kepekaan kulit terhadap rangsangan, terutama terhadap sentuhan.

Hipersensitivitas kulit dihubungkan dengan reaksi penolakan

Komplikasi yang terjadi pada resipien diantaranya:

Komplikasi ini terjadi apabila terdapat keadaan perubahan reaktifitas dimana tubuh bereaksi dengan respon imun secara berlebihan terhadap benda asing sehingga mengakibatkan hipersensitivitas kulit terhadap substansi kimia yang bersifat antigen.

1. Infeksi

2.

Komplikasi yang paling sering dijumpai pada bagian penerima adalah infeksi. Perawatan dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis antimikroba selama pembedahan dan 24 jam setelah operasi. Jika infeksi tidak dapat dirawat dengan antimikroba dosis tinggi, maka dapat dilakukan drainase.

Deformitas yang berulang

3.

Komplikasi ini dapat terjadi karena rencana yang kurang baik, teknik bedah yang buruk atau infeksi yang meluas yang menyebabkan kehilangan tulang.

Kerusakan nervus

Sebelum melakukan tindakan operasi sebaiknya diperiksa keadaan nervus trigeminus dan nervus fasial. Nervus fasial dapat terluka karena teknik pemotongan yang salah dimana terjadi pembengkakan dan edema. Terdapat beberapa pasien yang mengalami kehilangan sensori permanen.

4. Luka berlubang (dehiscence)

5.

Komplikasi ini berupa perforasi intra oral yang juga dapat terjadi walaupun diseksi dilakukan secara hati-hati karena sulit menentukan kedalaman dataran untuk tempat cangkok yang akurat. Daerah tersebut harus diirigasi dengan cairan antiseptik atau antimikroba dan dilapisi dengan kain kasa untuk proteksi.

Hematom

6.

Daerah hematom dapat berperan sebagai media kultur yang baik bagi bakteri akibat kontaminasi pada waktu pembedahan. Bila terjadi hematom yang besar makadapat dibuat drainase untuk mencegah terjadinya penumpukan cairan kembali, kemudian dilakukan irigasi dengan larutan saline atau larutan antibakteri apabila dijumpai pus.

Rasa sakit paska bedah

Komplikasi ini biasanya terjadi dimana diperoleh tanda atau gejala rasa sakit berupa nyeri setelah dilakukan pembedahan.

Seperti operasi apapun, ada komplikasi dan resiko seperti pendarahan, infeksi, atau reaksi merugikan. Untuk menanggulangi itu dokter akan memberikan resep atau obat untuk menghilangkan komplikasi maupun rasa nyeri yang ditimbulkan. Penting untuk menjaga perban tetap bersih dan kering. Waktu pemulihan berkisar satu sampai tiga bulan. Tidak diperkenankan melakukan angkat berat atau mengedan selama masa pemulihan karena dapat merusak stuktur. Bekas luka akan memudar dari waktu ke waktu, dapat memakan waktu hingga dua tahun untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB 4 KESIMPULAN

Penanganan tumor dengan bedah ablative didaerah maksilofasial yang melibatkan jaringan lunak, jaringan keras dan kelenjar pada umumnya tidak dipertahankan. Karna untuk menghilangkan tumor dibutukan pengangkatan jaringan sekitar agar tumor tidak tertinggal. Karena anatomi yang kompleks pada maksilofasial, bedah ablative memberikan defek yang luas paska operasi. Defek berupa hilangnya kontuinitas jaringan, penurunan fungsi dan aktivitas jaringan seperti pengucapan, penelanan, dan pengunyahan.

Oleh sebab itu tindakan bedah ablative tidak terpisahkan dari bedah rekonstruksi. Usaha rekonstruksi yang dilakukan untuk menangani defek akibat tidakan bedah ini adalah rekonstruksi

free flep. Dengan rekonstruksi free flep bagian yang kekurangan jaringan dapat dicangkok dari

bagian tubuh lain baik itu berupa tulang, lemak, otot, kulit, maupun kombinasi jaringan dengan cara menyambungkan pembuluh darah. Dengan rekonstruksi free flep, estetik dan fungsi jaringan dapat dikembalikan sekaligus. Keadaan jaringan setelah rekonstruksi memiliki stabilitas yang baik.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan kerjasama yang baik antara tim dokter dengan pasien. Dalam melakukan kontrol setiap hari setelah operasi, dokter yang bersangkutan harus mengawasi perkembangan pasien sebagai rencana perawatan yang berlangsung lama untuk penyembuhan.

Disamping itu, juga diperlukan penyampaian informasi tentang komplikasi paska rekonstruksi free flep kepada keluarga pasien yang mungkin dapat terjadi dalam proses perawatan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam hal penulisan ini. Oleh karena itu diharapkan adanya suatu pembahasan lain yang lebih baik mengenai topik ini. Namun demikian, diharapkan tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam perkembangan ilmu bedah mulut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Samman N, Cheung LK, Tideman H. Surgical reconstruction of the jaws after ablative

surgery. HKMJ 1996 ; 2 : 466-69.

2. Ip WY, Chow SP. Microvascular free flaps for reconstruction. HKMJ 1994 ; 46.

3. Cheung WY, Ho CM, Yip AWC. Microvascular free flap reconstruction: the Kwong

Wah Hospital experience. HKMJ 1998; 4: 275-8.

4. Booth WP, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd

5. Keith DA. Atlas of oral and maxillofacial surgey. Philadelpia: W.B Saunders Company, 1992: 132-138

edition,volume 1. Churcill Livingstone: Elseiver Ltd,2007: 420-546.

6. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of surgery. 18th

7. Valey JG, Howes DG, Pitts KD, McAlpine JA. A protocol for maxillary reconstruction

following oncology resection zygomatic implant. Int J Prostodont 2007; 20: 521-31.

edition. Saunders: Elseiver Ltd,2008: 840-845

8. H Weerda. Reconstructive facial plastic surgery. New York : Thieme, 2001 : 125-136. 9. Nahabedian MY. Flaps,free tissue transfer. <http://www.medscape.com>.

10.Hollier LH. Free flep reconstruction. 2010. <http

://www.debakeydepartementofsurgery.org/home/content.cfm> (23 Aug.2010).

11.Ciocca L, Scotti R. Residual facial disfigurement after ablative surgery of a lachrymal

gland. Int J Cancer 2004; 41: 85-88.

12.Ramkarasignh J. Ablation surgery for varicose veins. 2003. <http://www.livestrong.com> ( 2 maret 2011).

13.Fernandes R, Ord R. Access surgery for oral cancer. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 2006; 18 : 565-71.

14.Riden K. Key topics in oral and maxillofacial surgery. UK : BIOS Scientific Publishers Limited, 1998 : 52-57.

15.Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. Principles and practice of head and neck

oncology. UK : Martin Dunitz, 2003 : 177-79.

16.E Ramon, F Michael. Lip cancer. Head and neck surgery otolaryngology. 4th

17.K Deepak. Oral cancer. Mayo clinic proceedings. 2007. <http:// www.mayoclinicproceedings.com>.

edition. 2006 : 110.

18.Y Masashi, H Kazuki, U Narikazu, M Yasuyuki, I Junichi. Complications and outcome of

free flep transfer for oral and maxillofacial reconstruction:Analysis of 213 cases. Oral

science International, May, 2005: 46-54.

19.Devine JC, Rogers SN, McNally D, brown JS, Vaughan ED. A comparison of

asethetic,functional and patient subjective outcomes following lip-split mandibulotomy and mandibular lingual releasing access procedures. Int. J. Oral maxillofac. Surg 2001;

30 : 199-204.

20.R Sjamsuhidajat, W dejong. Buku ajar ilmu bedah. 2th 21.D G Sukardja. Onkologi klinik. 2

edition. Jakarta: EGC, 2002:157. nd

edition. Surabaya : Airlangga University Press, 2000: 256-9.

Dokumen terkait