• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Jasa Lingkungan Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dalam Penyimpanan Karbon di PT. Toba Pulp Lestari (TPL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Jasa Lingkungan Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dalam Penyimpanan Karbon di PT. Toba Pulp Lestari (TPL)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS

(

Eucalyptus hybrid

)

DALAM PENYIMPANAN KARBON

DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

SKRIPSI

Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

Tandana Sakono Bintang. Potensi Jasa Lingkungan Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dalam Penyimpanan Karbon di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) . Dibimbing oleh Siti latifah, S.Hut, M.Si, P.hD. dan Pindi Patana, S.Hut., M.Sc.

Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi karbon di atmosfer melalui fungsi fisiologisnya. Hutan menyerap karbon selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam bentuk biomassa tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model alometrik tegakan Eucalyptus hybrid

dan untuk menduga simpanan karbonnya. Model alometrik terpilih yaitu Y = 1483.5x.x0,88 sebagai model umum. Sedangkan model khusus alometrik terpilih adalah Y = 2388,31/(1 – 0,15x) untuk kelas umur satu tahun, Y = 1/(17,91.10-5– 61,36.10-6logx) untuk kelas umur dua tahun dan Y = 159029,92.exp(-18,12/x) untuk kelas umur tiga tahun.

Model umum menghasilkan dugaan simpanan karbon dan serapan karbon secara berurutan adalah 3,52 ton/ha umur satu tahun, 14,36 ton/ha umur dua tahun dan 18,18 ton umur tiga tahun. Sedangkan model khusus menghasilkan dugaan simpanan karbon sebesar 3,90 ton/ha umur satu tahun, 15,18 ton/ha umur dua tahun dan 15,53 ton/ha umur tiga tahun.

(3)

ABSTRACT

Tandana Sakono Bintang. Eucalyptus (Eucalyptus hybrid) Evironmental Potention in Carbon Absorbing on PT. Toba Pulp Lestari (TPL) . Guided by Siti latifah, S.Hut, M.Si, P.hD. and Pindi Patana, S.Hut., M.Sc.

Forest productivity describes about forest capabilities on reducing carbon emissions in the atmosphere through its physiological function. Forests absorb carbon during photosynthesis process and keep it as organic materials in plant biomass form. The research purpose is to make Eucalyptus hybrid allometric model and estimate its carbon potention. Chosen allometric model is Y = 1483.5x.x0,88 as common and spesific allometric models are Y = 2388,31/(1 – 0,15x) for one year,Y = 1/(17,91.10-5–61,36.10-6logx) for two years and Y = 159029,92.exp(-18,12/x) for three years.

Common models estimate carbon stock in series 3,52 ton/ha for one year,14,36 ton/ha for two years and 18,18 ton/ha for three years.

Spesific models are estimating carbon stock 3,90 ton/ha for one year, 15,18 ton/hafor two yearsand 15,53 ton/ha for three years.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 24

Oktober 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Imran Bintang, S.IP dan Ibu Yunizar, SH. Pada tahun 2007 penulis lulus

dari SMA Swasta An-Nizam Medan dan tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Jasa Lingkungan Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dalam Penyimpanan Karbon di PT. Toba Pulp Lestari (TPL)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan semangat serta mendukung penulis untuk doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing Siti latifah, S.Hut, M.Si, P.hD. dan anggota komisi pembimbing Pindi Patana, S.Hut., M.Sc. yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT. Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk., Rainforest Coffee, Wienda, Harry, Taufik, Ricky, Arif, Chintya, Moehar dan teman-teman

lainnya yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para pemerhati lingkungan.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

Pembangunan Hutan Tanaman Industri ... 6

Klasifikasi Ilmiah Eukaliptus ... 9

Pemanasan Global... 12

Dampak Pemanasan Global... 15

Karbon Hutan ... 16

Jasa Lingkungan Hutan Sebagai Penyerap Karbon ... 18

Model Alometrik ... 20

Hasil Penelitian Karbon Beberapa Jenis Tanaman ... 23

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 25

Kondisi UmumSektor Aek Nauli ... 26

METODE PENELITIAN ... 27

Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Bahan dan Alat Penelitian ... 27

Metode Penelitian Jenis data ... 28

Penentuan petak ukur ... 28

Pemanenan biomassa ... 29

(7)

Korelasi tinggi dan diameter ... 32

Biomassa batang ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

Deskripsi Data ... 36

Tingkat Korelasi Tinggi Total dan Diameter ... 38

Model-Model Penduga Biomassa Tanaman Eucalyptus hybrid ... 38

Simpanan Karbon Eucalyptus hybrid ... 67

Pendekatan Biomassa Akar Tanaman Eucalyptus hybrid ... 73

Jasa Lingkungan Serapan Karbon Tegakan Eucalyptus hybrid ... 75

KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

Kesimpulan ... 80

Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kawasan Hutan dan Deforestasi, 1985-1997

(Perkiraan PI/Bank Dunia) ... 4

2. Kawasan Hutan dan Deforestasi, 1985-1997 (Perkiraan GFW). .... 5

3. Laju Deforestasi Indonesia Tahun 2000-2010 ... 6

4. Tabel Indeks Potensi Gas Rumah Kaca pada Pemanasan Global ... 14

5. Biomassa di atas permukaan tanah pada tanaman Eucalyptus urophylla ... 23

6. Proporsi bobot rata-rata pada bagian pohon sengon ... 23

7. Distribusi biomassa menurut bagian-bagian pohon mangium ... 24

8. Model penduga biomassa untuk berbagai kriteria dan jenis pohon 24

9. Penyebaran plot ukur penelitian berdasarkan umur ... 36

10. Diameter dan tinggi total pohon contoh ... 38

11. Hasil pengamatan sampel kayu di laboratorium ... 40

12. Model umum pendugaan biomassa satu variabel (diameter) ... 41

13. Model umum pendugaan biomassa dua variabel (diameter dan tinggi total)... 44

14. Model umum pendugaan biomassa tiga variabel (diameter, tinggi total dan luas tajuk) ... 46

15. Model khusus pendugaan biomassa satu variabel umur satu tahun (diameter) ... 49

16. Model khusus pendugaan biomassa dua variabel umur satu tahun (diameter dan tinggi total) ... 51

17. Model khusus pendugaan biomassa tiga variabel umur satu tahun (diameter, tinggi total dan luas tajuk) ... 53

18. Model khusus pendugaan biomassa satu variabel umur dua tahun (diameter) ... 55

(9)

20. Model khusus pendugaan biomassa tiga variabel

umur dua tahun (diameter, tinggi total dan luas tajuk)... 60 21. Model khusus pendugaan biomassa satu variabel

umur tiga tahun (diameter) ... 62 22. Model khusus pendugaan biomassa dua variabel

umur tiga tahun (diameter dan tinggi total) ... 64 23. Model khusus pendugaan biomassa tiga variabel

umur tiga tahun (diameter, tinggi total dan luas tajuk) ... 66 24. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model umum satu variabel (diameter) ... 68 25. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model umum dua variabel (diameter dan tinggi total) ... 69 26. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model umum tiga variabel (diameter, tinggi total dan luas tajuk) .. 69 27. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model khusus satu variabel (diameter) ... 70 28. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model khusus dua variabel (diameter dan tinggi total) ... 71 29. Pendugaan simpanan karbon Eucalyptus hybrid

model khusus tiga variabel (diameter, tinggi total dan luas tajuk) . 72 30. Persamaan alometrik penduga biomassa akar Eukaliptus ... 74 31. Pendugaan simpanan karbon bagian akar

tanaman Eucalyptus hybrid ... 74 32. Serapan senyawa CO2 dengan menggunakan

model umum terpilih ... 77 33. Serapan senyawa CO2 dengan menggunakan

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Petak pengukuran biomassa ... 29 2. Diagram alir kegiatan penelitian ... 30 3. Areal petak ukur kelas umur (a) 1 tahun (b) 2 tahun (c) 3 tahun .... 37 4. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model umum satu variabel ... 43 5. Tampilan uji keaditifan model umum satu variabel ... 43 6. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model umum dua variabel ... 45 7. Tampilan uji keaditifan model umum dua variabel... 45 8. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model umum tiga variabel ... 47 9. Tampilan uji keaditifan model umum tiga variabel ... 47 10. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik biomassa

model khusus umur satu tahun satu variabel ... 50 11. Tampilan uji keaditifan model umum umur satu tahun satu variabel 51 12. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model khusus umur satu tahun dua variabel ... 53 13. Tampilan uji keaditifan model khusus umur satu tahun dua variabel 53 14. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model khusus umur satu tahun tiga variabel... 55 15. Tampilan uji keaditifan model khusus umur satu tahun

tiga variabel ... 55 16. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

Biomassa model khusus dua tahun satu variabel ... 56 17. Tampilan uji keaditifan model khusus umur dua tahun satu variabel 57 18. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

(11)

20. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model khusus umur dua tahun tiga variabel ... 61 21. Tampilan uji keaditifan model khusus umur dua tahun tiga variabel 61 22. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan

alometrik biomassa model khusus tiga tahun satu variabel ... 62 23. Tampilan uji keaditifan model khusus umur tiga tahun

satu variabel ... 63 24. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model khusus tiga tahun dua variabel ... 65 25. Tampilan uji keaditifan model khusus tiga tahun dua variabel ... 65 26. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik

biomassa model khusus umur dua tahun tiga variabel ... 67 27. Tampilan uji keaditifan model khusus umur dua tahun tiga variabel 67 28. Kegiatan lapangan

(a) pengukuran diameter (b) pengukuran tinggi

(c) pemanenan pohon (d) pemisahan bagian-bagian pohon

(e) pengambilan sampe uji ... 103 29. Sampel uji (a) daun (b) batang (c) cabang dan ranting... 104 30. Kegiatan laboratorium

(a) penimbangan berat basah

(b) penyortiran sampel uji sebelum pengovenan (c) pengovenan (d) penyortiran sampel uji setelah pengovenan

(e) penimbangan berat kering ... 104 31. Sampel uji

(a) cabang umur 1 tahun (b) cabang umur 2 tahun (c) cabang umur 3 tahun (d) ranting umur 1 tahun

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Pengukuran Tanaman Contoh ... 83

2. Perhitungan Biomassa Tanaman Eukaliptus ... 84

3. Perhitungan Biomassa pada Plot Ukur dengan Model Umum ... 85

4. Perhitungan Biomassa pada Plot Ukur dengan Model Khusus... 94

(13)

ABSTRAK

Tandana Sakono Bintang. Potensi Jasa Lingkungan Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dalam Penyimpanan Karbon di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) . Dibimbing oleh Siti latifah, S.Hut, M.Si, P.hD. dan Pindi Patana, S.Hut., M.Sc.

Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi karbon di atmosfer melalui fungsi fisiologisnya. Hutan menyerap karbon selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam bentuk biomassa tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model alometrik tegakan Eucalyptus hybrid

dan untuk menduga simpanan karbonnya. Model alometrik terpilih yaitu Y = 1483.5x.x0,88 sebagai model umum. Sedangkan model khusus alometrik terpilih adalah Y = 2388,31/(1 – 0,15x) untuk kelas umur satu tahun, Y = 1/(17,91.10-5– 61,36.10-6logx) untuk kelas umur dua tahun dan Y = 159029,92.exp(-18,12/x) untuk kelas umur tiga tahun.

Model umum menghasilkan dugaan simpanan karbon dan serapan karbon secara berurutan adalah 3,52 ton/ha umur satu tahun, 14,36 ton/ha umur dua tahun dan 18,18 ton umur tiga tahun. Sedangkan model khusus menghasilkan dugaan simpanan karbon sebesar 3,90 ton/ha umur satu tahun, 15,18 ton/ha umur dua tahun dan 15,53 ton/ha umur tiga tahun.

(14)

ABSTRACT

Tandana Sakono Bintang. Eucalyptus (Eucalyptus hybrid) Evironmental Potention in Carbon Absorbing on PT. Toba Pulp Lestari (TPL) . Guided by Siti latifah, S.Hut, M.Si, P.hD. and Pindi Patana, S.Hut., M.Sc.

Forest productivity describes about forest capabilities on reducing carbon emissions in the atmosphere through its physiological function. Forests absorb carbon during photosynthesis process and keep it as organic materials in plant biomass form. The research purpose is to make Eucalyptus hybrid allometric model and estimate its carbon potention. Chosen allometric model is Y = 1483.5x.x0,88 as common and spesific allometric models are Y = 2388,31/(1 – 0,15x) for one year,Y = 1/(17,91.10-5–61,36.10-6logx) for two years and Y = 159029,92.exp(-18,12/x) for three years.

Common models estimate carbon stock in series 3,52 ton/ha for one year,14,36 ton/ha for two years and 18,18 ton/ha for three years.

Spesific models are estimating carbon stock 3,90 ton/ha for one year, 15,18 ton/hafor two yearsand 15,53 ton/ha for three years.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ancaman kerusakan hutan akibat perambahan dan penebangan liar jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek domino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi ekologis dan biodiversitas besar. Akibat dari kejadian ini tidak saja hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misalnya kebutuhan akan air, oksigen, iklim mikro, keindahan, hasil hutan, penyerapan karbon, pangan dan obat-obatan akan tetapi juga hilangnya biodivesitas yang ada di dalam suatu kawasan hutan.

Pemanasan global adalah meningkatnya temperatur rata-rata permukaan bumi, termasuk daratan dan laut. Kenaikan temperatur rata-rata permukaan bumi akibat adanya efek rumah kaca di atmosfer bumi yang berlebihan atau lebih dari kondisi normal yang disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir suhu global cenderung meningkat lebih cepat dibandingkan data yang terekam sebelumnya.

(16)

garis lintang yang tinggi (termasuk ekosistem di daerah Artuka dan Antartika), lokasi yang tinggi, serta ekosistem-ekosistem pantai.

Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka laut. Telah

dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun 2100, diperkirakan adanya kenaikan muka laut hingga 1.1 m yang yang

berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260 km2 (Susandi et al, 2008).

Hutan tanaman industri (HTI) monokultur memiliki peluang untuk menyerap karbon selama waktu daur tebang yang cukup singkat (7 – 10 tahun) dari proses pertumbuhan pohon yang ditanam. Menurut Nurcahayaningsih, (2004) tanaman Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi dalam pengembangan HTI. Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat dikembangkan dimana saja. Eucalyptus hybrid adalah jenis pohon yang banyak dikembangkan pada HTI di Sumatera Utara. Dalam melihat fungsi hutan sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang disimpan oleh suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi penting.

(17)

Indonesia secara berkelanjutan di masa yang akan datang, terutama dalam hal potensi dari jasa lingkungan penyerapan karbon oleh suatu kawasan hutan.

Perumusan Masalah

Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) merupakan salah satu jenis pohon yang dibudidayakan oleh perusahaan PT. Toba Pulp Lestari. Tbk sebagai salah satu penyedia bahan baku dari industri mereka. Jenis pohon Eukalyptus ini merupakan jenis yang lebih banyak dibudidayakan, karena jenis Eukaliptus ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tergolong cepat. Oleh karena itu dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menduga potensi karbon yang dimiliki jenis tanaman Eucalyptus hybrid.

Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi stok karbon organik dalam tegakan jenis tanaman Eucalyptus hybrid sebagai dasar penentuan potensi karbon yang dimiliki oleh tanaman jenis tersebut.

Kegunaan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Indonesia

Indonesia dikaruniai dengan hutan alam tropika yang sangat luas (144 juta hektar). Dari luas tersebut 113 juta hektar ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap, sedang 30 juta hektar lainnya dicadangkan untuk peruntukan lain (APHI 1998). Tetapi menurut data dari BPS (1996:216), luas hutan Indonesia adalah 130 juta hektar. Dari luas itu yang ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap 111.713.000 ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi 19.039.000 ha (Simon, 2000).

(19)

Tabel 1. Kawasan Hutan dan Deforestasi, 1985-1997 (Perkiraan PI/Bank Dunia).

Sumber: Kawasan hutan tahun 1985 adalah hasil estimasi GFW dari data UNEP-WCMC, Tropical Moist Forests and Protected Areas: The Digital Files. Version 1. (Cambridge: World Conservation Monitoring Centre, Centre for International Forestry Research, and Overseas Development Adminstration of the United Kingdom, 1996). Kawasan hutan tahun 1997 adalah hasil estimasi GFW dari data Departemen Kehutanan, Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia (PI/Bank Dunia), set data digital dari CD-ROM (Jakarta, 2000).

Catatan: nd = tidak ada data. Holmes meninggal dunia sebelum menyelesaikan analisisnya dan tidak membuat estimasi tentang hutan di Jawa, Bali, atau Nusa Tenggara. Angka-angka yang dicetak miring adalah estimasi oleh Holmes berdasarkan asumsi luas lahan yang belum dipetakan pada tahun 1997.

(20)

Tabel 2. Kawasan Hutan dan Deforestasi, 1985-1997 (Perkiraan GFW).

Sumber: Luas kawasan hutan 1985 berdasarkan rujukan dari WCMC, 1996. Luas kawasan hutan tahun 1997 didasarkan pada rujukan PI/Bank Dunia, 2000.

Catatan: Pertambahan luas kawasan di Jawa antara 1985 dan 1997 mungkin karena pengembangan perkebunan. Kualitas data spasial perkebunan yang dimiliki kurang baik, sehingga tidak memberikan kesempatan untuk melakukan verifikasi asumsi ini. Informasi lebih lanjut tentang penghitungan luas kawasan hutan, dan masalah-masalah yang terkait dengan kawasan yang dikategorikan sebagai “tidak ada data”.

Hasil perhitungan berdasarkan citra SPOT Vegetation yang mempunyai resolusi rendah, yaitu 1.000 meter oleh Badan Planologi Statistika Kehutanan tahun 2008, laju deforestasi 7 (tujuh) pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa, serta Bali dan Nusa Tenggara pada periode tahun 2000-2005 rata-rata sebesar 1,09 juta hektar/tahun.

Tabel 3. Laju Deforestasi Indonesia Tahun 2000-2010

No Tahun Deforestasi (1000Ha/Tahun)

Sumatera Kalimantan Sulawesi Papua Jawa Indonesia 1 2000-2001 259,50 212,00 154,00 147,20 118,30 1.018.200 Sumber :Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan

(21)

Pembangunan Hutan Tanaman Industri

Kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) lahir dari kesadaran Pemerintah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya hutan sekaligus keberlanjutan peran sosial ekonominya. Dengan asumsi produksi kayu hutan alam 47 juta m3/tahun dan pertumbuhan industri perkayuan nasional rata-rata 2-20 persen melalui pendekatan kebutuhan bahan baku industri akan terjadi defisit kayu pertukangan dan kayu pulp masing-masing sebanyak 1,92 juta m3/tahun dan 0,7 juta m3/tahun mulai tahun 1988/1989 (Poerwowidodo, 1991).

Atas dasar tersebut pada awal dekade 1990-an, Pemerintah meluncurkan kebijakan pembangunan HTI yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Dalam kebijakan tersebut dinyatakan bahwa HPHTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya terdiri dari penanaman pemeliharaan, pemungutan, pengolahan hingga pemasaran. Hak itu diberikan selama jangka 35 tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan (Aswandi et al., 2007).

(22)

Sesuai dengan konsepsi kebijakan pembangunan HTI, Pemerintah sesungguhnya telah memiliki sebuah grand design dalam upaya mewujudkan kelestarian hutan dan keberlanjutan peran industri kehutanan. Intinya, pembangunan hutan tanaman merupakan jawaban bagi kelestarian sumber daya hutan. Keterlibatan pihak swasta dalam kegiatan rehabilitasi kawasan yang tidak produktif menjadi penting. Selain memiliki infrastruktur dan permodalan yang lebih baik, pihak swasta telah berpengalaman mengelola hutan alam dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Meskipun belum memiliki pengalaman dalam membangun hutan tanaman, setidaknya pengenalan kawasan hutan alam dapat dimanfaatkan dalam bentuk pengelolaan hutan tanaman. Keterlibatan pengusaha juga berkaitan dengan upaya percepatan pembangunannya sehingga dapat berlangsung sesuai dengan rencana. Hal ini tentu akan sangat berbeda bila hanya bertumpu pada peran dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang terjadi selama ini. Kenyataannya, realisasi kegiatan rehabilitasi hutan yang dilakukan Pemerintah relatif masih rendah, baik dalam aspek kuantitas maupun kualitas (Yudhiwati, 2010).

(23)

Tanpa pendekatan yang terkoordinasi antara berbagai tujuan, upaya pada suatu areal dalam mencapai satu tujuan tertentu dapat menghambat usaha untuk mencapai tujuan yang lain. Sebagai contoh, potensi investasi besar untuk pembangunan fasilitas pengolahan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi jika pengalokasian lahan untuk penyerapan karbon mengakibatkan kekurangan bahan baku bagi industri ini. Di sisi lain, meningkatkan produksi hutan tanaman untuk menyediakan bahan baku bagi industri pengolahan juga dapat menghambat berbagai usaha nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, jika perluasan lahannya berakibat deforestasi yang meningkat (Poerwowidodo, 1991).

Klasifikasi Ilmiah Eukaliptus

Berdasarkan World Agroforestry Center (2004), tanaman Eucalyptus hybrid mempunyai sistematika sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dycotyledone Ordo : Myrtiflorae Famili : Myrtaceae Genus : Eucalyptus

(24)

Eucalyptus sp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing

(tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus sp. juga dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan hidup pada musim kering. Tanaman ini mempunyai sistem perakaran yang dalam namun jika ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit maka perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah untuk memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman tersebut (Poerwowidodo, 1991).

Marga Eukaliptus terdiri dari 500 jenis yang kebanyakan endemik di Australia. Hanya dua jenis yang tersebar di wilayah Malesia (Nugini, Maluku, Sulawesi, Asia Tenggara dan Filipina). Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian Timur. Kergaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian barat daya (Basuki, 2007).

Hampir semua jenis Eukaliptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis dapat hidup pada iklim yang sangat dingin, misalnya jenis-jenis yang telah

dibudidayakan yakni: Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis dan Eucalyptus citriodora. Eucalyptus deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada

habitat hutan dataran rendah dan hutan pegunungan dataran rendah pada ketinggian 1800 mdpl dengan curah hujan tahunan 2.500 – 3.000 mm, suhu minimum rata-rata 230 C dan maksimum 310 C di dataran rendah dan suhu minimum rata-rata 130 C dan maksimum 290 C di pegunungan (Basuki, 2007).

Eucalyptus hybrid biasanya dikenal dengan sebutan flooded gum atau

rose gum. Pohonnya dapat mencapai tinggi 75 m, dengan kulit kayu putih halus. E. hybrid umumnya ditanam dalam skala besar untuk produksi kayu, dengan

(25)

dari jumlah ini ditanam di Brazil (>1 M ha) dan Afrika Selatan (300 000 ha). Selain itu, E. hybrid juga ditanam dalm jumlah yang besar di Argentina, Australia, India, Uruguay, Zambia, Zimbabwe dan negara-negara lain (Mardin, 2009). Hutan Tanaman Industri Eukaliptus

Hutan Tanaman Industri (HTI) pada saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara lestari. Permintaan kayu oleh industri hasil hutan yang semakin meningkat harus dapat dipenuhi oleh HTI. Permasalahan yang timbul adalah persediaan kayu HTI semakin lama semakin menurun sebagai akibat kurangnya pohon yang layak untuk ditebang. Keadaan tersebut mendorong HTI untuk melakukan penanaman tanaman cepat tumbuh (fast growing). Salah satu tanaman yang diajukan oleh Departemen Kehutanan sebagai tanaman pokok industri kehutanan adalah Eucalyptus sp (Basuki, 2007).

Salah satu bentuk HTI yang saat ini memegang peranan penting dalam menunjang pengembangan industri kayu serat domestic adalah HTI kayu serat atau HTI pulp. Pentingnya pembangunan HTI pulp antara lain dapat dilihat dari kenyataan besarnya ketergantungan jenis industri ini kepada kayu serat. Serat dapat dihasilkan dari bahan yang mengandung selulosa tinggi seperti kayu, bamboo dan lainnya. Namun pada saat ini lebih dari 90% bahan baku pulp dan kertas berasal dari kayu, karena kayu mempunyai sifat unggu yaitu, rendemen yang dihasilkan tinggi, kandungan lignin relatif rendah dan kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (Pasaribu dan Tampubolon, 2007).

Eucalyptus sp. Seperti jenis Eucalyptus urophylla, Eucalyptus grandis

(26)

bahan baku industri pulp secara luas di PT Toba Pulp Lestari dengan daur tebang 7-8 tahun. Selain itu, jenis Eucalyptus hybrid terseleksi telah berhasil dikembangkan secara luas dengan karakter pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan tanaman lainnya. Pengembangan Eucalyptus hybrid di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Negara lain seperti China, Kongo, Brazil dan Afrika Selatan yang telah mengusahakan tanaman jenis ini secara komersial dengan perbanyakan secara vegetatif (Nikles, 1996).

Hasil-hasil penelitian tentang pertumbuhan atau produktivitas tegakan Eucalyptus hybrid telah banyak dilakukan di Australia, Brazil dan China,

sedangkan di Indonesia jenis Eucalyptus hybrid belum lama dikembangkan secara luas sehingga hasil penelitian masih sangat sedikit dan bersifat parsial. Budidaya Eucalyptus hybrid di Brazil telah menghasilkan pertumbuhan pohon yang

spektakuler, seragam dan kemampuan pangkas yang tinggi. Menurut Goncalves et al. (1997) pertumbuhan Eucalyptus hybrid di Brazil pada tanah ultisol sangat beragam dengan kisaran riap rata-rata tahunan pada umur 5 tahun sebesar 1248 m3/ha/tahun (Campinhos, 1993).

(27)

Pemanasan Global

Perubahan iklim global akan memberikan dampak yang sangat parah bagi Indonesia karena posisi geografis yang terletak di ekuator, antara dua benua dan dua samudera, negara kepulauan dengan 81.000 km garis pantai dengan dua pertiga lautan, populasi penduduk nomor empat terbesar di dunia. Posisi geografis Indonesia menyebabkan bahwa pada setiap saat di dalam wilayah negara ini ada musim-musim yang saling berlawanan dan bersifat ekstrim, di satu wilayah terjadi kekeringan dan kekurangan air, di wilayah lain terjadi banjir. Musibah angin kencang dan gelombang pasang bisa terjadi setiap waktu dan sulit diprediksi (Winarso, 2009).

Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari Matahari. Energi matahari berbentuk radiasi gelombang pendek (termasuk cahaya tampak) yang ketika terkena permukaan bumi dan menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan Bumi, menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya yang berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa. Sebagian gelombang panas tetap terperangkap di atmosfer bumi karena tertahan gas rumah kaca (uap air, karbon dioksida, dan metana) yang kemudian dipantulkan kembali ke bumi dan terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan

bumi terus meningkat yang disebut dengan efek rumah kaca (Susandi et al, 2008).

(28)

atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkan uap air lebih besar bila dibandingkan oleh dengan gas CO2. Namun umpan balik ini hanya berdampak sementara, karena uap air berada di atmosfer dalam kurun waktu relatif pendek bila dibandingkan dengan CO2 yang relatif lebih lama di atmosfer (Susandi et al, 2008).

Efek umpan balik yang disebabkan oleh uap air di udara tentunya akan mengundang pertanyaan tentang keberadaan awan sebagai faktor penyebab efek umpan balik. Secara logika, awan memantulkan langsung radiasi matahari yang diterimanya sehingga memberikan efek naungan terhadap permukaan bumi. Namun disatu sisi, gelombang pendek yang diterima oleh awan dari radiasi permukaan bumi akan dikembalikan oleh awan sehingga meningkatkan suhu lingkungan. Peningkatan suhu lingkungan dengan keberadaan awan dapat langsung dirasakan adalah ketika mendung yang cukup jenuh air menaungi suatu wilayah yang sebelumnya terkena matahari dalam jangka waktu relatif lama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa awan memiliki peranan terhadap peningkatan suhu lingkungan yang terjadi melalui proses umpan balik (Susandi et al, 2008).

(29)

dibandingkan CO2, NO2, maupun CH4. Tingkat pemanasan ini ditunjukkan oleh indeks potensi pemanasan global. Dalam indeks ini CO2 digunakan sebagai parameter. Berikut ini adalah tabel gas rumah kaca dan potensi pemanasan global yang menurut UNFCCC (CIFOR, 2010).

Tabel 4 : Tabel Indeks Potensi Gas Rumah Kaca pada Pemanasan Global

No Nama Rumus Kimia GWP untuk 100 tahun

7 SulphurHexaflouride SF6 23900

8 HFC-23 CHF3 11700

Pemanasan global membawa berbagai perubahan yang signifikan terhadap lingkungan, sebagaimana telah kita rasakan sekarang. Bila ditarik benang merah dari pemanasan global mengakibatkan berbagai efek beruntun sebagai berikut:

1. Ketidakseimbangan iklim secara global. Pemasanan global mengakibatkan lebih banyak air yang menguap keudara (yang akan memberikan umpan balik), yang tentunya akan mengakibatkan curah hujan meningkat (secara global 1%). Seiring dengan peningkatan hujan dan kelembaban udara secara global, maka akan lebih sering terjadi badai dan bencana alam lain yang melibatkan udara.

2. Peningkatan suhu permukaan air laut mengakibatkan mencairnya es di

(30)

dapat mempengaruhi kehidupan terumbu karang dan penyerapan karbon oleh plankton di laut.

3. Peningkatan suhu global akan mengakibatkan pencairan es pada sumber mata air dari es (sungai gletser) yang ada di pegunungan sehingga daerah yang bergantung pada cadangan air ini akan mengalami kekeringan.

4. Peningkatan suhu juga memicu timbulnya berbagai jenis penyakit tumbuhan,

sehingga tanaman pangan akan berkurang produktifitasnya.

5. Gangguan siklus migrasi hewan dan tumbuhan untuk mencari daerah yang lebih nyaman suhunya. Namun karena perkembangan manusia, tidak dapat terjadi imigrasi yang seharusnya, sehingga populasi hewan dan tumbuhan akan semakin berkurang (Soemarwoto 2005).

6. Dampak sosial dan politik akan diderita manusia, Dimana peningkatan suhu meningkatkan risiko penyakit yang menular melalui air dan vector (malaria, demam berdarah). Karena penyakit tanaman akan terjadi kelaparan dan malnutrision sehingga secara keseluruhan akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kestabilan negara. Peningkatan suhu tentunya juga dapat menyebabkan kebakaran hutan yang semakin memperburuk kondisi udara serta gangguang kesehatan manusia (ISPA) (Mitchel 1997). Karbon Hutan

(31)

pokok dari produktivitas hutan. Tumbuhan memerlukan sinar matahari dan gas asam arang (CO ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah (Hairiah et. al., 2007).

Pada ekosistem di darat, C tersimpan dalam 3 komponen pokok), yaitu:

Biomassa merupakan massa bagian vegetasi dalam kondisi hidup yakni tajuk

pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim

Nekromassa merupakan massa bagian pohon yang telah mati baik yang masih

dalam kondisi tegak di suatu lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak pada permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terurai.

Bahan organik tanah merupakan sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan

manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 2 mm (Hairiah et. al., 2007).

Berdasarkan kondisinya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

A. Kelompok karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan terdapat

(32)

Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah berupa semak belukar

berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (secara destruktif).

Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang

dan tergeletak di permukaan tanah merupakan komponen penting dari karbon dan harus diukur agar diperoleh estimasi penyimpanan karbon yang akurat.

Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur yang dapat

berupa daun dan ranting-ranting terletak di permukaan tanah (Hairiah et. al., 2007).

B. Karbon di dalam tanah, meliputi:

Biomassa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke

dalam tanah dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.

Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di

permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisma tanah berupa organism pengurai sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah (Hairiah et. al., 2007).

(33)

disimpan dalam tubuh tanaman hidup pada lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah et. al., 2007).

Jasa Lingkungan Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Kegiatan di sektor kehutanan yang secara potensial dapat menekan terjadinya perubahan iklim dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu konservasi, peningkatan pengambilan karbon dan subtitusi penggunaan bahan bakar fosil dengan biomass. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi dan degradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan pengambilan karbon (rosot) dilakukan melalui kegiatan perluasan luas hutan dengan penanaman pohon di lahan kritis, gundul atau semak belukar dalam kawasan hutan (reforestasi) dan bukan hutan (afforestasi) serta pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem pengelolaan yang berkelanjutan. Penggantian bahan bakar fosil dengan energi biomass akan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara langsung akibat dari penurunan tingkat konsumsi bahan bakar fosil dan penanaman lahan kosong untuk memproduksi biomassa (CIFOR, 2010).

(34)

menghasilkan energi (menggantikan bahan bakar fosil), sementara yang lainnya digunakan untuk berbagai produk kayu dengan waktu penggunaan tertentu (Brown, 1997).

Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir melalui aktivitas physiologinya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran

biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Heriyanto et al, 2005).

Biomassa kering dapat dikonversi menjadi cadangan karbon yakni 50% dari biomassa. Metode ini dianggap akurat untuk beberapa tempat. Tidak ada sebuah metode yang secara langsung dapat mengukur cadangan karbon yang terdapat pada suatu bentang lahan. Keadaan ini mendorong usaha pengembangan alat dan model yang dapat menghitung dalam skala besar yang didasarkan pada pengukuran di lapangan atau penginderaan jauh (Onrizal, 2004).

(35)

Model Alometrik

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah.

Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala Petak ukur, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi. Beberapa penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon (khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi. Tetapi memperoleh hasil penilaian yang konsisten cukup sulit apabila metode penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada, khususnya di daerah perkotaan. Canadell (2002) dalam Hairiyah dan Rahayu (2007) mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat.

(36)

karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya hubungan antara volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan alometrik (Hairiah et. al. , 2007).

Dalam pembuatan model, dibutuhkan peubah-peubah yang mendukung keberadaan model tersebut, yakni adanya korelasi yang tinggi antar peubah-peubah penciri. Berbagai model biomassa tegakan hutan yang telah dibangun didasarkan fungsi dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan analisis regresi alometrik, fungsi taper, atau persamaan polynomial (Onrizal, 2004).

Johnsen (2001) dalam Onrizal (2004) menyatakan bahwa model penduga karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Hilmi (2003) dalam Onrizal (2004) telah membangun model penduga karbon untuk kelompok jenis Rhizophora spp dan Bruguiera spp., dimana kandungan karbon pohon merupakan

fungsi diameter dan atau tinggi pohon, dan fungsi dari biomassa pohon dengan menggunakan pesamaan regresi alometrik.

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika asumsi -asumsi regresi terpenuhi, yaitu setiap nilai variabel bebas independen terhadap variabel bebas lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variannya konstan (Sembiring, 1995).

(37)

perbandingan model, yaitu : koefisien determinasi (R²), nilai sisaan (s) dan predicted residual sum of squares (PRESS) sebagai uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Dari 3 kriteria diatas model yang baik adalah R² besar, PRESS dan sisaan yang kecil. Model yang baik akan dapat digunakan jika memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model (Kuncahyo, 1991).

Hasil Penelitian Karbon Beberapa Jenis Tanaman

Menurut Daping et al. (2005) dalam Fernando (2009), persentase biomassa di atas permukaan tanah pada jenis Eucalyptus urophylla yang terbesar terdapat pada bagian batang. Hasil penelitian Daping et al. disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Biomassa di atas permukaan tanah pada tanaman Eucalyptus urophylla

Bagian 2 Tahun (%) 3 Tahun (%)

Batang 60,2 63,3

Kulit 8,9 7,7

Cabang 14,7 14,1

Daun 16,2 14,6

Sumber : Daping et al. (2005) dalam Fernando (2009)

Produktivitas primer bersih tanaman Eucalyptus urophylla berumur antara 2-3 tahun sebesar 20,5 ton/ha dengan lebih dari 50 % merupakan pertambahan biomassa pada batang dan 16,7 % serasah. Terlihat bahwa biomassa pada bagian batang meningkat dengan meningkatnya umur, sebaliknya pada bagian kulit, cabang dan daun mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil penelitian Budiyanto (2006) dalam Fernando (2009) bagian batang dalam pohon sengon memiliki proporsi terbesar yaitu 71,77 %. Kadar karbon pohon sengon juga menunjukkan proporsi karbon yang terbesar pada bagian batang dibandingkan bagian lain (cabang, ranting, daun, kulit), serta serasah dan tumbuhan bawah. Hasil penelitian Budiyanto disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Proporsi bobot rata-rata pada bagian pohon sengon

(38)

Batang 71.7 45.59 53.73 0.68

Sumber : Budiyanto (2006) dalam Fernando (2009)

Selanjutnya hasil penelitian Wicaksono (2004) dalam Fernando (2009), juga menyatakan bahwa bagian batang pohon mangium merupakan bagian yang memiliki proporsi biomassa terbanyak. Biomassa batang mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya umur tanaman, sebaliknya pada bagian cabang, ranting dan daun mengalami penurunan. Hasil penelitian Wicaksono disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi biomassa menurut bagian-bagian pohon mangium

Bagian Pohon 2 Tahun 4 Tahun 6 Tahun 8 Tahun

Batang (%) 62 70 78 85

Cabang (%) 15 14 13 9

Ranting (%) 7 6 5 3

Daun (%) 16 10 4 2

Sumber : Wicaksono (2004) dalam Fernando (2009)

Penelitian mengenai rumus persamaan allometrik untuk menduga biomassa tanaman juga telah dilakukan pada berbagai jenis pohon dan spesies pohon. Rumus persamaan allometrik penduga biomassa untuk beberapa jenis tanaman disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Model penduga biomassa untuk berbagai kriteria dan jenis pohon

Jenis Pohon Model Biomassa Sumber

Pohon Bercabang DW= 0.11ρD2.62 Ketterings, 2001 Pohon Tidak Bercabang DW= (µ/40) ρHD² Hairiah et al., 1999

Sengon DW= 0.0272D2.831 Sugiharto, 2002

Sumber: Fernando (2009) Keterangan :

DW = Estimasi biomassa (kg/pohon) D = Diameter pohon (cm)

(39)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk merupakan jenis perusahaan Kayu Serat dengan produk berupa pulp yang terletak pada 01°-03° LU dan 98°15’00” 100°00’00” BT. Secara geografis terletak di Desa Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang dimiliki oleh PT TPL, Tbk terletak pada beberapa kabupaten di Sumatera Utara dengan luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/Kpts-II/1992 seluas 269.060 ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun. Selain HPHTI, PT TPL, Tbk juga memiliki ijin Pemanfaatan Pinus berdasarkan SK. Menhut No. 236/Kpts-IV/1984 seluas 15.763 ha. Luas total areal pengelolaan PT TPL, Tbk adalah 284.816 ha.

Areal konsesi PT TPL, Tbk terdiri dari enam sektor yang terletak pada kabupaten yang berbeda, yakni:

1. Sektor Tele, terletak pada 02°15’00” – 02°50’00” LU dan 98°20’00” – 98°50’00” BT, meliputi Kabupaten Samosir (Kecamatan Harian Boho), Kabupaten Pak-pak Bharat (Kecamatan Salak dan Kerajaan) dan Kabupaten Dairi (Kecamatan Sumbul, Parbuluan, dan Sidikalang).

2. Sektor Aek Nauli, terletak pada 02°40’00” – 02°50’00” LU dan 98°50’00” – 99°10’00” BT, meliputi Kabupaten Simalungun (Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hataran, dan Girsang Sipangan Bolon). 3. Sektor Habinsaran, terletak pada 02°07’00” – 02°21’00” LU dan 99°05’00” –

(40)

4. Sektor Aek Raja/Tarutung, terletak pada 01°54’00” – 02°15’00” 98°42’00” –

98°58’00” BT, meliputi Kabupaten Tapanuli Utara (Kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Gaya Baru Tarutung, Adian Koting, dan Parmonangan) Kabupaten Humbang Hasundutan (Kecamatan Dolok Sanggul, Lintong Ni Huta, Onan Ganjang, dan Parlilitan).

5. Sektor Padang Sidempuan, terletak pada 01°15’00” – 02°15’00” LU dan

99°13’00” – 99°33’00” BT, meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidimpuan, Sipirok) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Kecamatan Sorkam dan Batang Toru).

Kondisi Umum Sektor Aek Nauli

(41)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk. di Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dan di Laboratorium

Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian batang, cabang, daun dan pucuk yang diperoleh dari tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) dengan umur tanaman 1-3 tahun sebagai objek yang diamati.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geografis Position

System (GPS), pita ukur, tali rafia, tongkat kayu / bambu, phiband,

haga hypsometer, kompas, parang, kalkulator, kamera digital, alat tulis,

timbangan, oven, kantong plastik.

Metode Penelitian

(42)

A. Jenis Data

Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang pengambilannya dilakukan langsung di lapangan yaitu berupa data diameter tegakan Eukaliptus, tinggi total tegakan Eukaliptus dan tinggi bebas cabang tegakan Eukaliptus. Data sekunder merupakan data letak geografis penelitian, tipe iklim dan peta lokasi penelitian. Pada Penelitian ini metode pengambilan data dilakukan metode pemanenan (destructive sampling). B. Penentuan petak ukur

Setiap kelas umur Eukaliptus petak ukur dengan pembagian umur 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun dimana setiap petak ukur memiliki ukuran

masing-masing 20 m × 30 m dengan jarak antar petak ukur adalah 10 m × 10 m (JICA, 2002). Penempatan lokasi petak ukur dilakukan secara Purposive

sampling. Data yang diambil adalah data diameter, data tinggi bebas cabang dan

tinggi pohon total.

Petak Ukur I

Petak Ukur II

Petak Ukur III

Gambar 1. Petak pengukuran biomassa

(43)

C. Pemanenan Biomassa

Kegiatan pemanenan biomassa diawali dengan mengambil data-data yang dibutuhkan dalam pembuatan model biomassa pada lokasi penelitian. Data yang diambil pada pohon yaitu data diameter, tinggi dan luas penutupan tajuk masing-masing individu pohon. Pengambilan data-data tersebut dilakukan secara menyeluruh (sensus) pada setiap petak ukur agar kita dapat menentukan pohon contoh yang akan dipilih untuk mewakili pengukuran biomassa.

Pengambilan contoh pohon Eukaliptus yang akan dipanen dilakukan setelah semua data pohon Eukaliptus diperoleh. Sampel pohon diambil sebanyak 3 pohon contoh untuk setiap pembagian kelas umur, dengan ukuran diameter yang besar dan kecil harus mencakup di dalam contoh. Pengambilan lokasi contoh pohon harus dilakukan secara merata dan menyebar apabila memungkinkan.

(44)

Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian Penentuan

Pohon Contoh

Pembagian Batang Pohon

Pengukuran Biomassa

Permodelan Biomassa

Pengujian model

Model biomassa terpilih

Rekomendasi Pendugaan Simpanan Karbon Memenuhi Kriteria

Model Yang Baik

Model yang Dihasilkan Tidak Baik Diameter dan Panjang

(45)

D. Karakteristik pohon contoh 1. Kadar air

• Contoh kayu uji yang memiliki bentuk kubus dengan ukuran (2 × 2 × 2)

cm sebanyak 3 kali ulangan pada setiap pangkal, tengah dan ujung batang digunakan untuk pengujian persentase kadar air. Ketiga contoh kayu uji ditimbang guna mengetahui berat basahnya. Kemudian dioven pada suhu 103 °C ± 2 °C untuk mengetahui berat keringnya.

• Dihitung persentase kadar air dari kayu dengan menggunakan rumus :

Dimana :

% KA = Persentase kadar air (%)

BKT = Berat kering tanur contoh uji (gr) BB = Berat basah contoh uji (gr) 2. Kerapatan batang pohon contoh

Kerapatan contoh uji kayu perlu diketahui untuk melakukan perhitungan biomassa bagian batang melalui pendekatan kerapatan kayu dengan rumus sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Rumus untuk penghitungan kerapatan pohon contoh adalah :

Dimana :

(46)

E. Hubungan Tinggi Total dan Diameter Tegakan

Walpole (1988) dalam Fernando (2009) menyebutkan Koefisien korelasi contoh (R) merupakan sebuah nilai yang dihitung dari jumlah pengamatan contoh. Contoh acak berukuran n yang lain tetapi diambil dari populasi yang sama biasanya akan menghasilkan nilai r yang berbeda pula. Dengan demikian kita dapat memandang r sebagai suatu nilai dugaan bagi koefisien korelasi linier yang sesungguhnya yang berlaku bagi seluruh populasi (ρ). Bila r dekat dengan 0, maka kita cenderung menyimpulkan bahwa ρ = 0. akan tetapi suatu nilai contoh r

yang mendekati + 1 atau – 1 menyarankan kepada kita untuk menyimpulkan bahwa ρ ≠ 0.

Sukri (2006) dalam Fernando (2009) menuliskan bahwa nilai koefisien korelasi contoh (R) merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi (ρ). Nilai R berkisar antara -1 hingga +1. Jika nilai R = -1 menunjukkan hubungan

antara diameter dan tinggi tanaman merupakan korelasi negatif sempurna. Jika nilai R = +1 menunjukkan hubungan antara diameter dan tinggi tanaman merupakan korelasi positif sempurna. Jika nilai R mendekati -1 atau +1, menunjukkan hubungan antara diameter dan tinggi tanaman kuat dan terdapat hubungan korelasi yang tinggi di antara keduanya. Jika nilai R mendekati 0 menunjukkan bahwa sedikit/tidak ada hubungan linier yang terjadi bersama-sama. Keadaan ini hanya menunjukkan tidak ada suatu hubungan yang baik tetapi mungkin saja ada suatu hubungan non-linier yang kuat.

(47)

variasi tinggi dalam populasi sedangkan 50% diterangkan oleh faktor lainnya atau galat. Nilai koefisien korelasi contoh (R) merupakan peubah acak yang dapat ditentukan oleh nilai-nilai pengamatan contoh. Jika ρ = 0, maka peubah acak R akan menyebar secara normal sedangkan jika ρ ≠ 0, maka sebaran R tersebut sulit

untuk dirumuskan. F. Biomassa batang

1. Pembangunan model biomassa

Pembangunan model biomassa dengan menggunakan pendekatan kerapatan kayu didasarkan pada bentuk model persamaan yang telah diteliti sebelumnya dengan persamaan sebagai berikut :

Satu Peubah: Y = a.x + b Y = a.x2 + b.x + c Y = a + b log (x) Dua Peubah: Y = a.bx1.x2c

Y = a + b log (x1) + c. x2 Tiga Peubah:

Y = a.x1 + b.x2 + c.x3 keterangan:

(48)

Perhitungan biomassa bagian-bagian pohon berdasarkan data kadar air sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer, 1996) :

Keterangan :

BKT= Berat Kering Total (gr) BB= Berat Basah (gr) KA= Kadar Air (%) Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga kandungan karbon dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun dari karbon. Pada tanaman Eukaliptus kandungan karbon rata-rata adalah sebesar 44,92% (45%) dengan kisaran 36,72-54,015 dari biomassa (Onrizal et al., 2004). Menurut Onrizal et al. (2004), kandungan karbon tanaman dapat diduga dengan rumus:

Y = W x 0,45 Keterangan :

Y = Kandungan karbon di atas permukaan tanah (ton/ha) W = Total biomassa per hektar (ton/ha)

Hasil perhitungan karbon dapat digunakan untuk menaksir kemampuan tanaman Eucalyptus hybrid untuk menyerap senyawa karbondioksida (CO2). Menurut Bismark et al. (2008) serapan CO2 dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

2. Uji Keterandalan model biomassa

(49)

a. Koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (R²). Model yang

terbaik adalah model yang memiliki nilai R mendekati 100 % karena model dapat menjelaskan hubungan antar dimensi pohon dengan biomassa. Sedangkan untuk koefisien determinasi model yang terbaik adalah mendekati 100% (Supranto, 2008).

b. Simpangan agregatif (AgD) dan simpangan rata-rata (AvD)

Penentuan persamaan yang terbaik dapat dilakukan perhitungan besar persen simpangan agregatif (aggregate difference) dan simpangan

rata-rata (average of percentage deviation). Berdasarkan kriteria Spurr (1952) suatu model dikatakan akurat apabila nilai AvD kurang

dari 10% dan AgD tidak lebih dari 1% dan tidak kurang dari -1%. simpangan agregatif dan simpangan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

Va = Volume pohon aktual

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Data sebaran umur dan keadaan umum lokasi penelitian diambil dari Peta Sebaran Pohon yang diterbitkan oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk. Pengambilan data tanaman eukaliptus dilakukan pada tanaman tahun 2008 dengan penempatan plot ukur secara acak. Berikut data penyebaran pohon pada plot ukur penelitian berdasarkan umur tanaman.

Tabel 9. Penyebaran plot ukur penelitian berdasarkan umur

Umur (tahun) Ulangan Waktu Tanam

Jumlah

Pohon contoh yang diambil sebanyak 2 pohon setiap petak ukur sehingga terdapat 18 pohon contoh yang akan dijadikan patokan pengukuran karbon untuk pohon-pohon lainnya. Jumlah seluruh pohon yang diukur diameter batang setinggi dada dalam semua plot ukur sebanyak 658 pohon. Dalam satu petak ukur terdapat 42 hingga 90 pohon sehingga rata-rata dalam satu plot ukur terdapat 73 pohon. Variasi jumlah pohon pada setiap petak ukur disebabkan oleh gangguan yang terjadi selama fase penanaman dan pertumbuhan tanaman eukaliptus. Gangguan yang terjadi dapat berupa serangan hama dan penyakit, patah akibat angin, praktek

(51)

Diameter batang tanaman eukaliptus semakin besar dengan semakin bertambahnya umur. Rata-rata diameter setinggi dada tanaman eukaliptus pada

plot ukur dari umur satu tahun hingga tiga tahun adalah 3,64 cm; 8,95 cm; 12,29 cm. PT Toba Pulp Lestari Tbk tidak melakukan penjarangan dalam

pemeliharaan tegakan. Hal ini disebabkan Eukaliptus memiliki sifat self-prunning, yaitu menggugurkan cabang secara alami sehingga kegiatan pemangkasan cabang tidak dilakukan dalam pemeliharan eukaliptus. Keberadaan tumbuhan bawah dibatasi dengan penggunaan herbisida secara terkontrol, untuk mencegah persaingan antara tanaman eukaliptus dengan tumbuhan bawah. Kondisi areal petak ukur yang menjadi lokasi pengambilan contoh dapat dilihat pada gambar 3.

(a)

(b)

(c)

(52)

Tingkat Korelasi Tinggi Total dan Diameter

Hasil Pengukuran pohon contoh diperoleh data diameter setinggi dada dan tinggi total. Data diameter dan tinggi total pohon contoh disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Diameter dan tinggi total pohon contoh

No No Pohon

Contoh Umur (tahun) Diameter (cm) Tinggi Total (cm)

1 53 1 3,40 470

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa nilai korelasi antara diameter dengan tinggi total tanaman eukaliptus sebesar 0,98. Korelasi pada pohon contoh menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kedua parameter. Berdasarkan hubungan tersebut, maka model yang akan disusun untuk menduga biomassa pohon dapat menggunakan salah satu di antara peubah tersebut. Peubah bebas adalah diameter atau tinggi total dan peubah terikat berupa biomassa pohon. Model-Model Penduga Biomassa Tanaman Eukaliptus hybrid

(53)

dilakukan, tetapi pengeringan keseluruhan tanpa membaginya menjadi sub-sub sampel nyaris mustahil dilakukan. Untuk itu, pengambilan cuplikan (sampel) dan sub sampel harus dilakukan dengan cermat. Pengambilan sampel yang dilakukan diusahakan merepresentasikan setiap bagian dari individu Eucalyptus hybrid. Bagian-bagian dari Eucalyptus hybrid yang diambil adalah batang, cabang, ranting dan daun.

Dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Sebagai contoh, dengan nilai koefisisen determinasi 0.90 menunjukkan bahwa sekitar 90 % dari variasi dari Y dapat dijelaskan/ diselesaikan dengan hubungan antara X dan Y dalam persamaan tersebut. Sehingga peubah Y dapat dilakukan pendugaan nilainya dengan memasukkan nilai peubah X ke dalam persamaan yang telah dibuat.

(54)
(55)

Berdasarkan hasil pengukuran pohon contoh pada Tabel 11 di atas dibuat model yang menggambarkan hubungan antara biomassa dengan beberapa variabel. Model-model yang dihasilkan adalah yang sebagai berikut:

1. Model umum

Model umum merupakan model yang digunakan untuk melakukan pendugaan biomassa terhadap beberapa kelas umur hanya menggunakan satu model biomassa saja, untuk mendapatkan model ini dilakukan analisis regresi terhadap data-data pohon contoh beberapa kelas umur yang disatukan pada saat pembuatan model. Model umum yang dihasilkan pada penelitian ini menggunakan beberapa jenis variabel dalam pendugaan biomassa, antara lain :

a. Satu Variabel

Model yang menggunakan satu variabel ini hanya memasukkan diameter pohon sebagai parameter penduga biomassa. Model dengan satu variabel yang memenuhi syarat model yang baik adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Model umum pendugaan biomassa satu variabel (diameter)

No. Model R R² AgD AvD

1 Y = 1351,09x0,88.exp(0,09x) 98,49% 98,29% 0,08% -0,28%

2*) Y = 1483.50x.x0,88 98,49% 98,29% 0,08% -0,28%

3 Y = 1410.76x/(1-0,04x) 96,48% 96,27% 0,16% -0,42%

Keterangan: *) model yang terpilih; R= koefisien korelasi; R²= koefisien determinasi AgD= simpangan; AvD= simpangan rata-rata

(56)

hubungan keeratan antar variabel sebesar 98,49% yang dijelaskan oleh koefisien korelasi, besarnya proporsi variasi keseluruhan dalam nilai biomassa yang dapat diterangkan oleh hubungan linear dengan diameter adalah 98,29% sedangkan 1,71% lainnya dipengaruhi oleh faktor eror atau pengaruh lainnya yang dijelaskan oleh koefisien determinasi dan untuk menjelaskan keakurasian model yang telah dibuat dapat dilihat melalui nilai simpangan agregatif sebesar 0,08% dan simpangan rata-rata sebesar -0,28%. Berdasarkan kriteria Spurr (1952) kedua persamaan tersebut dapat dikatakan cukup akurat dalam melakukan pendugaan biomassa dengan menggunakan diameter sebagai variabelnya.

Walaupun kedua model tersebut memiliki besar nilai yang sama terhadap keempat indikator pemilihan model terbaik, model yang terbaik dan yang disarankan untuk digunakan dalam melakukan pendugaan biomassa adalah Y = 1483.50x.x0,88 . Pemilihan Y = 1483.50x.x0,88 sebagai model yang terbaik didasarkan oleh kesederhanaan bentuk model yang mempengaruhi terhadap kemudahan dalam penggunaannya dalam menduga biomassa. Hal ini mengacu pada Onrizal (2004) menyatakan dalam pemilihan persamaan alometrik, syarat statistik merupakan syarat utama dan selain kriteria statistik persamaan alometrik biomassa juga harus mempertimbangkan faktor keefisienan, kepraktisan dan kemudahan dalam pengumpulan data dilapangan (data peubah model).

(57)

Gambar 4. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik biomassa model umum satu variabel

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa pola penyebaran data yang dihasilkan membentuk garis lurus sehingga syarat data sisaan yang menyebar secara normal terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Basuki, 2007), bahwa nilai sisaan dikatakan menyebar secara normal apabila antara nilai sisaan dengan probabiliti normalnya membentuk pola garis linier melalui pusat sumbu.

Dalam persamaan model regresi, selain uji kenormalan sisaan dapat pula digunakan uji keaditifan model untuk menduga dengan baik apabila asumsi keaditifan terpenuhi. Basuki (2007) Keaditifan model dapat digunakan apabila penyebaran data yang tidak membentuk pola atau saling bebas maka keaditifan model terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Gambar 5, terlihat bahwa petak ukur yang dihasilkan tidak membentuk pola.

(58)

b. Dua Variabel

Model yang menggunakan dua variabel ini memasukkan diameter pohon dan tinggi total pohon sebagai parameter penduga biomassa. Model dengan dua variabel yang memenuhi syarat model yang baik adalah sebagai berikut :

Tabel 13. Model umum pendugaan biomassa dua variabel (diameter dan tinggi total)

No. Model R R² AgD AvD

1*)

Y = -81065,02+1740,62.log(x1)

-5976,78.log(x1) 2

+4463,11.log(x1) 3

+28819,56.log(x2) - 2447,33.log(x2)

2 99,24% 98,93% 0,02% -0,35%

Keterangan: *) model yang terpilih; R= koefisien korelasi; R²= koefisien determinasi AgD= simpangan; AvD= simpangan rata-rata

Penggunaan dua parameter berupa diameter dan tinggi total pohon sebagai penduga biomassa ini menghasilkan tiga bentuk model yang memiliki kriteria model terbaik. Apabila dilihat dari kriteria pemilihan model terbaik, bentuk model pertama merupakan model penduga biomassa yang memiliki nilai kriteria sebagai model terbaik dalam menduga biomassa dengan menggunakan parameter tinggi dan diameter.

(59)

Kenormalan dari nilai sisaan harus terpenuhi dan harus dilihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak. Nilai sisaan dikatakan menyebar secara normal jika nilai sisaan dengan probability normalnya membentuk pola garis linier. Berdasarkan ulasan di atas, dapat dilihat pada Gambar 6 menunjukkan bahwa petak ukur membentuk garis linier sehingga kenormalan sisaan terpenuhi.Sama halnya dengan uji keaditifan model terpenuhi, dimana keaditifan model terpenuhi jika penyebaran data tidak membentuk pola. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7, terlihat bahwa petak ukur yang dihasilkan tidak membentuk pola sehingga syarat keaditifan model terpenuhi.

Gambar 6. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik biomassa model umum dua variabel

(60)

c. Tiga Variabel

Model yang menggunakan tiga variabel ini memasukkan diameter pohon, tinggi total pohon dan luas tajuk pohon sebagai parameter penduga biomassa. Model dengan tiga variabel yang memenuhi syarat model yang baik adalah sebagai berikut :

Tabel 14. Model umum pendugaan biomassa tiga variabel (diameter,tinggi total dan luas tajuk)

No. Model R R² AgD AvD

1*) Y = exp(0,255x1-3,167.10-4x2+x3+7,751) 97,98% 97,55% 0,24% 0,92%

2 Y = 3502,018x1+2,468x2-2309,127x3 95,42% 94,81% 0,32% 0,81%

Keterangan: *) model yang terpilih; R= koefisien korelasi; R²= koefisien determinasi AgD= simpangan; AvD= simpangan rata-rata

Hasil analisis regresi linear yang dilakukan dalam pembentukan model umum penduga biomassa dengan tiga variabel menghasilkan dua bentuk model. Bentuk model Y = exp(0,255x1-3,167.10-4x2+x3+7,751) dipilih sebagai model yang terbaik dalam melakukan pendugaan terhadap biomassa dengan diameter, tinggi total dan luas tajuk sebagai variabel penduganya.

(61)

Kenormalan dari nilai sisaan juga harus dipertimbangkan, hal ini dikarenakan kenormalan dari nilai sisaan dan keaditifan terpenuhi merupakan sebagai salah satu asumsi model regresi yang akan digunakan. Sehingga harus dilihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak. Nilai sisaan dikatakan menyebar secara normal apabila antara nilai sisaan dengan probability normalnya membentuk garis lurus melalui pusat sumbu. Berdasarkan Gambar 8, dapat diamati bahwa pola penyebaran data yang dihasilkan membentuk garis lurus dan data sisaan menyebar secara normal. Sedangkan keaditifan terpenuhi apabila penyebaran data tidak membentuk pola. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9, terlihat bahwa petak ukur yang dihasilkan tidak membentuk pola sehingga syarat keaditifan model terpenuhi.

Gambar 8. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik biomassa model umum tiga variabel

(62)

2. Model khusus

Model khusus adalah model yang digunakan untuk melakukan pendugaan biomassa terhadap masing-masing kelas umur dengan menggunakan satu model biomassa untuk satu kelas umur, untuk membangun model ini dilakukan analisis regresi terhadap data-data pohon contoh masing-masing kelas umur yang dipisahkan pada saat pembuatan model.

Berdasarkan nilai standar eror untuk kelas umur satu tahun dan kelas umur dua tahun, model khusus memliki nilai standar eror yang jauh lebih baik dibandingkan dengan model umum. Namun untuk persentasi koefisien korelasi dan koefisien determinasi, model khusus memiliki nilai yang sedikit lebih rendah daripada model umum. Oleh karena itu, Perbedaan nilai koefisien korelasi dan determinasi model khusus terhadap model umum tidak terlalu mempengaruhi ketegori model yang baik.

(63)

A. Kelas umur satu tahun a. Satu Variabel

Model yang menggunakan satu variabel ini hanya memasukkan diameter pohon sebagai parameter penduga biomassa. Model dengan satu variabel yang memenuhi syarat model yang baik adalah sebagai berikut :

Tabel 15. Model khusus pendugaan biomassa satu variabel umur satu tahun (diameter)

No. Model R R² AgD AvD

1 Y = 1/(41,87.10-5 – 64,51.10-6x) 87,77% 84,71% 1,16% 0,88%

2 Y = 2388,31/(1 – 0,15x) 87,77% 84,71% 1,16% 0,88%

3 Y = 2747,21x(0,15x) *) 87,77% 84,71% 0,41% 0,36%

Keterangan: *) model yang terpilih; R= koefisien korelasi; R²= koefisien determinasi AgD= simpangan; AvD= simpangan rata-rata

Bentuk model Y = 2747,21x(0,15x) memiliki nilai yang sama pada koefisien korelasi, koefisien determinasi, simpangan agregatif dan simpangan rata-rata sebagai indikator pemilihan model terbaik yakni memiliki tingkat hubungan keeratan antar variabel sebesar 87,77% yang dijelaskan oleh koefisien korelasi, besarnya proporsi

variasi keseluruhan dalam nilai biomassa yang dapat diterangkan oleh hubungan linear

dengan diameter adalah 84,71% sedangkan 15,29% lainnya dipengaruhi oleh faktor eror

atau pengaruh lainnya yang dijelaskan oleh koefisien determinasi dan untuk menjelaskan

keakurasian model yang telah dibuat dapat dilihat melalui nilai simpangan agregatif

sebesar 0,41% dan simpangan rata-rata sebesar 0,36%. Berdasarkan kriteria Spurr (1952)

kedua persamaan tersebut dapat dikatakan cukup akurat dalam melakukan pendugaan

biomassa dengan menggunakan diameter sebagai variabelnya.

Walaupun ketiga model tersebut memiliki besar nilai yang sama terhadap

keempat indikator pemilihan model terbaik, model yang terbaik dan yang disarankan

(64)

Pemilihan bentuk model tersebut sebagai model yang terbaik dalam pendugaan biomassa

didasarkan oleh kesederhanaan bentuk model yang mempengaruhi terhadap kemudahan

dalam penggunaannya dalam menduga biomassa. Hal ini mengacu pada Onrizal

(2004) menyatakan dalam pemilihan persamaan alometrik, syarat statistik merupakan syarat utama dan selain kriteria statistik persamaan alometrik biomassa juga harus mempertimbangkan faktor keefisienan, kepraktisan dan kemudahan dalam pengumpulan data dilapangan (data peubah model).

Kriteria pertimbangan model di atas, model yang terbaik juga harus memenuhi syarat kenormalan penyebaran sisaan harus terpenuhi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu asumsi model regresi. Oleh sebab itu perlu dilihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak. Tampilan petak ukur uji kenormalan sisaan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Tampilan uji kenormalan sisaan persamaan alometrik biomassa model khusus umur satu tahun satu variabel

Gambar

Tabel 5. Biomassa di atas permukaan tanah pada tanaman Eucalyptus urophylla
Gambar 1. Petak pengukuran biomassa
Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian
Gambar 3. Areal petak ukur kelas umur (a) 1 tahun (b) 2 tahun (c) 3 tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

kalau pake bahasa c untuk program alarm suara adzannya ya tinggal baca data jam dan menit dari DS trus uji nilai waktunya itu dengan fungsi syarat IF€ atau bisa dengan

Pada hari ini, Selasa tanggal sepuluh belas bulan Januari tahun dua ribu tujuh belas, pada pukul 17.00 WIB yang merupakan batas akhir waktu pembukaan dokumen penawaran

Alasan mereka yang masih tetap menggunakan jasa perbankan terutama didasarkan karena kebu- tuhan untuk mengembangkan usaha yang memerlu- kan dana yang besar dengan bunga yang

Analisis univariat ini menjelaskan hasil penelitian yang merupakan distribusi frekuensi dari hubungan peran keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan perawatan diri

SKRIPSI PENERAPAN TERAPI PERILAKU PADA ANAK..... ADLN Perpustakaan

berupa video pembelajaran terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas VIII di MTs Negeri 2 Kota Blitar. Tidak ada pengaruh yang

maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pendaruh brand performance dan brand satisfaction terhadap brand switching sabun nuvo di sidoarjo2. Variable penelitian

Carruthers dan dia nampaknya tertarik pada kisah saya, dan mengatakan bahwa dia sudah memesan kereta untuk mengantar jemput saya sehingga saya tak perlu lewat jalan yang sepi