FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT ASAM JAWA TIDAK MEMANFAATKAN PELAYANAN PUSKESMAS AEK TOROP DI KELURAHAN DESA ASAM JAWA KEC. TORGAMBA KABUPATEN LABUHAN BATU
SELATAN
JULIANI
101121030SKRIPSI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada peneliti, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan
Puskesmas Aek Torop”.
Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan dan koreksi dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, MKes Selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ikhsanuddin A. Hrp, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku Dosen Pembimbing yang
senantiasa menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan yang
berharga dalam penulisan skripsi ini serta membimbing penulis selama
6. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.kp, M.Pd selaku Dosen Penguji I dan Ibu
Nunung Febriany Sitepu, S.kep, Ns, MNS selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Dr. H. Donny Irwansyah Dalimunthe selaku Kepala Puskesmas Aek
Torop yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian
ini.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Program S1
Keperawatan USU yang telah memberi bimbingan selama perkuliahan,
khususnya dosen-dosen mata kuliah riset keperawatan.
9. Teman-teman yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, uli, atis, dila,
riza, dian, coni, yuni, ratri, zura, kak vera, santi, dan lain-lain.
10.Teman-teman sejawat Program S1 Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara 2010.
Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang
membutuhkan. Peneliti sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Medan, Februari 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Prakata ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar tabel ... viii
Daftar Skema ... ix
Abstrak ... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Perilaku ... 10
2.1.1 Pengertian perilaku ... 10
2.2 Domain perilaku ... 12
2.2.1 Pengetahuan ... ... 12
2.2.2 Sikap ... 15
2.2.3 Praktek atau Tindakan (practice) ... 17
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 18
2.4 Perilaku kesehatan ... 19
2.5 Perilaku sakit ... 21
2.6 Model penggunaan pelayanan kesehatan ... 22
2.6.1 Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristic) ... 22
2.6.2 Karakteristik pendukung (Enabling charateristi) ... 23
2.7 Perilaku pencarian pelayanan kesehatan ... 23
2.8 Puskesmas ... 24
2.8.1 Pengertian Puskesmas ... 24
2.8.2 Visi dan Misi Puskesmas ... 24
2.8.3 Tujuan Puskesmas ... 25
2.8.4 Fungsi Puskesmas ... 25
2.8.5 Kegiatan Puskesmas ... 26
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 28
3.1 Kerangka Konsep ... 28
3.2 Defenisi Operasional ... 32
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33
4.1 Desain Penelitian ... 33
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
4.2.1 Populasi ... 33
4.2.2 Sampel ... 33
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
4.4 Pertimbangan Etik ... 36
4.5 Instrumen Penelitian ... 37
4.6 Uji validitas dan uji reliabilitas ... 37
4.6.1 Uji reliabilitas ... 37
4.6.2 Uji validitas ... 38
4.7 Pengumpulan Data ... 38
4.8 Analisa Data ... 39
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 41
memanfaatkan pelayanan Puskesmas ... 43
5.2 Pembahasan ... 44
5.2.1 Faktor Predisposisi ... 44
5.2.2 Faktor Pendukung ... 50
5.2.3 Faktor Pendorong ... 52
5.2.4 Faktor Kebutuhan ... 54
5.2.5 Hasil wawancara tentang apa yang membuat masyarakat tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas Aek Torop ... 56
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58
6.2 Saran... 59
6.2.1 Praktek keperawatan... 59
6.2.2 Pendidikan keperawatan ... 59
6.2.3 Penelitian keperawatan ... 60
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Lembar persetujuan responden 2. Instrumen penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Definisi operasional variabel penelitian ... 32
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak
memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop... 42
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor-faktor predisposisi
(kepercayaan, pengetahuan, sikap), faktor pendukung, serta faktor
kebutuhan ... 43
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Kerangka konseptual faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
MasyarakatAsam Jawa Tidak Memanfaatkan Pelayanan Puskesmas Aek Torop
Nama Mahasiswa : Juliani
NIM : 101121030
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
ABSTRAK
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya perubahan status kesehatan masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Akan tetapi, hal ini tidak membuat masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas/pelayanan kesehatan Puskesmas. Masyarakat lebih memilih berobat ke praktek dokter (84%) daripada ke Puskesmas. Padahal Puskesmas memiliki peran yang sangat penting sebagai pelaku utama untuk mempromosikan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif. Metode pengambilan sampel yang di gunakan adalah stratified sample dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Kuesioner penelitian terdiri dari karakteristik demografi, faktor predisposisi ( kepercayaan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung, faktor pendorong, dan faktor kebutuhan, serta wawancara satu pertanyaan. Hasil uji reliabilitas untuk faktor predisposisi kepercayaan (0,96,) pengetahuan (0,77), sikap (0,714), faktor pendukung (0,74), serta faktor kebutuhan (0,74) dengan menggunakan KR 21 (Kuder Richardson 21). Sedangkan untuk faktor pendorong (0,78) dengan menggunakan formula cronbach alpha. Analisa data dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan faktor kepercayaan baik (30,9%) dan tidak baik (69,1%), faktor pengetahuan baik (56,7%) dan tidak baik (43,3%), faktor sikap baik (77,1%) dan tidak baik (22,9%), faktor pendukung baik (61,7%) dan tidak baik (38,3%), faktor pendorong baik (28,3%), kurang baik (44,6%), dan tidak baik (27,1%), serta faktor kebutuhan baik (49,8%) dan tidak baik (50,2%). Menanggapi kondisi ini perawat perlu meningkatkan disiplin, keterampilan serta keramahtamahan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan Puskesmas. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan dengan metode deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam setiap item pertanyaan didalam angket/kuesioner sehingga pembahasannya lebih lengkap.
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
MasyarakatAsam Jawa Tidak Memanfaatkan Pelayanan Puskesmas Aek Torop
Nama Mahasiswa : Juliani
NIM : 101121030
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
ABSTRAK
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya perubahan status kesehatan masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Akan tetapi, hal ini tidak membuat masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas/pelayanan kesehatan Puskesmas. Masyarakat lebih memilih berobat ke praktek dokter (84%) daripada ke Puskesmas. Padahal Puskesmas memiliki peran yang sangat penting sebagai pelaku utama untuk mempromosikan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif. Metode pengambilan sampel yang di gunakan adalah stratified sample dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Kuesioner penelitian terdiri dari karakteristik demografi, faktor predisposisi ( kepercayaan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung, faktor pendorong, dan faktor kebutuhan, serta wawancara satu pertanyaan. Hasil uji reliabilitas untuk faktor predisposisi kepercayaan (0,96,) pengetahuan (0,77), sikap (0,714), faktor pendukung (0,74), serta faktor kebutuhan (0,74) dengan menggunakan KR 21 (Kuder Richardson 21). Sedangkan untuk faktor pendorong (0,78) dengan menggunakan formula cronbach alpha. Analisa data dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan faktor kepercayaan baik (30,9%) dan tidak baik (69,1%), faktor pengetahuan baik (56,7%) dan tidak baik (43,3%), faktor sikap baik (77,1%) dan tidak baik (22,9%), faktor pendukung baik (61,7%) dan tidak baik (38,3%), faktor pendorong baik (28,3%), kurang baik (44,6%), dan tidak baik (27,1%), serta faktor kebutuhan baik (49,8%) dan tidak baik (50,2%). Menanggapi kondisi ini perawat perlu meningkatkan disiplin, keterampilan serta keramahtamahan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan Puskesmas. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan dengan metode deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam setiap item pertanyaan didalam angket/kuesioner sehingga pembahasannya lebih lengkap.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di
indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung
terwujudnya perubahan status kesehatan masyarakat menuju peningkatan derajat
kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu
diperlukan upaya pembangunan sistem pelayanan kesehatan dasar yang mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat selaku konsumen dari pelayanan
kesehatan dasar tersebut (Profil kesehatan indonesia, 2007).
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan
dalam sistem pelayanan kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan wajib (basic
six) dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi,
kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah
setempat. Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh dan terpadu dilaksanakan melalui upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan, dan pemulihan disertai dengan upaya penunjang yang diperlukan.
Ketersediaan sumber daya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sangat
Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah
air. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, puskesmas diperkuat dengan
puskesmas pembantu serta puskesmas keliling. Jumlah puskesmas di Indonesia
sampai dengan akhir tahun 2009 sebanyak 8.737 unit dengan rincian jumlah
puskesmas perawatan 2.704 unit dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.033
unit. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan
penduduk terhadap puskesmas adalah rasio puskesmas per 100.000 penduduk.
Dalam kurun waktu 2005 hingga 2009, rasio ini menunjukkan adanya
peningkatan. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk pada tahun 2005 sebesar
3,50 pada tahun 2009 meningkat menjadi 3,78 (Profil kesehatan indonesia, 2009).
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat di
puskesmas, beberapa puskesmas non perawatan telah ditingkatkan statusnya
menjadi puskesmas perawatan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu tahun
2005-2009 telah terjadi peningkatan jumlah puskesmas perawatan dari 2.077 unit
pada tahun 2005 menjadi 2.704 unit pada tahun 2009(Profil kesehatan indonesia,
2009).
Sampai tahun 2008 jumlah puskesmas di Provinsi Sumatera Utara adalah
493 unit, setiap kecamatan di Provinsi Sumatera Utara sudah memiliki paling
sedikit 1 (satu) puskesmas. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Sumatera
Utara (13.042.317 jiwa), maka 1 puskesmas melayani 26.455 jiwa, bila
dibandingkan dengan standar nasional , 1 (satu) puskesmas melayani 30.000 jiwa,
berarti Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mampu menyediakan sarana
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008) dan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan
sendiri saat ini tercatat 11 puskesmas yang melayani kesehatan dasar untuk
masyarakat Labuhanbatu Selatan (Laporan Puskesmas Aek Torop, 2011).
Kabupaten LabuhanBatu Selatan terdiri dari 5 kecamatan. Kecamatan
Torgamba adalah salah satu dari 5 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten
tersebut. Di kecamatan Torgamba sendiri terdapat 14 Desa yang terdiri dari desa
dan
Puskesmas Aek Torop adalah salah satu puskesmas yang terletak di Kecamatan
Torgamba. Puskesmas Aek Torop memiliki wilayah kerja di enam desa yaitu
Desa Asam jawa sebanyak 14888 jiwa, Pangarungan sebanyak 5286 jiwa, Bunut
sebanyak 3856 jiwa, Bangai sebanyak 3740 jiwa, Rasau sebanyak 1504 jiwa, dan
Teluk Rampah sebanyak 940 jiwa. Jumlah seluruh penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Aek Torop adalah 30214 jiwa. Hal ini sesuai dengan standar nasional
1 (satu) Puskesmas melayani 30.000 jiwa. Selain itu terdapat 2 Pustu (Puskesmas
Pembantu) yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Aek Torop yaitu Pustu
Dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat, puskesmas belum dimanfaatkan
secara maksimal. Keadaan ini dapat dilihat dari data provinsi yang kunjungan ke
puskesmas kurang dari 6 % antara lain : Sumatera Utara (5.8 %), Banten (5,7 %),
Kalimantan Tengah (5.7 %) dan Riau (5.5 %). Banten, Sumatera Utara dan Riau
mempunyai wilayah yang luas, kebanyakan penduduk dipedesaan kurang
memanfaatkan fasilitas kesehatan modren yang ada. Kemungkinan besar karena
masalah terbatasnya fasilitas yang ada dan jarak fasilitas yang cukup jauh
berdasarkan susenas (2005) dalam Purba (2009).
Berdasarkan Statistik Kesra (2007) dalam Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara (2008) diperoleh data bahwa persentase masyarakat Sumatera
Utara yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami
selama sebulan yang lalu, ternyata lebih besar dibandingkan persentase
masyarakat yang berobat jalan. Sebanyak 65,36% masyarakat yang memiliki
keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu, memilih untuk mengobati sendiri.
Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 42,55% dari seluruh
masyarakat yang memiliki keluhan kesehatan sebulan yang lalu.
Dari masyarakat yang mengobati sendiri, 89,18% diantaranya
menggunakan obat modern, 27,09% menggunakan obat tradisional dan 8,24%
menggunakan obat lainnya. Bila dilihat dari tempat berobat yang dikunjungi oleh
masyarakat yang memilih berobat jalan diketahui bahwa jumlah masyarakat
Sumatera Utara yang mengunjungi praktek dokter/tenaga kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan lebih dominan dari pada ke Puskesmas/Rumah Sakit
tertinggi adalah sebagai berikut; Praktek Dokter 28,20%, Praktek Tenaga
Kesehatan 22,15%, Puskesmas/Pustu 20,58%, RS Swasta 7,71%, RS Pemerintah
6,86%, Praktek Pengobatan Tradisional 4,91% dan Dukun 0,35% lainnya 9,25%
(Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008)
Pelayanan rawat jalan, terbanyak masyarakat menggunakan tenaga
kesehatan yaitu sekitar 18,2% disusul dengan RS Bersalin yaitu 6,6%.
Penggunaan fasilitas pelayanan pemerintah untuk rawat jalan yaitu RS hanya
1,1% dan Puskesmas yaitu 3,3%. Untuk mendapatkan pelayanan rawat inap,
masyarakat Sumatera Utara lebih memilih menggunakan RS Swasta (2,3%)
dibandingkan RS Pemerintah (1,6%) dan Puskesmas (0,2%) (Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1202/MenKes/SK/VIII/2003
dalam Barus (2006) menetapkan salah satu indikator mengenai akses dan mutu
pelayanan kesehatan adalah persentase penduduk yang memanfaatkan puskesmas.
Surkesda Kab. Toba Samosir 2005/2006 menemukan sebagian besar
anggota keluarga yang sakit mencari pengobatan di praktik petugas kesehatan
(33,02%), diikuti oleh polindes (24,9%). Ke puskesmas hanya 18,35%. Gambaran
proporsi ini hampir sama dengan hasil Surkesnas 2001 di mana yang terbesar juga
praktik petugas kesehatan (27,5%) dan Puskesmas 23,6%. Kelihatannya
masyarakat di Toba Samosir masih lebih cenderung memilih praktik petugas
kesehatan dibanding dengan puskesmas. Salah satu faktor penyebab
kemungkinannya adalah kurangnya kepuasan masyarakat terhadap puskesmas
Hal ini sesuai dengan penelitian Hasibuan (1993) dalam Siregar (2004)
yang menyatakan bahwa pemerataan pelayanan yang belum baik, mutu pelayanan
yang belum optimal sehingga belum mampu memuaskan masyarakat, inefisiensi
dan inefektivitas, pola pembiayaan dan pelayanan yang kurang baik, mutu sumber
daya manusia yang memberikan pelayanan masyarakat masih rendah,
ketersediaan dan bahan peralatan yang kurang dan tidak sesuai dengan
penggunaannya.
Sedangkan menurut Trimurthy (2008) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada
pengetahuan apa yang ditawarkan dalam pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa
dan dengan biaya berapa pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka.
Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah
dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui
pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan.
Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk
berperilaku sehat (Profil kesehatan indonesia, 2009)
Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat
terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka
kemungkinan masyarakat akan menggunakan pelayanan kesehatan juga akan
berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya (Notoatmodjo,
pelayanan kesehatan yang lengkap seperti penelitian Lubis (2006) dalam
Hasibuan (2008) yang mengatakan bahwa semakin lengkap fasilitas maka
semakin tinggi tingkat pemanfaatan pelayanan puskesmas.
Begitu juga dengan penelitian Purba (2009) mengatakan bahwa tindakan
masyarakat dalam memanfaatkan puskesmas sebesar 13 % dari seluruh
responden. Masyarakat lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan yang diberikan
Bidan karena pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu menurut Hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Labuhanbatu tahun
2006 dalam Hasibuan (2008) menunjukkan bahwa puskesmas hanya menjadi
pilihan ketiga bagi anggota rumah tangga mencari pengobatan dalam mengatasi
keluhan penyakit. Pilihan utama masyarakat menurut survei ini adalah praktek
dokter dan pilihan kedua adalah praktek tenaga kesehatan.
Di Kecamatan Torgamba, kondisi ini tidak jauh berbeda. Pemanfaatan
Puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan dasar masyarakat masih minim. Hasil
survei pendahuluan menunjukkan jumlah masyarakat yang memanfaatkan
pelayanan puskesmas Aek Torop tahun 2010 sebanyak 1655. Hal ini sekitar 5,4 %
dari seluruh jumlah penduduk di wilayah binaan Puskesmas Aek torop (Survei
pendahuluan, 2011).
Di wilayah kerja Puskesmas Aek Torop terdapat sarana pelayanan
kesehatan lain seperti balai pengobatan swasta, praktek dokter umum,praktek
bidan, apotik, dan praktek dukun. Berdasarkan survei pendahuluan yang
dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas Aek Torop di dapatkan angka
sekitar 20 % dari jumlah penduduk masyarakat Asam Jawa. Selain itu dari rumah
sakit yang berada di dekat Kecamatan Torgamba yakni sebesar 830 orang/tahun.
Hal ini sekitar 5,5 % dari jumlah masyarakat Asam Jawa. Sedangkan dari praktek
balai pengobatan Bidan, peneliti tidak mendapatkan angka kunjungan disebabkan
praktek balai pengobatan Bidan sudah tidak menerima pasien lagi.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di Puskesmas Aek Torop tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan
Puskesmas Aek Torop. Hal ini perlu dilakukan karena ingin mengetahui seberapa
maksimal pelayanan yang dilakukan Puskesmas Aek Torop Kecamatan Torgamba
dan tindakan yang masyarakat lakukan terhadap pelayanan yang seharusnya
masyarakat terima dari Puskesmas.
1.2 Perumusan Masalah
Faktor-faktor apakah yang memengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa
tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Praktek keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sebagai
bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
puskesmas.
2. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi pembanding yang berkaitan
dengan konsep dan kebijakan yang telah diperoleh pada hasil studi dan
diintegrasikan dalam wahana pembelajaran keperawatan komunitas dalam
memahami dan mengatasi berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat tidak memanfaatkan pelayanan puskesmas.
3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perilaku
Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) mempunyai bentangan yang
sangat luas, seperti : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
membaca, menulis, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas
masing-masing. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)
karena terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian
organisme tersebut merespon. Skinner membedakan adanya dua respon dalam
proses terjadinya perilaku, yaitu :
1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
elicting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap,
misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
yang terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons
menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraanya dengan
mengadakan pesta, dan sebagainya.
2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforces, karena
memperkuat respon, misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya, maka petugas kesehatan akan lebih baik lagi dalam melaksanakan
tugasnya (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan teori Skiner yang menyatakan perilaku sebagai respon maka
perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku tertutup (Covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa
tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di
dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
Yaitu stimulus yang berasal dari luar diri seseorang, antara lain :
lingkungan baik fisik dan non fisik yang berupa sosial, budaya, ekonomi maupun
politik.
b. Faktor internal
Yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain :
perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar
dalam bentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya
dimana seseorang itu berada.
2.2. Domain Perilaku
Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah
atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik
(psychomotorik). Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
praktik/tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :
2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior) (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu
kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang penggunaan
puskesmas dan konsep sehat sakit masyarakat atau pengertian masyarakat tentang
penyakit.
Indikator yang dapat digunaakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pengetahuan tentang sehat dan penyakit meliputi :
1. Penyebab penyakit
2. Gejala dan tanda-tanda penyakit
3. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
4. Bagaimana cara penularannya
5. Bagaimana cara pencegahannya
2. Pengetahuan tentang cara hidup sehat
1. Jenis-jenis makanan yang bergizi
2. Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan
3. Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4. Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba,
5. Pentingnya istirahat cukup, rekreasi, dan lain sebagainya bagi kesehatan
3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1. Manfaat air bersih
2. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk kotoran dan sampah
3. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah sehat
4. Akibat polusi bagi kesehatan
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan menjadi salah
satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat
terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka
kemungkinan masyarakat akan menggunakan fasilitas kesehatan juga akan
berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya.
2.2.2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat,
namun hanya dapat ditafsirkan.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) sikap mempunyai 3
komponen pokok yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude),
yaitu :
1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam
hubungannya dengan objek tertentu
2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap
suatu kelompok.
3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal
tersebut
4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan
yakni (Notoatmodjo, 2007) :
1. Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespons (Responding)
Merespon, diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing)
Menghargai, diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan dan
mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
2.2.3. Praktik atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah
fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support)
dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
dari tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung.
Secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah
langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden
(Notoatmotmodjo, 2007).
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi
oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan.
2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor Pendorong (Renforcing Factor)
Faktor pendorong mencakup sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau
petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2.4. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan menurut skinner (1938), sebagaimana dikutip oleh
Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
yang mencakup antara lain :
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
b. Olahraga teratur
c. Tidak merokok
d. Tidak minum minuman keras dan narkoba
e. Istirahat yang cukup
f. Mengendalikan stress
g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak
berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.
2. Perilaku Sakit (Illness Behaviour)
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan penyebab
penyakit, dan sebagainya.
3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behaviour)
Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit, yang
harus diketahui oleh orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut
perilaku peran sakit (the sick role) yang meliputi :
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b. Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
c. Mengetahui hak (misalnya ; hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain, dan sebagainya).
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan
perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang
kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003)
2.5. Perilaku Sakit
Suchman dalam Notoatmodjo (2007) membagi 5 tahap kejadian yang
menganalisa bagaimana proses seseorang di dalam membuat keputusan
sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatannya
yaitu :
1. Tahap pengalaman/pengenalan gejala (The symptom experience)
Pada tahap ini individu membuat keputusan bahwa di dalam dirinya ada suatu
gejala penyakit, yang didasarkan pada adanya rasa ketidakenakan pada
badannya, yang dirasakan sebagai ancaman bagi hidupnya.
2. Tahap asumsi peran sakit (The assumption of sick role)
Pada tahap ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan
pengobatan, ia mencari informasi dan pengakuan dari anggota keluarga lain,
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan (The medical care contact)
Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan fasilitas/pelayanan
kesehatan, sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, informasi yang ada pada
dirinya tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan.
4. Tahap ketergantungan pasien (The dependent patient stage)
Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya, karena perbuatannya
sebagai pasien, maka untuk kembali sehat harus tergantung dan pasrah kepada
fasilitas pengobatan.
5. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi (The recovery of rehabilitation)
Pada tahap ini pasien atau individu memutuskan untuk melepaskan diri dari
peran pasien. Ini ada 2 kemungkinan yaitu : pertama karena ia pulih kembali
sebelum sakit, dan kedua karena ia menjadi cacat.
2.6. Model penggunaan pelayanan kesehatan
Salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan adalah model sistem
kesehatan (health system model). Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007)
menggambarkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan
yang menggambarkan 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni :
karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan.
2.6.1. Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap
individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan
sebagainya
c. Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan), seperti keyakinan bahwa pelayanan
kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
Karakteristik predisposisi ini tidak serta merta berpengaruh langsung
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tetapi sebagai faktor pendorong
untuk menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.
2.6.2. Karakteristik pendukung (Enabling charateristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun individu mempunyai
predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor
harus tersedia untuk menunjang pelaksanaanya seperti faktor kemampuan
(penghasilan dan simpanan, askes, dll) dan dari komunitas (fasilitas pelayanan
kesehatan).
2.6.3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari
pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai
kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung
untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
2.7. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak
penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit,
maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha, antara lain :
1. Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action)
2. Bertindak mengobati diri sendiri (self treatment)
3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan alternatif (traditional
remedy)
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat (chemist shop)
dan sejenisnya termasuk tukang-tukang jamu
5. Mencari pengobatan dengan pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan
modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan
swasta, yang dikategorikan ke dalam pengobatan Puskesmas dan Rumah Sakit.
6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh
dokter (private medicine) (Notoatmodjo, 2003)
2.8. Puskesmas
2.8.1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu unit pelaksana
fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat
pembinaan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Mubarak dan Chayatin, 2009 :
36).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
Menurut Mubarak dan Chayatin, (2009 : 38) mengatakan bahwa misi
puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan yang dapat dilakukan melalui
berbagai upaya, antara lain sebagai berikut :
1. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan sampai ke desa-desa
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
3. Mengadakan peralatan dan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat
4. Mengembangkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
2.8.3. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
2.8.4. Fungsi Puskesmas
1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat;
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya
2.8.5. Kegiatan puskesmas
Menurut Mubarak dan Chayatin, (2009 : 39) mengatakan bahwa terdapat
20 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Namun,
pelaksananaanya sangat bergantung pada faktor tenaga, sarana dan prasarana,
biaya yang tersedia, serta kemampuan manajemen dari tiap-tiap puskesmas.
Berdasarkan buku kebijakan dasar PUSKESMAS yang disusun oleh
Depkes RI tahun 2003, terdapat tujuh kegiatan sebagai upaya kesehatan wajib,
yakni :
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
g. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Selain itu juga terdapat upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan
dengan kemampuan Puskesmas, yakni :
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
j. Upaya Kesehatan Remaja
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak
memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop. Menurut Green (1980) dalam
Notoatmodjo (2003), Perilaku masyarakat ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan.
2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor Pendorong (Renforcing Factor)
Faktor pendorong mencakup sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau
petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Perilaku yang terbentuk pada masyarakat akan mempengaruhi penggunaan
pelayanan kesehatan. Salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan adalah
model sistem kesehatan (health system model). Anderson (1974) dalam
kepercayaan kesehatan yang menggambarkan 3 kategori utama dalam pelayanan
kesehatan, yakni :
1. Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang
digolongkan kedalam 3 kelompok sebagai berikut :
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan
sebagainya
c. Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan), seperti keyakinan bahwa
pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
Karakteristik pendorong ini tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk
menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik pendukung (Enabling charateristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun individu mempunyai
predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor
harus tersedia untuk menunjang pelaksanaanya seperti faktor kemampuan
(penghasilan dan simpanan, askes, dll) dan dari komunitas (fasilitas pelayanan
3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari
pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai
kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung
untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan keterangan diatas, peneliti ingin menggabungkan teori Green
(faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong) dan Anderson
(karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan).
Teori ini peneliti kombinasikan karena teori Green merupakan faktor yang
menganalisa dan pembentuk perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Sedangkan
teori Anderson merupakan salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan
adalah model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model sistem
kepercayaan kesehatan. Didalam model sistem kepercayaan kesehatan terdapat
perilaku masyarakat sehubungan penggunaan pelayanan kesehatan yang berupa
puskesmas. Selain itu, ada banyak faktor yang dikaji jika menggunakan kombinasi
teori Green dan Anderson, sehingga lebih banyak variabel yang bisa dibahas, dan
memudahkan peneliti mengidentifikasai faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku masyarakat tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas (Notoatmodjo,
2007).
Dari kombinasi teori Green dan Anderson dapat disimpulkan kerangka
konseptual yang digunakan yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor
Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada skema dibawah ini :
Skema 3.1 Kerangka konseptual faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
Faktor predisposisi yaitu : 1. Manfaat-manfaat kesehatan
(kepercayaan) 2. Pengetahuan 3. Sikap
Tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas
Faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan)
3.2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.2 Definisi Operasional variabel Penelitian
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Manfaat-manfaat kesehatan
(Kepercayaan)
Suatu keyakinan responden terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
dengan jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0
Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui
responden tentang kegiatan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
dengan jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0
Sikap Penilaian atau pendapat tentang
pelayanan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
dengan jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0
Faktor pendukung Segala sesuatu yang membuat
responden untuk memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
dengan jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0 Faktor pendorong Segala sesuatu yang berasal dari
petugas kesehatan yang membuat responde semakin memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
dengan jawaban baik bernilai 3, kurang baik bernilai 2, dan tidak baik bernilai 1
Faktor kebutuhan Segala sesuatu yang membuat
responden semakin cenderung untuk memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
Kuesioner 10 pertanyaan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan
Puskesmas Aek Torop Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu selatan.
4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi
pada penelitian ini adalah masyarakat yang berada di wilayah binaan Puskesmas
Aek Torop yang terdiri dari 6 desa yakni berjumlah 30214 jiwa.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2010).
Pengambilan sampel dengan menggunakan rumus dari Sarwono (2006) yaitu
sebanyak 99 orang, dan sesuai dengan kriteria inklusi sudah menikah, dapat
berbahasa indonesia dengan baik, dapat membaca dengan baik, mampu
berkomunikasi secara lisan dan tertulis, sehat jasmani dan rohani, dan bersedia
menjadi responden.
Rumus penentuan besar sampel untuk penelitian adalah :
n = Besar sampel
N = Besarnya populasi
d = Tingkat kesalahan (0,1)
n =
n =
n = 99
Menurut rumus banyaknya populasi penelitian ini terdapat 6 desa di
wilayah kerja Puskesmas Aek Torop Kecamatan Torgamba umumnya dari unit
wilayah akan ditetapkan pengambilan sampel secara stratified sample dengan
membagi masyarakat kedalam tingkat-tingkat atau strata masyarakat desa yang
terdiri dari 6 desa. Dengan demikian dapat dihitung jumlah sampel untuk
masing-masing desa sebagai berikut :
a. Desa Asam Jawa
n = x 99
n = 49
b. Desa Pangarungan
n = x 99
n = 17
c. Desa Bunut
n = x 99
n = 13
n = x 99
n = 12
e. Desa Teluk Rempah
n = x 99
n = 5
f. Desa Rasau
n = x 99
n = 3
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari 6
desa dan setiap desa harus diwakili sebagai sampel. Dari Desa Asam Jawa
sebanyak 49 dari 14888 orang, dari Desa Pangarungan sebanyak 17 dari 5286
orang, dari Desa Bunut sebanyak 13 dari 3856 orang, dari Desa Bangai sebanyak
12 orang, dari Desa Teluk Rampah sebanyak 5 orang dari 1504 orang dan terakhir
dari Desa Rasau sebanyak 3 dari 940 orang. Jadi total sampel adalah 99 orang
atau dibulatkan 100 orang (Arikunto, 2002).
4.3.Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah binaan Puskesmas Aek Torop Kecamatan
Togamba. Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga bulan September 2011.
Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah
karena tersedianya responden yang memadai di wilayah kerja puskesmas ini,
tempatnya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti dan Puskesmas ini belum pernah
dilakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tidak
4.4.Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan kepada
Dekan Fakultas Keperawatan untuk mendapatkan izin persetujuan penelitian.
Selain itu peneliti mengajukan surat permohonan tersebut ke Puskesmas Aek
Torop untuk pengambilan data awal dan pengambilan data selama proses
penelitian.
Penelitian ini memiliki beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan
etik, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden peneliti tentang tujuan
penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia,
maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi
jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak
dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian
ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko
fisik maupun psikologis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden
(confidentially), dijaga dengan cara menuliskan inisial pada instrumen dan hanya
menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua
informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008).
4.5.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner. Pada bagian awal instrumen penelitian berisi data karakteristik
responden yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir,
Bagian kedua kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan maupun
pernyataan tentang faktor predisposisi (kepercayaan, pengetahuan, dan sikap),
faktor pendukung (kemampuan lingkungan dan kemampuan komunitas), dan
faktor kebutuhan (tindakan) dengan menggunakan dichotomy question dengan
menggunakan jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0. Sedangkan faktor
pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan) menggunakan skala likert
dengan pilihan alternatif jawaban baik bernilai 3, kurang baik bernilai 2 dan tidak
baik bernilai 1. Bagian ketiga berisi wawancara dengan satu pertanyaan. Hasil
wawancara disajikan secara kualitatif.
4.6.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas 4.6.1. Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen. Tujuan dilakukan uji reliabilitas instrumen ini adalah untuk
mengetahui tingkat reliabilitas setiap pertanyaan kuesioner serta untuk
mengetahui konsistensi instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan uji
reliabilitas yaitu dengan memberi kuesioner terhadap 20 responden yang
memenuhi kriteria sampel di Desa Asam Jawa Kecamatan Torgamba Kabupaten
Labuhanbatu Selatan (Notoadmodjo, 2010. Hasil uji reliabilitas untuk faktor
predisposisi yakni manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan) yaitu 0,96,
pengetahuan yaitu 0,77, sikap yaitu 0,714, faktor pendukung yaitu 0,74, serta
faktor kebutuhan (tindakan) yaitu 0,74 ) dengan menggunakan KR 21 (Kuder
kesehatan) yaitu 0,78 dengan menggunakan formula cronbach alpha. Parameter
suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilainya 0,70-1,00 (Polit & Hungler,
1999).
4.6.2. Uji Validitas
Uji validitas kuesioner ini dengan menggunakan metode uji validitas
internal yaitu menggungkap data dari variabel yang berupa butir-butir pertanyaan
yang merupakan indikator dari variabel yang akan diteliti (Arikunto,2010). Uji
validitas instrumen ini dilakukan oleh staf pengajar Keperawatan Komunitas
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4.7.Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah memberikan kuesioner
kepada responden. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin
dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan USU, kemudian
mengantarkan surat izin penelitian tersebut ke Puskesmas Aek Torop. Pada saat
pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat dan prosedur
pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi
diminta untuk menandatangani informed consent. Setelah mendapat persetujuan
responden maka pengumpulan data dimulai. Pengumpulan data dimulai pada
bulan juli sampai september. Peneliti mendatangi rumah responden satu persatu.
Peneliti mendapatkan jumlah responden sekitar 15 orang/perminggu. Peneliti
menjelaskan jika terdapat pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden.
pertanyaan tentang apa yang membuat masyarakat tidak memanfaatkan
fasilitas/pelayanan Puskesmas Aek Torop.
Banyak kendala yang peneliti jumpai waktu pengumpulan data seperti
beberapa orang menolak untuk menjadi responden dengan alasan lagi sibuk,
padahal ia sedang duduk-duduk dan tidak melakukan apapun. Selain itu ada juga
yang mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan keuntungan apapun jika
bersedia menjadi responden, serta ada juga yang meminta uang atau
hadiah/imbalan.
4.8.Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari editing untuk
memeriksa kelengkapan dan data responden serta memastikan bahwa semua
pertanyaan telah diisi. Selanjutnya diberi kode pada kuesioner untuk memudahkan
peneliti dalam melakukan tabulasi data. Kemudian dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan tehnik komputerisasi yaitu dengan menggunakan entri data
dan teknis analisis deskriptif.
Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik
deskriptif eksploratif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan dan
memaparkan suatu variabel yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop.
Selanjutnya dari pengolahan data statistik deskriptif eksploratif, data disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk mendeskripsikan
data demografi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa yang tidak memanfaatkan
pelayanan Puskesmas Aek Torop yang diperoleh melalui proses pengumpulan
data. Penelitian dilakukan sejak 20 juli sampai 10 september 2011 di wilayah
binaan Puskesmas Aek Torop Kecamatan Torgamba sebanyak 100 orang yang
terdiri dari 6 desa yakni Desa Asam Jawa sebanyak 49, Desa Pangarungan
sebanyak 17, Desa Bunut sebanyak 13, Desa Bangai sebanyak 12 orang, Desa
Teluk Rampah sebanyak 5 orang dan terakhir dari Desa Rasau sebanyak 3 orang.
5.1.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden yang akan dipaparkan
mencakup umur, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan
penghasilan perbulan. Dari data yang diperoleh (tabel 5.1) menunjukkan
mayoritas responden berumur 20-30 tahun (46 %), jenis kelamin perempuan
(52%), suku batak (42%), pendidikan terakhir SLTA (35%), dan penghasilan
perbulan > Rp. 1600.000 (53%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas (n= 100)
Karakteristik Umur
Frekuensi Persentase
20-30 tahun 46 46
31-40 tahun 22 22
41-50 tahun 24 24
51-60 tahun 8 8
Jenis kelamin
Laki-laki 48 48
Perempuan 52 52
Suku
Jawa 41 41
Batak 42 42
Padang 6 6
Melayu 3 3
Aceh 8 8
Pendidikan terakhir
Tidak sekolah 23 23
SD 14 14
SLTP 15 15
SLTA 35 35
Program Diploma 8 8
Universitas 5 5
Pekerjaan
Ibu rumah tangga 12 12
Petani 41 41
PNS 1 1
Pegawai swasta 14 14
Lainnya 32 32
Penghasilan
< Rp. 800.000 16 16
Rp. 800.000-1600.000 31 31
5.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
Untuk menentukan apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek Torop
seperti faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan bernilai baik
dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari jawaban ya. Sedangkan bernilai tidak
baik dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari jawaban tidak dari responden.
Untuk faktor pendorong bernilai baik dengan menjumlahkan nilai rata-rata
jawaban baik, bernilai kurang baik dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari
jawaban kurang baik, serta bernilai tidak baik dengan menjumlahkan nilai
rata-rata dari jawaban responden tidak baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
[image:52.595.111.517.482.619.2]tabel 5.2 dan 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor-faktor faktor
predisposisi (kepercayaan, pengetahuan, sikap), faktor pendukung, serta faktor kebutuhan
No Faktor-faktor Ya Tidak
F (%) F (%)
1 Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan) 30,9% 69,1%
2 Pengetahuan 56,7% 43,3%
3 Sikap 77,1% 22,9%
4 Faktor pendukung (penghasilan, asuransi
kesehatan, fasilitas kesehatan, dan biaya)
61,7% 38,3%
[image:52.595.112.506.660.737.2]5 Faktor kebutuhan (tindakan) 49,8% 50,2%
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor pendorong
No Faktor-faktor Baik Kurang
baik
Tidak baik
F (%) F (%) F (%)
1 Faktor Pendorong (sikap dan
perilaku petugas kesehatan)
28,3% 44,6% 27,1%
5.3. Pembahasan
Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat Asam Jawa tidak memanfaatkan pelayanan
Puskesmas Aek Torop
5.3.2. Faktor predisposisi
a. Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan)
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor kepercayaan dapat dilihat pada
tabel 5.2, bahwa sebagian besar responden mengatakan faktor kepercayaan tidak
baik (69,1%) dan yang mengatakan baik (30,9%). Menurut Green (1980) perilaku
seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi dari orang yang bersangkutan. Kepercayaan merupakan salah
satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas.
Menurut Azwar (1996) dalam Indriaty (2010) secara umum dapat
dirumuskan bahwa batasan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan
standar yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas
merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda
diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi
perbedaan dipakai suatu pedoman yaitu hakikat dasar dari penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa
Hal ini senada dengan pendapat Azwar (1998) yang dikutip oleh Siregar
(2004) yang berpendapat bahwa kebutuhan dan permintaan seseorang terhadap
kesehatan sangat dipengaruhi oleh pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi
orang tersebut. Jika tingkat pendidikan baik, keadaan sosial budaya dan ekonomi
baik, maka secara relatif kebutuhan dan tuntutannya terhadap kesehatan akan
tinggi. Hal sebaliknya, dimana tuntutan terhadap kesehatan akan menurun apabila
tingkat pendidikan, keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi belum memuaskan
atau tidak memungkinkan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Menurut penelitian Hasibuan (2008), dari segi kepercayaan masyarakat
terhadap puskesmas, seluruh informan menilai kurang. Dari informasi yang
diperoleh baik dari responden maupun informan, mengenai pandangan terhadap
pelayanan kesehatan, dapat dipahami mengapa angka pemanfaatan fasilitas kota
Rantauprapat masih rendah. Hal ini menurut Hasibuan (2008) dalam Depkes
(1999), pemanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh (1). Keterjangkauan
lokasi pelayanan, (2). Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia, (3).
Keterjangkauan informasi. Dari rendahnya kualitas pelayanan (mutu) dan
kurangnya informasi, merupakan penyebab rendahnya penggunaan pelayanan
kesehatan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi kepercayaan
responden tidak baik (69,1%). Hal ini dapat dilihat dari responden yang
mengatakan mutu puskesmas yang tidak baik (66%), responden merasa tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas Aek Torop (78%). Mutu
keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan
pasien, salah satu kesembuhan/keamanan tindakan berhubungan dengan
sikap/tindakan petugas kesehatan (Anwar, 1996). Ini artinya mutu yang baik
mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan Puskesmas Aek torop.
Ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, komunikasi petugas dengan
pasien, keramahtamahan petugas dalam melayani pasien membuat masyarakat
semakin percaya untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas
Aek Torop.
b. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan dapat dilihat pada tabel
5.2, bahwa responden mengatakan pengetahuan tidak baik (43,3%) dan yang
mengatakan baik (56,7%). Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).
Selain itu Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa
pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku
seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja
pelayanan puskesmas, maka kemungkinan masyarakat akan menggunakan
fasilitas kesehatan juga akan berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang
diketahuinya.
Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah
pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan prilaku kesehatan.
Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan
seseorang untuk berperilaku sehat (Profil kesehatan provinsi sumatera utara,
2008).
Menurut penelitian Prihardjo (2005) dalam Tarigan (