KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR
Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan
Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara
Kota Tanjungbalai
(Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)
TESIS
OLEH
MIRZAL
057020004/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR
Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan
Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara
Kota Tanjungbalai
(Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
OLEH
MIRZAL
057020004/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR STUDI KASUS: KELURAHAN KUALA SILO BESTARI DAN KELURAHAN SEJAHTERA KECAMATAN TANJUNGBALAI UTARA
KOTA TANJUNGBALAI
Nama Mahasiwa : MIRZAL
Nomor Pokok : 057020004
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) Ketua
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) Anggota
Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc)
Dekan,
Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji
Pada Tanggal: 09 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof . Julaihi Wahid, B. Arch, M.Arch, PhD
Anggota : 1. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc
2. Wahyuni Zahrah, ST, MS
3. Hajar Suwantoro, ST, MT
PERNYATAAN
KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR
Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan
Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara
Kota Tanjungbalai
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2011
ABSTRAK
Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air.
Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara.
Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan.
ABSTRACT
An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the Asahan River. The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river.
The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview.
The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.
KATA PENGANTAR
...
ﻢﻴﺣ
ﺭﻟﺍ
ﻥﻣﺣﺭﻟﺍ
ﻟﻠ
ﻡﺳﺑ
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
berkat-Nya yang penulis rasakan dalam mengikuti pendidikan Program Studi
Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota
Universitas Sumatera Utara, sehingga sampai penelitaian dan penulisan tesis ini dapat
di selesaikan. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah PPs –
669 Tesis pada program studi.
Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak
Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch., B. Arch., M. Arch., PhD, sebagai ketua komisi
pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc., sebagai anggota komisi
pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Kota
Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu
dan memberikan bimbingan dan literatur serta dukungan moril yang sangat besar
artinya bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Syahril
Pasaribu, DTM & H, MSc, Sp.A (K), sebagai rektor Universitas Sumatera Utara
Medan. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. H. Sutrisno Hadi SpOG, sebagai Walikota
Tanjungbalai yang telah memberikan izin penulis untuk mengikuti pendidikan
Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan bantuan antara lain Ibu Beny Octofryana Yousca Marpaung, ST.,
MT., PhD. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Bapak
Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI selaku koordinator Manajemen
Pembangunan Kota, Bapak/Ibu staf pengajar dan staf Administrasi pada Program
Studi Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur Universitas
Sumatera Utara.
Keluarga tercinta kedua orangtua (Alm. dan Almh.), istri saya Yusnita, anak-anak
saya (Rahmi Eka Yani, Muhammad Alfharisi dan Abdul Hafiz) yang tak hentinya
mendoakan dan mendorong untuk penyelesaian thesis ini
Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Teknik Arsitektur Bidang
Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota dan semua pihak yang tidak disebutkan
satu persatu tetapi telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada
penulis. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik saudara.
Medan, Juli 2011
Penyusun
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A.DATA PRIBADI
Nama : Mirzal
Tempat/Tanggal Lahir : Maninjau/10 Desember 1958
Alamat : Jl. Mekar 1 No. 4 Perumnas Sijambi Tanjungbalai
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
B.RIWAYAT PENDIDIKAN
SD Negeri 8 Dumai (tamat tahun 1971)
ST Negeri 1 Bukittinggi (tamat tahun 1974)
STM Negeri Bukittinggi (tamat tahun 1977)
D III Politeknik PU Universitas Diponegoro Semarang (tamat tahun 1984)
Sarjan Teknik Sipil Universitas Amir Hamzah Medan (tamat tahun 1992)
C.RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Penelitian ... 5
1.3 Rumusan Penelitian ... 5
1.4 Lingkup Penelitian ... 6
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
1.7 Kerangka Pemikiran ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pemukiman Tepi Air ... 8
2.2 Garis Sempadan Sungai ... 12
2.3 Peranan Sungai Perkotaan ... 14
2.4 Klassifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai ... 16
2.6 Morpologi Pemukiman Tepi Sungai ... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 28
3.1 Lokasi Penelitian ... 28
3.2 Populasi dan Sampel ... 28
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.4 Metode Analisa Data ... 33
BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 34
4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai ... 34
4.2 Tinjauan Lokasi Penelitian ... 36
4.3 Terbentuknya Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 38
4.3.1 Kondisi lokasi pemukiman ... 42
4.3.2 Kondisi fisik bangunan ... 44
4.3.3 Tipe rumah ... 47
4.3.4 Sarana penghubung ... 49
4.4 Terbentuknya Kelurahan Sejahtera ... 51
4.4.1 Kondisi lokasi pemukiman ... 52
4.4.2 Kondisi fisik bangunan ... 54
4.4.3 Tipe rumah .. ... 57
4.4.4 Sarana penghubung ... 59
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61
5.1 Umum ... 61
5.2 Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 61
5.2.2 Tipologi pemukiman ... 68
5.2.3 Tipologi rumah di dalam garis sempadan ... 68
5.2.4 Tipologi rumah di area badan sungai ... 73
5.2.5 Analisa tipologi pemukiman ... 76
5.2.6 Morfologi pemukiman tepi sungai ... 80
5.2.7 Morfologi pola linier ... 83
5.2.8 Analisa morfologi pemukiman ... 85
5.3 Kelurahan Sejahtera ... 87
5.3.1 Karakteristik responden ... 87
5.3.2 Tipologi pemukiman ... 93
5.3.3 Analisa tipologi pemukiman ... 97
BAB VI ANALISIS... ... .... 100
6.1 Metode Analisis ... 100
6.2 Karakteristik Responden ... 100
6.3 Tipologi Pemukiman ... 102
6.4 Morfologi Pemukiman ... 111
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 114
7.1 Kesimpulan ... 114
7.2 Saran ... 116
7.3 Rekomendasi ... 116
Daftar Gambar
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Pemikiran ... 7
2.1 Potongan Melintang Sungai ... 13
2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air ... 20
2.3 Morpologi ke Arah Daratan ... 22
2.4 Morpologi ke Arah Air ... 22
2.5 Morpologi ke Arah Selari ... 25
2.6 Morpologi di Atas Air ... 25
2.7 Morpologi Muka Muara ... 27
4.1 Peta Sumatera Utara ... 35
4.2 Peta Kota Tanjungbalai .. ... 36
4.3 Peta Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 47
4.4 Foto Udara Kota Tanjungbalai, 1930 ... ... 39
4.5 Pelabuhan Kota Tanjungbalai pada Masa Hindia Belanda ... 39
4.6 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1958 ... 41
4.7 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1966 ... 41 4.8 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1980 ... 41
4.10 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari
Tahun 2000 ... 42
4.11 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2010 ... 43
4.12 Bentuk Konstruksi Bangunan Rumah Tepi Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 46
4.13 Bentuk Ruang di Dalam Rumah Panggung Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 46
4.14 Tipe Rumah di Daratan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 48
4.15 Tipe Rumah yang Berfungsi Sebagai Tempat Tinggal dan Usaha ... 48
4.16 Tipe Rumah Berkelompok di Tepi Sungai Asahan... 49
4.17 Sarana Jalan di Daratan di Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 50
4.18 Sarana Jalan di Atas Badan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 50
4.19 Peta Kelurahan Sejahtera ... 52
4.20 Rumah Panggung Akibat Penimbunan Kelurahan Sejahtera ... 53
4.21 Bentuk Konstruksi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahterah 55
4.22 Bentuk Pondasi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 56
4.23 Tanggul Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 56
4.24 Kondisi Lingkungan Kelurahan Sejahtera ... 57
4.25 Rumah Tipe Tunggal Di Darat Kelurahan Sejahtera ... 58
4.26 Rumah Tipe Bertingkat Di Darat Kelurahan Sejahtera ... 58
4.27 Tipe Rumah Tunggal Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 59
4.28 Tipe Rumah Bertingkat Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 59
4.30 Sarana Jalan Menuju Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 60
5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 62
5.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ... 62
5.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 62
5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran ... 63
5.5 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ... 64
5.6 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi... 64
5.7 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ... 65
5.8 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ... 66
5.9 Pekerjaan Responden Sebagai Nelayan ... 67
5.10 Kegiatan Sosial Responden ... 68
5.11 Peta Garis Sempadan Tepi Sungai Asahan ... 70
5.12 Tipe Rumah Bertingkat di Dalam Garis Sempadan ... 71
5.13 Tipe Rumah Deret di Dalam Garis Sempadan ... 71
5.14 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Bermukim ... 72
5.15 Tipe Rumah Panggung di Atas Badan Sungai ... 73
5.16 Tipe Rumah Panggung di Darat ... 74
5.17 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 74 5.18 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ... 75
5.19 Rumah Permanen di Daratan ... 75
5.20 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ... 76
5.21 Tipe Rumah Tunggal Dengan Batas Pagar ... 77
5.23 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ... 78
5.24 Dinding Rumah Berbatasan Langsung dengan Jalan ... 78
5.25 Rumah Saling Berkelompok ... 80
5.26 Batas Rumah Berupa Jalan Titian ... 80
5.27 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Lahan ... 82
5.28 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Bangunan ... 82
5.29 Peran Sungai yang Multifungsi ... 83
5.30 Morpologi Pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 84
5.31 Ruang Sosial ... 85
5.32 Pola Linier Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86
5.33 Pola Cluster Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86
5.34 Pola Linier Membelakangi Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86
5.35 Pola Cluster didalam Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 87
5.36 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 88
5.37 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ... 88
5.38 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ... 89
5.39 Karakteristik Responden Menurut Pengeluaran ... 89
5.40 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ... 90
5.41 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi ... 90
5.42 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ... 91
5.43 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ... 91
5.45 Kegiatan Sosial Responden ... 93
5.46 SD Negeri Kelurahan Sejahtera ... 94
5.47 MCK di Dalam Sungai Silau ... 94
5.48 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 95 5.49 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ... 96
5.50 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ... 96
5.51 Rumah Permanen di Tepi Sungai Silau ... 96
5.52 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar ... 98
5.53 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda (Tempat Usaha) ... 98
5.54 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ... 98
6.1 Morfologi Pemukiman Arah Ke Air Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 112
Daftar Tabel
Nomor Judul Halaman
3.1 Data Jumlah Unit Rumah ... 31
4.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai ... 36
4.2 Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai …….. ... 38
5.1 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 76
5.2 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ... 79
5.3 Analisa Morfologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Pola/Bentuknya … 85 5.4 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Sejahtera ... 97
5.5 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ... 69
6.1 Analisa Perbandingan Karakteristik Responden ... 99
6.2 Analisa Perbandingan Bentuk dan Lokasi Rumah ... 101
ABSTRAK
Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air.
Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara.
Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan.
ABSTRACT
An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the Asahan River. The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river.
The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview.
The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya
berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad
telah menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional (Suprijanto 2003). Dari sisi
geografis, banyak kota–kota di Indonesia berlokasi di daerah pantai, dataran rendah
maupun dataran tinggi (pegunungan), seperti Kota Palembang (Sumatera Selatan)
terletak di tepi Sungai Musi, Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) terletak di tepi
Sungai Kuin dan Sungai Barito dan banyak lagi kota–kota yang lainnya. Dari itu
duapertiga bagian wilayahnya adalah perairan, menjadikan Indonesia memiliki garis
pantai terpanjang di dunia, hal tersebut menjadikan pula beberapa bagian wilayah di
Indonesia merupakan kawasan pesisir atau tepi air.
Kawasan tepi pantai adalah termasuk kawasan tepi air, seperti halnya kawasan
tepi sungai/laut dan kawasan tepi danau. Namun kawasan tepi sungai memiliki
beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih
strategis. Apabila ditinjau dari sejarah kelautan, bangsa Indonesia sudah sejak
berabad-abad yang lalu dikenal dengan kehidupan baharinya, dengan memfungsikan
kota pantai menjadi pusat-pusat perdagangan melalui jalur transportasi laut.
Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan,
terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka
seadanya, sehingga tumbuh usaha-usaha reklamasi pantai yang tidak terkendali,
berebut dengan pihak swasta yang bermodal besar.
Pada perkembangan selanjutnya kawasan tepi sungai menjadi tempat yang
menarik untuk pemukiman, gejala tersebut dapat terjadi karena berbagai alasan,
antara lain: merupakan kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis. Secara
empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh
masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Kondisi tersebut menyebabkan
tingginya laju pertumbuhan perkotaan, dimana kawasan tepi sungai cenderung
tumbuh lebih cepat, baik secara demografis maupun ekonomi.
Besarnya daya tarik kota, dimana terbukanya lapangan untuk pekerjaan
dengan tenaga tidak terampil (informal) merupakan satu diantara tingginya arus
urbanisasi. Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal di luar
jangkauan sebahagian anggota masyarakat, karena pendapatan sebagian penduduk di
negara-negara berkembang seperti Indonesia begitu rendah, sehingga setelah dipakai
untuk membayang makan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit
sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus
meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh dibawah harga rumah yang
termurah sekalipun (Panudju, B. 1999).
Fasilitas hunian merupakan kebutuhan yang sangat mendasar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi penduduk, sedangkan perumahan merupakan
indikator dari kemampuan suatu pemerintah dalam memenuhi salah satu kebutuhan
pokok penduduknya (Budihardjo, E. dan Sudanti H, 1993). Akibat adanya bangunan
bangunan tersebut tidak terelakkan menjadi perusak tata guna lahan dan sungai,
seperti semrawutnya tata letak perumahan,sampah-sampah yang dibuang ke badan
sungai yang mengakibatkan kedalaman terganggu, terjadi pendangkalan sungai dan
erosi, alur sungai menjadi berubah sehingga keruntuhan tebing terjadi dan manfaat
sungai sebagai sumber air bersih dan sumber ikan bagi manusia menjadi hilang
(Firdaus, 2000).
Dilihat dari Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang
terencana,dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan,
lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan
pembangunan,serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia
yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada satu kesatuan wilayah
nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran.
Bantaran sungai sangat memungkinkan untuk dilakukan penataan ruang dan
dengan memperhatikan fungsi sebagai penyangga ekologi, sosial dan ekonomi sebab
perkembangan ekonomi dapat diasosiasikan dengan masalah lingkungan yang
muncul pada bantaran sungai itu sendiri. Beberapa masalah tersebut berhubungan
dengan urbanisasi, perubahan yang cepat dalam menggunakan lahan sehingga terjadi
pengurangan ruang terbuka hijau, juga ketidak seimbangan suplai air, banjir, erosi
tanah, sedimentasi sungai dan lain-lain (Al Mamun et al,1999).
Kesalahan yang selalu terjadi dan juga sering dijumpai dalam perencanaan
tata ruang wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan
wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan yang mengarah ke daerah banjir, bahkan
konsep masterplan drainase yang sekarang dianut di seluruh Indonesia alah drainase
yang dapat mendatangkan banjir yakni konsep drainase yang secepatnya mengalirkan
kelebihan air ke sungai, sehingga sungai tidak mampu menampung air tersebut dan
akibatnya akan meluap (Maryono, A. 2003).
Salah satu kota tepi air adalah kota Tanjungbalai, yang merupakan salah satu
kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki sungai besar yaitu
Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Secara
spesifik Sungai Asahan tersebut bermuara ke Selat Malaka, sebab Kota Tanjungbalai
berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai
Asahan berdirilah pemukiman penduduk. Bentuk dari
pemukiman-pemukiman ini bermacam-macam, seperti halnya mengikuti tepian sungai dan ada
juga membesar ke badan sungai. Pemukiman ini sudah ada sejak tahun 1950 sampai
sekarang.
Di tepi kedua sungai ini, banyak terdapat pemukiman-pemukiman,
diantaranya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya
mengarah ke tengah sungai Asahan lapis demi lapis. Hampir setengah badan Sungai
Asahan ini ditumbuhi oleh rumah-rumah panggung dibuat dari kayu dengan
konstruksi seadanya. Beberapa dari rumah–rumah ini bangunannya sudah mulai
lapuk dan miring termasuk di Kelurahan Sejahtera. Inilah yang menjadi alasan dalam
pemilihan lokasi penelitian. Semua permasalahan yang telah disebutkan terdapat
1.2 Identifikasi Penelitian
Kawasan pemukiman tepi sungai, bentuk pemukimannya sangat dipengaruhi
oleh air pasang surut permukaan sungai. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak
pada ketinggian rata-rata 0 – 3 meter diatas permukaan laut. Kondisi ini merupakan
daratan yang relatif datar, sehingga sebagian pemukiman yang berada ditepi sungai
akan tergenang apabila terjadinya air pasang sungai. Adanya pengikisan tepi sungai
(abrasi) dan sedimentasi menyebabkan batas daratan dan garis pantai tidak dapat
dibedakan lagi. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dan bentuk bangunan yang
berada dalam kawasan tersebut.
Kondisi pemukiman tepi Sungai Asahan ini khususnya di Kelurahan Kuala
Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai sangat
memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak
memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Kepadatan bangunan
sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat
berada di tepi sungai bahkan sudah tepat di atas air.
1.3 Rumusan Penelitian
Berdasarkan hal diatas dapat dirinci permasalahan yang ada di lokasi
penelitian yaitu bagaimana pola permukiman, proses pertumbuhan dan faktor-faktor
penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air di Sungai Asahan Tanjungbalai untuk
1.4 Lingkup Penelitian
Dalam penulisan tesis ini kajian morfologi pemukiman tepi sungai hanya
meneliti pada Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan
Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Kedua Lokasi ini tepat berada di bibir sungai
dan pemukiman sudah melewati garis sempadan sungai menuju ke arah tengah
sungai.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan Kajian Morfologi Pemukiman Tepi
Air sungai Asahan adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, mengetahui
proses pertumbuhan pemukiman tepi air, mengetahui faktor-faktor penyebab
pertumbuhan pemukiman tepi air.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian mengenai kajian ini diharapkan akan bermanfaat baik
untuk bidang akademis maupun untuk pemerintah terutama pemerintah Tanjungbalai.
Penelitian ini merupakan suatu bagian dari proses penataan ruang secara keseluruhan
dan juga sebagai masukan bagi pengelola kota/pengambil keputusan untuk
menentukan pola kebijakan pengadaan pemukiman. Sebagai manfaat akademis/ilmu
pengetahuan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan mengenai
1.7 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang yaitu pesatnya pertumbuhan pemukiman, adanya
pemanfaatan badan sungai sebagai lahan pemukiman dan permasalahan pemukiman
yang tumbuh organik sepanjang pada lokasi penelitian, sehingga permasalahan yang
ada menjadi begitu kompleks. Untuk memudahkan penuliasan penelitian ini
dirancang suatu kerangka pemikiran seperti terlihat pada gambar 1.1.
PERMASALAHAN
1. Pemukiman yang tidak teratur dengan kepadatan bangunan yang tingi 2. Berkembangnya pemukiman disepanjang Sungai Silau dan Sungai Asahan 3. Mengapa terjadi pemukiman di tepi Sungai Silau dan Sungai Asahan?
TUJUAN
1.Untuk mengetahui pola pemukiman tepi air
2.Untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air 3.Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan
pemukiman tepi air
Pengolahan Data
Kesimpulan LATAR BELAKANG 1. Pesatnya pertumbuhan pemukiman di tepi Sungai Asahan
2. Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah Sungai Asahan lapis demi lapis.
3. Badan Sungai Asahan ditumbuhi oleh rumah panggung
4. Pemukiman Kelurahan Sejahtera berada didalam garis sempadan Sungai Silau
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Tinjauan Khusus Tinjauan Umum
1. Pemukiman tepi sungai 2. Garis Sempadan sungai 3. Tipologi pemukiman tepi sungai 4. Morfologi pemukiman tepi sungai
KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI 1. Kota Tanjungbalai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemukiman Tepi Air
Pemukiman adalah produk budaya juga ruang tempat manusia berbudaya itu
sendiri, yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
berkembangnya kebudayaan. Pemukiman akan dengan sendirinya berkembang secara
berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah
pemukiman organis/spontan meskipun pada akhirnya secara spasial pemukiman
tersebut memunculkan pembentuk lingkungannya sendiri (Budiharjo E., 1993).
Pola penyediaan perumahan/pemukiman menurut Turner dalam Yunus
(1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Housing for people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat
dilakukan oleh badan pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan
diawasi oleh pemerintah. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya
Indonesia pola penyediaan permukiman ini tidak pernah dilakukan.
b. Housing by people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat
dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun
kelompok. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola
penyediaan permukiman ini dilakukan bahkan tanpa pengawasan
pemerintah dan penentu kebijakan lainnya.
Menurut Suprijanto I (2003) secara garis besar karakteristik umum
a. Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan
permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh.
b. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional
konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana.
c. Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan
pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan
sehat cenderung masih kurang.
d. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai
kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari
sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air
permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui
pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan
masalah-masalah di atas seperti system pembuangan air limbah, sampah
pengelolaan air bersih .
Pembangunan perumahan/pemukiman yang sedemikian pesatnya
menyebabkan banyak pertumbuhan pemukiman yang tidak teratur dan terencana
dengan baik. Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Rumah
menjadi tempat dimana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang
dimana manusia mengekspresikan cara melakoni kehidupan, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Rumah juga dijadikan alat untuk
menampilkan citra dimana nilai norma dan tradisi lebih berpengaruh dalam citra,
Sinulingga B (1999), mengemukakan di dalam setiap rencana kota terlihat
bahwa penggunaan lahan untuk pemukiman mengambil bagian yang paling besar
untuk pemukiman. Untuk menjadikan pemukiman menjadi suatu kawasan yang utuh
dibutuhkan beberapa komponen didalamnya seperti:
a. Adanya lahan atau tanah untuk peruntukannya dimana harga dari satuan
rumah sangat berpengaruh terhadap lokasi pemukiman itu sendiri.
b. Adanya sarana dan prasarana pemukiman seperti jalan lokal, saluran
drainase, saluran air kotor, saluran air bersih, jaringan listrik, jaringan
telepon. Sarana dan prasarana ini akan menunjang kualitas dari
pemukiman
c. Adanya perumahan (tempat tinggal yang dibangun) dalam kawasan
pemukiman
d. Adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial didalamnya seperti fasilitas
pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan bermain dan lain-lain.
Pada umumnya masalah perumahan di kawasan perkotaan terjadi karena:
a. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi baik berasal dari pertumbuhan
alamiah maupun terjadi akibat arus urbanisasi.
b. Mahalnya pembangunan rumah di kota ditunjang dengan keterbatasan
lahan.
c. Rendahnya kemampuan penduduk untuk tinggal dikawasan pemukiman
d. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah.
Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu pemukiman
terjadi hubungan antar manusia dengan manusia, dengan alam, serta manusia dengan
penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistim nilai yang dianut suatau masyarakat,
berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya.
Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu
rumah meliputi faktor kultur, religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan
fungsi tertentu yaitu fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal, fungsi kedua
rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia, fungsi ketiga, rumah
merupakan arsenal, dimana manusia mendapat kekuatannya kembali.
Pemukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non
fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistim sosial budaya,
pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik
lingkungan, Koentjaraningrat (1977) dalam Yudohusodo. Juga menurut
Koentjaraningrat (1985) dalam Yudohusodo, perumahan dan pemukiman (rumah dan
lingkungannya) sebagai ujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil
dari kompleks gagasan suatu sistim budaya yang tercermin pada pola aktifitas sosial
masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur
terbentuk dari tradisi masyarakat (fork traditional) merupakan bangunan yang
mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut,
Adapun terbentuknya suatu pemukiman didasarkan pada beberapa faktor yang
dianggap dominan dalam menentukan terciptanya suatu lingkungan pemukiman.
Pemukiman yang standar (layak huni) maupun tidak memenuhi standar muncul
akibat adanya berbagai faktor yang timbul dari kemampuan masyarakat itu sendiri.
Mau tidak mau, masyarakat akan membentuk suatu komunitas dan tinggal di daerah–
daerah jalur hijau dan bantaran sungai, rel kereta api dan juga lahan–lahan kosong
yang tidak bertuan
Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang
bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka
yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi, menurut Tetuko (2001)
dalam Dhenov mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu
suatu kelompok yang memiliki ruang tertentu, suatu kelompok yang mempunyai sifat
sama, suatu kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk
dengan hubungan sosial yang sama.
2.2 Garis Sempadan Sungai
Garis sempadan sungai menurut peraturan mengenai sempadan sungai
mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 Tahun 1997 yang
menetapkan lebar sempadan pada sungai besar diluar permukiman minimal 100 meter
dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah
permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10–15 meter.
PP. 47 Tahun 1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar
sungai yang tidak bertanggul diluar permukiman dan lebar sempadan sungai
bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan
pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang (Departemen
Kimpraswil, 1995).
Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang
berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai
sehingga kecepatan air kehilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam disepanjang
sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan.
Disamping itu sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya
terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Seperti gambar 2.1
[image:34.612.150.495.360.515.2]yang menunjukkan potongan melintang sungai.
Gambar 2.1 Potongan melintang sungai Sumber: BAPEDAL Jatim online, 2009
2.3 Peranan Sungai Perkotaan
Sungai menurut PP No. 35/1991 mempunyai pengertian sebagai suatu
dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Menurut Indratmo dan Sewuko, sungai suatu alur yang panjang diatas permukaan
buni yang merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan dan pada
akhirnya melimpah ke danau atau laut.
Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah
perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Sejak ribuan tahun yang lalu
telah dikenal adanya suatu perkembangan, peradaban manusia pada lembah sungai
yang melahirkan kota-kota penting di dunia (Mumporo, 1961 dalam Saptorini). Pada
awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi
penduduk dengan kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur.
Peranan sungai di dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia
memanfaatkan untuk minum, mandi mencuci. Dan kemudian peran sungai
berkembang menjadi sarana transportasi, yang mendorong pertumbuhan permukiman
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan aktifitas social-ekonominya makin
lama peranannya makin berkembang dan tidak terpisahkan lagi dari keseluruhan
sisitim pelayanan kota.
Peranan Sungai dapat dibafi dalam 2 (dua) bagian yaitu berperan sebagai
daerah belakang maupun sungai sebagai daerah muka. Sebagai badan akhir
pembuangan limbah termasuk sampah penduduk (limbah padat), mandi, cuci. Hal ini
menunjukkan sungai berperan sebagai daearah belakang. Sedangkan peranan sungai
sebagai daerah muka dimana sungai merupakan elemen tata ruang baik estetika
maupun fisik. Hal ini banyak ditemui di luar negeri seperti Venesia (Italia). Meskipun
dibantaran sungai banyak dimanfaatkan untuk pemukiman, berjualan, tarnsportasi
sehingga mempunyai nilai yang lebih.
Peranan sungai sebagai daerah muka memberikan nilai tambah yang besar
karena selain secara estetika sungai enak dlihat atau dipandang, juga mendorong
masyarakat untuk tetap memperlakukan sungai sebagai tempat pembuangan
melainkan sebagai sesuatu yang harus dijaga kebersihannya. Dengan memanfaatkan
sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan pemukiman baru mereka unuk
selanjutnya menetap dan berkembang menjadi pemukiman yang lebih ramai, menjadi
desa, lalu berkembang menjadi kota, bahkan terus berkembang menjadi kota
cosmopolitan dan terkenal di dunia.
Keberadaan sungai dalam suatu kaasan dengan karakter fisik yang berbeda
dari wilayah yang dilewatinya menjadikan sungai sebagai edges (batas/tepi) suatu
kawasan (Lynch, 1971). Pemanfaatan badan sungai juga menghasilkan ruang aktifitas
ditepinya. Pembentukan ruang terbuka sungai dan tepinya membentuk koridor, yang
juga memiliki kontinuitas melewati banyak kawasan variasi fungsi yang di lalui
sungai, pengaruh factor alan, sejarah dan budaya masyarakat setempat serta peraturan
pemerintah menghasilkan koridor sungai dengan potensinya masing-masing (Rezeki,
1999 dalam Saptorini). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa secara umum
sungai sangat berperan dalam membentuk pewajahan suatu wilayah, yaitu
2.4 Klasifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai
Kegiatan yang dikembangkan pada suatu kawasan sekitar aliran sungai sangat
tergantung pada potensi yang ada pada kawasan atau area yang dikembangkan.
Berdasarkan aktifitas-aktifitas yang dikembangkan didalamnya, kawasan sekitar
aliran sungai sapat dikategorikan sebagai serikut (Breen & Rigby, 1994 dalam
Saptorini):
a. Cultural, mewadahi aktifitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Aktifitas tersebut memanfaatkan sungai sebagai objek budaya atau ilmu
pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada
fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan budaya. Hal ini dapat dilhat dari
beberapa fasilitas yang ada pada kawasan Memorial Fountain (Detroit
Michigan), kawasan tepi sungai dengan program/event khusus (Ontario,
Kanada), Aquarium (Baltimore, Maryland dan Monterey California.
b. Enviromental, Pengembangan kawasan tepi sungai yang bertumpu pada
usaha peningkatan kualitas yang mengalami degradasi, mamanfaatkan
potensi dari keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami, seperti yang
dilakukan pada sungai-sungai di Portland, Oregon dan Maryland.
Pengembangan kawasan diarahkan pada kegiatan preservasi dan
konservasi lingkungan alam, serta memanfaatkannya sebagai taman wisata
alam, rekreasi dan taman bermain.
c. Historical, Pada umumnya dikembangkan sebagai upaya konservasi dan
restorasi bangunan sejarah yang berada di tepi sungai. Konterks
Baltimore, Maryland dan Boston. Bendungan dan jembatan kuno seperti
di Pennsylvania, bangunan tua d new Orleans, jalur transportasi tua
sepanjang perairan Seattle dan Washington.
d. Mixed-Use, Penerapan konsep mixed-use merupakan salah satu upaya
untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya menjadi
dilemma dalam megembangkan kawasan tepi sungai perkotaan.
Pegambangan mixed-use diarahkan pada penggabungan fungsi
perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi wisata dan
olahraha
e. Recreational, pengembangan kawasan tepi sungai dengan fungsi aktifitas
rekreasi dapat didukung dengan berbagai fasilitas antara lain: taman
bermain, taman air, taman duduk, taman hiburan, area untuk memancing,
riverwalk, amphitheatre, dam, diving, pelabuhan sungai, gardu pandang,
fasilitas perkapalan, fasilitas olah raga, museum, hotel, restoran dan
aquarium.
2.5 Tipologi Bangunan
Purwito (2002) mengemukakan konstruksi bangunan rumah pemukiman tepi
air umumnya menggunakan konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung untuk
rumah yang didirikan di darat maupun di tepi sungai. Rumah yang didirikan di tepian
sungai bentuknya sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana
begitu pula tata ruang (denah) rumahnya. Dari segi kenyamanan sebetulnya cukup
untuk kawasan pemukiman padat seperti yang terletak di muara Sungai Kuin dengan
Sungai Barito karena kerapatan bangunannya tinggi maka jendela rumah yang satu
dengan yang lain kadang-kadang saling berhadapan dan cahaya matahari kurang.
Purwito, (2002) menjelaskan beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah
sebagai berikut:
a. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dan bertingkat kebanyakan didirikan
di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (pagar kayu).
Lahan biasanya berupa tanah asli dengan tanaman bunga atau keras seperti
kelapa, jambu dll. Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya
berfungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat
usaha (warung, toko, bengkel dll).
b. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dengan lokasi bagian depan di tepi
jalan (daratan), sedangkan bagian belakang ditepian sungai. Batas antara
rumah/lahan dengan jalan jelas (pagar kayu). Umumnya bagian depan
yang menghadap jalan berfungsi sebagai rumah tinggal sedangkan yang
menghadap tepian sungai sebagai tempat usaha (toko, gudang dll).
c. Rumah di tepian sungai umumnya tidak bertingkat dan berkelompok serta
bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah
kadang-kadang tidak jelas karena dinding rumah langsung berbatasan
dengan jalan (titian kayu). Dari sekian rumah yang dikunjungi hanya ada
satu rumah bertingkat ayang ditinggali oleh dua keluarga (orang tua dan
Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat
kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas
yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman
akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial- budaya sekitar ikut mempengaruhi
suatu pemukiman tersebut. Kawasan pemukiman tepian sungai memiliki tipologi
fenomenal yang berbeda dengan pemukiman pada umumnya. Tipologi yang
menggejala tersebut ditunjukkan melalui kondisi sosial yang terkait dengan aspek
hubungan sosial, pendidikan dan mata pencaharian masyarakatnya.
Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, (1995),
pemukiman tepi sungai terbagi dua:
1. Tipe pertama terletak di luar garis sempadan sungai baik yang
bertanggul maupun tidak, penyebabnya adalah terbatasnya prasarana
dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksploitasi
pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan
rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah,
aksesbilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.
2. Tipe kedua, secara historis di area badan sungai bagian tepi sampai
dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana
transportasi vital. Tipe bangunan rakit panggung dan bidang lantai
langsung berhubungan dengan tanah penyebabnya adalah penyusutan
bangunan dan komponen lingkungan terbangun lainnya,
kota, ditinggalkan oleh penghuninya kemudian ditempati oleh
penyewa/penunggu.
Secara arsitektur, bangunan pemukiman tepi sungai dibedakan (Saptorini,
2004) menjadi bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan
panggung di atas air, bangunan rakit di atas air (gambar 2.2).
Bangunan di daratan Bangunan diatas air
[image:41.612.135.511.214.452.2]
Gambar 2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air Sumber: Analisa, 2011
Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern,
sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing.
a. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana,
tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh
angin.
b. Sering terjadi kebakaran karena kelalaian, penggunaan bahan/peralatan
penanggulangan kebakaran khususnya perumahan diatas air (Suprijanto,
2003).
2.6 Morfologi Pemukiman Tepi Sungai
Tinjauan terhadap morfologi kota (pemukiman) ditekankan pada bentuk fisik
dari lingkungan kota/pemukiman. Secara fisik yang antara lain tercermin dari pada
sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik didaerah hunian ataupun bukan
perdagangan/industri dan juga bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973 dalam
Saptorini).
Dari hasil teori-teori dan penelitian yang telah dibuat terdahulu, maka terdapat
pola-pola atau bentuk dari pemukiman yang ada ditepi sungai disebabkan oleh
perkembangan penduduk yang mendiaminya. Pola dan bentuk pemukiman tepi
sungai ini juga dipengaruhi oleh bentuk geografi dan pola bentuknya dapat
diklasifikasikan (Hassan, 2001) adalah:
a. Morfologi arah daratan, pemukiman ini menempati dan berkembang dari
tepi sungai ke arah daratan mengikuti garis topografi sungai, di mulai dari
rumah-rumah yang di bangun pada bantaran di sepanjang muara sungai,
rapat antara satu bangunan rumah dengan yang lainnya. Pola pemukiman
Gambar 2.3 Morfologi ke Arah Daratan Sumber: Hassan, 2001
b. Morfologi arah ke air, pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai
dan pemukiman ini didirikan diatas air sungai, berbentuk panggung.
Dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam dan tinggi bangunan rumah
umumnya antara 2,5-5 meter untuk menghindari air pasang surut. Pola
pemukiman ini berbentuk pyramid (gambar 2.4).
Gambar 2.4 Morfologi ke arah air Sumber: Hassan, 2001
c. Morfologi selari, pemukiman ini terbentuk dan berkembang melalui
yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama tadi.
Pola pemukiman ini berbentuk melengkung mengikuti topografi tepi
sungai. Terbentuknya ruang melalui proses alamiah dan organik. Tidak
ada pola khusus dalam penempatan ruang pola permukiman hanya
mengikuti pola aliran sungai (gambar 2.5).
Gambar 2.5 Morfologi ke arah selari Sumber: Hassan, 2001
d. Morfologi atas air, terbentuknya pemukiman ini diatas tanah di tepian
sungai yang selalu terjadi pasang surut sungai atau rawa-rawa di tepi
sungai, bentuk rumah panggung terbuat dari kayu dan tata letak
Gambar 2.6 Morfologi di atas Air Sumber: Hassan, 2001
e. Morfologi muka muara, perkembangan pemukiman ini disepanjang
muara sungai dan selat diatas sungai yang mempunyai bentang kecil. Di
kedua tepian sungai dihubungkan titian/jembatan kayu yang tidak
mengganggu lalu lintas perahu nelayan (gambar 2.7).
Gambar 2.7 Morfologi Muka Muara Sumber: Hassan, 2001
f. Morfologi gabungan, pemukiman ini terbentuk berdasarkan gabungan dua
atau lebih pola mofologi pemukiman yang diatas. Bentuk pemukiman ini
sangat kompleks dan kadang-kadang sulit untuk ditentukan berpola
Bentuk atau pola perumahan itu sendiri terjadi atas perilaku sosial dan budaya
dari masyarakat yang mendiaminya. Dari hasil Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pemukiman di tepi air Indonesia terdapat teori-teori (Suprijanto, 2002) antara lain:
a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/pemukiman di kota tepi
sungai dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu:
1. Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis
tertentu di suatu lokasi di tepi sungai, yang kemudian menetap dan
berkembang secara turun temurun membentuk suatu komunitas serta
cenderung bersifat sangat hemogen, tertutup dan mengembangkan
tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter
dan ciri khas pemukiman tersebut.
2. Perkembangan sebagai daerah alternatif pemukiman, karena
peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan
kumuh perkotaan.
b. Tahapan perkembangan kawasan pemukiman kota tepi sungai adalah:
1. Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan
sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat kota masih
merupakan suatu kelompok pemukiman di tepi sungai dan di atas air.
2. Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya
(kepentingan perdagangan) maka kawasan perairan merupakan
prasarana transportasi dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang
3. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya
kegiatan fungsional sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan
makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak
kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi
perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami
peningkatan (makin beragam).
c. Kawasan pemukiman diatas air cenderung rapat (kepadatan bangunan
tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor,
dan lain-lain). Dominasi kawasan perumahan/pemukiman nelayan, yang
umumnya kumuh dan belum tertata.
d. Pola pemukiman di pengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3
(tiga), yaitu daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah, daerah
relatif datar dan cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid
atau linear dengan tata letak banguan berada di kiri kanan jalan atau linier
sejajar dengan (mengikuti) garis tepi sungai, daerah atas air pada
umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan
organik. pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan
pola grid atau linier sejajar garis badan sungai.
e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai dengan
orientasi kegiatan berbasiskan perairan. Perkembangan selanjutnya
orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan),
maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih
Disini dibedakan antara tipologi pemukiman nelayan dan pemukiman tepi
sungai, antara lain:
a. Tipologi pemukiman nelayan, yaitu terletak di luar area antara garis
pasang tertinggi dan terendah, mata pencaharian masyarakat dan atau
yang terkait dengan nelayan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tertinggi
permukaan tanah dan air laut relatif sama sehingga banyak jaringan
sanitasi dan drainase yang tak berfungsi, air bersih sangat terbatas,
penyusutan dini komponen lingkungan terbangun oleh iklim, terbatasnya
lahan untuk prasarana dan sarana dasar, fungsi ruang tumpang tindih
karena aktifitas yang padat, tingkat pendapatan tidak menentu, kesadaran
masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah.
b. Tipologi pemukiman tepi sungai, yaitu terletak di luar garis sempadan
sungai baik yang bertanggul maupun tidak, mata pencaharian masyarakat
tidak hanya nelayan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan
sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksplotasi
pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan
rendah, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan rendah, aksesibilitas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian kajian morfologi rumah tepi sungai dilaksanakan di Kota
Tanjungbalai tepatnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera
Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai Asahan Propinsi Sumatera Utara.
Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang sangat padat serta tepat berada di tepi
Sungai Asahan dan Sungai Silau. Selain itu pemukiman tersebut merupakan
pemukiman paling lama diantara pemukiman-pemukiman yang ada di Kota
Tanjungbalai.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah semua nilai yang mungkin, serta merupakan hasil
perhitungan/pengukuran kuantitatif dan kualitatif karakteristik tertentu dari sejumlah
objek yang lengkap dan jelas. Dari hal tersebut maka populasi yang diambil adalah
pemukiman yang terdapat di sepanjang Kelurahan Kuala Silo Bestari (Sungai
Asahan) dan Kelurahan Sejahtera (Sungai Silau) Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota
Tanjungbalai Asahan
Teknik sampling atau cara pengambilan variabel dari populasi yaitu dengan
cluster sampling (sampel kelompok) yaitu pemilihan sampel dari
kelompok-kelompok unit-unit yang kecil atau cluster (Nazir, M. 1999). Populasi dibagi terhadap
harus homogen. Beberapa cluster akan dipilih terlebih dahulu sebagai sampel,
kemudian dipilih lagi anggota unit dari sampel yang diatasnya. Pemilihan secara acak
dalam penarikan sampel hanya dikala memilih cluster saja dan tidak pada saat
memilih anggota unit elementer. Sampel yang diambil dengan metode ini
dikelompokkan menurut lokasi-lokasi yang bersesuaian. Dalam hal ini diambil lokasi
sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua
daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas
air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik.
Besarnya sampel tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa banyak sampel
yang disyaratkan dalam suatu penelitian. Demikian juga mengenai batasan bahwa
sampel tersebut besar atau kecil. Yang jelas adalah apabila sampelnya besar maka
biaya, tenaga dan waktu yang disediakan harus besar pula, demikian juga sebaliknya.
Suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan,
melainkan oleh kuatnya dasar teori-teori yang mendukung teknik pengambilan
sampel tersebut (Riduwan, 2008).
Arikunto (1996) dalam Riduwan (2008) mengemukakan bahwa untuk sekedar
ancar-ancar apabila subjek kurang 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar, dapat diambil
10% – 15 % atau 20% - 25% atau lebih.
Memperhatikan pernyataan diatas menurut Surakhmad (1994) dalam Riduwan
(2008) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan
100, pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila
sekurang-kurangnya 15 % dari ukuran populasi. Pada penelitian ini, untuk
menentukan jumlah sampel digunakan rumus dari Taro Yamane yang dikutip oleh
Rakhmat (1998) dalam Riduwan (2008) sebagai berikut:
n =
1 ) (d 2 + N
N
dimana: n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat kebebasan
Untuk penelitian ini nilai derajat kecermatan diambil 5 % yang berarti bahwa
derajat kecermatan yang diinginkan menunjukkan tingkat ketepatan dalam mencapai
95 % jaminan ketepatan.
Jumlah populasi wilayah penelitian berdasarkan banyaknya jumlah kk seperti
disajikan pada Tabel 3.1 adalah Kelurahan Kuala Silo Bestari sebanyak 535 kk (BPS,
2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang diteliti adalah:
(
0.05)
1 229 535535
2 + =
=
n unit kk
Untuk Kelurahan Sejahtera jumlah populasi berdasarkan banyaknya kk adalah
sebanyak 737 kk (BPS, 2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang
diteliti adalah:
(
0.05)
1 259 737737
2 + =
=
n unit kk
Besarnya sampel yang diperoleh sebanyak 259 rumah, tetapi untuk ……….……….(3.1)
……….….(3.2)
mempermudah pengambilan sampel maka jumlah sampel untuk Kelurahan Sejahtera
dan Kelurahan Kuala Silo Bestari diambil dengan jumlah sampel 100 unit rumah saja
dengan rincian masing-masing diwakili dengan 50 unit KK.
Tabel 3.1 Data Jumlah Unit Rumah
No Kelurahan Tahun/Unit
1958 1966 2010 1940 1960 2010 1 Kuala Silo Bestari 55 130 543 - - -
2 Sejahtera - - - 35 125 748
Sumber: Wawancara penduduk, 2011
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diambil dalam analisis ini adalah data primer maupun
data-data sekunder. Sedangkan sumber data-data dapat beraneka ragam, ada yang berupa hasil
wawancara dengan penduduk setempat dan wawancara dengan pemerintah kota
daerah penelitian. Adapun penjelasannya secara rinci sebagai berikut:
a. Data primer dimana data ini dikumpul/diperoleh langsung dari responden
dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap permasalahan yang ada melalui
kuisioner dan wawancara. Wawancara menggunakan teknik struktural yang
artinya peneliti telah melengkapi dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan
pokok dan dapat dikembangkan pada saat wawancara secara mendalam.
Sumber data primer adalah banyaknya sampel yang diambil dari Kelurahan
Kuala Silo Bestari yaitu sebanyak 100 unit rumah dan Kelurahan Sejahtera
sebanyak 100 unit rumah juga.
b. Pengumpulan data sekunder diperoleh dan dihimpun dari berbagai
berkaitan dengan judul penelitian. Data sekunder yang dilakukan adalah
mengumpulkan data–data dari berbagai instansi yang berkaitan dengan
penelitian ini. Adapun data sekunder ini diperoleh dari Pemko Tanjungbalai
dan dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pemukiman dan
perumahan tepi air.
Dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan akan dianalisa.
Sebelumnya teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Pengamatan atau observasi langsung kelokasi permukiman tepi sungai ini
dilakukan untuk melihat kondisi rumah-rumah dan kehidupan masyarakat
yang bertempat tinggal dipermukiman ini.
b. Angket (kuisioner)
Menurut Hadjar (1999) menyatakan bahwa angket merupakan suatu daftar
pertanyaan atau pertanyaan tentang topik tertentu yang diberikan kepada
subjek, baik secara individual atau secara kelompok untuk mendapatkan
informasi tertentu. Dalam pengadaan kuisioner ini yang menjadi responden
adalah warga yang bermukim pada tepi sungai. Penyebaran kuisioner
dilakukan secara acak yang diambil dari kedua lokasi penelitian.
c. Metode Wawancara
Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang responden secara
informasi yang relatif lebih bersifat objektif. Gunanya untuk mendapat
gambaran tentang permukiman pada masa lalu.
3.4 Metode Analisa Data
Dalam menganalisa data primer dan data skunder yang didapat dari lapangan
akan diolah dengan metode analisa perbandingan. Ada dua pola pengelompokkan
daerah penelitian yaitu membandingkan kedua kelurahan daerah penelitian. Karena
dengan pengamatan sementara kedua kelurahan tersebut sangat berbeda pola
pemukimannya walaupun sama-sama berada di tepi Sungai Asahan. Masing-masing
pola ini akan dibandingkan satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi,
BAB IV
TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai
Tanjungbalai adalah sebuah kota kecil di Propinsi Sumatera Utara dengan jarak
tempuh kira-kira 3 - 4 jam dari Kota Medan. Kota ini dikenal sebagai "Kota Kerang”,
karena hasil lautnya. Tanjungbalai berjarak sekitar 186 km dari kota dan Medan
berkisar 26 km dari Ibu Kota Kabupaten (Kisaran). Untuk menuju kota ini dapat
ditempuh dengan jalan darat dan jalur kereta api sebagai moda transportasi. Secara
geografis Kota Tanjungbalai terletak pada posisi 020 58’ Lintang Utara (LU) dan 990
48’
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten
Asahan.
Bujur Timur (BT) dan ketinggian dari atas permukaan laut berkisar 0 - 3 meter
(lihat gambar 4.1). Luas wilayah administrasi Kota Tanjungbalai adalah 6.052 ha,
yang terdiri dari 5 (lima) Kecamatan. Kota Tanjungbalai juga terdiri dari 11 (sebelas)
Kelurahan da