• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Kelurahan Kuala Silo Bestari

Seperti telah dijelaskan semula bahwa lokasi penelitian terbagi atas dua kelurahan yaitu Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera yang berada dalam satu kecamatan yang sama. Kelurahan Kuala Silo Bestari pemukiman penduduknya sudah melewati sempadan Sungai Asahan, sedangkan Kelurahan Sejahtera bagian sungainya sudah ditanggul.

5.2.1 Karakteristik Responden

Informasi mengenai responden yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup kajian mengenai beberapa aspek. Seperti jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran dan lain-lain. Karekteristik responden ini diambil guna mendukung analisa yang akan dibahas selanjutnya. Diharapkan hasil analisa ini dapat mewakili kondisi pada lokasi penelitian.

Dari 100 quisioner yang disebarkan di lokasi penelitian terdapat 89 % adalah laki-laki dan 11 % wanita dengan kelompok umur yang bervariatif (gambar 5.1).

Kelompok umur < 30 tahun sebanyak 5%, 30 – 40 tahun sebanyak 26%, 40 – 50 tahun sebanyak 47 % dan > 50 tahun sebanyak 22 % (gambar 5.2). Diharapkan dengan kelompok umur yang variatif ini dapat mewakili hasil kajian yang diteliti.

89% 11%

Pria Wanita

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sumber: Analisis, 2010 5% 26% 47% 22% < 30 tahun 30 - 40 tahun 40 - 50 > 50 tahun

Gambar 5.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Sumber: Analisis, 2010

17%

4% 2%

77%

Sampai SD Tamat SMP/sederajat

Tamat SMA/sederajat Akademi/PT

Gambar 5.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sumber: Analisis, 2010

Demikian juga dengan tingkat pendidikan responden yaitu didapat bahwa pendidikan responden sangat minim dengan jumlah 77% responden hanya berpendidikan sampai tingkat SD (gambar 5.3). Responden yang sarjana terdapat 2% yaitu responden yang berada pada daratan di pinggir Sungai Asahan. Suprijanto (1995) mengemukakan karakteristik permukiman tepi sungai bahwa penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Umumnya tingkat pendapatan sangat rendah atau dengan kata lain cenderung miskin. Data ini didukung dengan tingkat pengeluaran yang sangat rendah. Hasil penelitian data responden menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran sebesar Rp. 300.000 – Rp. 500.000,- per bulannya sangat mendominasi yaitu sebesar 73 % dari jumlah responden dan hanya 2% responden yang mempunyai pengeluaran > Rp. 1 juta (gambar 5.4 dan 5.5).

10%

73%

15% 2%

< 300.000 300.000 - 500.000

500.000 - 1.000.000 > 1.000.000,-

Gambar 5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.5 Responden dengan Pengeluaran Rendah Sumber: Analisis, 2010

Komunitas masyarakat miskin yang kebanyakan tinggal di bantaran sungai adalah seperti nelayan dan buruh yang menghuni kampung-kampung di pinggiran Sungai Asahan. Hasil data penelitian menunjukkan bahwa 91 % pekerjaan penduduk yang tinggal di pemukiman tepi Sungai Asahan adalah nelayan (gambar 5.6 dan 5.7).

Gambar 5.6 Responden dengan tingkat pengeluaran tinggi Sumber: Analisis, 2010

4% 1% 4% 0%

91%

Buruh Nelayan Petani Pedagang lain-lain

Gambar 5.7 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Sumber: Analisis, 2010

Faktor yang menjadi alasan keberadaan pemukiman tepi sungai adalah faktor harga tanah yang cukup murah, selain saat itu lahan untuk pemukiman sebelumnya ramai diperjualbelikan untuk kepentingan pemukiman yang bersifat lebih permanen. Pemukiman tepi Sungai Asahan mulai padat semenjak tahun 1958 dan berkembang pesat sampai sekarang tahun 2010. Walaupun status kepemilikan lahan tidak jelas dan sangat berbahaya bagi penduduk yang tinggal di lokasi tersebut.

Dikaitkan antara pekerjaan dengan lokasi tempat bermukim merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Dilihat dari hasil penelitian data lapangan bahwa faktor dominan yang menjadi alasan untuk tetap bermukim di lokasi tersebut adalah karena harga lokasi tersebut murah dibanding dengan di tempat lain. Faktor lain yang dominan adalah bahwa lokasi tepi Sungai Asahan sangat dekat dengan pekerjaan pemukim yaitu sebagai nelayan (gambar 5.8).

94% 90% 97%

84%

15%

Dekat dengan lokasi pekerjaan

Dekat dengan keluarga

Harga murah Mudah

kepemilikannya

T idak punya pilihan

Gambar 5.8 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim Sumber: Analisis, 2010

Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial-budaya sekitar ikut mempengaruhi suatu pemukiman tersebut. Kondisi sosial budaya yang menjadi bagian kehidupan dari komunitas tersebut memiliki hubungan timbal balik antara satu sama lain dalam membentuk perilaku lingkungan masyarakat di dalamnya.

Masalah perumahan/pemukiman seringkali diteropong secara sempit sebagai masalah pengadaan rumah dalam bentuk fisik semata yang memang mudah ditemu kenali dan dikuantifikasikan. Sisi mata uang yang lain yang tidak teraga, menyangkut aspek paguyuban, kekentalan komunitas, persepsi, aspirasi dan harapan penghuninya sedikit banyak lepas dari pengamatan. Inilah bentuk perilaku lingkungan dari masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai, lazimnya yang terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah pekerjaan sebagai nelayan (gambar 5.9). Hasil penelitian

terhadap responden cenderung memilih tinggal pada lokasi tersebut karena dekat dengan keluarga yaitu sebesar 90 %.

Gambar 5.9 Pekerjaan Responden Sebagai Nelayan Sumber: Analisis, 2010

Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi. Tetuko, 2001 dalam Saptorini, mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu kelompok yang memiliki ruang tertentu, kelompok yang mempunyai sifat sama dan kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama. Hasil quisioner yang disebarkan bahwa seluruh responden (100%) selalu rutin mengikuti kegiatan soisal yaitu pengajian/wirit untuk yang muslim dan kegiatan keagamaan bagi non muslim (gambar 5.10). Sementara itu karena kekerabatan sangat erat (dekat dengan keluarga) kegiatan gotong royong rutin dilaksanakan (95%).

100% 95%

2% 3% 1%

Pengajian/wirit Gotong royong Olahraga Arisan lain-lain

Gambar 5.10 Kegiatan Sosial Responden Sumber: Analisis, 2010

5.2.2 Tipologi pemukiman

Cikal bakal pemukiman tepian Sungai Asahan adalah pemukiman sebelumnya yang berlokasi kurang lebih 10 meter dari pemukiman tepi sungai (masih dalam batas garis sempadan). Pemukiman tersebut mulai tumbuh di tahun 1950-an dan hanya dihuni oleh segelintir orang yang mayoritas perantau dari daerah di Tanjungbalai dan Asahan. Dengan keterbatasan keterampilan dan pendidikan, mereka mulai menempati wilayah sekitar sungai (tidak tepat di tepi sungai) dengan cara menyewa maupun menempati sebagai milik pribadi. Kondisi lahan saat itu masih cukup luas dan statusnya masih bersifat independen.

Saat itu, lebar Sungai Asahan kurang lebih 200 meter dan memiliki kedalaman sungai yang cukup dalam karena dapat dilewati kapal-kapal besar. Dengan bantaran sungai yang saat itu juga cukup lebar, para pemukim melihat potensi lahan kosong tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk area tempat tinggal mereka juga. Akhirnya mereka memilih untuk mengeruk tanah di tepi Sungai Asahan agar bisa dijadikan lahan pemukiman. Dengan fasum dan fasos yang didirikan secara swadaya

murni dari warganya, pemukiman tepi sungai tersebut memiliki keseragaman strata sosial dan pekerjaan para warganya yang sebagian besar buruh serabutan.

Pengalaman pemukiman tepi Sungai Asahan menunjukkan bahwa disebabkan oleh kesesakan ruang personal akibat keterbatasan ruang dalam mereka telah menimbulkan tingkah laku sosial yang bersifat agresif, sehingga penghuni cenderung mengembangkan preferensi perilaku dan mengembangkan rancangan arsitektural. Dipicu pula oleh status lahan yang independen dan letak lahan yang berada sekitar pemukiman yang mengundang untuk diolah, penghuni mempresentasikannya sebagi ruang yang bisa difungsikan.

Fenomena serupa yang terjadi di kawasan pemukiman tepian Sungai Asahan telah dijabarkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara psikologis, setiap orang yang memiliki keterbatasan diri untuk mendapatkan yang diinginkan, secara spontan akan mengekspansi area yang dianggap bebas. Sehingga tidaklah heran, hampir sebagian besar pemukiman tepi sungai memiliki kesamaan komunitas, problematika, perekonomian hingga sosial budaya.

Dari gambar 5.11 terlihat bahwa pemukiman yang ada di lokasi penelitian sudah melewati garis sempadan sungai Asahan. Pemukiman yang ada pada tahun 2010 sudah melewati batas garis sempadan. Dengan kata lain sudah masuk dalam badan Sungai Asahan.

Gambar 5.11 Peta Garis Sempadan Tepi Sungai Asahan Sumber: BAPPEDA Kota Tanjungbalai, 2010

5.2.3 Tipologi rumah di dalam garis sempadan

Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, 2002, pemukiman tepi sungai ada dua. Tipe pertama terletak di dalam garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana dasar, eksploitasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah, aksesibilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.

Tipe rumah yang terletak di dalam garis sempadan sungai banyak terdapat pada lokasi penelitian. Garis sempadan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari hampir tidak nampak karena padatnya rumah penduduk. Tipe rumah umumnya permanen/batu, semi permanen/setengah batu dan kayu (gambar 5.12 dan 5.13).

K AL KEL. KERAMAT KUBAH KEC. TA NJUNG BALA I UTARA MADRASAH S D S D LAP. VOLLY N JL. HR SHIHA P JL. MESJI D JL. NELAYAN JL. SEKOLAH MINGGU GG. NANG KA JL. BETIN G SEROJA 2 3 KEL. TAN JUNG BALA I KOTA IV KEC. TAN JUNG BAL AI SELATAN AIRUD POLISI LAUT JL. VETERAN G VI VI KANTOR DINAS PASAR

S. S I L A U

Gambar 5.12 Tipe Rumah Bertingkat di Dalam Garis Sempadan Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.13 Tipe Rumah Deret di Dalam Garis Sempadan Sumber: Analisis, 2010

Sejarah pertumbuhan pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari dimulai pada Tahun 1958. Akibat adanya abrasi Sungai Asahan menyebabkan badan sungai menjadi lebar. Untuk itu pemerintah pada waktu itu mengadakan pengerukan dan mereklamasi pantai. Akibatnya tumbuh pemukiman di sepanjang pantai yang direklamasi. Mahalnya harga lahan di pusat kota dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat menyebabkan pemukiman tepi Sungai Asahan tumbuh dengan pesat.

Apalagi hal ini ditunjang dengan kemudahan kepemilikan lahan serta sungai merupakan lokasi tempat mata pencaharian penduduk setempat.

Dari hasil kuisioner yang disebarkan bahwa 78% masyarakat sudah berdiam lebih dari 10 tahun di lokasi (gambar 5.14). Untuk responden yang mendiami lebih kecil dari 5 tahun merupakan keluarga baru yang membangun rumah diatas badan Sungai Asahan (yang paling luar dari garis sempadan). Sebagian besar penghuni mempunyai ikatan keluarga dalam lokasi tersebut. Lokasi penelitian walaupun merupakan lahan illegal tidak menjadi halangan dalam membangun lokasi membangun pemukiman di tepi sungai. Kemudahan dalam pengadaan sarana umum seperti listrik dan air sudah ada dan di suplai dari pemerintah setempat. Prasarana ini terbatas hanya pada lokasi yang berbatasan langsung dengan sungai (sempadan sungai) khususnya air bersih. Untuk sarana penerangan disuplai oleh PLN setempat. Seluruh pemukiman di Kelurahan Silo Bestari mendapat penerangan yang difasilitasi oleh PLN setempat. 11% 11% 27% 51% < 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 20 tahun > 20 tahun

Gambar 5.14 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Bermukim Sumber: Analisis, 2010

Sarana tempat pambuangan sampah hampir tidak ada. Ini ditandai dengan tidak adanya pengumpulan sampah khususnya bagi penduduk yang di dalam area

badan sungai Asahan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan sangat rendah. Hal ini ditandai dengan badan sungai Asahan digunakan sebagai fasilitas MCK dan juga tempat pembuangan sampah.

5.2.4 Tipologi rumah di area badan sungai

Tipe rumah di area badan sungai dari bagian tepi sampai dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana transportasi vital. Tipe bangunan umumnya rumah panggung dan bidang lantai langsung berhubungan dengan tanah maupun sungai. Rumah panggung terdapat mulai dari garis sempadan sampai ada yang mencapai 50 meter ke arah badan Sungai Asahan.

Sungai Asahan masih digunakan sebagai sarana transportasi antar pulau di Kota Tanjungbalai, juga dimanfaatkan sebagai tempat mencari nafkah (nelayan). Secara arsitektur, bangunan pada pemukiman di tepi sungai dibedakan atas bangunan di atas tanah, bangunan panggung di atas air (gambar 5.15), bangunan panggung di darat (gambar 5.16), bangunan rakit di atas air.

Gambar 5.15 Tipe Rumah Panggung Diatas Sungai Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.16 Tipe Rumah Panggung di Darat Sumber: Analisis, 2010

Rumah panggung kayu merupakan dominasi secara arsitektur bangunan tepi sungai khususnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari. Ini dapat dilihat dari hasil analisa lapangan yaitu 85 % merupakan rumah panggung kayu (gambar 5.17). Rumah panggung kayu umumnya terdapat pada badan sungai Asahan. Untuk permanen (2%) dan rumah semi permanen (6%) umumnya terdapat pada lokasi di dalam garis sempadan Sungai Asahan (di tanah).

5% 6% 2%

2%

85%

Rumah kayu Semi permanen/setengah batu

Permanen/batu Rumah panggung kayu

lain-lain

Gambar 5.17 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan Sumber: Analisis, 2010

Kondisi rumah tepi sungai yang ada di dalam garis sempadan biasanya terdapat didarat atau sebagian di darat (8 %) dan sebagian di atas air (5%) (gambar 5.18 dan 5.19) dan ada rumah panggung yang terdapat didarat. Dari hasil wawancara bahwa apabila terjadi air pasang sungai muka air akan bias memasuki rumah. Sehingga untuk menghindari genangan dibuatlah rumah panggung. Sedangkan di area badan sungai umumnya terdapat diatas air. Dari hasil kuisioner (gambar 5.20) terdapat 85 % responden mempunyai rumah diatas air (rumah panggung).

Gambar: 5.18 Rumah Panggung Kayu diatas Air Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.19 Rumah Permanen di Darat Sumber: Analisis, 2010

8%

85%

5% 2%

Di darat Diatas air

Sebagian di darat/di air lain-lain

t

Gambar 5.20 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi Sumber: Analisis, 2010

5.2.5 Analisa tipologi pemukiman

Secara spesifik tipologi pemukiman tepi air dapat dibedakan menurut letak lokasinya. Letak lokasi tersebut adalah dalam garis sempadan sungai dan di area badan sungai (di luar garis sempadan). Untuk itu analisanya adalah membandingkan kondisi pemukiman pada kedua daerah tersebut. Selanjutnya dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Di Kelurahan Kuala Silo Bestari

No Tipe rumah Lokasi Di dalam garis sempadan Sungai Di area badan sungai 1 2 3 4 Rumah tunggal Rumah bertingkat

Rumah panggung tunggal Rumah panggung bertingkat

32 27 37 16 0 0 426 5 Jumlah 112 431 Sumber: Analisis, 2010

Dari tabel 5.1 diatas nampak bahwa tipe rumah yang terdapat diatas air yang mendominasi tipe rumah ini. Menurut Suprijanto (2003) bahwa tipologi bangunan pemukiman tepi sungai selalu menggunakan konstruksi sederhana seperti rumah-

rumah kayu dengan struktur sederhana. Secara rinci juga diklassifikasi tipe rumah yang terdapat di lokasi seperti rumah tunggal tidak bertingkat (32 unit) dan rumah bertingkat (27 unit) yang berada dalam garis sempadan sungai. Rumah tunggal ini terdapat dalam batas garis sempadan sungai. Sesuai dengan teori yang ada dalam Bab II bahwa umumnya tipe bangunan ini didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (gambar 5.21). Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya berfungsi ganda yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat usaha (gambar 5.22).

Gambar 5.21 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.22 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda Sumber: Analisis, 2010

Rumah tepi sungai baik yang di dalam badan sungai umumnya merupakan rumah panggung tunggal (417 unit). Umumnya rumah ini tidak bertingkat dan berkelompok serta bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah tidak jelas (gambar 5.23). Dinding rumah langsung berbatasan dengan jalan (titian kayu) (gambar 5.24). Secara rinci tipe-tipe rumah diatas diklasifikasikan menurut bentuk rumahnya. Terlihat pada tabel 5.2 bahwa rumah panggung kayu tunggal (tidak bertingkat) pada batas garis sempadan sungai mendominasi bentuk rumah ini (41 unit). Rumah ini berbentuk panggung kayu karena tempatnya berada didaratan. Rumah-rumah ini dibuat panggung untuk menghindari air pasang sungai.

Gambar 5.23 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.24 Dinding Rumah Berbatasan Langsung Jalan Sumber: Analisis, 2010

Tabel 5.2 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya No Tipe rumah Lokasi Di dalam garis sempadan Sungai Di area badan sungai 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rumah kayu tunggal Rumah tunggal semi permanen/setengah batu

Rumah tunggal permanen/ batu Rumah panggung kayu tunggal Rumah panggung semi

permanen/setengah batu

Rumah panggung permanen/batu Rumah panggung kayu

bertingkat

Rumah panggung bertingkat semi permanen/setengah batu Rumah panggung bertingkat permanen/batu 23 2 2 41 5 2 24 8 5 0 0 0 426 1 0 5 0 0 Jumlah 112 431 Sumber: Analisis, 2010

Rumah panggung kayu tunggal banyak terdapat pada area badan sungai. Bentuknya sangat sederhana, serta pembagian ruang yang seadanya. Rumah ini umumnya hanya terdiri dari satu kamar tidur (untuk kepala keluarga) dan ruang yang tanpa sekat serta multifungsi sebagai ruamg tamu, ruang tv dan dapur. Rumah-rumah ini berbentuk tunggal karena satu dinding dengan dinding yang lain tidak bertemu hanya terpisah ± 30 – 50 cm saja (gambar 5.25 dan 5.26). Konstruksi dan pondasi rumah sangat sederhana. Pondasi hanya berupa kayu-kayu khususnya yang diatas badan sungai. Untuk daratan ada yang sudah memakai pondasi umpak dan ada yang dimodifikasi dengan pondasi kayu.

Gambar 5.25 Rumah Saling Berkelompok Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.26 Batas Rumah Berupa Jalan Titian Sumber: Analisis, 2010

5.2.6 Morfologi pemukiman tepi sungai

Pada dasarnya kelahiran suatu kota melalui proses sejarah yang panjang dengan memperlihatkan perkembangan dan perubahan baik pada kondisi fisik maupun nonfisik. Perubahan fisik kota dapat dilihat pada bangunan dan perkampungan lama masyarakat, sementara perubahan nonfisik kota dapat dilihat

pada perkembangan ekonomi dan politik masyarakat kota. Aktivitas ekonomi, budaya, politik, dan sosial pada masa lalu banyak dilakukan melalui laut sehingga menyebabkan kota berkembang di wilayah pantai dan pinggir sungai. Sejarah membuktikan bahwa perdagangan paling ramai dan mudah dilakukan adalah melalui sungai dan laut. Akibatnya muncul pemukiman-pemukiman di sekitar sungai dan pantai. Pemukiman itu pada perkembangannya berubah menjadi kota seiring dengan adanya interaksi antara penduduk asli dengan pendatang setelah melalui proses yang panjang.

Morfologi pemukiman berkaitan dengan susunan, bentuk, atau persebaran fenomena dalam ruang muka bumi, baik fenomena yang bersifat alami (aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah dan curah hujan) maupun fenomena sosial budaya (pemukiman, persebaran penduduk, mata pencaharian, dan jenis rumah tinggal). Pola pemukiman terkait dengan sungai, jalan, bentuk lahan, dan sebagainya. Contohnya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari umumnya mengikuti tepi aliran sungai.

Pada umumnya morfologi pemukiman nelayan sepanjang Sungai Asahan memanjang mengikuti alur sungai di mana mereka berada. Rumah yang dibangun selalu menghadap ke sungai karena sungai telah menjadi sistem sosial-budaya dan ekonomi. Sungai memberikan multifungsi bagi mereka, yaitu sebagai sarana transportasi dan komunikasi, sumber mata pencaharian, dan tempat mandi, mencuci, dan kakus (MCK). Rumah adalah rumah panggung yang tingginya berkisar antara 1 - 10 m dari permukaan tanah sebagai upaya untuk mengantisipasi banjir dan air pasang sungai. Dalam satu rumah panggung yang luasnya berkisar antara 4 m x 9 m (< 50 m2) dihuni oleh satu keluarga atau lebih yang terdiri dari orang tua, anak-anak yang

belum menikah. Luas lahan (86%) hampir sama dengan luas bangunan (87%) khususnya yang berada dalam badan sungai. Secara rinci dapat dilihat pada gambar 5.27 dan 5.28.

86%

8% 3% 3%

< 50 m2 50 - 100 m2 100 - 200 m2 > 200 m2

Gambar 5.27 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Lahan Sumber: Analisis, 2010 3% 2% 8% 87% < 50 m2 50 - 100 m2 100 - 200 m2 > 200 m2

Gambar 5.28 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Bangunan Sumber: Analisis, 2010

Nilai sosial yang bisa diambil dari fungsi sungai sebagai MCK adalah masalah praktis, misalnya pada saat seorang ibu turun ke sungai untuk mencuci pakaian, ia sekaligus bisa langsung membuang air besar, mandi, dan mengambil air untuk keperluan rumah tangga (gambar 5.29). Beberapa orang yang sedang mandi

bersamaan pada satu jamban pada sore hari, misalnya, bisa melakukan komunikasi tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan mereka sehari-hari.

Gambar 5.29 Peran Sungai yang Multifungsi Sumber: Analisis, 2010

Morfologi pemukiman tepi air Sungai Asahan dibedakan antara model pemukiman pola cluster (berkelompok) dan pola linier.

5.2.7 Morfologi pola linier

Morfologi suatu pemukiman ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara spesifik untuk pemukiman tepi air diklassifikasikan terhadap bentuk/pola linier dan pola berkelompok. Pola linier yang dimaksud adalah pola-pola yang mengikuti alur sungai. Umumnya rumah-rumah yang ada hanya terdiri satu lapis sepanjang sungai. Pintu rumah umumnya menghadap jalan serta fungsi sungai sebagai MCK. Pola ini terdapat pada pemukiman tepi sungai Asahan di Kelurahan Kuala Silo Bestari.

Pola pemukiman model linier berkembang tepat dibibir Sungai Asahan. Pemukiman yang ada sebenarnya tidak dalam batas garis sempadan lagi. Pemukiman

yang tumbuh hanya satu lapis mengikuti tofografi sungai. Rumah-rumah dibangun dengan jarak yang jelas satu dan lainnya. Dari teori yang dikemukakan Hassan, (2001), tidak ada satupun yang mendekati pola linier ini

Pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai dimana bangunan pemukiman didirikan diatas air sungai dengan bentuk panggung. Pola jalan penghubung sejajar dengan alur rumah-rumah. Menurut teori dari Hassan (2001), morfologi ini cenderung merupakan morfologi arah ke air seperti terlihat pada gambar 5.30 dan 5.31.

Keterangan:

Morfologi pemukiman pola linier

Morfologi pemukiman pola cluster (berkelompok)

Gambar 5.30 Morfologi Pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bertari Sumber: Analisis, 2010 K AL KEL. KERAMAT KUBAH KEC. TA NJUNG BALA I UTARA MADRASAH S D S D LAP. VOLLY N JL. HR S HIHAP JL. MESJI D JL. NELAYAN

JL. SEKOLAH MINGGU

GG. NAN GKA JL. BETIN G SEROJA 2 3 KEL. TA NJUNG B ALAI KO TA IV KEC. TA NJUNG BAL AI SELATAN AIRUD POLISI LAUT JL. VETERAN G VI VI KANTOR DINAS PASAR

S. S I L A

U

Gambar 5.31 Ruang Sosial Sumber: Analisis, 2010

5.2.8 Analisa morfologi pemukiman

Hassan (2001), pola dan bentuk pemukiman tepi sungai dipengaruhi oleh bentuk geografi dari sungai tersebut. Beberapa morfologi yang diungkapnya akan dianalisa terhadap morfologi pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota

Dokumen terkait