PEMODELAN 3D MAGNETIK MENGGUNAKAN MAG3D UNTUK IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DAERAH “RAM-UNILA”
Oleh
ARDI MAULANA RACHMAWIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
3D MAGNETIC MODELING USING MAG3D TO IDENTIFY
THE DISTRIBUTION OF IRON ORE IN THE AREA OF
“RAM-UNILA”
By
ARDI MAULANA RACHMAWIANA
Upward Continuation process to be done because he wanted to see how the boundary where the body of iron ore minerals, and Reduction To The Pole was done because initially dipole magnetic anomalies, the process is carried out so that its response to the monopole magnetic anomalies that are very helpful in the 2D modeling. Zone of iron ore mineralization in the study area from 2D modeling results the model predicted the existence of iron ore minerals with susceptibility contrast amounted to 0.8585 cgs (103 SI), 1.0100 cgs (103 SI), 0.7100 cgs (103 SI) with thickness of about 35 until 50 meters which can be found at a depth of 25 meters. Results of 3D modeling where the body produces iron ore mineral is seen at a depth of 15 meters. Which is the value of susceptibility contrast to 0.100 cgs (103 SI) to 0.122 cgs (103 SI) and a granite rock, iron oxide, pyrite, and tuff of which are associated with the iron ore. Interpretation of results in 2D, 3D and regional geological information showed that the depth of the iron ore minerals associated with granitic rocks, iron oxides, pyrite, and iron tuff located at a depth of 15-30 meters.
ABSTRAK
PEMODELAN 3D MAGNETIK MENGGUNAKAN MAG3D
UNTUK IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DAERAH
“RAM-UNILA”
Oleh
ARDI MAULANA RACHMAWIANA
Proses pengangkatan ke atas dilakukan karena ingin melihat seberapa dalam batas keberadaan tubuh mineral bijih besi, dan reduksi ke kutub dilakukan karena pada awalnya anomali magnetik masih bersifat dipole, proses ini dilakukan agar respon anomali magnetik nya menjadi monopole sehingga sangat membantu dalam pemodelan 2D-nya. Zona mineralisasi bijih besi di daerah penelitian ini dari hasil pemodelan 2D diperkirakan model keberadaan mineral bijih besi dengan kontras suseptibilitas sebesar 0.8585 cgs (103 SI), 1.0100 cgs (103 SI), 0.7100 cgs (103 SI) dengan ketebalan sekitar 35 sampai 50 meter yang dapat ditemukan pada kedalaman 25 meter. Hasil dari pemodelan 3D menghasilkan keberadaan body mineral bijih besi sudah terlihat pada kedalaman 15 meter. Yang mana berada pada nilai kontras suseptibilitas 0.100 cgs (103 SI) sampai 0.122 cgs (103 SI) dan merupakan batuan granit, oksida besi, pirit, dan tuf besi yang kesemuanya berasosiasi dengan bijih besi. Dari hasil interpretasi secara 2D, 3D dan informasi geologi daerah penelitian menunjukkan bahwa kedalaman mineral bijih besi yang berasosiasi dengan batuan granit, oksida besi, pirit, dan tuf besi berada pada kedalaman 15-30 meter.
! :,'.
i l, :
::.1
,t:; ..: . .:
.
,, .,-,:rsg,{n{Bf.::.;,.:r. ,r . .
-'
j:lt..UggOlI"t=1I:, 1,.:;?!{.sr$-!r{![A{.rlo-4odiol_\t
Bu8.t.,t4smti du _BriBin 6IN
-!piv,
: e/vlslsc[mA[s.ulN -:L!.:::i
:!f ^- I
6.yllNfl-ntvu,
gvuflvo
r(IIsf,8
HrfIfl
NYTtYf,flS
ISYTIJLtNflflI
XIIINII
OECYHIEISZ reqoptg 69 : rsdpqg uer[-1'snp1 pEEuul
Tsaoztot66r
orY'tr:(t !uq"t;Y
,,s
, ii'i
"
.: .. .: -,t..,,:.: :::,- . 8unrtrurel se'[srequ;1
Tu{oI
su1lnr1udtrlI,lI'1S'S'u1pnu+ag,,:pcmqy'r{I
:,
EurOrurqruad u?)[ng Ifn8uadffi
ww
R
D
,@1
,v
w
U'I'ltt
"tS:S'1pu1sng : srr"lsqes:
BOIO)rfn8ua6
urII
,I'A'qi ''rS'W'rS'{'ouruqng 'sr(
Jord :€l0Z reqop16 '8tmdtueT reptreg
'n{Blreq Euez( umlnq ueEueP
lsnses rsEues leue>lp slpesJeq edes
uleu
rsueq rypp 1uI e,(es trsqe(ured qlqedy'l4pues e,(es qslo rBnqlp pr 1sdp1s
"ral1cq elnd uulepfueul
u,(?s n{ qeles 'e{u}snd
rsgrsp rrrBIBp rlerpnqeslp uuuruleEeges ruI qu:lseu tIrBIep ncerp sqnpel Bmcos EuBd
lpncq
't4q 6wro qelo us:pnre{p ne1e slpl}tp 6ua( pdepusd nep ofre4 $depret{Bplr eEn[ u,(es uunq4e8uedes Etrefuedes u?p 'uIBI Euero llelo urlln{Pup tlolrled tue,( e{.ler1 pd?pret {BpIl
uI rsdlqs
uIBIep u/rrqeq uelqe{ueur e,(us p1 ttuEueqDAFTAR ISI
ABSTRACT ...i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ...viii
KATA PENGANTAR ... ix
SANWACANA ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ...xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
1.3 Batasan Masalah... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional ... 3
2.1.1. Tatanan tektonika ... 3
2.1.2. Geologi lembar Tanjung Karang ... 3
2.2 Geologi Daerah Penelitian ... 5
2.3 Proses Pembentukan Mineral Primer ... 10
2.3.1. Fase magmatik cair ... 11
2.3.2. Fase pegmatitik ... 11
2.3.3. Fase pneumatolitik ... 12
2.3.4. Fase hidrotermal ... 12
2.3.5. Fase vulkanik ... 13
2.4 Pembentukan Mineral Bijih Besi di Daerah Penelitian ... 14
BAB III TEORI DASAR 3.1 Prinsip Dasar Magnetik ... 15
3.1.1. Gaya magnetik ... 15
3.1.2. Kuat medan magnetik ... 15
3.1.3. Intensitas magnetik ... 16
3.1.4. Medan magnetik induksi dan magnetik total ... 16
3.1.5. Kemagnetan bumi ... 18
3.1.6. Kutub geomagnetik ... 19
3.1.7. The international geomagnetic reference field ... 21
3.2 Suseptibilitas Batuan ... 22
xiv
3.2.2. Paramagnetik ... 23
3.2.3. Ferromagnetik ... 24
3.3 Reduksi Ke Kutub (Reduction To The Pole) ... 26
3.4 Kontinuasi Ke Atas (Upward Continuation) ... 28
3.5 Prinsip Pemodelan Inversi 3 Dimensi ... 30
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 31
4.2 Alat dan Bahan ... 31
4.3 Hasil Pengambilan Data dan Pengolahan Data ... 32
4.4 Diagram Alir Penelitian... 36
BAB V HASIL DAN INTERPRETASI 5.1 Analisa Kualitatif ... 37
5.2 Analisa Kuantitatif 2 Dimensi ... 40
5.3 Analisa Kuantitatif 3 Dimensi ... 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 48
6.2 Saran ... 49
DAFTAR TA
BEL
Tabel Halaman
1. Suseptibilitas mineral diamagnetisme ... 23
2. Suseptibilitas mineral paramagnetisme ... 24
3. Suseptibilitas batuan dan mineral... 25
4. Koefisien kontinuasi ke atas ... 29
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman
1. Penyebaran batuan di Paparan Sunda dan Asia Tenggara ... 4
2. Peta geologi lembar Tanjung Karang ... 5
3. Lokasi penelitian pada peta geologi lembar Tanjung Karang ... 6
4. Penampang lintasan DE ... 6
5. Statigrafi daerah penelitian ... 7
6. Contoh induksi magnetik pada bahan magnetik ... 17
7. Total anomali medan magnet dihasilkan dari body lokal magnet, (a). Famb memiliki harga ribuan nT, (b). Sebuah body memiliki induksi magnet (Find) dengan harga ratusan nT sehingga total medan magnet adalah jumlah (Find) dan (Famb), (c). Profil anomali total ∆(F) dari pengurangan medan magnet total (F) oleh medan magnet kerak (Famb) ... 18
8. (a). Deklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah medan magnet terhadap arah utara-selatan geografis, (b). Inklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah magnet terhadap arah horisontal ... 19
9. 7 (tujuh) variabel magnetik : (F) adalah total intensitas, (H) adalah horisontal intensitas, (X) adalah north component, (Y) adalah east component, (Z) adalah vertical component, (I) adalah inklinasi geomagnetik, (D) adalah deklinasi geomagnetik. ... 20
10.Sebuah anomali magnetik sebelum dan setelah reduksi ke kutub ... 27
11.Ilustrasi kontinuasi ke atas ... 28
13.Perhitungan data medan magnetik di lokasi penelitian yang telah
disesuaikan pada saat survei magnetik tanggal 10 desember 2012. ... 33
14.Diagram alir pengolahan data ... 36
15.Peta kontur anomali magnet total dan data bor (coring); dimana lingkaran ungu adalah coring bijih besi, dan lingkaran hijau adalah overburden coring. Garis putus-putus merupakan pendugaan lokasi keberadaan anomali ... 38
16.Peta kontur kontinuasi ke atas (upward continuation) dan data bor ... 39
17.Peta kontur reduksi ke kutub (reduced to the pole) dan data bor ... 40
18.Model 2D slicing A-A’ pada peta kontur reduksi ke kutub ... 41
19.Model 2D slicing B-B’ pada peta kontur reduksi ke kutub ... 42
20.Model 2D slicing C-C’ pada peta kontur reduksi ke kutub ... 42
21.Model 3D anomali magnet total ... 43
22.Model 3D data bor (coring); dimana lingkaran ungu adalah coring bijih besi, dan lingkaran hijau adalah overburden coring ... 44
23.Model 3D kontinuasi ke atas (upward continuation) ... 45
24.Model 3D kontinuasi ke atas (upward continuation) setelah cutoff; (a) tampak atas dilihat dari sudut barat-daya, (b) tampak samping dilihat dari sudut barat-daya ... 46
BAB I
P
ENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Eksplorasi akan sumberdaya alam terus dikembangkan seiring dengan
kebutuhan pasar yang terus menigkat dari waktu ke waktu, dan juga metode
eksplorasi yang digunakan terus dikembangkan mengingat efisiensi akan biaya
yang perlu dikeluarkan nantinya. Agar hasil tambang dapat memenuhi kebutuhan
pasar maka ketepatan akan ditemukannya keberadaan mineral bijih besi yang
memiliki nilai ekonomis harus cepat, tepat dan optimal.
Metode Magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang sering
digunakan sebagai survei pendahuluan pada eksplorasi batuan mineral diantaranya
mineral emas, perak, timah, besi, uranium, dll. Ketelitian pengukuran metode
magnetik ini relatif tinggi dan pengoperasian di lapangan relatif sederhana, mudah
dan cepat.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu :
2. Interpretasi model geologi bawah permukaan dan bodi bijih besi dalam
bentuk 3D.
1.3. Batasan Masalah
Pada penelitian ini ruang lingkup dan batasan masalah meliputi :
1. Data yang digunakan meliputi data sekunder anomali magnet total.
2. Data sekunder coring sebagai pembanding.
3. Analisa zona mineralisasi.
4. Analisa geometri benda anomali melalui proses; reduksi ke kutub,
pengangkatan ke atas dan modeling 3D.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini yaitu :
1. Mendapatkan informasi distribusi mineralisasi dan geometri bijih besi yang
dapat dimanfaatkan untuk tujuan eksplorasi.
2. Selain informasi keberadaan sumberdaya, metoda magnetik juga dapat
memberikan informasi secara lebih rinci mengenai letak benda atau tubuh
bijih besi.
3. Secara umum penerapan metoda geofisika dalam eksplorasi mineral bijih besi
memberikan manfaat khususnya nilai ekonomis, karena akan berpengaruh
terhadap optimasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan
BAB II
T
INJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional
2.1.1. Tatanan tektonika
Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya Paparan Sunda, pada
Gambar 1, menjelaskan mengenai perpanjangan lempeng Eurasia ke daratan Asia
Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda. Kerak Samudra yang
mengalasi Samudra Hindia dan sebagian lempeng India-Australia telah menunjam
miring disepanjang parit Sunda di lepas pantai barat Sumatera. Penunjaman yang
terjadi di bawah Sumatera telah terjadi selama tersier (± 66 - 5.3 juta tahun yang
lalu) dan menimbulkan busur magma yang luas di pegunungan Barisan. Geologi
lembar ini terdiri atas batuan alas malihan (metamorphic rocks) pra-mesozoikum,
batuan beku mesozoikum-kenozoikum dan runtunan batuan gunung api dan
sedimen tersier-kuarter.
2.1.2.Geologi Lembar Tanjung Karang
Kompleks Gunung Kasih (Pzg) yang terdiri dari batuan malihan
(metamorphic rocks), ditafsirkan merupakan satuan geologi tertua pada lembar
Tanjung Karang. Batuan ini terdiri dari sekis, gnes, kuarsit dan pualam yang
sedimen kapur. Batuan tersebut dianggap berumur karbon awal atau lebih tua dan
kemungkinan besar mewakili contoh batuan alas kristalin yang mengalasi
cekungan sedimen tersier awal yang luas di lajur busur-belakang. Formasi
Lampung (Qtl) yang ditafsirkan mendominasi hampir seluruh wilayah pada
lembar Tanjung Karang ini terdiri dari batuan riolit-tufan dan vulkanoklastik
tufan. Kegiatan gunungapi selanjutnya yang berhubungan dengan penunjaman
lempeng samudera hindia, terjadi diseluruh busur pegunungan barisan selama
tersier yang menghasilkan batuan tuf, lava dan breksi gunungapi bersusunan
riolit-basal. Proses pengendapan selama holosen menghasilkan endapan aluvium,
batugamping dan rawa.
Gambar 1. Penyebaran batuan di Paparan Sunda dan Asia Tenggara (Mangga, dkk., 1993)
Pada lembar Tanjung Karang (Gambar 2) memiliki tiga urutan stratigrafi
5
cekungan Sumatera Selatan di lajur busur-belakang dan pegunungan barisan di
lajur busur magma yaitu Lajur Palembang dan Lajur Barisan, yang berumur antara
pra-karbon sampai kuarter (Mangga, dkk., 1993).
Gambar 2. Peta geologi lembar Tanjung Karang (Mangga, dkk., 1993)
2.2. Geologi Daerah Penelitian
Pada Gambar 3 menjelaskan mengenai lokasi penelitian (yang ditunjukkan
oleh kotak berwarna merah) berada pada lembar peta geologi Tanjung Karang,
yang didomiasi oleh batuan gunungapi berupa batuapung, batulempung dan
batupasir tufaan. Keadaan batuan berupa batuapung, batulempung dan batupasir
tufaan di daerah penelitian ini di duga berasal dari banyak produk diantaranya
Gambar 3. Lokasi penelitian pada peta geologi lembar Tanjung Karang (Mangga, dkk., 1993)
Pada Gambar 4 menjelaskan mengenai kondisi vertikal atau penampang
dari lintasan DE yang ditarik dekat sekitar Tarahan sampai Menggala yang
mencapai 69.871 km, ada beberapa formasi yang dilewati oleh penampang
lintasan ini yang hanya 15.967 km disekitar wilayah penelitian ini yaitu Kompleks
Gunung Kasih (Pzg(s),(k)), Granodiorit Sulan (Kgdsn), Granit Jatibaru (Tejg),
Diorit Sekampung (Kds), dan Formasi Lampung (Qtl), yang mana dapat dilihat
bahwa setiap formasi memiliki ketebalan yang cukup dalam namun Formasi
Lampung hanya memiliki ketebalan yang sangat tipis dikarenakan formasi ini
sangat muda.
7
Berdasarkan peta geologi lembar Tanjung Karang, pada Gambar 5.
menjelaskan mengenai urutan stratigrafi daerah penelitian yaitu batuan tertua
berada pada zaman paleozoikum (paleozoic) dan jenisnya yaitu batuan malihan
(metamorphic rocks) diantaranya adalah batuan sekis pelitan dan sedikit gnes,
juga mencakup kuarsit dengan sisipan sekis-kuarsa serisit dan batupualam, sekis
amfibol hijau, amfibol orthogenes dioritan, campuran granitoid dan sekis atau
gnes dan diterobos oleh urat granit pegmatit dari Gunung Kasih (Pzg). Kemudian
batuan termuda yaitu berada pada zaman holosen (holocene) dengan memiliki 2
variasi jenis batuannya yaitu batuan gunungapi muda; diantaranya adalah batu
lava (andesit-basal), breksi dan tuf, dan batuan endapan permukaan; diantaranya
adalah endapan rawa, dan endapan aluvium.
Gambar 5. Statigrafi daerah penelitian (Mangga, dkk., 1993). Litologi Zaman Masa Kala Umur (juta)
1
2.6
5.3 11.2
66.0 17.1 23.0 33.9 56.0
Keterangan litologi dari Gambar 5. ;
: Formasi Lampung terdiri dari riolit–dasit dan vulkanoklastika tufan,
berumur Plistosen, tersebar luas diseluruh lembar tanjung karang,
khususnya di bagian timur dan timurlaut dengan ketebalan mencapai
500 meter. Diendapkan di lingkungan terestrial-fluvial air payau.
Menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua.
: Endapan Gunungapi muda berumur Plistosen dan Holosen dengan
komposisi lava andesit-basal, breksi dan tuf yang mencapai ketebalan
beberapa ratus meter yang tersebar di dekat gunung dan juga menyisip
di formasi-formasi lain.
: Formasi Tarahan berumur Paleosen–Oligosen awal yang terdiri dari
tuf dan breksi dikuasai oleh sisipan rijang dengan ketebalan mencapai
500 meter-1000 meter. Tersebar di sekitar Telukbetung, Gunung Balu
sampai Tarahan, penampang tipe di Sungai Tarahan 10 kilometer
tenggara Tanjung Karang. Diendapkan dilingkungan benua, mungkin
busur gunungapi.
: Kompleks Gunung Kasih terdiri atas runtuhan sedimen-malih dan
batuan beku-malih terdiri dari sekis, kuarsit, gnes. Sekis terdiri dari
dua jenis sekis kuarsa mika grafit dan sekis amfibol. Ditafsirkan
sebagai batuan gunung api malihan. Kuarsit, putih kecoklatan sampai
kemerahan berbutir sedang-kasar tekstur granoblastik jelas, sedimen QTL
Qhv (r, p, b,
rb)
Tpot
9
malihan tak murni. Untuk ketebalannya bisa mencapai lebih dari 2500
meter.
: Diorit Sekampung Terdaunkan terdiri atas batuan diorit dan diorit
kuarsa. Batuan terobosan dengan umur Kapur-Tengah Mesozoikum.
Dengan ketebalan lebih dari 2000 meter. Diendapkan di lingkungan
batuan beku dan batuan metamorfosa, dan terutama dalam pegmatit
granit. Diorit merupakan batuan beku intrusif terdiri terutama dari
plagioklas feldspar (biasanya andesine), biotit, hornblende, piroksen.
Ini mungkin mengandung sejumlah kecil kuarsa, microcline dan
olivin. Zirkon, apatit, sphene, magnetit, ilmenit dan sulfida terjadi
sebagai mineral tambahan. Diorit memiliki tekstur butir ukuran
sedang, kadang-kadang dengan porfiri.
: Granit Jatibaru terdiri atas batuan granit merah jambu. Batuan
terobosan dengan umur Eosen-Tersier Kenozoikum. Dengan ketebalan
lebih dari 2000 meter. Terbentuk karena proses alterasi dari mineral
utama pembentuk batuan granit yaitu teridiri dari kuarsa, potasium
feldspar dari jenis ortoklas dan mikroklin, plagioklas dari jenis
albit-oligoklas dan sedikit andesit, biotit, hornblende. Dan mineral
tambahan terdiri dari zirkon, apatit, rutil sphen dan oksida besi.
: Batuan Granit Tak Terpisahkan terdiri atas batuan granit dan
granodiorit. Batuan terobosan dengan umur Oligosen sampai Miosen-Kds
Tejg
Tengah Tersier Kenozoikum. Dengan ketebalan lebih dari 2000 meter.
Terbentuk karena proses alterasi dari mineral utama pembentuk
batuan granit yaitu teridiri dari kuarsa, potasium feldspar dari jenis
ortoklas dan mikroklin, plagioklas dari jenis albit-oligoklas dan sedikit
andesit, biotit, hornblende. Dan mineral tambahan terdiri dari zirkon,
apatit, rutil sphen dan oksida besi.
: Granodiorit Sulan terdiri atas batuan granodiorit dan tonalit. Batuan
terobosan dengan umur Kapur-Awal sampai Kapur-Tengah
Mesozoikum. Dengan ketebalan lebih dari 2500 meter. Granodiorit
adalah batuan beku plutonik, terbentuk oleh intrusi magma kaya silika,
yang mendinginkan di batolit atau tersimpan di bawah permukaan
bumi. Hal ini biasanya hanya tersingkap di permukaan setelah
pengangkatan dan erosi telah terjadi. Setara vulkanik dari granodiorit
adalah dasit. Tonalit merupakan batuan beku plutonik (intrusif),
komposisi felsic, dengan tekstur phaneritic. Feldspar hadir sebagai
plagioklas (biasanya oligoklas atau andesine) dengan 10% atau kurang
alkali feldspar. Kuarsa lebih dari 20%. Amfibol dan piroksen
merupakan mineral tambahan.
2.3. Proses Pembentukan Endapan Mineral Primer
Pembentukan bijih primer secara garis besar dapat diklasifikasikan
11
1. Fase Magmatik Cair 4. Fase Hidrotermal
2. Fase Pegmatitik 5. Fase Vulkanik
3. Fase Pneumatolitik
2.3.1. Fase magmatik cair (liquid magmatic phase)
Fase magmatik cair adalah suatu fase pembentukan mineral, dimana
mineral terbentuk langsung pada magma (diferensiasi magma), misalnya dengan
cara gravitational setting. Mineral yang banyak terbentuk dengan cara ini adalah
kromit, titamagnetit, dan petlandit. Fase magmatik cair ini dapat dibagi atas:
1. Komponen batuan mineral yang terbentuk akan tersebar merata diseluruh
massa batuan. Contoh: intan dan platina.
2. Segregasi mineral yang terbentuk tidak tersebar merata, tetapi hanya kurang
terkonsentrasi di dalam batuan.
3. Injeksi mineral yang terbentuk tidak lagi terletak di dalam magma (batuan
beku), tetapi telah terdorong keluar dari magma.
2.3.2. Fase pegmatitik (pegmatiticphase)
Pegmatitik adalah batuan beku yang terbentuk dari hasil injeksi magma.
Sebagai akibat kristalisasi pada magmatik awal dan tekanan disekeliling magma,
maka cairan residual yang mobile akan terinjeksi dan menerobos batuan
disekelilingnya sebagai dyke dan sill.
Kristalisasi dari pegmatitik akan berukuran besar, karena tidak adanya
sehingga pembekuan berjalan dengan lambat. Mineral-mineral pegmatitik antara
lain: logam-logam ringan (Li-silikat, Be-silikat (BeAl-silikat), Al-rich silikat),
logam-logam berat (Sn, Au, W, dan Mo), unsur-unsur jarang (Niobium, Iodium
(Y), Ce, Zr, La, Tantalum, Th, U, Ti), batuan mulia (ruby, sapphire, beryl, topaz,
turmalinrose, kuarsa merah, batuan kristal).
2.3.3. Fase pneumatolitik (pneumatoliticphase)
Pneumatolitik adalah proses reaksi kimia dari gas dan cairan dari magma
dalam lingkungan yang dekat dengan magma. Dari sudut geologi, ini disebut
kontak-metasomatisme, karena adanya gejala kontak antara batuan yang lebih tua
dengan magma yang lebih muda. Mineral kontak ini dapat terjadi bila uap panas
dengan temperatur tinggi dari magma kontak dengan batuan dinding yang reaktif.
Mineral-mineral kontak yang terbentuk antara lain: wolastonit (CaSiO3),
amphibol, kuarsa, epidot, garnet, vesuvianit, tremolit, topaz, aktinolit, turmalin,
diopsit, dan skarn.
2.3.4. Fase hidrotermal (hydrothermalphase)
Hidrotermal adalah larutan sisa magma yang bersifat “aqueous” sebagai
hasil diferensiasi magma. Hidrotermal ini kaya akan logam-logam yang relatif
ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan.
Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal dua macam endapan
13
1. Cavity filing, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudah ada di
dalam batuan.
2. Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan
dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrotermal.
Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal beberapa jenis endapan
hidrotermal, antara lain ephitermal (T 0oC-200oC), mesotermal (T 150oC-350oC),
dan hipotermal (T 300oC-500oC). Setiap tipe endapan hidrotermal diatas selalu
membawa mineral-mineral yang spesifik, berikut alterasi yang ditimbulkan
berbagai macam batuan dinding. Tetapi mineral-mineral seperti pirit (FeS2),
kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2).
2.3.5. Fase vulkanik (vulcanicphase)
Endapan fase vulkanik merupakan produk akhir dari proses pembentukkan
bijih secara primer. Sebagai hasil kegiatan fase vulkanik adalah:
1. Aliran lava.
2. Ekshalasi.
3. Mata air panas.
Ekshalasi dibagi menjadi: fumarol (terutama terdiri dari uap air H2O),
solfatara (berbentuk gas SO2), mofette (berbentuk gas CO2), saffroni (berbentuk
baron). Bentuk atau komposisi dari mata air panas adalah air klorida, air sulfat, air
karbonat, air silikat, air nitrat, dan air fosfat. Jika dilihat dari segi ekonomisnya,
maka endapan ekonomis dari fase vulkanik adalah: belerang (kristal belerang dan
lumpur belerang), oksida besi (misalnya hematit, Fe2O3). Sulfida masif
2.4. Pembentukan Mineral Bijih Besi di Daerah Penelitian
Proses terjadinya pembentukkan cebakan bahan galian bijih besi di daerah
penelitian ini berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.
Akibat peristiwa tektonik inilah, terbentuk struktur sesar, struktur sesar ini
merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magnetisme, yaitu intrusi
magma menerobos batuan tua. Akibat adanya proses tersebut terjadilah kontak
metasomatisme ini, diantaranya terbentuklah proses-proses rekristalisasi, alterasi,
remineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan
batuan yang diterobosnya.
Magma yang mengalami kontak metasomatisme kemudian menggantikan
batuan yang lebih tua karena mengalami terjadinya perubahan suhu dan terkena
gejala alam yang lain, kemudian terkena tekanan yang besar dari bawah sehingga
cebakan ini menerobos sampai ke atas (intrusi), lalu mineral yang dibawanya tadi
menyebar (remineralisasi). Akan tetapi tidak semua formasi yang ada kaitannya
dengan daerah penelitian ini terlibat dalam proses pembentukkan mineral bijih
besi, yang berperan penting dalam pembentukkan mineral bijih besi di sini yaitu
Formasi Granodiorit (Kgdsn) dan intrusi dari Formasi Batuan Granit (Tmgr) yang
menerobos Formasi Tarahan (Tpot). Karena dapat diduga berasal dari adanya
kontak batuan intusi granit indah remineralisasi yang berada di sebelah timur
daerah penelitian ini, dan juga ada kaitannya dengan proses remineralisasi dari
BAB III
D
A
SAR TEORI
3.1. Prinsip Dasar Magnetik
3.1.1. Gaya magnetik
Charles Augustin de Coulomb (1785) menyatakan bahwa gaya
magnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan
magnetik, yang persamaannya mirip seperti hukum gaya gravitasi Newton.
Dengan demikian, apabila dua buah kutub P1 dan P2 dari monopole
magnetik yang berlainan terpisah pada jarak r, maka persamaan gaya magnetik
dinyatakan seperti berikut,
⃑ = 1 ⃑
dimana, ⃑ adalah gaya magnetik monopole pada P1dan P2, r adalah vektor satuan
ber-arah dari P1 ke P2, p adalah muatan kutub 1 dan 2 monopole, µ adalah
permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa µ = 1).
3.1.2. Kuat medan magnetik
Gaya magnetik ⃑ per satuan muatan P1 didefenisikan sebagai kuat
medan magnetik terukur (H). Dengan demikian dihasilkan kuat medan magnet
pada muatan P1, dapat dinyatakan sebagai,
= ⃑ = 1 ⃑ (2)
dimana, H adalah Kuat medan magnetik terukur.
3.1.3. Intensitas magnetik
Jika suatu benda terinduksi oleh medan magnet ⃑, maka besar intensitas
magnetik yang dialami oleh benda tersebut adalah (Reynold, 1995),
⃑ = . ⃑
dimana, M adalah intensitas magnetisasi, k adalah suseptibilitas magnetik.
Suseptibilitas dinyatakan sebagai tingkat termagnetisasinya suatu benda
karena pengaruh medan magnet utama, dimana hubungan (k) dalam satuan SI dan
emu dinyatakan sebagai berikut:
= 4 ′
dimana, k’ adalah suseptibilitas magnetik (emu), k adalah suseptibilitas magnetik
(SI).
3.1.4. Medan magnetik induksi dan magnetik total
Adanya medan magnetik regional yang berasal dari bumi dapat
menyebabkan terjadinya induksi magnetik pada batuan di kerak bumi yang
mempunyai suseptibilitas yang tinggi. Medan magnetik yang dihasilkan pada
batuan ini sering disebut sebagai medan magnetik induksi atau medan magnetik
sekunder.
Pada Gambar 6 mengilustrasikan medan magnet induksi yang timbul pada
bahan magnetik yang mana medan magnet induksi (H) masuk melalui kutub
positif mengarah ke kutub negatif.
(3)
17
Gambar 6. Contoh induksi magnetik pada bahan magnetik (Robinson, dkk, 1988).
Sementara itu medan magnetik yang terukur oleh magnetometer
adalah medan magnet total, yang berupa gabungan antara medan magnetik
utama dan medan magnetik induksi,
⃑ = ⃑ + ⃑ = (1 + ) ⃑
dimana, adalah permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7), µ adalah (1+k)
permeabilitas magnetik relatif.
Persamaan diatas dapat juga dituliskan,
⃑ = ⃑
Persamaan (5) dan (6) mengabaikan faktor medan magnet remanen dan
medan luar Bumi. Sebagai ilustrasi, hubungan antara medan magnet utama,
medan magnetik induksi dan medan magnetik total (yang terukur oleh
magnetometer) dapat dilihat pada Gambar 7.
Apabila, F=Famb+Find
Sehingga, Find=F-Famb
Maka total anomali ∆F adalah pengurang medan magnet total (F) dengan medan
magnet kerak bumi (Famb),
∆F =F-Famb
dimana, F adalah total medan magnet, Famb adalah medan magnet kerak pada
lokasi tertentu, Find adalah induksi medan magnet.
(5)
(6)
(7)
(8)
Gambar 7. Total anomali medan magnet dihasilkan dari body lokal magnet, (a). Famb memiliki harga ribuan nT, (b). Sebuah body memiliki induksi magnet (Find) dengan harga ratusan nT sehingga total medan magnet adalah jumlah (Find) dan (Famb), (c). Profil anomali total ∆(F) dari pengurangan medan magnet total (F) oleh medan magnet kerak (Famb) (Butler, 1992).
3.1.5. Kemagnetan bumi
Medan magnet bumi secara sederhana dapat digambarkan sebagai
medan magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa yang terletak
di dalam inti bumi, namun tidak berimpit dengan garis utara-selatan
geografis Bumi. Sedangkan kuat medan magnet sebagian besar berasal dari
dalam bumi sendiri (98%) atau medan magnet dalam (internal field),
sedangkan sisanya (2%) ditimbulkan oleh induksi magnetik batuan di kerak
bumi maupun dari luar angkasa. Medan magnet internal berasal dari inti bumi
(inner core) dan kerak bumi (crustal earth). Beberapa alasan sehingga bumi
memiliki medan magnetik, diantaranya;
1. Kecepatan rotasi Bumi yang tinggi.
19
2. Proses konveksi mantel dengan inti luar bumi (bersifat kental).
3. Inti dalam (padat) yang konduktif, kandungan yang kaya besi.
Pada Gambar 8 menjelaskan mengenai medan magnet dinyatakan sebagai
besar dan arah (vektor), arahnya dinyatakan sebagai deklinasi (penyimpangan
terhadap arah utara-selatan geografis) dan inklinasi (penyimpangan terhadap arah
[image:31.595.140.444.254.412.2]horisontal kutub utara magnet).
Gambar 8. (a). Deklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah magnet terhadap arah utara-selatangeografis, (b). Inklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah magnet terhadap arah horisontal (Reynold, 1995).
3.1.6. Kutub geomagnetik
Geomagnetical pole (kutub geomagnetik/kutub dipole) adalah
persimpangan sudut kutub geografis dari permukaan bumi dengan sumbu magnet
batang hipotesis yang ditempatkan di pusat bumi dan diperkirakan sebagai bidang
geomagnetik. Ada semacam kutub masing-masing di belahan bumi dan kutub
disebut sebagai "kutub utara geomagnetik" dan "kutub selatan geomagnetik".
Catatan : Bumi memiliki dua kutub yang sering dikenal sebagai “Geomagnetic
Poles” yang merupakan kutub teoritis dimana sumbu magnet membentuk sudut
a. Kutub utara magnet terletak di Canadian Artic Island dengan lintang : 75,5º
BT dan bujur : 100,4o BB.
b. Kutub selatan magnet terletak di Coast of Antartica South of Tasmania
dengan lintang : 66,5o LS dan bujur : 140o BT.
Pada Gambar 9 menjelaskan mengenai prinsip metode magnetik yang
diilustrasikan menggunakan sebuah objek berbentuk kubus, lalu
komponen-komponen yang digunakan pada prinsip metode magnetik yaitu berpatokan untuk
sumbu x (utara geografis) dan sumbu y (timur geografis), kemudian ditentukan
arah meridian magnetik (H) yang mana untuk mendapatkan nilai sudut yang
dibentuk dari arah utara geografis ke arah utara magnetik yaitu dengan
menghitung nilai deklinasi, lalu ditentukan arah total intensitas (F) yang mana
untuk mendapatkan nilai sudut yang dibentuk dari arah meridian magnetik (H)
terhadap total intensitas yaitu dengan menghitung nilai inklinasi, dan sumbu z
berperan sebagai arah kedalaman.
[image:32.595.212.448.463.676.2]
Gambar 9. 7 (tujuh) variabel magnetik : (F) adalah total intensitas, (H) adalah Horisontal Intensitas, (X) adalah North Component, (Y) adalah
21
3.1.7. The international geomagnetic reference field (IGRF)
IGRF adalah nilai matematis standar dari medan magnet utama bumi
akibat rotasi dan jari–jari bumi. IGRF merupakan upaya gabungan antara
pemodelan medan magnet dengan lembaga yang terlibat dalam pengumpulan dan
penyebarluasan data medan magnet dari satelit, observatorium, dan survei di
seluruh dunia yang setiap 5 tahun diperbaharui. Medan magnet bumi terdiri dari 3
bagian :
1. Medan magnet utama (main field)
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil
pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan
luas lebih dari 106 km2
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang
merupakan hasil ionisasi di atmosfir yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet
dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus
listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfir, maka perubahan
medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
3. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal
field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral
bermagnet seperti magnetit (Fe7S5), titanomagnetite (Fe2TiO4) dan lain-lain
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari
pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali
magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan
magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen
mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan
arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan
sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari
survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah
medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka
anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik,
efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari
25% medan magnet utama bumi (Telford, 1990), sehingga dalam pengukuran
medan magnet berlaku:
A L M
T H H H
H
dimana, HT
adalah medan magnet total bumi, HA
adalah medan magnet anomali,
M
H adalah medan magnet utama bumi, HL
adalah medan magnet luar.
3.2. Suseptibilitas Batuan
Harga suseptibilitas (k) ini sangat penting di dalam pencarian benda
anomali karena sifat ferromagnetik untuk setiap jenis mineral dan batuan
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Nilai (k) pada batuan semakin besar
jika dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral bersifat
magnetik. Berdasarkan nilai (k) dibagi menjadi kelompok-kelompok jenis
material dan batuan penyusun litologi bumi, yaitu;
23
3.2.1 Diamagnetik
Dalam batuan diamagnetik atom–atom pembentuk batuan mempunyai
kulit elektron berpasangan dan mempunyai putaran yang berlawanan dalam tiap
pasangan. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit, elektron tersebut akan
berpresesi yang menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet
luar tadi. Mempunyai suseptibilitas (k) negatif dan kecil dan suseptibilitas (k)
tidak tergantung dari pada medan magnet luar. Contoh: bismuth, grafit, gipsum,
[image:35.595.162.445.333.482.2]marmer, kuarsa, garam (Tabel 1).
Tabel 1. Suseptibilitas mineral diamagnetisme
Mineral Diamagnetisme (x 10-5)
Bismut -16.6 Karbon (Berlian) -2.1
Karbon (Grafit) -1.6 Tembaga -1.0 Timbal -1.8 Mercuri -2.9 Perak -2.6
Air -0.91
3.2.2 Paramagnetik
Di dalam paramagnetik terdapat kulit elektron terluar yang belum jenuh
yakni ada elektron yang putarannya tidak berpasangan dan mengarah pada arah
putaran yang sama. Jika terdapat medan magnetik luar, putaran tersebut berpresesi
menghasilkan medan magnet yang mengarah searah dengan medan tersebut
sehingga memperkuatnya. Akan tetapi momen magnetik yang terbentuk
terorientasi acak oleh agitasi termal, oleh karena itu bahan tersebut dapat
dikatakan mempunyai sifat:
Suseptibilitas k bergantung pada temperatur. Contoh: piroksen, olivin, garnet, biotit, amfibolit, dll (Tabel 2).
Tabel 2. Suseptibilitas mineral paramagnetisme
Mineral Paramagnetisme (x10-5)
Tungsten 6.8
Cesium 5.1
Aluminium 2.2
Lithium 1.4
Magnesium 1.2
Sodium 0.72
3.2.3 Ferromagnetik
Terdapat banyak kulit electron yang hanya diisi oleh suatu elektron
sehingga mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini diperkuat lagi oleh
adanya kelompok-kelompok bahan berputaran searah yang membentuk
dipole-dipole magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika didalam medan
magnet luar. Mempunyai sifat:
Suseptibilitas k positif dan jauh lebih besar dari satu. Suseptibilitas k bergantung dari temperatur.
Contoh: besi, nikel, kobal, terbium, dysprosium, dan neodymium.
Ferromagnetik dibagi menjadi dua yaitu;
1. Antiferromagnetik
Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipole
magnetik yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara
keseluruhan sangat kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat kristal
akan mengalami medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti pada bahan
25
dengan titik curie kemudian turun lagi menurut hukum curie-weiss. Contoh:
hematit (Fe2O3).
2. Ferrimagnetik
Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel
tetapi jumlah dipole pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih
mempunyai resultan magnetisasi cukup besar. Suseptibilitasnya tinggi (Tabel 3)
dan tergantung temperatur. Contoh: magnetit (Fe3O4), ilmenit (FeTiO3), pirhotit
(FeS), hematit (Fe2O3), ferrite (NiOFe2O3), yttrium (Y3Fe5O12). Berdasarkan
proses terjadinya maka ada dua macam magnet:
Magnet induksi bergantung pada suseptibilitasnya menyebabkan anomali pada medan magnet bumi.
[image:37.595.128.503.496.746.2] Magnet permanen bergantung pada sejarah pembentukan batuan tadi (Jensen and MacKintosh, 1991).
Tabel 3. Suseptibilitas batuan dan mineral (Telford, 1990)
Jenis Suseptibilitas X103 (SI)
Jarak Rata-rata
Batuan Sedimen
Dolomit 0 – 0,9 0,1
Batugamping 0 – 3 0,3 Batupasir 0 – 20 0,4 Serpih 0,01 – 15 1,6
Batuan Metamorf
Amphibolite 0,7
Sekis 0,3 – 3 1,4
Filit 1,5
Gnes 0,1 – 25
Kuarsit 4
Serpentine 3 – 17
Sabak 0 – 35 6
Batuan Beku
Riolit 0,2 – 35
Dolorit 1 – 35 17
Augite-syenite 30 – 40
Olivine-diabase 25
Diabase 1 – 160 55
Porfiri 0,3 – 200 60
Gabro 1 – 90 70
Basal 0,2 – 175 70
Diorit 0,6 – 120 85
Piroksenit 125
Peridotit 90 – 200 150
Andesit 160
J
enis Suseptibilitas X103 (SI)
Mineral-mineral Jarak Rata-rata
Grapit 0,1
Kuarsa -0,01
Batu garam -0,01
Anhidrit gypsum -0,01
Kalsit -0,001 – -0,01
Batubara 0,02
Lempung 0,2
Kalkofirit 0,4
Siderit 1 – 4
Pirit 0,05 – 5 1,5
Limonit 2,5
Arsenopirit 3
Hematit 0,5 – 35 6,5
Kromit 3 – 110 7
Franklinit 430
Firhotit 1 – 0,006 1500 Ilmenit 300 – 3500 1800 Magnetit 1,2 – 0,00192 6000
3.3. Reduksi ke Kutub (Reduction To The Pole)
Operasi ini memperlihatkan anomali dipole (positif dan negatif) yang akan
ditransformasikan menjadi anomali monopole (positif) (Gambar 10). Mengubah
nilai inklinasi sebenarnya menjadi ke arah vertikal. Transformasi ini
menyederhanakan peta medan-total dan secara relatif pengoperasiannya mudah
dilakukan di lintang magnetik tinggi. Akan tetapi proses ini akan mengalami
27
Secara umum jika magnetisasi dan medan lingkungan yang tidak vertikal,
distribusi simetris magnetisasi akan menghasilkan kemiringan kurva anomali
magnetik simetrisnya. Kompleksitas ini dapat dihilangkan dari survei magnetik
[image:39.595.112.514.190.342.2]menggunakan persamaan (11) dan (12). Jika diperlukan m’ = f’ = (0,0,1).
Gambar 10. Sebuah anomali magnetik sebelum dan setelah reduksi ke kutub (Blackely, 1996).
Dari persamaan (11),
ℱ[∆ ] = ℱ[∆ ]ℱ[ ] Maka persamaan (12),
ℱ[ ] = ′ ′
Akan mengubah sebuah medan anomali total yang terukur ke dalam
komponen vertikal, disebabkan oleh distribusi sumber magnet yang sama dalam
arah vertikal. Perubahan anomali dalam domain Fourier menjadi,
ℱ[∆ ] = ℱ[ ] ℱ[∆ ]
Dimana,
ℱ[ ] = 1
= + + | |+ | |( + ) ,| | ≠ 0
1 = −
(11)
(12)
(13)
2 = − 3 = − − 1 = + 2 = +
Penerapan ℱ[ ] disebut reduksi ke kutub (Baranov dan Naudy, 1964)
karena ∆ adalah anomali yang akan diukur pada kutub utara magnet, dimana
magnetisasi diinduksi dan medan lingkungan keduanya akan diarahkan vertikal ke
bawah.
3.4. Kontinuasi ke Atas (Upward Continuation)
Suatu proses pengubahan data medan potensial yang diukur pada suatu
bidang permukaan, menjadi data yang seolah-olah diukur pada bidang permukaan
lebih ke atas disebut kontinuasi ke atas. Metode ini juga merupakan salah satu
metode yang sering digunakan karena dapat mengurangi efek dari sumber anomali
[image:40.595.224.433.471.612.2]dangkal, yang diilustrasikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Ilustrasi kontinuasi ke atas (Telford, 1990)
Perhitungan harga medan potensial di setiap titik observasi pada bidang
hasil kontinuasi (Z-) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut
29
( , , ) = 2 .| | ( , , ) ′ ′
Dimana, Z(x, y, z) adalah harga medan potensial pada bidang kontinuasi
(pengangkatan, z adalah jarak atau ketinggian pengangkatan, Z(x’, y’, z’) adalah
harga medan potensial pada bidang observasi sebenarnya (z=0), dan R=(|x-x’|2
+|y-y’|2+z2). Dalam penerapan persamaan-persamaan yang masih dalam bentuk
domain spasial sulit untuk diimplementasikan karena harus diketahui dengan pasti
harga medan potensial disetiap titik pada bidang hasil pengangkatan. Henderson
(1960) memberikan persamaan empiris yang lebih sederhana untuk kontinuasi ke
atas (upward continuation) berikut:
(−ℎ) = ( ). ( , ℎ)
Dimana:
Z(-h) adalah Medan potensial pada posisi h (hasil kontinuasi),
Z(ri) adalah Rata-rata medan potensial pada jarak r untuk Z=0,
[image:41.595.134.508.554.756.2]K(ri,h) adalah Koefisien kontinuasi ke atas,
Tabel 4. Koefisien kontinuasi ke atas (Telford, 1990)
i ri K(ri,1) K(ri,2) K(ri,3) K(ri,4) K(ri,5) 0 0 0.11193 0.04034 0.01961 0.01141 0.00742 1 1 0.32193 0.12988 0.06592 0.03908 0.02566 2 √2 0.06062 0.07588 0.05260 0.03566 0.02509 3 √5 0.15206 0.14559 0.10563 0.07450 0.04611 4 √8 0.05335 0.07651 0.07651 0.05841 0.07784 5 √13 0.06556 0.09902 0.10226 0.09173 0.11986 6 5 0.06650 0.11100 0.12921 0.12921 0.16159 7 √50 0.05635 0.10351 0.13635 0.15474 0.14106 8 √136 0.03855 0.07379 0.10322 0.12565 0.09897 9 √274 0.02273 0.04464 0.06500 0.08323 0.09897 10 25 0.03015 0.05998 0.08917 0.11744 0.14458
(15)
3.5. Prinsip Pemodelan Inversi 3 Dimensi
Metoda inversi merupakan cara yang digunakan untuk memperkirakan
model respon magnetik yang paling cocok dengan data observasi. Untuk
mencocokan data tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi objektif yang
merupakan fungsi dari selisih antara teoritis dengan data observasi.
Setiap anomali magnetik yang diamati diatas permukaan dapat dievaluasi
dengan menghitung proyeksi anomali medan magnet dari arah yang ditentukan.
Sumber pada lokasi yang diteliti, di set kedalaman sebuah cell ortogonal berupa
mesh 3D (Li & Oldenburg, 1996). Mesh 3D diasumsikan mempunyai
suseptibilitas di dalam masing-masing cell dan magnetik remanen diabaikan.
Anomali magnetik (∆T) pada suatu lokasi dengan berhubungan dengan
suseptibilitas (k) di bawah permukaan. Secara linier dapat dituliskan dalam
persamaan berikut:
∆t = Gk
Dimana G merupakan matriks dengan ukuran i x j:
=
⎝ ⎜
⎛ ⋯⋯
⋮ ⋮ ⋮
⋯ ⎠
⎟ ⎞
i adalah jumlah data dan j adalah jumlah parameter model. Matriks G
digunakan untuk memetakan suatu model dari data keseluruhan data pada proses
inversi. Secara umum, inversi yang dilakukan pada medan anomali berbanding
lurus terhadap variasi suseptibilitas pada skala linier.
(17)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari pemodelan 2D dapat menafsirkan keberadaan mineral bijih besi yang
cukup singkron keberadaan mineral bijih besi dengan data pemborannya,
namun hasil dari pemodelan 3D tidak singkron dengan data pemborannya.
2. Zona mineralisasi bijih besi di daerah penelitian ini dari hasil pemodelan
2D berupa lensa-lensa dengan kontras suseptibilitas sebesar 0.8585 cgs
(103 SI), 1.0100 cgs (103 SI), 0.7100 cgs (103 SI), dengan ketebalan 35
sampai 50 meter yang dapat ditemukan pada kedalaman 25 meter.
3. Keberadaan mineral bijih besi didaerah penelitian ini berasosiasi dengan
batuan intrusi yang ditafsirkan sebagai penyebab pembentukkan mineral
6.2. SARAN
Adapun saran-saran dari dilakukannya penelitian ini, agar kedepannya
dapat dimaksimalkan apa yang kurang dari penelitian ini, yaitu:
1. Berdasarkan beberapa program yang telah di gunakan, menunjukkan hasil
yang tidak singkron dengan hasil yang didapat. Kemungkinan bisa didapat
seperti yang diharapkan jika menggunakan program lain yang lebih
kompetitif.
2. Dan juga dapat menggunakan proses-proses pengolahan lain yang dapat
membantu dalam pemodelan yang dapat menunjukkan keakuratan target
DAF
TAR
PUSTAKA
Baranov, V., and Naudy, H., 1964, Numerical calculation of the formula of
reduction to the magnetic pole. Geophysics 29, 67-79.
Blakely, R.J., 1996, Potential Theory In Gravity and Magnetic Applications,
Cambridge University Press, Cambridge.
Butler, R.F., 1992, Paleomagnetism: Magnetic Domains To Geologic Terranes.
Blackwell Scientific Publications, Boston.
Deniyatno, 2009, Tesis: Aplikasi Kontinuasi ke Atas dan Pemodelan Anomali
Magnetik Untuk Identifikasi Bijih Besi Di Daerah Binjai, Pasaman, Sumatera Barat. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Gocht, W.R., Zantop, H.R., and Eggert, G., 1988, International Mineral
Economics. Springer-Verlag, Germany.
Henderson, R.G., and Zietz, I., 1960, A Comprehensive System of Automatic
Computation in Magnetic and Gravity Interpretation. Geophysics 25, 569-585.
Jensen, J., and MacKintosh, A.R., 1991, Rare Earth Magnetism. Clarendon Press,
Oxford.
Li, Y., and Oldenburg, D.W., 1996, 3D Inversion of Magnetic Data. Geophysics,
Mangga, S.A., Amirudin, Suwarti, T., Gafoer, S., dan Sidarto, 1993, Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Indonesia.
Raymond, E., 2003, Quasi-Acronym for Linear Interpolation. Proceedings of the
IEEE 90 (3): 319-342.
Reynolds, J.M., 1995, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.
Mold, Clwyd, North Wales, United Kingdom.
Robinson, E., and Coruh, C., 1988, Basic Exploration Geophysics. Virginia
Polytechnic Institute and State University.
Shehktman, R., 2002, Applications MAG3D for Windows Version 20030915.
Geophysical Inversion Facility, University of British Colombia.
Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff, R.E., 1990, Applied Geophysics, 2nd
A1 533640 9157743 428
A2 533620 9157723 481
A3 533601 9157709 -1349
A4 533601 9157709 -4525
A5 533575 9157672 686
A6 533567 9157654 -1432
A7 533556 9157636 -1347
A8 533552 9157617 -1150
A9 533548 9157595 -319
A10 533539 9157581 -209
A11 533539 9157564 -2969
A12 533507 9157541 -345
A13 533523 9157527 -2005
A14 533539 9157517 -1999
A15 533551 9157533 -1983
A16 533562 9157564 -269
A17 533574 9157583 776
A18 533582 9157602 650
A19 533595 9157620 560
A20 533607 9157635 -142
A21 533620 9157653 -105
A22 533633 9157668 707
A23 533650 9157682 5
A24 533665 9157705 3
A25 533678 9157720 -92
A26 533675 9157737 365
A27 533701 9157732 353
A28 533691 9157707 -992
A29 533645 9157644 81
A30 533666 9157657 -5
A31 533682 9157679 431
A32 533636 9157627 406
A33 533614 9157609 497
B1 533643 9157274 347
B2 533663 9157284 510
B3 533682 9157294 796
B4 533745 9157350 183
B5 533759 9157370 246
B6 533789 9157358 290
B7 533772 9157334 288
B11 533703 9157264 259
B12 533687 9157246 112
B13 533679 9157224 48
B14 533707 9157220 106
B15 533717 9157240 200
B16 533732 9157263 335
B17 533751 9157276 378
B18 533768 9157292 315
B19 533786 9157312 310
B20 533801 9157332 229
B21 533809 9157356 219
B22 533822 9157378 117
B23 533837 9157398 47
B24 533853 9157418 -24
B25 533865 9157436 547
B26 533866 9157436 -92
B27 533882 9157462 -154
B28 533897 9157474 -248
B29 533912 9157490 -272
B30 533926 9157506 -210
B31 533937 9157522 10
B32 533953 9157536 45
B33 533965 9157546 81
B34 533982 9157558 422
B35 533997 9157572 203
B36 533911 9157586 -569
B37 534028 9157598 108
B38 533704 9157318 909
B39 533726 9157328 420
C1 533903 9157522 793
C2 533883 9157498 -1446
C3 533866 9157482 -1045
C4 533847 9157504 -678
C5 533839 9157460 -593
C6 533808 9157454 -511
C7 533814 9157502 -835
C8 533836 9157514 -375
C9 533860 9157524 577
C10 533858 9157504 -824
C12 533897 9157548 803
C13 533919 9157566 589
C14 533934 9157558 310
C15 533948 9157568 553
C16 533938 9157584 633
C17 533953 9157598 429
C18 533966 9157582 485
C19 533982 9157576 349
C20 533975 9157562 399
C21 533962 9157560 360
C22 533953 9157550 192
C23 533947 9157532 53
C24 533932 9157520 163
C25 533919 9157550 130
C26 533912 9157494 -328
C27 533892 9157468 -293
C28 533849 9157438 -167
C29 533829 9157434 -200
C30 533810 9157432 -148
C31 533788 9157440 -428
C32 533772 9157462 -972
C33 533760 9157448 -978
C34 533756 9157442 -741
C35 533769 9157436 -288
C36 533743 9157428 -362
C37 533725 9157422 -310
C38 533798 9157730 173
C39 533793 9157714 -67
C40 533788 9157706 -211
C41 533788 9157703 -145
C42 533781 9157688 37
C43 533877 9157678 253
C44 533772 9157669 52
C45 533768 9157666 64
C46 533779 9157658 -121
C47 533782 9157668 14
C48 533789 9157674 194
C49 533791 9157684 86
C50 533798 9157696 -62
C51 533800 9157702 -222
C52 533811 9157700 -134
C53 533810 9157692 39
C54 533804 9157684 134
C55 533806 9157670 182
C56 533804 9157658 -52
C57 533798 9157648 -243
C58 533820 9157636 283
C59 533819 9157624 266
C60 533810 9157610 665
C61 533804 9157602 710
C62 533794 9157594 533
C63 533788 9157582 493
C64 533779 9157566 510
C65 533777 9157552 604
C66 533771 9157552 550
C67 533790 9157566 533
C68 533794 9157582 530
C69 533805 9157592 554
C70 533812 9157604 513
C71 533822 9157618 390
C72 533832 9157632 390
C73 533834 9157598 618
C74 533842 9157618 474
C75 533860 9157616 752
C76 533858 9157602 752
C77 533874 9157600 675
C78 533891 9157580 683
C79 533897 9157602 574
C80 533903 9157616 828
C81 533894 9157624 480
C82 533864 9157628 343
C83 533880 9157608 1012
C84 533885 9157644 -3
C85 533910 9157646 -148
C86 533890 9157666 390
C87 533898 9157684 76
C88 533876 9157692 -104
C89 533863 9157668 219
C90 533850 9157714 23
C91 533823 9157706 -187
C92 533776 9157726 -23
C93 533749 9157728 256
C94 533733 9157726 -318
C95 533736 9157710 -143
C96 533728 9157692 -473
C101 533617 9157633 96
C102 533661 9157614 462
C103 533644 9157594 692
C104 533651 9157584 572
C105 533632 9157582 744
C106 533609 9157576 807
C107 533669 9157576 729
C108 533692 9157572 735
C109 533668 9157594 352
C110 533692 9157590 483
C111 533711 9157590 186
C112 533710 9157608 338
C113 533726 9157622 170
C114 533723 9157594 573
C115 533752 9157570 372
C116 533748 9157552 733
C117 533723 9157558 907
C118 533701 9157544 1103
C119 533721 9157548 1168
C120 533743 9157536 1003
C121 533755 9157540 776
C122 533765 9157570 502
C123 533776 9157590 503
C124 533745 9157520 1422
C125 533787 9157494 1870
C126 533723 9157464 -3140
C127 533697 9157444 -1758
C128 533663 9157470 -3293
C129 533622 9157476 -780
C130 533574 9157494 -704
C131 533547 9157514 -3339
C132 533563 9157516 -2612
C133 533578 9157508 -899
D1 533698 9157422 867
D2 533651 9157448 -1726
D3 533603 9157480 -516
D4 533539 9157522 -3010
D5 533580 9157572 1566
D6 533595 9157570 1479
D7 533615 9157556 1339
D11 533479 9157526 1029
D12 533458 9157470 -748
D13 533422 9157364 103
D14 533449 9157366 30
D15 533474 9157354 154
D16 533496 9157340 172
D17 533523 9157328 372
D18 533539 9157302 510
D19 533576 9157278 522
D20 533604 9157276 374
D21 533628 9157300 496
D22 533655 9157342 832
D23 533687 9157326 1310
D24 533752 9157376 92
D25 533779 9157378 -151
D26 533806 9157392 226
D27 533779 9157394 -13
D28 533750 9157398 19
D29 533760 9157414 -27
D30 533820 9157354 244
D31 533839 9157366 192
D32 533868 9157378 152
D33 533904 9157388 106
D34 533937 9157402 120
D35 533919 9157422 87
D36 533927 9157456 -56
D37 533953 9157430 -22
D38 533986 9157438 76
D39 534012 9157464 27
D40 534037 9157448 114
D41 534017 9157418 58
D42 533983 9157408 74
D43 533946 9157386 207
D44 533900 9157358 182
D45 533862 9157342 226
DATA TOPOGRAFI
NO X Y Z
1 533112 9159946 151.411
2 533110 9159900 150.967
3 533110 9159900 150.967
4 533117 9159846 152.253
5 533163 9159975 152.539
6 533164 9159904 162.228
7 533159 9159864 146.512
8 533164 9159822 144.362
9 533214 9159950 165.944
10 533214 9159950 165.944
11 533214 9159950 165.944
12 533239 9159892 167.587
13 533239 9159892 167.587
14 533239 9159892 167.587
15 533239 9159892 167.587
16 533239 9159892 167.587
17 533204 9159868 151.172
18 533204 9159868 151.172
19 533204 9159868 151.172
20 533204 9159868 151.172
21 533204 9159868 151.172
22 533241 9159794 143.304
23 533241 9159794 143.304
24 533265 9159970 136.505
25 533265 9159970 136.505
26 533265 9159970 136.505
27 533265 9159970 136.505
28 533271 9159915 168.197
29 533271 9159915 168.197
30 533271 9159915 168.197
31 533250 9159875 161.076
32 533250 9159875 161.076
33 533250 9159875 161.076
34 533262 9159813 137.953
35 533262 9159771 140.390
36 533262 9159771 140.390
37 533262 9159771 140.390
38 533312 9159939 153.642
39 533305 9159891 167.772
40 533324 9159860 163.457
41 533322 9159793 150.566
42 533365 9159972 144.634
43 533367 9159908 155.498
44 533365 9159855 146.454
45 533359 9159815 137.069
46 533368 9159769 140.572
47 533361 9159721 157.828
48 533441 9159954 142.897
49 533441 9159954 142.897
50 533441 9159954 142.897
51 533412 9159895 145.254
52 533404 9159856 136.402
53 533404 9159856 136.402
54 533392 9159790 136.682
55 533397 9159738 151.167
56 533234 9159616 145.590
57 533472 9159977 139.274
58 533472 9159977 139.274
59 533472 9159977 139.274
60 533464 9159920 143.169
61 533468 9159858 139.194
62 533457 9159829 139.446
63 533439 9159779 151.404
64 533366 9159610 147.300
65 533469 9159727 148.400
66 533501 9159948 138.469
67 533523 9159898 140.192
68 533516 9159849 150.261
69 533513 9159813 155.991
70 533527 9159748 136.010
71 533208 9159818 131.451
72 533563 9159967 132.187
73 533573 9159923 139.063
74 533566 9159875 144.945
75 533561 9159815 153.504
76 533561 9159815 153.504
77 533561 9159815 153.504
78 533395 9159837 135.890
79 533395 9159837 135.890
80 533395 9159837 135.890
81 533399 9159848 135.780
82 533451 9159841 138.180
87 533613 9159804 135.676
88 533613 9159804 135.676
89 532978 9159678 152.253
90 533593 9159762 140.317
91 533263 9159534 140.390
92 533196 9160057 150.967
DATA BOR (CORING)
No X Y Z
TopFe DasarFe Z
DasarBor
Depth
Z Z Z
1 156.257 575.636 -11.7 -11.9 -14.0 -14.0 -14.0 FeO
2 153.926 529.636 -6.4 -6.6 -9.0 -9.2 -15.1 -15.1 fragmen besi
2 153.926 529.636 -14.6 -14.8 -15.1 -15.1 -15.1 Granit
3 161.030 476.181 0.0 -21.2 -21.4 -21.4 -21.4 FeO
4 206.663 605.286 0.0 -17.9 -17.9 -17.9 besi
5 208.388 533.510 0.0 -26.0 -26.2 -27.0 -27.0 besi
7 203.399 493.960 0.0 -13.1 -13.1 -13.1 FeO
8 207.699 451.873 0.0 -17.4 -17.6 -23.3 -23.3 FeO
9 258.362 580.138 0.0 -3.4 -3.6 -30.0 -30.0 besi
9 258.362 580.138 -7.4 -7.6 -30.0 -30.0 -30.0 FeO
11 283.470 521.700 -3.4 -3.6 -5.6 -5.8 -30.0 -30.0 besi
11 283.470 521.700 -21.3 -21.5 -25.9 -26.1 -30.0 -30.0 FeO
12 283.470 521.700 -25.7 -25.9 -30.0 -30.0 -30.0 granit
13 247.752 497.732 0.0 -3.8 -4.0 -17.5 -17.5 FeO
13 247.752 497.732 -3.6 -3.8 -4.0 -4.2 -17.5 -17.5 besi tuf
13 247.752 497.732 -3.8 -4.0 -5.8 -6.0 -17.5 -17.5 FeO
13 247.752 497.732 -8.0 -8.2 -10.2 -10.4 -17.5 -17.5 FeO
13 247.752 497.732 -10.0 -10.2 -14.6 -14.8 -17.5 -17.5 granit
14 285.094 424.434 0.0 -25.0 -25.2 -23.5 -23.5 FeO
14 285.094 424.434 -17.4 -17.6 -23.0 -23.2 -23.5 -23.5 biji besi
15 309.106 600.460 0.0 -14.8 -15.0 -30.0 -30.0 besi
15 309.106 600.460 -9.5 -9.7 -11.3 -11.5 -30.0 -30.0 FeO
15 309.106 600.460 -11.1 -11.3 -14.8 -15.0 -30.0 -30.0 biji/pasir besi
17 314.501 545.344 0.0 -9.1 -9.3 -29.0 -29.0 besi
17 314.501 545.344 -19.5 -19.7 -29.0 -29.0 -29.0 FeO
19 294.004 504.882 -18.4 -18.6 -20.4 -20.6 -27.6 -27.6 FeO
21 305.583 442.880 0.0 -7.7 -7.9 -11.5 -11.5 FeO
22 305.649 401.101 -3.7 -3.9 -8.2 -8.4 -9.2 -9.2 pirit
22 305.649 401.101 -8.0 -8.2 -9.2 -9.2 -9.2 pirit
23 356.304 569.455 -13.1 -13.3 -13.4 -13.6 -14.8 -14.8 FeO
24 349.193 520.542 -13.8 -14.0 -22.0 -22.0 -22.0 FeO
26 368.202 490.439 -0.7 -0.9 -21.2 -21.2 -21.2 FeO
28 366.309 422.771 -2.2 -2.4 -10.1 -10.1 -10.1 FeO
31 409.220 601.633 -11.3 -11.5 -13.9 -13.9 -13.9 FeO
32 411.110 538.023 -18.8 -19.0 -24.9 -24.9 -24.9 FeO
33 408.649 484.690 -4.9 -5.1 -5.9 -6.1 -9.0 -9.0 FeO
34 402.838 444.512 0.0 -8.0 -8.0 -8.0 FeO
35 412.295 398.716 0.0 -3.0 -3.2 -8.9 -8.9 FeO
36 405.032 350.770 -1.7 -1.9 -9.0 -9.2 -16.7 -16.7 FeO
38 484.802 583.990 -3.1 -3.3 -7.6 -7.8 -21.3 -21.3 FeO
38 484.802 583.990 -12.7 -12.9 -19.5 -19.7 -21.3 -21.3 FeO
39 456.307 525.359 0.2 0.0 -7.1 -7.3 -9.0 -9.0 FeO
40 447.589 486.366 -4.5 -4.7 -11.0 -11.0 -11.0 besi keras
41 447.589 486.366 -9.7 -9.9 -17.1 -17.1 -17.1 biji besi
42 436.466 419.573 0.0 -2.9 -3.1 -7.7 -7.7 FeO
43 440.691 367.678 0.0 -5.8 -6.0 -13.0 -13.0 besi
44 278.000 246.000 -12.4 -12.6 -20.1 -20.1 -20.1 FeO
45 515.679 607.068 0.0 -1.9 -2.1 -14.0 -14.0 besi
45 515.679 607.068 -12.1 -12.3 -13.8 -14.0 -14.0 -14.0 pirit
62 604.601 445.486 0.0 -18.2 -18.4 -25.8 -25.8 besi, FeO
62 604.601 445.486 -23.0 -23.2 -24.7 -24.9 -25.8 -25.8 FeO
63 439.000 467.000 0.0 -0.6 -0.8 -5.4 -5.4 FeO
63 439.000 467.000 -2.8 -3.0 -3.8 -4.0 -5.4 -5.4 mineral pirit
64 443.000 478.000 0.0 -17.0 -17.0 -17.0 pasir besi
65 495.000 471.000 -0.7 -0.9 -17.8 -17.8 -17.8 vein besi
66 651.427 574.352 -1.6 -1.8 -10.1 -10.3 -16.3 -16.3 besi
67 616.000 403.000 0.0 -20.7 -20.7 -20.7 besi
68 639.876 477.267 0.0 -13.0 -13.2 -14.7 -14.7 besi
69 657.199 433.817 -1.2 -1.4 -3.5 -3.7 -13.8 -13.8 fragmen besi
Model 2D slicing A-A’ pada peta kontur reduksi ke kutub A
Model 2D slicing B-B’ pada peta kontur reduksi ke kutub
B
Model 2D slicing C-C’ pada peta kontur reduksi ke kutub