• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KEPOLISIAN DALAM MELAKSANAKAN REMBUK PEKON SEBAGAI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KEPOLISIAN DALAM MELAKSANAKAN REMBUK PEKON SEBAGAI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Jevvi Tarnando

ABSTRAK

PERAN KEPOLISIAN DALAM MELAKSANAKAN REMBUK PEKON SEBAGAI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT

Oleh

JEVVI TARNANDO

Rembuk pekon merupakan salah satu wadah untuk menanggulangi dan mengatasi konflik sosial yang terjadi di masyarakat khususnya di Provinsi Lampung. Oleh karenanya kepolisisan sebagai pengemban tugas dalam menjaga keteraturan keamanan dan ketertiban masyarakat memiliki peran dalam peaksanaan rembuk pekon. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana peran polisi dalam pelaksanaan rembuk pekon untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat? (2) Bagaimana Implementasi rembuk pekon dalam menyelesaikan konflik sosial di masyarakat?

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Kepala Sub Direktorat Polisi Masyarakat Direktorat Binmas Polisi Daerah Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

(2)

Jevvi Tarnando

terjadinya konflik. Ketiga, pasca konflik yang dilakukan dengan upaya mediasi perundingan damai secara permanen.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Diharapkan dalam penyelesaian konflik sosial melalui Rumbug Pekon yang mengedepankan pranata adat, masyarakat memiliki kemampuan daya cegah dan tangkal terhadap potensi gangguan dan konflik vertikal atau konflik horizontal sehingga diharapkan terciptanya stabilitas keamanan. (2) Diharapkan pihak kepolisian dapat berperan aktif dalam melaksanakan Rumbug Pekon sebagai penyelesaian konflik sosial dalam masyarakat, dan hasil kesepakatan penyelesaian konflik melalui mekanisme Rumbug Pekon diakui dan memiliki kekuatan yang mengikat bagi kelompok masyarakat yang terlibat dalam konflik.

(3)

PERAN KEPOLISIAN DALAM MELAKSANKAN REMBUG PEKON SEBAGAI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT

Oleh

JEVVI TARNANDO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panjang, pada tanggal 15 Januari 1993, sebagai anak kedua dari tiga saudara. Penulis merupakam buah hati pasanagan Bapak Hasan dan Ibu Ana Amelia.

Penulis mulai mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Tanjung Ratu dan selesai pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Katibung pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Kalianda pada Tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tertulis (SNMPTN Undangan).

(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dengan kasih sayang-Nya yang tiada tertandingi sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang saya sayangi dan saya hormati dalam hidup saya

Terimakasih kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan kesehatan, keselamatan, serta limpahan berkah, rahmat dan segala kecerdasan

kepada saya

Teruntuk ayah dan ibu tercinta“Hasan” dan “Ana Amelia”, anugerah Allah

yang paling tulus yang diberikan pada saya karena telah memeliki orang tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa mendoakan dalam setiap

sujudnya Kepada Sang Pencipta, memberikan segala pengorbanan dan kebaikanya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan memberkahi serta

selalu memberi limpahan kesehatan kepada Ayah Ibu Amin

(9)

Untuk seluruh ibu dan bapak dosenku di Fakultas Hukum Universitas Lampung, terutama untuk dosen Pembimbing Akademik Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H dosen

pembimbing I Bapak Dr. Maroni S.H., M.H dan dosen pembimbing II Ibu Diah Gustiniati Maulani S.H., M.H terimakasih atas ilmu, bimbingan,

pelajaran, motivasi, seluruh kebaikan serta waktu yang diluangkan demi terselesaikan skripsi ini.

Untuk Almamater Universitas Lampung yang telah menjadi jalan untuk tempatku melamgkah menuju masa depan

Dan untuk semua yang menjadi bagian hidupku, yang tak mampu kusebutkan satu persatu. Kupersembahkan ini untuk kalian semua, terimakasih atas doa dan

(10)

MOTO

“Berdoalah sebab berdoa itu kekuatan terbesar didunia. Kasihilah sebab

mencintai adalah hak istimewa pemberian Allah

(Ali bin Abi Thalib)

“Bersikap Ramalah sebab ramah itu jalan menuju kebahagian. Bermurah hati lah

hidup ini terlalu pendek umtuk dipakai mementingkan diri sendiri.

(Ki Hajar Dewantoro)

“Menghindar dari tanggung jawab memang mudah, tetapi kita tidak bisa menghindar akibat dari tanggung jawab itu”

(Josiah Charles Stamp)

Hidup adalah pilihan untuk memilih, karena memilih adalah suatu pilihan

(Jevvi Tarnando)

Tidak ada kata menyerah, selalu tersenyum dalam keadaan apapun

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaiakan penulisan skripsi denganjudul “PERAN KEPOLISIAN DALAM

MELAKSANAKAN REMBUG PEKON SEBAGAI PENYELESAIAN

KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak kelemahan serta kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh masukan dan menerima bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitna Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.

(12)

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung serta selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing hingga terselesaikanya skripsi ini.

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

5. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Muhammad Farid, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang juga telah memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

7. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan araha saran dan kritik yang penulis tidak dapat melupakanya.

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Pidana sumber mata air ilmuku yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi.

9. Mbak Sri, Mbak Yanti dan juga Babe, Kiay Apri, Kiay Basri, Kiay Zamroni terimakasih atas bantuanya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.

(13)

semangat serta Adikku Leni Marlina yang selalu membuat penulis tersenyum, terimakasih atas do’a dan semangat yang selalu terucapuntukku.

11. Untuk Saudara-saudara ku Agus Yanti, Tomi Andika, Hermansyah, Alva Doni, Yopi Andriansyah, Merza Yupinda, Piyo Alpinda yang selalu memberikan masukan dan motivasi dalam hari-hariku.

12. Khususnya untuk Yohanna Agustien terima kasih atas senyum, tawa. waktu, kebersamaan, kesabaran, kepercayaan dan kasih sayang yang sudah dengan setia selalu bersamaku baik suka maupun duka.

13. Untuk Ibuk Rahima S.Pd. terima kasih yang telah menganggap aku seperti anak sendiri, terima kasih banyak atas bimbingan, masukan, motivasi nya. 14. Guru-guruku selama menduduki bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Pertama, Sekolah Menengah Atas. Penulis ucapkan terima kasih atas ilmu, doa, motivasi dan kebaikan yang telah ditanamkan.

15. Untuk sepupu-sepupuku di Fakultas Hukum Hendra Prasetiyo, Jimmy Septian, Andre Jevi S, Iis Priyatun, Ines Septia, Ika Riastia, Andi mekar sari, Tary Aktariyani, Prisca Octaviani, Gesta Aldila.

16. Untuk teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Aga, Hendra, Abi, Fitra, Ebi, Dika, Ado, Agus, Ando, Ijal, Jani, Gilbert, Arahmat panca, Nico Cahya, Ocal, Fungky, Usuf, Riki F, dan rekan-rekan angkatan 2011 khususnya jurusan Hukum Pidana atas kekeluargaan dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini, semoga tidak akan terputus ditelan zaman.

(14)

Andriawan, Bery H, Kahfi Y, Kurniawan M, Adies Junita, Ardila R, Emil, Ayu Ratna, Ega, Hindiana S, Amiliya R, Hera D, Indah N.

18. Sahabat-sahabat ku yang menemani ku dari SMP, SMA sampai saat ini : Rizki Dwi Putri, Evi Yanti, Ranti Dwi Putri, M. Adi Putra, Yogi Kurniawan, Tio Tantowi, Soviera Vitaloka, Debby Anchika S, Sani Adela.

19. Teman-teman KKN Menggala Mas : Rahmadanil Putra, Putra Aryananda, Rohman Misyadi, Okta, M. Afif, Alga, Ossy dwi setya, Putri Rinawati, Putri Handayani atas kebersamaan selama 40 hari dan do’a dalam penulisan skripsi ini.

20. Sobat-sobat Kampung Halaman: Sonny Eka Iswadi, Cipta Panji utama, Firman, Agus, Dian, Edra Madhan, Rudi Kopet, Asep Batara.

21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua doa, bantuan dan dukungannya.

22. Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntun ku menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT Membalas Kebaikan Mereka semua dan skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 25 Juni 2015 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ...5

E. Sistematika Penulisan ...10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kepolisian Negara Republik Indonesia ...12

1. Pengertian Kepolisian ...12

2. Tugas dan wewenang Kepolisian ...14

B. Tinjauan Umum tentang Konflik Sosial 1. Pengertian Konflik Sosial ...15

2. Teori Konflik ...18

3. Bentuk-bentuk Konflik menurut Para Ahli ...20

4. Faktor penyebab terjadinya Konflik ...21

(16)

C. Tinjauan Rembug Pekon ...25

D. Fenomena Konflik Sosial di Provinsi Lampung Selatan...26

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian ...28

B. Pendekatan Masalah ...29

C. Data dan Sumber Data...30

D. Metode Pengumpulan Data ...31

E. Metode Pengelolaan Data...32

F. Analisis Data ...32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ...33

B. Peran Polisi dalam Pelaksanaan Rembug Pekon untuk Menyelesaikan Konflik Sosial Masyarakat ...34

1. Peranan Normatif ...38

2. Peranan Ideal ...40

3. Peranan Faktual ...42

C. Implementasi Rembug Pekon dalam Menyelesaikan Konflik Sosial di Masyarakat ...51

1 Pra konflik ...60

2 Saat konflik ...60

3 Pasca konflik ...61

V. PENUTUP A. Simpulan ...63

B. Saran ...64

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara majemuk, dalam artian bahwa masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Perbedaan-perbedaan pandangan dan tujuan sering dipandang sebagai masalah yang hanya dapat di selesaikan jika kita semua memiliki maksud yang sama, atau ketika suatu pandangan lebih kuat dari pandangan lain. Sehingga dengan adanya perbedaan tersebut sering kali menimbulkan gesekan-gesekan sosial oleh adanya seluruh kepentingan masyarakat agar tetap berintegrasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(18)

2

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, konflik sosial (disebut juga konflik) didefinisikan sebagai perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidak amanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

The American Heritage Dictionary of The English language, mendefinisikan konsep Polisi sebagai berikut: 1.a. Agovermental department established to maintain order, enforce the law, and detect crime, b. (take pl.v). The members of such a department. Dalam terjemahan bebas terutama no 1.a. Polisi adalah sebuah Departemen Pemerintahan yang didirikan untuk memelihara keteraturan serta ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum, dan mendekteksi kejahatan serta mencegah terjadinya kejahatan.1

Tugas utama Kepolisian menjaga keteraturan keamanan dan ketertiban masyarakat agar masyarakat tetap berada pada koridor tatanan masyarakat tersebut. Untuk menjaga agar tetap terjaganya tatanan masyarakat maka pihak Kepolisian harus bergaul dan hidup bermasyarakat di tempat satuan wilayah dia bertugas.Dalam hal ini fungsi Kepolisian dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan diatas adalah lingkungan perkotaan baik pada tingkat satuan tugas sektoral (Polsek) maupun satuan tugas kota (Polres).2

Wilayah baik Resor (Kota) maupun Sektor (Kecamatan) hubungan antara Polisi dan Masyarakat saling mempengaruhi dan membutuhkan, atau lebih tepatnya 1

Houghton Mifflin Company,The American Heritage Dictionary of The English language, http://www.thefreedictionary.comDiakses pada tanggal 23 Maret 2015.

2

(19)

3

keberadaan Polisi dalam kehidupan masyarakat adalah fungsional dalam hidup bermasyarakat. Sehingga Polisi mengetahui akan perubahan kehidupan masyarakat, perubahan nilai–nilai hidup masyarakat tersebut. Karena dengan cepatnya pihak Kepolisian mengetahui perubahan akan tata nilai kehidupan masyarakat, yang akan menyebabkan pula perubahan nilai nilai budaya yang menyebabkan efek samping, maka pihak kepolisian dapat cepat menangkalnya.

Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Lampung menyepakati pentingnya rembug pekon sebagai wadah untuk menanggulangi dan mengatasi konflik horizontal di Lampung. Forum rembug pekon ini terdiri dari kepala pekon (desa) atau lurah, ketua adat, tokoh pemuda dan agama, badan pembinaan desa dari unsur TNI, serta badan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dari unsur Polri. Kegiatan rembug pekon dilakukan untuk mencegah maraknya konflik komunal di Lampung seperti terjadi pada 2012. Pada tahun lalu, konflik bertubi-tubi terjadi di Lampung Selatan, Mesuji, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan lain-lain.

(20)

4

norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Berdasarkan prasurvei, sebanyak 2.329 permasalahan di Lampung berhasil diselesaikan melalui rembug pekon pada 2014, pada tahun sebelumnya, ada 1.606 permasalahan disharmoni yang muncul di tingkat akar rumput diselesaikan secara tuntas sebelum meluas dan menjadi persoalan besar. Rembug pekon melibatkan babinkamtibmas, babinsa, kepala desa/kelurahan, dan masyarakat.3

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis ingin meneliti tentang “Peran Kepolisian dalam Melaksanakan Rembug Pekon Sebagai Penyelesaian Konflik Sosial dalam Masyarakat”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan atau sasaran sesuai yang dikehendaki. Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peran polisi dalam pelaksanaan rembug pekon untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat?

2. Bagaimanakah Implementasi rembug pekon dalam menyelesaikan konflik sosial di masyarakat?

3

(21)

5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui tentang Implementasi rembug pekon dalam menyelesaikan konflik sosial di masyarakat.

b. Untuk mengetahui peran polisi dalam pelaksanakan rembug pekon untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat.

2. Kegunaan Penelitian ini, yaitu

a. Kegunaan secara teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca serta menjadi acuan untuk penelitian berikutnya yang membahas lebih dalam mengenai peran kepolisisan dalam melaksanakan Rembug Pekon sebagai penyelesaian konflik sosial dalam masyarakat .

b. Kegunaan secara praktis yaitu hasli penelitian ini dapat memberikan informasi pemikirian dan pertimbangan bagi penegak hukum dan pemerintah dalam menangani konflik sosial dalam masyarakat dengan rembug pekon.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4

4

(22)

6

Teori peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa. Ada beberapa teori tentang peran menurut Soerjono Soekanto5:

a. Peranan Normatif

Merupakan aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Peranan normatif adalah peranan yang dilakukan oleh seorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal

Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorag atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya didalam suatu sistem.

c. Peranan Faktual

Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.

Permasalahan kedua dalam hal menjawabnya digunakan berdasarkan: Keputusan kepala kepolsian negara republik indonesia

Nomor : kep/618/vii/2014 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terdapat dalam point 8 tentang kegiatan dalam kejadian peristiwa menonjol yaitu pada point B tentang konflik sosial.

1 Pra konflik

a) Memelihara kondisi damai dalam masyarakat dengan cara:

- Mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;

- Menghormati perbedaan suku, bahasa, dan adat istiadat antar warga; - Menghargai hak, pendapat, dan kebebasan orang lain;

5

(23)

7

- Mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa;

- Menghormati hak atas kepemilikan orang/pihak lain yang dijamin dan dilindungi undang-undang;

- Mengembangkan komunikasi lintas budaya, suku, dan agama dalam bentuk forum atau kegiatan sosial bersama;

- Mengembangkan sikap saling gotong royong dalam berbagai kegiatan walaupun dalam kelompok yang berbeda;

- Menumbuhkembangkan sikap rasa kesetiakawanan sosial dan saling membantu terhadap sesama yang memerlukan bantuan/terkena musibah.

b) Mengembangkan sistim penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah untuk mufakat dengan tidak melanggar hukum (alternative dispute resulution);

c) Meredam potensi konflik, dengan cara;

- Memaafkan forum diskusi untuk mencari solusi terhadap permasalaham dengan melibatkan tomas, toga, todat, dan toda;

- Membangun kemitraan dengan berbagai komunitas dalam masyarakat melalui penerapan polmas guna mengeliminir potensi konflik;

(24)

8

d) Membangun sistem peringatan dini konflik

- Mencatat dan melaporkan kepada pimpinan apabila ada organisasi/LSM yang mencurigakan dan memperkeruh/mendorong terjadinya konflik;

- Membangun komunikasi yang intensif melalui jejaring sosial guna memperluas jaringan informasi;

- Meningkatkan sambang kampung. 2 Saat konflik

a) Menghentikan konflik melalui mediasi para pihak dengan mengikutsertakan peran adat/pranata sosial;

b) Dalam hal mediasi belum mencapai kesepakatan, melakukan negoisasi untuk mendapatkan hasil yang diharpakan (perdamaian);

c) Dalam hal negoisasi tidak mencapai hasil, menghimbau kepada para pihak yang berkonflik untuk menahan diri dan tidak melakukan perbuatan/tindakan yang melanggar hukum;

d) Apabila imbauan tidak dipatuhi dan kekerasan mulai terjadi, melapor dan memohon kepada pimpinan untuk mengeluarkan maklumat kepada masyarkat yang berisi peringatan atau ultimatum untuk menghentikan aksi kekerasan;

e) Menyebarluaskan maklumat kepada masyarakat dan bersama dengan pasukan dari satuan atas menghentikan aksi kekerasan yang terjadi.

3 Pasca konflik

(25)

9

- Mediasi perundingan damai secara permanen dengan mengajak para pihak yang berperan dalam konflik untuk berdamai dan merumuskan butir-butir kesepakatan perdamaian dengan melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh yang diterima para pihak yang berkonflik;

- Menfasilitasi pemberian resitusi baik yang dilakukan pemerintah, pemda, ataupun pihak lain;

b) Melakukan kegiatan rehabilitasi meliputi:

- Pemulihan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui kegiatan pengawasan dan pengamanan di tempat konflik, melakukan kegiatan sambang kepada para pihak berkonflik, dan meningkatkan kegiatan Polmas di tempat konflik;

- Melakukan kegiatan bakti sosial dan kesehatan di tempat konflik; - -Memperbanyak kegiatan simpatik melalui acara kesenian, keagamaan,

kerja bakti, olah raga bersama, dan kegiatan sosialnya;

- Membantu proses pengembalian dan pemulihan asset korban konflik.6

2. Kerangka Konseptual

a. Peran adalah perilaku menjalankan kewajiban dan menuntut hak yang melekat pada status atau seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.7

b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.8

6

Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep/618/VII/2014 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, hlm. 11-13. 7

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002: Hlm. 243.

8

(26)

10

c. Rembug pekon adalah suatu wadah dimana tempat berkumpulnya masyarakat dan pemerintah pada lini terdepan untuk menyelesaikan permasalahan guna mencari solusi dengan jalan musyawarah dan mufakat.9

d. Konflik sosial adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih

menganggap ada perbedaan ‘posisi’ yang tidak selaras, tidak cukup sumber,

dan/atau tindakan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.10

e. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.11

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang berisi yaitu Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konseptual, serta Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka yang berisi yaitu Tinjauan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Konflik Sosial, Rembug Pekon dan Fenomena Konflik Sosial yang terjadi di Provinsi Lampung.

9

Polda Lampung, Rembug Pekon/Desa/Kelurahan dalam Mewujudkan Pembangunan dan Keamanan di Provinsi Lampung,Bandar Lampung: Direktorat Pembinaan Masyarakat Polda Lampung, 2013, Hlm. 3.

10

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial 11

(27)

11

BAB III Metode Penelitian yang terdiri dari Jenis dan Tipe Penelitian, Pendekatan Masalah, Data dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Metode Pengelolahan Data, dan Analisis Data.

BAB IV Pembahasan yang berisi Implementasi Rembug Pekon dalam menyelesaikan konflik sosial di masyarakat, dan Peran Polisi dalam pelaksanaan Rembug Pekon untuk menyelesaikan Konflik Sosial di Masyarakat.

(28)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kepolisian Negara Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian

Moylan mengemukakan pendapatnya mengenai arti serta pengertian kepolisian

sebagai berikut : “istilah polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang

berbeda-beda dalam arti yang diberikan oleh tiap-tiap negara terhadap pengertian “polisi” adalah berbeda oleh karena masing-masing negara cenderung untuk

memberikan istilah dalam bahasanya sendiri. Misalnya istilah “contable” di Inggris mengandung arti tertentu bagii pengertian ”polisi”, yaitu bahwa contable

mengandung dua macam arti, pertama sebagai satuan untuk pangkat terendah di kalangan kepolisian (polisi contable) dan kedua berarti kantor polisi (office of constable).1

Disamping itu istilah “police” dalam bahasa inggris mengandung arti yang lain, seperti yang dinyatakan oleh Charles Reith2 dalam bukunya “The Blind Eya of History” yang mengatakan “police in the english language came to mean any

kind of planing for improving of ordering communal existence”.. dari defenisi tersebut dapat diratikan bahwa Charles Reith mengatakan bahwa polisi dituntut mengayomi masyarakat namun disatu sisi polisi dapat melakukan tindakan hukum dari beratnya kejahatan.

1

Moylan, Pengertian Kepolisan, Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1953, hlm. 4. 2

(29)

13

Perkembanagan selanjutnyadi Indonesia dikenal istilah “Hukum Kepolisian”. Jadi menurut arti tata bahasa istilah “Hukum Kepolisian” adalah hukum yang

mengatur segala sesuatu yang bertalian dengan polisi. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dikenal dewasa ini adalah kepolisian yang telah dibentuk sejak tanggal 19 Agustus 1945, Polri mencoba memakai sistem Kepolisian federal membawah di Departemen dalam Negeri dengan kekuasaan terkotak-kotak antar Provinsi bahkan antar karasidenan. Mulai tanggal 1 Juli 1946 Polri menganut sistem Kepolisian Nasional (The Indonesian National Police). Sistem Kepolisian ini dirasa sangat pas dengan Indonesia sebagai Negara kesatuan, karenanya dalam waktu singkat Polri dapat membentuk komando-komandonya sampai ke tingkat sektor (kecamatan). Sistem inilah yang dipakai sampai sekarang.

Ada empat syarat baku untuk membangun kepolisian yang kuat, yaitu sistem organisasi kepolisian yang baik, welfare mencakup kesejahteraan dan sarana Kepolisian.3Polri merupakan lembaga birokrasi tertua di sini, yang dibentuk oleh BPKI (panitia persiapan kemerdekaan indonesia) tanggal 19 Agustus 1945, hanya dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia adalah Negara Kesatuan maka sejak tanggal 1 juli 1946 Polri juga Kepolisian Nasional dalam satu Komando. Efektivitas sistem ini sangat nyata, Polri dapat membentuk komando satuan Kepolisian sampai ke tingkat Kecamatan di seluruh Indonesia dengan jenjang hirarki yang jelas, yaitu markas besar Kepolisian Negara Republik Indonesia di pusat Jakarta. Kepolisian daerah di tingkat Provinsi, Kepolisian wilayah di tingkat Kabupaten, kepolisian distrik di tingkat antar Kecamatan dan kepolisian sektor di

3

(30)

14

tingkat Kecamatan bahkan pos-pos polisi dan Bintara Pembina Kantibmas di tingkat Desa (Babinkantibmas).

2. Tugas dan wewenang Kepolisian

Polisi secara universal mempunyai tugas yang sama yaitu sebagai aparat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta aparat penegak hukum, walaupun dalam praktek di masing-masing. Negara mempunyai pola dan prosedur kerja yang berbeda. Dengan berkembangnya peradaban manusia dan berkembangnya pola kejahatan maka tugas polisi semakin berat dan kompleks. Prioritas pelaksana tugas polri adalah penegakan hukum. Ini berarti tugas-tugas kepolisian lebih diarahkan kepada bagaimana cara menindak pelaku kejahatan sedangkan perlindungan dan pelayanan masyarakat merupakan perioritas kedua dari tindakan kepolisian. Sebagai wujud dari peranan Polri, maka dalam mengambil dalam setiap kebijakan harus didasarkan pada pedoman-pedoman yang ada. Diibawah ini penulis menguraikan pedoman-pedoman sebagaimana yang dimaksud :

a. Peran Polri dalam Penegakan Hukum

Polri merupakan bagian dari criminal justice system selaku penyidik yang memiliki kemampuan penegakan hukum (represif) dan kerja sama Kepolisian Internasional untuk mengantisipasi kejahatan Internasional.

b. Peran Polri sebagai Pengayom dan Pelindung Masyarakat

(31)

15

c. Peran polri sebagai pelayan masyarakat (public service)

Peran ini merupakan kemampuan Polri dalam pelaksanaan tugas Polri baik pre-emtif, preventif maupun represif. Peran ini merupakan akan menjamin ketentraman, kedamaian dan keadilan masyarakat sehingga hak dan kewajiban masyarakat terselenggara dengan seimbang, serasi dan selaras. Polri sebagai tempat mengadu, melapor segala permasalahan masyarakat yang mengalami kesulitan perlu memberikan pelayan dan pertolongan yang ikhlas dan responsi.

B. Tinjauan Umum tentang Konflik Sosial

1. Pengertian Konflik Sosial

Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat di dalam setiapmasyarakat dalam setiap kurun waktu. Konflik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat karena konflik merupakan salah satu produk dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat terdiri dari sejumlah besar hubungan sosial, sehingga selalu saja terjadi konflik antara warga-warga masyarakat yang terlibat dalam hubungan sosial.

Konflik merujuk pada perselisihan-perselisihan yang para pihaknya sudah maupun belum terindentifikasi atau dapat diidentifikasi secara jelas. Seseorang dapat mengalami konflik dengan orang-orang dilingkungannya atau kondisi sosial dan ekonomi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pribadinya, sehingga ia mengalami konflik dengan lingkungan sosialnya.

(32)

16

Menurut Durkheim, fakta sosial memiliki tiga karakteristik yakni: bersifat eksternal terhadap individu, bersifat memaksa individu yang berada dalam lingkungan sosialnya, dan bersifat umum yakni tersebar di masyarakat. Fakta sosi al meliputi: norma, moral, kepercayaan, kebiasaan, pola berfikir, dan pendapat umum, yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat. Fakta sosial tersebut disebut representatif kolektif. Apabila kita amati dan perhatikan berbagai gejala dan fenomena kehidupan sehari-hari, baik yang kita alami sendiri maupun melalui berbagai sumber informasi (seperti surat kabar, majalah, radio, TV, dll) tentang konflik, diperkirakan ada sejumlah pola konflik, yakni sebagai berikut:

1) Konflik internal di terjadi dalam suatu masyarakat lokal

2) Konflik antara masyarakat lokal dengan pemerintah daerah sendiri 3) Konflik masyarakat antar daerah, suku, agama, dan ras (SARA) 4) Konflik antar dua atau lebih pemerintah daerah

5) Konflik antara masyarakat lokal dengan pemerintah pusat sebagai penyelenggara Negara

6) Konflik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat

7) Konflik antar elit di pemerintah pusat yang berimbas pada atau diikuti oleh konflik masyarakat di tingkat lokal.

(33)

17

pemicu terjadinya konflik sosial adalah persaingan (competition) dan kotravensi (contravention).

Konflik sosial mengacu pada sebuah bentuk interaksi sosial yang bersifat antara dua orang/kelompok atau lebih, di mana masing-masing fihak berusaha untuk saling mengalahkan atau bahkan meniadakan fihak lainnya. Sebagai sebuah bentuk interaksi sosial yang bersifat negatif, konflik sosial dapat difahami sebagai akibat tidak sempurnanya kontak sosial dan komunikasi sosial yang terjadi di antara fihak-fihak yang berkonflik. Dengan demikian sebuah interaksi sosial dapat menjadi sebuah kerjasama atau konflik, secara teoritis dapat diprediksi dari apakah kontak dan komunikasi sosial antara kedua fihak yang berinteraksi tersebut bersifat positif atau negatif.

Sebagai salah satu bentuk interaksi sosial antar individu dan kelompok yang beraneka, konflik sosial adalah salah satu hakekat alamiah dari interaksi sosial itu sendiri. Konflik sosial tidak dapat ditiadakan, yang dapat dilakukan adalah upaya pengelolaan dan mempertahankan konflik pada tingkat yang tidak menghancurkan kebersamaan dan perdamaian.

(34)

18

sosial bagi masyarakat adalah: akomodasi, media solidaritas, meningkatkan peran aktif warga masyarakat, dan wahana komunikasi.

Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik sosial vertikal dan konflik sosial horizontal. Konflik ini seringkali terjadi karena adanya provokasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

2. Teori Konflik

Tujuan bagian ini adalah untuk membahas tema-tema dan aliran-aliran pemikiran teori konflik. Hal ini dilakukan untuk memberikan batasan ruang lingkup dan ragam konflik sehingga konflik sebagai fenomena social dapat diletakkan dalam perspektif yang tepat. Tinjauan teori konflik akan mengetengahkan sejumlah pengamatan. Pertama, ada banyak sekali literatur yang ditulis tentang sifat dan teori konflik, terutama yang berhubungan dengan peperangan. Kedua, kurangnya kesepakatan (consensus) antara pandangan kontemporer dan historis mengenai konflik manusia. Ketiga, di antara literature yang sangat erat kaitannya (relevan) dengan para ahli teori ilmu politik, ada beberapa dikotomi yang mengarah ke pencarian paradigma yang dominan.

(35)

19

berfungsi secara social, atau sesuatu yangb irasional, patologis, dan tidak berfungsi secara social”.4 Hal ini menimbulkan akibat-akibat yangpenting, terutama untuk resolusi konflik. Juga ada polaritas yang nyata dalam pendekatan-pendekatan teoritisnya. Ada dua pendekatan-pendekatan yang berlawanan yaitu pendekatan-pendekatan klasik dan pendekatan behavioris.

Pendekatan klasik memusatkan diri pada analisis tataran makro. Perhatiannya tertumpu pada analisa interaksi antar kelompok. Kelompok-kelompok ini dapat dibagi ke dalam berbagai sempalan berdasar, antara lain: nasional, institusional, etnis, kelas, dan ideologis. Ahli teori klasik menaruh perhatian pada interaksi antar kelompok pada tataran sadar (conscious level). Sedangkan kaum behavioris memusatkan diri pada tataran mikro, dengan individu, bukan kelompok, sebagai unit kajiannya. Kaum behavioris mengkaji faktor ketidaksadaran (the unconscious) untuk memahami faktor-faktor motif yang tak terungkapkan.

Dougherty dan Pfaltzgraff,5 menggambarkan metode-metode penelitian yang lain: kaum behavioris lebih menyukai mengisolasi sedikit variabel dan menganalisa banyak kasus untuk menentukan hubungan antar variabel itu. Sebaliknya, kaum tradisionalis (klasik) lebih sering mengkaji semua variabel yang dianggap dapat berpengaruh terhadap hasil (outcome) sebuah kasus. Konflik menyebabkan terjadinya interaksi pada tataran yang lebih serius dari sekedar kompetisi. Meskipun, sebagaimana yang dinyatakan Schelling, konflik, kompetisi, dan kerjasama (cooperation) pada dasarnya saling berkaitan, konflik terjadi manakala

4

Dougherty, James E. & Robert L. Pfaltzgraff ,Contending Theories. New York: Harper and Row Publisher, 1981, hlm. 187.

5Ibid

(36)

20

tujuan, kebutuhan, dan nilai-nilai kelompokkelompok yang bersaing bertabrakan dan akibatnya terjadilah agresi, walaupun belum tentu berbentuk kekerasan. 3. Bentuk-bentuk Konflik menurut Para Ahli

Menurut Soerjono Soekanto,6konflik mempunyai beberapa bentuk khusus yaitu: 1. Pertentangan Pribadi, yaitu pertentangan yang terjadi apabila dua orang sejak

pertama tidak saling menyukai dan berkembang menjadi saling memusuhi serta menghancurkan.

2. Pertentangan rasial, yaitu pertentangan yang bersumber dari perbedaan ciri-ciri badaniah, kepentingan dan kebudayaan.

3. Pertentangan antar kelas-kelas sosial yang disebabkan karena perbedaan kepentingan.

4. Pertentangan politik yaitu pertentangan politik antar golongan dalammasyarakat.

Abu Ahmadi7 mengemukakan bahwa perwujudan konflik itu bermacam-macam mulai dari penghancuran atau memusnahkan seorang musuh sampai acuh tak acuh, misalnya:

1. Frustasi/ kegagalan/ perasaan gagal.

2. Oposisi/sikap menentang, bersifat laten/tersembunyi dan dapat bersifat overt/terang-terangan. Konflik laten terjadi dalam hal agama, golongan petani, Organisasi. Konflik laten akan menjadi overt, apabila menjelma pada permusuhan/perselisihan.

6Soerjono Soekanto

,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982, hlm. 97-98. 7

(37)

21

Sedangkan dipandang dari segi terjadinya, maka Abu Ahmadi membaginya menjadi dua macam yaitu :

a. Corporate Conflik, yaitu terjadi antar group dengan group dalam satu masyarakat atau dari dua masyarakat.

b. Personal Conflik, yaitu terjadi antar individu dengan individu. Personal conflik ini disebabkan karena sex, prestige, kekuasaan, kekayaan dan lain-lain.

4. Faktor Penyebab terjadinya Konflik

Konflik dapat timbul karena berbagai sebab, para sarjana telah membangun teori tentang sebab-sebab terjadinya konflik. Paling tidak terdapat teori tentang konflik yaitu teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip, teori identitas, teori kesalahpahaman, teori transformasi, dan teori kebutuhan manusia masing-masing teori ini tidak perlu dipertentangkan karena satu sama lainnya saling melengkapi dan berguna dalam menjelaskan berbagai fenomena konflik yang terjadi dalam masyarakat kita. Penjelasan tentang beberapa teori diatas adalah sebagai berikut : 1. Teori Hubungan Masyarakat

Menjelaskan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, adanya ketidak percayaan dan rivalitas kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori hubungan masyarakat memberikan solusi-solusi terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara :

a. Peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik;

(38)

22

2. Negoisasi Prinsip

Menjelaskan bahwa konflik terjadi karena posisi-posisi para pihak yang tidak selaras dan adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak. Para penganjur teori ini berpendapat, bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan, para pelaku harus mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan masalah-masalah dan mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah tetap.

3. Teori Identitas

Menjelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori identitas mengusulkan penyelesaian konflik karena identitasnya yang terancam dilakukan melalui fasilititas lokakarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang mengalami konflik dengan tujuan mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang mereka rasakan serta membangun empati dan rekonsilidasi. Tujuan akhirnya adalah pencapaian kesepakatan bersama yang mengakui identitas pokok semua pihak.

4. Teori Kesalapahaman Antar Budaya

Menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam komunikasi diantara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu diperlukan dialog di antara orang-orang yang mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya masyarakat lainnya, mengurangi streotipe yang mereka miliki terhadap pihak lain.

5. Teori Transformasi

(39)

23

setaraan dan ketidakadilan yang mewujud dalam bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang para pihak yang mengalami konflik, serta pengembangan proses-proses dan sistem untuk mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi, dan pengakuan keberadaan masing-masing.

6. Teori Kebutuhan atau Kepentingan Manusia

Menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi atau terhalangi atau merasa dihalangi oleh pihak lain. Kebutuhan atau kepentingan dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu sunstansi (substantive), prosedural (procedural), dan psikologis (psychological). Kepentingan substantive merupakan kebutuhan manusia yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang, pangan, rumah, sandang atau kekayaan. Kepentingan prosuderal merupakan kepentingan manusia yang kerkaitan dengan tata cara dalam pergaulan masyarakat.

5. Upaya Penyelesaian Konflik

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Pasal 12 menjelaskan Penyelesaian Konflik dilakukan melalui:

a. Penghentian kekerasan fisik; b. Penetapan status Keadaan Konflik;

(40)

24

Penanggulangan/Penyelesaian konflik dapat pula dilakukan dengan cara:

1. Konsiliasi atau perdamaian, yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. 2. Mediasi (mediatio), yaitu suatu cara menyelesaikan konflik dengan

menggunakan perantara (mediator). Fungsi mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.

3. Arbitrasi (arbitrium), artinya melalui pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Seorang arbiter memberikan keputusan yang mengikat antara dua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati

4. Paksaan (Coersion), ialah suatu cara penyelesaian pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik ataupun psikologi. Bila paksaan psikologi tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah atau damai yang harus diterima pihak yang lemah. yang ada dalam masyarakat, maka perlu dilakukan beberapa tindakan yaitu:

a. Tindakan koers if (paksaan) perlu adanya pengaturan administratif, penyelesaian hukum, tekanan politik dan ekonomi

b. Memberikan insentif seperti, seperti memberikan penghargaan kepada suatu komunitas akan keberhasilannya menjaga ketertiban dan keharmonisan. 1. Tindakan persuasif, terutama terhadap ketidakpuasan yang dihadapimasyarakat

(41)

25

2. Tindakan normatif, yakni melakukan proses membangun persepsi dan keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai.

Dalam menyelesaikan konflik terdapat 2 cara yang biasa digunakan yaitu penyelesaian secara persuasif dan penyelesaian koersif. Cara persuasive menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Cara ini menghasilkan penyelesaian konflik secara tuntas, artinya tidak ada perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik karena titik Temu yang telah dihasilkan adalah kemauan sendiri.

Sedangkan penyelesaian secara koersif menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. kekerasan ini meliputi penggunaan benda-benda fisik untuk merugikan secara fisik, menyakiti, melukai atau membunuh orang lain.

C. Tinjauan Umum Rembug Pekon

Bak gayung bersambut. Ide cemerlang Kapolda Lampung Brigadir Jendral (Pol) Heru Winarko mencetuskan rembug pekon sebagai wadah untuk menanggulangi dan mengatasi konflik horizontal di provinsi ini direspon positif Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo.

(42)

26

Keberadaan rembug pekon menjadi sangat penting untuk menjaga keamanan secara kolektif di daerah. Rembug pekon yang dimaksud adalah forum rembug para tokoh dan aparat keamanan di tingkat desa.

Rembug Pekon merupakan sebagai antisipasi dini maraknya konflik sosial yang terjadi di tingkat bawah seperti di pekon, desa dan kampung. Yakni dengan memprioritaskan penyelesaian konflik di tingkat bawah. Rembug Pekon diharapkan akan menjadi suatu upaya dalam menyelesai secara dini masalah yang sering terjadi di masyarakat.

D. Fenomena Konflik Sosial yang terjadi di Lampung Selatan

Selama masa kurun waktu lebih dari 50 tahun terakhir, masyarakat Lampung Selatan hidup dalam struktur masyarakat yang majemuk baik secara etnisitas, agama, maupun kemajemukan dalam bentuk kelas-kelas sosial secara vertikal. Perubahan sosial dan pergeseran struktur masyarakat seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik sosial dalam masyarakat, tak terlepas halnya dengan yang terjadi pada konflik di Desa Balinuraga. Konflik ini ditandai dengan terjadinya pergeseran dalam kelas-kelas kelompok dominan dalam masyarakat, dimana dalam beberapa tahun terakhir masyarakat pendatang (Bali) mulai spesifik konflik yang terjadi adalah antara warga Desa Agom dan masyarakat Desa Balinuraga.

(43)

27

Balinuraga sendiri bukan merupakan kejadian pertama di Privinsi Lampung yang melibatkan masyarakat etnis Asli Lampung dan masyarakat etnis pendatang (Bali atau Jawa). Beberapa kasus yang tercatat terjadi pasca orde baru diantaranya konflik yang disebut sebagai konflik “Bungkuk” yang terjadi pada tahun akhir 1998, serta kasus “Kebondamar” pada awal tahun 2003 di kawasan Lampung

Timur. Hal ini juga membuktikan bahwa konflik yang terjadi antara masyarakat etnis asli Lampung dan masyarakat etnis pendatang bukanlah sebuah permasalahan baru, namun lebih kepada permasalahan yang telah menjadi lattensi dalam masyarakat di daerah Lampung.8

Dalam masa kurun waktu lebih dari 50 tahun terakhir, masyarakat Lampung Selatan hidup dalam struktur masyarakat yang majemuk baik secara etnisitas, agama, maupun kemajemukan dalam bentuk kelas-kelas sosial secara vertikal. Perubahan sosial dan pergeseran struktur masyarakat seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik sosial dalam masyarakat, tak terlepas halnya dengan yang terjadi pada konflik di Desa Balinuraga. Konflik ini ditandai dengan terjadinya pergeseran dalam kelas-kelas kelompok dominan dalam masyarakat, dimana dalam beberapa tahun terakhir masyarakat pendatang (Bali) mulai menunjukkan dominasi sector ekonomi masyarakat. Namun meskipun demikian, konflik yang terjadi bahkan menjadi semakin berutal karena sikap arogansi yang ditunjukkan masyarakat etnis Bali pasca terjadinya pergeseran struktur sosial masyarakat tersebut.

8

(44)

28

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Untuk itu, diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan1.

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu2.

Berdasarkan segi fokus kajiannya, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris atau normatif-terapan, dan penelitian hukum empiris3.

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau

1

Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 39. 2

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1984, hlm 42. 3

(45)

29

implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in actionpada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat4. Penelitian hukum normatif-empiris mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat5. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas dan rinci dalam memaparkan dan menggambarkan mengenai peran kepolisian dalam pelaksanaan rembug pekon sebagai penyelesaian konflik sosial.

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah pada penelitian ini adalah pendekatan normatif-terapan dengan melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Mengidentifikasikan pokok bahasan, subpokok bahasan berdasarkan rumusan masalah

b. Atas dasar setiap subpokok bahasan yang sudah teridentifikasikan, kemudian diinventarisasi pula ketentuan-ketentuan hukum normatif yang menjadi tolak ukur terapan.

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bangkit, 2004, hlm. 134.

5Ibid,

(46)

30

c. Implementasi tolak ukur terapan tersebut pada peristiwa hukum pemberian saran dan pertimbangan terhadap penyelesaian konflik sosial.

d. Hasil implementasi, yaitu kesesuaian pemberian saran dan pertimbangan terhadap kebijakkan pemeritah terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perbankan khususnya tentang pemberian kredit modal kerja.

C. Data dan Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, yaitu data yang diperloeh dilapangan dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder yang berupa.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dilapangan melalui wawancara dengan narasumber yang mengetahui tentang Peran

2. Data Skunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari: a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari berbagai macam peraturan, Undang-Undang dan peraturan lainnya, yang meliputi:

1) Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 165, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).

2) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(47)

31

4) Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2013, tentang Penanganan gangguan keamanan dalam negeri.

5) Keputusan Menteri koordinator bidang Politik hukum dan keamanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013, tentang Pembentukan tim terpadu tingkat pusat penanganan gangguan keamanan dalam negeri tahun 2013.

b. Bahan sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur, makalah, dokumen, serta tulisan ilmiah yang terkait dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data:

a) Studi Pustaka, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan pemberian kredit modal kerja.

(48)

32

segera, mengajak responden untuk memecahkan masalah serta dapat dilakukan kapan saja. Hal ini dilakukan sebagai data pendukung dalam penelitian mengenai Peran Kepolisian dalam melaksanakan rembug pekon sebagai penyelesaian konflik sosial.

E. Metode Pengolahan Data

Agar memperoleh data yang akurat, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1) Data kepustakaan (library Research) yaitu pengkajian buku ilmiah, dan peraturan perundang-undagan.

2) Penelitian lapangan (field Research) yaitu suatu cara atau sistem penelitian secara langsung dilakukan dilapangan terhadap objek yang akan diteliti, dalam penelitian ini pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara, yakni pengumpulan dengan cara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut.

F. Analisis Data

(49)

63

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat simpulan sebagai berikut:

1. Peran polisi dalam pelaksanaan rembug pekon untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat yakni terdiri dari: Pertama, peranan normatif dimana segala kewenangan polisi dalam pelaksanaan rembug pekon untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat mengedepankan pranata adat dan/atau pranata sosial yang memiliki dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Kedua, pernanan ideal dimana polisi memerhatikan tugas pokok yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menyelesaikan konflik sosial. Ketiga , peranan faktual dimana penyelesaian konflik sosial merupakan tugas pokok, fungsi dan peranan dari Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat).

(50)

64

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana dalam menangani konflik sosial melalui Rembug Pekon dilakukan dengan tahap: Pertama, Pra Konflik dengan upaya Pencegahan Kejahatan. Kedua, saat terjadinya konflik dengan pelayanan Rumbug Pekon yang terjadi karena kasus pencurian, penganiayaan, penipuan atau penggelapan, cekcok antar tetangga, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), asusila atau selingkuh, Laka lintas, tawuran warga atau pelajar, pemerasan, pengeroyokan, perbuatan tidak menyenangkan, salah paham atau perselisihan, pengrusakan, pengancaman, utang piutang, perjudian, miras atau mabuk, percaloan, dan senjata tajam. Ketiga, pasca konflik yang dilakukan dengan upaya mediasi perundingan damai secara permanen.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis berkaitan dengan peran kepolisian dalam melaksanakan Rembug Pekon sebagai penyelesaian konflik sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dalam penyelesaian konflik sosial melalui Rumbug Pekon yang mengedepankan pranata adat, masyarakat memiliki kemampuan daya cegah dan tangkal terhadap potensi gangguan dan konflik vertikal atau konflik horizontal sehingga diharapkan terciptanya stabilitas keamanan.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmadi, Abu. 1975. Pengantar Sosiologi. Solo: Ramdadhani.

Dougherty, James E. & Robert L. Pfaltzgraff, 1981. Contending Theories. New York: Harper and Row Publisher.

Moylan. 1953. Pengertian Kepolisan. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung; PT.

Citra Aditya Abadi.

Nugroho, W Aji. 2010. Jama’ah Gerakan Sosial Menuju menuju Masyarakat Multikulturalisme. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soekanto, Soerjono.1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. ---. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta: Bumi Aksara.

---. 1984.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sunggono, Bambang. 1997. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suparlan, Parsudi. 2008. Ilmu Kepolisian. Jakarta: YPKIK.

Tabah, Anton. 2002. Terjemahan Buku Police Reacean War. Jakarta: Tunggul Maju.

Peraturan-peraturan

Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi .

(52)

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012, tentang Penanganan Konflik Sosial.

Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2013, tentang Penanganan gangguan keamanan dalam negeri.

Keputusan Menteri koordinator bidang Politik hukum dan keamanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013, tentang Pembentukan tim terpadu tingkat pusat penanganan gangguan keamanan dalam negeri tahun 2013.

Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep/618/VII/2014 tentang Buku Pintar Bhabinkamtibmas Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Website

www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/75770-rembuk-pekon-selesaikan-2329-masalahDiakses pada tanggal 23 Maret 2015.

http://www.thefreedictionary.comDiakses pada tanggal 23 Maret 2015.

www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis baik data primer maupun sekuder dalam penelitian tentang Peran Pemerintah dalam Menyelesaikan Konflik Penambangan Bahan Galian

efektif konflik peran ganda, coping stress dan dukungan sosial dengan kesejahteraan hidup sebesar 27,5 %. Dari ketiga prediktor kesejahteraan hidup, dukungan sosial

Penelitihan yang berjudul Konflik Sosial dalam Novel Kambing & Hujan Karya Mahfud Ikhwan (Kajian Konflik Sosial Lewis A. Coser) dapat disimpulkan bahwa konflik sosial

Dari wawancara penulis lakukan bahwa saya peran Hatobangon dalam menyelesaikan konflik rumah tangga antara suami istri, maka Hatobangon sangat berperan dalam masalah ini

Peranan komunikasi di dalam organisasi pemberdayaan masyarakat di daerah Pekon Tugupapak, Semaka, Kabupaten Tanggamus adalah sebagai berikut: (a) Peran makna informatif

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan

Konflik sosial yang terjadi pada masyarakat desa Ikhwan Kecamatan Dumoga Barat Kabupaten Bolaang Mongondow tergolong pada konflik horizontal yakni konflik yang terjadi

Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik sosial perang suku dan mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengatasi konflik sosial perang antara Suku